MAKALAH SEMINAR AKUNTANSI
SPAP ADOPSI ISA
“
”
Oleh Kelompok 12 :
Bagus Hidayatullah
1210532014
Cindy Angela
1210532008
Deby Yolanda
1210532009
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang International Standards on Auditing (ISAs) diterbitkan oleh International Auditing
Practices Committee (IAPC) dari International Federation of Accountants (IFAC). IFAC adalah organisasi profesi akuntansi sedunia, dimulai dengan 63 anggota pendiri dari 51 negara pada tahun 1977, keanggotaan IFAC telah berkembang menjadi sekarang termasuk 179 anggota dan asosiasi di 130 negara dan yurisdiksi di seluruh dunia (Pada November 15, 2012) yang mewakili lebih dari 2,5 juta akuntan di seluruh dunia. IAPC berupaya meningkatkan keseragaman praktik audit dan jasa-jasa terkait di seluruh dunia dengan menerbitkan persyaratan mengenai berbagai fungsi audit dan atestasi serta mendorong penerimaannya di seluruh dunia. ISA secara umum serupa dengan GAAS di Indonesia, meskipun ada beberapa perbedaan. Jika auditor di Indonesia mengaudit laporan keuangan historis sesuai dengan ISA, auditor harus memenuhi semua persyaratan ISA yang jauh diluar cakupan GAAS. ISA tidak mengesampingkan peraturan-peraturan yang berlaku di suatu negara yang mengatur audit atas informasi keuangan atau informasi lainnya, karena peraturan di setiap negara itu sendiri biasanya mengatur praktik-praktik audit. Peraturan ini mungkin berupa ketetapan atau pernyataan yang dikeluarkan oleh badan pengatur atau badan profesional. Melalui Konvensi Nasional Akuntan Indonesia pada tahun 2004 telah diputuskan bahwa
Ikatan
Akuntan
adoption) Internatioanl
Indonesia Auditing
(IAI)
and
akan
melakukan
Assurance
adopsi
Standards (ISA)
sepenuhnya (full yang
diterbitkan
oleh Internasional Federation of Accountants (IFAC). Keputusan konvensi IAI ini sejalan dengan
kewajiban
keanggotaan
IFAC
yang
dicantumkan
dalam Statement
of
Membership Obligation (SMO) No. 3. Dalam SMO No. 3 tersebut antara lain disebutkan “ Member bodies should use their best endeavors: a) to incorporate the internasional standards issued by the IAASB into their national standards or related other pronouncements….”
Mungkin menjadi pertanyaan mengapa IAI menjadi anggota IFAC, yang salah satu konsekuensinya akan mewajibkan IAI melakukan adopsi ISA. Menurut beberapa pendapat bahwa
IAI
menjadi
anggota
IFAC
karena
adanya
keinginan
dari
para
akuntan Indonesia untuk memajukan profesi akuntan di Indonesia. IFAC melakukan kepeloporan akan perlunya harmonisasi kerangka dasar ( framework ) untuk penyusunan standar internasional bagi profesi akuntan, termasuk ISA dan IFRS. Kepeloporan IFAC
dalam harmonisasi kerangka dasar standar internasional ini nampaknya sejalan dengan pemikiran akuntan – akuntan Indonesia yang memang menganggap kebutuhan tersebut adalah nyata. Oleh karena itu, mengingat adanya kesamaan pandangan tersebut akuntan – akuntan Indonesia yang diwakili IAI, mengajukan diri menjadi anggota IFAC. Dengan menjadi anggota IFAC, maka IAI diwajibkan melakukan usaha terbaik (best endeavor) untuk melakukan adopsi ISA. Dengan dilakukannya adopsi ISA, maka ISA akan menggantikan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang sekarang berlaku, yang sebagian besar isinya diadopsi dari AICPA Professional Standards (AICPA Standards ) tahun 1998.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan SPAP adopsi ISA di Indonesia ? 2. Apakah perbedaan SPAP dan Standar Audit berbasis ISA? 3. Apakah dampak penerapan ISA terhadap praktik audit di Indonesia?
1.3 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan SPAP adopsi ISA di Indonesia, perbedaan SPAP dan Audit berbasis ISA dan dampak dari penerapan ISA terhadap praktik audit di Indonesia.
PEMBAHASAN ISA sendiri pada saat ini sudah diadopsi di banyak negara anggota IFAC, beberapa negara sudah melakukan full adoption, dan sebagian negara masih menyisakan beberapa seksi yang belum diadopsi. Dengan semakin banyaknya negara yang menjadi anggota IFAC maka pada saatnya nanti seluruh negara anggota IFAC akan menerapkan ISA sebagai standar profesional akuntan publiknya masing – masing. Di Indonesia sejatinya ISA bukan hal yang baru. SPAP 2001 sudah melakukan adopsi atas sepuluh standar audit internasional tersebut. Sepuluh standar yang diadopsi dari ISA antara lain ISA 310 : Knowledge of the Business, ISA 401: Auditing in a Computer Information Systems Environment, dan ISA 510: Initial Engagements-Opening Balance. Namun seperti diuraikan di atas, mengingat SPAP sejak tahun 2001 relatif stagnan, maka Standar yang diadopsi tersebut sudah tidak up-to-dated lagi dengan ISA yang baru (2007). Oleh karena itu, yang akan dilakukan oleh IAI dalam rangka adopsi ini adalah melakukan adopsi penuh ( full adoption) atas ISA terkini (Current ISA). Dengan demikian bukan hanya melakukan revisi atas beberapa standar internasional yang telah diadopsi SPAP, tetapi seluruh isi SPAP akan digantikan dengan standar-standar yang ada dalam Handbook of International Auditing, Assurance, and Ethic Pronouncements terbitan IFAC tersebut. Sejak konvensi IAI memutuskan rencana full adoption ISA, maka Dewan Standar Profesional Akuntan Publik (DSPAP) yang pada saat itu merupakan kelengkapan organisasi IAI-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP) melaporkan telah melakukan beberapa kegiatan yang meliputi penterjemahan naskah ISA ke dalam bahasa Indonesia, mempelajari kesesuaian
ISA
dengan
lingkungan
Indonesia,
serta
melakukan
konsultasi
dengan Internasional Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) sebagai upaya untuk memahami proses adopsi sebagaimana diharuskan dalam SMO. Menurut informasi yang diperoleh penulis, dari jumlah seksi yang ada pada ISA sebanyak 40 seksi, telah diterjemahkan sebanyak 33 seksi, atau 83% dari seluruh seksi ISA. Kemudian yang masih harus dilakukan DSPAP adalah melakukan proses editing terjemahan dan dilanjutkan dengan mempelajari kesesuaian aturan-aturan dalam standar tersebut dengan kondisi Indonesia, dan seterusnya tahapan dari suatu due process procedure. Proses mempelajari kesesuaian ISA dengan
kondisi Indonesia pada
dasarnya
merupakan
proses
penilaian
keterterapan
(applicability) suatu standar, yang apabila ternyata beberapa isi dari ISA tersebut tidak sesuai maka proses modifikasi perlu dilakukan. Dengan proses ini akhirnya diharapkan bahwa ISA
yang diadopsi dan dimodifikasi akan sesuai dengan kondisi Indonesia dan sekaligus SPAP yang baru sebagai hasil adopsi ISA mendapat pengakuan dari IFAC sebagai suatu standar yang conform dengan ISA. Dilihat dari due process procedure yang ditempuh IAASB memang penyelesaian pada 15 Desember 2008 terbilang ambisius, karena dalam melakukan redraft ISA melalui 6 tahap, yaitu : 1) Diskusi Isu ( Discussion of Issues), 2) Penyusunan Draft Pertama ( First read of ED), 3) Persetujuan ED ( Approve ED), 4) Review atas Tanggapan ED ( Review ED Comments), 5) Persetujuan Akhir Redrafted ( Approve Final Redrafted ISAs), dan 6) Pernyataan Efektif ( Effective date). Tahapan yang panjang itu akan dilalui untuk setiap redraft yang dilakukan pada seksiseksi ISA. Laporan terakhir dari IAASB per Februari 2008 yang dapat dibaca dari eNews IFAC adalah telah diselesaikan 32 redrafted, jumlah ini dinilai oleh IAASB telah sesuai target penyelesaian tahap pertama dari clarity project . Keputusan clarity project oleh IAASB tentu saja menghambat laju proses adopsi ISA di Indonesia. Kalau sebelumnya DSPAP sudah menyelesaikan 83% penterjemahan ISA, mendiskusikannya dan saat itu sedang mengkaji keterterapan ISA, maka dengan clarity project ini, DSPAP harus kembali dari awal proses penterjemahan atas ISA yang sudah diperbaharui IAASB, kemudian melakukan editing, dan tahap-tahap seterusnya dari due process procedure penyusunan standar. Sungguh tidak mudah bagi DSPAP untuk melakukan adopsi sesuai rencana semula, karena seandainya pun sekarang ingin mengikuti jadwal yang sama dengan clarity project , yaitu selesai pada 15 Desember 2008, maka proses penyiapan exposure draft oleh DSPAP harus
dilakukan
secara
simultan
dengan
penerbitan exposure
draft atas redraft oleh
IAASB. Padahal untuk menerbitkan ED tersebut perlu lebih dahulu dilakukan penterjemahan,
diskusi-diskusi dengan berbagai pihak dan mempelajari keterterapannya. Dengan fakta seperti itu, serta melihat berbagai kesulitan ketika melakukan proses penterjemahan dan keseluruhan due process penyusunan standar, maka nampaknya akan sulit untuk melakukan adopsi ISA dalam waktu dekat. Hal lain yang perlu mendapat perhatian dalam adopsi ISA adalah keterkaitan SPAP yang baru (SPAP hasil adopsi ISA) dengan ISA terkini ( Current ISA). Berbeda dengan SPAP 2001, pada saat itu DSPAP cenderung menyusun suatu standar yang statis, tidak ada suatu kewajiban melakukan perubahan ketika standar yang dijadikan acuannya berubah. Misalnya, ketika AICPA Standards 1998 yang dahulu diacu berubah hingga AICPA Standards 2007 maka SPAP 2001 tidak serta merta harus berubah. Namun sekarang, dengan komitmen full adoption atas ISA, maka setiap kali ISA berubah, baik karena penambahan standar atau adanya amendment , SPAP harus serta merta dilakukan perubahan. SPAP yang akan datang akan bersifat dinamis dan proses adopsi menjadi suatu proses yang on-going . Dengan SPAP yang bersifat dinamis terhadap ISA, maka pekerjaan adopsi, yang meliputi penterjemahan, diskusi, studi keterterapan, penyusunan ED dan keseluruhan due-process akan dilakukan secara terus-menerus. Pekerjaan ini tentu saja sangat memerlukan kesiapan organisasi profesi akuntan Indonesia dalam melaksanakan manajemen adopsi.
I.
Dari Harmonisasi Menuju Konvergensi
Dalam berbagai forum yang ada kaitannya dengan kegiatan akuntansi internasional seperti IFRS, kita sering mendengar kedua istilah ini : harmonisasi dan konvergensi. Secara sederhana, harmonisasi adalah upaya menyelenggarakan standar-standar (akuntansi, pengauditan, dan lain-lain) yang beranekan ragam. Konvergensi adalah konsekuensi logis dari globalisasi. Jika harmonisasi mengisyaratkan keselarasan, maka konvergensi menuntut keseragaman. Institute Akuntan Publik Indonesia (IAPI) memutuskan untuk mengadopsi secara penuh International Standars on Auditing untuk menggantikan Standard Profesional Akuntan Publik (SPAP) mulai 1 January 2013. Standar ini menuntuk perubahan cara berpikir, cara bertindak dan cara bersikap auditor. Secara umum ada 5 hal yang berbeda secara fundamental dibandingkan standar lama (Tuanakotta, 2012): a. Penekanan pada Audit Berbasis Risiko
b. Perubahan dari Rules based ke Principle Based c. Berpaling dari model matematis d. Menekankan pada Kearifan Profesional (professional judgement) e. Melibatkan peran Those Charged With Governance (TCWG)
II.
Internasional Standar on Auditing
III. Pelaksanaan SPAP adopsi ISA di Indonesia
Agaknya IFRS lebih dikenal dari ISA. Tidak mengherankan karena IFRS berurusan dengan pelaporan dan akuntansi, jadi ia akan melibatkan perusahaan dari segala macam ukuran (kecil, menengah, dan besar), dari berbagai bentuk hukum (Perseroan Terbatas,
Firma, CV, Koperasi), dari berbagai latar belakang investasi (lokal/domestik, nasional, dan multinasional), dari berbagai bentuk kepemilikan (tunggal, beberapa pemilik dalam perseroan tertutup, perusahaan terbuka Indonesia, perusahaan terbuka/tercatat di bursa luar negeri, badan usaha milik negara dan seterusnya). Cakupan IFRS sangat luas. Ini melibatkan segala macam perusahaan yang telah disebutkan, regulator (seperti Bapepam-LK dan Bank Indonesia), IAI, IAPI, akuntan publik, perguruan tinggi, dan asosiasi lain yang berurusan dengan perusahaan, manajemen/Direksi, Dewan Komisaris, Komite Audit, dan pihak lain yang berkepentingan dan berminat dengan IFRS. Cakupan ISA lebih terbatas pada Kantor Akuntan Publik (KAP) dan para praktisinya (partner dan staf pada KAP). Tentu ada perhatian dari Regulator (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, disingkat PPAJP, pada Kementrian Keuangan, dan Bapepam-LK) dan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan/pelatihan (yang mendidik auditor dan calon auditor). Dari sisi pendidikan profesional, Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI) dan Dewan Standar Profesinya memainkan peran yang besar dan penting dalam proyek ISA. Di Indonesia, adopsi ISA dilakukan dengan melakukan revisi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang selama ini digunakan acuan Akuntan Publik dalam memberikan jasanya. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang berlaku di Indonesia selama ini mengacu pada standar auditing dari Amerika (AICPA) 1998. SPAP per 1 Januari 2001 tersebut adalah merupakan kodifikasi SPAP terakhir yang masih berlaku sampai dengan saat ini, dengan sedikit penambahan berupa interpretasi-interpretasi yang diterbitkan dari tahun 2001 sampai dengan 2008. Pada tahun 2004, melalui Konvensi Nasional Akuntan Indonesia telah diputuskan bahwa Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akan melakukan adopsi sepenuhnya ( full adoption) International Auditing and Assurance Standards (ISA) yang diterbitkan oleh International Federation of Accountants (IFAC). Langkah full adoption tersebut ditempuh untuk memenuhi tuntutan pesatnya perkembangan dunia usaha dan bisnis yang berimbas pada bidang akuntansi dan auditing. Selain itu, IAI yang telah menjadi full members dari International Federation of Accountant (IFAC), mempunyai kewajiban untuk mematuhi dan memenuhi butir-butir statement of membership obligation (SMO) yang salah satu diantaranya adalah bahwa semua anggota IFAC diwajibkan untuk tunduk kepada semua standar dan pernyataan lain yang dikeluarkan oleh International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB). International Auditing and Assurance Standards Board (IAASB) adalah merupakan badan yang dibentuk oleh International Federation of Accountants (IFAC)
sebagai badan pembuat standar auditing dan assurance yang salah satunya adalah International Standard on Auditing (ISA). Dewan SPAP saat itu telah merencanakan akan melakukan adopsi ISA mulai tahun 2006. Untuk mewujudkan rencana tersebut, Dewan SPAP telah membuat dua program kerja, yaitu proses internal dan eksternal. Namun, sepertinya akuntan publik Indonesia masih harus bersabar, karena IAASBIFAC dalam project-nya yang dinamakan clarity project telah mengeluarkan keputusan untuk melakukan perubahan-perubahan besar pada ISA yang mencakup hampir 60% dari isi standar, dengan jadwal penyelesaian secepatnya 15 Desember 2008 (lihat lampiran IAASB Project Timetable as of March 2008).
IV.
Beda SPAP dengan ISA
Diketahui banyak perbedaan diantara ISA atau SA versi Indonesia dan GAAS di Amerika atau SPAP versi Indonesia, menurut AICPA.org/FRC dan menurut Linberg & Seifert bahwa terdapat 5 perbedaan yang signifikan antara lain : a. Dokumentasi prosedur audit Secara konseptual bahwa dokumentasi prosedur audit antara SPAP dengan ISA atau Standar Audit berbeda. Pada ISA lebih menekankan kepada kearifan professional (professional judgement). Secara spesifik pada ISA 230 paragraf 14 mensyaratkan auditor untuk menyusun dokumentasi audit didalam suatu berkas audit dan melengkapi proses administrative penyusunan berkas audit final tepat waktu setelah tanggal pelaporan auditor dan penerapan yang terkait serta penjelasan materialitas yang mengindikasikan bahwa batas suatu waktu penyelesaian penyusunan berkas audit final biasanya tidak lebih dari 60 hari setelah tanggal laporan auditor. Paragraf 15 pada ISA 230 juga mensyaratkan setelah penyusunan audit final telah selesai, maka auditor tidak boleh memusnahkan dokumentasi audit sebelum periode retensi berakhir. Periode retensi daripada kertas kerja juga berbeda. Pada ISA 230 mengenai dokumentasi audit dinyatakan bahwa bagi kantor akuntan publik harus menetapkan kebijakan dan prosedur untuk retensi dokumentasi penugasan. Biasanya periode retensi penugasan audit kurang dari lima tahun sejak tanggal laporan auditan atau tanggal laporan auditan kelompok perusahaan, sedangkan pada SPAP bahwa periode retensi paling sedikit tujuh tahun.
Menurut SPM 1 paragraf 47 dan ISA 230 paragraf A23 menuntut KAP untuk menetapkan suatu kebijakan dan prosedur yang mengatur masa penyimpanan dokumen penugasan atau perikatan. Batas waktu penyimpanan pada umumnya tidak boleh dari lima tahun sejak tanggal yang lebih akhir dari laporan auditor atas laporan keuangan entitas atau laporan auditor atas laporan keuangan konsolidasian entitas dan perusahaan anak. Paragraf 17 ISA 230 mensyaratkan bahwa setelah tanggal penyelesaian dokumentasi. Auditor tidak boleh memusnahkan dokumentasi audit sebelum akhir dari periode retensi yang bersangkutan. b. Pertimbangan kelangsungan usaha (going-concern) Ketika mempertimbangkan apakah suatu entitas berkemampuan untuk melanjutkan kelangsungan usahanya dimasa depan, ISA tidak membatasi paling sedikit 12 bulan, sedangkan SPAP membatasi hingga 12 bulan setelah akhir periode pelaporan. Pada ISA 570 mengasumsikan bahwa manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menilai kemampuan entitas untuk melangsungkan usahanya sebagai “going concern” tanpa mempertimbangkan apakah kerangka pelaporan keuangan yang diterapkan oleh manajemen atau tidak. Salah satu dari tujuan ISA 570 yaitu untuk memperoleh bukti audit yang memadai terkait dengan penggunaan asumsi “going concern” oleh manajemen. Pada SPAP juga mensyaratkan bahwa auditor harus mengevaluasi apakah ada keraguan yang substansial mengenai kelangsungan usaha entitas untuk periode waktu yang memadai. Dengan demikian, ISA 570 menetapkan pertimbangan asumsi kelangsungan usaha seluruh penugasan atau perikatan c. Penilaian dan pelaporan pengendalian internal atas pelaporan keuangan Menurut ISA bahwa penilaian dan pelaporan pengendalian internal tidak ada kaitannya dengan efektifitas pengendalian internal klien yang diaudit akan tetapi lebih menekankan kepada relevansinya dimana hal tersebut terlihat pada laporan auditornya. “..........In making those risk assessment, auditor considers internal control relevant to the entity’s preparation dan fair prsentation of the financial statements in order to design audit procedures, that are appropriate in the circumstances , but not for the purpose of expressing an opinion on the effectiveness of the entity’s internal control”..... sedangkan SPAP mengkaitkan penilaian dan pelaporan pengendalian internal dengan efektifitasnya. Menurut ISA juga mensyaratkan auditor harus menguji pengendalian internal entitas yang diauditnya
guna memastikan bahwa sistem yang diterapkan adalah mencukupi dan berfungsi sebagaimana yang ditetapkan. d. Penilaian dan respons terhadap risiko yang dinilai ISA mensyaratkan prosedur penilaian risiko tertentu agar diperoleh suatu pemahaman yang lebih luas mengenai suatu entitas dan lingkungannya, tentunya dengan tujuan untuk mengidentifikasi risiko salah saji material. Lebih lanjut ISA mensyaratkan auditor harus memperoleh suatu pemahaman risiko bisnis entitas misalnya risiko operasi dan risiko strategis. Auditor mengikuti ISA harus juga menetapkan bagaimana kliennya merespons terhdap risiko semacam sebagaimana auditor merencanakan dan melakukan audit. Lebih lanjut, auditor diharuskan mengajukan pertanyaan kepada auditor internal entitas yang diauditnya, dengan tujuan memperoleh pemahaman suatu pemahaman yang lebih baik atas keahlian entitas dalam menilai risiko. Auditor juga harus memperoleh seluruh informasi yang terkait dengan risiko sama halnya dengan respons klien dalam menilai risiko salah saji material, termasuk pemahaman atas pengendalian internalnya, sedangkan SPAP tidak sekomprehensif ISA. e. Penggunaan auditor lain untuk bagian suatu audit. Dalam penggunaan auditor pengganti atau auditor lain, ISA tidak mengijinkan auditor utama menggunakan referensi hasil audit daripada auditor lain. Sedangkan SPAP membolehkan auditornya mempunyai opsi untuk menerbitkan laporan audit yang dikatakan sebagai “division of responsibility”. Dengan kata lain merujuk kepada laporan dan kertas kerja auditor lain atau sebelumnya dalam laporan auditor yang diterbitkan. V.
Dampak penerapan ISA terhadap praktik audit di Indonesia
International Standards on Auditing (ISA) yang diterbitkan oleh International Auditing and Assurance Standards Board segera akan diadopsi di Indonesia dan diterapkan oleh Akuntan Publik untuk melakukan audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2013. Adopsi ini dilakukan sebagai bagian dari proses untuk memenuhi salah satu butir Statement of Membership Obligation dari International Federation of Accountants, yang harus dipatuhi oleh profesi Akuntan Publik di Indonesia Adopsi ISA melalui revisi SPAP oleh IAPI adalah dalam rangka menjalankan amanah UU No 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Adopsi ISA ini juga untuk merespon rekomendasi
dari World Bank, sekaligus sebagai wujud pelaksanaan komitmen Indonesia sebagai salah satu anggota dari G-20 yang mendorong setiap anggotanya untuk menggunakan standar profesi internasional. Adopsi ISA dilakukan dengan melakukan revisi terhadap Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang selama ini digunakan acuan Akuntan Publik dalam memberikan jasanya.
Harapan penerapan ISA ini melalui profesi Akuntan Publik di Indonesia pada saat memberikan jasa asurans maupun non asurans akan meningkatkan kepercayaan investor global terhadap kualitas informasi keuangan di Indonesia.
Auditor sekarang dituntut tidak hanya memberikan keyakinan memadai terkait kewajaran laporan keuangan, tetapi juga memberikan penilaian terhadap keberlanjutan (going concern) perusahaan untuk paling tidak setahun kedepan. Pendekatan lama auditor yang hanya berbasis transaksi ataupun siklus saat ini dipandang tidak cukup untuk memberikan tingkat keyakinan memadai terhadap kewajaran laporang keuangan.
Sebagai contoh, ketika persaingan semakin ketat dan situasi ekonomi sedang krisis, disisi lain manajemen dituntut untuk terus meningkatkan performa maka dorongan untuk terjadinya kecurangan keuangan menjadi sangat besar. Sehingga resiko yang harus ditanggung auditor untuk terjadinya salah memberikan opini juga meningkat. Sehingga auditor perlu melakukan modifikasi-modifikasi terkait strategi audit maupun prosedur-prosedur yang dijalankan sehingga bisa meminimalisir terjadinya salah pemberian opini ters ebut.
PENUTUP
Kesimpulan
Seperti yang kita ketahui sebelumnya, dalam bidang akuntansi, PSAK mengalami “perubahan” mengacu standar internasional. Sementara dalam auditing, juga mengalami hal yang serupa. Bedanya jika PSAK mengalami konvergensi dengan IFRS, standar audit di Indonesia
mengadopsi ISA
(International
Standards
on
Auditing).
Indonesia
mengadopsi ISA dalam audit laporan keuangan periode yang di mulai pada atau setelah 1 januari 2013. ISA dirancang sebagai solusi atas adanya skandal akuntansi (dalam istilah ISA, massive and pervasive) auditor gagal mendeteksi financial statement fraud. ISA mulai diterapkan di kawasan Eropa. Sukses di Uni Eropa, mendorong lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank dan IMF.. Adopsi ISA dilakukan dengan melakukan revisi terhadap SPAP yang selama ini digunakan
acuan
Akuntan
Publik
dalam
memberikan
jasanya.
Manfaat
penerapan ISA terhadap audit salah satunya adalah menimbulkan audit yang lebih berkualitas & menghasilkan informasi yang lebih dapat diandalkan. ISA menimbulkan tantangan bagi akuntan publik dalam implementasi audit yang efektif, peningkatan kapasitas, pelatihan, dan pendidikan, pengendalian mutu & kepatuhan. Selain itu metode & proses audit KAP juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan antara ISA dengan standar terdahulu bukanlah perubahan tanpa makna. Dimana menurut beberapa profesi akuntan yang berpendapat
bahwa
perubahan
standar
audit
bersifat
substantive
dan
mendasar.
ISA memberikan penekanan yang sangat besar terhadap faktor resiko, sejak auditor mempertimbangkan untuk menerima atau menolak suatu entitas dalam penugasan auditnya sampai setelah menerbitkan laporan yang berisi opininya. Diterapkannya IFRS menjadi salah satu penyebab kenapa ISA dijadikan standar audit yang mulai diterapkan per 1 Januari 2013 untuk emiten dan per 1 Januari 2014 untuk non emiten. Sepertinya, IFRS lebih terkenal daripada ISA. Kita lebih familiar dengan IFRS ketimbang ISA. Hal itu dikarenakan IFRS berurusan dengan pelaporan dan akuntansi yang melibatkan perusahaan dari berbagai ukuran, dari berbagai bentuk hukumnya, latar belakang, serta bentuk kepemilikannya. Dan tentu saja melibatkan regulator (seperti OJK, BI), IAI, IAPI dan pihak lain yang berkepentingan dan minat dengan IFRS. Cakupan ISA lebih terbatas pada KAP dan para praktisinya (partner dan staf pada KAP). Tapi, tentu saja mendapat perhatian dari regulator (PPAJP, Kementrian Keuangan dan OJK).
DAFTAR PUSTAKA
http://soepriyanta.blogspot.com/2008/04/adopsi-standar-auditing-dan-assurance.html http://jagoakuntansi.com/2013/11/international-standards-on-auditing/ http://www.iapi.or.id/iapi/artikel/seputar_iapi/indonesia_segera_adopsi_international_standar d_on_auditing.php http://www.stieww.ac.id/?p=1851 Tuanakotta, Theodorus M. 2013. Audit Berba sis ISA. Jakarta: Salemba Empat.
Pertanyaan : 1. Muhammad Fadhel (kelompok 2) Pertanyaan : Apa efek audit berbasis resiko terhadap akuntan ? Jawaban : Jadi efeknya memberikan efek positif bagi auditor. Diantaranya :
Fleksibilitas waktu
Upaya tim audit terfokus pada area kunci.
Prosedur audit terfokus pada resiko.
Pemahaman atas pengendalian internal.
Komuniksi tepat waktu.
2. Riza Senovella (kelompok 9) Pertanyaan : kenapa SPAP harus mengadopsi ISA ? Jawaban : Karena Indonesia merupakan anggota IFAC sehingga Indonesia diwajibkan mengadopsi ISA. Selanjutnya ISA sendiri sudah diadopsi di banyak negara anggota IFAC. dengan demikian, semakin banyak negara yang menjadi anggota IFAC maka nantinya seluruh negara anggota IFAC akan sama-sama menerapkan ISA sebagai standar profesional akuntan publiknya.
3. Melisa (kelompok 11) Pertanyaan : Apakah implementasi ISA sudah diterapkan secara full untuk sekarang ini? Apakah masih ada KAP yang belum mengimplementasikan ISA? Kalau belum, kenapa? J awaban :
Melalui Konvensi Nasional Akuntan Indonesia pada tahun 2004 telah diputuskan bahwa Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) akan melakukan adopsi sepenuhnya (full adoption) ISA yang diterbitkan oleh IFAC. Keputusan konvensi IAI ini sejalan dengan kewajiban keanggotaan IFAC. Adopsi ISA tersebut telah dilakukan penerjemahan ke dalam Bahasa Nasional semenjak 2004 dan pengadopsian dilakukan secara bertahap sampai diberlakukannya ISA tersebut pada 1 Januari 2013. Sehingga sekarang ini seluruh KAP di Indonesia sudah menggunakan SPAP revisi dari ISA.
4. Chico Citra Tiara (kelompok 3) Pertanyaan : Mengingat kondisi negara yang berbeda – beda dan terkadang tidak stabil, maka pengadopsian ISA wajib atau tidak diimplementasikan bagi seluruh anggota IFAC tersebut? J awaban :
Indonesia telah memutusan untuk menjadi anggota IFAC, sehingga merupakan suatu kewajiban bagi anggota IFAC untuk mengadopsi ISA bagi standar auditing dan IFRS sebagai standar laporan keuangan. Dan Indonesia memilih untuk melakukan full adoption atas ISA karena SPAP 2001 yang berlaku di Indonesia sudah tidak up t o date dan tidak sesuai dengan keadaan sekarang. Tetapi bagi negara anggota IFAC lain boleh untuk tidak melakukan full adoption atau hanya mengadopsi ISA untuk beberapa seksi standar audit saja.
5. Yeski Yulia Amri (kelompok 11) Pertanyaan : Apakah pengaruh adopsi ISA secara spesifik terhadap kegiatan investasi dari investor asing di perusahaan Indonesia? J awaban :
Dengan diberlakukannya ISA di Indonesia, tentunya akan semakin banyak menarik investor – Investor asing untuk masuk ke Indonesia. Hal ini dikarenakan standar ISA yang sudah bertaraf Internasional sehingga meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan Indonesia.
6. Maisya Rahmi (kelompok 4) Pertanyaan : apakah auditor diharuskan menemukan kecurangan dalam laporan keuangan setelah penerapan ISA? Dan apakah perbedaan penerapan ISA pada klien perusahaan besar dan kecil ? Jawaban : Auditor harus menemukan kecurangan dalam laporan keuangan apabila dalam laporan keuangan tersebut ada kecurangan. Mengenai perbedaan perlakuan penerapan pada klien perusahaan besar dan kecil, dibahas lebih lanjut pada PSAK. 7. Gabriella Belliany Gazali (kelompok 6) Pertanyaan : apakah kelemahan ISA ? Jawaban : ISA mempunyai banyak kelebihan, tapi dibutuhkan kondisi tertentu agar suatu negara lebih siap untuk mengimplementasikan ISA tersebut. Caranya dengan mengadaptasi
ISA tergantung kondisi suatu negara, bukan mengadopsi. Kekurangan ISA lebih ditujukan kepada auditor, karena dalam era globalisasi auditor lebih dituntut cepat beradaptasi dengan standar internasional. Jadi pengetahuan serta pengembangan ISA penting, jika tidak siap, maka akan menjadi bumerang bagi suatu negara. 8. Fadhlan Muhtadi (kelompok 3) Pertanyaan : apa pertimbangan dari si pembuat ISA terkait dengan auditor tidak bisa merujuk pada kertas kerja auditor lain ? Jawaban : Karena saat auditor mengeluarkan opimi audit, auditor tersebut bertanggung jawab penuh terhadap opini audit yang dikeluarkannya termasuk terhadap resiko yang dihasilkan akibat opini tersebut. Jadi, jika auditor tersebut merujuk pada kertas kerja auditor lain, opini audit tersebut tidak dapat memberikan keyakinan yang sepenuhnya terhadap laporan audit karena dibuat oleh auditor yang berbeda yang memili ki judgement yang berbeda. 9. Gusti Agung Nugraha (kelompok 4) Pertanyaan : apakah SPAP hanya digunakan oleh auditor internal atau untuk semua auditor? Apakah isi SPAP mencakup laporan keuangan perusahaan go public saja atau semua laporan keuangan perusahaan? Jawaban : SPAP hanya digunakan oleh akuntan publik. Untuk auditor internal ataupun auditor BPKP, mereka memiliki standar audit sendiri. Mengenai laporan keuangan perusahaan go public ataupun perusahaan lainnya lebih lanjut dijelaskan pada PSAK sesuai dengan jenis perusahaan. 10. Fikri Farraswan (kelompok 7) Pertanyaan : apakah bentuk dari pelanggarana etika profesional akuntan publik? Dan apakah konsekuensi bagi pelanggar etika tersebut? Jawaban : Kode etika profesional akuntan publik (ISA 200 ayat 84 bagian A15) adalah :
Integritas Objektivitas
Kompetisi profesional
Kerahasiaan
Perilaku profesional
Apabila etika profesional akuntan public tersebut tidak dilaksanakan maka akuntan tersebut dapat dikatakan melakukan pelanggaran kode etik. Konsekuensi bagi pelanggar dapat berupa peringatan baik bersifat ringan maupun peringatan keras, pencabutan izin KAP ataupun jika tindakan tersebut berkaitan dengan hukum maka dapat diperkarakan di peradilan baik perdata maupun pidana sesuai dengan ketentuan yang dilanggar.
11. Fiqho Falderiko (kelompok 7) Pertanyaan : apa saja dalam ISA yang tidak diadopsi di Indonesia dan kenapa? Jawaban : Tidak ada ISA yang tidak diadopsi di Indonesia dikarenakan di Indonesia telah melakukan full adoption terhadap ISA.