BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang.
Hymenolepiasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh dua spesies cacing pita kerdil /dwarf tapeworm dari genus Hymenolepis yang menginfeksi manusia. Dua spesies tersebut adalah Hymenolepis nana yang secara primer merupakan parasit pada manusia dan Hymenolepis dan Hymenolepis diminuta yang secara primer merupakan parasit pada tikus, mencit dan rodensia lain tetapi dapat juga menginfeksi manusia. Hymenolepiasis nana merupakan penyakit cacing pita yang disebabkan oleh Hymenolepis nana stadium dewasa maupun stadium larva yang menginfeksi saluran usus manusia. Di Indonesia kejadian hymenolepiasis nana relatif rendah dibanding dengan kejadian infeksi oleh cacing pita lainnya. Menurut survey yang dilakukan Sri S Margono, di Jakarta ditemukan cacing pita ini sejumlah 0,2-1% dari seluruh sampel survey yang diperiksa terhadap cacing pita di Indonesia, sedangkan menurut penelitian Adi sasongko dari 101 sampel yang diteliti hanya satu sampel yang positif terdapat telur Hymnolepis telur Hymnolepis nana.
B.Rumusan masalah.
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini antara lain sebagai berikut : 1. Mengetahui sejarah Hymenolepis nana. 2. Mengetahui Pengertian hymenolepis nana. 3. Mengetahui klasifikasi hymenolepis nana. 4. Mengetahui Morfologi dan Siklus Hidup. 5. Mengetahui Patofisiologi dan gejala klinis. 6. Mengetahui pencegahan dan pengobatan pada hymenolepis nana.
C.Tujuan.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui klasifikasi, morfologi dan daur hidup, hospes dan nama penyakit, distribusi geografik, patologi dan gejala klinis, diagnosis, pengobatan serta epidemiologi dari hymnolopis nana.
1
BAB II PEMBAHASAN
A.Sejarah Hymenolepis nana. Hymenolepis nana ditemukan oleh Theodor Bilharz pada tahun 1851 dalam usus halus seorang anak di Kairo. Peneliti ini juga yang pertama kali memperkenalkan daur hidup langsung dari Hymenolepis nana. Inang definitifnya meliputi manusia, primata, tikus, dan mencit. Hymenolepis nana menyebabkan penyakit Hymenolepiasis. Hymenolepis nana juga pernah dilaporkan pada tupai, monyet, dan simpanse.
B.Pengertian hymenolepis nana. Hymenolepis nana adalah cestoda yang terbesar di seluruh dunia baik (kosmopolit) di daerah beriklim tropis maupun sedang. Seperti Mesir, Sudan, Thailand, India, Jepang, Amerika Selatan, Eropa Selatan, dan juga ditemukan di Indonesia. Infeksi dari Hymenolepis nana ditemukan banyak terdapat pada orang-orang dengan sanitasi yang buruk dan padat. Infeksi cestoda ini pada manusia sering terjadi pada anak-anak, juga terdapat di tikus dan mencit. Survey yang dilakukan di negara-negara menunjukkan frekuensi dari 0,2- 3,7% walaupun di daerah-daerah tertentu 10% dari anak-anak menderita infeksi ini. Di Amerika Serikat bagian selatan frekuensinya 0,3-2,9%. Infeksi ini kebanyakan terbatas pada anak-anak dibawah umur 15 tahun. Frekuensinya agak lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan presentase infeksi pada orang negro kira-kira setengahnya dari bangsa kulit putih. H.nana juga adalah cestoda yang tersebar di seluruh dunia baik di daerah beriklim tropis maupun sedang. Infeksi dari H.nana ditemukan banyak terdapat pada orang-orang dengan sanitasi yang buruk dan padat. Infeksi cestoda ini sering terjadi pada anak- anak.
C.Klasifikasi.
Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus Species Nama penyakit
: Animalia : Platyhelminthes : Cestoda : Cyclophyllidea : Hymenolepididae : Hymenolepis : Hymenolepis nana. : Hymenolepiasis. 2
D.Morfologi dan Siklus Hidup. 1.Morfologi.
Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan
mempunyai ukuran terkecil jika
dibandingkan dari golongan cestoda yang ditemukan pada manusia,. Panjangnya kira-kira 2540 mm dan lebarnya 1 mm. Terbagi atas kepala (skoleks), leher dan sederet segmen-segmen yang membentuk rantai (strobila). Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan rostellum yang pendek dilengkapi dengan satu deret kait berjumlah 20-30 kait yang berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan mukosa intestin inang. Dibelakang kepala terdapat leher yang merupakan bagian yang bersifat poliferatif untuk membentuk segmen-segmen baru. Strobila terdiri atas proglotid-proglotid immature (segmen muda) – mature (segmen dewasa) – dan gravid, kurang lebih 200 segmen. Segmen dewasa (segmen mature) memiliki satu set alat reproduksi sendiri. Lubang genital terletak unilateral, terdapat 3 testis dan 1 ovarium. Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal strobila membulat. Didalam proglotid gravid uterus membentuk kantong mengandung 80-180 telur. Telur keluar dari proglotid paling distal (proglotid gravid) yang hancur. Bentuknya lonjong, mirip buah lemon (ovoid) berukuran 30-47 mikron, mempunyai lapisan kulit yang terdiri dari dua membran sebelah dalam dengan penebalan pada kedua kutub, dari masing-masing kutub keluar 4-8 filamen. Telur berisi embrio heksakan atau embrio dengan 3 pasang kait (onkosfer). Penyerapan makanan melalui tegumen (bagian luar tubuh cestoda yang berfungsi absortif dan metabolit) dan alat ekskresinya berupa sel api (flame cell).
3
2. Siklus Hidup.
Cacing
dewasa
hidup
di
usus
halus
beberapa
minggu
untuk
mengalami
perkembangbiakan dari proglotid immature menjadi mature selanjutnya menjadi proglotid gravid yang mengandung banyak telur cacing pada uterusnya. Proglotid gravid akan melepaskan diri dan bila pecah maka keluarlah telur cacing yang bisa dikeluarkan bersama feses manusia1. Telur Cacing ini kemudian termakan oleh serangga. 2 Cacing ini tidak memerlukan hospes perantara. Bila telur tertelan kembali oleh manusia (Manusia dan hewan lainnya (tikus) terinfeksi ketika mereka sengaja atau tidak sengaja makan bahan yang terkontaminasi oleh serangga)3, maka di rongga usus halus telur menetas dan membentuk larva sistiserkoid, kemudian keluar ke rongga usus dan menjadi dewasa dalam waktu 2 minggu atau lebih 4,5. Apabila sistiserkoid pecah maka keluarlah skolek yang selanjutnya akan melekat pada mukosa usus 6. Skolek akan berkembang lebih lanjut menghasilkan proglotid immature, dan seterusnya berulang siklus tersebut (Proses pendewasaan kurang lebih 2 minggu)7. Orang dewasa kurang rentan dibandingkan dengan anak. Kadang-kadang telur dapat menetas di rongga usus halus menjadi sistiserkoid sebelum dilepaskan bersama tinja 9. Keadaan ini disebut autoinfeksi internal. Autoinfeksi dapat terjadi pada infeksi Hymenolepis nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio hexacanth mereka yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup cacing dewasa adalah 4-6 minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi bertahan selama bertahun-tahun. Cacing di dalam usus dapat mencapai jumlah 1.000 sampai 8.000 ekor pada seorang penderita.
E.Patofisiologi dan gejala klinis.
Parasit ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang besar dari cacing yang menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus. Kelainan yang sering timbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit dari parasit masuk kedalam 4
sistem peredaran darah penderita. Pada anak kecil dengan infeksi berat, cacing ini kadangkadang menyebabkan keluhan neurologi yang gawat, berkurang berat badan, kurang nafsu makan, insomnia, mengalami sakit perut atau diare, nausea, muntah, kejang-kejang, sukar tidur dan pusing. Bila supersensitif terjadi alergi. Eosinofilia sebesar 8-16%. Sakit perut, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan.
F.Pencegahan.
Pencegahannya sukar, karena penularan terjadi langsung dan hanya satu hospes yang terlibat dalam lingkaran hidupnya. Pemberantasannya terutama tergantung pada perbaikan kebiasaan kebersihan pada anak. Pengobatan orang yang mengandung cacing ini, sanitasi lingkungan, menghindarkan makanan dan minuman dari kontaminasi, hindari pembuangan tinja sembarangan dan pemberantasan binatang pengerat (rodentia) juga dapat dilakukan.
G.Pengobatan.
Prazikuantel (dosis tunggal 25mg/kgBB) atau niklosamid adalah obat yang terpilih dan obat pertama yang memiliki evektifitas tinggi untuk infeksi H. nana. Obat ini menyebabkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing. Niklosamid dapat diberikan pada dosis 60-80 mg/kgBB selama 5-7 hari dan dapat diulang 10 hari kemudian untuk membunuh cacing yang berkembang di dalam vili pada saat obat pertama diberikan. Obat ini bekerja menghambat fosforilasi anaerobik ADP yang merupakan proses pembentukan energi pada cacing, sehingga cacing yang dipengaruhi akan rusak di sebagian skoleks, dan segmen di cerna sehingga tidak ditemukan lagi di dalam tinja. Bila masih ditemukan Hymenolepis nana setelah masa pengobatan berakhir, dapat diberikan tambahan seperti peningkatan dosis atau pemberian antiparasit (atabrine, bitional) dalam waktu yang lebih lama.
5
BAB III PENUTUP A.Kesimpulan.
Infeksi Hymenolepis nana yang hospes hewannya adalah tikus kini telah menyerang felis catus. Diagnosa tersebut dapat ditegakkan dengan sebenar-benarnya jika dapat mengidentifikasi secara benar dengan ditemukannya telur yang keluar bersama proglotid dari hospes. Oleh karena itu, pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi keberadaan telur dalam proglotid sangat membantu penegakan diagnosis. Bahwa dua ekor felis catus liar A dan B kemungkinan besar menderita infeksi Hymenolepis nana. B.Saran.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu,penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
6
DAFTAR PUSTAKA
Anorital. 2014. Kajian penyakit Hymenolepis nana. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes. Jakarta Prianto, Tjahaya dan Darwanto. 2015. Atlas Parasitologi Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Sutanto, Ismid, Sjarifuddin dan Sungkar. 2013. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta Yuniarti dan Lukiswanto. 2013. Infeksi Dipyllidium caninum Pada Kucing. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Surabaya
7