BAB I LAPORAN KASUS INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK I.
IDENTITAS
A. Identitas Anak Nama
: An. M
Tempat Tanggal Lahir
: Banjar, 2 Januari 2008
Usia
: 6 tahun 3 bulan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Langkap Lancar RT 01 RW 02 Kota Banjar
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Maret 2014
B. Identitas Orang Tua Nama Bapak / Usia
: Agus / 37 tahun
Pekerjaan
: Pekerja Swasta
Nama Ibu/ Usia
: Tuti / 31 tahun
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Alamat
: Langkap Lancar RT 01 RW 02
II.
ANAMNESIS
A. Keluhan utama
: Batuk
B. Riwayat Penyakit Sekarang
: Dikeluhkan ± satu hari h ari yang lalu, batuk berdahak
berwarna hijau, batuk terus menerus, batuk berdarah (-), batuk berlendir (-), batuk b atuk tidak disertai nyeri dada dan sesak, batuk awalnya kering kemudian berdahak berwarna hijau, gatal tenggorokan (+), pilek dengan sekret berwarna hijau kental sejak 1 hari yang lalu. Sesak (-), demam (-), riwayat nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan sehari 3 kali. BAB = biasa BAK = lancar
1
C. Riwayat Penyakit Dahulu
: Pernah mengalami gejala yang sama, ibunya membawa
pasien ke dokter dan sembuh, riwayat kontak dengan orang yang bergejala sama (-) ,riwayat cacar dan campak (-), riwayat trauma (-). D. Riwayat Penyakit Keluarga
:
Ada riwayat batuk lama yang diderita oleh kakek pasien
Ibu alergi terhadap cuaca dingin dan makanan berupa telur
Tidak ada riwayat kejang demam atau epilepsy
Tidak ada riwayat hipertensi
Tidak ada riwayat diabetetes mellitus
E. Riwayat Kehamilan
Hamil pertama kali usia 24 tahun
Menikah usia 23 tahun
G1P1A0
Saat hamil Miftahurahman, ibu mengalami mual-muntah hingga usia kehamilan sekitar 3 bulan
Saat hamil nafsu makan ibu meningkat
F. Riwayat Kelahiran
Ibunya melahirkan Miftahurahman pada usia kandungan 38 minggu (aterm)
Persalinan secara sectio caesaria karena kehamilan mengalami ketuban pecah dini
BB pada saat lahir 3,2 kg
G. Riwayat Pemberian Makanan
ASI selama 2 tahun tidak disertai minum susu formula
Diberikan makanan tambahan bubur SUN saat umur 6 bulan
Nafsu makan anak baik, sehari makan 3 kali
Anak senang mengkonsumsi permen, minuman dingin/es
Anak tidak menyukai sayur
Makanan yang dikonsumsi sekarang adalah nasi, ikan kadang-kadang, ayam kadang kadang
Sekarang anak tidak minum susu
2
H. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
BB Sekarang
: 21,3 kg
Mulai duduk usia 6 bulan
Anak mulai berdiri usia 11 bulan
Anak bisa berjalan usia 1 tahun
Saat ini anak berusia 6 tahun 3 bulan dan mengalami perkembangan yang aktif, anak juga sudah duduk di Taman Kanak-kanak.
I.
Riwayat Imunisasi
Imunisasi lengkap
J. Riwayat Kepribadian, Sosial, dan Lingkungan
III.
Senang bermain dengan teman-teman sebayanya
Dekat dengan ibunya
Mudah dekat dengan orang
Diasuh oleh ibunya sendiri
Aktifitas dilingkungan bermain cukup baik
PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Berat bada n
: 21,3 kg
A. Tanda vital :
Nadi
: 60 x/menit
Pernafasan : 30x/menit
Suhu
: Normal
B. Pemeriksaan fisis keseluruhan Kepala-Leher
Kulit
: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala
: Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
3
Mata OD
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
Telinga
: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada serumen
Hidung
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret berwarna hijau kental
Mulut
: Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Pertumbuhan gigi
: Normal
Leher
: Pembesaran KGB -/-
Thorax
:
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran
: Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada
: Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
: Pelebaran ICS (-)
Fossa jugularis
: Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan
: Torako-abdominal
Palpasi
Trakea
: Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V
linea parasternal sinistra
4
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada
: Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal
: Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
Batas paru-hepar
: Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V
Batas paru-jantung
:
Kanan
: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri
: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor
: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo
:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
:
Bentuk
: Simetris
Umbilicus
: Masuk merata
Permukaan Kulit
: Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-) 5
Bising aorta (-)
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+) Nyeri ketok (-)
Palpasi
IV.
Nyeri tekan epigastrium (-)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tidak dilakukan pemeriksaan
V.
DIAGNOSIS
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut)
VI.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan farmakologi yang diberikan adalah : -
Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4 kali sehari.
-
Paracetamol tablet 500 mg 3x ½ tab 10-15 mg/kg BB/x
210- 315 mg
Vitamin C 45 mg/ hari
Pengobatan nonfarmakologi berupa saran kepada pasien untuk : 1. Makan secara teratur, mengurangi minum yang dingin-dingin, hindari perokok, larang anak untuk mencoba menghisap rokok. 2. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan makanan bergizi dan mengkonsumsi vitamin bila perlu. 3. Istirahat yang cukup. 6
BAB II HASIL KUNJUNGAN RUMAH
Kunjungan rumah dilaksanakan untuk melihat keadaan lingkungan sekitar pasien dan hubungan antara lingkungan dengan penyakit yang diderita. Dengan demikian pasien dan keluarga dapat memahami pengaruh lingkungan terhadap suatu penyakit dan sebaliknya suatu penyakit dapat mempengaruhi lingkungan. 1. Kunjungan Rumah (31 Maret 2014)
I.
: Baik
Kesadaran
: Composmentis
Keluhan
: Pilek
Tanda vital :
Nadi
: 62 x/menit
Pernafasan
: 30 x/menit
Suhu
: 36,8 C
II.
Keadaan umum
o
Pemeriksaan fisis keseluruhan Kepala-Leher
Kulit
: Berwarna sawo matang, ikterus (-), sianosis (-)
Kepala
: Bentuk normal, tidak teraba benjolan, rambut berwarna hitam terdistribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata OD
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
OS
: Bentuk normal, Konjungtiva tidak anemis, skelra tidak ikterik, palpebral superior et inferior tidak edema, pupil bulat dengan diameter kurang lebih 3 mm, reflek cahaya (+), mata cekung (-)
7
Telinga
: Bentuk normal, liang telinga lapang, tidak ada sekret, tidak ada serumen
Hidung
: Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, terdapat sekret berwarna hijau kental
Mulut
: Bentuk normal, perioral tidak sianosis, bibir lembab, lidah tidak kotor, arkus faring simetris, letak uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1, mukosa mulut tidak ada kelainan
Pertumbuhan gigi
: Normal
Leher
: Pembesaran KGB -/-
Thorax
:
Inspeksi :
Bentuk dan ukuran
: Bentuk dada kiri dan kanan simetris, barrel chest (-),
pergerakan dinding dada simetris
Permukaan dada
: Papula (-), purpura (-), ekimosis (-), spider naevi (-), vena
kolateral (-), massa (-).
Iga dan sela iga
Fossa supraclavicularis, fossa infraclavicularis : cekung, simetris kiri dan kanan
: Pelebaran ICS (-)
Fossa jugularis
: Tidak tampak deviasi
Tipe pernafasan
: Torako-abdominal
Palpasi
Trakea
: Tidak ada deviasi trakea, iktus kordis teraba di ICS V
linea parasternal sinistra
Nyeri tekan (-), massa (-), edema (-), krepitasi (-).
Gerakan dinding dada
: Simetris kiri dan kanan
Fremitus vocal
: Simetris kiri dan kanan
Perkusi
Sonor seluruh lapang paru
8
Batas paru-hepar
: Inspirasi ICS V, Ekspirasi ICS V
Batas paru-jantung
:
Kanan
: ICS II linea parasternalis dekstra
Kiri
: ICS IV linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Cor
: S1 S2 tunggal regular, Murmur (-), Gallop (-).
Pulmo
:
Vesikuler (+) pada seluruh lapang paru
Rhonki (-/-)
Wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
:
Bentuk
: Simetris
Umbilicus
: Masuk merata
Permukaan Kulit
: Tanda-tanda inflamasi (-), sianosis (-), venektasi (-),massa (-),
vena kolateral (-), papula (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-),spider navy (-).
Distensi (-)
Ascites (-)
Auskultasi
Bising usus (+) normal
Metallic sound (-)
Bising aorta (-)
Perkusi
Timpani pada seluruh lapang abdomen (+) Nyeri ketok (-)
Palpasi 9
Nyeri tekan epigastrium (-)
Massa (-)
Hepar / lien : tidak teraba
Ekstremitas
: Tidak ada kelainan
Penatalaksaan nonfarmakologi yang diberikan berupa saran untuk : 1. Makan secara teratur, mengurangi mengkonsumsi es/ minuman dingin,memperbanyak minum air putih. 2. Menghindari perokok, melarangg anak untuk mencoba menghisap rokok. 3. Bila anak kedinginan segera selimuti dan menggunakan pakaian yang hangat 4. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara mengkonsumsi makan makanan yang bergizi dan mengkonsumsi vitamin bila perlu. 5. Istirahat yang cukup.
III.
KEADAAN PASIEN :
A. Profil Pasien An. M adalah seorang anak tunggal yang hanya tinggal dirumah bersama ibunya, sedangkan ayah pasien tidak menetap di rumah karena bekerja di Jakarta. Pasien tidur bersama ibunya, An. M sudah menginjak Taman Kanak-kanak. B. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, 1 ruang tamu, 1 ruang TV, ruang makan, kamar mandi, dapur dan gudang penyimpanan padi serta pupuk. Ventilasi dirumah cukup baik, ruang makan beralaskan tanah, gudang tempat penyimpanan padi dan pupuk berdinding bilik bambu dengan keadaan kotor sehingga banyak debu disekitar gudang, Kondisi kamar tidur dengan ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup baik, kamar mandi dan dapur cukup bersih. Peralatan rumah tangga yang cukup lengkap, dan terdapat 1 motor. Lingkungan disekitar rumah pasien cukup bersih. C. Riwayat Penyakit Keluarga Dari penuturan ibu pasien diketahui bahwa kakek pasien menderita riwayat saluran pernafasan, ibu pasien alergi terhadap cuaca dingin dan makanan berupa telur. 10
D. Pola Konsumsi Makanan Pola Konsumsi keluarga tersebut cukup baik dengan asupan gizi. Pasien sering mengkonsumsi es/ minuman dingin. E. Psikologi dalam hubungan antar anggota keluarga Pasien memiliki hubungan yang baik dengan sesama anggota keluarga yang lain terutama paman pasien. F. Kebiasaan Pasien sering mengkonsumsi permen dan es/ minuman dingin. G. Lingkungan Lingkungan pemukiman keluarga cukup bersih dan cukup tertata dengan baik. Sampah tersimpan pada tempatnya, demikian juga dengan tata letak peralatan dan perlengkapan rumah. Hubungan dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal baik.
Gambar 1. Depan rumah paisen
11
Gambar 2. Jalan didepan rumah paisen
Gambar 3. Kamar
Gambar 4. Ruan makan 12
Gambar 5. Gudang
Gambar 6. Kamar mandi
Gambar 7. Dapur 13
Gambar 8. Lantai rumah
H. Keadaan Pasien Pilek yang disertai sekret yang kental. Pasien minum obat tidak teratur karena menurut penuturan ibu pasien sedang mengkonsumsi obat lain sehingga ibu menghentikan obat pemberian puskesmas.
14
BAB III DISKUSI Seorang anak laki-laki berumur 6 tahun 3 bulan datang ke puskesmas diantar ibunya dengan keluhan utama batuk berdahak berwarna hijau, tenggorokan terasa gatal,demam, pilek dengan sekret berwarna hijau sejak 1 hari yang lalu. Demam turun sewaktu pasien diberi obat warung berupa contrexin oleh ibunya. Pernah mengalami gejala yang sama sekitar 4 bulan lalu, ibunya membawa pasien ke dokter dan sembuh. Kecurigaan bahwa An. M menderita ISPA berawal dari keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien yang relevan dengan gejala-gejala timbulnya ISPA, yakni berupa batuk, demam serta pilek. ISPA dapat disebabkan oleh infeksi bakteri maupun virus namun demikian pathogen tersering yang menyebabkan ISPA adalah virus atau infeksi gabungan virus bakteri. Keluhan An. M berupa batuk produktif dengan sputum berwarna hijau dapat dijumpai pada beberapa pasien ISPA namun hal ini tidak dapat membedakan secara spesifik penyebab ISPA tersebut bakteri atau virus. Untuk mengetahui lebih jelas penyebab dari ISPA perlu dilakukan pemeriksaan sputum. An. M adalah seorang anak tunggal yang tinggal hanya bersama ibunya dirumah, An. M sering bermain bersama pamannya yang perokok. An. M sering mencoba menghisap rokok yang dikonsumsi oleh pamannya, selain itu paman An. M juga sering merokok didekat An. M. Dirumah tempat tinggal An. M terlihat ruang makan yang beralaskan tanah sehingga meningkatkan kelembaban udara di dalam rumah , terdapat gudang penyimpanan pupuk dan padi yang berdinding bilik dengan debu yang tebal. Dari uraian yang singkat ini dapat diketahui bahwa lingkungan menjadi salah satu faktor risiko An. M menderita ISPA. Obat yang diminum oleh An. M adalah Glyceryl Guaiacolate,Paracetamol dan Vitamin C. An. M diberikan Glyceryl guaiacolate yang mempunyai cara kerja mengencerkan dahak pada saluran pernapasan sehingga mempermudah pengeluaran dahak. Oleh karena itu obat ini digunakan untuk meredakan batuk berdahak.Obat ini bertindak sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan mengurangi viskositas sekresi dalam trakea dan bronkus. Dosis yang diberikan pada anak-anak Glyceryl Guaiacolate 5 – 12 tahun = 100-200 mg, 3-4 kali sehari.
15
Paracetamol adalah obat yang mempunyai efek mengurangi nyeri (analgesic) dan menurunkan demam (antipiretik). Cara menurunkan demam dengan cara menghambat pusat pengatur panas tubuh di hipotalamus. Pada kondisi demam, paracetamol hanya bersifat simptomatik yaitu meredakan keluhan demam (menurunkan suhu tubuh) dan tidak mengobati penyebab demam itu sendiri. Dosis dalam bentuk Paracetamol tablet 500 mg 3x ½ tab. Vitamin C adalah vitamin yang biasa digunakan uuntuk mencegah dan mengobati demam. Vitamin C juga berperan penting dalam membantu penyerapan zat besi dan mempertajam kesadaran. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan radikal bebas di seluruh tubuh. Selain itu vitamin C juga dapat memperkuat daya imunitas dalam tubuh. Selain terapi farmakologis, diperlukan terapi non farmakologis berup a saran-saran kepada ibu An. M yang mengasuhnya, misalnya menjaga pola hidup sehat, makan yang bergizi dan teratur serta istirahat yang cukup.
16
BAB IV TINJAUAN PUSTAKA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA ANAK I.
DEFINISI
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan atas atau bawah, menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada pathogen 1
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. II.
EPIDEMIOLOGI
Menurut WHO tahun 2012, sebesar 78% balita yang berkunjung ke pelayanan kesehatan adalah akibat ISPA. ISPA lebih banyak terjadi di negara berkembang dibandingkan negara maju dengan persentase masing-masing sebesar 25%-30% dan 10%-15%. Kematian balita akibat ISPA di Asia Tenggara sebanyak 2.1 juta balita pada tahun 2004. India, Bangladesh, Indonesia, dan Myanmar merupakan negara dengan kasus kematian balita akibat ISPA terbanyak.
2
ISPA adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Begitu pula, ISPA merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan 1
kesehatan terutama pada bagian perawatan anak.
Kematian balita akibat ISPA di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 20.6% dari tahun 2010 hingga tahun 2011 yaitu 18.2% menjadi 38.8%. III.
3
ETIOLGI
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Dalam Harrison’s Principle of Internal Medicine disebutkan bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis, sampai dengan laring hamper 90% disebabkan oleh viral , sedangkan infeksi akut saluran nafas bagian bawah hampir 50% disebabkan oleh bakteri. Penyebab ISPA oleh Streptococcus pneumonia sekitar 70-90%, 17
sedangkan Stafilococcus Aureus dan H. Influenza sekitar 10-20%. Saat ini telah diketahui bahwa infeksi saluran pernafasan akut ini melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus.
4
Tabel 1. Ragam Penyebab ISPA Menurut Umur
IV.
KLASIFIKASI
ISPA diklasifikasikan menjadi ISPA ringan, ISPA sedang dan ISPA berat ( Ditjen P2PL, 2009). 1) ISPA Ringan Tanda dan gejalanya adalah merupakan satu atau lebih dari tanda dan gejala seperti batuk, pilek (mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung), serak (bersuara parau ketika o
berbicara), sesak yang disertai atau tanpa disertai demam ( >37,2 C), keluarnya cairan 5
dari telingan yang lebih dari 2 minggu tanpa ada rasa sakit pada telinga.
18
2) ISPA Sedang Tanda dan gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti pernafasan yang cepat lebih dari 50 kali permenit atau lebih (tanda utama) pada umur < 1 tahun dan o
40 kali per menit pada umur 1-5 tahun, panas dengan suhu 39 C atau lebih, wheezing,tenggorokan berwarna merah, mengeluarkan cairan dari telinga, timbul bercak dikulit menyerupai campak, dan pernafasan berbunyi seperti mengorok.
5
3) ISPA Berat Tanda dan gejalanya adalah ringan dan sedang ditambah satu atau lebih dari gejala seperti penarikan dada ke dalam pada saat menarik nafas (tanda utama), adanya stridor atau mengeluarkan nafas seperti mengorok, serta tidak mampu atau tidak mau makan. Tanda dan gejala ISPA berat yang lain seperti kebiru-biruan (sianosis), pernafasan cuping hidung, kejang, dehidrasi, kesadaran menurun, nadi cepat (lebih dari 160 kali per menit 5
atau tak teraba) dan terdapatnya selaput difteri.
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mengklasifikasikan ISPA sesuai dengan kelompok usia dan gejala yang dialami oleh pasien. Gejala ISPA sesuai dengan ISPA yang diderita dapat diliat pada table 2 sebagai berikut :
V.
GEJALA dan TANDA
Gejalanya meliputi demam, batuk dan sering juga nyeri tenggorok, pilek, sesak nafas, mengi, atau kesulitan bernafas. Infeksi saluran pernafasan akut dapat terjadi dengan berbagai gejala klinis. Untuk membedakan gejala klinik pada ISPA yang disebabkan oleh virus atau 4
bakteri sangat sulit untuk didentifikasi.
19
Tabel 2. Gejala dan tanda ISPA Berdasarkan Kelompok Usia
VI.
PATHOGENESIS
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, droplet melalui batuk dan bersin, udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke dalam saluran 7
pernafasannya.
ISPA juga dapat diakibatkan oleh polusi udara. ISPA akibat polusi udara adalah ISPA yang disebabkan oleh faktor risiko polusi udara seperti asap rokok, asap pembakaran rumah tangga, gas buang sarana transportasi dan industry, kebakaran hutan, dan lain-lain. Agen infeksius dapat menyebabkan timbulnya ISPA, namun keberadaan agen infeksius tidak langsung menimbulkan ISPA karena perthanan tubuh juga menjadi faktor yang penting 8
untuk menentukan.
20
Gambar 9. Mekanisme Penyakit
Penyebaran ISPA juga tergantung pada keadaan lingkungan. Menurut Achmadi (2008), untuk mengetahui patogenesis ISPA dapat digunakan teori manajemen penyakit 9
berbasis lingkungan.
Gambar 10. Manajemen Penyakit Berbasis Lingkungan
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan interaksi antara virus/bakteri dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus kea rah faring atau dengan suatu tangkapan reflex spasmus oleh laring. Jika reflex tersebut gagal maka virus/bakteri dapat merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan. Iritasi virus/bakteri pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan struktur lapisan dinding sakuran pernafasan menyebabkan 21
peningkatan aktifitas kelenjar mucus, yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan. Hal ini mengakibatkan terjadinya pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut dapat menimbulkan gejala batuk 10
sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri pathogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti Streptococcus pneumonia, Stafilococcus Aureus dan H. Influenza menyerang mukosa yang telah rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mucus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas dan batuk produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya faktor-faktor cuaca dingin dan malnutrisi.
10
Serangan infeksi virus pada saluran pernafasan dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga dapat menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri menyebabkan bakteri-bakteri yang biasanya ditemukan di saluran nafas atas dapat menyerang saluran nafas bawah seperti paru-paru sehingga menyebabkan penumia bakteri. Melalui uraian di atas, perjalanan klinis ISPA dapat dibagi menjadi periode prepathogenesis dan pathogenesis.
10
1) Periode Prepathogenesis Penyebab telah ada tetapi belum menunjukan reaksi. Pada periode ini terjadi antara agen 10
dan lingkungan serta antara host dan lingkungan.
a. Interaksi antara agen dan lingkungan mencakup pengaruh geografis terhadap perkembangan agen serta dampak perubahan cuaca terhadap penyebaran virus dan bakteri penyebab ISPA. b. Interaksi antara host dan lingkungan mencakup pencemaran lingkungan seperti asap karena kebakaran hutan, gas buang sarana transportasi dan polusi udara dalam rumah dapat menimbulkan penyakit ISPA jika terhirup oleh host . 22
2) Periode Pathogenesis Terdiri dari tahap inkubasi, tahap penyakit dini, tahap penyakit lanjut dan tahap penyakit 10
akhir.
a. Tahap Inkubasi, agen infeksius penyebab ISPA merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa yang merupakan pelindung utama pertahanan system saluran pernafasan. Akibatnya, tubuh menjadi lemah diperparah dengan keadaan gizi dan daya tahan tubuh yang rendah. b. Tahap penyakit dini, dimulai dengan gejala-gejala yang mucul akibat adanya interaksi. c. Tahap penyakit lanjut, merupakan tahap pengobatan yang epat untuk menghindari akibat lanjut yang kurang baik. d. Tahap penyakit akhir, penderita dapat sembuh sempurna, sembuh dengan atelektasis, menjadi kronis, dan dapat meninggal akibat pneumonia.
VII.
FAKTOR RISIKO
Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ISPA, seperti: lingkungan dan host . Menurut berbagai penelitian sebelumnya, faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah kualitas udara dalam ruangan yang dipengaruhi oleh polusi udara dalam ruangan (indoor air polution). Pencemaran udara dalam ruangan disebabkan oleh aktifitas penghuni dalam rumah, seperti: perilaku merokok anggota keluarga dalam rumah dan penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar dalam rumah tangga. Sedangkan faktor host yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA antara lain: status imunisasi, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), dan umur. Balita yang memiliki status imunisasi yang tidak lengkap akan lebih mudah terserang penyakit dibandingkan dengan balita yang memiliki status imunisasi lengkap. Balita BBLR memiliki kekebalan tubuh ynag masih rendah dan organ pernapasan masih lemah sehingga balita BBLR lebih mudah terserang penyakit infeksi, khususnya infeksi pernapasan dibandingkan dengan balita tidak BBLR/ normal. Hal ini disebabkan karena balita yang lebih muda memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah dibandingkan dengan balita yang lebih tua.
11
23
VIII.
DIAGNOSIS
Diagnosis ISPA ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis seperti yang disebutkan pada klasifikasi diatas. IX.
4
PENATALAKSANAAN 1) Medikamentosa :
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotic parenteral, oksigen dan sebagainya. b. Pneumonia : diberi obat sesuai organisme penyebab c. Bukan Pneumonia : tanpa pemberian antibiotik, terapinya berupa terapi simptomatik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin. Bila 4
demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol.
Pemberian antibiotik yang tidak sesuai untuk infeksi saluran pernafasan akut dapat menyebabkan peningkatan prevalensi dan resistensi antibiotik. Lebih dari setengah dari seluruh pemberian resep antibiotik untuk ISPA tidak perlu karena infeksi ini lebih sering disebabkan oleh virus dan tidak memerlukan antibiotik. Mengetahui ISPA yang terjadi ini karena infeksi bakteri atau virus sangatlah penting untuk menentukan jenis pengobatan yangg 12
akan diberikan.
Sebelum hasil kultur keluar, maka antibiotik yang dapat diberikan adalah antibiotik spektrum luas, yang kemudian sesuai hasil kultur diubah menjadi kultur sempit. Lama pemberian terapi 13
ditentukan berdasarkan adanya penyakit penyerta. 2) Nonmedikamentosa
Penatalaksanaan Nonmedikamentosa yaitu
14
a. Perbanyak istirahat b. Perbanyak minum air putih c. Hindari makanan berminyak dan es d. Konsumsi makanan gizi seimbang
24
X.
PENCEGAHAN
Landasan pencegahan dan pengendalian infeksi untuk perawatan pasien ISPA meliputi pengenalan pasien secara dini dan cepat, pelaksanaan tindakan pengendalian infeksi rutin untuk semua pasien, tindakan pencegahan tambahan pada pasien tertentu (misalnya, berdasarkan diagnosis presumtif), dan pembangunan prasarana pen cegahan dan pengendalian infeksi bagi fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi).
1
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan umumnya didasarkan pada jenis pengendalian berikut ini: 1) Reduksi dan Eliminasi
Pasien yang terinfeksi merupakan sumber utama patogen di fasilitas pelayanan kesehatan dan penyebaran agen infeksius dari sumbernya harus dikurangi/dihilangkan. Contoh pengurangan dan penghilangan adalah promosi kebersihan pernapasan dan etika batuk dan tindakan pengobatan agar pasien tidak infeksius. 2) Pengendalian administrative Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin sumber daya yang diperlukan untuk pelaksanaan langkah pengendalian infeksi. Ini meliputi pembangunan prasarana dan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi yang berkelanjutan, kebijakan yang jelas mengenai pengenalan dini ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran, pelaksanaan langkah pengendalian infeksi yang sesuai (misalnya, Kewaspadaan
Standar
untuk
semua
pasien),
persediaan
yang
teratur
dan
pengorganisasian pelayanan (misalnya, pembuatan sistem klasifikasi dan penempatan pasien). Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan juga harus melakukan perencanaan staf untuk mempromosikan rasio pasien-staf yang memadai, memberikan pelatihan staf, dan mengadakan
program
kesehatan
staf
(misalnya,
vaksinasi,
profilaksis)
untuk
meningkatkan kesehatan umum petugas kesehatan. 3) Pengendalian lingkungan dan teknis
Pengendalian ini mencakup metode untuk mengurangi konsentrasi aerosol pernapasan infeksius (misalnya, droplet nuklei) di udara dan mengurangi keberadaan permukaan dan benda yang terkontaminasi sesuai dengan epidemiologi infeksi. Contoh 25
pengendalian teknis primer untuk aerosol pernapasan infeksius adalah ventilasi lingkungan yang memadai (≥ 12 ACH) dan pemisahan tempat (>1m) antar pasien. Untuk agen infeksius yang menular lewat kontak, pembersihan dan disinfeksi permukaan dan benda yang terkontaminasi merupakan metode pengendalian lingkungan yang penting. 4) Alat Pelindung Diri (APD)
Semua strategi di atas mengurangi tapi tidak menghilangkan kemungkinan pajanan terhadap risiko biologis.Karena itu, untuk lebih mengurangi risiko ini bagi petugas kesehatan dan orang lain yang berinteraksi dengan pasien di fasilitas pelayanan kesehatan, APD harus digunakan bersama dengan strategi di atas dalam situasi tertentu yang menimbulkan risiko penularan patogen yang lebih besar. Penggunaan APD harus didefinisikan dengan kebijakan dan prosedur yang secara khusus ditujukan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi (misalnya, kewaspadaan isolasi). Efektivitas APD tergantung pada persediaan yang memadai dan teratur, pelatihan staf yang memadai, membersihkan tangan secara benar, dan yang lebih penting, perilaku manusianya. Semua jenis pengendalian di atas sangat saling berkaitan. Semua jenis pengendalian tersebut harus diselaraskan untuk menciptakan budaya keselamatan kerja institusi, yang menjadi landasan bagi perilaku yang aman. XI.
KOMPLIKASI
ISPA (Infeksi Saluran pernafasan akut) sebenarnya merupakan penyakit yang sembuh sendiri dalam 5-6 hari jika tidak terjad invasi kumn lain, tetapi ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan penyakit seperti : penutupan tuba eustachi, laryngitis, tracheitis, bronchitis, dan bronkopenumina dan berlanjut pada kematian 15
karena adanya sepsis yang meluas. XII.
PROGNOSIS
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik pabila tidak terjadi komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendri, yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul, 16
biasanya didapatkan infeksi sekunder.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. 2007. 2. Usman, Iskandar. 2012. Penderita ISPA. (online) Diakses 30 Maret 2014. 3. Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 2011. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan. 4. Rubin, Michael A, et al. Harrison’s Principle of Internal Medicine, USA : McGraw Hill. 2005. 5. Ditjen P2PL. 2007. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Jakarta : Depkes RI 6. Abdullah. 2003. Pengaruh Pemberian ASI terhadap Kasus ISPA pada Bayi Umur 0-4 Bulan. Tesis Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta. 7. Ditjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut . Jakarta : Depkes RI. 8. Machmud, Rizanda. (2006). Pneumonia balita di Indonesia dan peranan kabupaten dalam menanggulanginya. Andalas University Press. 9. Achamadi, Umar Fahmi. 2008. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Jakarta : UI Press. 10. Ria, Epi. 2012. Kualitas Lingkungan Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan Warakas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Utara Tahun 2011. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia : Skripsi. 11. Rerung, Ribka. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Lembang Batu Sura. Jurnal FKM Universitas Hasanuddin Makassar. 12. Deasy, Joan and Werner. 2009. Acute Respiratory Tract Infenstions; When Are Antibiotics Indicated . Available from www.jappa.com 13. Dahlan Z. Pnuemonia. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Editors, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran Universitas Indonesia. 14. Savitri Oryza. Rekam Medik Pasien Poli dalam scribd.com 15. Whaley and Wrong, 2000. Nursing care of Infant And Childern, Mosby, Inc. Yasir, 2009, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). 16. Supatondo dan Roosheroe AG. 2007. Pedoman Memberi Obat pada Pasien Geriatri Serta Mengatasi Masalah Polifarmasi. In Sudoyo A.W., Setyiohadi B., Alwi I., Simadibrata M. dan setiati S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV . Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedok teran Universitas Indonesia.
27
28