LAPORAN TUGAS AKHIR
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN PREVENTIVE MESIN DENGAN METODE RELIABILITY MAINTENANCE CENTERED (RCM) (STUDI KASUS PT. ABC)
Oleh : JOKO UTOMO NIM : 121020700031
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO 2017 i
LEMBAR PERSETUJUAN PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN PREVENTIVE MESIN DENGAN METODE RELIABILITY MAINTENANCE CENTERED (RCM)
(STUDI KASUS PT. ABC)
TUGAS AKHIR
Diajukan Sebagai Salah SatuSyarat Untuk Mencapai Gelar Sarana Satrata Satu (1) Jurusan Teknik Industri
Yang Diajukan Oleh: Joko Utomo Nim: 121020700031
Telah Disetujui Oleh:
Mengetahui DosenPembimbing
Sidoarjo, 31 Januari 2017
Tedjo Sukmono, ST., MT NIK : 205264
Joko Utomo Nim: 121020700031
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawahini, saya: Nama
: Joko Utomo
Nim
: 121020700031
Judul Tugas Akhir
: Penentuan Interval Perawatan Preventive Mesin
Dengan Metode Reliability Maintenance Centered (Rcm) (Studi Kasus Pt. ABC) Menyatakan bahwa tugas akhir yang saya buat ini adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dan tidak memplagiat hasil karya orang lain ataupun dibuatkan orang lain. Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana yang tersebut di atas, maka saya bersedia diberi sanksi apapun dari fakultas.
Mengetahui DosenPembimbing
Sidoarjo, 31 Januari 2017
Tedjo Sukmono ST.,MT NIK : 205264
Joko Utomo Nim: 121020700031
iii
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN PREVENTIVE MESIN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) Nama NIM Pembimbing
: Joko utomo : 12102070031 : Tedjo Sukmono, ST ,.MT ABSTRAK
PT ABC merupakan perusahaan yang bergerak didunia manufaktur yang memiliki visi menjadi perusahaan yang mengasilkan produk plastik berkualitas 2020. Untuk mewujudkan visi tersebut, perusahaan harus terus memantau tingkat produktivitas yang baik pada perusahaan khususnya perhatian terhadap kualitas peforma mesin yang harus selalu tetap terjaga, dengan performa mesin yang selalu terjaga dapat meminim waktu down time yang dapat mengurangi produktifitas perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan usulan perencanaan perawatan mesin (preventive maintenance) PT ABC dengan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) . Dimana metode RCM tersebut akan diintregasikan dengan metode FMEA yang digunakan untuk sebagai analisis mode kegagalan yang terjadi dengan menghitung nilai RPN tertinggi pada mesin dan selanjutnya menghitung interval waktu kerusakan sebagai dasar penentuan penjadwalan perawatan yang akan dilakukan. Tujuan peneiliti dalam penelitian kali ini adalah sebagai usulan perbaikan secara preventive pada PT ABC. Kata Kunci : Preventive maintenance , Reability centered maintenance (RCM), FMEA .
iv
PENENTUAN INTERVAL PERAWATAN PREVENTIVE MESIN DENGAN METODE RELIABILITY CENTERED MAINTENANCE (RCM) Nama NIM Pembimbing
: Joko utomo : 12102070031 : Tedjo Sukmono, ST ,.MT ABSTRAK
PT ABC is a manufacturing company engaged in the world who has a vision to becoming a company that product quality plastic products in 2020. To realize this vision, the company should continue to monitor levels of productivity are good at particular attention to the quality of performances machines that must always be maintained, with engine performance always awake can meminim time down time that can reduce the productivity of the company. Based on the above, it is necessary to planning proposals engine maintenance (preventive maintenance) PT ABC method Reliability Centered Maintenance (RCM). Where the RCM method will integrated with FMEA method used to as the failure mode analysis by calculating the highest RPN on the machine and then calculate the time intervals damage as a basis for determining the scheduling of maintenance to be performed. The research purpose is improvements are preventive in PT ABC. Keywords : Preventive maintenance , Reability centered maintenance (RCM), FMEA .
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Lagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia yang melimpah kepada kita. Sholawat dan salam selalu ditujukan kepada Nabi Muhammad yang telah membawa petunjuk pada kita semua. Proposal tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus di penuhi untuk mendapat gelar sarjana (S-1) Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Judul proposal tugas akhir ini adalah “PENENTUAN INTERVAL
PERAWATAN
PREVENTIVE
MESIN
DENGAN
METODE
RELIABILITY MAINTENANCE CENTERED (RCM) terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa proposal tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, meskipun penulis telah berusaha sebaik mungkin sesuai dengan kemampuan yang ada. Penulis juga menyadari bahwa proses penyusunan proposal tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada : 1. Drs. Hidayatulloh, M.Si. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo 2. Bapak Izza Anshory, ST,. MT selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 3. Ibu Atikha Sidhi Cahyana, ST,. MT selaku Ketua Program Studi Teknik Industri Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. 4. Bapak Tedjo Sukmono, ST,. MT selaku Dosen Pembimbing yang selalu membimbing mulai awal penelitian sampai penelitian ini selesai dilakukan 5. Bapak dan Ibu dosen jurusan Teknik Industri yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 6. Orang tuaku, adikku, yang telah memberikan do’a dan dorongan baik secara material maupun spiritual sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
vi
7. Seluruh teman-teman jurusan Teknik Industri yang telah memberi dukungan dan masukan yang berharga kepada penulis Proposal tugas akhir ini kurang dari sempurna maka dari itu penyusun mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar ke depannya menjadi lebih baik lagi, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Sidoarjo, Januari 2017
Penyusun
vii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ...................................................................................................... i Lembar Pernyataan ............................................................................................... ii Lembar Persetujuan .............................................................................................. iii Abstrak ................................................................................................................. iv Kata Pengantar ..................................................................................................... vi Daftar Isi ............................................................................................................... viii Daftar Tabel ......................................................................................................... x Daftar Gambar ...................................................................................................... xi Daftar Lampiran .................................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................ 2 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................... 2 1.4 Batasan Masalah ..................................................................................... 2 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3 1.6 Sistematika Penulisan ............................................................................. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Maintenance .............................................................................. 4 2.2 Tujuan Perawatan ..................................................................................... 6 2.3 Strategi Perawatan .................................................................................. 7 2.3.1 Tugas dan Aktivitas Perawatan ................................................. ...... 11 2.4 Reliability Centered Maintenance (RCM) ............................................... 12 2.4.1Tahap Penyusunan RCM.................................................. ................. 13 2.5 FMEA (Risk priority number)....................................... ......................... 15 2.6 Keandalan .......................................................................... ..................... 19 2.7 Distribusi yang Digunakan...................................................................... 21 2.7.1 Distribusi weibull.............................................................................. 21 2.7.2 Distribusi Eksponensial .................................................................... 22 2.7.3 Distribusi Normal ............................................................................. 23
viii
2.6.4 Distribusi Log-Normal ..................................................................... 25 2.8 Model matematis sistem perawatan........................................................ . 26 2.9 Kebijakan penggantian komponen ........................................................... 26 2.10 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian .................................................................. 29 3.2 Identifikasi masalah ................................................................................ 29 3.3 Teknik pengumpulan data ....................................................................... 29 3.4 Metode pengolahan data ......................................................................... 30 3.5 Kerangka Penelitian ................................................................................ 31 BAB 4 PENGOLAHAN DATA 4.1 Proses pengolahan biji plastik ................................................................. 33 4.2 Penentuan sistem ..................................................................................... 34 4.3 Definisi batasan sistem ........................................................................... 35 4.4 Penjelasan sistem dan fungsional block diagram .................................... 36 4.5 Fungsi sistem dan kegagalan fungsi ....................................................... 37 4.6 Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) ............................................ 38 4.7 Logic tree analysis (LTA) ........................................................................ 39 4.8 Task selection ........................................................................................... 39 4.9 Penentuan interval perawatan .................................................................. 41 4.9.1 Penentuan distribusi ...................................................................... 41 4.9.2 Perhitungan MTTF dan MTTR ...................................................... 41 4.9.3 Perhitungan laju kerusakan ............................................................ 42 4.9.4 Perhitungan reliability motor ......................................................... 43 4.9.5 Perhitungan probabilitas kerusakan ............................................... 43 4.10 Perhitungan model age replacement ...................................................... 44 4.11 Estimasi biaya perbaikan dan perawatan ............................................... 46 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 48 5.2 Saran ........................................................................................................ 48 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 50
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kriteria severity .................................................................................... 17 Tabel 2.2 Kriteria occurence ................................................................................. 18 Tabel 2.3 Kriteria detection................................................................................... 19 Tabel 2.4 Penelitian terdahulu............................................................................... 27 Tabel 4.1 Batasan sistem dan sub sistem mesin crusher ....................................... 35 Tabel 4.2 Fungsi sistem dan kegagalan sistem ..................................................... 37 Tabel 4.3 Total RPN komponen mesin crusher .................................................... 38 Tabel 4.4 Hasil LTA ............................................................................................. 39 Tabel 4.5 Hasil uji pola distribusi ......................................................................... 41 Tabel 4.6 Hitungan total waktu perbaikan dan pencegahan ................................. 44 Tabel 4.7 Perhitungan interval waktu penggantian dan pencegahan .................... 45 Tabel 4.8 Estimasi biaya perbaikan ...................................................................... 46 Tabel 4.9 Estimasi biaya pencegahan ................................................................... 47
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model Input Output untuk proses perawatan dalam sistem produksi dan sistem perusahaan ..................................................................... 5 Gambar 2.2 Fungsi Keandalan sebagai fungsi waktu ........................................... 22 Gambar 2.3 Kurva Distribusi Eksponensial .......................................................... 22 Gambar 2.4 Kurva Distribusi Normal ................................................................... 24 Gambar 4.1 Histogram frekuensi kerusakan ......................................................... 34 Gambar 4.2 Fuctional block diagram ................................................................... 36 Gambar 4.3 Diagram alir pemilihan tindakan ....................................................... 40
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data downtime mesin PT.ABC ......................................................... Lampiran 2 Data downtime mesin PT.ABC lanjutan ........................................... Lampiran 3 Data kehandalan mesin crusher ......................................................... Lampiran 4 Tabel LTA ......................................................................................... Lampiran 5 Tabel FMEA ...................................................................................... Lampiran 6 Tabel FMEA lanjutan ........................................................................ Lampiran 7 Tabel kehandalan komponen motor .................................................. Lampiran 8 Uji pola distribusi interval waktu antar kerusakan ........................... Lampiran 9 Parameter uji pola distribusi interval waktu antar kerusakan ............ Lampiran 10 Uji pola distribusi interval waktu antar perbaikan........................... Lampiran 11 Parameter uji pola distribusi interval waktu antar perbaikan .......... Lampiran 12 Perhitungan interval waktu pergantian dan pencegahan ................. Outerdependency...................................................................................................
xii
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, batasan masalah, dan sistematika penulisan laporan. 1.1 Latar belakang Di dalam dunia industri, produk merupakan hasil utama dari suatu proses produksi yang membentuk suatu sistem proses produksi. Sistem proses produksi terdiri dari input, proses operasi, dan output. Agar suatu sistem proses produksi dapat
terus
berjalan,
maka
dibutuhkan
kegiatan-kegiatan
pemeliharaan
(maintenance) terhadap peralatan dan mesin-mesin produksi. Menurut Assauri (1993), perawatan diartikan sebagai suatu kegiatan pemeliharaan fasilitas pabrik serta mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar suatu keadaan operasi produksi sesuai dengan yang direncanakan. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengurangi kemacetan atau kendala sekecil mungkin, sehingga sistem dapat bekerja secara efisien. Namun seringkali yang terjadi adalah kelalaian dan perawatan baru dilaksanakan apabila kerusakan telah terjadi dalam sistem produksi yang menyebabkan penambahan biaya perawatan. Namun apabila perawatan dilakukan dengan menyeluruh dan teratur maka akan berguna untuk menjamin kontinuitas proses produksi dan umur darifasilitas produksi itu. Mesin-mesin produksi yang tiba-tiba rusak adalah salah satu penyebab utama tingginya downtime. Tingginya downtime pada mesin merupakan masalah yang rata-rata dihadapi perusahaan sekarang ini. Kondisi ini tentu akan mengakibatkan proses produksi pada perusahaan menjadi tidak efektif. PT. ABC adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan biji plastik, perusahaan ini tergolong perusahaan yang baru berdiri dan kegiatan pearawatan mesin yang dilakukan hanya secara corective maintenance. Jenis proses produksi yang digunakan pada PT. ABC adalah proses produksi secara continou yaitu proses produksi secara terus menerus dalam 1 lintasan kerja yang membutuhkan mesin khusus dalam proses produksinya, Permasalahan yang sering terjadi adalah kondisi mesin yang tiba-tiba terhenti yang diakibatkan oleh
1
beberapa faktor penyebab salah satunya sering terjadinya kerusakan yang menjadikan mesin menjadi downtime atau berhenti pada saat proses produksi berjalan, pihak perusahaan hanya menerapkan proses corective maintenance sehingga proses perbaikan hanya terjadi downtime pada mesin produksi. Untuk metode FMEA digunakan untuk menghitung total RPN tertinggi pada komponen – komponen mesin mixer sebagai prioritas mesin yang harus diperbaiki dan RCM untuk menentukan kebutuhan-kebutuhan dari semua aset fisik (mesin) dalam keandalan melakukan operasinya. RCM mempunyai kelebihan dalam penentuan program pemeliharaan yang difokuskan pada mesinmesin kritis dan menghindari kegiatan perawatan yang tidak diperlukan dengan menentukan interval pemeliharaan yang tepat. Dengan adanya penerapan metode RCM
diharapkan dapat membantu
perusahaan dalam proses perwatan mesin produksi agar dapat mengetahui interval waktu antar kerusakan mesin seingga didapatkan suatu hasil untuk penjadwalan perawatan secara preventive dengan tepat. 1.2 Perumusan masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka menjadi fokus permasalahan adalah menganalisis dan menghitung interval waktu kerusakan dengan metode RCM. 1.3 Tujuan penelitian Maksud dan tujuan penelitian adalah : 1.
Mengidentifikasi mesin yang paling banyak terjadi downtime.
2.
Menentukan kegiatan dan interval perawatan berdasarkan perhitungan RCM pada mesin yang mengalami dowtime tertinggi.
1.4 Batasan masalah Batasan masalah yang akan diterapkan pada penelitian ini antara lain : 1.
Penelitian dilakukan pada satu mesin yang mengalami downtime tertinggi dalam proses produksi.
2.
Pengumpulan data reability mesin dilakukan pada bulan Oktober sampai Maret 2016.
2
2015
1.5 Manfaat penelitian 1. Bagi penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis tentang bagaimana mengetahui penentuan kegiatan dan interval dalam perawatan mesin dengan metode RCM . 2. Bagi perusahaan Hasil dari kajian dalam penelitian ini dapat menjadi bahan masukan kepada manajemen perawatan mesin PT. ABC 1.6 Sistematika penulisan Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : BAB 1 : PENDAHULUAN Membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA Berisi konsep dan dasar teori yang menunjang pemecahan dan pembahasan permasalahan. BAB 3 : METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab 3 ini berisikan tentang lokasi, metode penelitian, alur penelitian, dan jadwal penelitian. BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN Menjelaskan hasil dari analisis data yang telah dilakukan berdasarkan metode penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Berisi kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan dan memberikan saran untuk penelitian yang selanjutnya.
3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi dasar-dasar teori yang digunakan untuk mengolah dan menganalisa data-data yang diperoleh dari pelaksanaan penelitian, yaitu teori mengenai perawatan atau maintenance, Reliability Centered Maintenance RCM dan Failure Mode and Effect analysis FMEA. 2.1 Definisi maintenance Perawatan adalah kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas, mesin dan peralatan pabrik, mengadakan perbaikan, penyesuaian atau penggantian yang diperlukan agar terdapat suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang diharapkan (Putra, 2010 ) Perawatan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menjaga atau memperbaiki setiap
fasilitas agar tetap dalam keadaan yang dapat diterima
menurut standar yang berlaku pada tingkat biaya yang wajar (Supandi dalam aufar, 2014). Berdasarkan teori diatas perawatan adalah serangkaian kegiatan dalam upaya pemeliharaan dan menjaga keadaan mesin agar dapat berjalan seperti yang diharapkan. Tujuan dilakukannya tindakan perawatan diantaranya adalah: 1.
Menjamin ketersediaan, keandalan fasilitas (mesin dan peralatan) secara ekonomis maupun teknis.
2.
Memperpanjang umur pakai fasilitas.
3.
Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan dalam keadaan darurat.
4.
Menjamin keselamatan kerja, keamanan dalam penggunaannya. Perawatan atau pemeliharaan adalah adalah konsepsi dari semua aktivitas
yang diperlukan untuk menjaga atau mempertahankan kualitas/fasilitas mesin agar dapat berfungsi dengan baik seperti kondisi awal. Sedangkan menurut Ebeling ,1997 dalam Kinley, dkk; 2010 mendefinisikan perawatan sebagai bentuk kegiatan yang diakukan untuk mencapai hasil yang mampu mengembalikan item atau mempertahankannya pada kondisi yang selalu dapat berfungsi. Perawatan juga
4
merupakan kegiatan pendukung yang menjamin kelangsungan mesin dan peralatan sehingga pada saat dibutuhkan dapat dipakai sesuai dengan yang diharapkan. Sehingga kegiatan perawatan merupakan seluruh rangkaian aktivitas yang dilakukan untuk mempertahankan unit-unit pada kondisi operasional dan aman, dan apabila terjadi kerusakan maka dapat dikendalikan pada kondisi operasional yang handal dan aman. Pemodelan perawatan sebagai proses tranformasi ringkas dalam sistem perusahaan yang digambarkan dalam model black box input-output seperti gambar 1.1. proses pemeliharaan yang dilakukan akan mempengaruhi tingkat ketersediaan (availability) fasilitas produksi, laju produksi, kualitas produk akhir (end product), ongkos produksi, dan keselamatan operasi. Faktor-faktor ini selanjutnya akan mempengaruhi tingkat keuntungan (Profitability) perusahaan. Proses perawatan yang dilakukan tidak saja membantu kelancaran produksi sehingga produk yang dihasilkan tepat waktu diserahkan kepada pelanggan, tapi juga menjaga fasilitas dan peralatan tetap dalam efektif dan efisien dimana sasarannya mewujudkan nol kerusakan (zerro breakdown) Pada mesin-mesin yang beroperasi. Tenaga kerja Sistem bisnis
Material
Ketersediaan
Suku cadang Informasi Uang
Sistem produksi
Output Perawaatan
Layanan
Proses perawatan
Eksternal
Keamanan Keuntungan
Gambar 2.1. Model Input out put untuk proses perawatan dalam sistem produksi dan sistem perusahaan ( Sumber : Alturki 2011 dalam ansori nachrul, dkk; 2013) Dalam menjaga berkesinambungan proses produksi pada fasilitas dan peralatan seringkali dibutuhkan kegiatan pemeliharaan seperti pembersihan, inspeksi, peluasan serta pengadaan suku cadang dari komponen yang terdapat
5
dalam fasilitas industri. Masalah perawatan mempunyai kaitan erat dengan tindakan pencegahan (preventive) dan perbaikan (corrective). Menurut (Ansori nachnul, dkk; 2013) Tindakan dalam problematika tersebut dapat berupa : a.
Pemeriksaan (inspection), yaitu tindakan yang ditujukan untuk mesin/sistem agar dapat mengetahui sistem berada pada kondisi yang diinginkan.
b.
Service, yaitu tindakan yang bertujuan untuk menjaga suatu sistem/mesin yang biasanya telah diatur dalam buku petunjuk pemakaian mesin.
c.
Penggantian
komponen
(replacement),
yaitu
tindakan
penggantian-
penggantian komponen yang rusak/tidak memenuhi kondisi yang diinginkan. Tindakan ini dilakukan mungkin secara mendadak atau dengan perencanaan pencegahan terlebih dahulu. d.
Perbaikan (repairement), yaitu tindakan perbaikan yang dilakukan pada saat terjadi kerusakan kecil.
e.
Overhaul, tindakan besar-besaran yang biasanya dilakukan pada periode tertentu. Kompleksnya permasalahan terkait perawatan, seringkali perawatan
didekati dengan model matematis yang mempresentasikan permasalahan tersebut. Dengan pendekatan ini diharapkan pengambilan keputusan dalam prmasalahan perawatan akan dapat mengurangi proporsi pertimbangan yang subyektif. 2.2 Tujuan Perawatan Proses perawatan secara umum menurut (Ansori nachnul, dkk; 2013) bertujuan untuk menfokuskan dalam langkah pencegahan untuk mengurangi atau bahkan menghindari kerusakan dari peralatan dengan memastikan tingkat keandalan dan kesiapan serta meminimalkan biaya perawatan. Bahwa proses perawatan atau sistem perawatan merupakan sub sistem dari sistem produksi, dimana tujuan sistem produksi tersebut adalah : a.
Memaksimalkan profit dari peluang pasar yang tersedia.
b.
Memperhatikan aspek teknis dan ekonomis pada proses konversi material menjadi produk. Sehingga sistem dapat membantu tercapainya tujuan tersebut dengan
adanya peningkatan profit dan kepuasan pelanggan, hal tersebut dilakukan dengan
6
pendekatan nilai fungsi (function) dari fasilitas/peralatan produksi yang ada dengan cara : a.
Meminimasi downtime
b.
Memperbaiki kualitas
c.
Meningkatkan produktivitas
d.
Menyerahkan pesanan tepat waktu Tujuan utama dilakukannya sistem manajemen perawatan lain menurut
Japan institude of plan maintenance consultant india, secara detail disebutkan sebagai berikut : a.
Memperpanjang fasilitas umur produksi
b.
Menjamin tingkat ketersediaan optimum dari fasilitas produksi
c.
Menjamin kesiapan operasional seluruh fasilitas yang diperlukan untuk pemakaian darurat
d.
Menjamin keselamatan operator dan pemakai fasilitas
e.
Mendukung kemampuan mesin dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan fungsinya
f.
Membantu mengurangi pemakaian dan penyimpanan yang diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasi tersebut
g.
Mencapai biaya perawatan yang serendah mungkin (lowest maintenance cost) dengan melaksanakan kegiatan maintenance secara evektif dan efisien
h.
Mengadakan kerja sama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dalam perusahaan untuk mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu keuntungan yang sebesar-besarnya dan total biaya yang rendah
2.3 Strategi Perawatan Filosofi perawatan untuk fasilitas produksi pada dasarnya adalah menjaga level maksimum konsistensi produksi dan availabilitas tanpa mengesampingkan keselamatan. Untuk mencapai filosofi tersebut digunakan strategi perawatan. Proses perawatan mesin yang dilakukan oleh suatu perusahaan terbagi menjadi dua bagian yaitu perawatan terencana dan perawatan tidak terencana, strategi dalam perawatan dapat diuraikan sebagai berikut : (Duffuaa et al, 1999 dalam Ansori, dkk; 2013)
7
1. Penggantian (Replacement) Merupakan penggantian peralatan/komponen untuk melakukan perawatan. Kebijakan penggantian ini dilakukan pada seluruh atau sebagian (part) dari sebuah sistem yang dirasa perlu dilakukan upaya penggantian oleh karena tingkat utilitas mesin atau keandalan fasilitas produksi berada pada kondisi yang kurang baik. Tujuan strategi perawan penggantian adalah untuk menjamin berfungsinya suatu sistem sesuai dengan keadaan normal. 2. Perawatan peluang (Opportunity maintenance) Perawatan dilakukan ketika terdapat kesempatan, misalnya perawatan pada saat mesin sedang shutdown. Perawatan peluang dimaksudkan agar tidak terjadi waktu menganggur (idle) baik oleh operator maupun petugas perawatan, perawatan bisa dilakukan dengan skala yang paling sederhana seperti pembersihan (cleaning) maupun perbaikan fasilitas pada sistem produksi (repairing). 3. Perbaikan (overhaul) Merupakan pengujian secara menyeluruh dalam perbaikan (restoration) pada sedikit komponen atau sebagian besar komponen sampai pada kondisi yang dapat diterima. Perawatan perbaikan merupakan jenis perawatan yang tidak terencana dan biasanya proses perawatannya dilakukan secara menyeluruh terhadap sistem, sehingga diharapkan sistem atau sebagian besar sub sistem berada pada kondisi yang handal. 4. Perawatan pencegahan (Preventive maintenance) kegiatan perawatan guna memperpanjang umur sistem atau meningkatkan kehadalan dari sistem tersebut. Tindakan perawatan ini bervariasi mulai dari perawatan ringan yang membutuhkan durasi kegagalan pendek seperti halnya pelumasan, testing, penggantian terencana komponen dan sebagainya sampai pada overhaul yang memerlukan durasi kegagalan yang signifikan. Tujuan dilakukannya perawatan ini adalah: a.
Mencegah terjadinya kerusakan.
b.
Mendeteksi kerusakan yang terjadi.
c.
Menemukan kerusakan yang tersembunyi.
d.
Mengurangi waktu yang menganggur.
e.
Menaikan ketersediaan (availability) yang tersembunyi.
8
f.
Pengurangan penggantian suku cadang.
g.
Menaikkan efisiensi mesin.
h.
Memberikan pengendalian anggaran dan biaya yang diandalkan.
i.
Memberikan informasi untuk pertimbangan penggantian mesin. Terdapat 4 kategori kebijakan perawatan yang termasuk kedalam jenis
perawatan ini: a. Time directed, kegiatan perawatan pencegahan yang dilakukan secara berkala pada suatu
peralatan sehingga alat tersebut kembali pada kondisi semula,
sebelum alat tersebut diganti oleh alat yang baru. b. Condition directed, kegiatan perawatan pencegahan yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang berlangsung dimana variabel waktu tidak diketahui kapan secara tepat, sehingga tidak diketahui kerusakan akan terjadi pada peralatan, oleh karena itu diperlukan prediksi waktu terjadinya kerusakan. c. Finding Failure, kegiatan perawatan pencegahan yang dilakukandengan cara memeriksa fungsi yang tersembunyi (hidden function) secara periodic untuk memastikan kapan suatu komponen akan mengalami kegagalan. d. Run to Failure, kegiatan perawatan yang bertujuan untuk mengetahui kapan terjadinya kerusakan dengan cara membiarkan suatu alat beroperasi sampai alat tersebut mengalami kerusakan, sehingga program corrective maintenance dapat digunakan sebagai strategi prenventive maintenance. 5. Perawatan koreksi (Corrective maintenance) Perawatan dilakukan setelah terjadinya kerusakan, sehingga merupakan bagian dari perawatan yang tidak terencana. Coreective maintenance adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan setelah terjadinya suatu kerusakan pada peralatan sehingga peralatan tidak dapat berfungi dengan baik. Breakdown maintenance merupakan kegiatan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan dan untuk memperbaikinya tentunya kita harus menyiapkan suku cadang dan perlengkapan lainnya untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Kegiatan perawatan korektif meliputi seluruh aktivitas mengembalikan sistem dari keadaan rusak menjadi dapat beroperasi kembali. Perbaikan baru terjadi ketika mengalami kerusakan, walaupun terdapat beberapa perbaikan yang dapat diundur. Perawatan korektif dapat dihitung Mean Time to Repair (MTTR).
9
Waktu perbaikan ini meliputi beberapa aktivitas yang terbagi menjadi 3 bagian, antara lain : a.
Persiapan (Preparation Time) berupa persiapan tenaga kerja untuk melakukan pekerjaan ini, adanya perjalanan adanya alat dan peralatan test,dan lain – lain.
b.
Perawatan (Active Maintenance Time) berupa kegiatan rutin dalam pekerjaan perawatan.
c.
Menunggu dan logistic (Delay time dan Logistic Time) berupa waktu menunggu persediaan. Stretegi brekdown/corrective maintenance sering dikatakan sebagai “run
to failure” . Banyak dilakukan pada komponen elektronik. Suatu keputusan untuk mengoperasikan peralatan sampai terjadi kerusakan karena ditinjau segi ekonomis tidak menguntungkan untuk melakukan suatu perawatan. Berikut adalah alasan keputusan tersebut diambil : a.
Biaya yang dikeluarkan lebih sedikit apabila tidak melakukan perawatan pencegahan.
b.
Kegiatan perawatan pencegahan terlalu mahal dari pada mengganti peralatan rusak.
6. Temuan kesalahan (fault finding) Merupakan tindakan perawatan dalam bentuk inspeksi untuk mengetahui tingkat kerusakan. Misalnya mengecek kondisi ban setelah perjalanan panjang. Kegiatan fault finding bertujuan untuk menemukan kerusakan yang tersembunyi dalam menjalankan operasinya. Pada kenyataannya kerusakan tersembunyi merupakan situasi yang tidak dapat diperkirakan terjadinya dan sangat mungkin mengakibatkan kecelakaan apabila dioperasikan. Salah satu cara untuk menemukan kerusakan tersembunyi adalah melakukan pemeriksaan dengan mengoperasikan peralatan dan melihat apakan peralatan tersebut beroperasi (available) atau tidak. 7. Perawatan berbasis kondisi (condition – based maintenance) Perawatan berbasis kondisi dilakukan dengan cara meantau kondisi parameter kunci peralatan yang akan mempengaruhi kondisi peralatan. Strategi perawatan ini dikenal dengan istilah predictive maintenance. Contohnya memantau kondisi pelumas dan getaran mesin. Perawatan berbasis kondisi
10
merupakan kegiatan yang bertujuan mendeteksi awal terjadi kerusakan. Perawatan ini merupakan salah satu alternative terbaik yang mampu mendeteksi awal terjadinya kerusakan dan dapat memperkirakan waktu yang menunjukan suatu peralatan akan mengalami kegagalan dalam menjalankan operasinnya. Jadi perawatan berbasis kondisi merupakan suatu peringatan awal untuk membuat suatu tindakan terhadap kerusakan yang lebih parah. 8. Perawatan penghentian (Shutdown maintenance) Kegiatan perawatan ini hanya dilakukan sewaktu fsilitas produksi sengaja dihentikan. Jadi shutdown maintenance merupakan suatu perencanaan dan penjadwalan pemeliharaan yang memusatkan pada bagaimana mengelola periode penghentian fasilitas produksi. Dalam hal ini berarti dilakukan upaya bagaimana cara mengkoordinasi semua sumber daya yang ada berupa tenaga kerja, peralatan, material dan lain – lain, untuk meminimasi waktu down (down time) sehingga biaya yang dikeluarkan diusahakan seminimal mungkin. 2.3.1
Tugas dan Aktivitas Perawatan
Tugas dan aktivitas perawatan dalam perusahaan meliputi kegiatan sebagai berikut (Ansori, dkk; 2013): a.
Kegiatan inspeksi Kegiatan teknik meliputi kegiatan pengecekan dan pemeriksaan secara
berkala (routine schedule ceck) pada fasilitas produksi sesuai dengan rencana, serta kegiatan atau pemeriksaan terhadap peralatan yang mengalami kerusakan dan membuat laporan dari hasil pengecekan atau pemeriksaan tersebut. Bilamana terdapat kerusakan, maka dapat diadakan perbaikan yang diperlukan sesuai dengan laporan hasil inspeksi. Oleh karena itu laporan hasil inspeksi harus memuat keadaan peralatan yang diinspeksi, sebab – sebab terjadinya kerusakan bila ada, usaha penyesuaian atau perbaikan kecil yang telah dilakukan dan saran/usulan perbaikan penggantian dilakukan. b.
Kegiatan teknik Kegiatan teknik meliputi kegiatan percobaan peralatan yang baru dibeli
dan kegiatan pengembangan peralatan/komponen peralatan dalam prbaikan mesin yang rusak dimana tidak diperoleh komponen yang sama dengan yang dibutuhkan. Dalam hal ini perlu diadakan perubahan/perbaikan tertentu terhadap
11
komponen dan mesin-mesin yang bersangkutan agar mesin tersebut dapat bekerja kembali. Dalam kegiatan teknik ini termasuk pula kegiatan penyelidikan, sebab terjadinya kerusakan pada peralatan dan cara untuk mengatasi/memperbaikinya yang sangat diperlukan dalam kegiatan produksi. Dengan mengetahui sebab tersebut, maka dengan kegiatan teknik dapat diusahakan/dibuat alat pencegahan terjadinya kerusakan kedepan. Kegiatan ini juga mempelajari spesifikasi mesin dan usaha agar dapat bekerja lebih efektif dan efisien. c.
Kegiatan produksi Kegiatan produksi merupakan kegiatan perawatan dimana secar fisik
melaksanakan pekerjaan yang disarankan/diusulkan dalam kegiatan inspeksi. Dengan melaksanakan kegiatan ini maka pengolahan produk dapat berjalan lancar sesuai dengan yang telah ditetapkan. d.
Kegiatan Administrasi Kegiatan administrasi merupakan kegiatan yang berhubungan dengan
pencatatan mengenai biaya yang terjadi dalam melakukan pekerjaan perawatan. Biaya ini berhubungan dengan komponen/sparepart yang dibutuhka dan progress report tentang apa yang telah direncanakan, waktu pelaksanaan inspeksi dan perbaikan, serta lamanya perbaikan tersebut dan komponen/sparepart yang tersedia dibagian gudang. Kegiatan pencatatan dimaksudkan pula untuk penysunan perencanaan (planning) dan penjadwalan (scheduling). Yaitu rencana kapan suatu mesin harus dicek/diperiksa, diminyaki/diservice, dan direparasi. 2.4 Reliability Centered Maintenance (RCM) Menurut Moubray 1997 dalam christian palir herry, 2012 mendefinisikan RCM sebagai suatu proses yang digunakan untuk menentukan apa yang seharusnya dilakukan untuk menjamin suatu sistem dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsi yang diinginkan oleh pengguna. Dalam praktik, kebanyakan komponen pada dasarnya mampu untuk memberikan prestasi yang diinginkan, jadi hal ini tidak mengada-ada. Akan tetapi beberapa aset tidak mampu untuk memberikan prestasi yang diharapkan. Dalam kasus-kasus ini, perawatan sendiri tidak dapat melaksanakannya, sehingga
12
komponen tersebut harus dimodifikasi agar dapat memberian prestasi yang diharapkan atau kita harus menurunkan tingkat harapan kita.(Pranoto hadi, 2015) RCM disebut perawatan berbasis keandalan karena RCM mengakui bahwa perawatan tidak dapat bertindak lebih selain menjamin agar aset terus-menerus mencapai kemampuan dasarnya atau keandalan bawaannya. Tujuan penting penerapan Reliability Centered Maintenance (RCM): 1. Membentuk desain yang berhubungan supaya dapat memfasilitasi preventive maintenance (PM). 2. Mendapatkan informasi yang berguna untuk meningkatkan desain dari produk atau mesin yang ternyata tidak memuaskan, yang berhubungan dengan keandalan. 3. Membentuk PM dan tugas yang berhubungan yang dapat mengembalikan keandalan dan keamanan pada levelnya semula pada saat terjadinya penurunan kondisi peralatan atau sistem. 4. Mendapatkan semua tujuan diatas dengan total biaya yang minimum. 2.4.1
Tahapan Penyusunan Reliability Centered Maintenance (RCM):
Setelah didapatkan penentuan aset yang akan ditinjau ,proses penyusunan RCM adalah sebagai berikut (pranoto hadi, 2015) 1.
Mengetahui fungsi dan standar prestasi Tujuan dari perawatan untuk sembarang aset didefinisikan oleh fungsi aset
dan hubungannya dengan standar preastasi yang diharapkan, dengan alasan ini RCM dimulai dengan mendefinisikan fungsi dan standart prestasi dari setiap dalam konteks operasinnya. RCM juga sangat menekan pada kebutuhankebutuhan untuk mengetahui jumlah standar-standar prestasi bila dimungkinkan. Standar-standar ini mencakup output, kualitas produk, customer service, isu lingkungan, biaya operasi, dan keselamatan. 2.
Mengidentifikasi kegagalan fungsional (Functional Failure) Sebelum kita dapat menggunakan gabungan yang baik dari alat-alat
manajemen kegagalan, kita perlu mengidentifikasikan kegagalan apa yang dapat dapat timbul .proses RCM melakukannya pada dua tingkatan, pertama dengan menanyakan bagaimana komponen dapat gagal dalam memenuhi fungsinya, kemudian kedua dengan menanyakan kemungkinan apa yang menyebabkan
13
kehilangan fungsi tersebut. Functional failure didefinisikan sebagai ketidak mampuan suatu aset untuk memenuhi standar prestasi yang diingikan. 3.
Mengidentifikasi mode kegagalan (Failure Modes) Mengidentifikasi mode kegagalan yang diperkirakan akan menyebabkan
hilangnya fungsi. Ini memungkinkan kita untuk mengerti secara tepat apa yang sedang kita cari untuk mencegahnya. Pada langkah ini sangatlah penting untuk untuk mengidentifikasi penyebab dari setiap kegagalan dengan rincian yang cukup untuk menjamin bahwa waktu dan usaha tidak sia-sia saat menangani gejala (symtoms), bukan penyebabnya (cause). Disisi lain yang tidak kalah pentingnya adalah untuk menjamin agar waktu tidak sia-sia untuk analisis yang terlalu rinci. 4.
Mengidentifikasi efek-efek kegagalan (Failure Effects) Proses untuk mengidentifikasi fungsi kegagalan fungsional, mode
kegagalan dan efek kegagalan memberikan hasil yang mencengangkan dan kadang-kadang ada peluang yang sangat menguntungkan untuk memperbaiki prestasi dan keselamatan dan juga untuk mengeliminasi ketidak efektifan. 5.
Analisis Konsekuensi kegagalan (Failure Consequences) RCM mengakui bahwa satu-satunya alasan untuk melakukan sembarang
perawatan pencegahan tidaklah hanya mencegah kegagalan sebagaimana adanya, tetapi menghindari atau sedikit-dikitnya menurunkan konsekuensi-konsekuensi kegagalan. Proses RCM tidak hanya mengakui pentingnya konsekuensi kegagalan dalam pengambilan keputusan dalam perawatan, RCM juga mengelompokkan konsekuensi-konsekuensi ini kedalam empat kelompok berikut ini. a.
Konsekuensi kegagalan tersembunyi Kegagalan tersembunyi tidak memiliki dampaklangsung tetapi dapat
merugikan perusahaan karena adanya kerusakan-kerusakan dengan konsekuensi serius. b.
Konsekuensi keselamatan dan lingkungan Suatu kerusakan memiliki konsekuensi-konsekuensi keselamatan apabila
dapat menyebabkan kecelakaan atau kematian. Kerusakan dapat memiliki konsekuensi lingkungan apabila melampaui standar lingkungan yang ditetapkan oleh pabrik, regional atau nasional. c.
Konsekuensi operasional
14
Suatu kerusakan memiliki konsekuensi operasional apabila dapat mempengaruhi produksi, konsekuensi ini memakan banyak biaya, dan seberapa besar biaya tersebut menggambarkan seberapa besar usaha yang harus dilakukan untuk mencoba mencegahnya. d.
Konsekuensi non-operasional Kegagalan yang termasuk dalam kategori ini termasuk tidak mempengaruhi
sama sekali baik keselamatan maupun produksi, mereka hanya menambah biaya reparasi langsung. 6.
Tindakan proaktif (proactive task) Bila konsekuensi-konsekuensi kerusakan cukup berarti, maka sesuatu
harus dilakukan untuk mencegah kerusakan atau paling tidak untuk menurunkan konsekuensi-konsekuensinya. RCM mengakui tugas-tugas pencegahan sebagai berikut :
a.
Tugas-tugas kondisi terjadwal.
b.
Tugas-tugas pemulihan terjadwal.
c.
Tugas-tugas pembuangan terjadwal.
7.
Tindakan-tindakan standar (default action) Apakah suatu tugas pencegahan layak secara teknis atau tidak, diatur oleh
karakteristik teknis dari tugas dan dari kerusakan yang ingin dicegahnya. Apakah tugas ini bermanfaat untuk dilakukan, diatur oleh seberapa baik tugas ini menangani konsekuensi-konsekuensi kerusakan. 2.5 Failure Mode and Effect analysis (FMEA) FMEA adalah suatu prosedur tersrtuktur untuk mengidentifikasi dan mencgah sebanyak mungkin mode kegagalan (failure mode). Suatu mode kegagalan adalah apa saja yang termasuk dalam kecacatan, kondisi diluar spesifikasi yang ditetapkan atau perubahan dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk.(Sianturi, dkk; 2014). Mode kegagalan (failure mode) merupakan suatu keadaan yang dapat menyebabkan kegagalan fungsional. Mode kegagalan yang terjadi akan dilihat apakah memberikan efek kegagalan pada tingkat lokal, sistem, dan plant. Efek kegagalan pada tingkat lokal akan menyebabkan komponen tidak dapat memenuhi
15
fungsinya dengan baik. Efek kegagalan pada tingkat sistem akan menyebabkan fungsi dari sistem terganggu atau tidak bekerja. Sedangkan efek kegagalan pada tingkatan plant atau fasilitas akan menyebabkan kegagalan pada fasilitas atau peralatan. (Asisco, dkk; 2012) Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam analisis kekritisan yaitu sebagai berikut: a. Evident, yaitu apakah operator mengetahui dalam kondisi normal telah terjadi gangguan dalam sistem? b. Safety, yaitu apakah apakah mode kerusakan ini menyebabkan masalah keselamatan? c. Outage, yaitu apakah mode kerusakan ini mengakibatkan mesin berhenti? Berdasarkan LTA tersebut failure mode dapat digolongkan dalam empat kategori yaitu: a. Kategori A, jika failure mode mempunyai konsekuensi safety terhadap personel maupun lingkungan. b. Kategori B, jika failure mode mempunyai konsekuensi terhadap operasional pabrik yang dapat menyebabkan kerugian ekonomi secara signifikan. c. Kategori C, jika failure mode tidak berdampak pada safety maupun operasional pabrik dan hanya menyebabkan kerugian ekonomi yang relatif kecil untuk perbaikan. d. Kategori D, jika failure mode tergolong sebagai hidden failure yang kemudian digolongkan lagi ke dalam kategori D/A, kategori D/B dan kategori D/C. Langkah kerja dari penerapan metode FMEA adalah sebagai berikut (Sianturi, dkk; 2014): 1. Menentukan komponen dari sistem/alat yang akan dianalisis. 2. Mengidentifikasi potensial failure/mode kegagalan dari proses yang diamati. 3. Mengidentifikasi akibat (potensial effect) dan failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung. 4. Mengidentifikasi penyebab (potensial cause) dan failure mode yang terjadi pada proses yang berlangsung. 5. Menetapkan nilai nilai sebagai berikut : a. Keparahan efek (severity) S – Seberapa serius efek akhirnya ?
16
b. Kejadian penyebab (occurence) O – bagaimana penyebab terjadi dan akibatnya dalam mode kegagalan ? c. Deteksi penyebab (Detection) D – Bagaimana kegagalan atau penyebab dapat diditeksi sebelum mencapai pelanggan ? 6. Menghitung Risk Priority Number (RPN) Angka prioritas RPN merupakan hasil kali dari rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Angka ini hanyalah menunjukan ranking atau urutan defisiensi desain sistem. RPN = S x O x D Dengan : S = Severity O = Occurent D = Detection Nilai RPN menunjukan keseriusan dari potential failure, semakin tinggi nilai RPN maka menunjukan semakin bermasalah. Tidak ada angka acuan RPN untuk melakukan perbaikan. Segera lakukan perbaikan terhadap potential cause, alat kontrol dan efek yang diakibatkan. Severity merupakan suatu penilaian dari beberapa efek serius dari mode kegagalan potensial terhadapelanggan. Adapun nilai yang menabarkan severity dapat dilihat pada tabel 2.1 Tabel 2.1. Kriteria severity Ranking 1
Kriteria Negligible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan ini.
2
Mild severity (pengaruh buruk yang ringan). Akibat yang
3
ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir akan merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat perbaikan regular.
4
Moderate severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir
5
akan merasakan penurunan kinerja, namun masih dalam batas
6
toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak mahal dan dapat selesai dalam waktu singkat.
17
Tabel 2.1. Kriteria severity (lanjutan) 7
High severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan
8
merasakan akibat buruk yang tidak akan diterima, berada diluar batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan sangat mahal.
9
Potential safety problem (masalah keamanan potensial). Akibat yang
10
ditimbulkan
sangat
berbahaya
dan
berpengaruh
terhadap
keselamatan pengguna. Bertentangan dengan hukum.
Occurence menunjukan nilai keseringan suatu masalah yang terjadi karena potential cause. Adapun nilai yang dapat menjabarkan nilai occurence dapat dilihat pada tabel 2.2 Tabel 2.2 Kriteria occurence Tingkat terjadinya Berdasarkan
pada Rating
resiko
frekuesi kejadian
Hampir tidak pernah
0,01 0er 1000 item
1
Sangat jarang
0,1 per 1000 item
2
Cukup jarang
0,5 per 1000 item
3
Sedikit jarang
1 per 1000 item
4
Jarang
2 per 1000 item
5
Sedikit jarang
3 per 1000 item
6
Cukup sering
10 per 1000 item
7
Sering
20 per 1000 item
8
Sangat sering
50 per 1000 item
9
100 per 1000item
10
Detection merupakan alat kontrol yang digunakan untuk menditeksi potential cause (identifikasi metode – metode yang iterapkan untuk mencegah atau menditeksi penyebab dari kegagalan). Adapun nilai yang menjabarkan detection dapat dilihat pada tabel 2.3
18
Tabel 2.3 Kriteria detection Berdasarkan pada frekuensi kejadian
Rating
Kriteria
1
Metode pencegahan sanagat efektif. 0,01 per 1000 item Tidak
ada
kesempatan
bahwa
penyebab akan muncul. 2
Kemungkinan
penyebab
terjadi 0,1 per 1000 item
3
sangat rendah
4
Kemungkinan
5
bersifat
6
pencegahan kadang menyebabkan 5 per 1000 item
0,5 per 1000 item penyebab
moderat.
terjadi 1 per 10000 item Metode 2 per 1000 item
kemungkinan itu terjadi. 7
Kemungkinan
penyebab
terjadi 10 per 1000 item
8
masih tnggi. Metode pencegahan 20 per 1000 item kurang efektif, penyebab masih beruang kembali.
9
Kemungkinan
10
sangat tinggi. Metode pencegahan 100 per 1000 item tidak
efektif,
penyebab
penyebab
terjadi 50 per 1000 item
selalu
berulang kembali. 2.6 Keandalan Keandalan didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu komonen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatu periode waktu tertentu bilamana digunakan pada kondisi – kondisi pengoperasian yang teah ditentukan. Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu (Putra, 2010) Dalam menyatakan berfungsi tidaknya suatu fasilitas/peralatan tertentu, Keandalan menyatakan konsep kesuksesan operasi atau kinerja dan ketiadaan kerusakan. Ketidak andalan/kekurangan dalam menyatakan konsep kesuksesan operasi atau kinerja dan kegunaan interdisiplin, probabilitas, statistik dan pemodelan stokastik, dikombinasikan dengan pengetahuan rekayasa ke dalam desain dan pengetahuan ilmu mekanisme kerusakan, untuk mempelajari berbagai
19
aspek keandalan. Semakin meningkatnya persaingan bisnis antara perusahaan dan permintaan konsumenyang membutuhkan produk dengan kualitas tinggi dan jadwal penyerahan tepat waktu telah mendorong kebutuhan alat atau mesin pada tingkat keandalan (reability) yang tinggi. (Blischke & Murthy dalam Nachnul ansori, 2013). Suatu peralatan dinyatan memiliki dua state yaitu “baik” dan “rusak” yang merupakan proses probabilistik sehingga jika keandalan beharga 1, maka sistem dapat dipastikan dalam keadaan baik dan jika berharga 0, maka dipastikan bahwa sistem dalam keadaan rusak. Jika keandalan adalah R (t) maka keandalan berkisar 0
sehingga dapat digambarkan sebagai berikut. F(t) R(t)
t
0 T
Gambar 2.2 Fungsi keandalan sebagai fungsi waktu ( Sumber : Ansori, 2013) Dimana : R(t)
= Fungsi keandalan
F(t)
= Probabilitas kerusakan
T
= Lamanya suatu peralatan beroperasi sampai dengan rusak yang merupakan variabel acak.
R(t)
= P ( alat dapat berfungsi ) pada saat t = P ( T ) ( mesin dapat berfungsi ) =1–P(Y>t) = 1 – F (t)
Jadi keandalan dapat dihitung dengan rumus :
R(t)
= = 1 – F (t) untuk 0
20
R (t)
Dimana : R (t)
= Fungsi keandalan
F (t)
= Probabilitas kerusakan
Untuk t Untuk t
berarti sitem dalam keadaan baik berarti sistem dalam keadaan rusak
2.7 Distribusi yang digunakan Pada penelitian ini distribusi yang dapat digunakan untuk menghitung kehandalan adalah distribusi weibull, distribusi eksponensial, distribusi normal dan distribusi log-normal. 2.7.1
Distribusi weibull Distribusi Weibull secara luas digunakan untuk berbagai masalah
keteknikan karena kegunaannya yang bermacam-macam. Pada dasarnya distribusi weibull ini dimaksudkan untuk menggambarkan keadaan optimal dari suatu mesin atau peralatan baik perbagiannya ataupun komponen komponennya. Fungsi probabilitas kerusakan : f(t) =
.
dimana: e = 2,718 t = waktu teijadinya kerusakan = eta = charateristic life (CL) b = beta shape factor atau garis miring f(t) = probabilitas kumulatif dan waktu terjadinya kerusakan sebelum atau sama dengan t. Fungsi keandalan : R(t) = eLaju kerusakannya : λ(t) = Mean Time To Failure (MTTF) : MTTF = r
21
Nilai r( 1+
diperoleh dari r(x) tabel fungsi gamma.
Mean Time To Repaire (MTTR) : MTTR = r 2.7.2
Distribusi eksponensial Menurut (Wahyudi,2012) Distribusi probabilitas eksponensial merupakan
pengujian digunakan untuk melakukan perkiraan atau prediksi dengan hanya membutuhkan perkiraan rata-rata populasi, karena dalam distribusi eksponensial memiliki standar deviasi sama dengan rata-rata. Distribusi ini termasuk ke dalam distribusi kontinyu. Ciri dari distribusi ini adalah kurvanya mempunyai ekor di sebelah kanan dan nilai x dimulai dari 0 sampai tak hingga. Gambar kurva distribusi eksponensial
berbeda-beda tergantung dari nilai x dan λ
Gambar 2.3 kurva distribusi eksponensial sumber : (Gustri Vero Wahyudi,Sahmanbanta Sinulingga,Fachrosi Firdaus ;2012) Distribusi eksponensial digunakan untuk memodelkan laju kerusakan yang konstan untuk sistem yang beroperasi secara kontinou. Dalamdistribusi eksponensial. Beberapa persamaan yang digunakan antara lain : Fungsi Probabilitasnya : = Dimana : t = Waktu t ≥ 0 λ = Keccepatan rata –rata terjadinya kerusakan λ>0 Fungsi keandalan : R(t)= Laju kerusakan :
22
λ(t) = λ 2.7.3
Distribusi Normal Distribusi Normal adalah suatu distribusi empirik atau teoritis, yang
meskipun sudah banyak
digunakan
dalam bidang
statistik
tetapi
masih
merupakan suatu misteri pada banyak orang. Distribusi Normal disebut juga distribusi Gauss ( Carl Friedrich Gauss, seorang ahli matematik yang banyak memberikan andil pada pengembangannya pada permulaan abad 19). Kata 'normal' disini tidak diartikan sebagai kata-kata dalam bahasa inggris 'normal' yang berarti 'ordinary atau common' dan kedokteran
sebagai
tidak juga seperti terminologi
'tidak sakit', namun merupakan suatu model matematik
yang menggambarkan penyebaran probabilitas dari pengamatan yang tidak terbatas dan diukur terus menerus. Ciri-ciri penting suatu distribusi normal : 1. Berbentuk lonceng berarti simetris di kanan dan kiri dari 'mean' 2. 'Mean' =
'median' = 'mode', nilai dari ketiga ukuran sentral ini terletak
pada titik yang sama
pada sumbu X dan hanya mempunyai satu 'mode'
(unimodal). 3. Jumlah seluruh daerah diatas sumbu X dan dibawah kurva setara dengan satu atau seratus persen. Karena kurva Normal simetris, berbentuk lonceng dan unimodal maka daerah di di kanan dan di kiri garis tegak lurus diatas mean masing-masing besarnya 0,5 atau 50%. 4. Kurva ditetapkan oleh dua parameter yaitu 'mean' yang merupakan pusat atau konsentrasi distribusi dan standar deviasi yang menentukan penyebaran distribusi di sekitar 'mean'. 5. Ujung-ujung kurva meruncing dikanan dan kiri tetapi tidak pernah mennyentuh garis X (asymptotic), dan jarak keujungujungnya dari 'mean' menujukkan tingkat frekuensi pengukuran. 6. Bila garis tegak lurus dibuat pada jarak satu standar deviasi di kanan dan di kiri 'mean' akan mencakup daerah seluas kira-kira 68% di dalamnya (antara garis tersebut, kurva dan sumbu bila dua standard deviasi 95%, bila tiga standar deviasi 99,7% dan area di luar tiga standar deviasi hampir selalu diabaikan.
23
Gambar 2.4 kurva distribusi normal Sumbu X (horizontal) memiliki range (rentang) dari minus takhingga (‒∞) hingga positif takhingga (+∞). Kurva normal memiliki puncak pada X = 0. Perlu diketahui bahwa luas kurva normal adalah satu (sebagaimana konsep probabilitas). Dengan demikian, luas kurva normal pada sisi kiri = 0,5; demikian pula luas kurva normal pada sisi kanan = 0,5. Distribusi normal dapat dinyatakan dengan rumus : Fungsi Probabilitasnnya : F ( t )=
dt
R( t )=
dt
Untuk Fungsi Keandalannnya :
Laju kerusakannya : λ(t)= Dimana : µ = rata-rata σ = simpang baku π = 3,1416 (bilangan konstan) e = 2,7183 (bilangan konstan) X = absis dengan batas -∞ < X < π
24
Bila nilai µ dan σ tetap maka setiap nilai x akan menghasilkan nlai y sehingga bila nilai x dimasukkan dalam perhitungan berkali-kali dengan jumlah tak terhingga maka akan dihasilkan suatu kurva distribusi normal. Terdapat banyak kurva normal dengan bentuk yang berlainan, tergantung dari besar dan kecilnya σ. 2.8
Distribusi lognormal Distribusi ini berguna untuk menggambarkan distribusi kerusakan untuk
kondisi yang bervariasi. Disini time (t) failure (t) dari suatu komponen diasumsikan memiliki distribusi lognormal bila y=In(t), mengikuti distribusi normal dengan rata – rata
dan variansinya adalah s.
Fungsi padat peluang (pdf) dari distribusi lognormal adalah : exp Fungsi keandalan distribusi lognormal : R(t)=1-
Laju keruskannya adalah λ(t)MTTF distribusi Lognormal adalah : MTTF = tmed. tmed = s= MTTR distribusi lognormal : MTTR = tmed. tmed = s=
25
2.7 Model matematis sistem perawatan Mode age replacement adalah model perawatan dengan menetapkan nilai interval waktu perawatan pencegahan berdasarkan selang waktu termakan yang digunakan dengan kriteria minimalis downtime ,asumsi – asumsi yang digunakan dalam fokus pengembangan permasalahan tersebut adalah : a.
Laju kerusakan sesuai dengan peningkatan pemakaian
b.
Peralatan setelah dilakukan perbaikan kembali pada kondisi semula
c.
Tidak ada masalah dalam ketersediaan komponen
Model Age Replacement terdapat dua siklus operasi yaitu : 1.
Siklus I adalah siklus pencegahan yang diakhiri dengan kegiatan pencegahan dengan penggantian komponen yang telah mencapai umur pengantian sesuai dengan yang direncanakan .
2.
Siklus II adalah siklus kerusakan yang diakhiri dengan kegiatan penggantian kerusakan sebelum mencapai waktu yang ditetapkan .
M (tp) = D (tp) = 2.9 Kebijakan penggantian komponen Penggantian komponen dan perawatan sebagai masalah deterministik dan masalah probabilistik. Dimana permasalahan deterministik terjadi jika waktu dan hasil tindakan penggantian komponen diasumsikan telah diketahui secara pasti, sedangkan permasalahan probabilistik terjadi jika waktu dan hasil tindakan penggantian komponen tergantung pada suatu kemungkinan, berikut langkah – langkah penggantian komponen sebelum komponen mencapai kondisi rusak : a.
Ongkos dari penggantian komponen akibat kerusakan harus kebih besar dari pada ongkos total penggantian komponen untuk melakukan pencegahan atau dengan kriteria lain biaya keruskan harus lebih besar dari pada biaya breakdown apabila dilakukan penggantian pencegahan.
b.
Laju kerusakan dari peralatan harus meningkat seiring bertambahnya waktu karena penggantian sebelum rusak. Pola kerusakan ini tidak berlaku jika distribusi
kerusakan
berdistribusi
eksponensial
negatif
dan
hiper
eksponensial karena laju kerusakan konstan dan menurun terhadap waktu, 26
dengan kesimpulan laju keruskan bertambah sesuai dengan peningkatan komponen yang terjadi pada mesin dan peralatan. 2.10 Penelitian terdahulu Penelitian terdahulu yang telah memberikan usulan perbaikan terhadap usulan perencanaan perawtan mesin dengan metode Reliability Centered Maintenance (RCM) dengan berdasarkan sering terjadinya breakdown yang tinggi. Berikut penilitian terdahulu dibahan ini : Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu No Tahun
1
2
2012
2013
Nama
Metode
Hasil
Hendro asisco, Kifayah amar, Yandra rahadian perdana
Reability Centered Maintenance (RCM)
Pengolahan kelapa sawit yang sering mengalami downtime yang tinggi maka dilakukan usulan perawatan mesin dengan RCM untuk mengurangi downtime.
Reliability centered Maintenance (RCM)
Metode Reliability Centered Maintenance II ini digunakan untuk menentukan kegiatan interval perawatan berdasarkan pada RCM II Decision Worksheet sesuai dengan fungsi dan sistem kerja pada mesin-mesin area produksi kemasan botol medium dan FMEA digunakan untuk mengidentidikasi penyebab kegagalan dan efek yang ditimbulkan dari kegagalan tersebut.
M.sayuti, muhammad dan muhammad siddiq rifa’i
27
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu (lanjutan)
3
2015
Joko utomo
Reability Centered Maintenance (RCM)
28
Usulan perencanaan perawatan mesin dengan metode RCM guna mengurangi downtime dan menghemat biaya perawatan karena sebelumnya hanya dilakukan mode perawatan secara corective maintenance pada PT.ABC
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai metode penelitian mulai pengumpulan data dari identifikasi masalah, perumusan masalah, pengumpulan data, pembahasan serta penarikan kesimpulan. 3.1 Tempat dan waktu penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di PT.ABC Jln. Raya trosobo kecamatan krian kabupaten sidoarjo,yang akan dilaksanakan selama 6 bulan dari bulan Oktober 2015 sampai Maret 2016. 3.2 Identifikasi masalah Pada tahap ini dicari sumber pustaka yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan meliputi : 1.
Data time schedule maintenance.
2.
Buku.
3.
Jurnal.
4.
Literatur pendukung dan sebagainya.
3.3 Teknik pengumpulan Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini meliputi : 1.
Interview (wawancara) Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mewawancarai manajer dan
technical suport divisi maintenance PT. ABC Jln. Raya trososbo kecamatan krian kabupaten sidoarjo. 2.
Obeservasi (Pengamatan) Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara melakukan pencatatan
dan pengamatan secara langsung kepada obyek yang akan diteliti. 3.
Dokumentasi Yaitu teknik pengambilan data, gambar, atau isi dari buku atau jurnal
sebagai bahan referensi. 4.
Data
Data pendukung yang diperlukan dalam penelitian ini meliputi :
29
1.
Data mesin dan komponen – komponennya
2.
Data downtime
3.
Data waktu atar kerusakan dan waktu antar perbaikan
4.
Data penyebab kerusakan berserta efek yang ditimbulkan akibat terjadinya kerusakan.
3.4 Metode pengolahan data Pengolahan data dilakukan bertujuan untuk melakukan penyelesaian dan pembahasan dari masalah yang sedang dianalisa. Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data meliputi : 1.
Penentuan komponen kritis Penentuan komponen yang ada pada mesin, penentuan komponen kritis ini
berdasarkan pada data downtime dengan pemilihan frekwensi terbesar pada komponen. Pemilihan komponen kritis ini menggunakan analisa RPN dan diagram paretto agar lebih mudah dalam menentukan frekuensi komponen yang terbesar dari komponen-komponen lainnya. 2.
Penyusunan tabel Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Dilakukan berdasarkan data fungsi komponen dan laporan perawatan yang
kemudian dapat ditentukan berbagai penyebab kegagalan yang mengakibatkan kegagalan fungsi serta efek atau dampak yang ditimbulkan dari kegagalan fungsi . 3.
MTTF (Mean time to Failure) Keandalan suatu sistem seringkali dinyatakan dalam bentuk angka yang
menyatakan ekspetasi masa pakai sistem atau alat – alat tersebut, yang dinotasikan dengan E[T] dan sering disebut rata – rata waktu kerusakan atau Mean to failure (MTTF). MTTF hanya digunakan pada komponen – komponen yang sering mengalami kerusakan dan harus diganti dengan komponen atau alat yang masih baru atau baik. Rata – rata waktu kerusakan dapat dirumuskan sebagai berikut (Ansori nachnul,2013) :
E[T]= =Karena R(
adalah 0 sehingga diperoleh :
30
E[T] = 4.
MTBF (Mean Time Between Failure) Menurut nachnul ansori MTBF adalah suatu ukuran seberapa keandalan
(reliabel) suatu produk atau komponen. Karena kebanyakan komponen mempunyai tingkat kegagalan dalam ribuan atau bahkan sepuluh ribu jam antar kegagalan. MTBF dapat dirumuskan sebagai berikut : MTBF = MTTF + MTTR ( Nachrul anshori, 2013) 5.
Penentuan keandalan komponen Keandalan (reliability) didefinisikan sebagai probabilitas bahwa suatu
komponen atau sistem akan melakukan fungsi yang diinginkan sepanjang suatuperiode
waktu
tertentu
bilamana
digunakan
pada
kondisi-kondisi
pengoperasian yang telah ditentukan.Atau dalam perkataan yang lebih singkat, keandalan merupakan probabilitas dari ketidak-gagalan terhadap waktu. Dalam penelitian ini perhitungan keandalan mesin menggunakan perhitungan distribusi. 3.5 Keragka penelitian Flowchart alur kegiatan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 : Mulai
Identifikasi masalah
Studi Pustaka
Studi lapangan Perumusan masalah
Pengumpulan Data
Perhitungan total down time sebelum preventive maintenance
Penentuan nilai RPN
A 31
A Penentuan distribusi waktu antar kerusakan
Menghitung MTTF dan MTTR
Menentukan penjadwalan secara preventive
Kesimpulan dan saran
Selesai Gambar 3.1
32
BAB 4 PENGOLAHAN DATA
Bab ini akan menjelaskan tentang data – data yang dibutukan untuk melakukan pembahasan termasuk juga hasil pengolahan data yang sudah dilakukan . 4.1 Proses pengolahan biji plastik Pembahasan tentang proses pengolahan biji plastik bertujuan untuk mengenal mesin –mesin apa sajakan yang dipergunakan dalam proses pengolahan biji plastik berikut adalah tahapan pengolahan biji plastik .
cruser
cleaner
blower
extruder
chiller
1. Cruser (mesin pencacah) Mesin cruser digunakan untuk proses penggilingan plastik menjadi bentuk cacahan plastik yang ukurannya lebih kecil, hal ini dilakukan untuk memudahkan proses pengolahan menjadi biji plastik. 2. Cleaner (mesin pencuci) Mesin cleaner digunakan untuk mencuci plastik untuk menghilangkan tanah dan kotoran juga zat – zat yang dapat mengganggu proses pengolahan . 3. Blower (mesin pengering) Mesin blower digunakan untuk mengeringkan plastik yang selesai dicuci, hal ini dilakukan agar cacahan plastik tersebut kering
dan tidak ada sisa air yang
menempel , karena sisa air tersebut dapat merusak zat kimia yang dapat dalam plastik dan mengganggu proses pembentukan biji plastik.
33
cutting
4. Mesin extruder. Mesin dengan sistem pemanas dengan suhu sekitar 230 derajat celcius untuk melelhkan plastik antar cacahan agar bisa menyatu dengan proses waktu kurang lebih dari 2 jam . dan keluar dengan bentuk benang dengan diameter sekitar 4 mm. 5. Chiller (mesin pendingin) Proses pendinginan plastik pasca pembentukan benang plastik dari mesin extruder dengan cara spraying atau menyemprotkan uap air dingin terhadap biji plastik . 6. Cutting (mesin pemotong) Proses pemotongan benang plastik oleh mesin pemotong, bahan plastik tersebut dicacah dengan ukuran panjang sekitar 0,5 cm dan diamater 4mm hingga menjadi biji plastik dengan ukuran yang ditetapkan. 4.2 Penentuan sistem Data kerusakan mesin diambil untuk menentukan penentuan mesin mana yang akan di analisis yaitu mesin dengan downtime yang tertinggi ,berikut hasil total downtime mesin selama periode Oktober 2015 sampai dengan Maret 2016 ,
Gambar 4.1. Histogram Frekuensi kerusakan Berdasarkan histogram yang ditujukan pada gambar 1dilihat bahwa jumlah downtime yang tertinggi pada beberapa mesin yang ada pada PT . ABC sistem
34
yang diangkat adalah sistem mesin crusher dengan total downtime tertinggi pada periode bulan oktober 2015 – maret 2016 ,Berdasrkan hal ini ,maka mesin crusher dipilih menjadi objek penelitian karena memiliki Downtime paling tinggi. 4.2.1 Mesin chruser Pemakaian mesin chruser telah banyak dilakukan untuk proses pencacahan pendahuluan terhadap limbah padat, hasil pemotongan didapatkan hasil cacahan dalam bentuk serpihan kecil – kecil, khususnya mesin crusher pada PT. ABC adalah sangat berpengaruh terhadap proses jalannya produksi biji plastik di perusahaan ini yang apabila mesin crusher mengalami kerusakan maka proses produksi pembuatan biji plastik di perusahaan ini juga akan terhenti. Mesin crusher di PT .ABC memiliki kapasitas produksi yaitu 180 kg perjam sehingga jika mesin chruser ini selama 6 bulan penelitian yang dilakukan adalah mengalami downtime selama 30 jam, perusahaan berpotensi kehilangan produksi biji plastik sebnyak 5400 kg biji plastik . oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengurangi downtime mesin chruser dengan usulan perawatan prefentive yang terjadwal yang selama ini belum ada di PT.ABC ini , perawatan mesin diperusahaan ini hanya dilakukan perawatan mesin secara ringan seperti pelumasan ataupun pembersihan yang dilakukan pada saat pergantian shift kerja hanya pada komponen – komponen tertentu saja. 4.3 Definisi batasan sistem Tabel 4.1 menjelaskan kegagalan fungsi sistem dan subsistem pada sistem mesin pencacah sebagai batasan masing masing sistem, pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui fungsi sistem dan sub sistem sebagai dasar penelitan . Tabel 4.1 batasan sistem dan sub sistem mesin crusher SISTEM
KOMPONEN
FUNGSI
Motor penggerak
stator
merubah energi listrik menjadi medan magnet meneruskan medan magnet menjadi energi gerak atau putaran
rotor poros utama
pulley v-belt roda gila Gear As bearing
housing v-belt memindah putaran motor ke pully penggerak menambah tenaga sebagai akibat sebagai adanya moment inersia penghubung antara poros utama dengan poros pencacah batang penggerak penahan as,memperlancar putaran
35
Tabel 4.1 batasan sistem dan sub sistem mesin crusher (lanjutan) poros pencacah 1 dan 2
hopper corong keluar
pisau As Gear bearing corong masuk corong keluar
untuk mencacah batang penggerak pisau menerima putaran dari poros utama penahan as,memperlancar putaran tempat masuk bahan tempat keluar bahan
Jumlah sistem yang mendukung suatu fasilitas sangat bervariasi tergantung pada kompleksitas sistem itu sendiri. Dalam proses analisis RCM, definisi batasan sistem sangat penting karenan dapat membedakan sistem secara jelas antara sistem yang satu dengan yang lain dan dapat membuat daftar komponen yang mendukung sistem tersebut. Hal ini dapat menghindari terjadinya tumpang tindih. 4.4 Penjelasan sistem dan functional block diagaram Suatu sistem dapat dideskripsikan melalui sub sistemnya, fungsi dari mesin crusher adalah mencacah plastik daur ulang menjadi serpihan – serpihan kecil yang setelah itu diproses atau dileburkan menjadi biji – biji plastik. Gambar 4.2 dibawah ini menunjukan fucntional block diagram. Arus listrik
V-belt
Pully
Motor
Pully
motor
shaft
Roda gila
Roda gigi Poros utama
input Corong masuk
output
Corong keluar
Pisau pencacah 1 &2
Roda gigi pencacah 1 &2
Gambar 4.2. Functional Block Diagram Sistem mesin crusher atau mesin pencacah plastik di PT.XZ ini bekerja dengan proses pencacahan dengan silinder potong tipe reel. Mein pencacah ini kontruksi rangkanya berukuran 120 cm x 50 cm x 70 cm. Mesin digerakkan oleh 36
motor listrik dengan daya 10 HP dan putaran 1500 rpm. Prinsip kerja mesin pencacah adalah bahan plastik dengan ukuran besar masuk ke proses pencacahan , bahan dirobek, ditarik, diremukkan dan dihancurkan oleh dua buah silinder tersusun pisau crusher berputar berlawanan arah hasil cacahan keluar dari lobang saringan dengan ukuran seragam. Standart lobang saringan dengan ukuran 0,5 – 15 (cm). 4.5 Fungsi sistem dan kegagalan fungsi Fungsi sistem dan kegagalan fungsional ditentukan berdasarkan informasi mengenai jenis kegagalan atau kerusakan yang terjadi pada sistem yang diamati. Pada tahap ini penting dilakukan untuk selanjutnya dapat dianalisis dengan FMEA ,Fungsi sistem dan kegagalan fungsi dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Fungsi sitem dan kegagalan sistem SISTEM
KOMPO NEN
FUNGSI
stator
merubah energi listrik menjadi medan magnet
rotor
meneruskan medan magnet menjadi energi gerak atau putaran
Motor penggerak
V-belt pulley roda gila poros utama
poros pencacah 1 dan 2
housing v-belt
memindah putaran motor ke pully penggerak menambah tenaga sebagai akibat sebagai adanya moment inersia
kegagaln fungsional stator panas suara mendengung vibrasi kasar percikan api putaran berkurang putus putaran berkurang aus
gear
penghubung antara poros utama dengan poros pencacah
vibrasi kasar putaran berkurang
As
batang penggerak
vibrasi kasar
Bearing
penahan as,memperlancar putaran
Macet vibrasi kasar hasil cacahn buruk Macet
Pisau
untuk mencacah
As
batang penggerak pisau
vibrasi kasar kerusakan pada gear
Gear
menerima putaran dari poros utama
pergeseran gear umur pakai berkurang
bearing
penahan as,memperlancar putaran
37
vibrasi kasar putaran berkurang
Pada tabel 4.2 menunjukan dimana fungsi sistem dan kegagalan fungsi mesin crusher terdapat 12 fungsi dengan 21 kegagalan fungsional yang dapat terjadi 4.6 Failure Mode and Effect Analysis ( FMEA ) Tahap FMEA menggunakan matrik hubungan untuk mengetahui keterkaitan antara komponen dengan kegagalan fungsi pada sistem kerja mesin crusher yang mungkin terjadi. Pada kenyataannya suatu komponen dapat memiliki lebih dari satu kegagalan fungsional yang berpengaruh terhadap kinerja subsistem maupun sistem secara keseluruhan . Dari analisa FMEA perhitungan RPN ( Risk proirity number ) didapatkan komponen motor penggerak yang memiliki nilai RPN ( Risk priority number ) terbesar yang selanjutnya digolongkan menjadi komponen paling kritis pada mesin chruser. Perhitungan rpn didapatkan dari rumus : SxOxD S = severity O = Occurent D = Detection Hasil dari perhitungan RPN dapat dilihat pada tabel 4.3 Total RPN komponen mesin crusher Tabel 4.3 Total RPN komponen mesin crusher Komponen Motor V-belt Pulley As porors utama Bearing poros utama Gear utama As porors pencacah Gear pencacah Bearing pencacah Pisau
Total RPN 616 130 16 76 168 60 40 80 260 295
Dari hasil perhitungan nilai RPN yang disajikan pada tabel 4.3 didapatkan komponen kritis adalah motor penggerak dengan nilai RPN tertinggi yaitu 616 ,Selanjutnya dari hasil analisa ini diketahui bahwa terdapat 28 mode kegagalan dari 21 kegagalan fungsional yang mungkin terjadi di mesin crusher .
38
seluruh mode kegagalan akan dianalisa mengenai mode kegagalan yang terjadi, penyebab kegagalan, akibat dari mode kegagalan yang terjadi dan juga keputusan untuk melanjutkan analisis pada tahap Logic tree analysis (LTA) atau tidak. 4.7 Logic tree analysis (LTA) Logic tree analysis (LTA0 digunakan untuk mengetahuia konsekuaensi yang timbul oleh masing – masing failure mode. Tujuan LTA adalah untuk mengklasifikasi failure mode ke dalam kategori sehingga nantinya dapat ditentukan tingkat prioritas dalam penanganan masing – masing failure mode. Data hasil LTA dapat dilihat pada tabel 4.4 4.4 Hasil Logic Tree Analysis Kategori A B C A/B D/A D/B D/C
Failure mode Jumlah % 0 0 19 70% 2 8% 0 0 0 0 6 22% 0 0
Setelah dilakukan proses analisis menggunakan diagram hubungan LTA didapatkan 19 mode kegagalan tergolong dalam kategori B ,2 mode kegagalan yang tergolong dalam kategori C, dan 6 mode kegagalan yang tergolong dalam kategori D/B.Penggolongan mode kegagalan tersebut berdasarkan hasil analisis menggunakan diagram hubungan logic tree analysis. 4.8 Task selection Pemilihan tindakan merupakan tahap terakhir dari proses analisa RCM. Dari tiap mode kerusakan dibuat daftar tindakan yang mungkin untuk dilakukan dan selanjutnya memilih tindakan yang paling efektif, dengan melihat hasil dari Logic tree analysis dan diagram alir pemilihan tindakan Berikut merupakan diagram alir pemilihan tindakan.
39
Apakah hub kerusakan dg age reliability diketahui ? ya Tidak
Apakah tindakan TD bisa dilakukan ? ya Tidak
Tentukan tindakan CD
Apakah tindakan CD dapat digunakan ? ya
Tidak Apakah termasuk mode kerusakan D ?
ya Tidak
Apakah FF dapat digunakan ? ya Tentukan tindakan FF ? digunakan ? Apakah yang dipilih efektif ?
Apakah termasuk mode kerusakan C atau C/D
ya
Tidak
Dapatkah modifikasi menghilangkan kerusakan ? Tidak Tentukan tindakan TD / CD
Terima resiko kerusakan
ya Lakukan modifikasi
Gambar 4.3 Diagram Alir Pemilihan tindakan Kebijakan perawatan dapat dilihat pada tabel 6, yang selanjutnya digunakan untuk tindakan preventive maintenance pada mesin crusher. Komponen yang dipilih pada penelitian ini adalah komponen yang mempunyai nilai risk priority number (RPN) yang tertinggi dan dengan pertimbangan hasil analisa dengan tabel hubungan logic tree analysis (LTA) dan diagram alir pemilihan tindakan . Kebijakan perawatan yang baru pada mesin crusher pada komponen motor yang dihasilkan berdasarkan pertimbangan dari diagram alir task selection didapatkan kebijakan perawatan yaitu memiliki 1 kebijakan perawatan, yaitu dengan kebijakan Corective maintenance (CM), pemilihan corective maintenance
40
( CM ) secara preventive dikarenakan kegagalan fungsi motor termasuk pada hiden failure . 4.9 Penentuan interval perawatan Penentuan interval perawatan bertujuan untuk membuat suatu susunan perawatan terjadwal sebelum komponen tersebut mengalami kerusakan penuh, hal ini bertujuan untuk menentukan penjadwalan perawatan atau pergantian komponen. 4.9.1 Penentuan distribusi Sebelum membuat jadwal perawatan, terlebih dahulu harus diketahui distribusi waktu antar kerusakan komponen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan software minitab 15 dengan indikator nilai AD yang paling terendah, dengan pengujian ini dapat diketahui kecenderungan data kerusakan mengikuti pola distribusi tertentu. Tabel 4.5 menunjukan hasil dari pengujian pola distribusi waktu antar kerusakan . Tabel 4.5 Hasil uji pola distribusi Komponen Motor
Pola distribusi Normal log normal eksponensial weibull
AD 0,307 0,219 0,258 0,186
Penentuan distribusi dilakukan dengan mempertimbangkan pola interval waktu kerusakan yang terjadi pada komponen motor, berdasarkan hasil uji distribusi dengan mrenggunakan software minitab 15 adalah berdistribusi weibull dengan parameter Shape ( ) = 1,35928 dan parameter scale (
= 406,15117
4.9.2 Perhitungan Mean Time To Failure (MTTF) dan Mean Time To Repaire (MTTR) komponen motor. Perhitungan MTTF dan MTTR dilakukan terhadap komponen kristis pada mesin crusher, Berdasarkan pengujian data yang dilakuakan menggunakan software mnitab 15 perhtungan MTTF menggunakan distribusi weibull dan perhtungan MTTR menggunakan dstribusi lognormal . Diketahui :
41
406,1512 0,91467 tmed = 0,939534729 1,206880759 Jawab : MTTF = r = = 406,1512 x 0,91467 = 371,4943 MTTR
= tmed. = 0,939534729 x 1,206880759 = 1,13
Dari perhitungan diatas didapatakan hasil yaitu MTTF = 371,4943 dan MTTR = 1,13 4.9.3 Perhitungan laju kerusakan komponen motor Perhitungan laju kerusakan motor digunakan untuk dasar perhitungan probabilitas kerusakan komponen motor jika t = 371 ( laju kerusakan pada saat t 228 jam ) Diketahui : 1,35928 406,1512 t = 371 Jawab : λ(t)
= = = 0,003346734 x 0,968 = 0,0032
42
Didapatkan laju kerusakan pada t = 371 jam adalah 0,0032 4.9.4 Perhitungan Reliability komponen motor Perhitungan keandalan dilakukan untuk mengetahui probabilitas kinerja dari sistem/alat untuk memenuhi fungsi yang diharapkan berikut perhitungan keandalan komponen motor pada waktu (t) = 371 jam, Diketahui : e = 2,71 t = 371 = 406,1512 1,35928 Jawab : R(t)
= e= 2,71= 0,4142
Diketahi Reliability komponen motor pada t = 371 jam adalah 0,4142 yang artinya keandalan dari komponen penggerak jika beroperasi pada 371 jam adalah sebesar 41% , selanjunya hasil dari perhitungan ini akan menjadi dasar dari perhitungan probabilitas kerusakan komponen motor . 4.9.5 Perhitungan probabilitas kerusakan komponen motor Perhitungan probabilitas kerusakan untuk mengetahui probability kerusakan sebelum waktu tertentu ,berikut perhitungan probabilitas kerusakan pada komponen motor pada waktu (t) = 371 jam Diketahui : R(t)
= 0,4142
Jawab = f(t) = 1 – R ( t ) = 1 - 0,4142 = 0,5858
43
Hasl perhitungan probabilitas kerusakan pada komponen motor pada waktu/ t = 371 jam adalah 0,5858 atau sebesar 59% 4.10 Perhitungan model age replacement Model age replacement adalah model perawatan dengan menetapkan nilai interval waktu perawatan pencegahan berdasarkan selang waktu termakan yang digunakan untuk tindakan penggantian dengan kreteria minimasi ,Perhitungan interval waktu penggantian atau pencegahan pada komponen motor dengan kriteria meminimasi downtime dapat dilihat pada tabel 4.6 : Tabel 4.6. Hitungan total waktu pencegahan (tp) dan perbaikan (tf) NO
URAIAN
PENCEGAHAN
PERBAIKAN 0,15
1
Menemukan kerusakan
2
Membongkar komponen
3
Memeriksa komponen yg rusak
0,15
4
Menunggu komponen dr gudang
0,15
5
Memasang komponen pengganti
0,2
0,20
6
Memasang mesin kembali
0,25
0,25
0,68
1,13
0,23
Total waktu (jam)
0,23
Dari tabel 4.6 perhitungan tabel diatas diperoleh bahwa total failure/tf = MTTR = 1,13 jam dan Total preventive/tp = 0,68 jam Perhitungan interval waktu pencegahan pada komponen motor dapat dilihat pada tabel 8 dengan total minimasi downtime terendah (Dtp) sebagai acuhan perawatan pada komponen motor, berikut pehitungan minimasi downtime pada komponen motor dapat dirumuskan sebagai berikut , D (tp) =
Perhitungan interval waktu pencegahan dapat dilihat pada tabel 4.7 dari komponen mulai beroperasi sampai dengan waktu (t) = 371 jam.Perhitungan waktu sampai dengan waktu t bertujuan untuk menemukan downtime terendah sebagai acuhan penentuan penjadwalan.
44
Tabel 4.7 perhitungan interval waktu pencegahandan penggantian Tp
R(Tp)
M(Tp)
tp
tf
Dtp
50
0,9438
6610,2187
0,78
1,13
0,00190632
75
0,9045
3889,9926
0,78
1,13
0,00184808
100
0,8621
2693,9397
0,78
1,13
0,00180634
185
0,7101
1281,4567
0,78
1,13
0,00174983
190
0,7012
1243,2875
0,78
1,13
0,00174954
195
0,6923
1207,3263
0,78
1,13
0,00174956
196
0,6905
1200,3047
0,78
1,13
0,00174963
197
0,6888
1193,7477
0,78
1,13
0,00174958
198
0,687
1186,8827
0,78
1,13
0,00174967
199
0,6852
1180,0962
0,78
1,13
0,00174978
200
0,6834
1173,3869
0,78
1,13
0,00174989
201
0,6817
1167,12
0,78
1,13
0,00174989
202
0,6799
1160,557
0,78
1,13
0,00175003
203
0,6781
1154,0674
0,78
1,13
0,00175018
204
0,6764
1148,0046
0,78
1,13
0,00175021
205
0,6746
1141,6542
0,78
1,13
0,00175039
372
0,4128
632,65376
0,78
1,13
0,00187346
Perhitungan pada tabel 4.7 dengan t = 197 didapat dari perhitungan manual sebagai berikut : Rtp
= e-
= 2,71 = 0,6888 Mtp
= = = 1193,7477
D (tp) =
45
D(197)= = 0,00174958 Diperoleh hasil dari perhitungan bahwa total downtime terendah (Dtp) diperoleh pada saat komponen motor beroperasi pada waktu 197 jam dengan keandalan komponen mencapai 69% . 4.11 Estimasi biaya perawatan pada komponen motor Perhitungan biaya pada komponen motor dilakukan sebagai perbandingan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan secara preventive terhadap komponen motor, sehingga apakah perubahan penjadwalan perawatan yang dilakukan dikatakan efektif atau belum efektif , berikut estimasi biaya perawatan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan secara preventive dapat dilihat pada tabel 4.9 dan 4.10 , Diketahui : Tp = 0,78 jam Tf = 1,13 jam Tabel 4.8 estimasi biaya perbaikan NO URAIAN 1 Biaya Tenaga Kerja a. Gaji/bln b. Jumlah Tenaga Kerja c. Jam kerja per bulan d. Biaya Tenaga kerja per jam 2 Biaya penggantian spare part Biaya kehilangan kesempatan 3 untung karena tidak bisa produksi a. Jumlah produksi per jam b.Asumsi harga produk per kilo c.Asumsi keuntungan 10% dari harga produk Biaya kehilangan kesempatan untung karena tidak bisa produksi total biaya perbaikan (Tf) = 1,13
ESTIMASI
TOTAL
Rp 3.300.000 2 173 Rp 38.150 Rp 575.000
150 Rp 6.500 Rp 650
Rp135.000 Rp 770.660
46
Dengan waktu rata – rata perbaikan yang sudah diketahui dari perhitungan MTTR yaitu 1,13 jam didapatkan total biaya perbaikan yaitu Rp 770.660/ jam. Perawatan secara preventive atau terjadwal salau satunya adalah untuk meningkatkan efisiensi dari segi biaya pemeliharaan , berikut adalah estimasi biaya pencegahan setelah adanya perubahan maintenance dari Corective maintenance yang belum terjadwal menjadi perawatan berupa Cotective maintenance secara terjadwal, estimasi biaya pencegahan komponen motor pada mesin crusher dapat dilihat pada tabel 4.9 . Tabel 4.9 estimasi biaya pencegahan NO URAIAN 1 Biaya Tenaga Kerja a. Gaji/bln b. Jumlah Tenaga Kerja c. Jam kerja per bulan d. Biaya Tenaga kerja per jam 2 Biaya penggantian spare part Biaya kehilangan kesempatan 3 untung karena tidak bisa produksi a. Jumlah produksi per jam b.Asumsi harga produk per kilo c.Asumsi keuntungan 10% dari harga produk Biaya kehilangan kesempatan untung karena tidak bisa produksi
ESTIMASI
TOTAL
Rp 3.300.000 2 173 Rp 38.150 Rp 575.000
180 Rp 7.500 Rp 750
Rp135.000
total biaya pencegahan (Tp) = 0,68
Rp 692.742
Dengan waktu rata – rata pencegahan yang sudah diketahui MTTR yaitu 0,68 jam didapatkan total biaya perbaikan yaitu Rp 692.742/ jam. Selisih biaya sebelum dan sesudah adanya perawatan pencegahan atau preventive adalah Rp 77.918 perjam, jadi perubahan perawatan yang dilakukan pada komponen motor berhasil mengefisiensi total biaya perbaikan sebanyak 10% .
47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menjelaskan beberapa kesimpulan yang bisa diambil setelah melakukan pengolahan data. Disamping beberapa kesimpulan, bab ini juga akan memberikan beberapa saran yang ditujukan ke perusahaan dan juga saran untuk peneliti selanjutnya . 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengolahan data dapat dihasilkan beberapa kesimpulan yaitu : 1. Dari hasil identifikasi berdasarkan pendekatan Reliability Centered Maintenance dengan cara penyusunan Failure Mode and Effect Analysis pada mesin crusher di PT.ABC, komponen yang memiliki Risk Priority Number (RPN) terbesar yaitu komponen motor penggerak sehingga komponen motor penggerak sangat perlu dianalisa untuk perubahan perawatan secara preventive atau terjadwal . 2. Dari hasil Logic Tree Analysis dan pemilihan tindakan perawatan ,bentuk kegiatan perawatan preventive terhadap terhadap komponen motor adalah secara corective maintenance (CM) dengan interval perawatan 197 jam atau 25 hari . 5.2 Saran Saran yang dapat saya berikan untuk penelitian ini adalah : 1. Disarankan untuk perusahaan untuk mencari malternatif – alternatif bentuk perawatan pencegahan pada masing – masing komponen pada setiap mesin sehingga diperoleh bentuk perawatan yang paling optimum . 2. Disarankan bagi penelitian berikutnya supaya menganalisa komponen – komponen yang lain untuk memenuhi perawatan paling optimum bagi tiap – tiap komponen .
48
DAFTAR PUSTAKA Ansori nachnul dan tim 2013.Sistem Perawatan terpadu. Buku Teknik Edisi.pertama .Yogyakarta. Asisco
hendro, kifayah amar,Yandra Rahardian Perdana.2012.Usulan perencanaan perawatan Mesin Dengan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) PT. Perkebunan Nusantara VII Uunit Usaha Sugai Niru Kab.Muara Enim. Jurnal teknik Vol.VII, No.02. Yogyakarta,
Aufar azka nur.2014. Usulan kebijakan perawatan area produksi trim chassis dengan menggunakan metode RCM. Jurnal teknik Vol.02, No.04. Bandung. Firdaus Rachnat, Tedjo sukmono, Ali akbar. 2010. Perbaikan Proses Produksi Muffler dengan Metode FMEA pada Industri Kecil Di Sidoarjo. Jurnal Teknik Industri vol.5. Sidoarjo. Isma Putra Boy.2010. Evaluasi Manajemen Perawatan Dengan Metode Reliability Maintenance II Pada Mesin Danner 1.3 di PT “x”. Jurnal Teknik Industri vol.5. Sidoarjo. Kinley Aritonang Y.M, Aari setiawan,cecilia iskandar.2015. “Penerapan Metode Reliability Centered Maintenance (RCM) Untuk Menentukan Strategi Perawatan Fasilitas Produksi Kain”, PT. IS . Pranoto Hadi. 2015.Reability Centered Maintenance.2015. Jakarta. Taufik, Septyani selly. 2015.”Penentuan Interval Waktu Perawatan Komponen Kritis Pada Mesin Turbin Di PT PLN ( Persero ) Sektor Pembangkit Ombilin”. Jurnal Teknik Industri. Uiversitas Andalas.Padang.
49