BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh manusia memerlukan berbagai macam hal untuk dapat beraktivitas dengan baik. Salah satunya adalah nutrisi. Nutrisi sangat dibutuhkan tubuh, karena dari nutrisi inilah tubuh mendapatkan kekuatan untuk dapat bergerak sehingga manusia mampu mampu melaksanakan aktivitasnya. Nutrisi dapat tercukupi melalui makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Diantara berbagai macam zat yang dapat mencukupi mencukupi nutrisi kita, ada sebuah zat yang berperan aktif dalam gerak tubuh secara langsung, zat ini adalah kalsium. Kalsium merupakan bagian dari mineral utama penyusunan tulang. Berbicara tentang kalsium, maka akan berkaitan erat dengan pertumbuhan dan perkembangan tulang. Itu berarti kurangnya konsumsi kalsium akan mengakibatkan berkurangnya berkurangnya kalsium didalam tulang t ulang yang jika tidak teratasi dengan baik maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit tulang. Kali ini, kelompok kami diberikan kesempatan untuk membahas salah satu penyakit tersebut, yaitu osteomalacia. Osteomalacia adalah salah satu penyakit yang akan terjadi ketika tulang kekurangan kalsium akibat konsumsi kalsium yang tidak tercukupi. Dalam penyakit ini, penderita akan merasakan kelemahan otot akibat dari perubahan yang terjadi yang membuat tulang kehilangan kepadatan dan kekuatannya sehingga sehingga mudah retak atau patah. patah. Faktor lain yang dapat menyebabkan menyebabkan penyakit penyakit ini yaitu kekurangan vitamin D khususnya pada masa anak-anak dan remaja dimana pada saat tersebut tulang mengalami pembentukan massa yang maksimal. Jadi dengan kata lain, ostemalacia adalah keadaaan melunaknya tulang yang disebabkan karena kekurangan vitamin D dan kalsium. Untuk mengenal penyakit Osteomalcia lebih dalam lagi, maka kami akan membahasnya dalam makalah ini.
1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan Umum : Untuk memenuhi tugas mata kuliah sistem endokrin 1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui apa itu Osteomalcia
Untuk mengetahui penyebab dari osteomalacia osteomalacia
Untuk mengetahui manifestasi klinis Osteomalacia Osteomalacia
Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Osteomalacia
1.3 Manfaat 1.3.1 Teoritis Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, dan dapat berguna sebagai sumbangan sumbangan pemikiran bagi dunia pendidikan. 1.3.2 Praktis Menambah wawasan bagi penulis dan pembaca mengenai penyakit Osteomalacia, untuk selanjutnya dijadikan sebagai acuan dalam bersikap dan berperilaku.
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Defenisi Osteomalasia, sering kali dikenal sebagai rakitis dewasa, merupakan gangguan metabolik tulang yang ditandai dengan ketidakadekuatan atau hambatan mineralisasi matriks tulang pada tulang padat dan tulang spons matur, menyebabkan pelunakan tulang (Praptiani:2012). Osteomalasia (osteomalacia), adalah kelainan tulang dimana tulang menjadi lunak, lemah dan rapuh, sehingga sangat mudah menjadi fraktur tulang (fragility fracture) (Tandra :2009). Osteomalasia “tulang yang lunak” merupakan akibat gangguan pada mineralisasi matriks osteoid. Hal ini menyebabkan deformitas tulang pada usia muda dan timbulnya nyeri pada tulang (Rahmalia : 2005). Osteomalsia (tulang menjadi lunak) merupakan penyakit yang terdapat mineralisasi tulang yang tidak adekuat (Asih :2000). Sehingga dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa osteomalasia adalah suatu penyakit akibat kekurangan vitamin D yang menghasilkan terjadinya kekurangan atau kehilangan garam kalsium, yang menyebabkan tulang menjadi semkain lembut, fleksibel, rapuh dan cacat. Hal ini ditandai dengan mineralisasi cacat tulang, nyeri tulang, peningkatan kerapuhan tulang dan patah tulang.
2.2. Anatomi dan Fisiologi
Anatomi yang berkaitan dengan penyakit osteomalacia adalah tulang dan kelenjar paratiroid. Tulang berlaku seperti bank kimia yang menyimpan elemen-elemen untuk penggunaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini sesuai kebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsium yang dibutuhkan dalam darah; bila tingkatnya turun terlalu rendah, sensor kalsium menyebabkan kelenjar paratiroid melepaskan sebagian parathormone ke darah, dan hal ini menyebabkan tulang melepaskan kalsium yang dibutuhkan. Tulang mengandung sekitar 97% kalsium yang terdapat di dalam tubuh. Kalsium tersebut berupa senyawa anorganik maupun garam-garam, terutama kalsium fosfat. Kalsium akan dilepaskan ke darah bila dibutuhkan. Bentuk tulang
Berdasarkan bentuk dan ukurannya tulang yang menyusun rangka tubuh manusiadibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu tulang pipa, tuulang pendek,tulang pipih, dan tulang tidak beraturan
Tulang pipa (tulang panjang)
Tulang pipah merupakan tulang yang berbentuk seperti pipa atau silindris (diafise). Diafise merupakan bagian tengah tulang yang memanjang dan di tengahnya terdapat rongga sedangkan epifise merupakan bagian ujung tulang yang tersusun dari tulang rawan. Diantara epifise dan diafise terdapat metafise. Metafise tersusun dari tulang rawan. Pada metafise ini terdapat cakra epifise, yaitu bagian tulang pipa yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh memanjang bagian tengah tulang pipa memiliki rongga yang didalamnya berisi sumsum tulang.
Sumsum tulang merupakan kumpulan pembuluh darah dan pembuluh saraf, sumsum tulang pipa berupa sumsum tulang merah dan kuning sumsum tulang merah merupakan tempat pembentukan sel-sel darah merah, sedangkan sumsumsumsum tulang kuning merupakan tempat pembentukan sel-sel lemak.tulang seperti ini umumnyaditemukan pada tulang alat gerak , seperti tulang paha, tulang betis, dan tulang kasta.
Tulang pendek
Tulang pendek merupakan tulang-tulang yang lebih kecil dan tidak ada perbedaan yang nyata antara ukuran panjang dan lebarnya. Bentuk tulang pendek seperti kubus, paku atau berbentuk bulat. Tulang pendek dapat bergerak bebas. Tulang seperti ini ditemukan pada tulang telapak tangan dan kaki.
Tulang pipih
Tulang pipih merupakan tulang-tulang yang berbentuk lempengan-lempengan pipih yang lebar. Tulang pipih berfungsi untuk melindungi struktur tubuh dibagian bawahnya dan dapat ditemukan pada tulang pingul, belikat, dan tempurung tempurung kepala.
Tulang tidak beraturan beraturan
Tulang tidak beraturan merupakan tulang dengan bentuk kompleks yang berhubungan dengan dengan fungsi khusus. Tulang tidak beraturan ditemukan pada tulang rahang, tulang-tulang kepala, dan ruas-ruas tulang belakang.
Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut : 1. Mendukung jarinagn tubuh dan memberikan bentuk tubuh. 2.
Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan). 4. Membentuk
sel-sel
darah
merah
didalam
sum-sum
tulang
belakang
(hematopoiesis). 5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Kelenjar Paratiroid
Paratiroid adalah 4 kelenjar kecil yang biasanya berada dibelakang tiroid. Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid (PTH) yang mengatur kadar kalsium dalam darah. Penurunan kalsium serum merangsang pelepasan PTH, PTH meningkatkan kadar kalsium dengan metabolisme kalsium dari tulang, meningkatkan arbsobsi kalsium dari usus, mempercepat reabsorpsi kalsium dari tubulus renalis. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, yaitu dihambat sintesisnya bila kadar kalsium tinggi dan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyakit oseomalacia ini dapat terjadi karena penurunan asupan vitamin D, kalsium dan fosfat pada tulang, yang menyebabkan tulang menjadi lunak dan rapuh sehingga tulang mudah mengalami pata tulang.
Kelenjar paratiroid ada 4 berada di belakang kelenjar tiroid, yang berfungsi untuk menjaga tingkat normal kalsium (komponen struktural utama dari tulang yang memberi kekakuan pada tulang). Hormon paratiroid memiliki pengaruh yang sangat kuat pada sel-sel tulang.
2.3. Etiologi
Gambaran laboratorium dari osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium serum rendah atau normal, hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin serum normal, meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar 1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH) 2D) di dalam serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25 (OH)2 D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau normal. Osteomalasia akibat hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia, dimana didapatkan kadar osteokalsin, hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH vitamin D) adalah normal; kadar alkalin fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfor serum dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi. Pasien dengan asidosis tubular renal tipe II memiliki gangguan reabsorpsi bikarbonat dan bermanifestasi asidosis hipokalemia hiperkloremia dengan hipofosfatemia yang disebabkan oleh bertambahnya fosfaturia. Rendahnya kadar 1,25 (OH) 2 vitamin D pada beberapa pasien menjadi konsekuensi dari abnormalitas metabolisme tubular proksimal. Pasien dengan asidosis tubular renal dan sindrom Fanconi juga mengeksresikan banyak kalsium, magnesium, kalium, asam urat, glukosa, asam amino dan sitrat. Osteomalasia akibat penggunaan aluminium pada pasien dengan gagal ginjal kronik saat ini sudah jarang terjadi karena pembatasan penggunaan
pengikat fosfat yang mengandung aluminium untuk mengendalikan hiperfosfatemia dan perbaikan metode untuk mempersiapkan larutan dialisat. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa osteomalasia dapat terjadi dari beberapa penyebab, yaitu : defisiensi vitamin vit amin D yang didalamnya terjadi ketidakadekuatan asupan diet, kurang pajanan sinar matahari, malabsorpsi : (bypass lambung, gangguan usus kecil, penyakit kandung empedu, insifisiensi pankreatik kronik), gangguan ginjal atau hati, efek obat : (isoniazid, rifampin, antikonvulsan). Deplesi fosfat yang didalamnya terjadi asupan tidak adekuat, gangguan absorpsi akibat penggunaan antasid kronik, gangguan reabsorpsi tubular ginjal akibat gangguan didapat atau genetik. Asidosis sistemik yang didalamnya terjadi asidosis tubular ginjal, ureterosigmoidostomi, sindorm fanconi. Inhibitor mineralisasi tulang yang didalamnya terjadi hipofasfatasia, natrium florida atau disodium etidronate (didronel) intoksikasi aluminium. Serta gagal ginjal kronik dan malabsorpsi kalsium. 2.4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari osteomalasia terjadi keletihan dan kelemahan otot yang mungkin menjadi tanfa awal defiseinsi vitamin D . selain itu manifestasi klinis dari osteomalasia juga menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri tulang yang mungkin samar dan general pada pertama, menjadi lebih intens dengan aktivitas seiring dnegan perkembangan penyakit; terjadi paling sering pada panggul; tulang panjang pada ekstremitas, spina, dan iga. Kesulitan berganti posisi dari posisi berbaring ke posisi duduk dan dari posisi duduk ke posisi berdiri, gaya berjalan bergoyang yang mungkin akibat nyeri dan kelemahan otot, kifosis dorsal yang dapat terjadi pada kasus berat, fraktur patologis, mudah lelah, kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik dengan terapi untuk mengoreksi gangguan mineralisasi. Beberapa pasien dengan osteomalasia menunjukkan garis radiolusen kortikal tipis ( stress stress fracture) fracture) yang tegak lurus dengan tulang dan seringkali simetris. Pasien lain memiliki fraktur lama pada kosta yang multipel dengan pembentukan kalus yang buruk. buruk. 2.5. Patofisiologis
Dua peneyebab utama osteomalasia adalah, yang pertama ketidakcukupan absorpsi kalsium di usus karena kurangnya asupan kalsium atau defisiensi vitamin D, dan kedua peningkatan kehilangan fosfor melalui urine (Porth & Matfin, 2009). Pada bentuk alaminya, vitamin D didapat dari makanan tertentu dan radiasi ultraviolet matahari. Vitamin D mempertahankan kadar serum kalsium dan fosfat normal untuk mineralisasi normal tulang. Defisiensi vitamin
D atau resistensi terhadap kerja mengganggu mineralisasi normal tulang, menyebabkan peunakan tulang. Vitamin D tidak aktif ketika diapsorbsi diapsorbsi dari usus atau disintesis dari pajanan terhadap terhadap sinar ultraviolet. Agar vitamin D menjadi aktif, proses dua langkah harus terjadi. Vitamin D (dan metabolitnya) dipindahkan dari darah ke hati, tempat vitamin D diubah menjadi kalsidiol. Kutalsidiol kemudian ditransportasikan ke ginjal dan diubah menjadi bentuk aktif, kalsitriol. Bentuk aktif vitamin D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan fosfor yang optimal dari usus. Kalsium dan fosfor dipindahkan dari darah ke tulang untuk mineralisasi normal. Jika terdapat kekurangan vitamin D, kalsium dan fosfor tidak diabsorpsi dari usus dan kadar kalsium dan fosfor serum turun. Defisiensi mineral inipada gilirannya mengaktivasi kelenjar paratiroid, dengan kehilangan kalsium dan fosfor dari tulang. Kehilangan kalsium dan fosfat yang berlebihan dalam tulang mengganggu mineralisasi kalsium. Gangguan mineralisasi tulang menyebaban abnormalitas ditulang spons dan tulang padat. Osteoid (bagian matriks yang lunak dan tidak terkalsifikasi) terus menghasilkan terapi tidak mineralisasi. Penumpukan abnormal tulang demineralisasi menyebabkan deformitas besar pada tulang panjang, spina, panggul, dan tengkorak, ten gkorak, menyebabkan tulang lunak dan tidak mampu menyangga beban dan menekan atau membebani gerakan tubuh. 2.6. Penatalaksanaan Medis
2.6.1 Penatalaksanaan Medik Jika penyebabnya kekurangan vitamin D, maka dapat disuntikkan vitamin D 200.000 IU per minggu selama 4-6 minggu, yang kemudian dilanjutkan dengan 1600 IU setiap hari atau 200.000 IU setiap 4-6 bulan. Jika terjadi kekurangan fosfat (hipofosfatemia), maka dapat diobati dengan mengkonsumsi 1,25 dihydroxy vitamin D. 2.6.1 Penatalaksanaan Non Medik Jika kekurangan kalsium maka yang harus dilakukan adalah memperbanyak konsumsi unsur kalsium. Agar sel osteoblas (pembentuk tulang) bisa bekerja lebih keras lagi. Selain mengkonsumsi
sayur-sayuran,
buah,
tahu, tempe,
ikan
teri,
daging,
dan
yogurt
mengkonsumsi suplemen kalsium sangatlah disarankan. Jika kekurangan vitamin D, sangat dianjurkan untuk memperbanyak konsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan susu. Untuk membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh cobalah sering berjemur di bawah sinar s inar matahari pagi antara pukul 07.00 - 09.00 pagi dan sore pada pukul
16.00 - 17.00. 17.00. Selain itu diperlukan diet vitamin D disertai disertai suplemen kalsium, apabila osteomalasia atau rakitis disebabkan oleh penyakit lain, maka penyakit tersebut akan memerlukan penanganan terlebih dahulu, Pemajanan sinar matahari dianjurkan, serta jika terjadi deformitas ortopedik persisten perlu penggunaan brace atau korset atau dengan pembedahan.
2.7. Komplikasi
1) Kesemutan ditangan dan kaki 2) Cocok (kejang) 3) Kram 4) Rasa berkedut dalam tubuh
BAB III KONSEP ASKEP
3.1 Pengkajian Riwayat kesehatan meliputi infomasi tentang aktivitas hidup sehari-hari,pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda,tongkat, walker ), ), dan nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi,derajat nyeri,lama, faktor yang memperberat dan fakto pencetus) kram atau kelemahan. Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis,teliti dan terarah. Data yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diasnotik. Anamnesis
1. Data demografi : data ini meliputi nama,usia, jenis kelamin, kelamin, tempat tinggal orang yang dekat dengan klien. 2. Riwayat perkembangan : data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada neonatus,bayi,prasekolah,re neonatus,bayi,prasekolah,remaja,dew maja,dewasa,tua. asa,tua. 3. Riwayat sosial : data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Sseorang yang terpapar terusmenerus dengan agens tertentu dalam pekerjaan status kesehatan dapat dipengaruhi. 4. Riwayat penyakit keturunan : riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus yang merupakan merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomie degeneratif,TBC,artritis,riketsia,osteomielitis litis dll). 5. Riwayat diet : identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat mengakibatkan stes pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadi instabilitas ligamen,khsu ligamen,khsu pada punggung bagian bawah, kurangnya asupan kalsium dapat menimbulkan fraktur karena adanya delkasifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari dan konsumsi vitamin A,D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga kondisi muskuloskeletal. 6. Aktivitas kegiatan sehari-hari : identifikasi pkerjaan pasien dan aktivitas sehari-hari. Kebiasaan membawah benda-benda berat yang dapat menimbulkan regangan otot dan trauma lainya. Kurangnya melakukan aktivitas mengakibatkan tonus otot menurun. Fraktur atau trauma dapt timbul pada olahraga sepak bola dan hoki, sedangkan nyeri sendi tengan dapat timbul akibat olahraga tenis. Pemakaian hak sepatu yang terlalu tinggi dapat menimbulkan kontraksi pada tendon achiles dan dapat terjadi dislokasi. Perlu di kaji pula
aktivitas hidup sehari-hari, saat ambulasi apakah ada nyeri pada sendi, apakah menggunakan alat bantu (kursi roda,tongkat ataupun walker). 7. Riwayat ksehatan masa lalu : data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskulokeletal, misalnya riwayat riwayat trauma atau kerusakan tulang rawan, riwaya artritis osteomielitis. 8. Riwayar kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakah ada riwayat trauma. Halhal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau berlahan. Timbulnya untuk pertamakalinya pertamakalinya atau berulang. berulang. Perlu ditanyakan ditanyakan pula tentang ada tidak gangguan gangguan pada sistem lainnya kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien emeriksa diri atau mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan ganngguan muskuloskeletal meliputi : 1) Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,sendi,fasia atau periosteum. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi Degenerasi panggul menimbulkan menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat pada pagi atau malam hari. Inflamasi pada bursa dan tendon makin meningkat pada malam hari. Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyeri bisa diatasi dengan obat tersebut. 2) Kekuatan sendi : tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan tersebut dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti spondilitis ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit degenerasi sendi sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi setelah bangun tidur (inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya menurunkan menurunkan spasmen otot. 3) Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal serangan, tetepi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat dan meninggikan bagian tubuh,ada yang dipasang dipasang gips. Identifikasi apakah apakah ada padas atau kemerahan kemerahan karen tanda tersebut menunjukan adanya inflamasi,infeksi inflamasi,infeksi atau cedera. 4) Derformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba atau bertahap, apakah menimbulkan menimbulkan keterbatasan keterbatasan gerak. Apakah semakin memburuk
dengan aktivitas, apakah dengan posisi tertentu makin memburuk. Apakah klien menggunakan menggunakan alat bantu (kruk,tongkat dll). 5) Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian tubuh tertentu. Apakah menurutnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,tumor atau fraktur dapat menyebabkan menurunnya sensasi.
Pemeriksaan fisik Pengkajian skeletal tubuh
Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh,yaitu : 1. Adanya derformitas dan ketidak sejajaran yang dapat disebabkan disebabkan oleh penyakit sendi 2. Pertumbuhan tulang abnormal. abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang 3. Pendekatan eksteremitas, eksteremitas, aputasi dan bagian tubuh yang ti dak sejajar dengan anatomis 4. Angulasi abnormal pada tulang panjang. Gerakan pada titik buka sendi teraba krepitus pada titik gerakan abnormal. Manunjukan adanya patah tulang Pengkajian tulang belakang
Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu : 1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang) -
Bahu tidak sama tinggi
-
Garis pinggang yang tidak simetris
-
Skapula yang menonjol
Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik),kelainan kongenital, atau akibat kerusakan otat para-spinal,seperti para-spinal,seperti poliomielitis 2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia dengan osteoporosis atau penyakit neuromuskular. 3. Lordosis (membbek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan lordosis biasa di temukan pada wanita hamil Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepaskan untuk melihat seluruh punggung,bkng dan tungkai. Pemeriksaan Pemeriksaan kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior,posterior,dan lateral. Dengan berdiri dibelakang pasien,perhatikan setiab perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong normalnya simetris. Kesimetrisan
bahu,pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa pada posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.
Pengkajian sistem persendian
Pengkajian
sistem
persendian dengan
pemeriksaan luas
gerak
sendi baik aktif
maupun
pasif,deformitas pasif,deformitas ,stabilitas dan adanya benjolan. Pemeriksaan Pemeriksaan sendi menggunakan menggunakan alat goniometer . Yaitu busur derajat yang yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi. 1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas grakan ini dianggap terbatas. Keterbatasa Keterbatasan n
ini dapat disebabkan disebabkan oleh deformitas deformitas skeletal, skeletal, patologi sendi, sendi,
kontraktur otot dan tendon sekitar. 2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus dipaksa adanya kelebihan cairan dalam kapsulnya (efusi) pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang sering terjadi efusi adalah pada lutut. Palapasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi informasi mengenai inegritas sendi. sendi. Suara “gemeletuk” dapat menunjukan adanya ligamen yang tergelncir di antara tonjolan tulang. Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak rata di temukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan yang khas di temukan pada pasien : 1. Artritis reumatoid,benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon 2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi 3. Osteoatritis,benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhantulang akibat destruksi permukaan permukaan kartilago pada tulang kapsul sendi, sendi, biasanya ditemukan ditemukan pada pada lansia. Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di proksimal dan distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid reumatoid sendi lutut. lutut. Pengkajian sistem otot
Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah pasisi, kekuatan dan koordianasi otot,serta ukuran masing-masing otot. Kelemahan sekelompok otot menunjukkan berbagai kondisi seperti polineuropati,gangguan polineuropati,gangguan elektrolit,miastenia grafis,poliomielitis dan distrofi otot. Palpasi otot dilakukan ketika ekstremitasi rileks dan di gerakkan secara pasif. Perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat dapat diukur dengan minta pasien menggerakkan ekstremitasdengan atau tanpa tahanan. Musalnya, otot bisep yang diuji dengan meminta klien mluruskan dengan sepenuhnya kemudian fleksikan lengan melawan tahanan yang diberikan oleh
perawat. Tonis otot (konteksi ritmk otot)dapat dibangkitkan pada pergelangan kaki dengan dorsofleksi kaki mendadak dan kuat,dan tangan dengan ekstensi pergelangan tangan. Lingkaran ekstremitas harus diukur untuk membantu pertambhan ukuran akibat edema atau perdarahan, penurunan akibat atrofi dan dibandingkan dibandingkan ekstremitas yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ektremitas pada lokasi yang sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.
Gradasi Ukuran Kekuatan Otot 0 (zero)
Tidak ada kontraksi saat palpasi
1 (trace)
Terasas adanya kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
2 (poor)
3 (fair)
4 (good)
5 (normal)
Dengan bantuan atau menyangga sendi dapat melakukan gerakan s endi (range of motion, ROM) secara penuh Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dengan melawan gravitasi, tetapi tidak dapat melawan tahanan Dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan tahanan tingkat sedang Dapat melakukan gerakan sendi (ROM) secara penuh dan dapat melawan gravitasi dan tahanan
Pengkajian Cara Berjalan
Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut : 1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak 2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek 3. Keterbatassan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan Abnormalitas neourologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misa lnya, pasien hemiparesis – hemiparesis – stroke stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan penyakit parkinson nmenunjukkan cara berjalan bergetar.
3.2. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan dengan kompresi saraf spinal 2. Resiko cedera berhubungan dengan kehilangan integritas tulang 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidaknyamanan 4. Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan peran
3.3 Intervensi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN (NURSING CARE PLAN)
No
1
Diagnosa
Tujuan dan
Keperawatan
Kriteria Hasil
Intervensi
Nyeri b/d
Tujuan :
kompresi saraf
Setelah dilakukan
dan intensitas
intensitas nyeri
spinal
perawatan klien
nyeri
merupakan data
melaporkan nyeri berkurang atau hilang
1. Pantau tingkat
Rasional
2. Lakukan imobilisasi 3. Ajarkan teknik
1. Tingkat dan
besar yang dibutuhkan perawat sebagai pedoman
Kriteria hasil :
relaksasi (nafas
pengambilan
-Skala nyeri 0 – 0 – 4 4
dalam)
intervensi, sehingga
-Tidak adanya
4. Kolaborasi
setiap perubahan
Grimace
pemberian
hqarus terus
-Tidak adanya
analgesik sesuai
dipantau.
Gerakan
program terapi
melokalisir nyeri
2. Imobilisasi dapat membantu meringankan tugas tulang dalam mempertahankan postur tubuh sehingga tidak terjadi kekakuan daerah sekitar yang menyebabkan nyeri. 3. Teknik relaksasi
(nafas dalam) dapat membantu menurunkan tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot – otot – otot otot sekitar daerah cedera menurun 4. Analgesik berfungsi untuk melakukan hambatan pada sensor nyeri sehingga sensasi nyeri pada klien berkurang. 2
Gangguan
Tujuan :
mobilitas fisik
Setelah dilakukan
b/d nyeri
perawatan, klien
ketidaknyamana
dapat melakukan
penggunaan alat
cedera sehingga
n
mobilisasi dengan
bantu berpindah
tidak terjadi
atau tanpa
1. Lakukan imobilisasi 2. Ajarkan
3. Jelaskan pada
1. Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah
kerusakan yang
bantuan perawat
pasien tentang
berlanjut, hal ini
Kriteria hasil :
pentingnya
juga dapat
-Klien dapat
pembatasan
membantu
melakukan ROM
aktivitas
menopang berat
aktif
4. Latihan ROM aktif
tubuh.
-Klien dapat
dan perpindahan
berpindah dengan
maksimal 2 kali
mengenal dan tidak
bantuan alat
dalam sehari
dapat menggunakan
5. Anjurkan
2. Klien mungkin baru
alat bantu mobilitas
partisipasi aktif
seperti kruk atau
sesuai
walker sehingga
kemampuan
peran perawat adalah
daloam kegiatan
memberikan
sehari - hari
pendidikan tentang cara penggunaannya. 3. Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan pembatasan gerak, sehingga perawat harus memberikan penyuluhan tentang pentingnya pembatasan aktivitas pada pasien cedera. Pemahaman klien memungkinkan peningkatan daya kooperatif. 4. Latihan ROM dapat mencegah penurunan masa otot, kontraktur dan peningkatan vaskularisasi. Sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak diharapkan. 5. Partisipasi aktif dapat membantu pemulihan kesehatan dan melatih kekuatan otot, sehingga diharapkan
klien dapat mempertahankan kekuatannya. 3
Resiko cederaq
Tujuan :
1. Ajarkan klien
1. Klien dimungkinkan
berhubungan
Setelah dilakukan
untuk
tidak mengerti cara
dengan
perawatan,
mempergunakan
penggunaan alat
kehilangan
diagnosa
alat bantu
bantu mobilisasi,
integritas tulang
keperawatan tidak
mobilisasi.
sehingga perawat
menjadi aktual
2. Sarankan untuk
Kriteria hasil :
melakukan
klien agar kllien
-Klien tidak
aktivitas sesuai
dapat
mengalami cedera
kemampuan dan
mengkompensasi
-Stabilisasi tubuh
batasi aktivitas
ketidakmampuannya
dapat
yang berlebihan
.
dipertahankan
dapat mengajarkan
2. Pembatasan aktivitas diperlukan agar tulang tidak bekerja terlalu berat. Kerja berat dapat meningkatkan kontraksi otot sehingga dimungkinkan memperparah deformitas.
4
Harga diri
Tujuan :
1. Dorong ekspresi
rendah
Kriteria hasil :
ketakutan,
membantu klien
berhubungan
-Klien
perasaan negatif
mulai menerima
dengan
menunjukkan
dan kehilangan
kenyataan dan
perubahan
perilaku adaptasi
bagian tubuh.
realita, dalam hal ini
penampilan
-Klien
peran.
menyatakan
2. Berikan lingkungan yang
1. Ekspresi emosi
perawat membantu mempercepat proses
penerimaan pada
terbuka pada
situasi ini.
pasien untuk
berduka. 2. Penerimaan terbuka
mendiskusikan
perawat dapat
masalah yang
memberikan
dialami.
lingkungan
3. Dorong partisipasi
psikologis yang
dalam aktivitas
nyaman bagi pasien
sehari – sehari – hari. hari.
sehingga
4. Kaji dan
kepercayaan pasien
tingkatkan derajat
pada perawat
dan dukungan
meningkat dan
yang ada untuk
berdampak pada
pasien.
tingkat kooperatif klien. 3. Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri. Diharapkan klien memiliki presepsi positif terhadap dirinya dengan kemandirian yang klien lakukan. 4. Dukungan keluarga, kerabat ataupun sahabat terhadap klien sangat diperlukan sehingga perawat harus dapat mengkaji dan melakukan intervensi agar
dukungan terhadap klien dapat meningkat.
BAB IV KASUS
Contoh kasus : Tn. M usia 48 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama nyeri tulang. Pasien mengatakan pinggangnya nyeri yang dirasakan saat berjalan dan nyeri berkurang jika pasien istirahat, nyeri dirasakan seperti tertekan benda berat dengan skala nyeri 8/10 dan mudah lelah. Pasien mengatakan sebulan yang lalu pasien mengaku sudah pernah mengalami nyeri tulang pinggang. Sampai dia izin kerja selama 2 hari di pabriknya. Pasien mengaku setelah membeli obat setelan di toko terdekat dan beristirahat selama 2 hari sudah sembuh. Namun beberapa hari setelah itu pasien mengaku mudah lelah, nafsu makan menurun, semakin kurus, kurus, dan pasien merasakan tidak sekuat sebelumnya dan jika aktifitasnya berat pinggangnya nyeri lagi. Keadaan seperti itu terus berulang sampai kemarin pasien merasa sudah tidak kuat menahan nyeri pinggang dan akhirnya pada tanggal 18 mei 2015 pasien masuk rumah sakit. Pemeriksaan Head to Toe didapati hasil, TTV : Tekanan Darah : 160/100 mmHg, Nadi : 110x/mnt, RR : 20 x/mnt, Suhu : 36,8º C, BB : 50 kg, TB : 165 cm. Cara berjalan seperti bebek atau pincang.
4.1 Pengkajian 1. Biodata a. Identitas Klien meliputi : Nama : Tn. M Umur : 48 tahun Berat Badan : 50 kg Tinggi badan : 165 cm Alamat : Surabaya Pekerjaan : karyawan swasta Agama : Islam Pendidikan : SMP Masuk RSU : 18 Mei 2015 Penanggung jawab : Istri Tn x
2. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Keluhan utama : Nyeri tulang 2) Saat masuk RS : pinggangnya nyeri, cara jalan seperti bebek atau pincang,dan mudah lelah 3) Riwayat penyakit Sekarang : sebulan yang lalu pasien mengaku sudah pernah mengalami nyeri tulang pinggang. Sampai dia izin kerja selama 2 hari di pabriknya. Pasien mengaku setelah membeli obat setelan di toko terdekat dan beristirahat selama 2 hari sudah sembuh. Namun beberapa hari setelah itu pasien mengaku mudah lelah, nafsu makan menurun, semakin kurus, dan pasien merasakan tidak sekuat sebelumnya dan jika aktifitasnya berat pinggangnya nyeri lagi. Keadaan seperti itu terus berulang sampai kemarin pasien merasa sudah tidak kuat menahan nyeri pinggang dan akhirnya pada tanggal 18 mei 2015 pasien masuk rumah sakit. 4) Pengkajian nyeri a. P : Terasa nyeri saat berjalan dan nyeri berkurang jika istirahat. b. Q : Seperti tertekan benda berat. c. R : Pada pinggang d. S : 8 (1-10) e. T : Pada saat beraktivitas.
3. Riwayat kesehatan dahulu : tidak ada 4. Riwayat penyakit keluarga : tidak ada riwayat penyakit keluarga. 5. Pemeriksaan fisik 1) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital : Tekanan Darah : 160/100 mmHg Nadi : 110x/mnt RR : 20 x/mnt Suhu : 36,8º C BB : 50 kg TB : 165 cm IMT : 18.3 Kg/m 2 (N :18.5-22.9)
2) Keadaan Umum - Kesadaran : Compos Mentis 3) Sistem Pencernaan
Mulut : kotor Mukosa : kering Tenggorokan : Abdomen : kembung Peristaltik : 3 x/menit BAB : 2 hari sekali Nafsu makan : Menurun Porsi makan : tidak habis
4) Sistem muskulo skeletal dan integumen Pergerakan sendi : terbatas Kekuatan otot : 5 5 4 4 Kelainan ekstermitas : tidak Kelainan T. Belakang : ya (bungkuk) Fraktur : tidak Traksi / spalk / gips : tidak Kompartemen syndrome : tidak Kulit : kering Turgor : jelek Luka jenis : Odeme : -
6. Pemeriksaan Penunjang 1. Laboraturium a. Darah lengkap Leukosit : - ( N : 3.500 - 10.000 L ) Eritrosit : - ( N : 1,2 juta - 1,5 juta ) Trombosit : - ( N : 150.000 - 350.000/ L ) Hemoglobin : - ( N : 11,0 - 16,3 gr / dl ) Hematrokit : - ( N : 35,0 - 50 gr / dl )
b. Kimia Darah Ureum : - ( N : 10 - 50 mg / dl ) Creatinin : 0,5 mg/dl ( N : 0,7 - 1,5 mg / dl ) SGOT : - ( N : 2 - 17 )
SGPT : - (N : 3 â “ 19 ) BUN : - ( N : 20 - 40 / 10 - 20 mg/dl ) Bilirubin : - ( N : 1,0 mg / dl ) Total Protein : - ( N : 6,7 - 8,7 mg / dl ) GD Puasa : - ( N : 100 mg / dl ) GD 2 JPP : - ( N : 140 - 180 mg / dl )
c. Analisa elektrolit Natrium : - ( N : 136 - 45 mmol / l ) Kalium :3 mml/1 ( N : 3,5 - 5,0 mml / l ) Clorida : - ( N : 98 - 106 mmol / l ) Calsium : 7 mg/dl ( N : 7,6 - 11,0 mg / dl ) Phospor : 2,2 mg/dl ( N : 2,5 - 7,07 mg / dl ) Fosfat anorganik : rendah Fosfatase alkali : tinggi
2. Pemeriksaan Sinar X : terlihat demineralisasi secara umum. 3. Biopsi : tulang menunjukan peningkatan osteoid.
4.2 Klasifikasi Data Data Subyektif
Data Obyektif
Pasien mengatakan nyeri pada
TTV :
pinggang seperti tertekan benda
TD : 160/100 mmHg
berat.
N : 110x/mnt
Pasien mengatakan nyeri saat
RR : 20 x/mnt
bergerak/aktifitas dan berkurang
Suhu : 36,8º C
saat istirahat.
Pasien
mengatakan
nafsu
P : Terasa nyeri saat berjalan
makannya menurun.
dan
Pasien mengatakan semakin
istirahat.
kurus
Q : Seperti tertekan benda
Pasien
mengatakan
mudah
Pasien
nyeri
berkurang
jika
berat.
lelah
Pengkajian nyeri :
R : Pada pinggang mengatakan
tidak
S : 8 (1-10) T : Pada saat
sekuat sebelumnya
beraktivitas.
Wajah meringis
Terlihat
kelainan
Tulang
belakang (bungkuk) (bungkuk)
Porsi makan tidak habis
BB 50 kg
TB 165 cm
Kulit kering
Turgor kulit jelek
Pasien berjalan seperti bebek atau pincang
Pasien tidak bersemangat
Gerakan pasien terbatas
4.3 Analisa Data No
Data
Etiologi
1. Ds :
Kekurangan
Pasien
mengatakan
vitamin D dan
nyeri pada pinggang
kalsium dalam
seperti tertekan benda
↓
berat.
Diet Kalsium
Pasien mengatakan
ekstra sel
nyeri saat
berkurang
bergerak/aktifitas dan berkurang saat
Transport
istirahat.
kalsium
Do :
↓
ketulang TTV :
terganggu
TD : 160/100 mmHg
↓
N : 110x/mnt
Demineralisasi
RR : 20 x/mnt
tulang
Suhu : 36,8º C
osteomalasia
Pengkajian nyeri :
↓
P : Terasa nyeri saat berjalan
dan
nyeri
berkurang jika istirahat.
Perlunakan kerangka tubuh ↓
Q : Seperti tertekan
Tekanan pada
benda berat.
vertebra
R : Pada pinggang
↓
S : 8 (1-10)
Nyeri punggung
T: Pada saat
↓
beraktivitas.
Nyeri akut
Wajah meringis
Terlihat
kelainan
Tulang
belakang
(bungkuk)
Masalah keperawatan
Nyeri Akut
2. Ds:
Nyeri
Pasien
punggung
mengatakan
↓
nafsu makannya
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Nafsu makan↓ makan↓
menurun.
Ketidakseimbangan
↓
Pasien
Nutrisi kurang
mengatakan
dari
semakin kurus
kebutuhan
Do:
tubuh
Porsi
makan
tidak habis
BB 50 kg
TB 165 cm
Kulit kering
Turgor jelek
kulit Nyeri
punggung Nafsu makan menurun Nutrisi dari tubuh
kurang kebutuhan Nutrisi
kurang
dari
kebutuhan tubuh
3. Ds :
Osteomalasia
Pasien
↓
mengatakan
Perlunakan kerangka
mudah lelah
tubuh
Pasien
↓
mengatakan tidak
sekuat
sebelumnya Do:
Berat badan dan tarikan tubuh ↓ Tulang melengkung
Hambatan mobilitas fisik
Pasien
berjalan
seperti
bebek
atau pincang
Pasien
tidak
bersemangat
Gerakan
pasien
terbatas
kekuatan otot : 5 544
↓ Resiko fraktur meningkat ↓ Hambatan mobilitas fisik
4.4 Diagnosa Keperawatan Keperawatan
No
1.
Data
Diagnosa Keperawatan Keperawatan
Ds :
Nyeri akut berhubungan dengan dengan Pasien mengatakan nyeri pada agens cedera biologis
pinggang seperti tertekan benda berat. Pasien mengatakan nyeri saat
bergerak/aktifitas dan berkurang saat istirahat. Do :
Pengkajian nyeri : P : Terasa nyeri saat berjalan dan nyeri berkurang jika istirahat. Q : Seperti tertekan benda berat. R : Pada pinggang S : 8 (1-10) T: Pada saat beraktivitas.
Wajah meringis
Terlihat kelainan Tulang belakang (bungkuk)
2.
Ds:
Ketidakseimbangan nutrisi :
Pasien
mengatakan
makannya menurun.
nafsu kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor
Pasien mengatakan semakin biologis kurus
Do:
3.
Ds :
Porsi makan tidak habis
BB 50 kg
TB 165 cm
Kulit kering
Turgor kulit jelek Hambatan mobilitas fisik
Pasien
mengatakan
mudah berhubungan dengan intoleransi intoleransi
lelah
Pasien
aktivitas mengatakan
tidak
sekuat sebelumnya Do:
Pasien berjalan seperti bebek atau pincang
Pasien tidak bersemangat
Gerakan pasien terbatas
Kekuatan otot : 5 : 5 5 4 4
4.5. Rencana Keperawatan No
Data
.
1.
Tujuan
Nyeri akut berhubungan dengan
agens
biologis.
Setelah
Intervensi Intervensi
Rasional
dilakukan 1. Observasi TTV
1. Mengetahui
cedera tindakan keperawatan 2. Melakukan Ditandai
selama
3x24
jam
pengkajian
nyeri
pasien
dengan :
diharapkan
Ds :
nyeri akut teratasi
komperhensif
Pasien
Dengan Kriteria Hasil
meliputi : lokasi,
mengalihkan
mengatakan nyeri
:
karakteristik,
pasien agar tidak
pada
Ds:
durasi,
terfokus pada
pinggang
seperti
tertekan
secara 2. Untuk membantu
frekuensi,
Pasien mengatakan
kualitas dan faktor
benda berat.
tidak
presipitasi
Pasien
merasakan
mengatakan nyeri
pada pinggang
saat
lagi
nyeri 3. Rencanakan aktivitas
Pasien
untuk
tidak
lagi merasa nyeri
membaca,
saat istirahat.
saat bergerak
menonton televisi,
Do :
dan
P
:
Pasien
P : Terasa nyeri saat
mengatakan
berjalan
lagi
dan
nyeri
berkurang
jika
pasien,
otot-otot untuk
dan berkurang
seperti
kunjungan
pasien
senyaman mungkin
istirahat.
Q : Nyeri tidak
sesuai
Q : Seperti tertekan
lagi terasa seperti
pasien
benda berat.
tertekan
R : Pada pinggang
berat
S : 8 (1-10)
R
T: Pada saat
Nyeri pada bagian
analgesik
beraktivitas.
pinggang
kebutuhan
keinginan
benda 5. Kolaborasi ada
Wajah meringis
S : 2 (1-10)
TTV :
T : Nyeri tidak lagi
4.
Membantu menurunkan serta
meningkatkan
tidak
nyeri saat berjalan
Tidak
relaksasi
nyeri
keluarga
merasakan 4. Posisikan
:
kesempatan pada
mendistraksi
mengatakan
Pengkajian nyeri :
nyeri
3. Berikan
bergerak/aktifitas
Do :
masalah
keadaan umum
pemberian
obat sesuai
istirahat
TD : 160/100 mmHg
dirasakan
N : 110x/mnt
beraktivitas
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,8º C
2.
saat
Wajah
tampak
rileks
Ketidakseimbangan
Selama
nutrisi : kurang dari
tindakan keperawatan 2. Jelaskan
kebutuhan tubuh
2x24 jam diharapkan
makan
berhubungan dengan dengan
masalah keperawatan
dihubungkan
faktor biologis.
Ketidakseimbangan
dengan
Ditandai dengan :
nutrisi : kurang dari
pasien saat ini
Ds:
kebutuhan
Pasien
menurun. Pasien
:
Do:
Porsi
makan
tidak
habis
keadaan umum pasien 2. Dengan
kondisi
memahami pasien bisa lebih
makanan keadaan
kooperatif mengikuti aturan
hangat, dalam porsi 3. Mencegah mual, sedikit tapi sering
mengatakan Ds:
semakin kurus
bila
dalam
makannya Dengan Kriteria Hasil
1. Mengetahui
manfaat
tubuh 3. Berikan
mengatakan teratasi
nafsu
diberikan 1. Observasi TTV
4. Lakukan
dan
meningkatkan napsu makan
Pasien mengatakan
ajarkan
nafsu makan mulai
mulut sebelum dan
akan membantu
meningkat
sesudah makan
meningkatkan
Do:
5. Anjurkan
TB 165 cm
Kulit kering
Turgor kulit jelek
menghabiskan
TTV :
setiap porsi makan
untuk mneghindari
penyembuhan
TD : 160/100 mmHg
yang diberikan
makanan
pasien
BB dari 50 naik
mengandung garam 6. Dengan
N : 110x/mnt
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,8º C
disediakan Rumah
makanan yang
Pasien
Sakit
dapat membantu
IMT = 19.8 kg/m2 (18.5 22.9)
yang 5. Untuk mencegah
mengatakan
menjadi 54 kg
makanan
napsu makan
BB 50 kg
terlihat
pasien
Pasien
perawatan 4. Hygiene oral
Turgor kulit baik
6. Anjurkan
pasien
yang
7. Timbang BB pasien setiap hari
gizi
menghindari makanan yang
8. Kolaborasi dengan ahli
proses
untuk
mengandung garam dapat
pemenuhan nutrisi
mengindari
diet dan pemberian
peningkatan
vitamin
tekanan darah 7. Tindakan ini memberikan data akurat dan memberikan pengendalian pada pasien tentang makanan yang dimakan 8. Agar kebutuhan nutrisi dan vitamin terpenuhi serta vitamin untuk daya tahan tubuh
3.
Hambatan mobilitas fisik Selama berhubungan
latihan 1. Tindakan
tindakan keperawatan
ROM untuk sendi
mencegah
intoleransi aktivitas
3x24 jam diharapkan
jika
kontraktur
Ditandai dengan :
masalah keperawatan
merupakan
Ds :
hambatan
kontraindikasi,
dengan
diberikan 1. Lakukan
dan atrofi otot 2. Untuk menunjang
fisik dapat teratasi
minimal satu kali
kontinuitas
mengatakan
Dengan Kriteria Hasil
setiap
pergantian
menjaga
mudah lelah
:
tugas
jaga.
Pasien
Ds :
Tingkatkan
tidak
sekuat
sebelumnya
mengatakan
toleransi.
otot
fungsional dengan
mencegah
dari
menggunakan skala
komplikasi
mobilitas
imobilitas
berjalan
sebelumnya
seperti bebek Do :
tidak
tonus
lebih
kuat
Pasien
mempertahankan
2. Identifikasi tingkat
Pasien
tingkat
teridentifikasi
pasif ke aktif sesuai 3. Untuk
terasa
atau pincang
dari
dan
kemandirian yang
Pasien
badannya
Do:
sendi
Pasien
mengatakan
mobilitas
tidak
ini
fungsional .
dan
4. Untuk membantu
Pasien terlihat 3. Berikan mobilisasi
mempersiapkan
tampak rileks
pemulangan
progresif
untuk
bersemangat
Pasien
lebih
Gerakan
leluasa
dalam
pasien
bergerak
keterbatasan
pasien
kondisi pasien
5. Untuk membantu
4. Ajarkan pasien dan keluarga
rehabilitasi untuk
terbatas
anggota
Kekuatan otot
atau teman tentang
rehabilitasi defisit
: 5 5 4 4
latihan
muskulokeletal
ROM,
pemindahan, inspeksi kulit, dan program mobilitas 5. Rujuk ke ahli terapi fisik
untuk
pengembangan program mobilitas
membantu
No 1.
Diagnosa Keperawatan
Implementasi
Evaluasi
Nyeri akut berhubungan dengan 1. Observasi TTV
S:
agens cedera biologis. Ditandai
Hasil :
dengan :
TD : 140/80 mmHg
Ds :
N : 100x/m
Pasien
mengatakan
pada
pinggang
nyeri seperti
tertekan benda berat.
Pasien mengatakan nyeri
SB : 36,8 oC
saat beraktivitas berkurang
RR : 20x/m pengkajian
Pasien mengatakan nyeri saat
nyeri secara komperhensif
bergerak/aktifitas dan
meliputi
berkurang saat istirahat.
karakteristik,
:
frekuensi,
O: -
TTV
lokasi,
TD : 140/80 mmHg
durasi,
N : 100x/m
kualitas
SB : 36,8 oC
dan
TTV :
faktor presipitasi
TD : 160/100 mmHg
Hasil :
N : 110x/mnt
P : pasien mengatakan saat
RR : 20 x/mnt
berjalan nyeri berkurang
A : masalah keperawatan Nyeri
Suhu : 36,8º C
Q : klien mengatakan nyeri
akut belum teratasi
Pengkajian nyeri :
tidak lagi terasa seperti
P : Terasa nyeri saat berjalan
tertekan benda berat
dan
R
nyeri
berkurang
jika
:
RR : 20x/m -
Klien
Skala nyeri 4
P : intervensi 1, 2, 3, 4, 5
mengatakan 1. Observasi TTV
istirahat.
nyeri
Q : Seperti tertekan benda
pinggang berkurang
secara komperhensif meliputi
berat.
S : Skala nyeri 4
: lokasi, karakteristik, durasi,
R : Pada pinggang
pada pinggang berkurang -
2. Melakukan
Do :
Pasien Mengatakan nyeri
-
pada
3. Merencanakan
bagian 2. Melakukan pengkajian nyeri
aktivitas
S : 8 (1-10)
untuk mendistraksi pasien,
T: Pada saat beraktivitas.
seperti
Wajah meringis
menonton
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
membaca, 3. Rencanakan aktivitas untuk televisi,
dan
kunjungan keluarga
mendistraksi pasien, seperti membaca, menonton televisi, dan kunjungan keluarga
4. Memposisikan
pasien 4. Posisikan pasien senyaman
senyaman mungkin sesuai
mungkin
keinginan pasien
pasien
sesuai
keinginan
Hasil : posisi yang nyaman 5. Kolaborasi pemberian obat
dengan klien adalah posisi
analgesik sesuai kebutuhan
semi fowler
5.
Kolaborasi pemberian
obat
analgesik
sesuai
kebutuhan 2.
Ketidakseimbangan nutrisi :
1. Mengobservasi TTV
S : pasien mengatakan nafsu
kurang dari kebutuhan tubuh
asil : TTV
berhubungan dengan faktor
TD : 140/80 mmHg
biologis.
N : 100x/m
Ditandai dengan :
SB : 36,8oC
-
Turgor kulit baik
Ds:
RR : 20x/m
-
Klien menghabiskan setiap
Pasien
mengatakan
makan mulai meningkat
O:
nafsu 2. Menjelaskan
manfaat
porsi yang diberikan
makannya menurun.
makan bila dihubungkan
Pasien mengatakan semakin
dengan kondisi pasien saat
TD : 140/80 mmHg
kurus
ini
N : 100x/m
Do:
Hasil
:
pasien
TTV
-
SB : 36,8 oC
dapat
Porsi makan tidak habis
menerima
BB 50 kg
dengan baik
Kulit kering
kulit jelek
dalam
TTV :
dalam porsi sedikit tapi
A
TD : 160/100 mmHg
sering
ketiddakseimbangan
N : 110x/mnt
Hasil :
kurang dari kebutuhan tubuh
RR : 20 x/mnt Suhu : 36,8º C
penjelasan -
3. Memberikan
makanan
keadaan
4. Melakukan
:
masalah
keperawatan nutrisi
perawatan
sebelum
dan
terlihat dan
-
bersih
Berikan
makanan
dalam
sedikit tapi sering -
pasien
Observasi TTV
keadaan hangat, dalam porsi
sesudah
makan 5. Menganjurkan
P : intervensi 1, 3, 4, 6, 7, 8 -
Hasil : membran mukosa
sebelum
50kg menjadi 52kg
hangat,
sesudah makan
pasien
BB pasien meningkat dari
dan belum teratasi
mengajarkan mulut
RR : 20x/m
Lakukan
dan
ajarkan
perawatan mulut sebelum dan
makanan yang disediakan Rumah Sakit
sesudah makan Anjurkan
-
pasien
untuk
Hasil : Pasien melakukan
mneghindari makanan yang
seperti yang dianjurkan
mengandung garam
6. Menganjurkan untuk
pasien
Timbang BB pasien setiap
-
mneghindari
makanan
yang
hari Kolaborasi dengan ahli gizi
-
mengandung garam
untuk pemenuhan nutrisi diet
Hasil : Pasien melakukan
dan pemberian vitamin
seperti yang dianjurkan 7. Menimbang
BB
pasien
setiap hari 8. Kolaborasi gizi
dengan
untuk
ahli
pemenuhan
nutrisi diet dan pemberian vitamin 3.
Hambatan
mobilitas
fisik . Melakukan latihan ROM
berhubungan dengan intoleransi
untuk
aktivitas
merupakan kontraindikasi,
Ditandai dengan :
minimal satu kali setiap
Ds :
pergantian
Pasien
mengatakan
mudah lelah
Pasien
sekuat
Tingkatkan dari pasif ke
tingkat
fungsional
seperti
bebek
atau
pincang Pasien bersemangat Gerakan
-
wajah pasien nampak rileks
pergerakan pasien terlihat lebih baik
:
masalah
keperawatan
mobilisasi hambatan mobilitas fisik teratasi
progresif
untuk kondisi P : intervensi dihentikan
pasien
anggota
-
A
4. Mengajarkan pasien dan pasien
dari
skala
keterbatasan tidak
kuat
sebelumnya
dengan
berjalan 3. Memberikan
lebih
dan segar
mobilitas fungsional . Pasien
terasa
jaga. O :
menggunakan
Do:
tidak
tugas
mengatakan . Mengidentifikasi
sebelumnya
jika
aktif sesuai toleransi.
tidak
sendi
S : pasien mengatakan badannya
keluarga
atau
terbatas
teman
Kekuatan otot : 5 : 5 5 4
ROM,
4
inspeksi
tentang
latihan
pemindahan, kulit,
dan
program mobilitas 5. Rujuk ke ahli terapi fisik untuk
pengembangan
program mobilitas
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan 5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Priscilla LeMone,dkk.2016.Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah.Jakarta :EGC Tandra Hans.2009.Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis.Jakarta : Gramedia Pustaka Utama Asmin
Yasih.2000.Keperawatan
Medikal
Bedah
:
Buku
Saku
Dari
Brunner
&
Suddarth.Jakarta : EGC Patrick Davey.2006.At a Glance Medicine.Jakarta : Erlangga Suratun,dkk.2008.Klien Suratun,dkk.2008.Klien Gangguan Muskulokeletal : Seri Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC Risnanto & Uswatun.2014.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah : Sistem Muskulokeletal.Yogyakarta :Deepublish Lawler W,dkk. Buku W,dkk. Buku pintar Patologi untuk kedokteran kedokteran gig. Jakarta gig. Jakarta : ECG (halaman 177) oleh Jurnal Mulyana Ardi (20 juli 2016) (Farmakologi penerbit ECG halaman 568)