BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saliva merupakan sekresi eksokrin mukoserous berwarna bening dengan
sifat sedikit asam yang dihasilkan dan disekresikan oleh tiga pasang
kelenjar saliva yaitu kelenjar parotis, submandibularis, dan sublingualis.
Semua kelenjar ludah atau saliva mempunyai fungsi untuk membantu mencerna
makanan dengan mengeluarkan suatu sekret yang disebut "salivia" (ludah atau
air liur). Pembentukan kelenjar ludah dimulai pada awal kehidupan fetus (4
- 12 minggu) sebagai invaginasi epitel mulut yang akan berdiferensiasi ke
dalam duktus dan jaringan asinar. Saliva terdapat sebagai lapisan setebal
0,1-0,01 mm yang melapisi seluruh jaringan rongga mulut.
Pengeluaran air ludah pada orang dewasa berkisar antara 0,3-0,4
ml/menit sedangkan apabila distimulasi, banyaknya air ludah normal adalah 1-
2 ml/menit. Menurunnya pH air ludah (kapasitas dapar / asam) dan jumlah air
ludah yang kurang menunjukkan adanya resiko terjadinya karies yang tinggi.
Dan meningkatnya pH air ludah (basa) akan mengakibatkan pembentukan karang
gigi. Aliran dari saliva dipengaruhi oleh aksi dari pengunyahan. Seseorang
yang lemah dalam pengecapan bisa menghasilkan saliva yang tidak mencukupi
guna proses pengunyahan yang memadai. Bau,rasa, penglihatan atau bahkan
memikirkan makanan bisa merangsang pengeluaran saliva.
Saliva diproduksi secara berkala dan susunannya sangat tergantung pada
umur, jenis kelamin, makanan saat itu, intensitas dan lamanya rangsangan,
kondisi biologis, penyakit tertentu dan obat-obatan. Manusia memproduksi
sebanyak 1000-1500 cc air ludah dalam 24 jam, yang umumnya terdiri dari
99,5% air dan 0,5 % lagi terdiri dari garam-garam , zat organik dan zat
anorganik. Unsur-unsur organik yang menyusun saliva antara lain : protein,
lipida, glukosa, asam amino, amoniak, vitamin, asam lemak. Unsur-unsur
anorganik yang menyusun saliva antara lain : Sodium, Kalsium, Magnesium,
Bikarbonat, Khloride, Rodanida dan Thiocynate (CNS) , Fosfat, Potassium.
Yang memiliki konsentrasi paling tinggi dalam saliva adalah kalsium dan
Natrium. Saliva ( air liur ) mengandung komponen yang secara langsung
menyerang bakteri penyebab kerusakan pada gigi, juga saliva ini kaya dengan
kalsium dan pospat yang membatu proses remineralisasi dari enamel (
struktur terluar dari mahkota gigi.
Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu : Melicinkan dan membasahi
rongga mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan,
membasahi dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair
sehingga mudah ditelan dan dirasakan, membersihkan rongga mulut dari sisa-
sisa makanan dan kuman, mempunyai aktivitas antibacterial dan sistem
buffer, membantu proses pencernaan makanan melalui aktivitas enzim ptyalin
(amilase ludah) dan lipase ludah, berpartisipasi dalam proses pembekuan dan
penyembuhan luka karena terdapat faktor pembekuan darah dan epidermal
growth factor pada saliva, jumlah sekresi air ludah dapat dipakai sebagai
ukuran tentang keseimbangan air dalam tubuh, serta membantu dalam berbicara
(pelumasan pada pipi dan lidah).
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana mekanisme dari sekresi saliva?
1.2.2 Bagaimana histologi, anatomi dan fisiologi dari sekresi saliva?
1.2.3 Apa saja komposisi dan faktor - faktor yang mempengaruhi sekresi
saliva?
1.2.4 Apa saja kelainan dari sekresi saliva?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Memahami dan mengetahui mekanisme dari sekresi saliva
1.3.2 Memahami dan mengetahui histologi, anatomi dan fisiologi dari
sekresi saliva
1.3.3 Memahami dan mengetahui komposisi dan faktor - faktor yang
mempengaruhi sekresi saliva
1.3.4 Memahami dan mengetahui kelainan dari sekresi saliva
1.4 Maping
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Sekresi Saliva
Pengeluaran saliva sekitar 0,5 sampai 1,5 liter per hari.
Tergantung pada tingkat perangsangan, kecepatan aliran bervariasi dari
0,1 sampai 4 ml/menit. Pada kecepatan 0,5 ml/menit sekitar 95% saliva
disekresi oleh kelenjar parotis (saliva encer) dan kelenjar
submandibularis (saliva kaya akan musin); sisanya disekresi oleh
kelenjar sublingual dan kelenjar-kelenjar di lapisan mukosa mulut
(Despopoulos dan Silbernagl, 2000). Sekresi saliva yang bersifat
spontan dan kontinu, bahkan tanpa adanya rangsangan yang jelas,
disebabkan oleh stimulasi konstan tingkat rendah ujung-ujung saraf
parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Sekresi basal ini
penting untuk menjaga agar mulut dan tenggorokan tetap basah setiap
waktu (Sherwood, 2001). Selain sekresi yang bersifat konstan dan
sedikit tersebut, sekresi saliva dapat ditingkatkan melalui dua jenis
refleks saliva yang berbeda: (1) refleks saliva sederhana, atau tidak
terkondisi, dan (2) refleks saliva didapat, atau terkondisi. Refleks
saliva sederhana (tidak terkondisi) terjadi sewaktu kemoreseptor atau
reseptor tekanan di dalam rongga mulut berespons terhadap adanya
makanan. Sewaktu diaktifkan, reseptor-reseptor tersebut memulai impuls
di serat saraf aferen yang membawa informasi ke pusat saliva di medula
batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim impuls melalui saraf
otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi
saliva. Tindakan-tindakan gigi mendorong sekresi saliva walaupun tidak
terdapat makanan karena adanya manipulasi terhadap reseptor tekanan
yang terdapat di mulut. Pada refleks saliva didapat (terkondisi),
pengeluaran saliva terjadi tanpa rangsangan oral. Hanya berpikir,
melihat, membaui, atau mendengar suatu makanan yang lezat dapat memicu
pengeluaran Saliva melalui refleks ini (Sherwood, 2001). Gambar 2.1
Kontrol Sekresi Saliva (Sherwood, 2001) Pusat saliva mengontrol
derajat pengeluaran saliva melalui saraf-saraf otonom yang
mempersarafi kelenjar saliva. Tidak seperti sistem saraf otonom di
tempat lain, respon simpatis dan parasimpatis di kelenjar saliva tidak
saling bertentangan. Baik stimulasi simpatis maupun parasimpatis,
keduanya meningkatkan sekresi saliva, tetapi jumlah, karakteristik,
dan mekanisme yang berperan berbeda. Rangsangan parasimpatis, yang
berperan dominan dalam sekresi saliva, menyebabkan pengeluaran saliva
encer dalam jumlah besar dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, di pihak
lain, menghasilkan volume saliva yang jauh lebih sedikit dengan
konsistensi kental dan kaya mukus. Karena rangsangan simpatis
menyebabkan sekresi saliva dalam jumlah sedikit, mulut terasa lebih
kering daripada biasanya selama keadaan saat sistem simpatis dominan,
misalnya pada keadaan stres (Sherwood, 2001).
Jalur saraf parasimpatis untuk mengatur pengeluaran saliva
terutama dikontrol oleh sinyal saraf parasimpatis sepanjang jalan dari
nukleus salivatorius superior dan inferior batang otak (Guyton dan
Hall, 2008). Obyek-obyek lain dalam mulut dapat menggerakkan refleks
saliva dengan menstimulasi reseptor
yang dipantau oleh nervus trigeminal (V) atau inervasi pada lidah
dipantau oleh nervus kranial VII, IX, atau X. Stimulasi parasimpatis
akan mempercepat sekresi pada semua kelenjar saliva, sehingga
menghasilkan produksi saliva dalam jumlah banyak (Martini, 2006;
Tortora dan Derrickson, 2009).
2.2 Histologi, Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Saliva
Kelenjar saliva merupakan suatu kelenjar eksokrin yang berperan
penting dalam mempertahankan kesehatan jaringan mulut. Kelenjar saliva
mensekresi saliva ke dalam rongga mulut. Saliva terdiri dari cairan
encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mukus.
Menurut struktur anatomis dan letaknya, kelenjar saliva dapat dibagi
dalam dua kelompok besar yairu kelenjar saliva mayor dan kelenjar
saliva minor. Kelenjar saliva mayor dan minor menghasilkan saliva yang
berbeda-beda menurut rangsangan yang diterimanya. Rangsangan ini dapat
berupa rangsangan mekanis (mastikasi), kimiawi (manis, asam, asin dan
pahit), neural, psikis (emosi dan stress), dan rangsangan sakit.
Besarnya sekresi saliva normal yang dihasilkan oleh semua kelenjar ini
kira-kira 1-1,5 liter per hari.
2.2.1 KELENJAR SALIVA MAYOR
Kelenjar saliva ini merupakan kelenjar saliva terbanyak dan
ditemui berpasang–pasangan yang terletak di ekstraoral dan memiliki
duktus yang sangat panjang. Kelenjar-kelenjar saliva mayor terletak
agak jauh dari rongga mulut dan sekretnya disalurkan melalui duktusnya
kedalam rongga mulut. Menurut struktur anatomi dan letaknya, kelenjar
saliva mayor dapat dibagi atas tiga tipe yaitu parotis,
submandibularis dan sublingualis. Masing–masing kelenjar mayor ini
menghasilkan sekret yang berbeda–beda sesuai rangsangan yang
diterimanya. Saliva pada manusia terdiri atas sekresi kelenjar parotis
(25%), submandibularis (70%), dan sublingualis (5%).
2.2.1.1 Kelenjar Parotis
Anatomi:
o Kelenjar ini merupakan kelenjar terbesar dibandingkan kelenjar saliva
lainnya.
o Letak kelenjar berpasangan ini tepat di bagian bawah telinga terletak
antara prosessus mastoideus dan ramus mandibula. Kelenjar ini meluas
ke lengkung zygomatikum di depan telinga dan mencapai dasar dari
muskulus masseter.
o Kelenjar parotis memiliki suatu duktus utama yang dikenal dengan
duktus Stensen. Duktus ini berjalan menembus pipi dan bermuara pada
vestibulus oris pada lipatan antara mukosa pipi dan gusi dihadapkan
molar dua atas.
o Kelenjar ini terbungkus oleh suatu kapsul yang sangat fibrous dan
memiliki beberapa bagian seperti arteri temporal superfisialis, vena
retromandibular dan nervus fasialis yang menembus dan melalui kelenjar
ini.
Histologi:
o Kelenjar ini dibungkus oleh jaringan ikat padat dan mengandung
sejumlah besar enzim antara lain amylase, lisozim, fosfatase asam,
aldolase, dan kolinesterase.
o Kelenjar parotis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang pada
manusia adalah serosa murni. Kelenjar ini dikelilingi oleh kapsula
jaringan ikat yang tebal, dari sini ada septa jaringan ikat termasuk
kelenjar dan membagi kelenjar menjadi lobulus yang kecil. Kelenjar
parotis mempunyai sistem saluran keluar yang rumit sekali dan hampir
semua duktus ontralobularis adalah duktus striata.
Saluran keluar yang utama yaitu duktus parotidikius
steensen terdiri dari epitel berlapis semu, bermuara
kedalam vestibulum rongga mulut berhadapan dengan
gigi molar kedua atas. Kelenjar parotis secara khas
dipengaruhi oleh mumps yaitu parotitis epidemika.
Fisiologi:
o Kelenjar parotis menghasilkan suatu sekret yang kaya akan air yaitu
serous.
o Saliva pada manusia terdiri atas 25% sekresi kelenjar parotis.
2.2.1.2 Kelenjar Submandibularis
Anatomi:
o Kelenjar ini merupakan kelenjar yang berbentuk seperti kacang dan
memiliki kapsul dengan batas yang jelas.
o Di dalam kelenjar ini terdapat arteri fasialis yang melekat erat
dengan kelenjar ini.
o Kelenjar ini teletak di dasar mulut di bawah ramus mandibula dan
meluas ke sisi leher melalui bagian tepi bawah mandibula dan terletak
di permukaan muskulus mylohyoid.
o Pada proses sekresi kelenjar ini memiliki duktus Wharton yang bermuara
di ujung lidah.
Histologi:
o Kelenjar ini terdiri dari jaringan ikat yang padat.
o Kelenjar submandibularis adalah kelenjar tubuloasinosa kompleks, yang
pada manusia terutama pada kelenjar campur dengan sel-sel serosa yang
dominan, karena itu disebut mukoserosa. Terdapat duktus interkalaris,
tetapi saluran ini pendek karena itu tidak banyak dalam sajian,
sebaliknya duktus striata berkembang baik dan panjang.
o Saluran keluar utama yaitu duktus submandibularis wharton bermuara
pada ujung papila sublingualis pada dasar rongga mulut dekat sekali
dengan frenulum lidah, dibelakang gigi seri bawah. Baik kapsula maupun
jaringan ikat stroma berkembang baik pada kelenjar submandibularis.
Fisiologi:
o Kelenjar submandibularis menghasilkan 80% serous (cairan ludah yang
encer) dan 20% mukous (cairan ludah yang padat).
o Kelenjar submandibularis merupakan kelenjar yang memproduksi air liur
terbanyak.
o Saliva pada manusia terdiri atas 70% sekresi kelenjar submandibularis.
2.2.1.3 Kelenjar Sublingual
Anatomi:
o Kelenjar ini terletak antara dasar mulut dan muskulus mylohyoid
merupakan suatu kelenjar kecil diantara kelenjar–kelenjar mayor
lainnya.
o Duktus utama yang membantu sekresi disebut duktus Bhartolin yang
terletak berdekatan dengan duktus mandibular dan duktus Rivinus yang
berjumlah 8-20 buah.
o Kelenjar ini tidak memiliki kapsul yang dapat melindunginya.
Histologi:
o Kelenjar sublingualis adalah kelenjar tubuloasinosa dan kelenjar
tubulosa kompleks. Pada manusia kelenjar ini adalah kelenjar campur
meskipun terutama kelenjar mukosa karena itu disebut seromukosa. Sel-
sel serosa yang sedikit hampir seluruhnya ikut membentuk demilune.
Duktus interkalaris dan duktus striata jaringan terlihat.
o Kapsula jaringan ikat tidak berkembang baik, tetapi kelenjar ini
lobular halus biasanya terdapat 10-12 saluran luar yaitu duktus
sublingualis, yang bermuara kesepanjang lipatan mukosa yaitu plika
sublingualis, masing-masing mempunyai muara sendiri. Saluran keluar
yang lebih besar yaitu duktus sublingualis mayor bartholin bermuara
pada karunkula sublingualis bersama-sama dengan duktus wharton, kadang-
kadang keduanya menjadi satu.
Fisiologi:
o Kelenjar sublingualis menghasilkan sekret yang mucous dan
konsistensinya kental.
o Saliva pada manusia terdiri atas 5% sekresi kelenjar sublingualis.
2.2.2 KELENJAR SALIVA MINOR
Kebanyakan kelenjar saliva minor merupakan kelenjar kecil-kecil
yang terletak di dalam mukosa atau submukosa. Kelenjar minor hanya
menyumbangkan 5% dari pengeluaran ludah dalam 24 jam. Kelenjarkelenjar
ini diberi nama berdasarkan lokasinya atau nama pakar yang
menemukannya. Kelenjar saliva minor dapat ditemui pada hampir seluruh
epitel di bawah rongga mulut. Kelenjar ini terdiri dari beberapa unit
sekresi kecil dan melewati duktus pendek yang berhubungan langsung
dengan rongga mulut. Selain kelenjar saliva minor tidak memiliki
kapsul yang jelas seperti layaknya kelenjar saliva mayor, kelenjar
saliva minor secara keseluruhan menghasilkan sekret yang mukous
kecuali kelenjar lingual tipe Van Ebner. Saliva yang dihasilkan
mempunyai pH antara 6,0-7,4 sangat membantu didalam pencernaan
ptyalin.
2.2.2.1 Kelenjar Glossopalatinal
Lokasi dari kelenjar ini berada dalam isthimus dari lipatan
glossopalatinal dan dapat meluas ke bagian posterior dari
kelenjar sublingual ke kelenjar yang ada di palatum molle.
2.2.2.2 Kelenjar Labial
Kelenjar ini terletak di submukosa bibir. Banyak ditemui
pada midline dan memiliki banyak duktus.
2.2.2.3 Kelenjar Bukal
Kelenjar ini terdapat pada mukosa pipi, kelenjar ini serupa
dengan kelenjar labial.
2.2.2.4 Kelenjar Palatinal
Kelenjar ini ditemui di sepetiga posterior palatal dan di
palatum molle. Kelenjar ini dapat dilihat secara visual dan
dilindungi oleh jaringan fibrous yang padat.
2.2.2.5 Kelenjar Lingual
Kelenjar ini dikelompokkan dalam beberapa tipe yaitu :
2.2.2.5.1 Kelenjar anterior lingual
Lokasi kelenjar ini tepat di ujung lidah.
2.2.2.5.2 Kelenjar lingual Van Ebner
Kelenjar ini dapat di temukan di papila sirkumvalata.
2.2.2.5.3 Kelenjar posterior lingual
Dapat ditemukan pada sepertiga posterior lidah yang
berdekatan dengan tonsil.
2.3 Komposisi dan faktor – faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
2.3.1 Komposisi saliva
Saliva terutama terdiri dari sekresi serosa, yaitu 98% air dan
mengandung enzim amilase serta berbagai jenis ion (natrium, klorida,
bikarbonat, dankalium), jugasekresimukus yang lebih kental dan lebih
sedikit yang mengandung glikoprotein (musin), ion dan air. (Sloane Ethel.
Anatomidan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta: EGC, 2012).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi saliva:
Kelenjar saliva dapat dirangsang dengan cara-cara berikut:
Mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen karet
Kimiawi, oleh rangsangan seperti asam, manis, asin, pahit,
dan pedas.
Neuronal, melalui sistem saraf autonom baik simpatis maupun
parasimpatis.
Psikis, stress menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan
dapat bekerja sebagai stimulasi.
Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivitis, dan
pemakaian protesa yang dapat menstimulasi sekresi.
2.4 Kelainan dari kelenjar saliva
2.4.1 MUCOCELE
Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang
diakibatkan oleh pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin
ke jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele bukan kista, karena tidak
dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa
bukal, anterior lidah, dan dasar mulut. Mucocele terjadi karena pada
saat air liur kita dialirkan dari kelenjar air liur ke dalam mulut
melalui suatu saluran kecil yang disebut duktus. Terkadang bisa
terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma misalnya bibir
sering tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi
tertahan tidak dapat mengalir keluar dan menyebabkan pembengkakan
(mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar ludah terluka.
Manusia memiliki banyak kelenjar ludah dalam mulut yang menghasilkan
ludah. Ludah tesebut mengandung air, 3iopsy, dan enzim. Ludah
dikeluarkan dari kelenjar ludah melalui saluran kecil yang disebut
duct (pembuluh).
Terkadang salah satu saluran ini terpotong. Ludah kemudian
mengumpul pada titik yang terpotong itu dan menyebabkan
pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele didapati di
bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain
dalam mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi
jarang didapati di atas lidah. Pembengkakan dapat juga terjadi jika
saluran ludah (duct) tersumbat dan ludah mengumpul di dalam saluran.
Etiologi
Umumnya disebabkan oleh trauma 4iops, misalnya bibir yang
sering tergigit pada saat sedang makan, atau pukulan di wajah.
Dapat juga disebabkan karena adanya penyumbatan pada duktus
(saluran) kelenjar liur minor. Mucocele Juga dapat disebabkan oleh
obat-obatan yang mempunyai efek mengentalkan ludah.
Gambaran Klinis
Batas tegas
Konsistensi lunak
Warna transluscent
Ukuran biasanya kecil
Tidak ada keluhan sakit
Kadang-kadang pecah, hilang tapi tidak lama kemudian akan timbul lagi
Diagnosis
Diagnosis mukokel bisa secara langsung dari riwayat penyakit,
keadaan klinis dan palpasi.
Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
Melakukan anamnesa lengkap dan cermat secara visual
Bimanual palpasi intra & extraoral
Aspirasi
Melakukan pemeriksaan laboratories
Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA
Differential Diagnosa
Differential diagnosis dari mukokel adalah sebagai berikut :
Adenoma Pleomorfik
Suatu nodula keras kebiru-biruan
Kista Nasolabial
Suatu nodula berfluktuasi pada palpasi
Kista Implantasi
Penatalaksanaan
Mucocele adalah lesi yang tidak berumur panjang, bervariasi
dari beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang
dengan sendirinya. Namun banyak juga lesi yang sifatnya kronik
dan membutuhkan pembedahan eksisi. Pada saat di eksisi, dokter
gigi sebaiknya mengangkat semua kelenjar liur minor yang
berdekatan, dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk
menegaskan Biopsy dan menentukan apakah ada kemungkinan tumor
kelenjar liur. Selain dengan pembedahan, mucocele juga dapat
diangkat dengan laser. Beberapa dokter saat ini ada juga yang
menggunakan menggunakan injeksi Kortikosteroid sebelum melakukan
pembedahan, ini terkadang dapat mengempiskan pembengkakan. Jika
berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan. Penatalaksanaan
mukokel biasanya dilakukan dengan eksisimukokel dengan
modifikasi teknik elips. yaitu setelah pemberian anesthesi lokal
dibuat dua insisi elips yang hanya menembus mukosa, kemudian
lesi dipotong dengan teknik gunting lalu dilakukan penjahitan.
2.4.2 RANULA
Etiologi Dan Patogenesis
Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus
ekskretorius major yang membesar atau terputus atau terjadinya
rupture dari saluran kelenjar terhalangnya aliran liur yang
sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibuler
(duktus Wharton), sehingga melalui rupture ini air liur keluar
menempati jaringan disekitar saluran tersebut. Selain
terhalangnya aliranliur, ranula bisa juga terjadi karena trauma
dan peradangan. Ranulamirip dengan mukokel tetapi ukurannya
lebih besar.
Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut
ranulaSuperfisialis. Bila kista menerobos dibawah otot
milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan submandibular, ranula
jenisini disebut ranula Dissecting atau Plunging.
Gambaran Klinis
Bentuk dan rupa kista ini seperti perut kodok yang menggelembung
keluar (Rana=Kodok)
Dinding sangat tipis dan mengkilap
Warna translucent
Kebiru-biruan
Palpasi ada fluktuasi
Tumbuh lambat dan expansif
Diagnosis
Diagnosis mukokel bisa secara langsung daririwayat penyakit,
keadaan klinis dan palpasi.
Langkah-langkah cara mendiagnosis ranula adalah :
Melakukan anamnesa lengkap dan cermat Secara visual
Bimanual palpasi intra & extraoral
Punksi dan aspirasi
Melakukan pemeriksaan laboratories
Pemeriksaan radiologis dengan kontras media
Pemeriksaan mikroskopis, pemeriksaan biopsy/PA
Differential Diagnosa
- Kista Dermoid
Kista dermoid yang tampak sebagai suatu pembengkakan
jaringan lunak dalam mulut
- Batu kelenjar liur (sialolit)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ranula biasanya dilakukan dengan
caramarsupialisasi ranula atau pembuatan jendela pada lesi.Biasanya
menggunakan anestesi blok lingual ditambah denganinfiltrasi regional.
Di sekitar tepi lesi ditempatkan rangkaianjahitan menyatukan mukosa
perifer dengan mukosa lesi danjaringan dasar lesi. Kemudian dilakukan
juga drainase denganpenekanan lesi. Setelah itu dilakukan eksisi pada
atap lesisesuai dengan batas penjahitan kemudian lesi ditutup dengan
tampon.
2.4.3 SIALADENITIS
Sialadenitis adalah infeksi bakteri dari glandula salivatorius,
biasanya disebabkan oleh batu yang menghalangi atau hyposecretion
kelenjar. Proses inflamasi yang melibatkan kelenjar ludah disebabkan
oleh banyak faktor etiologi. Proses ini dapat bersifat akut dan dapat
menyebabkan pembentukan abses terutama sebagai akibat infeksi bakteri.
Keterlibatannya dapat bersifat unilateral atau bilateral seperti pada
infeksi virus. Sedangkan Sialadenitis kronis nonspesifik merupakan
akibat dari obstruksi duktus karena sialolithiasis atau radiasi
eksternal atau mungkin spesifik,yang disebabkan dari berbagai agen
menular dan gangguan imunologi.
Etiologi
Sialadenitis biasanya terjadi setelah obstruksi hyposecretion
atau saluran tetapi dapat berkembang tanpa penyebab yang jelas.
Terdapat tiga kelenjar utama pada rongga mulut,diantaranya adalah
kelenjar parotis, submandibular, dan sublingual. Sialadenitis paling
sering terjadi pada kelenjar parotis dan biasanya terjadi pada pasien
dengan umur 50-an sampai 60-an, pada pasien sakit kronis dengan
xerostomia, pasien dengan sindrom Sjögren, dan pada mereka yang
melakukan terapi radiasi pada rongga mulut. Remaja dan dewasa muda
dengan anoreksia juga rentan terhadap gangguan ini. Organisme yang
merupakan penyebab paling umum pada penyakit ini adalah Staphylococcus
aureus; organisme lain meliputi Streptococcus, koli, dan berbagai
bakteri anaerob.
Gejala Umum
Meliputi gumpalan lembut yang nyeri di pipi atau di bawah dagu,
terdapat pembuangan pus dari glandula ke bawah mulut dan dalam kasus
yang parah, demam, menggigil dan malaise (bentuk umum rasa sakit).
Penatalaksanaan
Perawatan awal harus mencakup hidrasi yang memadai, kebersihan
mulut baik, pijat berulang pada kelenjar, dan antibiotik intravena.
Evaluasi USG atau computed tomography (CT) akan menunjukkan apakah
pembentukan abses telah terjadi. Sialography merupakan
kontraindikasi.Insisi dan drainase paling baik dilakukan dengan
mengangkat penutup parotidectomy standar dan kemudian menggunakan
hemostat untuk membuat beberapa bukaan ke dalam kelenjar, tersebar di
arah umum dari syaraf wajah. Sebuah saluran kemudian ditempatkan di
atas kelenjar dan luka tertutup. Dalam beberapa kasus, dimungkinkan
untuk melakukan aspirasi jarum yang dipandu CT atau USG-pada abses
parotis, yang dapat membantu menghindari prosedur operasi terbuka. Hal
ini juga untuk diingat bahwa fluktuasi kelenjar parotis tidak terjadi
sampai fase sangat terlambat karena beberapa investasi fasia dalam
kelenjar. Jadi, adalah mustahil untuk menentukan adanya pembentukan
abses awal berdasarkan pemeriksaan fisik saja.
2.4.4 SJORGEN SYNDROME
Sjorgen syndrome merupakan suatiupenyakit auto imun yang
ditandai oleh produksi abnormal dari extra antibodi dalam darah yang
diarahkan terhadap berbagai jaringan tubuh. Ini merupakan suatu
penyakit autoimun peradangan pada kelenjar saliva yang dapat
menyebabkan mulut kering dan bibir kering
Diagnosis
Peradangan kelenjar saliva dapat dideteksi dengan radiologic
scan, juga dapat dilihat dengan berkurangnya kemampuan kelenjar saliva
memproduksi air liur. Dapat juga didiagnosis dengan cara biopsi. Untuk
mendapatkan sampel biopsi, biasa diunakan pada kelenjar dari bibir
bawah. Prosedur biopsi kelenjar saliva bibir bawah diawali dengan
anastesi lokal kemudian dibuat sayatan kecil dibagian dalam bibir
bawah.
Gejala
Gejala dari sjorgen syndrome antara lain; mulut kering,
kesulitan menelan, kerusakan gigi, penyakit gingiva, mulut luka dan
pembengkakan, dan infeksi pada kelenjar parotis bagian dalam pipi.
Penatalaksanaan
Mulut yang kering dapat dibantu dengan minum air yang banyak dan
perawatan gigi yang baik untuk menghindari kerusakan pada gigi.
Kelenjar dapat dirangsang dengan menghisap tetesan air lemon tanpa
gula atau gliserin pembersih.
Perawatan tambahan untuk gejala mulut kering adalah obat resep
untuk menstimulasi air liur seperti pilocarpine dan ceuimeline. Obat-
obatan ini harus dihinari oleh orang yang berpenyakit jantung, asma,
dan glukoma.
Penyebab
Penyebab sjorgen syndrome tidak diketahui, ada dukungan ilmiah
yang menyatakan bahwa penyakit ini adalah penyakit turunan atau adanya
faktor genetik yang dapat memicu terjadinya sjorgen syndrome, karena
penyakit ini kadang-kadang penyakit ditemukan pada anggota keluarga
lainnya. Hal ini juga ditemukan lebih umum pada orang yang memiliki
penyakit autoimun lainnya seperti lupus eritematous sistemik, autoimun
penyakit tiroid, diabetes, dll.
2.4.5 SIALORRHEA
Sialorrhea adalah suatu kondisi medis yang detandai dengan
menetesnya air liur atau sekresi saliva yang berlebihan.
Penyebab
Penyebab dari sialorrhea dapat bevariasi berupa gejala dan
gangguan neurologis, infeksi atau keracunan logam berat dan
insektisida serta efek samping dari obat-obatan tertentu.
Penatalaksanaan
Pengobatan dan perawatan sialorrhea biasanya tergantung pada
sumber penyebabnya. Apabila disebabkan oleh efek samping obat-obatan
maka penanggulangannya hanya sebatas mengatur kelebihan sekresi
saliva. Pada tahap awal dapat diberikan obat, jika terjadi dalam
jangka waktu yang lama dapat dilakukan operasi dengan mengangkat satu
atau lebih glandula salivarius mayor.
2.4.5 Definisi dan Penyebab Xerostomia
Xerostomia secara harfiah berarti "mulut kering",berasal dari
dua kata, xeros yang berarti kering dan stoma yang berarti mulut.
Xerostomia merupakan gejala dari bermacam-macam kondisi kesehatan
(Amerongen, 1992). Laju aliran saliva keseluruhan yang tidak
terstimulasi <0,1ml/menit adalah menurun (Greenberg dkk, 2008; Scully,
2008).
Beberapa penyebab xerostomia adalah sebagai berikut:
1. Kesehatan umum yang menurun
Kesehatan umum yang menurun pada beberapa penderita dapat
menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar saliva yang dapat
meningkatkan resiko terhadap radang mulut. Gangguan-gangguan ini dapat
timbul karena berbagai sebab, misalnya berkeringat yang berlebihan,
diare yang lama atau pengeluaran urin yang melampaui batas (Amerongen,
1992).
2. Gangguan sistem saraf
Sekresi saliva terutama terdapat di bawah pengaturan hormonal
dan diatur oleh neuronal baik oleh sistem saraf otonom parasimpatis
maupun simpatis. Gangguan pada sistem saraf pusat dan perifer dapat
mempunyai akibat bagi kecepatan sekresi saliva. Kelainan saraf yang
diikuti gejala degenerasi, seperti sklerosis multipel, juga akan
mengakibatkan menurunnya sekresi saliva (Amerongen, 1992).
3. Obat-obatan
Obat-obatan yang memblokade sistem saraf akan menghambat sekresi
saliva. Oleh karena sekresi air dan elektrolit terutama diatur oleh
sistem saraf parasimpatis, obat-obatan dengan pengaruh antikolinergik
akan menghambat paling kuat pengeluaran saliva. Obat-obatan dengan
pengaruh anti β-adrenergik (yang disebut β-bloker) terutama akan
menghambat sekresi saliva mukus (Amerongen, 1992). Terdapat kurang
lebih 400 jenis obat-obatan yang dapat menyebabkan xerostomia.
Golongan-golongan utama dari obat-obatan tersebut adalah antihistamin,
antidepresan, antikolinergik, anti anorexia, anti hipertensi, anti
psikotik, anti parkinson, diuresis, dan sedatif. Sebagian besar efek
xerogenik dari obat-obatan tersebut bersifat sementara (Bartels,
2005).
4. Gangguan kelenjar saliva
Gambaran penyakit dengan sel-sel asinar dan sel-sel duktus
kelenjar saliva yang berkurang atau mengecil, mengakibatkan penurunan
sekresi saliva, seperti; aplasi atau hipoplasi kelenjar saliva mayor
pembawaan, atropi kelenjar saliva karena ketuaan atau penyinaran,
penyumbatan muara pembuangan oleh batu saliva, tumor, penyakit
autoimun, radang kelenjar saliva (Amerongen, 1992).
5. Penyinaran daerah kepala-leher
Gangguan fungsi kelenjar saliva setelah penyinaran dengan sinar
ionisasi pada daerah kepala-leher sudah banyak diketahui. Jumlah dan
keparahan kerusakan jaringan kelenjar saliva tergantung dosis dan
lamanya penyinaran (Amerongen, 1992). Pada perawatan untuk kanker
mulut, untuk kondisi neoplastik di kepala dan leher, atau pada
iradiasi mantel atau iradiasi tubuh total (TBI) sebelum transplantasi
sel induk haematopoietic (transplantasi tulang sumsum) (Scully, 2008).
6. Fisiologi
Sensasi mulut kering yang subyektif terjadi setelah pembicaraan
yang berlebihan dan selama berolahraga. Pada keadaan ini ada dua
faktor yang ikut berperan. Bernafas melalui mulut yang terjadi pada
saat olah raga, berbicara atau menyanyi, juga dapat memberi efek
kering pada mulut. Selain itu, juga ada komponen emosional, yang
merangsang terjadinya efek simpatik dari sistem saraf otonom dan
menghalangi sistem saraf parasimpatik, sehingga menyebabkan
berkurangnya aliran saliva dan mulut menjadi kering. Sebagian besar
orang mengalami sensasi mulut kering sebelum melakukan tanya jawab
yang penting atau sebelum berpidato (Gayford dan Haskell, 1990).
7. Agenisis dari kelenjar saliva
Sangat jarang terjadi, tetapi kadang-kadang pasien memang
mempunyai keadaan mulut yang kering sejak lahir. Hasil sialograf
menunjukkan cacat yang besar dari kelenjar saliva (Gayford dan
Haskell, 1990).
8. Karena penyumbatan hidung
Pada anak-anak, penyebab penyumbatan hidung yang paling sering
terlihat adalah pembesaran tonsil nasoparingeal (adenoid). Pada orang
dewasa terdapat berbagai macam penyebab, dari penyimpangan keadaan
hidung, polip hidung atau hipertropi rinitis. Semua keadaan tersebut
menyebabkan pasien bernafas dari mulut, tanpa penyumbatan hidung
(Gayford dan Haskell, 1990).
9. Faktor ketuaan dan psikologi
Keadaan mulut yang kering dapat terlihat berupa kesulitan
mengunyah dan menelan, atau kesulitan dalam mempergunakan gigi tiruan.
Mukosa yang kering menyebabkan pemakaian gigi tiruan tidak
menyenangkan, karena gagal untuk membentuk selapis tipis mukous untuk
tempat gigi tiruan melayang pada permukaannya, dan dengan tegangan
permukaan yang berkurang untuk retensi gigi tiruan atas dalam menahan
tekanan kunyah. Bila daerah pendukung gigi tiruan telah terasa nyeri,
trauma dapat berlangsung terus (Gayford dan Haskell, 1990). Menurut
Hasibuan (2002), perubahan atropi pada kelenjar saliva seiring dengan
pertambahan usia, dimana hal ini akan menurunkan produksi saliva dan
mengubah komposisinya (Hasibuan, 2002).
10. Penyakit kelenjar saliva
Selain sindrom sjogren, penyakit-penyakit kelenjar saliva jarang
menimbulkan xerostomia. Penyakit harus mengenai kedua kelenjar parotid
secara bergantian, untuk dapat menimbulkan kerusakan yang menyeluruh
(Gayford dan Haskell, 1990).
2.4.5.1 Perawatan Xerostomia
Segala penyebab yang mendasari xerostomia harus diperbaiki,
dan berbagai upaya harus dilakukan untuk menghindari faktor-
faktor yang dapat meningkatkan kekeringan, seperti lingkungan
yang panas dan kering, makanan kering seperti biskuit, obat-
obatan (misalnya antidepresan tricyclic atau diuretik), alkohol
(termasuk mouthwases), merokok, minuman yang memproduksi
diuresis (kopi dan teh). Bibir mungkin menjadi kering dan
atropik, sehingga harus terus lembab dengan menggunakan pelumas
yang berbahan dasar air atau produk yang berbahan dasar lanolin
(misalnya vaseline). Minyak zaitun, vitamin E atau lip balm juga
dapat membantu (Scully, 2008). Pada kasus yang ringan dapat
dirawat dengan cara banyak minum, dan akan sangat membantu bagi
pasien untuk selalu menyediakan segelas air di samping tempat
tidurnya atau untuk membantu menelan makanan. Larutan kumur
mulut seperti gliserin dari timol juga dapat digunakan pada
beberapa keadaan tertentu. Pemberian warna dan bau tertentu,
juga dapat digunakan untuk pasien tertentu. Larutan kumur yang
mengandung metil selulose 1% dapat membantu keadaan yang parah;
larutan ini tidak berbahaya bila tertelan pasien karena dapat
membantu mendorong makanan ke oesopagus. Obat-obatan dengan efek
parasimpatetik, cukup berbahaya dan tidak efektif (Gayford dan
Haskell, 1990).
Xerostomia juga dapat diatasi oleh beberapa obat-obatan
seperti pilocarpine, cevimeline, dan anethole trithione. Masing-
masing obat tersebut memiliki mekanisme kerja serta kontra
indikasi sebagai berikut:
1. Pilocarpine
Pilocarpine adalah obat yang bersifat kolinergik dan
parasimpatomimetik yang bekerja secara lebih dominan pada
reseptor muskarinik dalam merangsang sekresi saliva. Adapun
kontra indikasinya adalah pada pasien dengan penyakit
asthma, iritis, dan hipotensi. Selain itu efek samping dari
pilocarpine adalah meningkatkan pengeluaran keringat,
gangguan pencernaan, hipotensi, rhinitis, diare, dan
gangguan penglihatan.
2. Cevimeline
Cevimeline adalah obat yang bersifat kolinergik dan
agonis dengan daya tarik yang tinggi pada reseptor
muskarinik yang terletak pada lacrimal dan epithalium
glandula saliva, besarnya pertambahan sekresi eksokrin
glandula dan termasuk pertambahan pengeluaran saliva dan
keringat. Obat ini memiliki kontra indikasi yang sama
seperti pilocarpine, selain itu cevimeline memiliki efek
samping seperti pengeluaran keringat yang berlebihan, mual,
rhinitis, diare, dan gangguan penglihatan. Hal tersebut
sering kali terjadi pada malam hari.
3. Anethole trithione
Anethole trithione adalah obat yang distimulasi dan
disekresikan di dalam empedu juga distimulasikan pada
sistem saraf parasimpatis dan dapat meningkatkan sekresi
dari asetilkolin, stimulasi dari saliva dihasilkan dari
serous sel asini. Obat ini tidak dapat diberikan pada
pasien sjogren sindrom, dan efek sampingnya adalah perut
terasa tidak nyaman dan adanya gas dalam perut atau usus
(Bartels, 2005). Rangsangan sekresi saliva juga dianggap
dapat menanggulangi xerostomia seperti mekanis (mengunyah
makanan keras atau permen karet), kimiawi oleh rangsangan
rasa (asam, manis, asin, pahit, pedas), neuronal (melalui
sistem saraf otonom, baik simpatis maupun parasimpatis).
Bila sialogog (zat yang merangsang sekresi saliva) tidak
memadai pada penderita xerostomia, maka dianjurkan
penggunaan pengganti saliva. Pengganti cairan untuk saliva
hanya dapat menggantikan fungsi paling pokok saliva
manusia, seperti perlindungan, pertahanan dan pembasahan
jaringan lunak dan jaringan keras mulut, dan mempermudah
bicara dan makan (Amerongen, 1992).
BAB 3
KESIMPULAN
a. Saliva adalah cairan kompleks yang terdiri atas campuran sekresi dari
kelenjar saliva mayor dan minor yang ada di mukosa mulut.
b. Tiga kelenjar saliva mayor adalah kelenjar parotis, kelenjar
submandibularis, dan kelenjar sublingualis.
c. Aktivitas pengunyahan (mekanik) akan membuat sekresi saliva menjadi
lebih banyak dan encer.
d. Ph saliva normal yaitu berkisar 6,0-7,4. Dan saliva dengan rangsangan
memiliki Ph lebih alkalin.
e. Jumlah sekresi saliva dipengaruhi oleh adanya rangsangan
f. Apabila volume saliva yang dihasilkan semakin meningkat maka pHnya
juga semakin meningkat.
g. Semakin banyak cairan saliva yang dihasilkan, besar viskositas semakin
kecil sehingga mengakibatkan cairan saliva juga semakin encer.
-----------------------
Fungsi Kelenjar Saliva
Komposisi Kelenjar Saliva
Saliva
Faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
Mekanisme
Kelenjar Saliva Minor
Kelenjar Saliva Mayor
Kelenjar Saliva