LAPORAN KIMIA FARMASI ANALISIS 2 KUANTITATIF Penetapan Kadar Asam Mefenamat dengan Metode Titrasi Asam Basa
10 Februari 2012 Oleh
:
Kelompok 4 Esa J Sukma Hilda Safitri Lia Nurmayasari Ramdani Adinata Yoga Kevan Rahmat
NIM 31109047 NIM 31109049 NIM 31109051 NIM 31109056 NIM 31109071
PRODI FARMASI SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA 2012 No. praktikum Judul praktikum
:1 : Penetapan Kadar Asam Mefenamat dengan Metode Titrasi Asam dan Basa
Hari/ tanggal praktikum : Jum’at/ 10 februari 2012 Sampel : Asam Mefenamat (Kelompok 4) A. Prinsip Percobaan Prinsip kerja dalam penentuan kadar asam mefenamat adalah titrasi secara langsung dengan langsung menitrasi asam mefenamat bersama NaOH (zat uji atau sampel langsung dititrasi dengan pentiter dan hanya menggunakan satu macam baku sekunder) Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant dan didasarkan pada reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen (artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. B. Reaksi Kimia Reaksi Kimia Pembakuan NaOH dengan Asam Oksalat H2C2O4 + 2 NaOH Reaksi Kimia Titrasi Blanko :
Na2C2O4 + 2H2O
Reaksi Kimia Penetapan Kadar Sampel Asam Mefenamat
C. Dasar Teori : a. Teori Umum Titrasi Asam-Basa
Penetapan kadar larutan asam dan basa dapat dilakukan melalui suatu prosedur percobaan yang disebut titrasi asam-basa. Sehingga titrasi dapat diuraikan sebagai suatu cara penentuan kadar suatu larutan dengan menambahkan larutan penguji yang dapat bereaksi dengan larutan, yang ingin ditentukan kadarnya. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya. Kadar larutan basa ditentukan dengan menggunakan larutan asam yang telah diketahui kadarnya. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. Pada saat titrasi antara asam dengan basa, terdapat saat dimana terjadinya perubahan warna indikator. Saat awal dimana terjadinya perubahan warna indikator tersebut dinamakan titik ekivalen. Sedangkan, keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut sebagai titik akhir titrasi. Perubahan pH pada Titrasi Asam-Basa pH akan mengalami kenaikan ketika suatu larutan asam ditetesi dengan larutan basa. Sebaliknya, jika larutan basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang menyatakan perubahan pH pada titrasi asam dengan basa (atau sebaliknya) disebut kurva titrasi. Bentuk kurva titrasi itu sendiri dipengaruhi oleh kekutan asam dan basa yang direaksikan. Macam-macam bentuk Titrasi Asam-Basa, yaitu:
1) Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat, 2) Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat, 3) Titrasi Asam Kuat dengan Basa Lemah, 4) Titrasi Asam Lemah dengan Basa Lemah, 5) Titrasi Asam Kuat dengan Garam dari Asam Lemah, dan 6) Titrasi Basa kuat dengan Garam dari Basa Lemah. Titrasi yang akan dibahas pada pembahasan dalam laporan kali ini adalah titrasi yang sering umum dilakukan, seperti pada point nomor 1 sampai 4, yaitu: 1) Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat Sebagai contoh sampel yang akan diambil adalah asam hidroklorida (HCL 0,1 M) dan natrium hidroksida (NaOH 0,1 M) sebagai asam kuat beserta basa kuat. Kurva perubahan konsentrasi dapat dilihat pada gambar nomor 1. Pada saat 55 mL larutan HCl 0,1 M terjadi perubahan pH larutan HCl 0,1 M yang ditetesi dengan larutan NaOH sedikit demi sedikit hingga mencapai 70 mL. NaOH(aq) + HCl(aq)
NaCl(aq) + H2O(l)
Gambar 1 Kurva titrasi asam kuat dengan basa kuat antara asam hidroklorida (HCL 0,1 M) dan natrium hidroksida (NaOH 0,1 M)
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari kurva di atas adalah sebagai berikut: 1) Mula-mula pH larutan naik sedikit demi sedikit, tetapi perubahan yang cukup drastis terjadi sekitar titik ekivalen. Secara stoikiometri, titik ekivalen tercapai pada saat volum NaOH ditambahkan sebanyak 55 mL. Kurva memperlihatkan bahwa sedikit sebelum dan sedikit sesudah titik ekivalen, terjadi perubahan pH dari sekitar 4 menjadi 10. 2) Titik ekivalen pH larutan pada saat asam dan basa tepat habis bereaksi adalah 7 (netral). 3) Untuk menujukkan titik ekivalen dapat digunakan indikator metal merah, bromtimol biru, atau fenolftalein. Indikator-indikator itu mengalami perubahan warna indikator fenolftalein lebih tajam (lebih mudah diamati), maka indikator fenolftalein lebih sering digunakan. 2) Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat Sebagai contoh sampel yang akan diambil adalah asam etanoat (CH3COOH 0,1 M) dan natrium hidroksida (NaOH 0,1 M) sebagai asam lemah beserta basa kuat. CH3COOH(aq) + NaOH(aq)
CH3COOH(aq) + H2O(l)
Gambar 2 Kurva titrasi asam lemah dengan basa kuat antara asam etanoat (CH3COOH 0,1 M) dan natrium hidroksida (NaOH 0,1 M)
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1) Titik ekivalen berada di atas 7, yaitu antara 8 – 9.
2) Lonjakan perubahan pH pada sekitar titik ekivalen lebih sempit, hanya sekitar 3 satuan, yaitu pH kurang lebih 7 hingga pH 11. Kurva akan tepat sama dengan ketika ditambahkan asam hidroklorida pada natrium hidroksida. Sekali saja ada kelebihan asam, maka akan terjadi suatu hal yang berbeda. Setelah titik ekivalen, akan tercipta larutan penyangga yang mengandung natrium etanoat dan asam etanoat. Larutan penyangga ini menahan penurunan pH yang drastis. 3) Titrasi Asam Kuat dengan Basa Lemah Sebagai contoh sampel yang akan diambil adalah asam hidroklorida (HCl 0,1 M) dan ammonia (NH3 0,1 M) sebagai asam kuat beserta basa lemahnya. Sampel ammonia (NH3 0,1 M) 55 mL ditetesi dengan larutan asam hidroklorida (HCl 0,1 M) sedikit demi sedikit hingga mencapai 70 mL, yang dapat dilihat pada grafik nomor 3. NH3(aq) + HCl(aq)
NH4Cl(aq)
Gambar 3 Kurva titrasi asam kuat dengan basa lemah antara asam hidroklorida (HCl 0,1 M) dan ammonia (NH3 0,1 M)
Dari gambar diatas dapat disimpulkan : 1) Titik ekivalen, pH larutan pada penetralan basa lemah oleh asam kuat, berada di bawah 7. 2) Lonjakan pH sekitar titik ekivalen juga lebih sempit, hanya sekitar 3 satuan, yaitu dari pH sekitar 7 hingga kurang lebih pH 4. Karena anda memiliki basa lemah, permulaan kurva sangat jelas berbeda. Pada bagian permulaan kurva, pH menurun dengan cepat seiring dengan penambahan asam, tetapi kemudian kurva segera berubah dengan tingkat kecuraman yang berkurang. Hal ini karena terbentuk larutan penyangga – sebagai akibat dari kelebihan amonia dan pembentukan amonium klorida. Harus diperhatikan bahwa titik ekivalen sekarang sedikit bersifat asam (sedikit lebih kecil daripada pH 7), karena amonium klorida murni tidak netral. Karena itu, titik ekivalen tetap turun sedikit curam pada kurva. Hal itu akan menjadi sangat penting dalam pemilihan indikator yang tepat. 4) Titrasi Asam Lemah dengan Basa Lemah
Sebagai contoh sampel yang akan diambil adalah asam etanoat (CH3COOH 0,1 M) dan amonia (NH3 0,1 M). Pada kasus tersebut karena keduanya bersifat lemah, titik ekivalen kira-kira terletak pada pH 7. CH3COOH(aq) + NH3(aq)
CH3COOH4(aq)
Kurva diatas sedikit menujukkan terdapat lekukan yang sedikit tidak curam pada gambar ini. Tetapi, terdapat sesuatu yang dikenal dengan "titik infleksi". Kecuraman yang berkurang berarti menujukkan bahwa sulit untuk melakukan titrasi antara asam lemah vs basa lemah. Oleh
karena itu, titrasi asam lemah dengan basa lemah, atau sebaliknya tidak dianjurkan karena reaksinya lambat dan tidak tuntas. Cara Mengetahui Titik Ekuivalen Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, diantanya: 1) Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekivalen”. 2) Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. 3) Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. 4) Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. 5) Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Macam-macam Indikator yang Digunakan pada Titrasi Asam Basa Indikator asam basa adalah asam lemah atau basa lemah (senyawa organik) yang dalam larutannya warna molekul-molekulnya berbeda dengan warna ion-ionnya.
Zat indikator dapat berupa asam atau basa yang larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat. Indikator asam - basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH Beberapa indikator asam basa
Perubahan warna Indikator
Pelarut Asam
Basa
Thimol biru
Merah
Kuning
Air
Metil kuning
Merah
Kuning
Etanol 90%
Metil jingga
Merah
Kuning-jingga
Air
Metil merah
Merah
Kuning
Air
Bromtimol biru
Kuning
Biru
Air
Fenolftalein
Tak berwarna
Merah-ungu
Etanol 70%
Thimolftalein
Tak berwarna
biru
Etanol 90%
Rumus Umum yang Digunakan Pada Titrasi Asam dan Basa
a) Pada saat titik ekivalen maka mol-ekivalen asam akan sama dengan molekivalen basa, maka dalam hal ini rumus yang tercipta dapat kita tulis sebagai berikut: Mol - Ekivalen Asam = Mol - Ekivalen Basa b) Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai berikut: N x Vasam = N x Vbasa c) Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi: n x M xVasam = n x V x Mbasa Keterangan : N = Normalitas M = Molaritas V = Volume n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa) b. Monografi Sampel Asam Mefenamat
BM
Asam N-2,3-xililantranilat C15H15NO2 : 241,29
Asam mefenamat mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 102,0% C15H15NO2, dihitung terhadap zat telah dikeringkan. Pemerian Kelarutan
Baku pembanding
: Serbuk hablur, putih atau hampir putih : melebur pada suhu kurang 2300 disertai peruraian. : Larut dalam larutan alkali hidroksida ; agak sukar larut dalam kloroform ; sukar larut dalam etanol dan dalam metanol ; praktis tidak larut dalam air. : Asam mefenamat BPFI; lakukan pengeringan pada suhu 1050 selama 4 jam sebelum digunakan.
c. Metode Analisis Dalam penentuan kadar asam mefenamat dilakukan metode titrasi asam basa. Hal tersebut dikarenakan asam mefenamat merupakan suatu asam lemah yang dapat dititrasi dengan basa kuat yaitu NaOH sebagai larutan baku sekunder (atau yang lebih dikenal titrasi alkalimetri). D. Alat dan Bahan a. Alat : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Buret Statif Klem Pipet volume 10 ml Erlenmeyer 250 ml Corong Gelas kimia Tabung sentrifuge
9. Alat sentrifuge 10. Pipet 11. Kertas saring 12. Timbangan 13. Bulf 14. Gelas ukur 50 ml 15. Kertas perkamen
16. 17. 18. b. Bahan : 1. Sampel ( Asam Mefenamat)) 2. Asam oksalat 3. Natrium Hidroksida 4. Indikator Phenolftalein
5. Etanol 96 % 6. 7.
8. 9.
10.
E. Prosedur Kerja a. Pembuatan Larutan Indikator Phenolftalein 11. 100 mg Phenofthalien 13.
Campurkan
14. 15. 16.
10 ml Etanol
Campurkan
17. 18.
10 ml Aquadest
19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Sediaan Phenofthalien
12.
26.
27. 28.
100 mg Phenofthalien 10 ml Aquadest
29.
10 ml Etanol
Sediaan Phenofthalien
b. Pembuatan Larutan Standar NaOH 30. Perhitungan: 31. NaOH yang diperlukan 1 gr NaOH 32. Massa (gram) = BE x N x V 33. = 40 x 0,1 x 0,25 34. = 1 gram 35. 36. 37.Aquadest dipanaskan agar CO2 lepas 38. 39. 40. 41. 42. 43. NaOH + Aquadest add 250 ml
Sediaan NaOH 0,1 N
44. 45. 46. 47. 48.
49.
50. 51. NaOH 0,1 N
1 gr NaOH
NaOH + Aquadest add 250 ml
Sediaan
52.
c. Pembakuan larutan NaOH dengan Asam Oksalat 53. 70 mg asam oksalat 54. 55. Masukkan 56. 57. Erlenmeyer 250 ml 25 ml Aquadest 58. 59. 60. 61. 3 tetes indikator pp 62.Kocok add homogen 63. Titrasi 64. 65. Dengan 66. NaOH, sampai Merah muda 67. 68. 69. 70. Catat volume NaOH yang berkurang
Lakukan triplo
71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80.
81. 82.
70 mg asam oksalat tetes indikator pp
Erlenmeyer 250 ml + 25 ml Aquadest
83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95.
10 ml etanol Titrasi
3 tetes indikator pp dengan NaOH, sampai Merah muda
Titrasi
Catat volume NaOH yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo
Dengan NaOH, sampai Merah muda d. Titrasi Blanko 96.
Catat volume NaOH yang berkurang
Lakukan triplo
3
97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. pp
10 ml
etanol
3 tetes indikator
112. 113.
Titrasi dengan NaOH, sampai Merah muda
114.
Catat volume NaOH yang berkurang ! 115.
Titrasi dilakukan triplo
e. Penetapan Kadar Sampel 116. 117. 70 mg sampel + 10 ml etanol 118. 119.
Masukkan
120. Erlenmeyer 250 ml 121.
3 tetes indikator pp
Masukkan
122. Dengan NaOH, sampai Merah muda 123. 124. 125. Catat volume NaOH yang berkurang
Lakukan triplo
126. 127. 128. 129. 130.
131. 132. 10 mg asam mefenamat tetes indikator pp
Erlenmeyer 250 ml + 10 ml etanol
133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146.
Titrasi
dengan NaOH, sampai Merah muda
Catat volume NaOH yang berkurang ! Titrasi dilakukan triplo
147. 148. 149. 150.
3
151. 152. 153. 154. F. Data Hasil Pengamatan dan Perhitungan a. Pembakuan Larutan NaOH
156.
155. Mg Asam Oksalat 157.
158. Volume NaOH 160.
159.
161.
70 mg
163.
70 mg
164.
11 ml
165.
70 mg
166.
12 ml
167.
162.
Rata – rata
168.
11,5 ml
11,5 ml
169. Perhitungan Kadar NaOH
170.
N NaOH ke-1 =
171. = 172.
173.
70 mg 63,04 x 11,5 ml
= 0,0965 N
N NaOH ke-2 = 174.
Berat Asam Oksalat (mg) BE Asam Oksalat x V NaOH
=
Berat Asam Oksalat (mg) BE Asam Oksalat x V NaOH 70 mg 63,04 x 11 ml
175.
176.
= 0,1009 N Berat Asam Oksalat (mg) N NaOH ke-3 = BE Asam Oksalat x V NaOH 177.
=
70 mg 63,04 x 12 ml
178.
= 0,0925 N 0,0965+ 0,1009+0,0925 N NaOH Rata-rata = 3
179.
=
0,0966 N b. Titrasi Blanko 180.
Volume Etanol (ml)
181.
Volume NaOH
182.
10 ml
183.
0,5 ml
184.
10 ml
185.
0,4 ml
186.
10 ml
187.
0,3 ml
Rata – rata
189.
0,4 ml
188.
190. c. Penentuan Kadar Sampel (Asam Mefenamat) 191. 193. 195. 197.
Volume Sampel 70 mg dalam 10 ml Etanol 70 mg dalam 10 ml Etanol 70 mg dalam 10 ml Etanol
199.
Rata – rata
192.
Volume NaOH 194.
1 ml
196.
1,5 ml
198.
1,3 ml
200.
1,26 ml
201. Perhitungan Kadar Sampel (Asam Mefenamat) 202.
( V NaOH−V Blanko ) x N . NaOH x BE Asam Mefenamat W Sample 203.
x 100%
204.
Kadar Asam Mefenamat ke-1 =
( 1 ml−0,4 ) x 0,096 x 241,29 70 mg 205.
206.
x 100% = 19,85 %
Kadar Asam Mefenamat ke-2 =
( 1,5 ml−0,4 ) x 0,096 x 241,29 70 mg
x 100% 207.
208.
= 36,40 %
Kadar Asam Mefenamat ke-3 =
( 1,3 ml−0,4 ) x 0,096 x 241,29 70 mg
x 100% 209. 210.
= 29,78 %
Kadar Asam Mefenamat Rata-rata =
19,85 +36,40 +29,78 3
211. 212.
Persentase
= 28,68 % Kesalahan
Kadar sebenarnya−Kadar penentuan sampel Kadar sebenarnya
213.
=
=
x 100 %
25 −28,68 25
x 100 %
214.
= 14,72 %
G. Pembahasan 215. Pada praktikum yang telah dilakukan untuk menetapkan kadar sampel asam mefenamat dilakukan metode titrasi asam dan basa. Hal ini dapat dijabarkan karena asam mefenamat merupakan suatu asam lemah yang dapat ditentukan kadarnya dengan dititrasi menggunakan NaOH sebagai basa kuat dan merupakan larutan baku sekunder atau lebih tepatnya penetapan kadar suatu sampel suatu sampel asam lemah yang dititrasi dengan basa kuat yaitu NaOH sebagai larutan baku sekunder (titrasi alkalimetri). 216. Jika dilihat dari karakteristik sampel asam mefenamat yang sangat mudah larut dalam larutan alkali hidroksida yaitu NaOH, metode kerjanya dapat mengarah pada titrasi asidimetri (penetapan kadar suatu sampel basa yang dititrasi dengan larutan baku asam) yaitu dengan melarutkan asam mefenamat dengan NaOH dan kemudian dititrasi dengan menggunakan larutan baku sekunder asam klorida (HCl). Namun pada praktek yang disertai dengan pendalam materi dari berbagai sumber, hal tersebut akan mengakibatkan kelebihan dari NaOH yang dititrasi dengan HCl dan bukan mengarah pada prosedur penetapan kadar sampel asam mefenamat yang sebenarnya. Dengan demikian, prinsip kerja titrasi langsung yang digunakan yaitu dengan menitrasi sampel asam mefenamat dengan NaOH tanpa disertai dengan dengan penambahan titran secara berlebih dan kelebihan titran dititrasi dengan titran yang lain (titrasi kembali) yang telah disampaikan sebelumnya. 217. Untuk pemilihan indikator digunakan fenolftalein sebagai acuan utama, karena rentang pH asam mefenamat adalah 3-4,5 dan rentang pH fenolftalein adalah 8,2-10,0 sehingga titik akhir titrasi yang didapat adalah 9. Alasan yang dapat dijabarkan adalah struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol pp sehingga pH-nya meningkat dan akan terjadi perubahan warna. Selain fenolftalein indikator fenol merah pun dapat digunakan, tetapi setelah dilakukan titrasi dengan menggunakan fenol merah tersebut penentuan titik akhir titrasi tidak didapatkan, hal ini karena
pada saat penambahan indikator tidak terjadi perubahan warna dari merahkuning. Sehingga penetapan kadar sampel pun dilanjutkan dengan menggunakan indikator fenolftalein. Adapun reaksi perubahan warna fenolftalein dapat dijabarkan sebagai berikut : 218.
219.
Dalam proses pembakuan NaOH digunakan reagent asam
oksalat karena dapat dijabarkan bahwa NaOH merupakan larutan baku sekunder yang harus dibakukan oleh larutan baku primer (Asam Oksalat). Karena pada dasarnya, NaOH mempunyai kemurnian yang bervariasi. Sehingga NaOH tersebut harus dibakukan dengan larutan baku primer asam oksalat yang mempunyai kemurnian cukup tinggi dan dalam proses titrasi dapat pun diperoleh perbandingan yang signifikan terhadap kestabilan NaOH sebagai larutan baku sekunder. Adapun reaksi kimia yang terjadi dalam pembakuan NaOH, yaitu : 220. H2C2O4 + 2 NaOH 221.
Na2C2O4 + 2H2O
Dalam prosesnya, tidak ditemukan kesulitan berarti. Hanya
saja ketika proses pembakuan dicoba dengan indikator fenol merah titik akhir titrasi tidak tampak, sehingga proses pembakuan pun dilanjutkan
dengan menggunakan indikator fenolftalein sebanyak 3 kali (triplo). Hasil data yang diperoleh kemudian dimasukkan kedalam rumus :
222. 223.
Berat Asam Oksalat (mg) BE Asam Oksalat x V NaOH
dan menghasilkan hasil akhir N NaOH rata-rata adalah 0,0966 N. 224.
Untuk prosedur selanjutnya setelah dilakukan pembakuan
NaOH, dilakukan titrasi blanko. Titrasi ini perlu untuk dilakukan mengingat sampel asam mefenamat tidak larut dalam air, tingkat kelarutannya lebih baik jika dilarutkan dengan etanol. Oleh karena itu, titrasi blanko dilakukan sebagai acuan perbandingan dalam rumus penetapan kadar asam mefenamat selanjutnya. Tujuan lainnya yang dapat dijabarkan dalam dilakukannya titrasi blanko adalah mengurangi kesalahan pada titrasi disebabkan adanya pereaksi yang ditambahkan pada saat pelaksanaan titrasi yang kemungkinan pereaksi tersebut ikut bereaksi dengan pentiter. Dengan dilakukannya titrasi blanko maka volume pentiter yang bereaksi dengan zat uji harus dikurangi dengan volume pentiter yang digunakan pada titrasi blanko. 225.
226.
Pada penetapan kadar sampel asam mefenamat yang
sebelumnya telah digerus terlebih dahulu dan disentrifuge, diperoleh hasil perhitungan sebesar 28,68 %. Hal ini menyatakan bahwa kadar asam mefenamat yang dititrasi dengan larutan baku sekunder NaOH disertai dengan mengunakan indikator fenolftalein adalah sebanyak 28,68 %. Dalam hal ini, proses penggerusan
sampel bertujuan untuk memberikan sifat homogen pada sampel yang sebelumnya tidak merata dalam sediaannya dan proses sentrifuge
dimaksudkan
untuk
memisahkan
sampel
dari
campurannya. Untuk lebih jelasnya reaksi kimia antara sampel asam mefenamat yang dibakukan dengan larutan baku sekunder NaOH adalah sebagai berikut : 227.
228.
Setelah dihitung persentasi kesalahannya diperoleh
hasil 14,72 %. Hal ini dapat diakibatkan karena penentuan titik akhir yang tidak tepat saat dilakukannya titrasi. Mengingat hasil data yang diperoleh antara yang satu dengan yang lainnya tidak terlampau jauh. Sehingga tidak terdapat data yang harus dihilangkan untuk memperkecil persentasi kesalahan selama titrasi berlangsung. 229. H. Kesimpulan 230. Titrasi asam dan basa sampel asam mefenamat menggunakan metode alkalimetri (sampel asam yang dititrasi dengan larutan baku basa) dengan prinsip titrasi langsung tanpa penambahan titrant secara berlebih disertai dengan menggunakan indikator fenolftalein dalam penetapan titik akhirnya. Perhitungan kadar akhir yang diperoleh asam mefenamat adalah 28,68 % dan persentasi kesalahannya sebesar 14,72%. Faktor yang dapat mempengaruhi kesalahan tersebut adalah penentuan titik akhir titrasi yang kurang tepat.
231. I. Daftar Pustaka 232.
Abdul Rohman, M.Si., Apt. Prof. Dr. Ibnu Ghorib Gandjar, DEA., Apt. (2010). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
233.
Abdul Rohman. Sudjadi. 2008. Analisis Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
A.
L. Underwood. R. A. Day, JR. (1992). Analisis Kimia Kuantitatif, edisi 5, Erlangga. Jakarta.
234.
Cairins, Donald. 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
235.
Direktorat Jendral POM. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV.
Jakarta : 236.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 237.
Khopkar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
238.
Ham,Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboraturium. Bandung : Bumi aksara.
239.
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta. Binarupa Aksara.
240.
www.google.com (diakses tanggal 11-02-2012 jam 13.00).
241.
www.wikipedia.com (diakses tanggal 11-02-2012 jam 15.00).
242. 243.