ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. “S” DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN
DI BANGSAL ARIMBI RS.JIWA GRHASIA Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Mata Kuliah Keperawatan Jiwa II
Disusun Oleh : Endang Sunarni
NIM P07120112057
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA JURUSAN KEPERAWATAN 2014
BAB I LAPORAN PENDAHULUAN A. MASALAH UTAMA Perilaku Kekerasan B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain. Sering disebut juga gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2009). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan dimana hal tersebut untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif (Stuart & Sundeen, 2005). Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Fitria, 2010). Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Depkes, RI, 2000).
2. Faktor Predisposisi Ada
beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
terjadinya
perilaku
kekerasan yaitu : a. Faktor psikologis Psychoanalytical theory: teori ini mendukung bahwa perilaku agresif merupakan akibat dari instinctual drives. Freud berpendapat bahwa perilaku anusia dipengaruhi oleh dua insting. Kesatu insting hidup yang di ekspresikan dengan seksualitas dan kedua insting kematian yang di ekspresikan dengan agresivitas.
Frustation-aggresion theory: teori yang dikembangkan oleh pengikut freud ini berawal dari asumsi, bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Jadi hampir semua orang yang melakukan tindakan agrresif mempunyai riwayat perilaku agresif. Pandangan
psikologi
lainnya
mengenai
perilaku
agresif,
mendukung pentingnya peran dari perkembangan presdiposisi atau pengalaman hidup. Ini menggunakan pendekatan bahwa manusia mampu memilih mekanisme koping yang sifatnya tidak merusak. Beberapa contoh dari pengalaman tersebut: 1)
Kerusakan otak organik, retardasi mental sehingga tidak mampu untuk menyelesaikan secara efektif.
2)
Severe emotional deprivation atau rejeksi yang berlebihan pada masa kanak-kanak,atau seduction parental, yang mungkin telah merusak hubungan saling percaya dan harga diri.
3)
Terpapar kekerasan selama masa perkembangan, termasuk child abuse atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga, sehingga membentuk pola pertahanan atau koping.
b. Faktor soosial budaya Social-Learning Theory: teory yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam Yosep (2009) ini mengemukakan bahwa agresi tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresi dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap kebangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pelajaran ini bisa internal atau eksternal. Kultural dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekspresikan marah dengan cara yang asertif.
c. Faktor biologis Ada beberapa penelitian membuktikan bahwa dorongan agrsif mempunyai dasar biologis. Penelitian neurobiologi mendapatkan bahwa adanya pemberian stimulus elektris ringan pada hipotalamus bidatang ternyata menimbulkan perilaku agresif. Rangsangan yang diberikan terutama pada nukleus periforniks hipotalamus dapat menyebabkan seekor kucing mengeluarkan cakarnya, mengangkat ekornya, mendesis dll. Jika kerusakan fungsi sistem limbik (untuk emosi dan perilaku), lobus frontal (untuk pemikiran rasional) dan lobus temporal. Neurotransmiter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif: serotonin, dopamin, norepineprine, acetilkolin dan asam amino GABA. Faktor-faktor yang mendukung: 1)
Masa kanak-kanak yang mendukung
2)
Sering mengalami kegagalan
3)
Kehidupan yang penuh tindakan agresif
4)
Lingkungan yang tidak kondusif (bising, padat)
3. Faktor Presipitasi Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep, 2009): a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya. b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi. c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan
seorang
ibu
dalam
merawat
anaknya
dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa. e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi. f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
4. Tanda dan Gejala Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut : a. Fisik 1) Muka merah dan tegang 2) Mata melotot/ pandangan tajam 3) Tangan mengepal 4) Rahang mengatup 5) Postur tubuh kaku 6) Jalan mondar-mandir b. Verbal 1)
Bicara kasar
2)
Suara tinggi, membentak atau berteriak
3)
Mengancam secara verbal atau fisik
4)
Mengumpat dengan kata-kata kotor
5)
Suara keras
6)
Ketus
c. Perilaku 1)
Melempar atau memukul benda/orang lain
2)
Menyerang orang lain
3)
Melukai diri sendiri/orang lain
4)
Merusak lingkungan
5)
Amuk/agresif
d. Emosi Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut. e. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme. f. Spiritual Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar. g. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran. h. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
5. Rentang Respon Menurut Yosep ( 2007 ) perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan ( panik ).
Respon Adaptif
Asertif
Respon Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Gambar 1. Rentang Respon Setiap orang mempunyai kapasitas berperilaku asertif, pasif dan agresif sampai kekerasan. Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa : a. Asertif
: individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan ketenangan.
orang
lain
dan
memberikan
b. Frustasi
: individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif
: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya.
d. Agresif
: perilaku yang menyertai marah terdapat dorongan untuk menuntut tetapi masih terkontrol.
e. Kekerasan
: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya kontrol. Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang
dimanivestasikan
dalam
bentuk
fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu.
Orang
yang
mengalami
kemarahan
sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia ”tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan.” Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon yang tidak normal (maladaptif).
6. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang biasa digunakan adalah: a.
Sublimasi, yaitu melampiaskan masalah pada objek lain.
b.
Proyeksi, yaitu menyatakan orang lain mengenal kesukaan/ keinginan tidak baik.
c.
Represif,
yaitu
diekspresikan
mencegah dengan
keinginan
melebihkan
yang sikap/
berbahaya perilaku
bila yang
berlawanan. d.
Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan
dengan
melebihkan
sikap
perilaku
yang
berlawanan. e.
Displecement, yaitu melepaskan perasaan tertekan dengan bermusuhan pada objek yang berbahaya.
f.
Perilaku kekerasan biasanya diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karna ditinggal oleh orang yang dianggap berpangaruh dalam hidupnya. Bila kondisi tersebut tidak teratasi, maka dapat menyebabkan seseorang harga diri rendah (HDR), sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain. Bila ketidakmampuan bergaul dengan orang lain tidak dapat diatasi maka akan muncul halusinasi berupa suara-suara atau bayangbayangan yang meminta klien untuk melakukan kekerasan. Hal ini data berdampak
pada keselamatan
dirinya dan orang lain
(resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan). g.
Selain diakibatkan oleh berduka yang berkepanjangan, dukungan keluarga yang kurang baik dalam mengahadapi kondisi klien dapat mempengaruhi perkembangan klien (koping keluarga t idak efektif). Hal ini yang menyebabkan klien sering keluar masuk RS atau menimbulkan
kekambuhan
karena
dukungan
keluarga
maksimal (regimen terapeutik inefektif).
C. Pohon Masalah
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Perilaku Kekerasan/amuk
Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
Gambar 2.Pohon Masalah
Core Problem
tidak
D. MASALAH KEPERAWATAN 1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan 2. Perilaku kekerasan / amuk 3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
E. DATA YANG PERLU DIKAJI Data yang perlu dikaji : 1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan a. Data Subyektif : 1)
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2)
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
3)
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Objektif : 1)
Mata merah, wajah agak merah.
2)
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
3)
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4)
Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan/amuk a. Data Subyektif : 1)
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
2)
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jikasedang kesal atau marah.
3)
Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
b. Data Obyektif 1)
Mata merah, wajah agak merah.
2)
Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
3)
Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
4)
Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan harga diri : harga diri rendah
a. Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh,
mengkritik
diri
sendiri,
mengungkapkan
perasaan
malu
terhadap diri sendiri. b. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup. F. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL 1. Risiko perilaku kekerasan
G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN 1. Risiko Perilaku kekerasan
a. Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkunganya.
b. Tujuan Khusus: 1) Klien dapat membina hubungan salingpercaya. Rasional: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran interaksi Tindakan: a) Bina hubungan saling percaya : (1) Beri salam terapeutik (2) Perkenalkan diri (3) Tanyakan nama dan nama panggilan (4) Jelaskan tujuan interaksi (5) Buat kontrak setiap interaksi (topik, waktu, tempat ) (6) Bicara dengan rileks dan tenang tanpa menantang b) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya c) Lakukan kontak singkat tetapi sering 2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Rasional: Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat dijadikan titik awal penanganan Tindakan: a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan jengkel / kesal
b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan dengan sikap tenang 3) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Rasional: Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat melakukan perilaku kekerasan.
Tindakan : a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya saat jengkel/marah. b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialami klien. 4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan Rasional: Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa klien lakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstruktif dengan destruktif Tindakan: a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan
klien
(verbal,
pada
orang
lain,
pada
lingkungan dan pada diri sendiri) b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai 5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan Rasional:
Dengan
mengetahui
akibat
perilaku
kekerasan
diharapkan klien dapat mengubah perilaku destruktidf menjadi konstruktif. Tindakan: a) Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan klien
b) Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien. c) Tanyakan pada klien apakah ”apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat” 6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Rasional:
Penyaluran
rasa
marah
yang
konstruktif
dapat
menghindari perilaku kekerasan.
Tindakan: a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien. b) Beri reinforcement positif atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien. c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah perilaku kekerasan, yaitu: tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal. d) Diskusikan cara melakukan tarik nafas dalam dengan klien e) Beri contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam f)
Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5 kali
g) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik nafas dalam h) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang akan dilaksanakan sendiri oleh klien i)
Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari
j)
Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara pencegahan perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation)
7) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan. Rasional: dengan berbicara yang baik (meminta, menolak dan mengungkapkan kekerasaan. Tindakan :
perasaan)
dapat
menhindari
perilaku
a) Diskusikan cara bicara yang baik pada klien. b) Beri contoh cara bicara yang baik: meminta dengan baik, menolak dengan baik dan mengungkapkan perasaan yang baik). c) Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik. d) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara yang dapat dilakukan diruangan. e) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation) 8) Klien dapat mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku kekerasan Rasional: ibadah yang biasa dilakukan dapat digunakan untuk menetramkan jiwa sehingga perilaku kekerasan dapat terhindar Tindakan: a) Diskusikan dengan klien tentang kegiatan ibadah yang pernah dilakukan b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapt dilakukan c) Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanan kegiatan ibadah d) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self evaluation) 9) Klien
mendemonstrasikan
kepatuhan
minum
obat
untuk
mencegah perilaku kekerasan. Rasional: Klien dapat memiliki kesadaran pentingnya minum obat dan bersedia minum obat dengan kesadaran sendiri. Tindakan: a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminumnya (nama, warna, besar); waktu minum obat;cara minum obat. b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur. c) Jelaskan prinsip benar minum obat (nama, dosis, waktu, cara minum). d) Anjurkan klien minta obat dan minum obat tepat waktu.
e) Anjurkan
klien
melapor
kepada
perawat/
dokter
bila
merasakan efek yang tidak menyenangkan. f)
Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar.
10) Klien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan. Rasional: dengan mengikuti TAK klien bisa mengungkapan perasaan yang berhubungan dengan perilaku kekerasan kepada temen dan perawat.
Tindakan: a) Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan. b) Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan TAK dan beri pujian atas keberhasilanya. 11) Klien
mendapatkan
dukungan
keluarga
dalam
melakukan
pencegahan perilaku kekerasan. Rasional: Keluarga adalah orang yang terdekat dengan klien, dengan melibatkan keluarga, maka mencegah klien kambuh. Tindakan: a) Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini b) Jelaskan cara-cara merawat klien: terkait dengan cara mengontrol perilaku marah secara konstruktif, sikap dan cara bicara. c) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda marah, penyebab marah dan cara menghadapi klien saat marah d) Beri reinforcement positif pada hal-hal yang dicapai keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Fitria, N. 2010. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan LP dan SP . Jakarta: Selemba Medika Said, S.2013. Laporan Pendahuluan Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April 2014 dari http://nandarnurse.blogspot.com/2013/11/laporanpendahuluan-askep perilaku.html#axzz2zLFTehEC Sembiring, E.2011.Perilaku Kekerasan. Diunduh pada tanggal 19 April 2014 dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27602/4/Chapter%20II. pdf. Yosep. 2009. Keperawatan jiwa edisi refisi . Bandung: PT.Refika Aditama