LAPORAN PRAKTIKUM MEKANIKA FLUIDA II - TL 2201 MODUL 03 LONCATAN HIDROLIS
Nama Praktikan
: Salma Maziyyah Munawaroh
NIM
: 15316050
Kelompok / Shift
: 4B / 12.30-14.00
Tanggal Praktikum
: 15 Februari 2018
Tanggal Pengumpulan
: 22 Februari 2018
PJ Modul
: Siti Fatimah (15314029) Steven Gunawan (15315012)
Asisten yang Bertugas
: Dwi Sari Oktaviani (15314078) Kinanti Aldhia (15315004)
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2018
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan debit aktual (Qaktual) serta pengaruhnya terhadap loncatan hidrolis 2. Menentukan nilai bilangan froude (Fr) untuk mengetahui regim aliran kritis, super kritis, atau subkritis. 3. Menentukan nilai energi spesifik (Es) untuk mengetahui profil perubahan energi spesifik 4. Menentukan nilai efisiensi loncatan (Es6/Es2) untuk menentukan dampak loncatan hirdolis terhadap kehilangan energi.
II.
DATA AWAL
Berikut hasil pengukuran massa beban, suhu awal, suhu akhir, lebar saluran, densitas dan volume saluran saat praktikum sebagai berikut : Tabel 2.1 Pengukuran Massa, Suhu, dan Lebar Saluran Data Awal Massa beban (kg) 2,5 Suhu awal (C) 26,5 Suhu akhir (C) 27 Suhu rata2 (C) 26,75 Massa Air (kg) 7,5 Lebar Saluran (m) 0,075 Densitas (kg/m3) 996,1649 Slope gravitasi 9,81 Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
I.
TUJUAN PRAKTIKUM
1. Menentukan debit aktual (Qaktual) serta pengaruhnya terhadap loncatan hidrolis 2. Menentukan nilai bilangan froude (Fr) untuk mengetahui regim aliran kritis, super kritis, atau subkritis. 3. Menentukan nilai energi spesifik (Es) untuk mengetahui profil perubahan energi spesifik 4. Menentukan nilai efisiensi loncatan (Es6/Es2) untuk menentukan dampak loncatan hirdolis terhadap kehilangan energi.
II.
DATA AWAL
Berikut hasil pengukuran massa beban, suhu awal, suhu akhir, lebar saluran, densitas dan volume saluran saat praktikum sebagai berikut : Tabel 2.1 Pengukuran Massa, Suhu, dan Lebar Saluran Data Awal Massa beban (kg) 2,5 Suhu awal (C) 26,5 Suhu akhir (C) 27 Suhu rata2 (C) 26,75 Massa Air (kg) 7,5 Lebar Saluran (m) 0,075 Densitas (kg/m3) 996,1649 Slope gravitasi 9,81 Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Berikut hasil pengukuran waktu dan kedalaman aliran fluida pada saat praktikum sebagai berikut : Tabel 2.2 Pengukuran Jarak Hulu dan Jarak Hilir Variasi
t1
Waktu (sec) Kedalaman (m) t2 t3 t ratay1 y2 y3 y4 y5 rata 20,75 21,03 20,933 0,0326 0,0077 0,0077 0,0091 0,0127 0,0255 0,0255 17,96 18,22 18,337 0,041 0,0078 0,0097 0,0121 0,0315 14,1 13,96 13,873 0,0652 0,0073 0,0113 0,0131 0,0355 11,74 11,83 11,667 0,0837 0,007 0,0117 0,0134 0,0335 11,22 11,48 11,31 0,092 0,0073 0,0155 0,0195 0,0295
1 21,02 2 18,83 3 13,56 4 11,43 5 11,23 Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
y6 0,0165 0,0245 0,0295 0,0315 0,0285
Tabel 2.3 Tinggi Loncatan dan Panjang Loncatan Pada Saluran Fluida Variasi
Hi
L
(tinggi (panjang loncatan) loncatan) 0,0088 0,16 1. 0,0167 0,085 2. 0,0222 0,125 3. 0,0245 0,06 4. 0,0212 0,04 5. Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5 Berikut hasil pengukuran jarak antar titik pada saluran fluida sebagai berikut: Tabel 2.4 Jarak Antar Titik Pada Saluran Fluida Variasi
t1 1 2 3 4
21,02 18,83 13,56 11,43
Waktu (sec) t2 t3 t ratarata 20,75 21,03 20,933 17,96 18,22 18,337 14,1 13,96 13,873 11,74 11,83 11,667 11,667
x1
x2
Jarak Titik (m) x3 x4 x5
0,75 0,75 0,75 0,75
0,97 0,97 0,97 0,97
1,06 1,26 1,78 2,275
1,085 1,29 1,87 2,295
1,22 1,345 1,905 2,335
x6 3,58 3,58 3,58 3,58
11,31 0,75 0,97 2,47 2,49 2,51 5 11,23 11,22 11,48 Sumber : Data Percobaan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5 Berikut data suhu terhadap viskositas kinematis fluida yang didapatkan dari literatur sebagai berikut : Tabel 2.5 Suhu Terhadap Densitas Air Suhu
Massa Jenis (kg/m3)
0
999.9
5
1000
10
999.7
15
999.1
20
998.2
30
995.7
40
992.2
50
988.1
60
983.2
70
977.8
80
971.8
90
965.3
100
958.4
Sumber : (Finnemore, 2003)
3,58
1005 1000 995 ) 3 990 m / g 985 k ( s 980 a t i 975 s n e 970 D 965 960 955
Series1 Poly. (Series1) y = -0,0036x2 - 0,0675x + 1000,6 R² = 0,9993 0
20
40
60
80
100
120
Suhu ( C) ◦
Gambar 1.1 Suhu Terhadap Densitas Air Berikut meruapakan tabel suhu terhadap viskositas kinematis yang didapatkan dari literatur sebagai berikut : Tabel 2.6 Suhu Terhadap Viskositas Kinematis Suhu
Viskositas Kinematis (m2/s)
0
0.000001785
5
0.000001519
10
0.000001306
15
0.000001139
20
0.000001003
25
0.000000893
30
0.0000008
40
0.000000658
50
0.000000553
60
0.000000474
70
0.000000413
80
0.000000364
90
0.000000326
100
0.000000294 Sumber : Finnemore, 2017
0.000002 0.0000018 0.0000016
s i t 0.0000014 a m e 0.0000012 n i K s 0.000001 a t i 0.0000008 s o k s 0.0000006 i V
y = 0.0000000002x 2 - 0.0000000325x + 0.0000016484 R² = 0.9802674582
0.0000004 0.0000002 0 0
20
40
60
80
100
120
Suhu (0C)
Gambar 1.2 Suhu Terhadap Viskositas Kinematis
III. PENGOLAHAN DATA 3.1 Menentukan Densitas Air
Untuk menghitung densitas air dapat menggunakan persamaan sebagai berikut: y = -0,0036x2 – 0,0695x + 1000,6 ...........
(1)
Dengan mensubtitusi nilai x dengan nilai suhu rata – rata, maka: y = -0,0036(26,75)2 – 0,0695(26,75) + 1000,6 = 996,1649 kg/m 3
Sehingga didapat nilai densitas air adalah 996,1649 kg/m3
3.2 Menentukan Volume Air
Untuk menentukan volume air dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : V=
.....................
(2)
Dengan menggunakan data massa beban pada tabel 1.1, sehingga dapat dihitung nilai volume airnya :
V=
. ,
= 0,0075 m3
Jadi nilai volume air adalah 0,0075m3
3.3 Menentukan Panjang Loncatan Aliran Fluida
Untuk menentukan panjang loncatan aliran fluida dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : L = x5 - x3 ...............
(3)
Dengan menggunakan data posisi aliran fluida variasi 1 pada tabel 2.3, sehingga dapat dihitung nilai Panjang loncatannya sebagai berikut : L1.1 =1,22 - 1,06 L1.1 = 0,16 m Jadi nilai Panjang loncatan aliran fluida untuk variasi 1 titik 1 adalah 0,16 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati L (m) untuk setiap titik di setiap variasi. 3.4 Menentukan Keliling Basah Saluran
Untuk menentukan keliling basah saluran dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : P = b + 2y ..................................................
(4)
Dengan menggunakan data pada tabel 2.1 untuk nilai lebar saluran dan data titik 1 variasi 1 pada tabel 2.2 untuk ketinggian pada titik 1, maka didapatkan nilai keliling basah saluran sebagai berikut : P1.1 = 0.075 + 2(0.0326) = 0,1402 m Maka didapatkan nilai keliling basah untuk variasi 1 titik 1 yaitu 0,1402 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati P (m) untuk setiap titik di setiap variasi.
3.5 Menentukan Luas Penampang Saluran
Untuk menentukan luas penampang saluran dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : A = lebar saluran x Y tiap titik ..........................
(5)
Dengan menggunakan data lebar saluran pada tabel 2.1 dan data kedalaman titik 1 untuk variasi 1 pada tabel 2.2, maka didapatkan nilai luas penampang saluran sebagai berikut : A1.1 = 0.075 x 0.0326 A1.1 = 0,002445 m 2 Sehingga nilai luas penampang titik 1 variasi 1 pada saluran adalah 0,002445 m2. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati A (m 2) untuk setiap titik di setiap variasi.
A2.1 = 0,003075; A 3.1 = 0,00489; A 4.1= 0,0062775; A 5.1= 0,0069 Dan lakukan formula yang sama untuk variasi titik lainnya. 3.6 Menentukan Debit Aktual Air
Untuk menentukan debit aktual air dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : Q=
........................................................ −
(6)
Dengan menggunakan data volume pada tabel 2.1 variasi 1, dan data waktu rata-rata pada tabel 2.2 maka didapatkan nilai debit aktual adalah : Q1.1 =
. ,
= 0,00035966 m 3/s Jadi nilai debit aktual air variasi 1 adalah 0,0004 m3/s . Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Q (m3/s) :
Q2.1 = 0,000410591; Q 3.1= 0,000542687; Q 4.1= 0,000645332; Q 5.1 = 0,000665683 Begitu pun dengan variasi titik lainnya.
3.7 Menentukan Jari – Jari Hidrolis Saluran
Untuk
menentukan jari - jari hidrolis saluran dapat menggunakan
persamaan sebagai berikut : R=
..................................................................
(7)
Dengan menggunakan data titik 1 untuk variasi 1 pada tabel 4.1, maka didapatkan nilai jari – jari hidrolis saluran : R 1.1=
, .
R 1.2= 0,017439372 m Jadi nilai jari – jari hidrolis saluran adalah 0,017439372. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati R (m2) untuk setiap variasi di setiap titik. Menentukan Energi Spesifik
Untuk menentukan energi spesifik dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : Es = yi +
.............................................
(8)
Dengan menggunakan data titik 1 untuk variasi pada tabel 4.1 dan data pada tabel 2.2, maka didapatkan nilai energi spesifik sebagai berikut : Es1.1= 0.0326 +
, .
Es1.1 = 0,033702876 m Maka didapatkan nilai energi spesifik titik 1 untuk variasi 1 adalah 0,033702876 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Es (m) untuk setiap variasi di setiap titik.
3.8 Menentukan Kecepatan Aliran Air
Untuk menentukan kecepatan aliran dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : v=
.................................................
(8)
Dengan menggunakan data titik 1 pada variasi 1 pada tabel 4.1, dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : v=
, ,
v = 0,147100042 m/s Jadi nilai kecepatan aliran air adalah 0,147100042 m/s. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati v (m/s) untuk setiap variasi di setiap titik. Menentukan Bilangan Froude
Untuk menentukan bilangan Froude dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : Fr =
......................................... (10)
Dengan menggunakan data kecepatan titik 1 variasi 1 pada tabel 4.1 dan kedalaman pada tabel 2.2, maka dapat ditentukan sebagai berikut : Fr 1.1 =
. √ . .
Fr 1.1 = 0,260117454 Fr 21.1 = 0,06766109 Jadi nilai bilangan Froude titik 1 pada variasi 1 adalah 0,06766109 . Cara ini berlaku sama untuk setiap titik pada variasi bilangan Froude lainnya. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Fr untuk setiap variasi di setiap titik. 3.9 Menentukan Kedalaman Kritis
Untuk menentukan kedalaman kritis dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : Yc =
Dengan menggunakan data debit titik 1 variasi 1 pada tabel 4.1 dan lebar saluran pada tabel 2.1, maka dapat dihitung :
., .
Yc =
Yc = 0,0132841 m Maka didapatkan nilai kedalaman kritis titik 1 variasi 1 adalah 0,0132841 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Yc (m) untuk setiap variasi di setiap titik. Menentukan Efektivitas Loncatan Aktual
Untuk menentukan y6/y2 aktual dapat secara langsung dilakukan perhitungan sebagai berikut :
= . . = 2,1428571 Sehingga nilai y6/y2 aktualnya adalah 2,1428571. Cara ini berlaku sama untuk variasi y6/y2 aktualnya lainnya.
Begitu pun dengan variasi lainnya,
digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Y 6/Y2 untuk setiap variasi di setiap titik. 3.10
Menentukan Tinggi Loncatan Aktual
Untuk menentukan tinggi loncatan dapat menggunakan rumus sebagai berikut :
= 6 2
......................... (11)
Dengan menggunakan data pada tabel 4.2, maka dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut : Hi = 0,0165- 0.007 = 0.0088 m Maka didapatkan nilai tinggi loncatan 0.0088 m. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati Hi untuk setiap variasi. 3.11
Menentukan Efisiensi Energi Aktual
Untuk menentukan efisien energi aktual dapat langsung dengan menggunakan data pada tabel 4.1 dan perhitungan sebagai berikut : ES6/ES2 = 0,020805/0,0274688 .................. (12) = 0,7574047 Maka nilai efisiensi energi aktual variasi 1 adalah 0,7574047. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati ES6/ES2 untuk setiap variasi.
3.12
Menentukan Efektivitas Loncatan Teoritis
Untuk menentukan efektivitas loncatan teoritis dapat menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :
=0.5√ 1 82 1 ......................................... (13) Dengan menggunakan data pada tabel 4.6 untuk nilai pangkat 2 dari bilangan Froude dapat dilakukan perhitungan :
6 =0.5 180,06766 1 2 = 2,142857143 Jadi nilai efektivitas loncatan teoritis untuk variasi 1 adalah 2,142857143. Begitu pun dengan variasi lainnya, digunakanlah rumus dan formula yang sama. Sehingga didapati y6/y2 untuk setiap variasi. 3.13
Menentukan Efisiensi Energi Teoritis
Untuk menentukan efisien energi teoritis dapat menggunakan persamaan rumus sebagai berikut :
= (+) /− − +
................................. (14)
Dengan menggunakan data pada tabel 4.6 untuk nilai pangkat 2 dari bilangan Froude dapat dilakukan perhitungan :
6 = 80,06766 1/ 40,06766 1 2 80,06766 20,06766 = 0,37333 Jadi nilai efisiensi energi teoritis untuk variasi 1 adalah 0,37333. Cara ini berlaku sama untuk variasi efisiensi energi teoritis lainnya.
3.14
Menentukan Kehilangan Energi
Untuk
menentukan
kehilangan
energi
dapat
menggunakan
persamaan rumus sebagai berikut : ∆Es = Es2 – Es6 ..................................... (15) Dengan menggunakan data pada tabel 4.7 untuk nilai energi spesifik dapat dilakukan perhitungan : ∆Es = Es2 – Es6 = 0,027468802 - 0,020805206 = 0,006663596 Jadi nilai kehilangan energi untuk variasi 1 adalah 0,006663596. Cara ini berlaku sama untuk variasi kehilangan energi lainnya.
IV. DATA AKHIR
Setelah dilakukan pengolahan data pada bab sebelumnya, maka didapatkan hasil perhitungannya sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Data Akhir Untuk Volume, Debit dan Luas Variasi Volume (m3) 1 2 3 4 5
Q (m3/s)
Luas (m2) A1 A2 A3 A4 A5 A6 0,0075 0,00035966 0,002445 0,000578 0,000683 0,000953 0,00191 0,001238 0,0075 0,00041059 0,003075 0,000585 0,000728 0,000908 0,00236 0,001838 0,0075 0,00054269 0,00489 0,000548 0,000848 0,000983 0,00266 0,002213 0,0075 0,00064533 0,006278 0,000525 0,000878 0,001005 0,00251 0,002363 0,0075 0,00066568 0,0069 0,000548 0,001163 0,001463 0,00221 0,002138 Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Data Akhir Untuk Keliling Basah Variasi
Keliling Basah
P1
1
P2
P3
P4
P5
P6
0,1402
0,0904
0,0932
0,1004
0,126
0,108
2
0,157
0,0906
0,0944
0,0992
0,138
0,124
3
0,2054
0,0896
0,0976
0,1012
0,146
0,134
Keliling Basah
Variasi 4
0,2424
0,089
0,0984
0,1018
0,142
0,138
5
0,259
0,0896
0,106
0,114
0,134
0,132
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.3 Hasil Perhitungan Data Akhir Jari-Jari Hidrolis di Setiap Titik dan Setiap Variasi Variasi
Jari-jari hidrolis (m)
R1
R2
R3
R4
R5
R6
1
0,0174
0,00638827
0,007323
0,009487
0,015179
0,011458
2
0,0196
0,00645695
0,007707
0,009148
0,01712
0,014819
3
0,0238
0,00611049
0,008683
0,009708
0,018236
0,016511
4
0,0259
0,00589888
0,008918
0,009872
0,017694
0,01712
5
0,0266
0,00611049
0,010967
0,012829
0,016511
0,016193
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan Data Akhir Kecepatan Aliran di Setiap Variasi di Setiap Titik. Variasi
Kecepatan Aliran (m/s)
v1
v2
v3
v4
v5
v6
1
0,1471
0,622787
0,5269738
0,3775954
0,188057
0,29063
2
0,13353
0,701865
0,5643866
0,4524421
0,173795
0,22345
3
0,11098
0,991209
0,6403384
0,5523529
0,203826
0,24528
4
0,1028
1,229204
0,7354212
0,6421215
0,256849
0,27316
5
0,09648
1,215859
0,5726305
0,4551678
0,300874
0,31143
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Data Akhir Fr Untuk Setiap Variasi di Seti ap Titik Variasi
Fr
1
2
3
4
5
6
1
0,2601
2,26599948
1,763737
1,06977
0,375998
0,722387
2
0,2105
2,53730099
1,829601
1,313215
0,312643
0,45579
3
0,1388
3,70398459
1,92325
1,540801
0,345391
0,455953
4
0,1134
4,69072997
2,170744
1,771048
0,448044
0,491385
5
0,1016
4,5434671
1,468501
1,040686
0,559292
0,588985
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Data Akhir untuk Fr 2 Setiap Variasi di Setiap Titik Variasi
Fr^2
1
2
3
4
5
6
1
0,06766
5,134754
3,1107679
1,1444073
0,141375
0,52184
2
0,04433
6,437896
3,3474383
1,7245337
0,097745
0,20774
3
0,01926
13,7195
3,6988915
2,3740674
0,119295
0,20789
4
0,01287
22,00295
4,7121315
3,1366105
0,200743
0,24146
5
0,01031
20,64309
2,156494
1,0830276
0,312808
0,3469
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Data Akhir Es setiap Variasi di Setiap Titik Variasi
Es
1
2
3
4
5
6
1
0,0337
0,0274688
0,023254
0,019967
0,027303
0,020805
2
0,0419
0,0329078
0,025935
0,022533
0,033039
0,027045
3
0,0658
0,05737618
0,032199
0,02865
0,037617
0,032566
4
0,0842
0,08401032
0,039266
0,034415
0,036862
0,035303
5
0,0925
0,08264729
0,032213
0,03006
0,034114
0,033443
Sumber : Data Hasil Perhitungan Praktikum di LAB PSDA Gedung TL Labtek IX C Lantai 5
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Data Akhir ∆Es, Es6/Es2, Yc, y6/y2 aktual dan y6/y2 teoritis setiap Variasi di Setiap Titik kehilangan energi (m)
1
0,00666
Efisiensi energi (Es 6/ Es 2) 0,757412
2
0,00586
0,821838
0,0145103
3,1410256
3,122954
3
0,02481
0,567595
0,0174757
4,0410959
4,762034
4
0,04871
0,420222
0,0196152
4,5
6,15251
5
0,0492
0,404652
0,0200254
3,9041096
5,944857
Variasi
V.
Y kritis
y6/y2 aktual
y6/y2 teoritis
0,0132841
2,1428571
2,743379
ANALISIS A
Analisis Cara Kerja
Dalam praktikum “Loncatan Hidrolis”, langkah pertama yang dilakukan adalah mengukur temperatur air pada awal percobaan setelah hydraulic bench dinyalakan. Hal ini bertujuan untuk menentukan massa jenis dari fluida tersebut, dilihat dari data tabel massa jenis fluida terhadap suhunya. Serta mempengaruhi perhitungan karena adanya kemungkinan untuk terjadinya proses penguapan pada fluida tersebut. Selanjutnya mengoperasikan hydraulic bench dengan beban tertentu, catat beban yang digunakan dan waktu yang diperlukan untuk menaikkan beban agar kita dapat menentukan nilai debit aktual aliran air tersebut. Kemudian mengkalibrasi alat pengukur kedalaman aliran air, hal ini bertujuan agar s aat pengukuran
ketinggian
permukaan
aliran
air
lebih
akurat
dan
menghindarkan kesalahan perhitungan saat mengukur ketinggian tersebut. Selanjutnya mengukur lebar saluran terbuka. Kemudian dilanjutkan dengan menempatkan sluice gate kurang lebih 90 cm dari inlet untuk membentuk loncatan hidrolis. Setelah itu, mengukur Panjang loncatan dan kedalaman aliran di 6 titik sepanjang saluran dengan menggunakan alat pengukur kedalaman yang telah di kalibrasi. Mencatat posisi ditiap titik tersebut. Hal ini bertujuan untuk menentukan nilai jari – jari hidrolisis saluran. Percobaan ini dilakukan dengan 5 variasi, agar didapatkan data yang akurat. Dan terakhir, mengukur temperatur air pada akhir percobaan. Suhu fluida akhir
juga sama pentingnya dengan suhu fluida awal karena nanti akan di interpolasikan untuk digunakan pada perhitungan densitas air.
Analisis Grafik
a) Grafik y6/y2 terhadap Fr 22 5
y6/y2 thdp Fr^2 titik 2
4.5 4 3.5 3
y = 1.2926x 0.3993 R² = 0.8198
2 y / 2.5 6 y
2
1.5 1 0.5 0 0
5
10
15 Fr^2 titik 2
Gambar 5.1 Grafik y6/y2 terhadap Fr 22
20
25
Dapat dilihat gambar 5.1 Grafik y6/y2 terhadap Fr 22, plot data pada grafik tersebut membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.1 nilai koefisien determinasi R² = 0,8198. Koefisien determinasi menunjukkan plot variabel dalam grafik tersebut mewakili keadaan ideal jika mendekati satu. Kedaan ideal yang dimaksud ini adalah menunjukan bahwa ukuran proporsi keragaman total nilai peubah Y yang dapat dijelaskan oleh nilai peubah X melalui hubungan pada grafik ini. Dilihat dari nilai R 2 =0,8198, maka pada grafik tersebut plot variabel mewakili keadaan ideal karena hampir mendekati angka 1. Hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,905428 (dengan menngunakan converter R), dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan antar variabel saling berkaitan.tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,905428 , dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan antar variabel juga saling keterkaitan. Pada gambar 5.1 tersebut juga dapat dicari nilai galat dengan persamaan sebagai berikut :
6 = 0,5 1 82 1 2 ≈ 2,
Maka dilihat dari rumus diatas, dapat disimpulkan :
, bahwa y6/y2 berbanding lurus dengan Fr 22
Sehingga, untuk mencari nilai galatnya, dapat membandingkan nilai pangkat dari bilangan Froude dengan nilai pangkat persamaan garis yaitu y = 1,5481x 0.2997 yang terdapat pada grafik sebagai berikut :
%= 0.50.3993 0.5 100% %=20,14% 20,14
Dengan hasil galat adalah
%, maka faktor kesalahan saat melakukan
praktikum cukup besar. Hal ini bisa disebabkan berbagai faktor yaitu diantaranya kurang telitinya praktikan atau pengukuran yang kurang akurat.
b) Grafik Es6/Es2 terhadap
0.9
Es6/Es2 thdp Fr^2 titik 2
0.8 0.7
y = 1.8083x-0.472 R² = 0.9332
0.6
2 s 0.5 E / 6 0.4 s E
0.3 0.2 0.1 0 0
5
10
15
20
25
Fr^2 titik 2
Gambar 5.2 Grafik Es6/Es2 terhadap
Dapat dilihat gambar 5.2 Grafik Es 6/Es2 terhadap Fr 2, plot data pada grafik tersebut membentuk garis linier menurun. Berdasarkan gambar 5.2 tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0.977 , dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan antar variabel juga sali ng keterkaitan. Pada gambar 5.1 tersebut juga dapat dicari nilai galat dengan persamaan sebagai berikut :
− − = ( +) + Maka dilihat dari rumus diatas, dapat dilakukan penyederhanaan dengan dibagi bilangan Froude pangkat terendah asumsi Fr 2 = x
~ + ~ dibagi x = + = = −, + + Sehingga, untuk mencari nilai galatnya, dapat membandingkan nilai pangkat dari 0.866
adalah -0,5 dan nilai pangkat persamaan garis yaitu y = 6.5798x-
yang terdapat pada grafik sebagai berikut :
Galat = | ( nilai aktual – nilai teoritis )
× 100%|
nilai aktual Galat = |
−,−−, × 100%| = 49,96% −,
Dengan hasil galat adalah 49,96 %, maka faktor kesalahan saat melakukan praktikum sangat besar.
c) Grafik Hi terhadap 0.03
Hi thdp Fr^2 titik 2
0.025 0.02 i H0.015
y = 0.0047x 0.5355 R² = 0.7499
0.01 0.005 0 0
5
10
15
20
25
Fr^2 titik 2
Gambar 5.3 Grafik Hi terhadap Dapat dilihat gambar 5.3 Grafik Hi terhadap
, plot data pada grafik tersebut
membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.3 tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0.912 , dengan nilai yang hampir mendekati satu berarti hubungan antar variabel juga sali ng keterkaitan. Pada gambar 5.3 juga didapatkan nilai dari pangkat persamaan garis adalah y = 0.0118x 0.1608 . Ini merupakan nilai pangkat dari variable grafik. Maka, secara aktual hubungan antara Hi dengan
− Hi ~ =
-
=
- Hi
=
=
Hi =
Hi
-
berdasarkan
sebagai berikut :
Sehingga didapatkan persamaan dari nilai pangkat dari
adalah -1
sehingga galat nilai pangkat secara aktual dan teoritis dapat ditentukan sebagai berikut : Galat = |( nilai aktual – nilai teoritis )
× 100%|
|nilai aktual| Galat =
−,− × 100% = 44,5 % −
Dengan hasil galat adalah 44,5%, maka faktor kesalahan saat melakukan praktikum cukup besar.
d) Grafik L terhadap y6/y2 0.18
L thdp y6/y2
0.16 ) 0.14 m ( n 0.12 a t a 0.1 c n o L 0.08 g n a j 0.06 n a P
y = 0.3817x-1.231 R² = 0.4243
0.04 0.02 0 0
1
2
3 y6/y2
4
5
Gambar 5.4 Grafik L terhadap y6/y2 Dapat dilihat gambar 5.4 Grafik L terhadap y 6/y2, plot data pada grafik tersebut membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.4 tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,6513, dengan nilai yang jauh dari satu berarti hubungan antar variabel tidak saling keterkatian. e) Grafik L terhadap Q 0.18
L thdp Q aktual
0.16 ) m0.14 ( n 0.12 a t a c 0.1 n o L 0.08 g n a j 0.06 n a 0.04 P
y = 4E-07x-1.603 R² = 0.622
0.02 0 0
0.0001
0.0002
0.0003
0.0004
0.0005
0.0006
Debit Aliran (m^3/s)
Gambar 5.5 Grafik L terhadap Q Dapat dilihat gambar 5.5 Grafik L terhadap Q, plot data pada grafik tersebut membentuk garis linier meningkat. Berdasarkan gambar 5.5 tersebut diperoleh hubungan antar variabel dilihat dari nilai R = 0,7886, dengan nilai yang jauh dari satu berarti hubungan antar variabel tidak saling keterkatian. Pada dasarnya, hubungan antara debit ( Q ) dan Panjang loncatan (L) bisa dikaitkan dengan daerah superkritis. Jika debitnya besar, daerah superkritis juga akan membesar karena energi potensial semakin menurun dapat dilihat pada titik 5 dan titik 3, titik 5 dan 3 merupakan titik dimana aliran bersifat superkritis. Jika daerah superkritis membesar maka otomatis jarak antara titik
dan 3 semakin
membesar pula. Hal ini menyebabkan nilai L juga akan membesar karena secara matematis nilai L = X5 – X3 dan juga berdampak memperbesar nilai bilangan Froude aliran. Hal tersebut dapat diamati dari hubungan debit dan kecepatan dimana debit memiliki hubungan yang sebanding dengan kecepatan (v). Maka dapat disimpulkan jika debit semakin besar maka bilangan froude akan semakin
0.0007
membesar dan semakin besar bilangan Froude akan semakin kritis suatu aliran yang terbentu f) Grafik y terhadap Es 1. Variasi 1
Gambar 5.6 Grafik y terhadap Es Variasi 1 Berdasarkan gambar 5.6, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar 0.01329. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.1 yaitu sebesar 0,017. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
=| | 100% 017| 100% =|0.013280, 0.01328 = 14.17 %
Jadi nilai galatnya adalah 14.17 % yang merupakan faktor kesalahan pada saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan yang berimpitan dengan garis y = Es yaitu posisi titik 1. Tetapi galat yang diperolwh tidak terlalu besar maka bisa mulai dijadikan perbandingan.
2. Variasi 2
Gambar 5.7 Grafik y terhadap Es Variasi 2 Berdasarkan gambar 5.7, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar 0.0145103 yang merupakan nilai dari Es minimum. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu sebesar 0.0125. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
=| | 100% 0.0125| 100% =|0.0145103 0.0145103 = 13,854 % Jadi nilai galatnya adalah 13,854% yang merupakan faktor kesalahan pada saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan yang berimpitan dengan garis y = Es yaitu posisi titik 1. 3. Variasi 3
Gambar 5.8 Grafik y terhadap Es Variasi 3 Berdasarkan gambar 5.8, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar 0.017457. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.3 yaitu sebesar 0.015. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
=| | 100% 0.015| 100% =|0.017457 0.017457 = 14,07% Jadi nilai galatnya adalah 14,07% yang merupakan faktor kesalahan pada saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan posisi titik 1. 4. Variasi 4
Gambar 5.9 Grafik y terhadap Es Variasi 4 Berdasarkan gambar 5.9, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar . Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.4 yaitu sebesar 0.019652. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
=| | 100% 0.021971107| 100% =|0.018 0,021971107 = 18.07 % Jadi nilai galatnya adalah 18,07% yang merupakan faktor kesalahan pada saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya. Selain itu untuk titik superkritisnya dapat dilihat dari posisi titik 2 dan 3 dan yang membentuk sudut lancip yaitu posisi titik 4. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6,
5 yang berpotongan dengan garis y = 2/3 Es dan posisi titik 1 yang berhimpitan dengan garis y = Es 5. Variasi 5
Gambar 5.10 Grafik y terhadap Es Variasi 5 Berdasarkan gambar 5.10, diperoleh titik kedalaman kritis (Yc) sebesar 0.025 yang merupakan nilai dari Es minimum. Nilai titik kedalaman secara teoritis atau hasil perhitungan yang dilakukan dapat dilihat pada tabel 4.5 yaitu sebesar 0,020025396. Sehingga dapat ditentukan nilai galat hasil percobaan dan perhitungan sebagai berikut :
=| | 100% =|0.0250.00.25020053| 100% = 0,4947 % Jadi nilai galatnya adalah 0,4947 % yang merupakan faktor kesalahan pada saat hasil pembuatan grafik ataupun perhitungannya.. Kemudian untuk aliran subkritis berada di posisi titik 6, 5 dan posisi titik 1.
Analisis Literatur
a) Penurunan rumus 1. Y6/Y2 Lj garis energi
EL V b V a
2
2 g
2
2 g
Ea
E b Wsin
y b P b
ya
Pa
Wcos
W Fs
aliran superkritis
loncatan air
aliran subkritis
a
b
Gambar 5.7 Loncatan air. Berdasarkan gambar 5.7, dapat dilihat daerah dibatasi oleh penampang (a) dan penampang (b). Dengan menerapkan persamaan Momentum pada kedua penampang tersebut, maka F x M b M a P a P b F S W sin M b M a
dimana : 1
b ya
2
2
b yb
2
2
gaya hidrostati s pada penampang (a )
gaya hidrostati s pada penampang (b)
P a
P b
F s
gaya geser antara badan saluran dengan air yang mengalir
W
berat air pada control volume yang dibatasi oleh penampang (a) dan (b)
1
M a
flux momentum aliran pada penampang (a)
M b
flux momentum aliran pada penampang (b)
a Q V a b Q V b
Sedangkan dasar saluran horizontal ,
0, maka W sin
0 dan F s
0
sehingga persamaan momentum di atas menjadi sebagai berikut : 1
2
b y a
2
1
2
b yb
2
a Q V a
b Q V b
Diasumsikan distribusi kecepatan merata di penampang (a) maupun penampang (b), maka a
b
1,
dan dengan menggunakan prinsip persamaan
kontinuitas bahwa debit persatuan lebar saluran q 1
2 y a 2
2
1 2 y b 2
V a y a
q V a
V b yb , sehingga :
q V b
2 q 2 1
1 g y a y b
2
( y b y a )
y a y b ( y a y b )
2 q2 g
2 y c 3
y b y b 2 q2 1 2 Fr a 2 3 y a y a g y a
dimana Fr a = bilangan Froude pada penampang (a) sama dengan Fr a
V a g y a
sehingga didapat hubungan antara ya (kedaman awal loncatan) dan yb (kedalaman akhir loncatan), sebagai berikut :
y b y a
1 2
1
1 8 Fr a
2
atau :
6 =0.5 1 82 1 2
2. Es6/Es2
Untuk penurunan rumus efisiensi energi adalah sebagai berikut :
Es = =1 = 1 1 =1 1 1 2 2 2
Sehingga dapat dimodifikasi kembali sebagai berikut :
∆=1 2 = − . ∆ = − = −+ + . −+ + =1 ∆ =1 −+ + = −+ +
+ −+ +
b) Mengapa tidak ada titik di atas garis y = x (y – ES) Karena dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :
S = , apabila y=0, maka = = ∞ = , apabila y=E, maka = atau =0, ini berarti y=∞ Dalam hal ini sumbu ES asymptot dari lengkung dan ES hanya merupakan fungsi dari y saja ( ES= f(y) ). Oleh karena itu garis lenkung yang bagian bawah tidak akan enyentuk sumbu x (ES) dan yang bagian atas tidak akan menyentuh garis y= x (y= ES)
Analisis Jenis Loncatan Hidrolis
Loncatan air pada dasar saluran horizontal, terdiri dari beberapa tipe yang dibedakan berdasarkan nilai bilangan Froude (Fr) aliran di awal loncatan, sebagai berikut : 1) Loncatan berombak, untuk Fr = 1 – 1.7 2) Loncatan lemah, untuk Fr = 1.7 – 2.5
3) Loncatan berisolasi, untuk Fr = 2.5 – 4.5 4) Loncatan tetap, untuk Fr = 4.5 – 9 5) Loncatan kuat, untuk Fr > 9 Berdasarkan hasil pengolahan data akhir, didapatkan nilai rata – rata bilangan Froude dari seluruh variasi adalah 1.662504, maka termasuk jenis loncatan hidrolis berombak.
Analisis Kesalahan
Dalam praktikum dan perhitungan kali ini, adanya kemungkinan kesalahan yang dilakukan oleh praktikan contohnya seperti memulai dan mengakhiri stopwatch. Adanya kesalahan dalam memulai dan mengakhiri Stopwatch seperti tidak sigapnya seseorang yang menggunakan stopwatch-nya, sehingga dapat mengubah hasil perhitungan Q aktual . Hal ini tentu jelas memberi dampak pada perhitungan dan perbandingan lainnya. Selanjutnya terdapat juga kesalahan saat peletakan beban. Peletakan beban harus dilakukan tepat pada saat beban mulai terangkat. Hal inilah yang sering kali menimbulkan ketidakakuratan, sebab kesigapan dan kecepatan praktikan sangat berpengaruh dalam memperhitungkan waktu ketika lengan hydraulic bench mulai terangkat. Kesalahan pembacaan alat sangat mungkin terjadi dan biasanya disebabkan oleh skala alat yang terlalu kecil untuk dilihat mata atau saat mengalibrasi alat yang tidak tepat, sehingga menimbulkan kebingungan bagi praktikan saat membaca alat dan menyebabkan hasil percobaan menjadi kurang akurat. Lalu tidak tepatnya jarum pengukur kedalaman aliran fluida (air) tepat di permukaan aliran tersebut, sehingga berpengaruh juga dalam pembacaan dan perhitungan data. Dan juga tidak tepatnya saat menentukan skala antar titik Panjang loncatan dan kedalaman aliran yang terbagi – bagi menjadi 6 titik sepanjang saluran.
VI. ANALISIS B
1. Aerasi Limbah Industri Secara umum, aerasi merupakan proses yang bertujuan untuk meningkatkan kontak antara udara dengan air. Pada prakteknya, proses aerasi terutama bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen di dalam air limbah. Peningkatan konsentrasi oksigen di dalam air ini akan
memberikan berbagai manfaat dalam pengolahan limbah. Proses aerasi sangat penting terutama pada pengolahan limbah yang proses pengolahan biologinya memanfaatkan bakteri aerob. Bakteri aerob adalah kelompok bakteri
yang
mutlak
memerlukan
oksigen
bebas
untuk
proses
metabolismenya. Dengan tersedianya oksigen yang mencukupi selama proses biologi, maka bakteri-bakteri tersebut dapat bekerja dengan optimal. Hal ini akan bermanfaat dalam penurunan konsentrasi zat organik di dalam air limbah. Selain diperlukan untuk proses metabolisme bakteri aerob, kehadiran oksigen juga bermanfaat untuk proses oksidasi s enyawa-senyawa kimia di dalam air limbah serta untuk menghilangkan bau. Aerasi dapat dilakukan secara alami, difusi, maupun mekanik. Pada aerasi secara difusi, sejumlah udara dialirkan ke dalam air limbah melalui diffuser . Udara yang masuk ke dalam air limbah nantinya akan berbentuk gelembung-gelembung (bubbles). Gelembung yang terbentuk dapat berupa gelembung halus ( fine bubbles)
atau
kasar
(coarse
bubbles).
Hal
ini
tergantung
jenis diffuser yang digunakan.
Gambar 6.1 Proses Aerasi dengan Metode Terjunan (Sumber : Agus, 2011)
dari
Gambar 6.2 Proses Aerasi dengan Metode Difusi (Sumber : Deu.Edu, 2010) 2. Pembuatan Kolam Olakan Loncatan air sangat berguna sebagai sebagai peredam energi pada aliran superkritis. Pereda mini sangat berguna untuk mencegah erosi yang mungkin terjadi pada saluran pelimpah, saluran curam, dan pintu geser vertical, dengan cara memperkecil kecepatan aliran pada lapisan pelindung hingga pada suatu titik dimana aliran tidak mempunyai kemampuan untuk mengkikis dasar saluran di bagian hilir. Loncatan air yang dipergunakan sebagai peredam energi, biasanya meliputi sebagian atau seluruh kolam kanal saluran yang dinamakan kolam olakan. Kolam olak adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk meredam energi yang timbul di dalam ti pe air superkritis yang melewati pelimpah. Dalam sebuah konstruksi bendung dibangun pada aliran sungai baik pada palung maupun pada sodetan, maka pada sebelah hilir bendung akan terjadi loncatan air. Kecepatan pada daerah itu masih tinggi, hal ini akan menimbulkan gerusan setempat (local scauring ). Untuk meredam kecepatan yang tinggi itu, dibuat suatu konstruksi peredam energi. Bentuk hidrolisnya adalah merupakan suatu bentuk pertemuan antara penampang miring, penampang lengkung, dan penampang lurus. Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung pada energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan
bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak. Pada umumnya, jarang sekali kolam olakan dirancang untuk menahan seluruh Panjang loncata bebas, karena kolam olakan demikian sangat mahal biayanya. Akibatnya, peralatan – peralatan untuk mengontrol loncatan biasanya dipasang pada kolam olakan. Kegunaan utama perlatan control ini adalah memperpendek selang terjadinya loncatan, sehingga akan memperkecil ukuran dan biaya kolam olakan. Pengontrolan mempunyai beberapa keuntungan,
yakni
memperbaiki
fungsi
peredam
kolam
olakan,
menstabilkan gerakan loncat, dan pada beberapa kasus juga memperbesar faktor keamanan.
Gambar 6.3 Kolam Olakan pada Sebuah Bendungan (Sumber : Haryani, 2014)
Gambar 6.4 Struktur Kolam Olakan (Sumber : knowledgia, 2009) 1. 3. Perencanaan Bendungan Sebuah bendung konstruksinya dibuat melintang sungai dan fungsi utamanya adalah untuk membendung aliran sungai dan menaikkan level atau tingkat muka air di bagian hulu. Sebelum membangun sebuah konstruksi bendung, terlebih dahulu ditentukan lokasi atau di bagian sungai mana bendung tersebut akan dibangun. Ini terkait dengan wilayah atau luas petak-petak sawah yang aliran air irigasinya akan dibantu oleh adanya konstruksi bendung tersebut. Untuk keperluan perencanaan dan pembangunan suatu konstruksi bendung, diperlukan pula datadata yang nanti akan dipergunakan untuk menentukan dimensi, luasan, dan bagian bagian bendung yang perlu dibangun. Data-data tersebut, misalnya data topografi, data hidrologi, data morfologi, data geologi, data mekanika tanah, standar perencanaan (PBI, PKKI, PMI, dll), data lingkungan, dan data ekologi.
Gambar 5.3 Konstruksi Bendungan Kotulampa (Sumber : Tribunnews.com, 2012)
VII. KESIMPULAN
1. Nilai Debit Aktual (Qaktual) Berikut hasil pengolahan data nilai debit aktual sebagai berikut : Tabel 7.1 Hasil Akhir Nilai Debit Aktual Variasi
Qaktual (m3/s)
1
0,00035966
2
0,000410591
3
0,000542687
4
0,000645332
5
0,000665683
Semakin besar nilai debit aktualnya, maka loncatan hidrolisnya pun semakin tinggi 2. Nilai bilangan Froude (Fr) Berikut hasil pengolahan data nilai bilangan froude sebagai berikut :
Tabel 7.2 Hasil Akhir Nilai Bilangan Froude Aliran Fluida Variasi 1
Variasi 2
Variasi 3
Titik
Fr
Titik
Fr
Titik
1
0,260117454
1
0,210541691
1
2
0,260117454
2
0,210541691
3
0,260117454
3
4
0,260117454
5 6
Variasi 4
Fr
Variasi 5
Titik
Fr
Titik
Fr
0,13876568
1
0,113448643
1
0,10155234
2
0,13876568
2
0,113448643
2
0,10155234
0,210541691
3
0,13876568
3
0,113448643
3
0,10155234
4
0,210541691
4
0,13876568
4
0,113448643
4
0,10155234
0,260117454
5
0,210541691
5
0,13876568
5
0,113448643
5
0,10155234
0,260117454
6
0,210541691
6
0,13876568
6
0,113448643
6
0,10155234
Sehingga dapat diketahui nilai regim aliran secara pada setiap titik variasi. 3. Nilai Energi Spesifik (Es) Berikut hasil pengolahan data nilai energi spesifik pada aliran fluida sebagai berikut :
Tabel 7.3 Hasil Akhir Nilai Energi Spesifik Aliran Fluida Variasi 1
Variasi 2
Titik
ES(m)
Titik
ES(m)
1
0,033702876
1
0,04190872
2
0,033702876
2
3
0,033702876
4
Variasi 3
Titik
Variasi 4
Variasi 5
ES(m)
Titik
ES(m)
Titik
ES(m)
1
0,065827743
1
0,084238634
1
0,092474392
0,04190872
2
0,065827743
2
0,084238634
2
0,092474392
3
0,04190872
3
0,065827743
3
0,084238634
3
0,092474392
0,033702876
4
0,04190872
4
0,065827743
4
0,084238634
4
0,092474392
5
0,033702876
5
0,04190872
5
0,065827743
5
0,084238634
5
0,092474392
6
0,033702876
6
0,04190872
6
0,065827743
6
0,084238634
6
0,092474392
4. Nilai Efisiensi Loncatan (Es6/Es2) Berikut hasil pengolahan data nilai efisiensi loncatan pada aliran fluida sebagai berikut : Tabel 7.4 Hasil Akhir Nilai Efisiensi Loncatan Aliran Fluida
Variasi
ES6/ES2
1
0,757412209
2
0,821837793
3
0.5675949
4
0.420221943
5
0.4046519
Dampak terhadap kehilangan energi adalah semakin besar nilai loncatan hidrolis maka kehilangan energi pun semakin besar
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Finnemore, E.John and Joseph B. Franzini. 2002. Fluid Mechanics with Engineering Application. California : The McGraw Companies. Akan, Osman. 2006. Open Channel Hydraulics. Burlington : Elsevier Companies. French, Richard. H, 1985, Open-Channel Hydraolics, Mc Graw Hill Book Company, New York. Raju, Rangga, K. G, 1986, Aliran Melalui Saluran Terbuka, Erlangga, Jakarta. Triatmodjo, Bambang, 1993, Hidrolika Jilid 1, Beta offset, Yogyakarta