POKOK BAHASAN MAKUL: PIDANA 1. Pendahuluan:
HUKUM
a. pengertian Hukum Pidana b. Fungsi Hukum Pidana c. Ilmu Hukum Pidana d. Sumber Hukum Pidana 2. Asas –Asas Berlakunya Hukum Pidana a. asas legalitas (berlakunya (berlakunya menurut waktu) b. asas berlakunya Hk. Pidana menurut tempat; 3. Tind 3. Tindak ak Pidana Pidana (TP) a. Pengertian TP; b. Unsur-Unsur TP; c. Jenis TP; Subjek TP.; Kausalita Kausalitas; s; d. Sifat melawan hukum
Pengertian Hukum Pidana: aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana ( Mezger – Sudarto)
Unsur: perbuatan yang
Unsur: pidana pidana,, yaitu
Memenuhi syarat-syarat
Penderitaan yang se-
Terte T ertentu= ntu= per perbuata buatan n
Ngaja dibebankan kpd.
Jahat,, crime Jahat crime,, perbuat perbuatan an
Orang yang melakukan
Yang Y ang dila dilarang. rang. Yang di-
Perbuatan yang meme-
Lakukan oleh seseorang
Nuhi syarat-syarat Terte T ertentu ntu tsb. tsb. Berup Berupa a: Pidana dan atau
Ada 2 Pengertian Hukum Pidana
1. Ius Poenale: Sama dengan di atas
2. Ius Puniendi: Dalam arti luas: hak dari negara atau alat-alat perleng-\ Kapan negara untuk mengenakan atau mengancam Pidana terhadap perbuatan tertentu Dalam arti sempit: hak untuk menuntut menuntut perkara-perk perkara-perkara ara Pidana menjatuhkan pidana, hak melaksanakan pidana, Yaitu Yai tu hak-ha hak-hak k yang yang dimilik dimilikii oleh oleh badanbadan-bada badan n peradil peradilan.2 an.2
Jenis-jenis Hukum Pidana
1.
Hukum Pidana Materiel;
2.
Hukum Pidana Formiel;
3.
Hukum pidana umum dan hukum pidana khusus;
4.
Hukum pidana yang dikodifikasikan;
5.
Hukum pidana tak dikodifikasikan;
6.
Hukum pidana internasional, nasional, lokal;
7.
Hukum pidana tertulis dan hukum pidana tak tertulis.
FUNGSI HUKUM PIDANA 1. Fungsi Hukum Pidana yang Umum: sama seperti fungsi hukum lainnya, mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam masyarakat.
Hukum pidana mengatur perilaku lahir, bukan dalam batin. Hukum pidana mengatur masyarakat secara
Sambungan:
2. Fungsi Hukum Pidana yang Khusus:
melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya dengan sanksi yang berupa pidana, yg.. yg sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi dalam bidang hk. lain. Kepentingan hukum= hukum= benda-benda
Sambungan fungsi hk. pidana
3. Theorie des psychischen zwanges (ajaran fungsi paksaan psikhis); 4. Fungsi subsider; fungsi Ultimum remedium; 5. Fungsi hukum pidana sebagai “pedang bermata dua” yang “sebagai mengiris dagingnya dagingny a sendiri”.
Ilmu Hukum Pidana Kriminologi
dan
1. Ilmu Hukum pidana
objeknya : Ilmu tentang Hukum yang berlaku. mempelajari norma-norma (aturanaturan hk.), Tujuan mempelajari hukum pidana: agar supaya petugas-petugas hukum dapat menerapkan aturan hukum pidana secara tepat dan adil. Pidana sebagai hal yang tidak
Tugas Ilmu Hukum Pidana: 1. Menganalisis dan menyusun secara sistematis 2. Mencari asas-asas yang menjadi dasar dari
peraturan undang2 pidana; 3. Memberi penilaian terhadap asas-asas itu sen-
diri, apakah asas itu sesuai dengan nilai bangsa yang bersangkutan; 4. Menilai apakah peraturan hukum
Kriminologi 1. Mempelajari kejahatan sebagai fenomena ma-
syarakat, mempelajari sebab-sebab terjadinya kejahatan; 2. Mempelajari bagaimana pemberantasan keja-
hatan; 3. Arti kejahatan di sini adalah perbuatan yang bertentangan dengan tata yang ada
Sumber-sumber Hukum Pidana 1. Sumber Hukum Pidama Tertulis: a. KUHP ( WvS) – UU No. 1 / 1946 jo. UU No. 73 / 1958; b. MvT; c. Peraturan-peraturan Pidana di luar KUHP. 2. Sumber Hukum Pidana yang tidak tertulis. a. Hukum pidana adat b. Muncul dalam asas kesalahan.
Pembaharuan KUHP (WvS) Antara lain dengan UU: 1. UU No. 1 /1946; 2. UU No.20/ 1946; 3. UU No. 73 / 1958; 4. UU no. 1/ 1960; 5. Perpu No. 16/ 1960; 6. Perpu No. 18 / 1960; 7.UU No. 1 PNPS 1965; 8. UU No. 7 / 1974; 9. UU No. 4 / 1976; 10. UU No. 3 / 1997
Bagian Umum dan bagian Khusus KUHP 1. Buku I KUHP sebagai bagian umum: artinya Buku I KUHP berlaku bagi seluruh lapangan hukum pidana ( dalam KUHP dan di luar KUHP), kecuali ada ketentuan di luar KUHP yang menentukan lain. Dasarnya Pasal 103 KUHP ( sebagai Pasal jembatan). Jadi ketentuan tentang: - percobaan, penyertaan, daluarsa, daya paksa, pembelaan terpaksa/darurat, berlaku juga bagi uu di luar KUHP. 2. Buku II dan III KUHP sebagai bagian khusus, tentang Kejahatan dan
Dasar hukum berlakunya Hukum Pidana Adat 1. Hukum pidana adat untuk beberapa
daerah masih harus diperhitungkan. 2. Dasar hukum berlakunya Hk pidana adat: - Pasal 131 I.S. jo. Algemene Bepalingen van Wetgeving - UUD Sementara 1950 juga mengatur; - UU Darurat No. 1 / 1951, pada Pasal 5 ayat (3)
Ketentuan Pidana Adat dalam UU Darurat no. 1/1951 Tindak pidana adat
Yang tidak ada Bandingnya/tidak mirip Dalam KUHP
1.
2.
Dipidana maksimal 3 bulan penjara dan/denda Rp 500,sebagai hukuman pengganti Bila oleh hakim dirasa kurang adil maka dapat dipidana penjara mak. 10 th.
Yang mirip/ hampir Sama dengan KUHP
1. Maka hakim akan
memidana dengan Pasal KUHP yang paling mirip dengan perbuatan tersebut. 2. Contoh kejahatan kesusilaan dan zinah.
ASAS-ASAS BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU (ASAS LEGALITAS) Diatur dalam Pasal 1ayat (1) KUHP
Tindak pidana harus Dirumuskan dalam s Suatu peraturan UU
Konsekuensinya: 1. Hukum titidak tertulis tidak berkekuatan untuk diterapkan 2. Larangan Analogi
Peraturan undang-undang Harus ada sebelum terjaDinya tindak pidana (lex temporis delictie)
Peraturan undang-undang pidana tidak Boleh retro- aktif (berlaku surut). Untuk : 1. menjamin kebebasan individu; 2. Adanya ajaran paksaan psikhis 3. Tidak berlaku surut dapat diterobos oleh pembentuk uu ( hak pembentuk uu)
Mengapa ada larangan analogi dalam hukum pidana
Analogi memperluas suatu Peraturan
Tokoh yang melarang Analogi: Simons, Van Hattum
Pelarangan sudah ada Dengan adanya ketentuan Pasal 1 ayat (1) KUHP Analogi memberi kesempatan Tindakan sewenang-we sewenang-wenang nang Penguasa.
Tokoh yang membolehKan analogi: Pompe Jonkers, Taverne Dengan alasan analogi Sama dengan penafSiran ekstensif.
Macam-macam penafsiran
1. Penafsiran menurut tata bahasa 2. Penafsiran sistematis 3. Penafsiran sejarah 4. Penafsiran otentik 5. Penafsiran ekstensif / 6. Penafsiran teleologis 7. Penafsiran futuristik
4. FUNGSI ASAS LEGALITAS (NICO KEIJZER) 1. Fungsi asas legalitas berhubungan
dengan sifat hukum pidana untuk melindungi rakyat terhadap kekuasaan pemerintah. 2. Fungsi asas legalitas: legalitas: a. fungsi melindungi b. fungsi instrumen instrumental tal
5. ADA 7 ASPEK ASAS LEGALITAS MENURUT NICO KEIJZER
1. Tidak dapat dipidana, kecuali menurut uu 2. Tidak ada penerapan uu pidana secara analogis; 3. Tidak dapat dipidana hanya berdasar kebiasaan; 4. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana; 5. Tidak ada pidana lain,kecuali ditentukan dalam UU 6. Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan dalam UU;
PENGECUALIAN: boleh retroaktif, apabila :
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP: “jika sesudah sesudah perbuatan perbuatan dilakukan ada perubahan Dalam perundang-undangan, maka dipakai aturan Yang paling ringan bagi terdakwa”.
Di Inggris, yang Diterapkan adalah Uu pada waktu Delik dilakukan
Di Swedia, yang Diterapkan adalah Uu yang baru
Kapan dikatakan ada perubahan ? 1. Menurut Ajaran Formiel: “ada perubahan apabila ada perubahan teks dari undangundang pidana. 2. Menurut ajaran Materiel Terbatas: “ada peru-
bahan apabila ada perubahan keyakinan dalam hukum pidana; 3. Menurut ajaran Materiel tak terbatas:” setiap perubahan dalam perundang-undangan digunakan untuk keuntungan terdakwa.
Kapan peraturan dikatakan menguntungkan terdakwa? 1.Menguntungkan dilihat tentang pidananya ( jenis pidana dan tinggi rendahnya jumla ju mlah h sanksi pidana); 2.Menguntungkan dilihat pula dari segala sesuatu yang mempunyai pengaruh terhadap penilaian tindak pidana in
Asas- Asas Ruang Lingkup berlakunya Hukum Pidana menurut tempat Asas ini membahas masalah tentang “ dimana saja hukum pidana Indonesia dapat diberlakukan ?
Asas Teritorial; Asas Personalitas; Asas Perlindungan; Asas Universal.
1. Asas
Teritorial
a. Dasar Ketentuan: Pasal 2 KUHP
“ aturan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di wilayah Indonesia”. b. Setiap Orang: 1) WNI, 2) WNA c. Wilayah Indonesia: 1) Darat; 2) Laut; 3) Udara; 4) kapal laut Indonesia; 5) kapal udara Indonesia.
Asas teritorial dalam RUU KUHP Pasal 3 RUU: “Ketentuan pidana Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan : a. t.p. di wilayah Negara RI; T.p.. dala dalam m ka kapa pall atau atau pe pesaw sawat at un unda dara ra b. T.p RI c. T.p T.p.. di di bida bidang ng tek tekno nolog logii infor informa masi si yan yang g akibatnya dirasakan dirasakan atau terjadi terjadi di wilayah Indonesia dan dalam kapal atau pesawat udara RI.
4. Asas Universal 1. Hukum pidana berlaku:
a. siapa saja b. di dalam atau diluar negeri; c. melakukan TP yang menyangkut kepentingan internasional 2. Masalah Locus delicti a. Ajaran perbuatan Materiel b. Teori Instr Instrumen umen (bekerjanya alat) c. Teor eorii aki akibat bat..
2. Asas Personalitas (Nasional Aktif) a. Pengertian : Pasal 5 KUHP “ aturan hukum pidana Indonesia berlaku bagi setiap warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar negeri”. tersebut: keamanan negab. Tindak pidana tersebut: ra; martabat presiden; penghasutan, bigami dan perampokan; dan t.p. sebagai kejahatan, yang di negara asing diancam pidana.
Asas Personalitas (Nasional Aktif) dalam RUU KUHP
Sama dengan di atas, hanya ada ketentuan: “Ketentuan asas personalitas ini tidak berlaku untuk tindak pidana yang hanya diancam dengan denda kategori I dan kategori II” Denda kategori I mak Rp 1.500.000,denda kategori II mak Rp 7.500.000,-
3. Asas Perlindungan (asas nasional pasif) a. Pasal 4 KUHP” secara singkat: “hukum
pidana Indonesia berlaku bagi siapa saja,, yang menyerang kepentingan saja umum (Indonesia), (Indonesia), baik yang dilakukan oleh WNI, maupun WNA, di luar negeri. b. Tin Tinda dak k pida pidana na ya yang ng me meny nyer eran ang g kepentingan Indonsia: kejahatan keamanan negara; martabat presiden; kejahatan materai / merk/mata uang; surat2 berharga; surat hutang dll.
Asas Nasional pasif dalam RUU KUHP
a. b. c. d.
Sama dengan KUHP, hanya ditambah dengan jenis tindak pidana: T.p kes kesela elama matan tan/ke /keam aman anan an bangunan,peralatan, aset nasional; T.p kes kesela elama matan tan /ke /keam aman anan an pe pera ralata latan n komunikasi komun ikasi elektronik; Tinda Tin dak k pida pidana na kor korup upsi; si; da dan n / ata atau u Tinda Tin dak k pida pidana na pe penc ncuc ucian ian ua uang ng.. (Pasal 2 RUU).
4. Asas Universal a. Hukum pidana Indonesia berlaku:
1) siapa saja 2) di dalam dan di luar negeri; 3) melakukan tindak pidana yang menyangkut kepentingan internasional. misal: pemalsuan uang, narkotika. pembajakan kapal b. Asas Universal berhubungan dengan asas penyelenggaraan hukum dunia atau ketertiban dunia.
5. Kekecualian asas
berlakunya asas-
a. Ketentuan Pasal 9 KUHP: “ berlakunya Pasal 2-5, 7, 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam hukum internasional.” b. Yaitu kepada: Kepala Negara asing, dutaduta besar; anak kapal perang asing, mereka mempunyai kekebalan (immunitas), sehingga asas-asas tadi tak berlaku. Maka kalau mereka melakukan tindak pidana, akan di kirim ke negara masing-masing untuk diadili.
6. Tempat terjadinya Tindak Pidana (Locus delicti)
“ Penentuan tempat terjadi terjadinya nya tindak pidana ini untuk menentukan pengadilan negeri mana yang berwenang mengadili.”
Ada 3 teori untuk menentukan lokasi terjadinya tindak pidana, yaitu: Teori ori Pe Perb rbua uatan tan ma mater teriel iel (jas (jasma mania niah) h);; 1. Te 2. Te Teori ori ins instru trume men n (ala (alat) t) Teori ori Aki Akiba bat. t. 3. Te
Locus delicti menurut RUU KUHP Pasal 10 RUU: Tempatt tinda Tempa tindak k pida pidana na ad adala alah: h: a. Te Temp mpat at pe pemb mbua uatt mela melaku kuka kan n perbuatan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan; b. Te Temp mpat at ter terjad jadiny inya a akib akibat at yan yang g dimaksud dalam per-uu-an atau tempat yang menurut perkiraan pembuat akan terjadi akibat tersebut.
TINDAK PIDANA (STRAFBAAR FEIT) 1. Istilah terjemah terjemahan an Strafbaarfeit:
a. peristiwa pidana;’ b. perbuatan pidana; c. perbuatan yang dapat dihukum; d. tindak pidana. 2. Pengertian dan Unsur Tindak Pidana: a. Pengertian menurut pandangan Monistis; b. Pengertian menurut Dualistis.
1. Menurut pandangan Monistis a. Tok Tokoh oh : Simo Simons, ns, va van n Ham Hamel, el, Me Mezge zger, r,
Karni, Bauman, Wirjono Pradjodikoro. b. Strafbaar feit adalah : perbuatan, yang diancam pidana, bersifat melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. c. Pandangan monistis tidak memisahkan antara perbuatan dan orang yang melakukan perbuatan itu.
2. Menurut D Simons a. Unsur Objektif dan Unsur Subjektif dari strafbaarfeit, yaitu:
1) Perbuatan manusia (yang positif atau negatif, atau membiarkan); 2) diancam dengan pidana; 3) Melawan hukum;’ 4) dilakukan dengan kesalahan; 5) oleh orang yang mampu bertanggung jawab. b. 1 s/d 3 adalah unsur objektif, 4-5 adalah unsur subjektif.
3. D. Hazewinkel-Suringa Unsur Tindak Pidana, meliputi: a. Tia Tiap p delik delik ter terda dapa patt unsu unsurr tind tindak ak seseorang; b. Ada yang menyebut akibat; c. Unsur psychis (dolus, culpa); d. Keada Keadaan an objektif, keadaan subjektif; e. Syarat tambahan; f. Unsur sifat melawan hukum
4. Unsur TP menurut RUU KUHP Pasal 11 RUU: Tindak ak pidan pidana a adalah adalah perbu perbuatan atan me melakuka lakukan n atau (1) Tind
tidak melakukan sesuatu yang oleh peraturan peruu-an dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana.
(2)
Untuk dinyatakan sebagai tindak pidana selain perbuata tersebut dilarang dan diancam pidana, harus juga berbersifat melawan hukum atau bertentangan dengan kesadaran hukum masyarakat.
5. Pandangan Dualistis Toko koh:V h:Vos os,, Pom Pompe pe,, Moej Moejatn atno, o, a. To b. Pengertian menurut Dualistis: Strafbaarfeit adalah: “ Perbuatan, yang memenuhi rumusan undang-undang pidana, dan bersifat melawan hukum.” c. Pandangan dualistis, memisahkan mem isahkan antara perbuatan dan orang yang melakukan erbuatan itu.
6. Pandangan Sudarto Syarat Pemidanaan
Ada perbuatan: 1. Me Meme menu nuhi hi ru rumu musa san n 2. Be Bers rsif ifat at mel melaw awan an huk hukum um
Ada orang yang Melakukan perbuatan 1. Ma Mamp mpu u bert bertan angg ggun ung g Jawab 2. Bersifat dolus atau culpa 3. Tidak ada alasan pemaaf
Rumusan Tindak Pidana 1. Rumusan tp penting karena sesuai dengan prinsip kepastian, sehingga masyarakat tahu mana yang dilarang. 2. Peristiwa yang terjadi secara nyata harus masuk dalam rumusan, artinya perbuatan itu mencocoki rumusan delik dalam undang-undang. 3. Agar peristiwa itu masuk dalam rumusan maka perbuatan itu harus mempunyai sifat-sifat atau ciri-ciri dari delik dalam uu. 4. Kalau semua unsur dalam rumusan itu terdapat di dalam uu, maka berarti bahwa perbuatan itu memenuhi atau mencocoki rumusan delik.
sambungan
5. Ada 3 macam perumusan norma dalam uu: a. menyebutkan satu persatu unsur perbuatan; b. hanya menyebut kualifikasi dari delik. c. penggabungan a dan b. 6. Cara penempatan norma dan sanksi: a. penempatan norma dan sanksi sekaligus b. penempatan terpisah;
Jenis –jenis tindak pidana Kejahatan – Pelanggaran; Delik formil – delik materiel; Delik commissiones, delik omissiones; Delik dolus, delik culpa; Delik tunggal, delik bergan berganda; da; Delik aduan, delik bukan aduan: Delik sederhana, delik ada pemberatannya; 8. Delik ekonomi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
SUBJEK TINDAK PIDANA 1. ORANG 2. KORPORASI
HUBUNGAN SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS) TEORI EKIVALENSI TEORI INDIVIDUALISASI TEORI GENERALISASI TEORI YANG DIGUNAKAN DALAM YURISPRUDENSI 5. KAUSALITAS DALAM HAL TIDAK BERBUAT: A. TEORI BERBUAT LAIN B. TEORI BERBUAT SEBELUMNYA C. TEORI KEWAJIBAN HUKUM UNTUK BERBUAT 1. 2. 3. 4.
SIFAT MELAWAN HUKUM 1. SIFAT MELAWAN HUKUM FORMIL 2. SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL
Hukum pidana HUKUM YANG MENGATUR SYARAT-SYARAT/ASAS SYARAT-SYARA T/ASAS PEMIDANAAN
TINDAK PIDANA DAAD (UNSUR OBJEKTIF)
ORANG YANG MELAKUKAN (DADER) UNSUR SUBJEKTIF
PERAN KORBAN (VIKTIM)
TUJUAN PIDANA
KESALAHAN, Tiada Pidana Tanpa kesalahan, Geen staf zonder schuld UNTUK MENJATUHKAN PIDANA, SELAIN MELIHAT PERBUATAN JUGA MELIHAT ORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN ITU, DIMANA ORANG TERSEBUT HARUS BERSALAH ATAU MEMPUNYAI KESALAHAN.
ADANYA KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB
ADANYA KESENGAJAAN, KEALPAAN Dolus, culpa
TIDAK ADA ALASAN PEMAAF
PENGERTIAN KESALAHAN
PENGERTIAN KESALAHAN SECARA PSIKOLOGIS: Yaitu kesalahan hanya dipandang sebagai hubungan psikologis (batin) antara pembuat dan perbuatannya. Maka kesalahan disini bisa berupa kesengajaan atau kealpaan. Kesengajaan berarti menghendaki perbuatannya dan segala akibatnya, sedang pada kealpaan tidak menghendaki akibatnya.
PENGERTIAN KESALAHAN SECARA NORMATIF Yaitu Y aitu untuk menentuk menentukan an kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap batin tetapi harus ada unsur penilaian normatif. Penilaian normatif yaitu penilaian dari luar dengan memakai ukuran-uk ukuran-ukuran uran yang terdapat dalam masyarakat, masyarak at, ialah apa yang seharusnya diperbuat oleh masyarakat. Jadi kesalahan kesalahan berada dalam ukuran-ukuran pemikiran orang lain.
Berbagai pengertian kesalahan menurut doktrin / sarjana 1.
2.
Mezger : kesalahan adalah keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat tindak pidana. Simons : kesalahan sebagai dasar untuk pertanggung jawaban dalam hukum hukum pidana pidana ia berupa keadaan psikhis dari si pembuat dan hubungannya terhadap perbuatannya, perbuatann ya, jadi keadaan jiwanya dapat dicelakan kepada si pembuat.
3.
Pompe : sifat melawan hukum adalah segi luar dari pelanggaran norma, norma, dan kesalahan adalah segi dalam dari pelanggaran norma. Kesalahan berarti akibatnya dapat dicelakan
4.
Sudarto : bersalah dalam arti patut dicela di cela menurut hukum,, tidak secara etis. hukum
5.
Moeljatno: adanya kesalahan terdakwa harus: melakukan perbuatan pidana (s.m.h); mampu bertanggung jawab,
KEMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB PENGERTIAN 1.
2.
3.
Simons : kemampuan bertanggung jawab dapat diartikan sebagai suatu keadaan psikhis sedemikian yang membenarkan membenark an adanya penerapan suatu upaya pemidanaan, dilihat dari sudut umum maupun dari orangnya. Dan jika jiwanya sehat yaitu: mampu mengetahui atau menyadari bahwa perbuatannya bertentangan dengan hukum, dan dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan kesadaran tersebut. Van hamel: hamel: suatu suatu keadaan keadaan normalitas psichis dan kematangan (kecerdasan) (kecerdasan) yang membawa 3 kemampuan:: ia mampu mengerti nilai dari akibat-akibat kemampuan perbuatannya perbuatann ya sendiri; mampu menyadari, bahwa perbuatannya perbuatann ya tidak tid ak diperbolehkan; mampu untuk menentukan kehendak sesuai dengan kesadaran tersebut. MvT: tidak ada kemampuan apabila: tidak ada a da kebebasan memilih antara berbuat dan tidak berbuat; tidak dapat
4. Moeljatno: adanya kemampuan bertanggung jawab harus ada: a. kemampuan untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baikdan yang buruk, yang sesuai dengan hukum dan yang melawan hukum b. kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan tadi.
Ketentuan kemampuan Bertanggung jawab Dalam KUHP
Diatur dalam Pasal 44 KUHP: “ Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya, karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. Isi Pasal 44 KUHP: penentuan keadaan jiwa si pembuat p embuat oleh 2. psikhiater,dan penentuan hubungan kausal antara keadaan jiwa dengan perbuatannya oleh hakim. Pasal 44 44 bersifat Deskriptif – Normatif. Normatif. 3. 1.
kekurang mampuan Bertanggung jawab sebagian 1.
2. 3. 4.
Kleptomanie, ialah penyakit jiwa yang berujud doronga kuat dan tak tertahan untuk mengambil barang milik orang lain., tetapi tak sadar bahwa perbuatannya dilarang. Pyromanie, penyakit jiwa yang berupa kesukaan membakar tanpa ada alasan yang jelas sama sekali. Claustrophobie, Claustrophob ie, penyakit jiwa ketakutan untuk berada di ruang sempit, maka ia akan memecah barangbarang didekatnya. Penyakit yang merasa merasa dikejar-kejar oleh musuhn musuhnya. ya.
Keadaan Mabok ? Dibuat mabok oleh orang lain; 1. 2. Mabok sendiri. 3. Di Indonesia, meminum minuman keras / alkohol bukan sebagai kebiasaan yang dapat diterima.
Apabila ada keragu-raguan Tentang Kemampuan bertanggung jawab Ada dua pendapat:
Si pembuat tetap dapat dipidana, dengan dasar pemikiran bahwa kemampuan bertanggung jawab adalah dianggap ada selama tidak dibuktikan sebaliknya;
Si pembuat pembuat tidak dipidana, dasar dasar pemikiran pemikiran dalam hal hal adanya keragu-raguan maka harus diambil keputusan yang menguntungkan tersangka. tersangka. (In dubiu pro reo). Tidak mudah mudah untuk untuk menentukan batas yang yang tegas antara mampu mampu dan tak mampu bertanggung jawab. Orang yang dinyatakan sakit maka diputus untuk dimasukkan RS jiwa., untuk diobati. diobati.
2.Kesengajaan (dolus, intent. Opzet.) Pengertian kesengajaan
Menurut MvT: Kesengajaan Sebagai Menghendaki Dan mengetahui (willens en Wettens)
Teori-teori kesengajaan
1. Teor orii kehend ndaak (wills theorie) 2.Teori pengetahuan (membayangkan) (voorstellings Theorie) 3. Teori Apa boleh buat
Corak kesengajaan
1. Kesengajaan sebagai maksud; 2. Kesengajaan dengan sadar kepastian 3. Kesengajaan sadar kemungkinan.
Teori Kesengajaan
1. Teori Ke Kehendak (wills theorie) a. Kehe Kehend ndak ak ada adala lah h untu untuk k mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang2 b. Aki Akiba batt –ak –akiba ibatt yan yang g tim timbul bul yang tidak dikehendaki dianggap dikehendaki. c. Tokoh : Von Hippel, Simons, Zevenbergen
2. Teori membayangkan (Voorstelings- theorie) a. Se Senga ngaja ja be berar rarti ti me memba mbayan yangka gkan n akan timbulnya akibat perbuaatannya; b. Or Oran ang g ta tak k bi bisa sa me meng nghe hend ndak akii akibat, hanya dapat membayangkan apa yang akan terjadi pada waktu ia berbuat. c. Ak Akiba ibatt lain lain yan yang g menye menyerta rtaii akan akan dibayangkan akan terjadi. d. Tokoh: Frank
Corak Kesengajaan 1. Kesengajaan dengan maksud (dolus directus) 2. Merupakan kesengajaan sederhana, yaitu bertujuan untuk menimbulkan akibat yang pasti terjadi.
Kesengajaan sadar kepastian 1.Dalam hal ini ada 2 akibat, yaitu akibat yang dikehendaki dan akibat yang pasti terjadi , 2. Akibat yang lain tetap dipertanggung jawabkan kepada pelaku. 3. kasus :Periustiwa kapal Thomas dari Bremerhaven
Kesengajaan dengan Sadar kemungkinan 1. Ada Ada hal hal-h -hal al ya yang ng mungkin akan terjadi maka hal itu menjadi tanggung jawab pelaku. 2. Co Cont ntoh oh : kas kasus us pe peng ngiiriman roti beracun dari Hoorn.
Apakah untuk adanya kesengajaan si pembuat harus menyadari bahwa perbuatannya itu dilarang (bersifat (bersi fat melawan hukum) ? Ada 2 pendapat Sifat kesengajaan Itu berwarna Bahwa kesengajaan mencakup Pengetahuan si pembuat bahwa Perbuatannya itu dilarang maka harus ada Hubungan batin antara Keadaan batin dengan Sifat melawan hukumnya perbuatan
Kesengajaan Tidak berwarna Bahwa untuk adanya Kesengajaan cukuplah Bahwa si pembuat itu Menghendaki perbuatan Yang dilarang itu. Pelaku tak perlu tahu Perbuatannya itu dilarang (sifat melawan hukum).
Kesesatan/ kekeliruan, error in objecto, error in persona, aberatio ictus 1. Kesesatan mengenai Peristiwanya; 2kesesatan mengenai hukumnya
1. Er Errror in in ob objecto: Objek sama tidak menguntungkan pelaku Objek lain, maka menguntungkan pelaku 2. Er Errror in pe perso sona na: tak tak ada artinya, tetap dipidana.
Aberatio Ictus: A menembak B, tapi Mengelak maka kena C. Jadi : 1. Pe Perc rcob obaa aan n pemb pembuunuhan terhadap B 2. Me Meny nye eba babk bkan an matinya C.
Macam-macam Kesengajaan
1. Do Dolus lus Premo Premodit ditat atus us;; 2. Do Dolus lus dete determi rmina natu tus, s, indeterminatus; 3. Dolus alternativus;’ 4. Dolus indirektus, versari in re illicita; 5. Dolus directus; 6. Dolus generalis;
1. 2. 3.
4. 5. 6.
7.
Dolus premeditatus: premeditatus: kesengajaan dengan rencana lebih dahulu; Dolus determinatus : kesengajaan dengan tertuju yang sudah pasti; Dolus indeterminatus: indeterminatus: kesenga kesengajaan jaan yang tidak tertuju pada hal tertentu: misal : menembak segerombolan orang; Dolus alternativus: alternativus: sengaja tertuju pada A atau B. Dolus indirectus , Versari in re illicita : akibatakibat lain termasuk yang dikehendaki pula; Dolus generalis: generalis: sengaja berbuat serangkaian perbuatan (mencekik, memukul, melempar ke sungai). Dolus directus: sengaja yang ditujuka ditujukan n kepada perbuatan, dan akibatnya
KEALPAAN (CULPA, NALATIGHEID, RECKLENESS,NEGLIGENCE, SEMBRONO, TELEDOR) 1.
Pengertian : a. Hazewinkel – Suringa: kealpaan sebagai: kekurang penduga-dug penduga-duga a atau kekurangan penghati-hati; b. Van Hamel: kealpaan mengandung dua syarat: tidak meng mengadakan adakan penduga-duga sebagaimana sebagaim ana diharuskan oleh hukum. Tidak nengadakan penghati-hati sebagaim sebagaimana ana diharuskan oleh hukm c. simons: kealpaan mengandung dua unsur: tidak adanya penghati-hati, di samping dapat diduganya akibat. d. Pompe: ada 3 macam yang masuk masuk kealpaan: dapat mengirakan timbulnya akibat; mengetahui
2. Menetapkan adanya kealpaan ? a. ditetapkan secara normatic, dan tuidak secara psikologis b. Haruslah ditetapkan dari luar bagaimana seharusnya ia berbuat dengan mengambil ukuran sikap batin orang lain pada umum umumnya nya apabila dalam situasi yg sama apabila ada situasi dan kondisi baik yang sama. Hakimlah yang harus menilai sesuatu pertbuatan in concreto”, dengan ukuran norma penghati atau penduga-duga, seraja memperhitungkan keadaan pribagi si pelaku, c. dapat mengg menggunakan unakan ukuran apakah ia kewajiban untuk berbuat lain, dengan kewajiban yang telah ditentukan undang-undang atau dari luar undang-undang.
JENIS-JENIS KEALPAAN KEALPAAN DISADARI
Si Pembuat dapat Menyadari tentang Apa yang Dilakukan Beserta akibatnya Akan tetapi Ia percaya Dan mengharapkan Tidak akan terjadi
KEALPAAN TIDAK DISADARI
Si pembuat melakukan Sesuatu yang Tidak menyadari Kemungkinan akan Timbulnya Sesuatu akibat Padahal Seharusnya ia Dapat menduga sebelumnya
PERSOALAN KEALPAAN PADA TP PELANGGARAN 1.
2.
Pada pelangg pelanggaran aran apakah diperl diperlukan ukan sikap batin si pembuat, karena pelanggaran berlaku ajaran fait materie materiel. l. Pada pelanggaran dengan adanya arrest Air dan Susu ( 1916), ada perkembangan: a. ajaran fait materiel pada pelanggaran ditinggalkan b. Diakuinya pertama kali ajaran tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld); (Simons sejak 1884 sudah menentang ajaran fait materiel).
ALASAN PENGHAPUS PIDANA 1. Alasan dlmDiri pelaku 2. Alasan di luar diri pelaku
1. Alas Alasan an peng pengha hapu pus s Pidana umum (KUHP) 2. Alas Alasan an Peng Pengha hapu pus s Yang khusus (diluar KUHP)
Pembagian menurut Doktrin 1. Alasan Pembenar 2. Alasan Pemaaf
Alasan-alasan penghapus pidana Di dalam diri orang
1.
Pertumbuhan jiwa yang tidak sempurna atau terganggu karena penyakit (Pasal 44 KUHP)
2.
Umur yang masih muda Alasan-alasan penghapus pidana Di luar orang
1.
Daya paksa (overmach –Pasal 48 KUHP)
2.
Pembelaan terpaksa (Pasal 49)
3.
Melaksanakan UU (Pasal 50)
4.
Melaksanakan Perintah Jabatan ( Pasal 51)
Alasan penghapus pidana Yang umum
Yaitu alasan penghapus pidana yang berlaku bagi semua tindak pidana (delik) 1.
Pasal 44
2.
Pasal 48 s/d pasal 51 KUHP Alasan Penghapus pidana Yang khusus
1.
Pasal 166 KUHP
2.
Pasal 221 ayat (2) KUHP
Alasan Pembenar
1.
Pasal 49 ayat (1) 2. Pasal 50; 3. Pasal 51 ayat (1)
KUHP
Alasan Pemaaf
1. 2. 3. 4.
Pasal Pasal Pasal Pasal
44 KUHP 48 KUHP 49 ayat (2) KUHP 51 ayat (2) KUHP
ALASAN PENGHAPUS PIDANA DALAM KUHP 1.
2.
3.
PASAL 44 KUHP PASAL 44 KUHP: alasanalasan-alasan alasan seseorang tidak dipidana dengan alasan : 1) kurang sempurna akal/jiwanya; 2) terganggu karena penyakit. Pada umumnya orang dianggap normal, kecuali kalau ada tanda-tanda tidak normal, maka baru diperiksa. Orang yang jiwanya tidak sehat, tidak berarti tidak berbahaya bagi orang lain, maka hakim diberi wewenang agar orang tersebut diperintahkan dimasukkan ke RS jiwa, dan yang menyatakan sembuh adalah dokter jiwa bukan hakim. (Pasal 44 (2)).
PASAL 48 KUHP (DAYA PAKSA, OVERMACHT) “TIDAK DIPIDANA DI PIDANA SESEORANG YANG MELAKUKAN PERBUATAN YANG DIDORONG OLEH DAYA PAKSA” Arti Daya Paksa: Paksa: setiap kekuatan, setiap paksaan atau tekanan yang tidak dapat ditahan. 2. Daya Paksa dibedakan : a. vis absolut (paksaan absolut); b. vis compulsiva (paksaan relatif). 3. Contoh paksaan absolut: tangan dipaksa memukul; pengaruh hipnose; orang dipanggil jadi saksi bers bersamaa amaan n waktuny waktunya. a. 1.
4.
Vis compulsiva: compulsiva: yaitu paksaan relatif, paksaan itu sebenarnya dapat ditahan, tetapi dari orang tadi di dalam paksaan tidak dapat diharapkan bahwa ia akan mengadakan perlawanan ( karena pengaruh daya paksa). Contoh : kasir ditodong penjahat dengan pistol, maka kasir terpaksa menyerahkan uang pada penjahat.maka kasir dalam keadaan daya paksa.
5.
Antara sifat paksaan dari pihak lain dan kepentingan hukum yang dilanggar oleh si pembuat di lain pihak harus ada keseimbangan . Orang dalam keadaan yang sulit yang samasama buruknya. Paksaan datang dari luar diri si pembuat dan lebih kuat dari padanya.
DAYA PAKSA DALAM BENTUK KEADAAN DARURAT Keadaan Darurat adalah daya paksa yang datang dari luar perbuatan orang. Jenis s Keada Keadaan an Darura Daruratt : 1. Jeni a. perbenturan antara dua kepentingan; b. perbenturan antara kepentingan hukum dan kewajiban hukum; c. perbenturan antara kewajiban hukum dengan kewajiban hukum. hukum. 2. KUHP tidak mengatur Keadaan Darurat 3. Keadaan darurat ada yang menyebut alasan
Jenis Keadaan Darurat Perbenturan dua Kepentingan Contoh: Carneades”” . Ada dua orang Hukum“Papan dari Carneades
yang karena kapalnya kapalnya karam dan dan hanya berpegangan berpegangan papan yang hanya dapat dimuati satu orang. Maka orang yang satu mendorong temannya sehingga tenggelam dan mati. Orang yang yang mendorong mendorong tersebut tidak dapat dipidana, karena dalam keadaan darurat darurat.. Naluri orang itu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Jenis Keadaan Darurat Perbenturan kewajban Hukum Dengan Kepentingan Hukum Contoh: Kasus Toko Kacamata ( Arrest Arrest Opticien). Opticien).
Jenis Keadaan Darurat Perbenturan antara kewajiban Hukum dengan Kewajiban Hukum
Contoh : *Kasus Dokter Angkatan Laut; Seseorang yang dipanggil menjadi saksi dua tempat dengan waktu yang bersamaan *Seseorang Mencuri karena lapar.
Keadaan Darurat sebagai alasan Pembenar, karena keadaan darurat menghilangkan sifat melawan hukumnya perbuatan yang telah dilakukan.
Pasal 49 (1) KUHP Pembelaan Darurat (Noodweer)
Isi Pasal 49 (1) KUHP “ Barang siapa terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum, terhadap terhadap diri sndiri atau orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan kesusilaan atau harta benda sendiri atau orang lain, tidak dipidana.” Syarat-syarat Pembelaan Darurat: a. ada serangan ( seketi seketika, ka, yang langsung mengancam, melawan hukum, sengaja ditujukan pada badan, kesopanan dan harta benda. b. ada Tindakan Pembelaan: pembelaan perlu diadakan; serangan terhadap : badan; badan; peri peri kesopanan, kesopanan, harta benda;
Pembelaan Darurat yang melampauan batas pembelaam darurat (Noodweer Exces)
Diatur dalam Pasal 49 49 (2): “Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabk disebabkan an oleh kegoncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan itu, tidak pidana.
Syarat- syarat Pembelaan darurat: a. kelampauan batas pembelaan yg diperlukan. b. pembelaan dilakukan sebagai akibat yang langsung dari kegoncangan jiwa yang hebat. (hati yang panas) c. Kegoncanga Kegoncangann jiwa sehat itu disebabkan karena adanya serangan, jadi antara kegocangan jiwa dengan serangan harus ada hubungan kausal.
Pasal 50 KUHP menjalankan peraturan undang-undang. undang-undang.
Pasal 50 mengatur: “‘Tidak dipidana seseorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan peraturan undang-undang;
1. peraturan perundang-undangan dalam arti materiel, jadi semua perraturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang. 2.Tindakan harus dilakukan secara patut, wajar dan masuk akal.
Melaksanakan Perintah Jabatan (Pasal 51 ayat (1) KUHP
Isi Pasal 51 ayat (1) KUHP: “Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang y ang diberikan oleh penguasa yang wenang, tidak dipidana. di pidana.
Ukuran perintah itu sah: ialah bila perintah itu berdasarkan tugas, wewenang, atau kewajiban yang didasarkan pada suatu peraturan.
Antara orang orang yang diperintah dan dan orang orang yang memerintah harus ada hubungan jabatan dan harus ada hubungan sub – ordinasi.
Dilakukan dengan cara melaksanakan perintah itu harus wajar, patut dan seimbang dan tidak boleh melampaui batas kepatutan.
Melakukan Perintah Jabatan yang tidak sah (Pasal 51 ayat (2)KUHP) Isi Pasal 51 ayat (2): “Perintah jabatan tanpa wenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungannya”.
Syarat-syarat: mengira ira denga dengan n itikad itikad baik /jujur bahw bahwa a 1. Jika ia meng perintah itu sah; 2. perintah itu terletak dalam lingkungan wewenang dari orang yang diperintah. 3. Melakukan Perintah jabatan yang tidak sah termasuk alasan Pemaaf.
Alasan Penghapus Pidana di luar undang-undang. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Hak dari guru. guru. Orang Orang tua untuk mene menertibkan rtibkan anak-anak , anak didiknya ; Hak yang timbul dari pekerjaan (beroeprecht) seorang dokter, bidan, penyelidik ilmiah; Ijin atau persutujuan dengan orang yang dirugikan (consent of the victim); Mewakili urusan orang lain (zaakwaarneming); Tidak Tida k adanya adanya unsur sifat me melawa lawan n hukum hukum yang materiel (arrest dokter hewan); Tidak Tida k adanya adanya kesa kesalahan lahan sam sama a sekali sekali (arre (arrest st susu dan air)
Alasan Penghapus Penuntutan dimaksud aksud deng dengan an alasan alasan pen penghap ghapus us 1. Yang dim penuntutan yaitu suatu keadaan dimana ketentuan pidana tidak boleh diterapkan, sehingga jaksa tidak boleh menuntut si pembuat. 2.
Dalam KUHP alasan penghapus penuntutan yaitu :
dengan adanya ketentuan dalam Pasal 2 sampai pasal 8 KUHP yang berkaitan dengan Ruang Lingkup berlakunya KUHP Indonesia; Tidak Tida k aduan aduan pada pada deli delik k aduan; aduan; Ne bis indem (Pasal 76); Matinya terdakwa (Pasal 77); Daluarsa ( Pasal 78 KUHP).