SKENARIO III
Penyakit Infeksi Virus Jaringan Rongga Mulut
Seorang perempuan, usia 30 tahun datang ke RSGM dengan keluhan sakit pada langit-langit mulut sudah 3 hari yang lalu. Sakit akan bertambah bila untuk makan dan minum. Dari anamnesa diketahui terdapat gejala prodromal myalgia dan neuralgia disertai peningkatan suhu tubuh sub febris. Keluhan yang sama pernah diderita kira-kira 2 tahun lalu. Keadaan umum terlihat lesu, lemah dan mengeluh sakit tenggorokan. Pemeriksaan pada telapak tangan dan kaki penderita tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan klinis, didapatkan ulser multiple bulat dengan diameter 1 mm menyebar hanya pada anterior kanan palatum durum. Palatum molle normal. Pharing kemerahan. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan titer antibodi Ig M dan Ig G HSV type 1 keduanya positif.
1
STEP I “Identifikasi Kata Sulit” Sulit”
1. Prodromal myalgia
: Masa untuk pertama kalinya muncul gejala suatu penyakit berupa nyeri otot .
2. Neuralgia
: Nyeri pada daerah syaraf (kepala) dengan durasi yang pendek (seuai dengan distribusi saraf) dan merupakan serangan tiba-tiba.
3. Subfebris
: Suhu tubuh mendekati demam (37,5 oC – 38,5 – 38,5oC)
4. Ulser Multiple
: Ulser yang terbentuk ketika ada vesikel yang pecah dan bergabung.
5. Titer antibody
: Test laboratorium yang dilakukan untuk mengukur tingkat antibody dalam darah seseorang.
6. HSV Tipe I
: Virus herpes tipe Alfa virinae yang memiliki sifat sitolitik, berkembang sangat cepat dan infeksi laten.
STEP II “Menetapkan Permasalahan” Permasalahan ”
1.
Bagaimanakah etiologi dari Herpes Simplex Virus (HSV) ?
2.
Bagaimanakah pathogenesis dari Herpes Simplex Virus (HSV) ?
3.
Bagaimanakah gejala dari Herpes Simplex Virus (HSV) ?
4.
Apasajakah penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus (HSV) ?
5.
Mengapa Ulser Multiple terjadinya pada daerah palatum ?
6.
Mengapa titer Ig M dan Ig A pada pasien di scenari o positif ?
2
STEP III “Analisis Masalah” Masalah”
1.
Etiologi dari Herpes Simplex Virus (HSV)
Herpes Simplex Virus ini dapat ditularkan kepada seseorang yang awalnya tidak terinfeksi dengan berbagai cara yang cenderung melibatkan kontak langsung antara seseorang sero-negatif dengan seseorang yang sero positif. Beberapa hal yang dapat menyebabkan infeksi primer dari virus ini, atau yang menyebabkan virus ini dapat menular adalah sebagai berikut: a.
Immunodefisiensi
b.
Kontak fisik antara seronegatif dan seropositif
c.
Air yang terkontaminasi virus
d.
Kontak langsung antara seorang ibu yang baru saja melahirkan dengan bayinya
Virus ini juga cenderung menyebabkan infeksi sekunder, atau bisa juga disebut recurrent herpes. herpes. Hal ini disebabkan karena HSV tipe 1 ini memang dapat berpindah menuju ganglion saraf sensoris dan bersifat laten atau inaktif di sana. Virus ini dapat menyebabkan munculnya infeksi sekunder apabila ada reaktivasi dari cahaya, stress dan minor trauma.
2.
Pathogenesis Pathogenesis dari Herpes Simplex Virus (HSV)
Herpes Simplex Virus mempunyai kecenderungan untuk menyerang epitel dan sel akan menunjukan perubahan sitologi yang meliputi perkembangan nukleus inclusion bodies, giant sel multinukleat, dan kerusakan sel. Nuklear inclusi tampaknya cukup luas dari basophili yang kecil sampai yang besar, sehingga menggeser kromatin ke bagian tepi. Inklusi akan berubah menjadi eosinophili disebut sebagai Lipschultz bodies. Perubahan sitologi terdiri dari penggabungan sel yang normal dengan sel yang terinfeksi, untuk membentuk masa sinsisal yang kecil (giant sel) dengan nukleus lebih dari satu. Pada beberapa keadaan, dapat terjadi pembelahan inti tanpa disertai pembelahan sitoplasma, sehingga akan terbentuk giant sel
3
multinukleat yang lain. Diantara tanda-tanda histologi dari lesi herpes, sitolisis merupakan tanda yang terlihat jelas, dengan disertai pembentukan vesikel intraepitelial. Epitelium dasar vesikel dapat sangat rusak sehingga vesikel terletak di subepitel. Sel-sel pada tepi vesikel dapat menunjukan tanda-tanda klinis dari penyakit herpes simplex.
Gambaran sederhana patogenesis Herpes Simplex Virus
3.
Gejala dari Herpes Simplex Virus (HSV)
Gejala awal dari Herpes Simplex Virus dapat berupa :
Demam
Kerongkongan kering dan sakit
Pening
Lelah, Lemah, Lesu
Nyeri
Inflmasi
Eritema
4
Pembentukan gelembung gelembung yang berisi cairan, dimana cairan tersebut akan berubah menjadi nanah sehingga terjadi pembentukan scab.
4.
Myalgia Neuralgia Faring kemerahan
Penyakit yang disebabkan oleh Herpes Simplex Virus
Infeksi Herpes Simplex 1 dapat dikelompokan sebagai berikut : a. Infeksi Primer
Gingivostomatitis
Lesi herpes pada dermal, okular, genital
Ensephalomielitis
b. Infeksi Rekuren (aktivasi)
5.
Herpes Labialis
Herpes mulut rekuren
Ulser dentritik kornea
Mekanisme terjadi terjadi ulser multiple pada daerah palatum
Hal ini dapat disebabkan karena virus yang tadinya laten di ganglion teraktivasi kembali oleh beberapa faktor, seperti kondisi tubuh yang sedang tidak fit. ganglion trigeminal memiliki 3 cab. saraf, salah satunya n. maxillaris, dan HSV1 bisa bermigrasi ke daerah yang diinervasi olehnya. dan memang biasanya, untuk infeksi recurrent atau lesi sekunder, muncul di daerah palatum
6.
Hipotesa mengenai titer Ig M dan Ig A pada pasien di skenario III positif
Titer antibodi merupakan tes laboratorium yang mengukur keberadaan antibodi dalam darah, yang merupakan suatu indikator dari paparan yang diterima tubuh terhadap benda asing. IgM adalah suatu antibodi yang ditemukan dalam tubuh ketika sesaat setelah tubuh terserang penyakit lalu selanjutnya akan digantikan oleh IgG yang merupakan respon setelah 5
penyakit tersebut ada dalam jangka panjang. Maka dapat dijelaskan bahwa ketika ada infeksi pada tubuh titer antibodi IgG dan IgM tersebut akan positif.
6
STEP IV “Mapping”
VIRUS
HSV
Varicella
H5 N1
HIV Coxsackie
Hepatitis
Infeksi
Etiologi
Patogenesis
Gambaran Klinis
STEP V “Tujuan Pembelajaran”
Mahasiswa diharapkan mampu memahami dan menjelaskan : 1.
Struktur virus
2.
Proses replikasi virus
3.
Patogenesis infeksi virus
4.
Respon imun terhadap infeksi virus
5.
Cara mendiagnosis infeksi virus
6.
Jenis-jenis virus yang menyebabkan penyakit. a.
Herpes Simplex Virus
d. Hepatitis
b.
Varicella
e.
HIV
c.
Coxsackie
f.
H5 N1
7
HPA
STEP VII “Penarikan Kesimpulan dari Semua Informasi”
1.
Struktur Virus
1.1
Definisi Virus
Virus merupakan partikel bersel tunggal yang ultramikroskopik sehingga dapat melewati saringan kuman,berkembang biak didalam sel , mengandung RNA atau DNA dan dilapisi selubung protein. 1.2
1.3
Sifat Umum Virus
Tidak memiliki organ sel biasa
Mengandung RNA atau DNA
Tergantung kepada sistem sintesis sel pejamu
Berkembang biak melalui proses rumit
Morfologi Virus
Ukuran (20 nm – 300 nm) Terkecil => virus kuku dan mulut (20 nm) Terbesar => virus cacar (300 nm)
1.4
Bentuk = Peluru, Bata, Batang, Seperti sperma, Bulat
Klasifikasi Virus
Berdasar jenis asam nukleat -
Deoksiribovirus mengandung DNA
-
Ribovirus mengandung RNA
1.4.1 Virus DNA
Virus yang memiliki asam nukleat berupa DNA disebut virus DNA
Bata = POX Virus
Bulat = ADENOVIRUS
Tidak berselubung = adenovirus
Berselubung = HSV
Macam-macam virus DNA yang dapat menyebabkan penyakit terutama infeksi jaringan lunak rongga mulut, yaitu :
Pox virus 8
Adenovirus
Varicella
Herpes Simplex
Cytomegalovirus
Virus Epstein-Barr
Bentuk Virus DNA
Herpes Virus
1.4.2
Jenis Virus
Pox Virus
Adenovirus
Virus RNA
Bentuk
Orthomyxovirus Bulat atau
Ukuran
Genom RNA
Menye-
Contoh
babkan
Virus
Ket. Lain
10-120
Terdiri dari 8
Epidemi
Virus
Diselubungi
nm
segmen, beruntai
dan
influenza
lipoprotein
tunggal, negative
endemi
tipe A, B,
yang
sense, simetri
influenza
dan C
mempunyai
Benang
helix
tonjolan neuromidase
Paramyxovirus
Lebih
150 -
Beruntai tunggal,
Infeksi
Parainflu-
Mengandung
300 nm
tidak bersegmen,
saluran
enza 1-4,
hemaglutinin,
negative sense
nafas,
campak,
neuramidase,
Pleomor
parotitis
destemper,
dan hemolisin
fik
epidemics
pes ternak
besar dan
Rhabdovirus
Peluru
75 –
Beruntai tunggal,
Rabies,
Virus
Berselubung
180 nm
tidak bersegmen,
stomatitis
rabies dan
dengan duri 10
negative sense
vesikuler
vitus
nm dan
9
stomatitis
dibentuk
vesikuler
melalui pertunasan dari selaput sel
Togavirus
Ikosa-
50-70
Beruntai tunggal,
Meningoen
Virus
Partikel virus
hedral
nm
positive sense
sefalitis,
yellow
matang
berselu-
limfadeno-
fever,
dengan cara
bung
pati, ruam
sindbris,
pertunasan
lipid
kulit
dengue,
dari selaput
disertai
rubella
plasma sel
perdarahan Arenavirus
inang
Berselu
50-300
Beruntai tunggal,
Meningitis,
Virus
Virion
bung
nm
negative sense
dan
koriomeni
menggabung-
ensefalitis
ngitis
kan ribosom
limfositik
sel inang selama pematangan
Reovirus
Ikosa-
60-80
Beruntai ganda,
Gastroente
Rotavirus
Kebal
hedral,
nm
bersegmen,
-ritis pd
berbentuk
terhadap eter
simetri kubik
anak-anak
roda
telan jang Picornavirus
Ikosa-
20-30
RNA rantai
Polio tipe 1
Virus
Tahan
hedrl
nm
tunggal, simetri
dan 3,
polio,
terhadap eter
kubik, positive
meningitis
ECHO,
dan asam
sense (dapat
aseptik
coxsackie,
berlaku sebagai
rhino
mRNA) Koronavirus
Lonjong
80-160
Beruntai tunggal,
Batuk,
atau
nm
tidak bersegmen
Pilek,
eter,Nukleo-
Infeksi
kapsid berben-
saluran
tuk heliks dgn
nafas akut
diameter 11-
Bulat
-
Peka terhadap
13 nm
10
Kalsivirus
-
35-39
Beruntai tunggal,
Gastroente
Virus
Virion tidak
nm
positive sense
ritis akut
Norwalk
berselubung
Virus
Virion matang
Yellow
berkumpul
fever
dalam sisterna
epidemik Flavivirus
Berselu-
45-50
Beruntai tunggal,
bung
nm
positive sense
-
RE Retrovirus
Berse-
90-120
Mengandung
lubung
nm
salinan duplikat
Leukemia
Virus
Virion
sarkoma.
mengandung
RNA, beruntai
enzim
tunggal, polaritas
transkriptase
sama dengan
balik
mRNA virus Bunyavirus
Berselu
90-100
RNA bersegmen
Demam
Hanta
Diperoleh
bung
nm
rangkap tiga,
hemoragik
virus
dengan
beruntai tunggal,
dan
pertunasan ke
negative sense
nefropati
dalam aparat golgi
2.
Mekanisme Replikasi Virus
Untuk berkembang biak virus memerlukan lingkungan sel yang hidup. Perkembangbiakan virus memiliki dua cara, yaitu: litik dan lisonegik. Pada tahap lisogenik merupakan fase dimana virus tidak menghancurkan sel. 2.1
Litik
2.1.1 Attachment
Attachment atau perlekatan merupakan interaksi pertama yang terjadi pada virus dengan virus untuk memulai sebuah siklus. Pada fase ini virus melekat pada dinding sel bakteri dengan serabut ekor. Sedang daerah perlekatan ini merupakan daerah reseptor yang khas sehingga virus lain tidak dapat melekat. Pada fase ini terjadi sebuah ikatan antara virus attachment point berupa „antireceptor‟ dengan molekul receptor pada virus yang berupa protein dan sisa karbohidrat yaitu glikoprotein. Pada gambar 1 merupaka
11
skema representative dari beberapa reseptor virus, dengan tanda panah adalah indikasi untuk virus dapat menempel. Berikut merupakan macam macam reseptor virus yang spesifik:
1.
Reseptor poliovirus (PVR)
2.
CD4 : HIV
3.
Carcinoembryonic antigen: MHV (coronavirus)
4.
ICAM-1 : Kebanyak untuk rhinovirus ( note yang terdapat pada no.1 sampai 4 merupakan immunoglobulin superfamily molekul)
5.
VLA-2 integrin: ECHO virus
6.
LDL receptor : Rhinovirus
7.
Aminopeptidas N: Corona virus
8.
Sialic acid : Influenza, Reoviruses, Rotaviruses
9.
Transporter asam amino dengan kation: virus murine leukemia
10. Transporter sodium-dependent phosphate: Gibbon ape leukemia virus. 2.1.2 Penetration
Fase penetrasi merupakan fase dimana virus mengeluarkan enzim lisoson untuk merusak dinding sel bakteri, sehingga dinding del bakteri terhidrolisis dan DNA/RNA virus dapat masuk. Waktu dari penetrasi ini sangat cepat setelah perrlekatan / attachment. Penetrasi juga merupakan
12
proses yang membutuhkan energy sehngga sel yang menjadi inang harus aktif melakukan metabolism. Pada fase ini terdapat beberapa mekanisme: 1. Translocation Pada mekanisme pertama ini partikel virus melewati membrane sitoplasma sel dengan dimediai oleh protein pada capsid dan reseptor spesifik pada membrane.
2. Endositosis Merupakan suatu proses yang membantu membawa virus masuk kedalam sitoplasma. 3. Fusi pembugkus virus (hanya terjadi pada virus dengan envelope) Pada mekanisme ini virus masuk kedalam sitoplasma dipengaruhi adanya pH asam atau tidak asam.
13
2.1.3 Uncoating
Pada fase ini capsid virus telah terbuang atau hilang semua ataupun sebagian. Gen dari virus terekspose dengan bentuk nucleoprotein complex. Awalnya terjadi didalam endosom dimana terjadi perbuhan pH yang cenderung asam. Produk yang terbentuk pada fase ini tergantung dari nucleo capsid virus.
2.1.4 Replication
Pada fase ini DNA virus bergabung dengan genom DNA dari sel bakteri. Sehingga ketika sel bakteri memperbanyak diri virus ini juga dapat memperbanyak diri. Genom replikasi dari masing-masing replikasi ini tergantung dari materi genetic virus itu sendiri. Berikut adalah klasifikasinya:
Class 1 : Double stranded DNA, melakukan replikasi pada nucleus atau sitoplasma tergantung dari faktor seluler.
Class 2: Single stranded DNA melakukan replikasi pada nucleus
14
Class 3: Single stranded DNA, DNA ini memiliki genom yang bersegmen sehingga dapat menjadi monocistric mRNA.
Class 4: Single stranded, positive sense RNA, mampu membentuk mRNA
Class 5: Single stranded, negative sense RNA
Class 6: Single stranded, Positive sense RNA dengan DNA intermediate
Class 7: Double stranded DNA dengan RNA intermediate
15
2.1.5
Assembly
Pada fase ini terjadi pengumpulan dari komponen yang diperlukan untuk formasi dari virus. Ini merupakan fase yang complex karena terjadi dari multistep proses, dimana pada fase ini tidak hanya menyusun protein dari virion, namun juga encoded dari bakteri juga protein seluler sebagai template untuk penyusun virion. 2.1.6
Maturation
Pada fase ini merupakan siklus dimana virus ini berubah menjadi infeksius. Pematangannya ditandai dengan adanya capsid atau bagian dari virus yang dapat untuk acuan identifikasi virus tersebut. 2.1.7
Release
Fase ini adalah fase virus tersebut telah dewasa dan siap untuk keluar. Merupakan inti dari fase litik dimana sel bakteri yang terinfeksi rusak, terbuka dan virus keluar. Dalam sekali pecah ini dapat terbentuk 200 virus. Sedang satu putaran litik ini dapat terjadi hanya dalam waktu 20 menit.
2.2
Lisogenik
Pada lisogenik ini attachment, penetration, uncoating merupaka fase yang sama dengan litik yang membedakannya adalah fase penggabungan
16
dimana DNA virus dan DNA bergabung menjadi profage, pada profage ini sebagian besar gen tidak aktif, namun sedikitnya 1 gen selalu aktif yang berfungsi untuk mengkode protein reseptor untuk menjaga gen profage tersebut tidak aktif. Selain itu, ada juga replikasi yang berfungsi penting dimana setiap sel bakteri tersebut berkembang biak, profage terus menerus juga terbentuk. Dan ketika sebuah bakteri lisogenik mengaktifkan profage fase lisogenik ini berhenti dan segera masuk kedalam fase litik
3.
Patogenesis Infeksi Virus
Patogenesis
adalah
suatu
proses
dimana
infeksi
virus
dapat
berkembang menjadi penyakit infeksi. Mekanisme patogenesis termasuk (i) Cara masuk virus ke dalam tubuh, (ii) Replikasi pada lokasi infeksi, (iii) Penyebaran virus dan multiplikasinya pada organ target dimana penyakit infeksi tersebut terladi, dan (iv) Diseminasi virus secara sistemik ke organorgan lain di seluruh tubuh. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme patogenesis adalah kemampuan virus untuk masuk ke dalam jaringan, kerentanan sel terhadap multiplikasi virus dan ketahanan virus terhadap sistem kekebalan hospes. Tahap-tahap penyebaran virus dlam tubuh penderita terdiri dari : 3.1
Virus masuk melalui pintu masuk virus ke dalam tubuh
17
Virus dapat menginfeksi tubuh melalui beberapa cara yaitu melalui udara, makanan, gigitan binatang dan bahan terkontaminasi lainnya. Pintu masuk virus ke dalam tubuh dapat melalui kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, saluran darah, saluran urogenital dan plasenta. Pada tahap infeksi lokal ini kemungkinan gejala infeksi sudah mulai terlihat, baik gejala subklinik maupun infeksi ringan tergantung pada konsentrasi virus, infektifitas dan virulensi virus. 3.2
Replikasi lokal dan penyebaran lokal
Setelah virus masuk ke dalam sel, virus akan bereplikasi pada sel yang terinfeksi, kemudian dapat menginfeksi sel-sel yang berada disekitarnya baik secara ekstraselular maupun secara intraselular. Penyebaran secara ekstraselular adalah virus keluar dari sel yang terinfeksi melalui cairan ekstraselular atau cairan limfa dan sel limfosit atau makrofag, yang kemudian menginfeksi sel yang ada di sekitarnya. Sedangkan penyebaran secara intraselular terjadi melalui proses fusi dari beberapa sel yang terinfeksi di sekitarnya. 3.3
Multiplikasi virus pada organ sasaran
Multiplikasi virus dapat terus berlangsung sehingga menyebabkan infeksi lokal. Infeksi virus sendiri dibagi menjadi infeksi litik dan infeksi laten. 3.3.1
Infeksi Litik virus
Pada infeksi litik, virus dapat membunuh sel hospesnya dengan cara melisis, memecah sel hospes ataupun merusak jaringan sel hospesnya. Ketika hal itu terjadi, maka partikel-partikel virus yang baru akan dibebaskan. Adanya perkembangbiakan virus dapat diketahui melalui timbulnya efek sitopatogenik dan terbentuknya badan inklusi pada sel yang terinfeksi. Efek sitopatogenik adalah perubahan morfologis yang terjadi akibat infeksi oleh virus sitopatogenik. Perubahan morfologis darri sel dapat berupa plasmolisis dan pembentukan sel raksasa. Dimana pembentukan sel raksasa (giant cell) dapat terjadi melalui fusi antara sel normal dengan sel yang
18
terinfeksi ataupun pada keadaan tertentu dapat melalui pembelahan nukleus tanpa
disertai
pembelahan
sitoplasma
sehingga
terbentuk
giant
sel
multinukleat yang lain. Sel yang terinfeksi virus, dapat menimbulkan perubahan morfologi pada sel tertentu. Salah satu perubahan yang terjadi berupa pembentukan badan inklusi. Badan inklusi dapat mengandung asam nukleat virus, protein, virion dewasa ataupun produk reaksi sel yang tidak digunakan lagi. Letak badan inklusi di dalam sel menunjukan tempat dimana virion dibentuk. 3.3.2
Infeksi Laten Virus
Pada infeksi laten, virus dapat hidup di dalam sel hospes tanpa memproduksi partikel virus baru. Pada infeksi jenis ini, tidak ada kerusakan yang terjadi pada sel hospes. Infeksi laten terjadi ketika virus memasuki ujung saraf sensorik. Virion kemudian ditransportasi ke inti sel neuron di ganglia sensorik. Virion dalam neuron yang terinfeksi akan bereplikasi menghasilkan progeni atau virus akan memasuki keadaan laten tak bereplikasi. Neuron yang terinfeksi akan mengirim balik virus progeni ke lokasi kulit tempat dilepaskannya virion sebelumnya dan menginfeksi sel epitel yang berdekatan dengan ujung saraf, sehingga terjadi penyebaran virus dan jejas sel. 3.4
Diseminasi virus melalui pembuluh darah
Replikasi dan multiplikasi virus di organ tempat terjadinya infeksi, dapat berhubungan dengan saluran darah atau saluran saraf tepi sehingga menyebabkan terjadinya penyebaran virus ke seluruh tubuh sehingga menimbulkan kelainan-kelainan pada organ tubuh lain.
4.
Respon Imun terhadap Infeksi Virus
4.1
Sistem Imun Non Spesifik
Inflamasi merupakan respons lokal tubuh terhadap infeksi atau perlukaan. Tidak spesifik hanya untuk infeksi mikroba, tetapi respons yg sama juga terjadi pada perlukaan akibat suhu dingin, panas, atau trauma.
19
Sel-sel yang bertanggung jawab terhadap inflamasi adalah neutrofil, monosit, & makrofag 4.1.1
Interferon
Interferon adalah suatu protein antivirus yang disintesis oleh hampir setiap sel hospes sebagai reaksi dari infeksi virus. Jenis dari interferon :
Interver on α (IFN-α) : disentesa oleh leukosit yang terserang virus terletak pada kromosom 9
Interveron β (IFN-β) : disentesa oleh fibroblas yang terserang virus terletak pada kromosom 9
Interveron ϒ (IFN- ϒ) : disentesa oleh limfosit yang terserang virus terletak pada kromosom 12 Fungsi utama dari interferon adalah untuk menghambat replikasi dari
virus. Fungsi lainnya adalah
Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya
sitotoksik sel NK ( Natural Killer ) Mekanisme dari interferon adalah sebagai berikut : Interferon disekresikan ketika adanya infeksi virus sejumlah besar dsRNA ditemukan di dalam sel. Peran dsRNA sendiri adalah sebagai pemicu produksi interferon melalui Toll Like Receptor 3 (TLR 3). Hasil interferon ini kemudian disekresikan kepada sel disekitarnya. Ketika sel mati karena virus RNA dan kemudian mengalami lisis, ribuan virus ini akan menginfeksi sel-sel terdekat. Sel-sel yang sebelumnya telah menerima interferon akan membuat mekanisme pertahanan terhadap virus tersebut . Kemudian sel-sel tersebut akan mulai memproduksi sejumlah besar protein yang dikenal dengan protein kinase R (PKR). PKR secara tidak langsung diaktivasi oleh dsRNA dan kemudian memulai transfer gugus fosfat (fosforilasi) ke suatu protein yang dikenal sebagai elF2 ( Eukaryotic Initiation Factor 2/ Faktor Inisiasi Translasi Eukariotik). Setelah fosforilasi, elF2 memiliki kemampuan untuk menginisiasi translasi (memproduksi protein protein yang dikodekan oleh seluler mRNA). Kemampuan ini dapat mencegah replikasi virus, menghambat fungsi ribosom sel normal, dan
20
membunuh baik virus maupun sel inang jika responnya menjadi aktif untuk waktu yang cukup. Semua RNA di dalam sel juga akan terdegradasi, mencegah mRNA ditranslasikan oleh elF2, jika beberapa elF2 gagal untuk difosforilasi. 4.1.2
Natural killer sel.
Sel natural killer (NK) adalah suatu limfosit yang berespons terhadap mikroba intraselular dengan cara membunuh sel yang terinfeksi. Permukaan sel yang terinfeksi virus mengalami modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat, menyebabkan sel menjadi target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan. Reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor lainnya adalah killer inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung pada ekspresi MHC kelas I. Sel yang sensitif atau terinfeksi mempunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN- α selama infeksi virus akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga menjadi resisten terhadap infeksi virus. IFN
tipe
I
akan
meningkatkan
kemampuan
sel
NK
untuk
memusnahkan virus yang berada di dalam sel. Selain itu, aktivasi komplemen dan fagositosis akan menghilangkan virus yang datang dari ekstraseluler dan sirkulasi. 4.1.3
Komplemen
Sistem komplemen merupakan sekumpulan protein dalam sirkulasi yang
penting
komplemen
dalam
pertahanan
merupakan
enzim
terhadap
mikroba.
proteolitik.
Banyak
Aktivasi
protein
komplemen
membutuhkan aktivasi bertahap enzim-enzim ini yang dinamakan enzymatic cascade. Aktifasi nya dibagi atas tiga jalur :
21
Jalur alternatif dipicu ketika protein komplemen diaktivasi di
permukaan mikroba dan tidak dapat dikontrol karena mikroba tidak mempunyai protein pengatur komplemen Jalur klasik dipicu setelah antibodi berikatan dengan mikroba atau
antigen lain. Jalur ini merupakan komponen humoral pada imunitas spesifik. Jalur lektin teraktivasi ketika suatu protein plasma yaitu lektin
pengikat manosa (mannose-binding lectin) berikatan dengan manosa di permukaan mikroba. Lektin tersebut akan mengaktivasi protein pada jalur klasik, tetapi karena aktivasinya tidak membutuhkan antibodi maka jalur lektin dianggap sebagai bagian dari imunitas non spesifik. Protein
komplemen
yang
teraktifasi
berfungsi
sebagai
enzim
proteolitik yang akan mengaktifasi sistem komplemen lainnya. Sistem
komplemen
pertahanan. Pertama,
mempunyai
3
fungsi
sebagai
mekanisme
menyelubungi mikroba sehingga mempermudah
mikroba berikatan dengan. Kedua, hasil pemecahan komplemen bersifat kemoatraktan untuk neutrofil dan monosit, serta menyebabkan inflamasi di tempat aktivasi komplemen. Ketiga, tahap akhir dari aktivasi komplemen berupa pembentukanmembrane attack complex (MAC) yaitu kompleks protein polimerik yang dapat menembus membran sel mikroba, lalu membentuk
lubang-lubang
sehingga
air
dan
ion
akan
masuk
dan
mengakibatkan kematian mikroba. 4.2
Sistem Imun Spesifik
Mekanisme respon imun spesifik ada dua jenis yaitu respons imunitas humoral dan seluler. Respon imun spesifik ini mempunyai peran penting yaitu : 1. Menetralkan antigen virus dengan berbagai cara antara lain menghambat perlekatan virus pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel sehingga virus tidak dapat menembus membrane sel, dan dengan cara mengaktifkan komplemen yang menyebabkan agregasi virus sehingga mudah difagositosis.
22
2. Melawan virus sitopatik yang dilepaskan dari sel yang lisis. Molekul antibodi dapat menetralisasi virus melalui berbagai cara. Antibodi dapat menghambat kombinasi virus dengan reseptor pada sel, sehingga mencegah penetrasi dan multiplikasi intraseluler, seperti pada virus influenza. Antibodi juga dapat menghancurkan partikel virus bebas melalui aktivasi jalur klasik komplemen atau produksi agregasi , meningkatkan fagositosis dan kematian intraseluler. Kadar konsentrasi antibodi yang relatif rendah juga dapat bermanfaat khususnya pada infeksi virus yang mempunyai masa inkubasi lama, dengan melewati aliran darah terlebih dahulu sebelum sampai ke organ target, seperti virus poliomielitis yang masuk melalui saluran cerna, melalui aliran darah menuju ke sel otak. Di dalam darah, virus akan dinetralisasi oleh antibodi spesifik dengan kadar yang rendah, memberikan waktu tubuh untuk membentuk resposn imun sekunder sebelum virus mencapai organ target. Infeksi virus lain, seperti influenza dan common cold , mempunyai masa inkubasi yang pendek, dan organ target virus sama dengan pintu masuk virus. Waktu yang dibutuhkan respons antibodi primer untuk mencapai puncaknya menjadi terbatas, sehingga diperlukan produksi cepat interferon untuk mengatasi infeksi virus tersebut. Antibodi berfungsi sebagai bantuan tambahan pada fase lambat dalam proses penyembuhan. Namun, kadar antibodi dapat meningkat pada cairan lokal yang terdapat di permukaan yang terinfeksi, seperti mukosa nasal dan paru. Pembentukan antibodi antiviral, khususnya IgA, secara lokal menjadi penting untuk pencegahan infeksi berikutnya. Namun hal ini menjadi tidak bermanfaat apabila terjadi perubahan antigen virus. Virus menghindari antibodi dengan cara hidup intraseluler. Antibodi lokal atau sistemik dapat menghambat penyebaran virus sitolitik yang dilepaskan dari sel pejamu yang terbunuh, namun antibodi sendiri tidak dapat mengontrol virus yang melakukanbudding dari permukaan sel
23
sebagai partikel infeksius yang dapat menyebarkan virus ke sel terdekat tanpa terpapar oleh antibodi, oleh karena itu diperlukan imunitas sel uler. Respons imunitas seluler juga merupakan respons yang penting terutama pada infeksi virus nonsitopatik. Respons ini melibatkan sel T sitotoksik yang bersifat protektif, sel NK, ADCC dan interaksi dengan MHC kelas I sehingga menyebabkan kerusakan sel jaringan. Dalam respons infeksi virus pada jaringan akan timbul IFN (IFN-a dan IFN-b) yang akan membantu terjadinya respons imun yang bawaan dan didapat. Peran antivirus dari IFN cukup besar terutama IFN-a dan IFN-b. Kerja IFN sebagai antivirus adalah : 1.
Meningkatkan ekspresi MHC kelas I
2.
Aktivasi sel NK dan makrofag
3.
Menghambat replikasi virus
4.
Menghambat penetrasi ke dalam sel atau budding virus dari sel yang terinfeksi. Limfosit T dari pejamu yang telah tersensitisasi bersifat sitotoksik
langsung pada sel yang teinfeksi virus melalui pengenalan antigen pada permukaan sel target oleh reseptor αβ spesifik di limfosit. Semakin cepat sel T sitotoksik menyerang virus, maka replikasi dan penyebaran virus akan cepat dihambat. Sel yang terinfeksi mengekspresikan peptida antigen virus pada permukaannya yang terkait dengan MHC kelas I sesaat setelah virus masuk. Pemusnahan cepat sel yang terinfeksi oleh sel T sitotoksik αβ mencegah multiplikasi virus. Sel T sitotoksik γδ menyerang virus (native viral coat protein) langsung pada sel target. Sel T yang terstimulasi oleh antigen virus akan melepaskan sitokin seperti IFN-γ dan kemokin makrofag atau monosit. Sitokin ini akan menarik fagosit mononuklear dan teraktivasi untuk mengeluarkan TNF. Sitokin TNF bersama IFN-γ akan menyebabkan sel menjadi non permissive, sehingga tidak terjadi replikasi virus yang masuk melalui transfer intraseluler. Oleh karena itu, lokasi infeksi dikelilingi oleh
24
lingkaran sel yang resisten. Seperti halnya IFN-α, IFN-γ meningkatkan sitotoksisitas sel NK untuk sel yang terinfeksi. Antibodi dapat menghambat sel T sitotoksik γδ melalui reaksi dengan antigen permukaan pada budding virus yang baru mulai, sehingga dapat terjadi proses ADCC. Antibodi juga berguna dalam mencegah reinfeksi. Beberapa virus dapat menginfeksi sel-sel sistem imun sehingga mengganggu fungsinya dan mengakibatkan imunodepresi, misalnya virus polio, influenza dan HIV atau penyakit AIDS. Sebagian besar virus membatasi diri ( self-limiting ), namun sebagian lain menyebabkan gejala klinik atau subklinik. Penyembuhan infeksi virus pada umumnya diikuti imunitas jangka panjang. Pengenalan sel target oleh sel T sitotoksik spesifik virus dapat melisis sel target yang mengekspresikan peptida antigen yang homolog dengan region berbeda dari protein virus yang sama, dari protein berbeda dari virus yang sama atau bahkan dari virus yang berbeda. Aktivasi oleh virus kedua tersebut dapat menimbulkan memori dan imunitas spontan dari virus lain setelah infeksi virus inisial dengan jenis silang. Demam dengue dan demam berdarah dengue merupakan infeksi virus akut yang disebabkan oleh empat jenis virus dengue. Imunitas yang terjadi cukup lama apabila terkena infeksi virus dengan serotipe yang sama, tetapi bila dengan serotipe yang berbeda maka imunitas yang terjadi akan berbeda. Gangguan pada organ hati pada demam berdarah dengue telah dibuktikan dengan ditemukannya RNA virus dengue dalam jaringan sel hati dan organ limfoid. Virus dengue ternyata menyerang sel kupffer dan hepatosit sehingga terjadi gangguan di hati
5.
Diagnosa Infeksi Virus
5.1
Sitopatologi
Sitopatologi adalah pemeriksaan mikroskopik secara langsung terhadap penanaman atau hapusan. Metode sitopatologi yang cepat adalah dengan mewarnai goresan yang diperoleh dari dasar vesikel (misal, dengan
25
pewarnaan Giemsa); adanya sel raksasa berinti banyak menunjukan adanya herpes virus, membedakan lesi dengan yang disebabkan oleh coxsackievirus dan penyakit non virus. 5.2
Reaksi Rantai Polimerase (PCR)
Uji PCR dapat digunakan untuk mendeteksi virus dan bersifat sensitif serta spesifik. PCR assay akan mencari potongan-potongan kecil DNA viru dan kemudia mereplikasi mereka jutaan kali hingga virus terdeteksi. PCR mampu mengamplifikasi daerah tertentu pada virus yang merupakan ciri khas virus sehingga dapat dilakukan identifikasi virus. 5.3
Serologi
Tes serologi (darah) dapat mengidentifikasi antibodi yang spesifik terhadap virus dan jenis virus. Salah satunya adalah degan menggunakan Mikroskop Elektro Imun. Apabila terdeteksi adanya IgM maka dapat dikatakan bahwa ada infeksi virus. IgM bisa muncul bersamaan dengan IgG atau sebelum IgG muncul.
6.
Jenis Virus yang dapat menyebabkan Penyakit
6.1
Herpes Simplex Virus
Virus herpes simplex atau HSV tergolong virus herpes golongan α herpesvirinae
yang
cenderung
memiliki
karakteristik
seperti
perkembangbiakannya yang cepat, efek sitolitik yang tinggi, dan dapat menyebabkan infeksi laten. HSV memiliki DNA-doublestranded yang menyebabkan virus ini lebih infeksius karena dapat lebih aktif dan progresif dalam menyebabkan mutasi pada susunan kode genetik pada sel host. Susunan kode genetik yang berubah akan menyebabkan ekspresi gen seperti protein penyusun sel host akan berubah sehingga akan terjadi perubahan fungsi dan dapat juga menyebabkan rusaknya sel terseut. Ada dua jenis virus herpes yang sering menimbulkan penyakit pada rongga mulut, terutama di mukosa, yaitu HSV tipe 1 dan tipe 2.
26
6.1.1
HSV Tipe 1
Virus ini merupakan penyebab utama terjadinya penyakit infeksi pada mukosa oral seperti gingivostomatitis, dan herpes labialis apabila infeksi ini terjadi lebih dari sekali atau recurrent . Virus ini memiliki struktur yang sama dengan virus jenis lain, namun ada struktur yang sedikit berbeda yaitu adanya envelope (selubung) yang dapat membantu terjadinya fusi dengan membrane plasma. Struktur virus yaitu: a) Envelope (selubung) -> lipid, karbohidrat, protein b) Kapsid atau mantel protein c) Tegumen (Daerah di antara envelope dan kapsid, berisi protein) d) Genom ( RNA atau DNA saja ) A. Etiologi
Virus tipe ini dapat ditularkan kepada seseorang yang awalnya tidak terinfeksi dengan berbagai cara yang cenderung melibatkan kontak langsung antara seseorang sero-negatif dengan seseorang yang sero-positif. Beberapa hal yang dapat menyebabkan infeksi primer dari virus ini, atau yang menyebabkan virus ini dapat menular adalah sebagai berikut:
Immunodefisiensi
Kontak fisik antara seronegatif dan seropositif
Air yang terkontaminasi virus
Kontak langsung antara seorang ibu yang baru saja melahirkan dengan bayinya
Virus ini juga cenderung menyebabkan infeksi sekunder, atau bisa juga disebut recurrent herpes. Hal ini disebabkan karena HSV tipe 1 ini memang dapat berpindah menuju ganglion saraf sensoris dan bersifat laten atau inaktif di sana. Virus ini dapat menyebabkan munculnya infeksi sekunder apabila ada reaktivasi dari cahaya, stress dan minor trauma.
27
B. Patogenesis
HSV memiliki protein spesifik di permukaan selubung yang tersusun atas lipid dan glikoprotein, yang dapat berikatan dengan protein spesifik yang terdapat pada permukaan membran plasma apabila sesuai. Protein spesifik milik virus ini dapat disebut ligan, dan milik sel host disebut reseptor. Ligan virus seperti gC dan gD dapat berikatan dengan reseptor heparin sulfat yang terbentuk dari residual glikoprotein. Setelah berikatan, akan terjadi fusi antara membran plasma sel dengan selubung virus. Selubung virus yang berfusi ini akan menyebabkan genom dalam kapsid dan protein dalam tegumen berpenetrasi secara eksositosis ke dalam membran plasma. Lalu, kapsid dan protein tegumen akan berfusi lagi di membran nucleus dan viral DNA akan berpenetrasi ke dalam nucleus, dan mengganggu DNA dalam genom sel inang. Virus tidak memiliki kemampuan untuk memperbanyak dirinya sendirian karena tidak ada struktur yang mendukung hal itu untuk terjadi. Karena itulah virus masuk ke dalam nucleus sel inang seperti sel epitel, dan ia ikut bereplikasi saat sel inangnya ini bereplikasi. Selain itu, ternyata pada replikasi virus dibantu oleh adanya protein-protein yang membantu proses transkripsi. Protein β terutama, dapat membantu replikasi virus yang menumpang pada sel
inang
karena
mengandung
enzim
DNA-polimerase.
Selain
itu,
pembentukan kapsid juga terbentuk di dalam nucleus. Setelah komponen DNA dan kapsid terbentuk, virus akan menembus nucleus dengan bantuan glikoprotein yang dibentuk di reticulum endoplasma yang disebut eksositosis. Setelah keluar dari nucleus, virus mendapatkan selubung dari komponen protein dalam sel inang lalu keluar dengan menembus membran plasma dan menginfeksi sel lainnya. Selain menyerang secara langsung, virus ternyata bisa bersifat dormant terlebih dahulu sebelum mulai replikasi. Dalam keadaan ini masa inkubasi virus kira-kira selama beberapa hari sampai dengan dua minggu. Apabila ada faktor yang mereaktivasi maka virus yang awalnya dorman itu akan aktif dan memulai replikasinya. 28
Ketika virus berhasil menginfeksi sel-sel epitel, akan terbentuk suatu lesi primer yang nantinya akan terbentuk vesikel di sana. Sebelum terbentuk vesikel, seseorang akan merasakan sensasi terbakar, sakit, perih, panas dan tidak nyaman pada suatu daerah tertentu di rongga mulutnya. Sensasi itu disebut gejala prodromal, yang terjadi pada saat virus sedang bereplikasi secara maksimal dan system pertahanan tubuh kita berusaha melawan antigen dari virus tersebut. Biasanya, tidak lama setelah gejala prodromal muncul, pada daerah yang terasa sakit tadi akan muncul suatu vesikel yang awalnya berupa makula atau suatu ruam pada permukaan mukosa yang tidak menonjol atau rata. Makula ini kemudian akan menjadi papula atau vesikel yang menonjol, yang menunjukkan bahwa jaringan epitel telah mengalami kerusakan sampai subepitel. Tonjolan ini cenderung berisi cairan eksudat, selsel leukosit dan virus yang sudah mati maupun masih aktif. Setelah 1-2 hari setelah terbentuk, papula tadi akan pecah dan membentuk ulcer (kerusakan pada epitel) yang terasa sangat sakit, yang akan sembuh tanpa meninggalkan bekas luka selama kurang lebih 10 hari.
Lesi primer HSV-1, biasanya menginfeksi daerah mukosa oral tak berkeratin. Gambar.
Bentukan HPA vesikel, terlihat jaringan epitel yang sudah rusak sampai ke daerah subepitel. Ada rongga berisi eksudat, leukosit dan virus yang sudah mati. Gambar.
Selain dengan sel-sel leukosit seperti PMN, ternyata antigen virus juga langsung dipresentasikan oleh APC (ex: makrofag) dan dibawa ke lymph node. Di sana, antigen itu akan dikenali oleh sel T, dan sel Th akan membantu mengingat antigen itu agar sel B dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma dan membentuk antibody untuk antigen virus ini. Jika infeksi virus yang terjadi 29
sangat kuat, maka lymph node akan bekerja maksimal sehingga dapat menyebabkan lymph node mengalami pembesaran dan membuat pasien merasa sakit dan tidak nyaman untuk makan maupun minum. Selain menginfeksi sel epitel secara langsung, ternyata virus juga dapat bermigrasi ke ganglion saraf sensoris dengan melewati saraf tepinya. Di daerah wajah dan leher, ganglion yang terbesar adalah ganglion trigeminal, dan virus herpes ini cenderung akan bermigrasi ke sana dan menjadi virus yang bersifat laten. Maksudnya adalah virus itu sedang dalam keadaan tidak aktif, DNA-nya sedang berada dalam kondisi non-replicating dan noninfectious. Sama seperti sebelumnya, virus ini akan kembali aktif setelah ada sesuatu yang dapat mengaktivasinya kembali, seperti sistem pertahanan tubuh yang turun, adanya trauma minor dan beberapa faktor lain yang sudah disebutkan sebelumnya. Di bawah ini adalah contoh lesi sekunder yang disebabkan oleh teraktivasinya HSV-1 yang bersifat laten. Daerah palatum diinervasi oleh N.V/2 yaitu nervus maxillaris yang bermuara di ganglion trigeminal, sehingga HSV-1 laten yang teraktivasi dapat bermigrasi ke palatum dengan melewati cabang saraf ganglion trigeminal ini. Sel epitel yang telah terinfeksi dapat melakukan fusi dengan sel epitel lain yang belum terinfeksi. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena rusaknya fungsi sel yang normal akibat susunan kode genetik dalam DNAnya telah berubah karena mendapat gangguan dari DNA virus. Terjadinya fusi ini akan menyebabkan terbentuknya multinucleated epithelial cell atau bisa juga disebut multinucleated giant cells.
30
Pada gambar di atas, terlihat sel berbentuk besar yang pada nukleusnya terdapat noda gelap. Daerah bernoda gelap itu menunjukkan bahwa giant cell itu telah terinfeksi, dan nucleus telah menjadi tempat virus melakukan replikasi. Daerah ini disebut sebagai intranuclear inclusion body.
6.2
Varicella
Varicella adalah suatu penyakit infeksi virus akut dan menular, yang disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV) dan menyerang kulit serta mukosa,ditandai oleh adanya vesikel-vesikel. (Rampengan, 2008) Varicella (Cacar Air) adalah penyakit infeksi yang umum yang biasanya terjadi pada anak-anak dan merupakan akibat dari infeksi primer Virus Varicella Zoster. Varicella pada anak mempunyai tanda yang khas berupa masa prodromal yang pendek bahkan tidak ada dan dengan adanya bercak gatal disertai dengan papul, vesikel, pustula, dan pada akhirnya, crusta, walaupun banyak juga lesi kulit yang tidak berkembang sampai vesikel. 6.2.1
Etiologi Varicella
Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid, terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius. Varicella Zoster Virus (VZV) dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam darah penderita Varicella sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru embrio manusia. Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster, sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini. 6.2.2
Epidemologi Varicella
31
Tersebar kosmopolit, menyerang terutama anak-anak tetapi dapat juga menyerang orang dewasa. Tranmisi penyakit ini secara aerogen. Masa penularan lebih kurang 7 hati dihitung dari timbulnya gejala kulit. 6.2.3
Patogenesis Varicella
Virus Varicella Zooster masuk dalam mukosa nafas a tau orofaring, kemudian replikasi virus menyebar melalui pembuluh darah dan limfe ( viremia pertama ) kemudian berkembang biak di sel retikulo endhotellial setelah itu menyebar melalui pembuluh darah (viremia ke dua) maka timbullah demam dan malaise. Permulaan bentuk lesi pada kulit mungkin infeksi dari kapiler endothelial pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel pada epidermis, folikel kulit dan glandula sebacea dan terjadi pembengkakan. Lesi pertama ditandai dengan adanya makula yang berkembang cepat menjadi papula, vesikel da akhirnya menjadi crusta. Jarang lesi yang menetap dalam bentuk makula dan papula saja. Vesikel ini akan berada pada lapisan sel dibawah kulit. Dan membentuk atap pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan yang lebih dalam. Degenarasi sel akan diikuti dengan terbentuknya sel raksasa berinti banyak, dimana kebanyakan dari sel tersebut mengandung inclusion body intranuclear type A. Penularan secara airborne droplet. Virus dapat menetap dan laten pada sel syaraf. Lalu dapat terjadi reaktivitas maka dapat terjadi herpes Zooster. 6.2.4
Symtoms Varicella
Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
Pusing.
Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (miripkulit yang terangkat karena terbakar).
Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
32
Sebelum
munculnya
erupsi
pada
kulit,
penderita
biasanya
mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas. Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses. 6.2.5
Tanda dan Gejala Varicella
Masa inkubasi Varicella bervariasi antara 10-21 hari, rata-rata 10 14 hari. Penyebaran varicella terutama secara langsung melalui udara dengan perantaraan percikan liur. Pada umumnya tertular dalam keluarga atau sekolah.( Rampengan,2008 ) Perjalanan penyakit ini dibagi menjadi 2 stadium, yaitu: Stadium Prodromal : 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat gejala panas yang tidak terlalu tinggi, perasaan lemah (malaise), sakit kepala, anoreksia, rasa berat pada punggung dan kadang-kadang disertai batuk keringdiikuti eritema pada kulit dapat berbentuk scarlatinaform atau morbiliform. Panas biasanya menghilang dalam 4 hari, bilamana panas tubuh menetap perlu dicurigai adanya komplikasi atau gangguan imunitas. Stadium erupsi: dimulai saat eritema berkembang dengan cepat (dalam beberapa jam) berubah menjadi macula kecil, kemudian papula yang kemerahan lalu menjadi vesikel. Vesikel ini biasannya kecil, berisi cairan jernih, tidak umbilicated dengan dasar eritematous, mudah pecah serta mongering membentuk krusta, bentuk ini sangat khas dan lebih dikenal sebagai “tetesan embun” atau ”air mata”. Lesi kulit mulai nampak di daerah badan dan kemudian menyebar secara sentrifugal ke bagian perifer seperti muka dan ekstremitas. Dalam perjalanan penyakit ini akan didapatkan tanda yang khas yaitu terlihat adanya bentuk papula, vesikel, krusta dalam waktu yang bersamaan, dimana keadaan 33
ini disebut polimorf. Jumlah lesi pada kulit dapat 250-500, namun kadangkadang dapat hanya 10 bahkan lebih sampai 1500. Lesi baru tetap timbul selama 3-5 hari, lesi sering menjadi bentuk krusta pada hari ke-6 (hari ke-2 sampai ke-12) dan sembuh lengkap pada hari ke-16 (hari ke-7 sampai ke-34) Erupsi kelamaan atau terlambatnya berubah menjadi krusta dan penyembuhan, biasanya dijumpai pada penderita dengan gangguan imunitas seluler. Bila terjadi infeksi sekunder, sekitar lesi akan tampak kemerahan dan bengkak serta cairan vesikel yang jernih berubah menjadi pus disertai limfadenopati umum. Vesikel tidak hanya terdapat pada kulit, melainkan juga terdapat pada mukosa mulut, mata, dan faring. Pada penderita varicella yang disertai dengan difisiensi imunitas (imun defisiensi) sering menimbulkan gambaran klinik yang khas berupa perdarahan, bersifat progresif dan menyebar menjadi infeksi sistemik. Demikian pula pada penderita yang sedang mendapat imunosupresif. Hal ini disebabkan oleh terjadinya limfopenia.
6.3
Coxsackie
Coxsackie virus lebih dikenal dengan Flu Singapura atau Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD). Coxsackievirus merupakan virus RNA dan suatu subgroup yang besar dari enterovirus. Virus yang bertanggung jawab dikenal sebagai Virus Coxsackie, Virus Coxsackie terutama Tipe A16. HFMD adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dari genus Enterovirus, terutama Coxsackie virus type A, B dan Echovirus. Disebutkan bahwa Enterovirus yang menyebabkan HFMD terdiri dari 68 serotype. Sebagian besar HFMD dalam praktek sehari-hari disebabkan oleh Coxsackie virus A 16 ( CA 16 ) yang menunjukkan gejala ringan dan tidak memerlukan
34
perawatan khusus. Sedangkan HFMD yang disebabkan oleh Enterovirus 71 ( EV 71 ) menunjukkan gejala yang berat dan memerlukan perawatan khusus di Rumah Sakit. Receptor fungsional virus ini pada manusia antara lain : 1. P-selectin glyprotein ligand-1 (PSGL-1) 2. Human scavenger receptor class B 3. Member 2 (SCARB2) 4. Sialic-acid-linked glycans 6.3.1
Epidemologi Coxsackie
Kasus-kasus perorangan dan penyebaran wabah terjadi di seluruh dunia, sering terjadi dalam musim panas dan awal musim gugur. Penyakit ini lebih sering mengenai anak dibawah usia 10 tahun, terutama bayi, dan anak balita (2 – 5 tahun). Orang dewasa umumnya kebal. Kalaupun mengenai dewasa, biasanya tidak menimbulkan keluhan yang berarti. Pada umumnya penyakit ini sembuh dengan sendirinya dalam tempo 7 – 10 hari. 6.3.2
Penularan Coxsackie
Cara penularan HFMD terjadi melalui 3 jalan:
Kontak langsung dengan penderita melalui cairan lepuhan yang keluar dari bintik berair di kulit penderita. Selama lepuhan kulit masih mengeluarkan cairan, penderita dapat menularkan virus kepada orang-orang ( terutama anak) di sekitarnya. Melalui percikan butiran ludah (droplet) dan pernapasan.
Jalur oro-fecal melalui tangan, mainan dan sesuatu yang tercemar oleh faeces penderita, kemudian masuk ke dalam mulut. Anak pada umumnya suka memasukkan tangan ke dalam mulut saat memegang apapun yang ada di sekitarnya. Tidak ada vector tetapi ada pembawa seperti lalat dan kecoa
6.3.3
Manifestasi Klinis Coxsackie
Masa prodromal ditandai dengan panas subfebris, anorexia, malaise, dan nyeri tenggorokan yang timbul 1 – 2 hari sebelum enantem. Lesi dimulai
35
dengan vesikel yang cepat menjadi ulkus dengan dasar eritem berukuran 4 – 8 mm yang kemudian menjadi krusta. Terdapat pada mukosa bukal dan lidah, palatum uvula dan pilar anterior tonsil. Eksantema tampak sebagai vesiko pustule putih keabu-abuan dengan diameter 3 – 7 mm pada dorsal atau lateral tangan maupun kaki, seringa muncul pada pantat anak-anak. Lesi dapat berulang beberapa minggu setelah infeksi, jarang menjadi bula dan biasanya asimptomatik. Dapat terjadi rasa gatal atau nyeri pada lesi. Lesi menghilang tanpa bekas. 6.3.4
Gejala Klinis Coxsackie
Mula-mula demam tidak tinggi 2 – 3 hari, diikuti sakit leher (pharyngitis), tidak ada nafsu makan, pilek, gejala flu pada umumnya yang tidak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3 – 10 ulcus di mulut seperti sariawan (lidah, bukal, gingiva) terasa nyeri sehingga sukar untuk menelan. Bersamaan dengan itu timbul rash/ruam atau vesikel (lepuh kemerahan/blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal di telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang rash/ruam (makulopapel) ada di pantat. Bila ada muntah, diare atau dehidrasi dan lemah atau komplikasi lain maka penderita tersebut harus dirujuk ke rumah sakit. Gejala berat yang timbul pada anak yang harus segera dirujuk ke rumah sakit antara lain : 1. Hipereksia (suhu lebih dari 39°C) 2. Demam tidak turun (prolonged fever) 3. Tachycardia 4. Tachypneu 5. Malas makan, muntah, atau diare dengan dehidrasi 6. Lethargi 7. Nyeri pada leher, lengan, dan kaki 8. Kejang-kejang 6.3.5
Gambaran Klinis Coxsackie
36
6.3.6
6.4
Komplikasi Coxsackie
a.
Meningitis (aseptic meningitis, meningitis serosa/non bacterial)
b.
Encephalitis (bulbar)
c.
Myocarditis (Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
d.
Paralisis akut flaksid
Hepatitis
Hepatitis berasal dari kata “Hepa” yang berarti hati dan “itis”adalah radang. Hepatitis merupakan
penyakit peradangan hati yang dapat
37
menganggu fungsi organ dan kerja hati sebagai penetral racun dan system pencernaan makanan untuk kemudian disebarkan keseluruh organ tubuh. Radang hati – hepatitis – mempunyai beberapa penyebab, termasuk:
Racun dan zat kimia seperti alkohol berlebihan;
Penyakit yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh menyerang jaringan sehat dalam tubuh, yang disebut sebagai penyakit autoimun; dan Mikroorganisme, termasuk virus.
Virus hepatitis menyerang sel hati – atau hepatosit – yang menjadi tempat yang bersahabat bagi virus untuk berkembang biak. Sebagai reaksi terhadap infeksi, sistem kekebalan tubuh memberikan perlawanan dan menyebabkan peradangan hati (hepatitis). Bila hepatitisnya akut (yang dapat terjadi dengan HAV dan HBV) atau menjadi kronis (yang dapat terjadi dengan HBV dan HCV) maka dapat bekembang menjadi jaringan parut di hati, sebuah kondisi yang disebut fibrosis. Hepatitis diklasifikasikan menjadi 4, yaitu Hepatitis A, Hepatitis B, Hepatitis
C, dan Hepatitis D. Dimana memiliki penyebab virus yang
berbeda satu sama lain, namun sama-sama berpotensi untuk merusak hati. 6.4.1
Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh HAV (Hepatitis A Virus). HAV
menular
melalui
makanan/minuman
yang
tercemar kotoran (tinja) dari seseorang
yang
terinfeksi
masuk ke mulut orang lain. HAV
terutama
menular
melalui makanan mentah atau tidak cukup dimasak,yang ditangani atau disiapkan oleh seseorang dengan hepatitis A. Hepatitis A adalah bentuk hepatitis yang akut, berarti tidak menyebabkan infeksi kronis. Sekali kita
38
pernah terkena hepatitis A, kita tidak dapat terinfeksi lagi. Namun, kita masih dapat tertular dengan virus hepatitis lain. Tidak semua orang yang terinfeksi HAV akan mempunyai gejala. Misalnya, banyak bayi dan anak muda terinfeksi HAV tidak mengalami gejala apa pun. Gejala lebih mungkin terjadi pada anak yang lebih tua, remaja dan orang dewasa.6 seri buku kecil Gejala hepatitis A (dan hepatitis akut pada umumnya) dapat termasuk: -
Kulit dan putih mata menjadi kuning (ikterus)
-
Kelelahan
-
Sakit perut kanan-atas
-
Hilang nafsu makan
-
Berat badan menurun
-
Demam
-
Mual
-
Mencret atau diare
-
Muntah
-
Air seni seperti teh dan/atau kotoran berwarna dempul
-
Sakit sendi
Diagnosis hepatitis A ditegakkan dengan tes darah. Dokter akan meminta tes ini bila kita mengalami gejala hepatitis A atau bila kita ingin tahu apakah kita pernah terinfeksi HAV sebelumnya. Tes darah ini mencari dua jenis antibodi terhadap virus, yang disebut sebagai IgM dan IgG (Ig adalah singkatan untuk imunoglobulin). Pertama, dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul, dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencari antibodi IgG, yang menggantikan antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV. Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita kemungkinan
tidak
pernah
terinfeksi
HAV,
mempertimbangkan untuk divaksinasi terhadap HAV.
39
dan
sebaiknya
Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negative untuk IgG, kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini, dan sistem kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah. Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk antibodi IgG, kita mungkin terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV. Kita sekarang kebal terhadap HAV. 6.4.2
Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV). HBV adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hati. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang oleh system kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan pada hati. Cara penularan HBV sangat mirip dengan HIV. HBV terdapat dalam darah, air mani,
dan cairan vagina, dan menular melalui hubungan seks,
penggunaan alat suntik narkoba (termasuk jarum, kompor, turniket) bergantian, dan mungkin melalui penggunaan sedotan kokain dan pipa „crack‟. Perempuan hamil dengan hepatitis B juga dapat menularkan virusnya pada bayi, kemungkinan besar saat melahirkan. Seperti hepatitis A, hepatitis B dapat menyebabkan hepatitis akut bergejala. Tetapi berbeda dengan hepatitis A, hepatitis B dapat menjadi infeksi kronis (menahun). Ini berarti bahwa sistem kekebalan tubuh tidak mampu memberantas virus dalam enam
40
bulan setelah terinfeksi. Dengan kata lain, virus tersebut terus berkembang dalam hati selama beberapa bulan atau tahun setelah terinfeksi. Gejala hepatitis B kronis dapat serupa dengan yang dialami dengan hepatitis B akut. Gejala ini cenderung ringan sampai sedang dan biasanya bersifat sementara. Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (kaligata – rasa gatal yang berbintik-bintik merah dan bengkak), arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati (semutan atau rasa terbakar pada lengan dan kaki). 6.4.3
Hepatitis C
Hepatitis C disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus ini dapat mengakibatkan infeksi seumur hidup, sirosis hati, kanker hati, kegagalan hati, dan kematian. Belum ada vaksin yang dapat melindungi terhadap HCV, dan diperkirakan 3 persen masyarakat umum di Indonesia terinfeksi virus ini. Pengguna narkoba suntikan (IDU) yang memakai jarum suntik dan ala t suntik lain secara bergantian berisiko paling tinggi terkena infeksi HCV. Antara 50 dan 90 persen IDU dengan HIV juga terinfeksi HCV. Hal ini karena kedua virus menular dengan mudah melalui hubungan darah-ke-darah. HCV dapat menyebar dari darah orang yang terinfeksi yang masuk ke darah orang lain melalui cara yang berikut:
Memakai alat suntik (jarum suntik, semprit, dapur, kapas,air) secara bergantian;
Kecelakaan ketusuk jarum; 41
Luka terbuka atau selaput mukosa (misalnya di dalam mulut, vagina, atau dubur); dan
Produk darah atau transfusi darah yang tidak diskrining.
Gejala infeksi hepatitis C akut (bila terjadi) mirip dengan gejala hepatitis A dan B akut – kelelahan, nafsu makan kurang, mual, dan sakit kuning. 6.4.4
Hepatitis D
Hepatitis D, juga disebut virus delta, adalah virus cacat yang memerlukan pertolongan virus hepatitis B untuk berkembang biak sehingga hanya ditemukan pada orang yang terinfeksi hepatitis B. Orang yang terkena koinfeksi hepatitis B dan hepatitis D mungkin mengalami penyakit akut serius dan berisiko tinggi mengalami gagal hati akut. Orang yang terkena superinfeksi hepatitis D biasanya mengembangkan infeksi hepatitis D kronis yang berpeluang besar (70% d- 80%) menjadi sirosis. Tidak ada vaksin hepatitis D, namun dengan mendapatkan vaksinasi hepatitis B maka otomatis Anda akan terlindungi dari virus ini karena HDV tidak mungkin hidup tanpa HBV.
6.5
HIV
Human Immunodeficiency Virus atau HIV adalah virus tergolong family retroviridae genus lentivirus yang menyerang sistem imun manusia. Retrovirus dalam hal ini adalah virus yang terdiri dari 1 benang tunggal
42
RNA yang akan menginfeksi membentuk replika DNA dari RNA dengan enzim
reverse
transciptase.
Lentivirus
adalah
retrovirus
yang
menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan mamals. Infeksinya lambat karena masa inkubasinya lama yang nanti akan diikuti kerusakan organ atau jaringan yang efeknya mematikan. HIV pertama kali ditemukan di Perancis 1983 oleh Montagnier. Ada dua tipe sebenarnya, HIV 1 yang banyak menginfeksi manusia dan HIV 2 yang endemi ada Afrika Barat. Virus HIV ini akan menyerang reseptor permukaan sel inang
yang targetnya sel pada permukaan tempat
berkontaknya penularan contohnya seperti sel T, yang telah diketahui sebagai sistem kekebalan seluler tubuh manusia.
Jika HIV langsung
kontak dari darah atau cairan penderita yang luka, akan memasuki peredaran manusia menuju nodus limpa, tempat sel T berada. 6.5.1
Struktur HIV
Memiliki 2 rangkai genom RNA diploid yang masing-masing
dilengkapi
enzim reverse transcriptase. Enzim ini akan berfungsi mengubah menjadi menginfeksi
RNA DNA sel
virus ketika
inangnya.
Ada juga enzim protease yang tidak melekat . protein kapsid menutupi inti menjadi nukleokapsid bentuk silindris. Selain dilengkapi dengan selubung, pada permukaannya terdapat 2 gp atau glikoprotein. Gp120 untuk glikoprotein selubung dan gp41 untuk yang transmembran. Keduanya berperan dalam siklus virus pada sel target. 6.5.2
Patogenesis HIV
HIV menyerang sel limfosit T karena memiliki kecocokan reseptor virus dengan antigenpermukaan sel T yaitu CD4. Sel T CD4 disintesis dari
43
kelenjar Timur kemudian masuk pembuluh darah masuk limpa dan kembali ke sirkulasi darah Seperti yang terlihat pada gambar :
Virion melekatkan diri pada sel inang
perlekatan ini dimulai dari interaksi kompleks 3 molekul gp120 dan gp41
Perlekatan gp120 yang pertama dengan CD4 sel T
Menginduksi membran melekuk untuk perlekatan yang kedua
gp120 kedua pada resptor kemokin seperti CXCR4, CCR5
Menginduksi gp41 yang dibawah untuk mengekpos komponen hidrofobiknya ke membran sel target
Menyisipkan ke membran jadi mudah fusi dan inti sel akan masuk sitoplasma sel target
44
Inti nukleoprotein keluar, enzim reverse aktif.
RNA menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase
DNA masuk nukleus sel target dengan enzim integrase menjadi DNA provirus
Aktif jika ada protein baru atau virion
Provirus aktif diproses sel inang sama dengan DNA manusia jadi mRNA
Sel dibawa keluar inti dibuat protein
RNA dirakit jadi utuh
Butuh enzim protease utuk memotong protein saat proses ini
Setelah utuh bisa menginfeksi sel lainnya
Pada
awal
infeksinya
HIV
berkolonisasi
di
organ
limfoid.
Menginfeksi makrofag yang akan menjadi reservoir atau kendaraan untuk ke sel T atau ke SSP. Selain itu menginfeksi sel dendrit folikuler yang di germinal center limfonodi. Mekanismenya dengan menempel pada reseptor Fc sel dendrit, letika sel T melewati sel limfonodi akan diinfeksi. 1-2 milyar sel T CD4 lisis setiap harinya namun pada awal infeksi sel yang hilang akan di regenerasi sehingga tidak terlalu signifikan pengurangannya.
45
6.5.3
Klasifikasi HIV
Pengurangan CD4 yang menyebabkan jumlahnya , 200 mm3 digolongkan AIDS. Jika jumlahnya kurang dari 14% total limfosit juga tergolong AIDS. Berdasarkan CDC Surveillance case clasification, dibagi menjadi 3 golongan : 1.
Golongan A : gejalanya termasuk akut atau asimtomatik dengan limphadenothy atau pembesarann kelenjar limfe dengan atau tanpa malaise, fatigue, dan demam ringan.
2.
Golongan B : gejala orofaringeal, vulvovaginal candidiasis, Herpes Zoster, Oral Hairy Leukoplakia, dengan atau tidak disertai demam, diare serta BB turun.
3.
Golongan C : menyerang menyeluruh dengan CD4 T limfosit nya berjumlah <200 mm3
6.5.4
Eiologi HIV
Penyebab utamanya adalah berkontak langsung dengan cairan atau darah penderita HIV. Hal ini bisa terjadi dengan: 1. Kontak seksual 2. Penularan vertikal dari seorang ibu baik pada janin maupun bayi yang lahir 3. Inokulasi parenteral 4. Transfusi darah, dll
46
Karena banyak dideteksi pada sebagian besar cairan tubuh walau kebanyakan dalam darah, semen dan cairan cerebrospinal, penyebarannya terjadi secara eksklusif. Seerti kontak seksual, bila melakukan seks bebas tanpa pengaman (oral-anal seks) yang biasanya riskan pada pekerja seksual atau homo dan biseksual. Hal lain yang terjadi jika melalui alat suntik yang digunakan secara pergantian pada pemakaian obat terlarang seperti narkotika. Jika dalam transfusi darah tidak menggunakan jarum suntik yang steril, hal ini juga dapat menjadi faktor penyebaran virus ini. Pada ibu penderita, janin yang dikandung pasti menderita HIV dan bayi yang lahir disusuinya juga demikian. 6.5.5
Manifestasi Rongga Mulut HIV
Beberapa manifestasi penyakit penderita HIV dapat terdeteksi oleh dokter gigi, contohnya : 1. Oral Hairy Leukoplakia
Penderita HIV biasanya lesi ini terlihat di tepi lidah, distribusinya bilateral dan bisa meluas. Walaupun diberitakan juga di dorsum, bukal mukosa dan soft palatal. Kebanyakan lesi menunjukkan kolonisasi bakteri Candida yang menyerang sekunder dan tidak membuuat lesi. Bentuknya berkerut dan bisa terlihat hairy saat kering. Keratotic oral lesi disebabkan papiloma
virus.
Pada
HIV penurunan kekebalan
tubuhnya akan
menyebabkan rentan untuk menderita suatu penyakit. 83% pasien HIV dalam 31 bulan akan menderita AIDS dan yang menderita OHL untuk AIDS adalah 100%. 2. Candida
Berhubungan dengan pengurangan ketahan imunitas.
47
Candida
adalah
keadaan
umum oral lesi di HIV. 90% pasien menderita
salah
presentasi
:
eritematus,
satu
dari
4
pseudemembranous, hiperplastik
candida
atau angular cheilitish. Thrush atau pseudemembranous biasanya painless, lesi putih terpisah mukosa oral biasanya di palatum lunak, bukal, dan labial mukosa. Eritematus seperti trush tetapi merah bintil di bukal atau palatal, mukosa. Hiperplastik candida jarang dan berada dibukal dan lidah. Lebih resisten untuk diambil. Pada penderita HIV 30% akan kambuh dalam 4 minggu dan 6080% kambuh dalam waktu 3 bula karena penurunan imun terhadap antifungal atau jamur. Terdetksi bila rendahnya CD4 di baseline. 3. Kaposi’s Sarcoma
Jarang terjadi dan sekarang disebut Human Herpes Virus atau HHV8. Bisa terjadi pada penderita AIDS dan Non AIDS. Infeksi 7000 pasien
HIV
akan
berkembang
menderita penyakit ini. Sebabnya tidak diketahui walaupun terdapat infeksi virus seksualnya. 4. Bacillary Angiomatosis
Proliferasi
vaskular
mirip
Kaposi disebabkan rickettsial like organism.
Gambaran
gingivanya
memerah,
mirip, biru
atau
ungu atau edema jaringan ikat yang natinya
akan
merusak
ligamen
periodontal dan tulang.
48
5. Oral Hyperpigmentation
Spot atau titik di bukal mukosa, palatal atau gingiva. Hasil adrenocorticon dari induksi HIV.
6. Atypical Ulser
7. Penyakit Periodontal
Pada dasarnya semua keadaan diatas prinsipnya sama, ketika seseorang terserang HIV, sistem imunitasnya akan menurun dan memudahkan untuk terserang suatu penyakit. Biasanya penderita yang terinfeksi akan mengalami keadaan tanpa gejala dan semakin memburuk manifestasinya dalam waktu sekitar 12 tahun yang akan datang.
6.6
H5N1
6.6.1
Etiologi H5N1
Flu burung merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Virus influenza tipe A terdiri dari dua komponen glikoprotein yaitu Hemaglutinin dan Neuramidase yang digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung. Strain yang sangat virulen atau ganas dan dapat menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat hidup di air sampai empat hari pada suhu 220oC dan akan mati pada pemanasan 600oC selama 30 menit atau 560oC selama tiga jam dan
49
dengan detergent atau desinfektan seperti contohnya adalah formalin serta cairan yang mengandung iodine. 6.6.2
Patogenesis H 5N1
Penularan virus H5N1 dapat terjadi antar ternak unggas maupun dari ternak unggas ke manusia. Pada antar ternak unggas, seekor unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan menularkan dengan waktu singkat. Apabila semua ungga peliharaan memilik daya tahan yang bagus maka infeksi tidak akan menyebabkan kematian atau virus tidak aktif. Dapat ditularkan dengan cara melalui udara, melalui peralatan kandang yang terkontaminasi, melalu kotoran unggas dan lain-lain yang berhubungan dengan unggas yang terinfeksi. Penularan dari ternak unggas ke manusia dapat terjadi karena berhubungan langsung dengan ternak unggas yang terinfeksi virus flu burung tanpa menggunakan pelindung seperti masker dan sarung tangan. Infeksi virus H5N1 dimulai ketika virus memasuki sel hostnya setelah terjadi penempelan spikes virus yang ada di permukaan sel hostnya. Kemudia virus menyusup ke dalam sitoplasma sel dan mengintegrasikan materi genetik yang terdapat di dalam inti sel hostnya. Virus dapat bereplikasi membentuk virus-virus baru yang dapat menginfeksi sel disekitar. Virus tersebut dapat bereplikasi di dalam nasofaring dan sel gastrointestinal. Pada fase penempelan adalah fase yang paling menentukan apakah virus bisa masuk atau tidak ke dalam sel hostnya intuk melanjutkan replikasi. Virus influenza A melalui spikes hemaglutinin akan berikatan dengan reseptor yang mengandung sialic acid yang ada pada permukaan sel hostnya. 6.6.3
Gambaran Klinis H5N1
Pada manusia dapat terjadi demam yang tinggi dengan suhu tubuh 38oC - 40oC disertai lemas, sakit tenggorokan, batuk, sesak nafas, mengeluarkan lendir bening dari hidung, tidak nafsu makan (anoreksia), diare, muntah, dan dalam waktu singkat dapat terjadi penumonia.
50
Gejala klinis pada ternak unggas terdapat dua macam yaitu virus flu burung tidak ganas (Low Pathogenic Avian Influenza) dan virus flu burung ganas (Highly Pathogenic Avian Influenza). Virus flu burung tidak ganas yaitu berupa gejala ringan, tidak ganas, tidak menimbulkan infeksi sekunder, terjadi gangguan pernafasan, nafsu makan turun drastis (anoreksia), depresi dan kematian tingkat rendah. Sedangkan virus flu burung ganas terjadi produksi telur turun drastis, gangguan pernafasan seperti bersin, batuk, sinusitis, pembengkakan di kepala dan muka, jengger berwarna merah kehitaman, perdarahan subkutan di kaki, dada, dan punggung, keluar cairan dari hidung serta diare dan kematian tingkat tinggi. 6.6.4
HPA H5N1
Pada gambaran HPA flu burung terdapat kapiler pembuluh darang yang membengkak dan terdapat banyak sel radang.
51
KESIMPULAN
Virus merupakan partikel bersel tunggal yang ultramikroskopik sehingga dapat melewati saringan kuman,berkembang biak didalam sel , mengandung RNA atau DNA dan dilapisi selubung protein. Virus dibagi dalam dua kelompok besar yaitu virus DNA dan virus RNA Secara umum struktur virus terdiri dari empat bagian yaitu DNA/RNA, capsid, tagumen dan lipid envelope. Virus melakukan replikasi dengan bantuan inangnya untuk kelangsungan hidupnya dan menginvasi dari inangya Tubuh memiliki suatu sistem pertahanan tubuh (antibodi) untuk melawan infeksi virus, sistem tersebut dibagi menjadi dua yaitu immunitas nonspesifik dan immunitas spesifik. Immunitas nonspesifik dimiliki tubuh sejak awal, immunitas nin spesifik untuk melawan bakteri adalah interferon dan sel natural killer. Sedangkan immunitas spesifik dibagi menjadi imunitas humoral dan selular, dimana immunitas humoral diperankan oleh sel Limfosit B sedangkan immunitas selular diperankan oleh sel Limfosit T. Beberapa virus yang memiliki manifestasi di rongga mulut antara lain Herpes Simplex Virus (HSV), Veriscella zoster, Coxsaxie Virus, Virus Hepatitis, HIV, dan virus flu burung (H5N1). Setiap virus mempunyai etiologi, patogenesa, HPA dan gambaran klinis masing-masing.
52