MAKALAH PANCASILA SEBAGAI PENGEMBANGAN ILMUDeskripsi lengkap
MAKALAH PANCASILA SEBAGAI PENGEMBANGAN ILMU
Pendidikan jasmaniFull description
Pendidikan jasmaniDeskripsi lengkap
PANCASILAFull description
nilai pancasila
yeehuuu
Full description
pancasilaFull description
pancasilaDeskripsi lengkap
Makalah Dasar Dasar Ilmu PendidikanDeskripsi lengkap
Pancasila sila 1Full description
mat.berawiFull description
BAB II PEMBAHASAN A. Nilai Nilai Ketu Ketuha hana nan n Perkataan Ketuhanan berasal dari Tuhan. Pencipta segala yang ada dan semua makhluk. ang ang Maha Esa berarti Maha Tunggal! tiada sekutu bagiNya! Esa dalam "atNya! dalam si#atNya maupun dalam perbuatanNya. Pengertian "at Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui! dan tidak mungkin dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia! karena "at Tuhan Tuhan adalah sempurna yang perbuatan$Nya tidak mungkin dapat disamakan dan ditandingi dengan perbuatan manusia yang serba terbatas. Keberadaan Tuhan Tuhan tidaklah disebabkan %leh keberadaan dari makhluk hidup dan siapapun! sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun &ustru disebabkan %leh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa! yaitu sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab$ sebab yang lain. 'eng 'engan an demi demiki kian an Ketu Ketuha hana nan n ang Maha Maha Esa Esa meng mengan andu dung ng makn maknaa adany adanyaa keyakinan terhadap Tuhan ang Maha Esa Tunggal! yang menciptakan alam semesta beserta isinya. 'an diantara makhluk ciptakan Tuhan ang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah iala h manusia. Sebagai Maha Pencipta! kekuasaan Tuhan Tuhan tidaklah terbatas! sedangkan selain$Nya adalah terbatas. Negara Ind%nesia didirikan atas landasan m%ral luhur! yaitu berdasarkan Ketuhanan ang Maha Esa yang sebagai k%nsekuensinya! maka negara men&amin kepada (arga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya! seperti pengertiannya terkandung dalam) a.
Pembukaan **' +,- aline ketiga! yang antara lain berbunyi) /Atas berkat rahmat
Allah Allah ang Maha Maha Kuasa Kuasa 0./. 0./. 'ari 'ari bunyi bunyi kalima kalimatt ini membuk membuktika tikan n bah(a bah(a negara negara Ind%ne Ind%nesia sia tidak tidak mengan menganut ut paham paham maupun maupun mengan mengandun dung g si#at si#at sebaga sebagaii negara negara sekule sekuler. r. Sekaligus Sekaligus menun&ukka menun&ukkan n bah(a negara Ind%nesia Ind%nesia bukan bukan merupakan merupakan negara agama! agama! yaitu negara negara yang yang didirik didirikan an atas landas landasan an agama agama tertent tertentu! u! melain melainkan kan sebaga sebagaii negara negara yang yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila. b.
Pasal Pasal 1, **' +,- +,- 2+3Neg 2+3Negara ara berdasa berdasarka rkan n atas Ketuha Ketuhanan nan ang ang Maha Maha Esa! Esa!
213Negara men&amin kemerdekaan tiap$tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing$ masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. 4leh karena itu di
dalam negara Ind%nesia tidak b%leh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan ang Maha Esa! dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan ang Maha Esa! anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan ang Maha Esa ini hendaknya di(u&udkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama! kehidupan yang penuh t%leransi dalam batas$batas yang dii"inkan %leh atau menurut tuntunan agama masing$ masing! agar ter(u&ud ketentraman dan kese&ukan di dalam kehidupan beragama. *ntuk senantiasa memelihara dan me(u&udkan 5 m%del kerukunan hidup yang meliputi ) +.
Kerukunan hidup antar umat seagama
1.
Kerukunan hidup antar umat beragama
5.
Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah. Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu #akt%r perekat kesatuan
bangsa. 'i dalam memahami sila I yaitu Ketuhanan ang Maha Esa! hendaknya para pemuka agama senantiasa berperan di depan dalam mengan&urkan kepada pemeluk agama masing$masing untuk menaati n%rma$n%rma kehidupan beragama yang dianutnya! misalnya ) bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al$ 6ur7an dan Sunnah 8asul! bagi yang beragama Kristen 2Kat%lik maupun Pr%testan3 berpegang teguh pada kitab sucinya yang disebut In&il! bagi yang beragama Budha berpegang teguh pada kitab suci Tripitaka! bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya yang disebut 9edha. Sila ke I! Ketuhanan ang Maha Esa ini men&adi sumber utama nilai$nilai kehidupan bangsa Ind%nesia! yang men&i(ai dan mendasari serta membimbing per(u&udan dan Sila II sampai dengan Sila :. Pengamalan Sila kesatu yang berbunyi Ketuhanan ang Maha Esa dalam lingkungan masyarakat sekitar meliputi berbagai bidang! terutama kalau ditin&au menurut Agama yang men&adi may%ritas lingkungan masyarakat yaitu menurut a&aran agama Islam! antara lain) a. Bidang Keagamaan. Menyangkut bidang keagaaman itu sendiri! masyarakat kita sudah tidak meyakini apa yang men&adi tuntunan dan melaksanakan apa yang men&adi tuntutan serta ke(a&iban yang sudah disyariatkan sesuai agama dan kepercayaannya masing$masing. ;%nt%h dalam a&aran Islam bah(a sh%lat (aktu itu adalah (a&ib! dan semua %rangpun tahu apa hukuman serta pahala yang diper%leh! ketika sese%rang itu melanggar atau melaksanakan apa yang men&adi tuntutan tersebut. Namun tidak sedikit %rang Islam yang belum bisa melakukan hal yang men&adi tuntutan tersebut. Ini membuktikan bah(a pengamalan sila pertama ini belum men&i(ai masyarakat itu
sendiri. Sehingga apa yang men&adi
keyakinannya akan terkikis habis %leh perubahan "aman. Hal tersebut baru merupakan pelaksanaan ibadah secara Hablum Minnallah 2hubungan dengan All%h3! belum bagaimana pelaksanaan ibadah secara Hablum Minannas 2hubungan dengan manusia3. 'an ini akan mempengaruhi terhadap berbagai pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Keyakinan terhadap Ketuhanan ang Maha Esa ini! men&adikan kegiatan ibadah$ibadah keagamaan kita dapat dirasakan %leh pribadi dan dapat berman#aat untuk masyarakat luas! yang akan membentuk suatu ketentraman dalam masyarakat itu sendiri. b. Bidang Pemerintahan. Bangsa kita menyatakan kepercayaan dan keta<(aannya terhadap Tuhan ang Maha Esa! kita &uga meyakini bah(a Tuhan adalah maha kuasa atas segalanya. 'alam seluruh aspek kehidupan sangatlah penting menempatkan bah(a Tuhan Maha kuasa atas segala hal! termasuk dalam men&alankan r%da pemerintahan! sehingga akan merasa ada c%ntr%l yang tidak pernah lepas dan lengah dalam melakukan berbagai kebi&akan pemerintahan. 'alam men&alankan r%da pemerintahan pada kenyataannya! tenyata belum cukup mengakui bah(a Pancasila sila! sila ke satu! yang berarti merasa bah(a setiap diri kita tidak ada yang menga(asi atau lupa bah(a Tuhan Melihat kita. Para %knum pe&abat pemerintahan kita serta pelaksana pemerintahan kita sudah tidak lagi melaksanakan Pengamalan sila kesatu. 'ibuktikan bah(a disekitar kita masih banyak prilaku=prilaku yang se%lah=%lah Tuhan tidak mengetahui dan tidak ada. Prilaku K%rupsi adalah prilaku yang seharusnya tidak dilakukan %leh sese%rang yang berkeyakinan dan menyatakan keta<(aannya. Seandainya kita tahu bah(a prilaku tersebut adalah prilaku yang tidak sesuai dengan bangsa kita yang menyatakan kepercayaan dan keta<(aan terhadap Tuhan ang Maha Esa! Maka tindakan tersebut tidak mungkin dilakukan. Se%lah Sila Kesatu dari Pancasila tersebut hanyalah sebagai symb%l sa&a! atau identitas bangsa sa&a yaitu bangsa yang berketuhanan ang Maha Esa! tanpa meyakini dan men&alankan apa yang men&adi landasan Sila Kesatu tersebut. K%rupsi adalah kata halus dari mencuri! meramp%k dan lain=lain. Sehingga apa yang bukan haknya men&adikan sesuatu tersebut men&adi milik pribadi dengan tu&uan memperkaya diri. ang akibatnya pembengunan suatu bangsa tidak mengalami perubahan yang signi#ikan! atau bahkan mengalami kemunduran! baik dari segi materi ataupun m%ral. c.
Bidang S%sial P%litik. P%litik dalam pengertiannya adalah bermacam=macam kegiatan dalam suatu
Negara yang menyangkut pr%ses menentukan tu&uan=tu&uan dari sistem itu dan melaksanakan tu&uan=tu&uan itu! dengan kata lain p%litik adalah suatu upaya untuk
mencapai tu&uan tertentu. P%litik identik dengan upaya mendapatkan kekuasaan! &abatan! (e(enang. 'alam prakteknya &ika perp%litikan di negara kita berped%man pada Sila ketuhanan yang Maha Esa! maka segala pr%ses perp%litikan di negara kita ini tidak perlu melakukan tindakan diluar ketentuan Perundang$undangan atau aturan agama itu sendiri. Tidakan M%ney P%litic dalam sebuah pesta dem%krasi merupakan suatu tindakan yang secara nyata tidak meyakini bah(a Tuhan akan memberikan kekuasaan sesuai apa yang di kehendakiNya. Kalau dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku maka berakibat pula dalam melahirkan sebuah penguasa atau penyelenggara Negara yang berkualitas atau tidak. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan ang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan ang Maha Esa yang dipercayai dan diyakini. Namun melihat k%ndisi sekarang ini masyarakat kita sudah semakin &auh dari k%nsep tersebut! sehingga per&udian! pemerk%saan! dan prilaku penyimpangan lainnya adalah suatu hal yang sudah men&amur diseluruh pel%s%k negeri ini. Menurunnya m%ral suatu bangsa diakibatkan karna prilaku s%sial kita sudah tidak berpegang lagi terhadap Ketuhanan ang Maha Esa! sehingga generasi harapan bangsa kita ter&erumus pada hal=hal yang tidak sesuai dengan n%rma agama. Hal tersebut diperparah lagi %leh dukungan pemerintah kita yang terkesan setengah$setengah dalam membuat kebi&akan yang mend%r%ng masyarakatnya untuk lebih menyadari bah(a agama merupakan p%ndasi dalam berbagai bidang. Temasuk didalamnya bagaimana mengupayakan agar berbagai kegiatan keagamaan mendapatkan p%rsi yang utama dalam membentuk generasi harapan bangsa! dukungan tersebut dapat dituangkan baik dari segi m%ril ataupun kelayakan sebuah penetapan anggaran. Termasuk mengupayakan agar tenaga pendidik serta kurikulum sek%lah kita agar lebih berkualitas lagi dalam membentuk m%ral generasi! karna dari sanalah bera(al Sila Ketuhanan yang Maha Esa dapat diamalkan secara menyeluruh pada berbagai bidang kehidupan. Ada &uga permasalahan$permasalahan yang muncul tertakait dengan nilai$nilai ketuhanan selain permasalahan di atas! seperti kasus b%m Bali dan b%m bunuh diri di S%l%. 'ari kedua kasus tersebut diatas menandakan bah(a sudah tidak rele>annya (arga ind%nesia dengan nilai pancasila khususnya pada sila pertama. 'ari kasus pertama dikatakan bah(a pelaku melakukan hal tersebut dengan alasan &ihad! sedangkan pada kasus kedua yaitu menun&ukkan bah(a adanya pendangkalan iman sese%rang. Hal tersebut &elas sangat bertentangan dengan nilai pada sila pertama tentang Ketuhanan ang Maha Esa yaitu menghilangkan nya(a sese%rang sekalipun alas annya adalah ber&ihad dan
membela agama islam. Bela&ar dari kasus pengeb%man yang sering ter&adi di berbagai daerah seharusnya pemerintah mengadakan tindakan yang tegas kepada pelaku b%m! memberikan hukuman kepada pelaku. B. Ilmu pengetahuan Ilmu! sains! atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki! menemukan! dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi$segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan$rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya! dan kepastian ilmu$ ilmu diper%leh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan 2knowledge3! tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan te%ri$te%ri yang disepakati dan dapat secara sistematik diu&i dengan seperangkat met%de yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. 'ipandang dari sudut #ilsa#at! ilmu terbentuk karena manusia berusaha ber#ikir lebih &auh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah pr%duk dari epistem%l%gi. Kata ilmu dalam bahasa Arab ?ilm? yang berarti memahami! mengerti! atau mengetahui. 'alam kaitan penyerapan katanya! ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan! dan ilmu s%sial dapat berarti mengetahui masalah$masalah s%sial! dan sebagainya. Berbeda dengan pengetahuan! ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Si#at ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu$ilmu alam yang telah ada lebih dahulu. +. 4b&ekti# . Ilmu harus memiliki %b&ek ka&ian yang terdiri dari satu g%l%ngan masalah yang sama si#at hakikatnya! tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. 4b&eknya dapat bersi#at ada! atau mungkin ada karena masih harus diu&i keberadaannya. 'alam mengka&i %b&ek! yang dicari adalah kebenaran! yakni persesuaian antara tahu dengan %b&ek! sehingga disebut kebenaran %b&ekti#@ bukan sub&ekti# berdasarkan sub&ek peneliti atau sub&ek penun&ang penelitian. 1. Met%dis adalah upaya$upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan ter&adinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. K%nsekuensinya! harus ada cara
tertentu untuk men&amin kepastian kebenaran. Met%dis berasal dari bahasa unani /Met%d%s yang berarti) cara! &alan. Secara umum met%dis berarti met%de tertentu yang digunakan dan umumnya meru&uk pada met%de ilmiah. 5. Sistematis. 'alam per&alanannya menc%ba mengetahui dan men&elaskan suatu %b&ek! ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan l%gis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh! menyeluruh! terpadu ! dan mampu men&elaskan rangkaian sebab akibat menyangkut %b&eknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga. -. *ni>ersal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran uni>ersal yang bersi#at umum 2tidak bersi#at tertentu3. ;%nt%h) semua segitiga bersudut +CD. Karenanya uni>ersal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu$ilmu s%sial menyadari kadar ke$umum$an 2uni>ersal3 yang dikandungnya berbeda dengan ilmu$ ilmu alam mengingat %b&eknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat uni>ersalitas dalam ilmu$ilmu s%sial! harus tersedia k%nteks dan tertentu pula. Istilah ?m%del?! ?hip%tesis?! ?te%ri?! dan ?hukum? mengandung arti yang berbeda dalam keilmuan dari pemahaman umum. Para ilmu(an menggunakan istilah model untuk men&elaskan sesuatu! secara khusus yang bisa digunakan untuk membuat dugaan yang bisa diu&i dengan melakukan perc%baaneksperimen atau pengamatan. Suatu
hipotesis
adalah dugaan$dugaan yang belum didukung atau dibuktikan %leh perc%baan! dan hukum fisika atau hukum alam adalah generalisasi ilmiah berdasarkan pengamatan empiris. ;. Pilar penyangga eksistensi Ilmu Melalui te%ri relati>itas Einstein paradigm kebenaran ilmu sekarang sudah berubah dari paradigm lama yang dibangun %leh #isika Ne(t%n yang ingin selalu membangun te%ri abs%lut dalam kebenaran ilmiah. Paradigma sekarang ilmu bukan sesuatu entitas yang abadi! bahkan ilmu tidak pernah selesai meskipun ilmu itu didasarkan pada kerangka %b&ekti#! rasi%nal! met%d%l%gis! sistematis! l%gis dan empiris. 'alam perkembangannya ilmu tidak mungkin lepas dari mekanisme keterbukaan terhadap k%reksi. Itulah sebabnya ilmu(an dituntut mencari alternati#$ alternati# pengembangannya melalui ka&ian! penelitian eksperimen! baik mengenai
aspek ontologis epistemologis, maupun ontologis. Karena setiap pengembangan ilmu paling
tidak
>aliditas
2validity3
dan
reliabilitas
2reliability3
dapat
dipertanggung&a(abkan! baik berdasarkan kaidah$kaidah keilmuan 2context of justification3 maupun berdasarkan sistem nilai masyarakat di mana ilmu itu ditemukandikembangkan 2context of discovery3. Kekuatan bangunan ilmu terletak pada se¨ah pilar$pilarnya! yaitu pilar %nt%l%gi! epistem%l%gi dan aksi%l%gi. Ketiga pilar tersebut dinamakan pilar$pilar #il%s%#is keilmuan. Ber#ungsi sebagai penyangga! penguat! dan bersi#at integrati# serta prerequisitesaling mempersyaratkan. Pengembangan ilmu selalu dihadapkan pada pers%alan %nt%l%gi! epistem%l%gi dan aksi%l%gi. +. Pilar %nt%l%gi 2ontology3 Selalu menyangkut pr%blematika tentang keberadaan 2eksistensi3. a3 Aspek kuantitas ) Apakah yang ada itu tunggal! dual atau plural 2m%nisme! dualisme! pluralisme 3 b3 Aspek kualitas 2mutu! si#at3 ) bagaimana batasan! si#at! mutu dari sesuatu 2mekanisme! tele%l%gisme! >italisme dan %rganisme3. Pengalaman %nt%l%gis dapat memberikan landasan bagi penyusunan asumsi! dasar$dasar te%ritis! dan membantu terciptanya k%munikasi interdisipliner dan multidisipliner. Membantu pemetaan masalah! kenyataan! batas$batas ilmu dan kemungkinan k%mbinasi antar ilmu. Misal masalah krisis m%neter! tidak dapat hanya ditangani %leh ilmu ek%n%mi sa&a. 4nt%l%gi menyadarkan bah(a ada kenyataan lain yang tidak mampu di&angkau %leh ilmu ek%n%mi! maka perlu bantuan ilmu lain seperti p%litik! s%si%l%gi. 1. Pilar epistem%l%gi 2epistemology3 Selalu menyangkut pr%blematika teentang sumber pengetahuan! sumber kebenaran! cara memper%leh kebenaran! kriteria kebenaran! pr%ses! sarana! dasar$ dasar kebenaran! sistem! pr%sedur! strategi. Pengalaman epistem%l%gis dapat memberikan sumbangan bagi kita ) 2a3 sarana legitimasi bagi ilmumenentukan keabsahan disiplin ilmu tertentu 2b3 memberi kerangka acuan met%d%l%gis
pengembangan ilmu 2c3 mengembangkan ketrampilan pr%ses 2d3 mengembangkan daya kreati# dan in%>ati#. 5. Pilar aksi%l%gi 2axiology3 Selalu berkaitan dengan pr%blematika pertimbangan nilai 2etis! m%ral! religius3 dalam setiap penemuan! penerapan atau pengembangan ilmu. Pengalaman aksi%l%gis dapat memberikan dasar dan arah pengembangan ilmu! mengembangkan et%s keilmuan se%rang pr%#esi%nal dan ilmu(an 2Iriyant% 9idisusen%! 1CC,3. Fandasan pengembangan ilmu secara imperati>e mengacu ketiga pilar #il%s%#is keilmuan tersebut yang bersi#at integrati# dan prerequisite. Berikut ilustrasinya dalam bagan +. '. Fandasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan +. Prinsip$prinsip berpikir ilmiah +3 4b&ekti#) ;ara memandang masalah apa adanya! terlepas dari #akt%r$#akt%r sub&ekti# 2misal ) perasaan! keinginan! em%si! sistem keyakinan! %t%rita3 . 13 8asi%nal) Menggunakan akal sehat yang dapat dipahami dan diterima %leh %rang lain. Menc%ba melepaskan unsur perasaan! em%si! sistem keyakinan dan %t%rita. 53 F%gis) Ber#ikir dengan menggunakan a"as l%gikaruntut k%nsisten! implikati#. Tidak mengandung unsur pemikiran yang k%ntradikti#. Setiap pemikiran l%gis selalu rasi%nal! begitu sebaliknya yang rasi%nal pasti l%gis. -3 Met%d%l%gis) Selalu menggunakan cara dan met%de keilmuan yang khas dalam setiap ber#ikir dan bertindak 2misal) indukti#! dekuti#! sintesis! hermeneutik! intuiti#3. 3 Sistematis) Setiap cara ber#ikir dan bertindak menggunakan tahapan langkah pri%ritas yang &elas dan saling terkait satu sama lain. Memiliki target dan arah tu&uan yang &elas. 1. Masalah nilai dalam IPTEK a. Keserbama&emukan ilmu pengetahuan dan pers%alannya Salah satu kesulitan terbesar yang dihadapi manusia de(asa ini adalah keserbama&emukan ilmu itu sendiri. Ilmu pengetahuan tidak lagi satu! kita tidak bisa
mengatakan inilah satu$satunya ilmu pengetahuan yang dapat mengatasi pr%blem manusia de(asa ini. Berbeda dengan ilmu pengetahuan masa lalu lebih menun&ukkan keekaannya daripada kebhinekaannya. Seperti pada a(al perkembangan ilmu pengetahuan berada dalam kesatuan #ilsa#at. Pr%ses perkembangan ini menarik perhatian karena &ustru bertentangan dengan inspirasi tempat pengetahuan itu sendiri! yaitu keinginan manusia untuk mengadakan kesatuan di dalam keserbama&emukan ge&ala$ge&ala di dunia kita ini. Karena yakin akan kemungkinannya maka timbullah ilmu pengetahuan. Secara met%dis dan sistematis manusia mencari a"as$a"as sebagai dasar untuk memahami hubungan antara ge&ala$ge&ala yang satu dengan yang lain sehingga bisa ditentukan adanya keanekaan di dalam kebhinekaannya. Namun dalam perkembangannya ilmu pengetahuan berkembang ke arah keserbama&emukan ilmu. a3 Spesialisasi Makin meluasnya spesialisasi ilmu dikarenakan ilmu dalam per&alanannya selalu mengembangkan macam met%de! %b&ek dan tu&uan. Perbedaan met%de dan pengembangannya itu perlu demi kema&uan tiap$tiap ilmu. Tidak mungkin met%de dalam ilmu alam dipakai mema&ukan ilmu psik%l%gi. Kalau psik%l%gi mau ma&u dan berkembang harus mengembangkan met%de! %b&ek dan tu&uannya sendiri. ;%nt%h ilmu yang berdekatan! bi%kimia dan kimia umum keduanya memakai hukum yang dapat dikatakan sama! tetapi se%rang sar&ana bi%kimia perlu pengetahuan susunan beker&anya %rganisme$%rganisme yang tidak dituntut %leh se%rang ahli kimia %rganik. Hal ini agar supaya bi%kimia semakin ma&u dan mendalam! meskipun tidak diingkari antara keduanya masih mempunyai dasar$dasar yang sama. Spesialisasi ilmu memang harus ada di dalam satu cabang ilmu! namun kesatuan dasar a"as$a"as uni>ersal harus diingat dalam rangka spesialisasi. Spesialisasi ilmu memba(a pers%alan banyak bagi ilmu(an sendiri dan masyarakat. Ada kalanya ilmu itu diterapkan dapat memberi man#aat bagi manusia! tetapi bisa sebaliknya merugikan manusia. Spesialisasi di samping tuntutan kema&uan ilmu &uga dapat meringankan beban manusia untuk menguasai ilmu dan mencukupi kebutuhan hidup manusia. Sese%rang tidak mungkin men&adi generalis! yaitu menguasai dan memahami semua ilmu pengetahuan yang ada 2Sutard&%! +,13.
b3 Pers%alan yang timbul dalam spesialisasi Spesialisasi mengandung segi$segi p%siti#! namun &uga dapat menimbulkan segi negati#. Segi p%siti# ilmu(an dapat lebih #%kus dan intensi# dalam melakukan ka&ian dan pengembangan ilmunya. Segi negati#! %rang yang mempela&ari ilmu spesialis merasa terasing dari pengetahuan lainnya. Kebiasaan cara ker&a #%kus dan intensi# memba(a dampak ilmu(an tidak mau beker&asama dan menghargai ilmu lain. Se%rang spesialis bisa berada dalam bahaya mencabut ilmu pengetahuannya dari rumpun keilmuannya atau bahkan dari peta ilmu! kemudian menganggap ilmunya %t%n%m dan paling lengkap. Para spesialis dengan %t%n%mi keilmuannya sehingga tidak tahu lagi dari mana asal usulnya! sumbangan apa yang harus diberikan bagi manusia dan ilmu$ilmu lainnya! dan sumbangan apa yang perlu diper%leh dari ilmu$ ilmu lain demi kema&uan dan kesempurnaan ilmu spesialis yang dipela&ari atau dikuasai. Bila keterasingan yang timbul akibat spesialisasi itu hanya mengenai ilmu pengetahuan tidak sangat berbahaya. Namun bila hal itu ter&adi pada manusianya! maka akibatnya bisa mengerikan kalau manusia sampai terasing dari sesamanya dan bahkan dari dirinya karena terbelenggu %leh ilmunya yang sempit. 'alam praktikpraktik ilmu spesialis kurang memberikan %rientasi yang luas terhadap kenyataan dunia ini! apakah dunia ek%n%mi! p%litik! m%ral! kebudayaan! ek%l%gi dll. Pers%alan tersebut bukan berarti tidak terpecahkan! ada kemungkinan merelati>isir &ika ada ker&asama ilmuilmu pengetahuan dan terutama di antara ilmu(annya. Hal ini tidak akan mengurangi kekhususan tiap$tiap ilmu pengetahuan! tetapi akan memudahkan penempatan tiaptiap ilmu dalam satu peta ilmu pengetahuan manusia. Keharusan ker&asama ilmu sesuai dengan si#at s%cial manusia dan segala kegiatannya. Ker&asama seperti itu akan membuat para ilmu(an memiliki cakra(ala pandang yang luas dalam menganalisis dan melihat sesuatu. Banyak segi akan dipikirkan sebelum mengambil keputusan akhir apalagi bila keputusan itu menyangkut manusia sendiri. b. 'imensi m%ral dalam pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan Tema ini memba(a kita ke arah pemikiran) 2a3 apakah ada kaitan antara m%ral atau etika dengan ilmu pengetahuan! 2b3 saat mana dalam pengembangan ilmu
memerlukan pertimbangan m%raletikG Akhir$akhir ini banyak dis%r%ti segi etis dari penerapan ilmu dan (u&udnya yang paling nyata pada &aman ini adalah tekn%l%gi! maka pertanyaan yang muncul adalah mengapa kita mau mengaitkan s%al etika dengan
ilmu
pengetahuanG
Mengapa
ilmu
pengetahuan
yang
makin
diperkembangkan perlu sapa menyapa dengan etikaG Apakah ada ketegangan ilmu pengetahuan! tekn%l%gi dan m%ralG *ntuk men&elaskan permasalahan tersebut ada tiga tahap yang perlu ditempuh. Pertama! kita melihat k%mpleksitas permasalahan ilmu pengetahuan dan tekn%l%gi dalam kaitannya dengan manusia. Kedua!membicarakan dimensi etis serta kriteria etis yang diambil. Ketiga! berusaha meny%r%ti beberapa pertimbangan sebagai semacam usulan &alan keluar dari permasalahan yang muncul. a3 Permasalahan pengembangan ilmu pengetahuan dan tekn%l%gi Kalau perkembangan ilmu pengetahuan sungguhsungguh menepati &an&i a(alnya 1CC tahun yang lalu! pasti %rang tidak akan begitu mempermasalahkan akibat perkembangan ilmu pengetahuan. Bila penerapan ilmu benar$benar merupakan sarana pembebasan manusia dari keterbelakangan yang dialami sekitar +CC$+,CC$an dengan menyediakan ketrampilan know how yang memungkinkan manusia dapat mencari na#kah sendiri tanpa bergantung pada pemilik m%dal! maka pendapat bah(a ilmu pengetahuan harus dikembangkan atas dasar pat%kan$pat%kan ilmu pengetahuan itu sendiri 2secara murni3 tidak akan mendapat kritikan ta&am seperti pada abad ini. Namun de(asa ini men&adi nyata adanya keterbatasan ilmu pengetahuan itu menghadapi masalahmasalah yang menyangkut hidup serta pribadi manusia. Misalnya! menghadapi s%al transplantasi &antung! pencangk%kan genetis! pr%blem mati hidupnya sese%rang! ilmu pengetahuan menghadapi keterbatasannya. Ia butuh kerangka pertimbangan nilai di luar disiplin ilmunya sendiri. K%mpleksitas permasalahan dalam pengembangan ilmu dan tekn%l%gi kini men&adi pemikiran serius! terutama pers%alan keterbatasan ilmu dan tekn%l%gi dan akibatakibatnyabagi manusia. b3 Akibat tekn%l%gi pada perilaku manusia Akibat tekn%l%gi pada perilaku manusia muncul dalam #en%men penerapan k%ntr%l tingkah laku 2behavior control 3. Behaviour control merupakan kemampuan
untuk mengatur %rang melaksanakan tindakan seperti yang dikehendaki %leh si pengatur 2the ability to get some one to do one’s bidding 3. Pengembangan tekn%l%gi yang mengatur perilaku manusia ini mengakibatkan munculnya masalahmasalah etis seperti berikut. 2+3 Penemuan tekn%l%gi yang mengatur perilaku ini menyebabkan kemampuan perilaku sese%rang diubah dengan %perasi dan manipulasi syara# %tak melalui psychosurgery’s infuse kimia(i! %bat bius tertentu. Electrical stimulation mampu merangsang secara baru bagian$bagian penting! sehingga kelakuan bias diatur dan disusun. Kalau begitu kebebasan bertindak manusia sebagai suatu nilai diambang kemusnahan. 213 Makin dipacunya penyelidikan dan pemahaman mendalam tentang kelakuan manusia! memungkinkan adanya lubang manipulasi! entah melalui iklan atau media lain. 253 Pemahaman /njlimet tingkah laku manusia demi tu&uan ek%n%mis! rayuan untuk menghirup kebutuhan baru sehingga bisa mendapat untung lebih banyak! menyebabkan penggunaan media 2radi%! T:3 untuk mengatur kelakuan manusia. 2-3 Behaviour control memunculkan masalah etis bila kelakuan sese%rang dik%ntr%l %leh tekn%l%gi dan bukan %leh si sub&ek itu sendiri. K%n#lik muncul &ustru karena si pengatur memperbudak %rang yang dikendalikan! kebebas an bertindak si k%ntr%l dan diarahkan menurut kehendak si peng%ntr%l. 23 Akibat tekn%l%gi pada eksistensi manusia dil%ntarkan %leh Schumacher. Bagi Schumacher eksistensi se&ati manusia adalah bah(a manusia men&adi manusia &ustru karena ia beker&a. Peker&aan bernilai tinggi bagi manusia! ia adalah ciri eksistensial manusia! ciri k%drat kemanusiaannya. Pemakaian tekn%l%gi m%dern c%nd%ng mengasingkan manusia dari eksistensinya sebagai peker&a! sebab di sana manusia tidak mengalami kepuasan dalam beker&a. Peker&aan tangan dan %tak manusia diganti dengan tenaga$tenaga mesin! hilanglah kepuasan dan kreati>itas manusia 2T. ac%b! +,,53. E. Nilai Ketuhanan sebagai 'asar Nilai dalam Strategi Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Tekn%l%gi
Karena pengembangan ilmu dan tekn%l%gi hasilnya selalu bermuara pada kehidupan manusia maka perlu mempertimbangan strategi atau cara$cara! taktik yang tepat! baik dan benar agar pengembangan ilmu dan tekn%l%gi memberi man#aat mense&ahterakan dan memartabatkan manusia. 'alam mempertimbangkan sebuah strategi secara imperati# kita meletakkan nilai ketuhanan sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pengetahuan dan tekn%l%gi di Ind%nesia. Pengertian dasar nilai menggambarkan nilai ketuhanan suatu sumber %rientasi dan arah pengembangan ilmu. 'alam k%nteks nilai ketuhanan sebagai dasar nilai mengandung dimensi %nt%l%gis! epistem%l%gis dan aksi%l%gis. 'imensi %nt%l%gis berarti ilmu pengetahuan sebagai upaya manusia untuk mencari kebenaran yang tidak mengenal titik henti! atau an unfinished journey. Ilmu tampil dalam #en%menanya sebagai masyarakat! pr%ses dan pr%duk. 'imensi epistem%l%gis! nilai$nilai Pancasila di&adikan pisau analisismet%de ber#ikir dan t%l%k ukur kebenaran. 'imensi aksi%l%gis! mengandung nilai$nilai imperati# dalam mengembangkan ilmu adalah sila$sila Pancasila sebagai satu keutuhan. *ntuk itu ilmu(an dituntut memahami Pancasila secara utuh! mendasar! dan kritis! maka diperlukan suatu situasi k%ndusi# baik struktural maupun kultural. Ilustrasinya dapat dilihat pada bagan 1 berikut ini.