BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik (Kadarsan,2005). Hasil survey di beberapa tempat menunjukkan prevalensi antara 60%-90% pada anak usia sekolah dasar. Salah satu penyakit infeksi yang masih banyak terjadi pada penduduk di Indonesia adalah yang disebabkan golongan SoilTransmitted Helminth, yaitu golongan nematode usus yang dalam penularannya atau dalam siklus hidupnya melalui media tanah. Cacing yang tergolong dalam Soil-Transmitted Helminth adalahAscaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Strongyloides
stercoralis serta
cacing
tambang
yaitu Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale (Siregar, 2006) Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses atau tinja (Kadarsan,2005). Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva yang infektif. Pemeriksaan feses ini juga di maksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk
1
mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan. Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya
berdasarkan
pada
gejala
klinik
kurang
dapat
dipastikan (Gandahusada, Pribadi dan Herry, 2000). B. Tujuan
untuk mengidentifikasi adanya telur cacing pada feses.
2
BAB II TINJAUN PUSTAKA
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia.Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terjadinya urbanisasi yang tidak diimbangi sarana dan prasarana, telah menambah banyaknya dearah kumuh di perkotaan.Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk oleh penyakit parasitik.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun larva infektif. Pemeriksaan ini juga dimaksudkan untuk mendiagnosa tingkat infeksi cacing parasit usus pada orang yang di periksa fesesnya (Gandahusada.dkk, 2000). Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif dilakukan dengan metode natif, metode apung, metode harada mori, dan Metode kato. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis parasit usus, sedangkan secara kuantitatif dilakukan dengan metode kato untuk menentukan jumlah cacing yang ada di dalam usus. Prinsip dasar untuk diagnosis infeksi parasit adalah riwayat yang cermat dari pasien. Teknik diagnostik merupakan salah satu aspek yang penting untuk mengetahui adanya infeksi penyakit cacing, yang dapat ditegakkan dengan cara melacak dan mengenal stadium parasit yang ditemukan.
Sebagian besar infeksi dengan parasit berlangsung tanpa gejala atau menimbulkan gejala ringan. Oleh sebab itu pemeriksaan laboratorium sangat dibutuhkan karena diagnosis yang hanya berdasarkan pada gejalaklinik kurang dapat dipastikan. Misalnya, infeksi yang disebabkan oleh cacing gelang ( Ascaris lumbricoides ). Infeksi ini lebih bamyak ditemukan pada anak-anak yangsering bermain di tanah yang telah terkontaminasi, sehingga mereka lebih mudahterinfeksi oleh cacain-cacing tersebut. Biasanya hal ini terjadi pada daerah di mana penduduknya sering membuang tinja 3
sembarangan sehingga lebih mudah terjadi penularan. Pengalaman dalam hal membedakan sifat berbagai spesies parasit, kista, telur, larva, dan juga pengetahuan tentang bentuk pseudoparasit dan artefak yang dikira parasit, sangat dibutuhkan dalam pengidentifikasian suatu parasit.
4
BAB III METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah: Hari/ Tanggal
: Kamis 14 Juni 2017
Pukul
: 10.30-12.10 Wita
Tempat
: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Islam Al-azhar Mataram B. Alat dan Bahan 1. Alat
-
Mikroskop
-
Objek glass
-
Caver glass
- Lidi - Pot sampel - Selotip - Kertas minyak - Kawat saring - Kertas kartun 2. Bahan -
Feses
-
Eosin 2%
-
Larutan kato (malachite green 3%, gliserin dan aquadest)
-
Tissue
5
C. Cara Kerja 1. Sedian Langsung (eosin 2%) :
-
Teteskan 1-2 tetes eosin 2% pada objek glass
-
Ambil sedikit feses dengan menggunakan lidi
-
Letakkan pada objek glass yang sudah ditetesi eosin 2% kemudian dicampur
-
Tutup dengan cover glass
-
Amati dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
2. Tehnik kato
-
Rendam selotip pada larutan kato selama kurang lebih 24 jam sebelum dipakai
-
Letakkan kertas minyak diatas meja kerja
-
Ambil kurang lebih seruas jari tangan feses menggunakanl lidi kemudian ditaruh diatas kertas minyak
-
Letakkan kawat saring diatas feses lalu ditekan dengan dua batang lidi sehingga feses naik keatas melalui kawat saring
-
Pindahkan feses yang yang sudah ada diatas kawat saring sebesar biji kacang merah (20-50mg) keatas objek glass.
-
Tutup dengan selotip yang sudah ada direndam dengan larutan kato, usahakan perekat selotip menghadap ke feses diatas objek glass
-
Ratakan feses ke seluruh penjuru dibawah selotip dengan objek glass lainnya hingga cukup tipis
-
Biarkan sediaan selama 20-30 menit diatas tissue
-
Periksa dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x
6
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Adapun hasil pengamatan dari praktikum ini adalah : No
Laboratorium Mikrobiologi
Keterangan
Metode: Sediaan langsung (eosin 2%) :
Hasil : positive telur
Pembesaran: 10x
ascaris lumbrioides
1.
Warna : -
Telur: bening
-
Latar: putih
Bentuk : bulat sedikit lonjong
Metode: Teknik Kato
Hasil : positive larva
Pembesaran: 10x
ascaris lumbrioides
2
Warna : -
Larva : gelap berbatas tegas
-
Latar: merah
Bentuk : memanjang
Sumber : Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Alazhar Mataram
7
B. Pembahasan 1. Sedian langsung
Dari hasil pengamatan kelompok kami, sampel dari anak berumur 2,5 tahun tersebut terdapat telur cacing ascaris lumbricoides, berbentuk bulat transparan, berbatas tegas. 2. Teknik kato
Dari hasil pengamatan kelompok kami, sampel dari anak berumur 2,5 tahun tersebut terdapat larva cacing ascaris lumbricoides, berbentuk memanjang berwarna gelap, berbatas tegas.
8
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah di lakukan oleh kelompok kami dengan sampel fases yang di ambil dari anak berusia 2,5 tahun bertempat tinggal gerung, didapat kan telur dan larva dari cacing ascaris lumbrioides.
9
DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Jakarta. Hairani, Budi dan Annida. 2012. “Insidensi Parasit Pencernaan pada Anak Sekolah Dasar di Perkotaan dan Pedesaan di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang, Volume 4(2): 102-108. Kadarsan,S. 2005. Binatang Parasit. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Siregar, Charles D. 2006. “Pengaruh Infeksi Cacing Usus yang Ditularkan Melalui Tanah pada Pertumbuhan Fisik Anak Usia Sekolah Dasar”. Sari Pediatri, Volume 8(2): 112-117 Soedarto, 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: CV Agung Seto.
10