H yme ymenolopi nolopi s nana ( Dwarft cacing ng pita yang yang ke k er di l) Dwarft tape worm= caci
Makalah ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Parasitologi dosen pengampu Fitri Rahmi Fadhilah, S.Si.M.Biomed dan Liah Kodariah, S.Pd.,M.Si.
Oleh:
Anggi Nuraeni
(3217002)
Indriani
( 3217004)
KOMPETENSI KEAHLIAN DIII ANALIS KESEHATAN STIKES RAJAWALI BANDUNG 2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah YME karena atas berkat rahmat dan hidayahnya kami diberi kelancaran untuk menyusun tugas ini. Makalah ini telah kami rangkum sehingga mudah dimengerti, dan dipahami oleh pembaca. Selain itu informasi dalam makalah ini berisi pengetahuan-pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi kita, karena dengan mengetahui isi dari makalah ini kita dapat mengetahui dan lebih mengenali bagaimana bentuk, morfologi, dan penyakit yang disebabkan oleh cacing Hymenolepis nana serta upaya pencegahan dan pengobatannya. Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat membantu kita semua untuk memahami materi ini secara mendalam dan mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna dikemudian hari, amin. Akhir
kata,
semoga
makalah
ini
bermanfaat
dan
kami
sangat
mengharapkan kritik serta saran agar kedepannya lebih baik lagi.
Bandung, 01 Juni 2018 Hormat Kami,
Penyusun
i|Page
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... I DAFTAR ISI ................................................................................................................ II BAB 1 ........................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1 1.1 1.2 1.3 1.4
LATAR BELAKANG .................................................................................... 1 RUMUSAN MASALAH ............................................................................... 2 TUJUAN ........................................................................................................ 2 MANFAAT .................................................................................................... 2
BAB 2 ........................................................................................................................... 3 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8
HOSPES DAN NAMA PENYAKIT .............................................................. 3 MORFOLOGI ................................................................................................ 3 DAUR HIDUP ................................................................................................ 5 ASPEK KLINIK ............................................................................................. 6 DIAGNOSIS .................................................................................................. 6 EPIDEMIELOGI ............................................................................................ 7 KASUS KEJADIAN PENYAKIT/PREVALENSI ........................................ 7 TERAPI/PENGOBATAN .............................................................................. 8
BAB 3 ........................................................................................................................... 9 PENUTUP..................................................................................................................... 9 3.1 3.2
KESIMPULAN........................................................................................... 9 SARAN ....................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 10
ii | P a g e
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hymenolepis nana ditemukan oleh Theodor Bilharz pada tahun 1851 dalam usus halus seorang anak di Kairo. Peneliti ini juga yang pertama kali memperkenalkan daur hidup langsung dari Hymenolepis nana. Hospes definitifnya meliputi manusia, primata, tikus, dan mencit. Hymenolepis nana menyebabkan penyakit Hymenolepiasis. Hymenolepis nana juga pernah dilaporkan pada tupai, monyet, dan simpanse. Hymenolepis nana adalah cestoda yang tersebar di seluruh dunia baik (kosmopolit) di daerah beriklim tropis maupun sedang. Seperti Mesir, Sudan, Thailand, India, Jepang, Amerika Selatan, Eropa Selatan, dan juga ditemukan di Indonesia. Infeksi dari Hymenolepis nana ditemukan banyak terdapat pada orang-orang dengan sanitasi yang buruk dan padat. Infeksi cestoda ini pada manusia sering terjadi pada anak-anak, juga terdapat di tikus dan mencit. Survey yang dilakukan di negara-negara menunjukkan frekuensi dari 0,2-3,7% walaupun di daerah-daerah tertentu 10% dari anak-anak menderita infeksi ini. Di Amerika Serikat bagian selatan frekuensinya 0,3-2,9%. Infeksi ini kebanyakan terbatas pada anak-anak dibawah umur 15 tahun. Frekuensinya agak lebih tinggi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan presentase infeksi pada orang negro kira-kira setengahnya dari bangsa kulit putih. Hymenolepiasis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh dua spesies cacing pita kerdil (dwarf tape worm) dari genus Hymenolepis yang menginfeksi manusia. Dua spesies tersebut adalah Hymenolepis nana yang secara primer merupakan parasit pada manusia dan Hymenolepis diminuta yang secara primer merupakan parasit pada tikus, mencit dan rodensia lain tetapi dapat juga menginfeksi manusia. Hymenolepiasis nana merupakan penyakit cacing pita yang disebabkan oleh Hymenolepis nana stadium dewasa maupun stadium larva yang menginfeksi saluran usus manusia.
1|Page
P a g e | 2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penyusun dapat merumuskan makalah yang akan dibahas selanjutnya yaitu sebagai berikut ini. 1.
Bagaimana morfologi dan siklus hidup Hymenolepis nana?
2.
Bagaimana aspek klinik dan cara penegakkan diagnosis dari cacing Hymenolepis nana ?
3.
Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan penyakit himenolepiasis nana?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut ini. 1.
Mendeskripsikan morfologi dan daur hidup dari cacing Hymenolepis nana
2.
Menjelaskan aspek klinik, diagnosis, pencegahan dan pengobatan dari cacing Hymenolepis nana.
1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita dalam mempelajari Parasitologi khususnya mengenai cacing Hymenolepis nana sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi penyakit himenolepiasisnana.
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Hospes Dan Nama Penyakit
Hymenolepis nana dikenal sebagai cacing pita kerdil pada manusia (dwarf tapeworm of man), walaupun cacing biasa hidup pada tikus. Cacing ini banyak ditemukan didaerah Amerika Serikat yang biasanya pada anak-anak dibawah usia 8 tahun. Hospes Definitif cacing ini adalah manusia. Hospes Reservoarnya adalah mencit, tikus, primate, simpanse dan beberapa jenis hewan-hewan pengerat (rodent). Cacing ini tidak mempunyai hospes perantara. Cacing dewas hidup dibagian distal ileum hospes definitif. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebut himenolepiasis nana. 2.2 Morfologi
Sumber : http://persianlab.com/wp-content/uploads/2016/03/
3|Page
-
-
.jpg
P a g e | 4
Sumber
:
http://slideplayer.com/slide/10996067/39/images/32/Mature+proglottids,+Cysticercoid+and+egg+of+H.+nan a.jpg
Hymenolepis nana berbentuk seperti benang dan mempunyai ukuran terkecil jika dibandingkan dari golongan cestoda yang ditemukan pada manusia,. Panjangnya kira-kira 24-40 x 0,1-0,5 mm dan lebarnya 1 mm. Jumlah proglotid ±200 buah. Terbagi atas kepala (skoleks), leher dan sederet segmen-segmen yang membentuk rantai (strobila). Skoleks berbentuk bulat kecil, mempunyai 4 batil isap dan rostellum yang pendek dilengkapi dengan satu deret kait berjumlah 20-30 kait yang berfungsi untuk melekatkan diri pada permukaan mukosa intestin inang. Dibelakang kepala segmen-segmen baru. Strobila terdiri atas proglotid-proglotid immature (segmen muda) – mature (segmen dewasa) – dan gravid, kurang lebih 200 segmen. Segmen dewasa (segmen mature) memiliki satu set alat reproduksi sendiri. Lubang genital terletak unilateral, terdapat 3 testis dan 1 ovarium. Ukuran strobila biasanya berbanding terbalik dengan jumlah cacing yang ada dalam hospes. Strobila dimulai dengan proglotid imatur yang sangat pendek
P a g e | 5
dan sempit, lebih ke distal menjadi lebih lebar dan luas. Pada ujung distal strobila membulat. Didalam proglotid gravid uterus membentuk kantong mengandung 80180 telur. Telur keluar dari proglotid paling distal (proglotid gravid) yang hancur. Bentuknya lonjong, mirip buah lemon (ovoid) berukuran ±47 × 37 mikron,dinding tebal,di sebelah dalam mempunyai membrane luar dan dalam,membran dalam menebal pada bagian kedua ujungngya dan mengeluarkan 4-8 filamen halus dan di dalam membrane dalam berisi larva heksakan (=onkosfer) dengan 6 kait berbentuk lanset. Telur berisi embrio heksakan atau embrio dengan 3 pasang kait (onkosfer). Penyerapan makanan melalui tegumen (bagian luar tubuh cestoda yang berfungsi 2.3 Daur Hidup
Sumber : http//:www.dpd.cdc.gov/dpdx)
Proglotid matang cacing ini pecah di dalam usus dan mengeluarkan telur. kadang-kadang telur
dalam rongga usus halus sebelum keluar bersama tinja
menetas,keadaan ini disebut otoinfeksi interna.
P a g e | 6
Bila telur tertelan hospes definif yang baru,menetas dan mengeluarkan larva heksakan di usus muda. Selanjutnya larva berkembang menjadi sistiserkoid dan menuju rongga usus. Setalah 2 minggu atau lebih,sistiserkoid ini tumbuh menjadi cacing dewasa. Orang dewasa kurang rentan dibandingkan dengan anak. Kadang-kadang telur dapat menetas di rongga usus halus menjadi sistiserkoid sebelum dilepaskan bersama tinja. Keadaan ini disebut autoinfeksi internal. Autoinfeksi dapat terjadi pada infeksi Hymenolepis nana, dimana telur mampu mengeluarkan embrio hexacanth mereka yang kemudian menembus villus dan meneruskan siklus infektif tanpa melalui lingkungan luar. Hal ini menyebabkan cacing dapat memperbanyak diri dalam tubuh hospes. Masa hidup cacing dewasa adalah 4-6 minggu, tetapi autoinfeksi internal memungkinkan infeksi bertahan selama bertahun-tahun. Cacing di dalam usus dapat mencapai jumlah 1.000 sampai 8.000 ekor pada seorang penderita. 2.4 Aspek Klinik
Parasit ini biasanya tidak menyebabkan gejala. Jumlah yang besar dari cacing yang menempel pada dinding usus halus menimbulkan iritasi mukosa usus. Kelainan yang sering timbul adalah toksemia umum karena penyerapan sisa metabolit dari parasit masuk kedalam sistem peredaran darah penderita. Pada anak kecil dengan infeksi berat, cacing ini kadang-kadang menyebabkan keluhan neurologi yang gawat, berkurang berat badan, kurang nafsu makan, insomnia, mengalami sakit perut dengan atau tanpa diare, nausea, muntah, kejangkejang, sukar tidur dan pusing. Pada infeksi berat,pernah dilaporkan jumlah cacing dewasa bisa mencapai jumlah 200 ekor. Sakit perut, obstipasi dan anoreksia merupakan gejala ringan. 2.5 Diagnosis
Diagnosa laboratorium dapat dilaksanakan dengan memukan telur atau bagian dari cacing dewasa pada sediaan tinja. Telur tampak jelas apabila diperoleh dari tinja yang diawetkan dengan larutan formalin (lebih baik daripada PVA). Pemeriksaan langsung atau sediaan basah dapat dilakukan dengan metoda konsentrasi. Pemeriksaan jumlah eosinofil dalam darah hanya sebagai pendukung, biasanya pada kasus infeksi parasit ini eosinofil akan meningkat 8 – 16 %.
P a g e | 7
2.6 Epidemielogi
Penularan tergantung pada kontak langsung, karena telurnya yang resistennya lemah, yang tidak tahan terhadap panas dan pengeringan, tidak dapat hidup lama diluar hospes. Infeksi ditularkan langsung dari tangan ke mulut (fecaloral route) dan makanan atau air yang terkontaminasi. Kebiasaan yang kurang bersih pada anak-anak menguntungkan adanya parasit ini pada golongan umur rendah. Hal ini sering terjadi pada anak-anak umur 15 tahun ke bawah. Kontaminasi terhadap tinja tikus perlu mendapat perhatian. Infeksi pada manusia selalu disebabkan oleh telur yang tertelan dari benda-benda yang terkena tanah, dari tempat buang air atau langgsung dari anus ke mulut. Kebiasaan hidup tidak hygienis memungkinkan terjadinya infeksi ini. Kebersihan perorangan terutama pada keluarga besar dan di perumahan panti asuhan harus diutamakan. Hymenolepis nana tersebar secara kosmopolitan diseluruh dunia terutama di daerah sub tropis maupun tropis serta lebih banyak terjadi didaerah panas daripada di daerah dingin. (Maegraith B,1985) Daerah penyebaran Hymenolepis nana antara lain adalah Mesir, Sudan, Thailand, India, Jepang, Amerika Selatan yaitu Brazilia dan Argentina, Eropa Selatan yaitu Portugal, Spanyol dan Sicilia. (Manson-Bahr PEC and Bell DR, 1987) Kejadian Hymenolepiasis nana sering terjadi pada para imigran yang berasal dari daerah kering dan biasanya infeksi pada penderitanya bersifat asymtomatis. (Strickland GT, 1984) 2.7 Kasus Kejadian Penyakit/Prevalensi
Prevalensi infeksi cacing pita ini tinggi pada daerah dengan kondisi hygiene pribadi dan lingkungan yang kurang baik. Infeksi lebih sering terjadi di dalam lingkungan keluarga ataupun di dalam suatu institusi dari pada di dalam populasi yang besar. (Strickland GT, 1984). Pada tahun 1942 diperkirakan lebih dari 20 juta orang terinfeksi oleh cacing pita ini, survey menunjukkan bahwa angka kejadiannya berkisar antara 0,2 – 3,7%, walaupun pada daerah tertentu angka kejadiannya mencapai 10 % pada anak-anak yang menderita akibat infeksi oleh cacing pita ini. Namun menurut Markell, gambaran prevalensinya saat ini belum diketahui secara pasti. ( Neva A and Brown HW,1994 ; Joklik WK et al,1996 ; Markell EK et al,1992) Menurut survey yang dilakukan Sri S Margono, di Jakarta ditemukan cacing pita ini sejumlah 0,2-1% dari seluruh sampel s urvey yang diperiksa
P a g e | 8
terhadap cacing pita diIndonesia, sedangkan menurut penelitian Adi sasongko dari 101 sampel yang diteliti hanya satu sampel yang positif terdapat telur Hymnolepis nana.(Margono SS,1989 ; Sasongko A dkk, 2002) 2.8 Terapi/Pengobatan
Pencegahannya sukar, karena penularan terjadi langsung dan hanya satu hospes yang terlibat dalam lingkaran hidupnya. Pemberantasannya terutama tergantung pada perbaikan kebiasaan kebersihan pada anak. Pengobatan orang yang mengandung cacing ini, sanitasi lingkungan, menghindarkan makanan dan minuman dari kontaminasi, hindari pembuangan tinja sembarangan dan pemberantasan binatang pengerat (rodentia) juga dapat dilakukan. Prazikuantel (dosis tunggal 25mg/kgBB) atau niklosamid adalah obat yang terpilih dan obat pertama yang memiliki evektifitas tinggi untuk infeksi H. nana. Obat ini menyebabkan vakuolisasi dan vesikulasi tegumen cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan tubuh hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing. Niklosamid dapat diberikan pada dosis 60-80 mg/kgBB selama 5-7 hari dan dapat diulang 10 hari kemudian untuk membunuh cacing yang berkembang di dalam vili pada saat obat pertama diberikan. Obat ini bekerja menghambat fosforilasi anaerobik ADP yang merupakan proses pembentukan energi pada cacing, sehingga cacing yang dipengaruhi akan rusak di sebagian skoleks, dan segmen di cerna sehingga tidak ditemukan lagi di dalam tinja. Bila masih ditemukan Hymenolepis nana setelah masa pengobatan berakhir, dapat diberikan tambahan seperti peningkatan dosis atau pemberian antiparasit (atabrine, bitional) dalam waktu yang lebih lama.
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, kita dapat menyimpulkan bahwa cacing Hymenolepis nana merupakan salah satu cestoda yang berbahaya dan merugikan manusia, oleh sebab itu kita harus selalu berhati-hati dan meningkatkan kebersihan baik kebersihan diri, lingkungan dan masyarakat. Selain itu kita juga dapat memberikan pengobatan seperti yang telah dianjurkan tadi kepada para penderita Hymenolepiasis.
3.2 Saran
Mencegah itu lebih baik dari pada mengobati ! maka dari itu upayakanlah melakukan pencegahan sedini mungkin agar kita terhindar dari berbagai macam penyakit
terutama
penyakit
Hymenolepiasis
nana
ini
9|Page
DAFTAR PUSTAKA
Onggowaluyo JS. 2013. Parasitologi Medik 1. Edisi 1. SPW Bandung.Hal.39-41 Onggowaluyo JS. 2002. Parasitologi Medik I. Edisi I .EGC. Jakarta. hal 113114. Roberts L and Janovy Jr, 2000.Foundation of Parasitology. 6th Ed. Mc graw-Hill Higher Education. Sasongko A dkk.2002..Intestinal Parasitic Infections in Primary School Children in Pulau Panggang and Pulau Pramuka,Kepulauan Seribu.Makara,Kesehatan,vol6,No1,Juni 2002. Soedarto.2008. Parasitologi Klinik. Air langga University Press. hal 32-34. Strickland GT. 1984. Hunter`s tropical Medicine. 6th Ed. WB Saunders Company.Philadelphia. hal 760, 767-770,962. Brooks GF et al.1996. Mikrobiologi Kedokteran .Ed 20.hal 680-682.Chin J.2006.Manual Pemberantasan Penyakit Menular.Ed 17. hal 321-322. Duerden BI et al.1987. A New Short Textbook of Microbial and Parasitic Infection. ELBS. hal 156. Ghaffar A and Brower G.2009. Cestoda (online) http:www.med.sc.edu:85/parasitology/cestodes.htm (diakses pada tanggal 18 juni 2018 : 18.25 WIB) Joklik WK et al. 1996. Zinsser Microbiology.20th Ed. hal 1207-1208.
10 | P a g e