UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014.
OLEH : SITI SORAYA NIM: 1005025036
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI GIZI JAKARTA 2014
ABSTRAK
HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014. Oleh Siti Soraya, dibawah bimbingan Ahmad Faridi, SP., MKM Xiii + 99 halaman, 42 tabel, 2 gambar, 2 lampiran. Tingkat kebugaran pada pekerja merupakan faktor penting dalam mendukung produktifitas kerja yang optimal dan terhindar dari berbagai resiko penyakit terkait gaya hidup. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kebugaran pada pekerja. Desain penelitian ini menggunakan studi cross-sectional pada 55 karyawan tetap yang bekerja di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau, Jakarta Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap dan menggunakan criteria inklusi dan eksklusi. Uji statistic yang digunakan adalah uji korelasi pearson, berdasarkan hasil uji korelasi pearson status gizi berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna dengan status kebugaran (r = 0.382, P value = 0.004) dan latihan fisik berhubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna dengan status kebugaran (r = 0.320, P value = 0.017). Sedangkan usia (r = 0.004, P value = 0.979) dan asupan zat gizi mikro kalsium (r = -0.171, P value = 0.212), zat besi (r = -0.034, P value = 0.805), vitamin C (r = -0.218, P value = 0.109) berdasarkan hasil uji korelasi pearson usia dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) tidak terdapat kekuatan korelasi yang bermakna dan tidak berhubungan. Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran yaitu status gizi dan latihan fisik. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan agar kelompok pekerja/karyawan dapat meningkatkan aktivitas fisik secara rutin dan menyeimbangkan asupan zat gizi sesuai dengan pedoman gizi seimbang. Kata kunci : status gizi, latihan fisik, kebugaran.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA HUBUNGAN USIA, STATUS GIZI, LATIHAN FISIK, ASUPAN ZAT GIZI MIKRO (KALSIUM, ZAT BESI, VITAMIN C) DENGAN STATUS KEBUGARAN KARYAWAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA LIMAU JAKARTA TAHUN 2014.
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA GIZI
OLEH : SITI SORAYA NIM: 1005025036
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI GIZI JAKARTA 2014
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Siti Soraya
NIM
: 1005025036
Tempat/Tanggal Lahir
: Jakarta, 8 Juli 1992
Alamat
: Komp. Permata Pamulang Blok C 30 No 89, Serpong Tangerang selatan 15315
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1998 – 2004
: SDN Pamulang IV
2004 – 2007
: SLTPN 2 Pamulang
2007 – 2010
: SMAN 6 Tangerang Selatan
2010 – 2014
: Program Strata Satu (S-1) Gizi Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka Jakarta
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah kehadirat Allah swt, karena atas rahmat dan hidayahnya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014”. Terimakasih khususnya kepada Bapak Ahmad Faridi, SP., M.KM sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan kepada penulis. Dan tidak lupa ucapan terimakasih kepada Ibu Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah memberikan bimbingan serta pengarahannya kepada penulis. Dan Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S-1) pada Program Studi Gizi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada 1. Ahmad Faridi, SP., M.KM yang telah bersedia menjadi Dosen Pembimbing Utama dan telah memberikan saran serta pengarahannya kepada penulis. 2. Ragil Marini, SKM sebagai Dosen Pendamping yang telah memberikan bimbingan serta pengarahannya kepada penulis. 3. Rita Ramayulis, DCN., M.Kes dan Ningti Budiarti Ali, MCN sebagai penguji skripsi yang telah memberikan bimbingan dan sarannya kepada penulis dengan begitu sabar. 4. Defrizal Siregar, S.Or. sebagai Dosen Fisiologi Olahraga yang telah meluangkan waktunya untuk dapat membimbing dan memberikan begitu banyak saran dalam penelitian ini. 5. Isti Nurrohmah, S.Pd Kepala Bagian Kepegawaian UHAMKA yang telah mengizinkan penelitian ini dan memudahkan proses perizinan sampai dengan penelitian dilaksanakan.
6. Tiga orang Mahasiswa Semester Akhir UNJ yang telah membantu penelitian kebugaran ini. 7. Kedua Orangtua saya, Ayah Machmud Romli dan Ibu Rosmaliana yang telah melimpahkan kasih sayang serta bimbingannya tanpa henti. 8. Terimakasih untuk dukungan dari Tante Lastri yang sudah memberikan motivasi, dan doa yang tiada henti. 9. Kaka saya Ratna Maidah, SKM, dan Kedua adik saya Rizka Nurmala dan Ikhsanul Muttaqien yang tiada henti-hentinya memberikan semangat serta motivasi dalam penyusunan proposal skripsi ini. 10. Teman-teman Gizi Angkatan 2010 (Lusiah Isni, Ka Muflihah, Amelia, Amarilis, Anisa Wulandari, Astiani Aisyah, Norma Rukpianti yang telah membantu pada saat penelitian ini berlangsung dengan lancar dan senantiasa memberikan supportnya) 11. Dua orang sahabat saya Adinda Rachmawati dan Zaniar Rachmi Nuzulah, SE yang begitu banyak memberikan support dan doa.
Jakarta, 2014
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI ........................................................ ii ABSTRAK .................................................................................................... iii RIWAYAT HIDUP .................................................................................... iv KATA PENGANTAR .................................................................................. v DAFTAR ISI ................................................................................................ vii DAFTAR TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian ......................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebugaran .................................................................................................. 7 2.1.1 Pengertian Kebugaran ........................................................................ 7 2.1.2 Klasifikasi Kebugaran ........................................................................ 7 2.1.3 Komponen Kebugaran ........................................................................ 9 2.1.4 Pengukuran Kebugaran ...................................................................... 18 2.1.5 Faktor-Faktor Kebugaran ................................................................... 21 2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram ......................... 36 2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran ............................... 37 2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait ......................................................... 40
2.2 Karyawan ................................................................................................... 41 2.2.1 Pengertian Karyawan .............................................................................. 41 2.2.2 Kinerja Karyawan ................................................................................... 41 2.3 Penyuluhan Gizi ......................................................................................... 42 2.3.1 Peran Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran ...................................... 42 2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran ............................... 44 2.3.3 Gizi Pekerja ............................................................................................. 46 2.4 Kerangka Teori........................................................................................... 52
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep ....................................................................................... 53 3.2 Definisi Operasional................................................................................... 54 3.3 Hipotesis..................................................................................................... 56
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Desain Penelitian ..................................................................................... 57
4.2
Waktu dan Tempat .................................................................................. 57
4.3 Populasi dan Sampel .................................................................................. 57 4.4 Pengukuran dan Pengamatan Variabel....................................................... 58 4.4.1 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 58 4.4.2 Teknik Analisis Data ......................................................................... 60
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .......................................................... 64 5.1.1 Sejarah .............................................................................................. 64 5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang .......................................................... 66 5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian .......................................................... 66 5.3 Analisis Univariat....................................................................................... 70 5.4 Analisis Bivariat ......................................................................................... 76
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Penelitian .............................................................................. 81 6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian .................................................. 81 6.2 Pembahasan Univariat ............................................................................... 81 6.2.1 Usia .................................................................................................. 81 6.2.2 Status Gizi ........................................................................................ 82 6.2.3 Latihan Fisik ..................................................................................... 82 6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro..................................................................... 83 6.2.5 Status Kebugaran ............................................................................... 84 6.3 Pembahasan Bivariat ................................................................................. 85 6.3.1 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ........................................ 85 6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .............................. 86 6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran .......................... 87 6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan Status Kebugaran .......... 89
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ................................................................................................ 93 7.2 Saran ........................................................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95 LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang .......................................................... 12 Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-Laki ............................................................ 13 Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan .......................................................... 14 Tabel 2.4 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Laki-Laki......................................... 14 Tabel 2.5 Klasifikasi Fleksibilitas untuk Perempuan ....................................... 14 Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength .............................. 15 Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength ................................ 16 Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-laki ................... 16 Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Perempuan................. 16 Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength ............................ 17 Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength.............................. 17 Tabel 2.12 Norma Pengukuran ........................................................................ 17 Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran ................................................................... 18 Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI .................................................................... 25 Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik .................................................................. 34 Tabel 2.16 Pengelompokan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Energi ................... 47 Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan ....................................... 48 Tabel 2.18 Kebutuhan Energi Per-orang.......................................................... 49 Tabel 3.2 Definisi Operasional ........................................................................ 54 Tabel 5.1 Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin ................................. 66 Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Kebiasaan Olahraga ...................... 67 Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga .................. 67 Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga ........................ 68 Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga ........................ 68 Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga ............................... 69 Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga ............. 69
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Usia ................................................................ 70 Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Status Gizi .................................................... 70 Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Latihan Fisik ................................................. 71 Tabel 5.11 Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro .................................................. 72 Tabel 5.12 Deskripsi Asupan Kalsium............................................................. 72 Tabel 5.13 Deskripsi Asupan Zat Besi ............................................................. 73 Tabel 5.14 Deskripsi Asupan Vitamin C ......................................................... 73 Tabel 5.15 Deskripsi Status Kebugaran ........................................................... 74 Tabel 5.16 Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat ........................................... 75 Tabel 5.17 Hubungan Usia dengan Status Kebugaran ..................................... 76 Tabel 5.18 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran .......................... 77 Tabel 5.19 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran ....................... 77 Tabel 5.20 Hubungan Kalsium dengan Status Kebugaran............................... 78 Tabel 5.21 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran ............................... 79 Tabel 5.22 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran ........................... 79 Tabel 5.23 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat .............................................. 80
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.4 Kerangka Teori ............................................................................. 52 Gambar 3.1 Kerangka Konsep ......................................................................... 53
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner, FFQ Semi Kuantitatif dan Formulir Tes Kebugaran Lampiran 2 : Surat Pemberian Izin Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan data World Ecomic Forum (WEF) tahun 2012, Indonesia termasuk kedalam klasifikasi menengah ke bawah dalam hal pendapatan per kapita. Dalam klasifikasi ini pun Indonesia masih berada di tingkatan yang rendah. Hasil ini masih dibawah Negara-negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia yang sudah masuk dalam klasifikasi menengah keatas. Pendapatan per kapita yang rendah tersebut dapat berdampak pada derajat kesehatan penduduk yang kurang baik. Kebugaran adalah kapasitas tubuh secara umum dalam menghadapi kerja fisik baik dalam posisi bergerak maupun duduk dengan aman, efektif, dan masih dapat memenuhi fungsinya dalam keluarga maupun masyarakat serta menikmati kegiatan pilihannya tanpa mengalami kelelahan (Siregar. 2010). Kebugaran seseorang banyak dipengaruhi oleh beberapa hal, Menurut Departemen Kesehatan RI, tahun 2012 kemampuan kerja seseorang tenaga kerja berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya dan sangat tergantung kepada keadaan gizi (IMT atau Indeks Massa Tubuh), umur, jenis kelamin. Dan faktor lain yang mempengaruhi kebugaran adalah faktor gaya hidup (status merokok, aktivitas fisik dan kebiasaan olahraga). Hubungan konsumsi pangan dan status gizi dengan tingkat kebugaran dapat dilihat melalui pengaturan makanan, konsumsi pangan yang kaitannya dengan kebiasaan makan yang nantinya akan berhubungan dengan status gizi para karyawan, konsumsi pangan berhubungan dengan tingkat kecukupan zat gizi dimana tingkat kecukupan zat gizi berhubungan dengan aktivitas fisik seseorang dan zat gizi sangat dibutuhkan oleh tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis pekerjaan sehingga tercapai kesehatan dan daya kerja yang optimal berkaitan dengan tingkat kebugaran.
Kebugaran berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan aktivitas fisik. Prevalensi ketidakbugaran disetiap Negara memiliki pola yang berbedabeda, di Amerika Serikat ketidakbugaran jasmani berdampak pada munculnya penyakit jantung dan pembuluh darah yang merupakan penyebab kematian nomor satu. Hampir satu juta orang Amerika meninggal setiap tahunnya yang diakibatkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah (Maurice, 2006). Berdasarkan hasil analisis data kesegaran jasmani yang dikumpulkan pada kegiatan Sport Devoplement Index tahun 2006 menunjukkan bahwa kesegaran jasmani masyarakat Indonesia 1.08% memiliki tingkat kebugaran baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk kategori sedang, 43.90% tergolong kurang bugar dan 37.40% tergolong kurang sekali. Hal ini cukup memprihatinkan karena tingkat kesegaran jasmani yang sangat rendah di Indonesia (Kemenpora 2007). Hasil pengukuran kebugaran jasmani Kementerian Kesehatan tahun 2011 yang diikuti 524 orang ternyata tingkat kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1 %. Berdasarkan hasil penelitian mengenai kebugaran jasmani pada 98 orang karyawan di PT Wijaya Karya Jakarta Timur menunjukkan bahwa sebanyak 78% karyawan PT WIKA memiliki tingkat kebugaran kurang (Fauziah, Nanda. 2012). University of Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua perusahaan asuransi, satu perusahaan diberi program kebugaran jasmani , dan perusahaan yang satunya lagi tidak diberikan program kebugaran jasmani, setelah enam bulan terlihat bahwa pada perusahaan yang diberi program kebugaran jasmani jumlah karyawan yang tidak masuk kerja turun 22% , dan karyawan yang harus diganti karena sakit bekurang dari 15% menjadi 1,5%. Penelitian kebugaran jasmani Karyawan yang dilakukan oleh Komang Ayu (2011) di PT. Amoco Mitsui Indonesia menunjukkan bahwa dari 97 responden yang diteliti diketahui bahwa sebanyak 5 orang memiliki nilai kebugaran jasmani yang kurang sebanyak 5,2 %, sebanyak 11 orang responden memiliki kebugaran jasmani sedang 11,3 %, 22 orang (22,7 %) memiliki kebugaran jasmani cukup, 19 orang (19,6 %) memiliki kebugaran
jasmani baik dan sebanyak 40 orang (41,2 %) memiliki kebugaran yang sangat baik. Penelitian yang dilakukan oleh Valentino Ompusunggu (2012) menyatakan bahwa tingkat kebugaran jasmani sangat kurang dinyatakan dengan indeks 39,975. Universitas Muhamadiyah Prof. Dr. Hamka (UHAMKA) merupakan salah satu perguruan tinggi swasta milik Persyarikatan Muhammadiyah yang berbasis di Jakarta. Perguruan berakidah UHAMKA adalah Islam yang di dasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah dan berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Uhamka adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Sekolah Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). Saat ini Jumlah karyawan Tetap yang bekerja di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yaitu sebanyak 105 orang karyawan. Berdasarkan uraian-uraian diatas, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status kebugaran, penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. Dimana salah satu faktor yang diperhatikan adalah masalah kebugaran jasmani para tenaga kerja. Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau karena sebagian karyawan di Uhamka memiki intensitas waktu bekerja yang cukup padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang dilakukan saat bekerja, oleh karena itu kelompok ini merupakan kelompok yang dituntut untuk memiliki tingkat kebugaran yang baik agar mampu bekerja secara produktiv dan terhindar dari resiko munculnya penyakit metabolik akibat gaya hidup yang sedentary. Selain itu Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitan mengenai status kebugaran sebelumya.
1.2 Perumusan Masalah Kondisi kesehatan yang baik merupakan potensi untuk meraih produktivitas yang baik pula, sehingga produktivitas pada akhirnya akan mempengaruhi kemajuan suatu perusahaan. Program kebugaran Jasmani yang dilakukan di perusahaan-perusahan sangat jarang sekali padahal pada kenyataannya program kebugaran jasmani akan meningkatkan status kebugaran, menambah
rasa percaya
diri,
membentuk
jiwa sportif,
mengajarkan sikap sabar, gembira, dan melatih konsentrasi. Salah satu yang menyebabkan program kebugaran jasmani di perusahaan tidak terbentuk yaitu karena adanya beberapa mitos yang terjadi diperusahaan berkaitan dengan masalah kebugaran itu sendiri dan sebagian karyawan memiliki tingkat intensitas waktu bekerja yang padat namun tidak banyak aktivitas fisik yang mereka lakukan saat bekerja sehingga prevalensi ketidakbugaran cukup tinggi pada karyawan seperti pada penelitian kebugaran jasmani Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 yang diikuti 524 orang karyawan ternyata tingkat kebugaran jasmani yang kurang dan kurang sekali 59%, cukup 40%, baik 1 % Hal ini pula yang melatari mengapa penelitian di lakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau. Bagaimana faktor-faktor yang berhubungan dengan status kebugaran terhadap kerja karyawan belum banyak diketahui. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan penelitian tentang status kebugaran karyawan.
1.3 Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014.
2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya
Karakteristik
(Usia)
Karyawan
Universitas
Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. b. Diketahuinya Karakteristik Status Gizi Karyawan Universitas Muhammadiah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. c. Diketahuinya Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. d. Diketahuinya Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi, vitamin C) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan e. Diketahuinya
Status
Kebugaran
Karyawan
Universitas
Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan. f. Menganalisis Hubungan Usia Terhadap Status Kebugaran. g. Menganalisis Hubungan Status Gizi Terhadap Status Kebugaran h. Menganalisis Hubungan Latihan Fisik Terhadap Status Kebugaran. i. Menganalisis Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) Terhadap Status Kebugaran.
1.4 Manfaat 1. Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Memberikan informasi kepada karyawan tentang cara meningkatkan kebugaran jasmani sehingga dapat memaksimalkan produktivitas kerja. 2. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Sebagai bahan masukan dan informasi bahwa adanya hubungan usia, status gizi, asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c), latihan fisik dengan status kebugaran karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta.
3. Peneliti Untuk menambah wawasan mengenai ilmu gizi khususnya gizi olahraga, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu gizi yang sudah didapatkan dengan ilmu olahraga salah satunya mengenai status kebugaran.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kebugaran
2.1.1 Pengertian Kebugaran Istilah kebugaran jasmani meliputi
kemampuan untuk
dapat
melakukan kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan dan masih memiliki cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggang maupun pekerjaan yang mendadak serta bebas dari berbagai macam penyakit (Permaesih Y, Moeloek D, Herman S, 2001). Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Kebugaran yang terdiri dari daya tahan kardiorespiratori dan kekuatan tubuh bagian atas merupakan unsur penting dalam melakukan aktivitas fisik, olahraga, dan latihan. Kebugaran dapat disebut juga sebagai kesegaran jasmani. Kebugaran atau kesegaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk menunaikan tugasnya sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah yang berlebihan, dan masih memiliki sisa atau cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya dan untuk keperluan yang mendadak (Sumosardjuno, 1990).
2.1.2 Klasifikasi Kebugaran Fatimah (2013) menyatakan bahwa kebugaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan (Skill Related Fitness). Kebugaran didefinisikan secara umum sebagai rangkaian kemampuan seseorang untuk mengerjakan aktivitas fisik secara spesifik. Perkembangan dari kebugaran menjadi perhatian yang sangat penting bagi
ahli profesi kesehatan. Komponen kebugaran dikelompokkan menjadi dua kategori. Secara umum, dua kategori tersebut adalah kebugaran berhubungan dengan kesehatan dan kebugaran berhubungan dengan olahraga/keterampilan (Williams, 2002). Berikut adalah pembahasan dari masing-masing kategori tersebut : 2.1.2.1 Kebugaran yang Berhubungan dengan Kesehatan Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health-related fitness) didefinisikan sebagai suatu kemampuan untuk melakukan aktivitas harian yang membutuhkan energy serta kualitas dan kapasitas yang diasosiasikan dengan rendahnya resiko munculnya resiko penyakit hipokinetik dini yaitu penyakit yang berhubungan dengan aktivitas fisik. Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, status kesehatan kita dipengaruhi kuat oleh hereditas, pola hidup sehat, aktivitas fisik yang cukup dan kualitas diet yang baik. Aktivitas fisik yang sesuai akan meningkatan status kesehatan manusia dengan cara mencegah kelebihan berat badan dan juga diperkuat dengan segi lain dari kebugaran yag berhubungan dengan kesehatan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan di dalamnya tidak hanya termasuk berat dan komposisi tubuh yang sehat, akan tetapi juga daya tahan kardiorespiratori, daya tahan otot yang cukup, dan fleksibilitas atau kelentukan yang memadai. 2.1.2.2 Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill-related fitness adalah kebugaran yang penting untuk melakukan gerakan-gerakan fisik dalam aktivitas atletik atau olahraga. Skill-related fitness yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup secara umum dengan meningkatkan kemampuan seseorang untuk
menghadapi
kondisi-kondisi
darurat
yang terkadang
membutuhkan ketangkasan. Namun kategori tersebut lebih banyak berperan pada keompok atlet dibandingkan masyarakat pada umumnya sehingga penggunaannya terbatas.
2.1.3 Komponen Kebugaran Komponen kebugaran seringkali disebutkan dalam dua bagian, yaitu berhubungan dengan kesehatan dan yang lain berhubungan dengan keterampilan. Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan digambarkan untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan kekuatan dan berhubungan dengan rendahnya resiko terhadap penyakit degenerative. Daya tahan kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal (kekuatan dan daya tahan otot, fleksibilitas), dan komposisi tubuh yang optimal diukur sebagai komponen kebugaran
yang
berhubungan
dengan
kesehatan.
Kebugaran
yang
berhubungan dengan tampilan di sisi lain memiliki nilai lebih yaitu ketangkasan, keseimangan, koordinasi, kecepatan, kekuatan, dan daya ledak serta memiliki sedikit hubungan terhadap kesehatan dan pencegahan penyakit. Individu yang menggunakan aktifitas fisik regular untuk meningkatan daya tahan kardiorespiratori, kebugaran musculoskeletal dan tingkat lemak tubuh yang optimal dapat memperbaiki tingkat energy dasar mereka dan menempatkn mereka pada resiko terhadap penyakit jantung, kanker, diabetes mellitus, osteoporosis, dan penyakit kronis lainnya. Individu yang bugar fisiknya dapat mengerjakan pekerjaan sehari-hari (misalnya, membawa bahan makanan, menaiki tangga, dan berkebun) dengan sedikit kelelahan dan menyisakan energy untuk latihan di waktu luang. Kebugaran adalah kebalikan dari kelelahan , dari usaha yang luar biasa, dimana dibutuhkan energy dalam memasuki aktivitas kehidupan yang penuh semangat dan untuk menghindari kelelahan yang tidak diharapkan saat melakukn aktivitas fisik (Nieman, 2001). Berikut akan dibahas setiap komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, sebagai berikut: a. Daya Tahan Kardiorespiratori Daya tahan kardiorespiratori atau kebugaran aerobic adalah peningkatan ketika sebagian besar massa otot dari tubuh terlibat dalam gerakan atau aktivitas yang berkesinambungan dan berirama paling sedikit tiga sampai lima sesi latihan dalam seminggu, 20-60 menit per sesi pada intensitas daya
tahan kardiorespiratori mencapai 50-86%. Dan daya tahan kardiorespiratori adalah kemampuan jantung, paru-paru dan pembuluh darah untuk menyuplai oksigen ke dalam sel-sel sehingga memenuhi kebutuhan untuk memperpanjang aktivitas fisik. Memiliki daya tahan kardiorespiratori yang baik adalah dengan memberikan contoh seperti kemampuan dalam berlari, bersepeda atau berenang dalam periode waktu yang lama. Ketika sebagian besar massa otot dari tubuh terlibat dalam aktivitas fisik yang berirama dan terus menerus, system sirkulasi, dan respiratori meningkatkan system kerjanya
untuk
menyediakan
suplai
oksigen
yang
cukup
untuk
menyediakan bahan bakar dalam rangka penyediaan energy untuk kerja otot. Daya tahan kardiorespiratori ditentukan oleh kekuatan aerobik maksimal (V02max) yang didefinisikan sebagai rata-rata tertinggi oksigen yang dapat dihasilkan selama latihan dan diperlihatkan dalam jumlah milliliter oksigen yang dionsumsi per kilogram berat badan per menit. Perbedaan VO2max antar individu diturunkan oleh kerja tiga system dalam tubuh, yaitu : respirasi eksternal (fungsi paru-paru), transport udara system kardiovakuler seperti jantung, pembuluh darah dan darah, respirasi internal (penggunaan oksigen oleh sel tubuh untuk memproduksi energi). b. Komposisi Tubuh Komposisi tubuh adalah rasio lemak dan berat bebas lemak yang seringkali ditampilkan dalam persen lemak tubuh (Nieman, 2001). Komposisi tubuh adalah komponen kebugaran yang berhubungan dengan jumlah total relative dari otot lemak, tulang, dan bagian-bagian vital dalam tubuh. Lemak tubuh yang sehat berkisar antara 15 % untuk laki-laki dan 23% untuk perempuan. Banyak metode yang digunakan untuk mengukur lemak tubuh seperti tes skinfold, Under Water Weighing (UWW). Tes tersebut memberkan estimasi yang lebih baik untuk berat badan ideal dari pada table tinggi badan berat badan tetapi salah satu parameter untuk menilai komposisi tubuh adalah mengukur Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
adalah berat badan yang diukur dalam satuan kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat yang menggambarkan proporsi berat badan terhadap tinggi badan (Depkes, 2012). Berat badan terbagi menjadi lemak dan massa lemak, massa bebas lemak terdiri dari otot, tulang, dan air. Persen lemak tubuh merupakan persentasi dari total berat badan merepreentasikan berat lemak yang juga lebih sering digunakan untuk mengevaluasi komposisi tubuh seseorang (Nieman, 2001). c. Kekuatan dan Daya Tahan Otot Kekuatan otot adalah kapasitas otot untuk mengatasi suatu beban. Sementara itu, daya tahan otot berkaitan dengan kemampuan dalam menghasilkan kekuatan dan kemampuan utuk mempertahankannya selama mungkin. Perkembangan dari kekuatan dan daya tahan otot mempunyai beberapa keuntungan terkait kesehatan, termasuk peningkatan kepadatan tulang, ukuran otot, dan kekuatan jaringan penghubung serta peningkatan harga diri. Diantara usis 30 hingga 70 tahun ukuran dan kekuatan otot menurun rata-rata 30%, dan mengakibatkan aktivitas yang kurang. Hal ini juga berkontribusi pada keadaan yang melemahkan di masa tua. Pada orang-orang tua yang melakukan latihan berat bisa mendapatkan kembali porsi kekuatan mereka yang hilang, memungkinkan mereka untuk kembali beraktivitas sehari-hari dengan lebih baik. Kekuatan otot dapat didefinisikan sebagai tenaga atau tegangan otot untuk melakukan kerja yang berulang-ulang melawan tahanan dalam suatu usaha yang maksimal (Battinelli T, 2000). Kebugaran jasmani seseorang berbanding lurus dengan kekuatan dan ketahanan otot , oleh karena itu kekuatan otot dapat dimaksimalkan dengan memberikan latihan fisik yang sesuai dengan aturan olahraga (Afriwardi. 2002). d. Kelentukan Kelentukan adalah jangkauan area gerak, sendi-sendi tubuh. Komponen ini tercermin pada kemampuan seseorang untuk menekuk, meregang, dan
memutar tubuhnya. Beberapa orang tidak memiliki kelentukan yang baik dikarenakan jaringannya “goyah” di sekitar area sendi, dan selama itu pula mereka terlihat kaku dan terbatas ruang geraknya. Kelentukan berhubungan dengan umur dan aktivitas fisik. Kelentukan akan berkurang seiring meningkatnya umur yang lebih dikarenakan kurang aktif dalam bergerak dibandingkan proses penuaan. Kelentukan memiliki banyak keuntungan dalam hal kesehatan, diantaranya pergerakan yang baik, meningkatkan resistensi cedera dan rasa sakit pada otot, mengurangi resiko sakit pinggang, meningkatkan postur tubuh, tubuh bergerak lebih gemulai, meningkatkan
penampilan
pribadi,
perkembangan
keterampilan
berolahraga dan mengurangi tekanan darah dan stress (Nieman, 2001). Metode pengukuran kebugaran jasmani dilakukan dan dipilih sesuai dengan komponen kebugaran jasmani yang akan ditingkatkan untuk mendukung peningkatan kinerja bagi tenaga kerja. Setiap jenis pekerjaan membutuhkan komponen yang spesifik sesuai dengan posisi atau gerak yang dilakukan selama bekerja. Beberapa metode pemeriksaan komponen kebugaran jasmani bagi pekerja yang dapat dilakukan dengan fasilitas yang minimal adalah: 1. Komposisi Tubuh a. Indeks Massa Tubuh (IMT) Pengukuran IMT dilakukan untuk mengetahui proporsi berat badan terhadap tinggi badan. b. Lingkar Pinggang Pengukuran lingkar pinggang dilakukan untuk mengetahui faktor risiko terhadap Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti penyakit jantung-pembuluh darah, DM tipe 2, Dislipidemia, Hipertensi. Tabel 2.1 Klasifikasi Lingkar Pinggang Klasifikasi Beresiko Sumber: (Depkes, 2012)
Laki-Laki ≥ 90 cm
Wanita ≥ 80 cm
2. Daya Tahan Jantung-Paru Banyak metode pengukuran daya tahan jantung paru yang dapat dilakukan dilapangan. Salah satu pengukuran daya tahan jantung paru yaitu Bleep Test, tes ini dilakukan untuk mengukur kapasitas aerobic/kebugaran dan ketahanan kardiovaskuler. Tes ini meliputi berlari terus menerus diantara dua garis yang berjarak 20 m selama terdengar suara beep yang sudah direkam sebelumnya. Itulah sebabnya test ini disebut dengan bleep test. Kecepatan pada start sangat lambat, sesudah sekitar satu menit kecepatan suara beep akan terus bertambah dan tenggang suara beep menjadi lebih cepat. Tes ini dihentikan bila responden gagal mencapai garis (kurang dari dua meter) pada saat membalikan lari 2 kali berturut turut. Waktu antara beep memendek setiap menit (Level). Kelebihan dari bleep test yaitu, pada kelompok besar dapat melakukan test ini sekaligus sehingga biaya yang digunakan minimal. Selain itu, test ini juga merupakan upaya maksimal dari kapasitas daya tahan tubuh. Kelebihan bleep test juga merupakan tes untuk energy aerobic, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh seseorang. Dan kelemahan pada tes ini yaitu, praktek dan tingkat motivasi dapat mempengaruhi nilai yang dicapai dan skor dapat subyektif. Tes ini sering dilakukan di luar ruangan, sehingga kondisi lingkungan dapat mempengaruhi hasil.
Age 14-16 17-20 21-30 31-40 41-50
Tabel 2.2 Norma Bleep Test Laki-laki Excellent Above Average Below Average Average L12 S7 L11 S2 L8 S9 L7 S1 L12 S12 L11 S6 L9 S2 L7 S6 L12 S12 L11 S7 L9 S3 L7 S8 L11 S7 L11 S4 L6 S10 L6 S7 L10 S4 L9 S4 L6 S9 L5 S9
Poor
Age 14-16 17-20 21-30 31-40 41-50
Tabel 2.3 Norma Bleep Test Perempuan Excellent Above Average Below Average Average L10 S9 L9 S1 L6 S7 L5 S1 L10 S11 L9 S3 L6 S8 L5 S2 L10 S8 L9 S2 L6 S6 L5 S1 L10 S4 L8 S7 L6 S3 L4 S6 L9 S9 L7 S2 L5 S7 L4 S2
Poor
(Sumber : http://www.topendsports.com/index.htm) 3. Fleksibilitas Pengukuran fleksibilitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan ruang lingkup gerak sendi terutama sendi pinggul dan batang tubuh. Tes ini memerlukan alat khusus yang digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu pengukuran fleksibilitas yang mudah dan murah untuk dilakukan adalah tes Fleksibility meter.
Tabel 2.4 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Laki-Laki Laki-Laki kurang Sekali
15-19 ≤ 23
20-29 ≤ 24
UMUR (tahun) 30-39 40-49 ≤ 22 ≤ 17
50-59 ≤ 15
60-69 ≤ 14
Kurang Cukup Baik Baik Sekali
24-28 29-33 34-38 ≥ 39
25-29 30-33 34-39 ≥ 40
23-27 28-32 33-37 ≥ 38
16-23 24-27 28-34 ≥ 35
15-19 20-24 25-32 ≥ 33
18-23 24-48 29-34 ≥ 35
Tabel 2.5 Klasifikasi Penilaian Tes Fleksibilitas untuk Perempuan Perempuan kurang Sekali Kurang Cukup Baik Baik Sekali Sumber: Depkes (2012).
15-19 ≤ 28
20-29 ≤ 27
UMUR (tahun) 30-39 40-49 ≤ 26 ≤ 24
50-59 ≤ 24
60-69 ≤ 23
29-33 34-37 38-42 ≥ 43
28-32 33-36 37-40 ≥ 41
27-31 32-35 36-40 ≥ 41
25-29 30-32 33-38 ≥ 39
23-26 27-30 31-34 ≥ 35
25-29 30-33 34-37 ≥ 38
4. Daya Tahan dan Kekuatan Otot Pengukuran daya tahan otot dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot atau sekelompok otot untuk berkontraksi secara submaksimal dan berulang-ulang, dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran kekuatan otot dilakukan untuk mengetahui kemampuan otot atau sekelompok otot untuk kontraksi secara maksimal sehingga menghasilkan sejumlah tenaga/gaya/tegangan. Tes ini digunakan sesuai kebutuhan pekerjaan yang ditekuni dan dilakukan secara individual. Salah satu tes pengukuran daya tahan dan kekuatan otot yang dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan otot, salah satunya adalah Tes Back Leg Strenght. Tujuan dari tes back leg strength ini adalah untuk mengukur komponen kekuatan otot punggung (KONI. 1999). Tes ini dapat dilakukan pada laki-laki dan perempuan, dengan alat Back Dynamometer. Pelaksanaan tes ini adalah dengan cara berdiri, panggul dirapatkan didinding dan badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang dynamometer dengan kedua tangan lurus, responden berusaha sekuatkuatnya mengangkat badan ke atas, sehingga menuju pada sikap berdiri tegak. Dan pada alat tersebut menunjukkan angka yang menyatakan besarnya kekuatan kontraksi dari otot punggung tersebut. Tabel 2.6 Norma Penilaian dan Klasifikasi Back Strength KATEGORI PRESTASI (kg) Kategori Laki-Laki Wanita Baik >130 >100 Sedang 100-129 80-120 Kurang <100 <80
(sumber : Dr. Arie. S 2006) Leg atau kekuatan otot extensor kaki (tungkai), biasanya pada tes ini alat Alat yang digunakan dalam tes kekuatan otot mendorong adalah Back And Leg Dynamometer, satuan dari Back And Leg Dynamometer adalah kilogram (Kg).
Prosedur pelaksanaan tes, yaitu Orang coba
berdiri di atas tumpuan back leg dynamometer, kedua tangan memegang
bagian tengah tongkat pegangan back leg dynamometer, kedua tangan lurus, punggung lurus sedangkan lutut ditekuk mebuat sudut krang lebih 120 derajat, setelah itu tarik tongkat pegangan keatas sekuat-kuatnya dengan meluruskan lutut dan tumit tidak boleh diangkat. Tabel 2.7 Norma Penilaian dan Klasifikasi Leg Strength KATEGORI PRESTASI (kg) Kategori Laki-Laki Wanita Baik >140 >120 Sedang 110-140 80-120 Kurang <110 <80 (sumber : Dr. Arie. S 2006)
Tes Hand Grip, tes hand grip bertujuan untuk mengukur kekuatan menggenggam dari otot-otot tangan. Untuk melakukan tes ini diperlukan sebuah alat yang dikenal dengan HandGrip Dynamometer. Pelaksanaan handgrip dynamometer adalah dengan menggenggam kuat handgrip, setiap usaha yang dilakukan akan dicatat skorenya dengan melihat penujukkan jarum alat tersebut. Tabel 2.8 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Laki-Laki Kategori
Kanan
Kiri
Baik
>46.5
>44.5
Sedang
36.5-46
33.5-44
Kurang
<36
<33
Tabel 2.9 Norma Penilaian dan Klasifikasi Hand Grip Wanita Kategori
Kanan
Kiri
Baik
>32.5
>27
Sedang
24.5-32
19-26.5
Kurang
<24
<19
Tes Push Pull Strength yaitu, tes yang mengukur kekuatan otot tangan dalam menarik dan mendorong (otot bahu). Alat yang biasa digunakan pada tes ini adalah Expanding Dynamometer, satuan dari alat ini adalah
kilogram (kg). prosedur pelaksanaan tes ini, yaitu seseorang mencoba berdiri tegak dengan posisi kaki terbuka kurang lebih 20 cm atau selebar bahu, pandangan lurus kedepan, Expanding Dynamometer dipegang dengan kedua tangan, diangkat dengan kedua tangan dan berada didepan dada, badan dan alat menghadap keluar atau kedepan, kedua lengan atas kesamping dan siku ditekuk, jarum dynamometer berada pada angka nol, kemudian tarik sekuat-kuatnya expanding dynamometer dengan kedua tangan dilakukan dengan sekali tarikan, dan alat tersebut tidak boleh menyentuh badan. Tabel 2.10 Norma Penilaian dan Klasifikasi Push Strength Kategori
Laki-Laki
Wanita
Baik
>40
>30
Sedang
30-40
20-30
Kurang
<30
<20
Tabel 2.11 Norma Penilaian dan Klasifikasi Pull Strength Kategori
Laki-Laki
Wanita
Baik
>40
>30
Sedang
30-40
20-30
Kurang
<30
<20
Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka setelah semua hasil sudah didapatkan berdasarkan masing-masing kekuatan responden maka dapat dinilai dengan perhitungan sebagai berikut: Tabel 2.12 Nilai Pengukuran Kategori Kurang Sekali
Nilai 1
Kurang Cukup Baik Baik Sekali
2 3 4 5
Pengukuran jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh dapat dilakukan untuk mengetahui status kebugaran seseorang, yaitu dengan melakukan perhitungan Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT dimana semua hasil yang sudah didapatkan dijumlahkan maka saat itu status kebugaran seseorang akan terlihat berdasarkan: Tabel 2.13 Norma Tes Kebugaran Klasifikasi Norma Tes Kebugaran Baik Sekali 22-25 Baik 18-21 Sedang 14-17 Kurang 10-13 Kurang Sekali 05-09 Sumber: Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997
2.1.4 Pengukuran Kebugaran Skor atau tingkat kebugaran sesorang dapat diketahui melalui serangkaian pemeriksaan fisik yang berhubungan dengan komponenkomponen kebugaran melalui tahapan dengan menggunakan peralatan tertentu (Permaesih, et.al., 2001). Tes kebugaran merupakan indikator kuantitatif yang menggambarkan sejauh mana kualitas fisik seseorang saat ini dan setelah beraktivitas fisik. Cara penentuan tingkat kebugaran dipilih berdasarkan tujuan pengukuran, jenis kemampuan yang akan diukur terutama yang berhubungan dengan jenis pekerjaan yang biasa dilakukan. Pengukuran kebugaran terbagi kedalam dua kategori berdasarkan metabolisme energy, yaitu pengukuran aerobik dan pengukuran anaerobik. a. Uji Kebugaran Aerobik Aerobik adalah olahraga yang dilakukan secara terus menerus dimana kebutuhan oksigen masih dapat dipenuhi tubuh, misalnya : jogging, senam, renang, bersepeda (Buku Panduan Kesehatan Olahraga Bagi Petugas Kesehatan, 2002). Kebugaran aerobik adalah kapasitas maksimal untuk menghirup, menyalurkan, dan menggunakan oksigen. Sebaiknya diukur dalam tes laboratorium yang disebut maksimal pemasukan oksigen
(V02max). Uji kebugaran aerobik menggunakan dua metode yaitu langsung dan tidak langsung. Metode langsung dilakukan dengan pengukuran kapasitas aerobik (VO2max) yang dapat dilakukan menggunakan alat Douglas Bag (dua kantung udara yang disambung dengan selang pada mulut dan hidung dengan cara dipanggul) selama melakukan aktivitas fisik. Metode tidak langsung dilakukan dengan metode prediksi melalui detak jantung. Pada individu yang bugar, detak jantung atau denyut nadi lebih sedikit jumlahnya karena system kardiorespiratori bekerja secara lebih efisien, yaitu setiap detak oksigen yang terpompa dalam darah lebih banyak sehingga kebutuhan oksigen dapat langsung terpenuhi. Tujuan yang ingin dicapai dalam olahraga pada dasarnya adalah kapasitas aerobik yang menunjukkan derajat kebugaran seseorang dan cara umum yang sering dilakukan untuk mengukur kebugaran seseorang sebagai berikut : 1) Tes Ketahanan Kardiorespiratori Tes lari 12 menit Cooper Penilaian yang dilakukan dengan melihat jarak yang dapat dicapai selama berlari 12 menit berlari. Tes lari 2,4 km Penilaian yang dilakukan dengan melihat waktu yang diperlukan untuk lari 2,4 km. Tes dengan Ergocycle Tes ini dilakukan dengan menggunakan suatu sepeda ergometer yang diam/statis
dipergunakan
untuk
melihat
kebugaran
berdasarkan
kemampuan aerobic (kemampuan menghirup oksigen). Tes Turun Naik Bangku Harvard Step Test menggunakan bangku setinggi 20 inci (70 cm). Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard , USA. Pertama kali nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Tujuan dari tes ini adalah untuk mengukur kemampuan tubuh seseorang untuk menyesuaikan terhadap beban kerja dan nadi pulih asal dari kerja tersebut (pulse
recover). Ketinggian bangku, irama naik turun bangku, dan kapan mengukur denyut nadi pemulihannya membedakan tes yang satu dengan yang lain (Sudarno SP, 1992). 2) Tes Kekuatan Otot Tes kekuatan otot bertujuan unuk mengetahui kekuatan otot seseorang secara spesifik. Tes ini bisa dilakukan dengan melakukan angkat beban satu kali secara maksmal. Tes kekuatan otot dapat dilakukan dengan tes Handgrip
Dynamometer,
Pull
and
Push
Dynamometer,
Leg
Dynamometer, Back Dynamometer, One-Repetition Maximum. 3) Tes Daya Tahan Otot Pegukuran daya tahan otot meliputi pull up, sit up, push up, handgrip, back leg strength, push pull strength. 4) Tes Kelentukan Pengukuran dilakukan dengan sit and reach test menggunakan flexometer atau dapat dilakukan dengan fleksibiliy meter. 5) Tes Komposisi Tubuh Tes ini dilakukan dengan menggunakan alat yang bernama skinfold atau Biolectrical Impedance Analysis atau dapat juga diukur dengan menggunakan IMT (Indeks Massa Tubuh) pegukuran Tinggi badan dan Berat Badan. b. Uji Kebugaran An-aerobik An-aerobik adalah olahraga dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh tubuh. Di Indonesia, kebugaran jasmani yang dibutuhkan oleh karyawan berbeda dengan kebugaran yang dibutuhkan oleh anggota ABRI, berbeda pula dengan pelajar dan sebagainya. Kesegaran jasmani yang dibutuhkan manusia untuk bergerak dan melakukan pekerjaan bagi setiap individu tidaklah sama, disesuaikan dengan gerak atau pekerjaan yang dilakukan (Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi, Depdikbud, 1995).
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Kebugaran individu ditentukan oleh : 2.1.5.1 Usia Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang biasanya jauh lebih baik, hal ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan akan tumbuh secara optimal. Sedangkan pada orang tua terjadinya penurunan kebugaran jasmani dikarenakan banyaknya jaringan-jaringan dalam tubuh yang mengalami kerusakan (Muslichatun, 2005). Tingkat kebugaran jasmani akan meningkat sampai dengan mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0,81% per tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan bahwa sebelum memasuki masa pubertas laki-laki dan perempuan pada usia yang sama tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam hal kekuatan aerobic maksimal. Puncaknya adalah pada usia 18-25 tahun yang diikuti dengan menurunnya maximal oxygen uptake secara berangsung-angsur (Astrand dan Rodahl, 1986). Usia sangat memiliki pengaruh besar terhadap kebugaran jasmani, yaitu: a. Daya tahan jantung dan pembuluh darah Pada usia anak-anak daya tahan jantung dan pembuluh darah meningkat hingga usia sekitar 20 tahun dan akan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, sehingga menurun sesuai dengan perubahan usia. Sehingga pada usia 70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar 50% saja. b. Kekuatan otot Pada usia 25 tahun kekuatan otot mencapai optimal, dan setelah itu kekuatan otot akan mengalami penurunan , hingga pada usia 65 tahun kekuatannya hanya sekitar 65-70% dari kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, pada usia 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Selain itu seluruh nilai komponen kebugaran jasmani juga akan mengalami penurunan setelah berusia kira-kira 30 tahun.
2.1.5.2 Jenis Kelamin Perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan berkaitan dengan kekuatan maksimal otot yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, hormone, kapasitas paruparu, dan sebagainya. Sampai usia pubertas biasanya nilai kebugaran jasmani pada laki-laki dan perempuan hampir sama, tetapi setelah usia tersebut laki-laki memiliki nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan oleh: a. Laki-laki memiliki serat otot yang lebih tebal, besar, dan kuat bahkan tanpa melakukan latihan beban, ini disebabkan karena efek hormone testoteron yang mendorong sintesis dan penyusunan aktin dan miosin yang menyebabkan massa otot laki-laki secara alamiah lebih besar. b. Perempuan memiliki jaringan lemak yang lebih banyak, adanya perbedaan hormone testosteron dan estrogen dan kadar hemoglobin yang lebih rendah. 2.1.5.3 Genetik Tingkat kemampuan fisik seseorang dipengaruhi oleh gen yang ada dalam tubuh. Genetik atau keturunan yaitu sifat-sifat spesifik yang ada dalam tubuh seseorang dari sejak lahir. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan dalam kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, fleksibilitas, dan keseimbangan pada setiap orang. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara faktor genetik dan kebugaran seseorang. Meurut hasil studi yang dilakukan tim peneliti President Council On Physical Fitness and Sport (1993) dinyatakan bahwa faktor genetik seseorang dapat berpengaruh terhadap kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness). Pengaruh genetik terhadap kebugaran terlihat pada komponenkomponen morfologis, muscular, kardiorespiratori, dan metabolic. Masingmasing komponen tersebut dipengaruhi oleh kode genetic yang akan terlihat pada fenotip tubuh individu.
2.1.5.4 Aktivitas Fisik Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, terstruktur yang dilakukan berulang-ulang dan bertujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran. Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik, sedangkan olahraga adalah aktivitas fisik yang mempergunakan otot-otot besar yang bersifat kompetitif maupun non kompetitif. Para ahli epidemiologi membagi aktivitas fisik ke dalam dua kategori, yaitu aktivitas fisik terstruktur (kegiatan olahraga), dan aktivitas fisik tidak terstruktur (kegiatan sehari-hari seperti berjalan, bersepeda, dan bekerja). Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap berbagai macam penyakit serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan mencegah obesitas. Kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam seminggu. Olahraga dapat meningkatkan kebugaran seseorang apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Intensitas latihan Makin besar intensitas latihan, makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik
yang maksimal. Intensitas latihan yang dianjurkan untuk olahraga kesehatan antara 72% dan 78% dari denyut nadi maksimal. b. Lamanya latihan Hasil latihan yang baik cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya. Waktu berlatih sampai mencapai training zone yaitu selama 1525 menit. c. Frekuensi latihan Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991). Berdasarkan riset yang dilakukan, terdapatnya 3 aspek yang secara bermakna dapat menggambarkan tingkat aktivitas fisik seseorang, yaitu pekerjaannya, olahraga dan kegiatan di waktu luang. Oleh karena itu kuisioner dapat meninjau aktivitas fisik pada tiga aspek tersebut yang mencakup kategori terstruktur dan tidak terstruktur, yaitu aktivitas fisik saat bekerja, berolahraga, dan aktivitas fisik pada waktu luang sehingga dapat diperolehnya gambaran keseluruhan aktivitas fisik seseorang individu. 2.1.5.5 Kebiasaan Merokok Kebiasaan
merokok
terutama
berpengaruh
pada
daya
tahan
kardiovaskuler, karena didalam rokok terdapat berbagai macam zat-zat yang merusak tubuh , yaitu karbon monoksida, nikotin, tar, dan beberapa zat lainnya. Dampak merokok pada tubuh manusia menurut Conrad and Miller (1986) dalam sitepoe (2000), seseorang menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan fisiologis. 2.1.5.6 Status Gizi Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variable tertentu (Supariasa, dkk, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zatzat gizi. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Almatsier, 2001). Sedangkan zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu dengan menghasikan energy, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses kehidupan (Almtsier, 2005). Ketersediaan zat gizi didalam tubuh akan berpengaruh pda kemampuan otot berkontraksi dan daya tahan kardiovaskuler. Untuk mendapatkan kebugaran yang baik seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup, mendapatkan asupan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya dan tidur dengan cukup. Indikator status gizi yang digunakan pada orang dewasa didasarkan pada pengukuran antropometri Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) yang disajikan dalam bentuk Indeks Massa Tubuh (IMT). Indeks massa tubuh akan dihitung berdasarkan Berat Badan dalam kilogram (kg) dibagi dengan Tinggi Badan dikuadratkan dalam meter. Rumus Perhitungan IMT adalah: IMT = Tabel 2.14 Status Gizi Depkes RI
Classification
Body Mass Index (kg/m2)
Sangat Kurus Kurus
<17,0 kg/m2 17,0 – 18,4 kg/m2
Normal Gemuk Obesitas
18,5 – 25,0 kg/m2 25,1 – 27,0 kg/m2 >27,0
Sumber: Depkes RI (2003)
Tebal lemak bawah kulit merupakan salah satu indeks antropometri yang digunakan dalam pengukuran status indeks antropometri untuk mengukur status gizi. Pengukuran tebal lemak bawah kulit biasanya digunakan untuk memperkirakan jumlah lemak dalam tubuh. Jumlah lemak dalam tubuh dari seseorang tergantung dari berat badan, jenis kelamin, umur dan aktivitas.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengukuran tebal lemak bawah kulit dapat digunakan untuk memperkirakan jumah lemak dalam tubuh terutama pada orang dewasa. Persentase kandungan lemak tubuh dapat dipakai untuk menilai status gizi dengan pengukuran tebal lemak bawah kulit (TLBK) di 4 tempat yaitu: trisep, bisep, subskapular dan suprailiaka. Skinfold adalah pengukuran kulit dan jaringan lemak yang kemudian diestimasi dalam persen lemak tubuh. Menurut Davidson (1972) yang dikutip dari Husaini dan Hasibuan, jaringan tubuh dapat dinilai dengan mengukur tebal lemak dalam kulit dengan alat caliper. Standar tempat pengukuran skinfold ada 10 tempat yaitu dada (chest), subskapula (subskapular), midaksilaris (midaxillary), suprailiaka (suprailiac), perut (abdominal), trisep (tricep), bisep (biceps), punggung belakang bawah (lower back), paha (thigh), dan betis (calf). Mengukur Lipatan kulit (skinfold) terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan kulit dan lapisan lemak subkutan. Untuk tempat pengukuran tergantung dari tujuan penelitian, umur yang akan diperiksa, seks, ketelitian daerah dan lemak serta mudah dilakukan. Cara melakukan pengukurannya yaitu kulit dicubit dengan dua jari. Calipers diletakkan tegak lurus lipatan kulit yang tercubit sekitar 1 cm diatas jari. Kemudian panahan caliper dilepas sehingga menjepit lapisan kulit (jepitan rata-rata sebesar 1 kg/mm2). Lakukan beberapa kali sebelum membaca skala (skala dibaca 0,5 mm). pembacaan skala dilakukan antara 2-3 detik. Pengukuran minimal 2 kali. Jika pengukuran kedua berselisih lebih dari 1 mm dari pengukuran pertama maka harus diulangi. Selang waktu antara pengukuran pertama dan ke dua yaitu 15 detik. Persentase body fat dapat diestimasi dari skinfold menggunakan persamaan secara umum atau kelompok tertentu. Salah satu persamaan pengukuran secara umum yaitu persamaan durnin and womersley. Persentase body fat dapat dihitung dengan menggunakan data satu atau hasil penjumlahan dua sampai empat pengukuran skinfold, yang dilakukan sesuai dengan prosedur. Pengukuran Lingkar pinggang dan pinggul merupakan salah satu pengukuran status gizi dan sebagai indikator untuk mengetahui factor risiko dari penyakit
Diabetes Mellitus type 2, kolesterol tinggi yang tak terkontrol, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Ukuran lingkar pinggang yang aman untuk pria adalah kurang dari 90 cm, sedangkan wanita kurang dari 80 cm. lebih dari angka itu maka terjadinya kelebihan lemak. Rasio lingkar pinggang dan pinggul adalah cara penilaian obesitas terbaik untuk mengukur risiko serangan jantung. Rasio lingkar pinggang dan pinggul dikalkulasikan dengan membagi ukuran lingkar pinggang dengan lingkar perut. Penilaian status gizi Status gizi merupakan gambaran keadaan kesehatan seseorang tentang perkembangan
keseimbangan
antara
asupan
(Intake)
dan
kebutuhan
(requirement) untuk berbagai proses biologis, termasuk untuk tubuh. Penilaian status gizi dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Penilaian Status Gizi Secara Langsung a. Pengukuran Antropometri Antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak dibawah kulit. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidak seimbangan antara asupan protein dan energy. Pada klasifikasi orang dewasa biasanya dilakukan dengan pengukuran IMT. a) IMT (Indeks Massa Tubuh) IMT merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Untuk kepentingan di Indonesia, ambang batas dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa Negara berkembang (Anggraeni, 2012).
b) Klinis Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat.
Metode ini didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial
epithelialtissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa, dkk, 2002). c) Biokimia Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot (Supariasa, dkk, 2002). d) Biofisika Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, dkk, 2002).
2. Penilaian Status Gizi Tidak Langsung a. Survei Konsumsi Makanan Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Metode survei konsumsi makanan untuk individu yaitu: metode recall 24 jam, metode estimated food record, metode penimbangan makanan (food weighting), metode dietary history dan metode frekuensi makanan (food frequency). 1) Metode recall 24 jam Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang
lalu. Pada recall 24 jam data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif, oleh karena itu untuk mendapatkan data kualitatif maka jumlah konsumsi makanan individu ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring, dll) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1 X 24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut (Supariasa., Dkk,. 2002). 2) Metode Frekuensi Makanan (Food Frequency) Metode frekuensi makanan adalah untuk memperoleh data tentang frekuensi konsumsi sejumlah bahan makanan atau makanan jadi selama periode tertentu, seperti hari, minggu, bulan atau tahun. Selain itu dengan metode frekuensi makanan dapat memperoleh gambaran pola konsumsi bahan makanan secara kualitatif b. Statistik Vital Pengukuran gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data dengan beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian sebagai akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, dkk., 2002). c. Faktor Ekologi Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisk, biologis dan lingkungan budaya.
Jumlah makanan yang
tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain (Supariasa, dkk., 2002) Zat-zat makanan diperlukan untuk kebugaran jasmani, dan zat-zat tersebut baik digunakan untuk: a. Tenaga/kalori Fungsi organ tubuh kita baik yang dibawah kesadaran ataupun tidak dapat berlangsung dengan sempurna karena adanya tenaga yang diperoleh dari zat-zat makanan karbohidrat, protein dan lemak. Melalui
proses pembakaran ketiga macam zat makanan tersebut dapat diolah menjadi tenaga. b. Pembentukan sel Zat-zat makanan akan dibutuhkan secara terus menerus oleh sel untuk mengganti atau memperbaiki sel-sel yang mati atau rusak (luka). Pokok-pokok persoalan dalam pengetahuan gizi perlu diketahui untuk dapat membentuk tubuh yang sehat dan mempertahankan tingkat kesehatan serta kegiatan yang tinggi, terlebih pada saat melakukan kegiatan berolahraga. Menurut Almatsier (2009) Tingkat gizi kita dipengaruhi oleh berbagai macam zat kebutuhan dan selalu harus ada dalam jumlah yang cukup pada pola makan kita sehari-hari, yaitu: a) Karbohidrat Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif murah. Semua karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan. Karbohidrat yang penting dalam ilmu gizi dibagi dalam dua golongan, yaitu karbohidrat sederhana dan karbohidrat kompleks. Sesungguhnya semua jenis karbohidrat terdiri atas karbohidrat sederhana atau gula sederhana, sedangkan karbohidrat kompleks memiliki lebih dari dua unit gula sederhana di dalam satu molekul. Peranan utama karbohidrat di dalam tubuh adalah menyediakan glukosa bagi selsel tubuh yang kemudian diubah menjadi energi. Glukosa memilki peranan penting dalam metabolisme karbohidrat. b) Protein Protein adalah molekul makro yang memilki berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida. Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah dari, dari darah ke jaringan-jaringan dan melalui
membran sel ke dalam sel-sel. Kekurangan protein dapat menyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi. Protein hewani pada umumnya memiiki susunan asam amino yang paling sesuai untuk kebutuhan manusia. c) Lemak Lemak merupakan simpanan energi paling utama di dalam tubuh, dan merupakan sumber zat gizi esensial. Komposisi asam lemak trigliserida simpanan lemak ini bergantung pada susunan makanan, lemak merupakan sumer energi paling padat yang menghasilkan 9 Kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2 ½ kli besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Sebagai simpanan lemak, lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi, karbohidrat, lemak dan protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut, yaitu 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam rongga perut, dan 5% di jaringan intramuskular. d) Vitamin dan Mineral Vitamin adalah zat-zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk dalam tubuh, oleh karena itu harus didatangkan dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan, setiap vitamin memiliki tugas spesifik didalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan. Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh. Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ, maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral digolongkan kedalam mineral mikro dan
makro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. 2.1.5.7 Kebiasaan Olahraga Kebugaran jasmani sangat erat kaitannya dengan program latihan karena kebugaran jasmani yang tinggi dapat dicapai melalui program latihan yang teratur. Sedangkan peningkatan kebugaran jasmani dapat dilakukan dengan meningkatkan intensitas latihan dan lamanya latihan. Karena latihan fisik dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang. a. Tipe Latihan Tipe latihan seseorang harus disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai sebab tipe latihan akan memberikan efek faal tubuh sesuai dengan apa yang dilakukan. Tipe latihan untuk peningkatan kebugaran antara lain memiliki ciri-ciri yaitu pada aerobik melibatkan otot-otot besar dan dapat dipertahankan kontinuitas dan ritmiknya. Jenis-Jenis latihan kebugaran antara lain: 1) Berjalan kaki Berjalan kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan. Yang memiliki banyak keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang dikeluarkan, mudah, dan memiliki resiko cedera yang kecil. 2) Jogging Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu. Latihan ini sangat mudah dan tidak mengeluarkan biaya. Jogging bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran jantung-paru dan otot. Pada saat selesai melakukan jogging sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara mendadak melainkan tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak jantung kembali normal. 3) Bersepeda Olahraga menggunakan alat bantu berupa sepeda yang biasa digunakan di alam terbuka maupun jenis sepeda stationer yang dapat digunakan
diruangan tertutup. Jika ini dilakukan secara teratur maka akan bermanfaat untuk kebugaran. 4) Berenang Berenang merupakan olahraga yang sangat disukai oleh semua kalangan. Yang melibatkan seluruh anggota badan sehingga dapat melepaskan kelelahan, meningkatkan kebugaran dapat digunakan sebagai terapi. 5) Senam Aerobik Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi irama dinamis yang mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat dipilih sesuai dengan irama musik. b. Intensitas Latihan Intensitas latihan jasmani merupakan hal yang dipertahankan dalam latihan yaitu keadaan intensitas (penekanan) latihan yang dilakukan. Intensitas latihan menyatakan beratnya latihan dan merupakan faktor utama yang mempengaruhi efek latihan terhadap faal tubuh. Semakin berat latihan (sampai dengan batas tertentu) maka semakin baik efek yang diperoleh. Latihan jasmani yang sesuai untuk meningkatkan kebugaran jasmani adalah dengan latihan olahraga yang sifatnya aerobik. c. Frekuensi Latihan Frekuensi latihan adalah jumlah kerja ulangan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu seminggu. Frekuensi latihan sangat berhubugan erat dengan intensitas dan lamanya latihan seseorang. Frekuensi latihan memiliki hubungan dengan intensitas dan semakin lama latihan maka frekuensi perminggu semakin sedikit. Kebugaran jasmani akan dalam kondisi stabil atau meningkat apabila kondisi faal tubuh dipacu dengan latihan minimal 3 kali seminggu dan maksimal 5 kali seminggu, karena jika ditinjau dari ilmu faal, seseorang yang tidak melakukan latihan olahraga atau beristirahat selama 2 hari maka kondisi kebugaran jasmani akan menurun.
d. Durasi latihan Durasi latihan adalah lama perangsangan atau lama latihan setiap sesi. Menurut Nieman (2001), untuk meningkatkan dan mempertahankan kebugaran latihan harus dilakukan selama 30-60 menit tanpa berhenti atau 23 jam dalam seminggu. Hasil latihan akan terlihat setelah 12-16 minggu setelah rutin berolahraga. Tingkat Aktivitas Fisik dapat dikelompokkan menjadi 4 level dengan mencatat intensitas dan durasi aktivitas fisik pekerja selama seminggu. Tabel 2.15 Tingkat Aktivitas Fisik (Kebiasaan Olahraga) No 1
2
3
4
AKTIVITAS FISIK Saya tidak melakukan latihan fisik atau hanya sesekali melakukan latihan fisik Saya melakukan latihan fisik secara teratur minimal 30-60 menit dalam seminggu Saya melakukan latihan fisik secara teratur 3 x seminggu atau minimal 2-3 jam dalam seminggu Saya melakukan latihan fisik secara teratur 5 x dalam seminggu
NILAI 1
2
3
4
Sumber: Depkes (2012).
Tingkat aktivitas fisik dengan nilai 1 dan 2 termasuk tingkat aktifitas fisik rendah.
Prinsip Kaidah Latihan Fisik Prinsip Kaidah latihan Fisik yang baik, benar, terukur, dan teratur dapat memberikan hasil optimal bagi peningkatan derajat kesehatan dan kebugaran jasmani masyarakat. a. Latihan fisik yang baik adalah latihan fisik yang dimulai sejak usia dini hingga usia lanjut. Latihan fisik dapat dilakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, bebas polusi, tidak rawan cedera. Pilihan latihan fisik sebaiknya bervariasi sesuai minat dan disenangi.
b. Latihan fisik yang benar adalah latihan fisik yang dilakukan sesuai kondisi fisik dan secara medis mampu dilakukan tanpa menimbulkan dampak yang merugikan. Latihan fisik dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan dan peregangan 10-15 menit, dilanjutkan dengan latihan inti 20-60 menit, dan diakhiri pendinginan dengan peregangan selama 510 menit. c. Latihan fisik yang terukur adalah latihan fisik yang dilakukan dengan mengukur intensitas latihan dengan menghitung denyut nadi latihan dan lama waktu latihan. Waktu latihan dimulai semampunya, ditambah bertahap secara perlahan-lahan antara 20-60 menit. Cara lain untuk mengukur intensitas latihan menggunakan tes bicara (talk test) yang dapat menentukan latihan fisik dengan intensitas sedang. d. Latihan fisik yang teratur adalah latihan fisik yang dilakukan secara teratur dalam seminggu dengan selang waktu untuk istirahat. Menurut WHO aktivitas fisik dibedakan dalam 4 kategori: 1) Aktivitas fisik untuk hidup adalah aktivitas fisik ringan sampai dengan sedang yang dilakukan selama 10 menit atau lebih dalam sehari dan dapat dilakukan beberapa kali dalam sehari. Aktivitas fisik ini dilakukan setiap hari. 2) Aktivitas fisik untuk sehat adalah aktivitas fisik sedang yang dilakukan selama 30 menit atau lebih dalam sehari dan dilakukan setiap hari. 3) Latihan fiik untuk kebugaran jasmani adalah latihan fisik sedang sampai dengan berat yang dilakukan selama 20 menit atau lebih. Latihan fisik ini yang dilakukan 3-4 kali dalam seminggu selang waktu sehari. 4) Latihan fisik untuk olahraga adalah latihan fisik yang diprogram khusus secara individual. Durasi dan frekuensi latihan fisik ini harus sesuai dengan tingkat kebugaran jasmani per individu.
2.1.6 Pemantauan dan Evaluasi Latihan Fisik Terprogram 1. Pemantauan latihan fisik terprogram: Pelaksanaan pemantauan latihan fisik terprogram perlu dilakukan untuk memantau keluhan yang timbul pada saat melakukan latihan fisik dan kendala lain. Monitoring dilakukan pada latihan fisik berkelompok ditempat kerja maupun latihan fisik mandiri di rumah atau tempat lain. Monitoring dilakukan dengan: a. Menggunakan Kartu Menuju Bugar (KMB) atau kartu latihan (KL) yang disiapkan oleh perusahaan atau kelompok olahraga. b. Melakukan pemeriksaan kondisi tubuh denyut nadi istirahat dan tekanan darah sebelum melakukan latihan fisik sebelum sesi latihan. c. Mengukur denyut nadi (DN). Denyut nadi yang dianjurkan untuk diukur adalah pada saat sebelum latihan (nadi istirahat), setelah melakukan pemanasan (nadi pemanasan), setelah melakukan latihan inti (nadi latihan) dan setelah melakukan pendinginan (nadi pendinginan). Evaluasi pelaksanaan latihan fisik terprogram meliputi aktivitas fisik dan kebugaran jasmani dtempat kerja perlu dikaitkan dengan produktivitas kerja agar manfaat latihan fisik dapat dirasakan oleh pekerja maupun pemberi kerja. Evaluasi dilakukan untuk melihat partisipasi pekerja yang melakukan aktivitas fisik, partisipasi pekerja yang ikut melakukan latihan, pengukuran kebugaran jasmani, dan produktivitas. Setiap 3 bulan melakukan latihan fisik terprogram dengan menggunakan pengukuran tingkat kebugaran jasmani sesuai dengan metode. Peningkatan intensitas latihan dilakukan setiap bulan dengan menanyakan keluhan pekerja pada saat latihan fisik dan kemampuan melakukan latihan fisik setiap sesi latihan.
2.1.7 Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kebugaran Pendidikan jasmani tidak hanya memberikan pelajaran mengenai berbagai macam olahraga, tetapi juga memberikan dasar bagaimana melakukan aktivitas fisik/gerak jasmani (physical exercise) secara teratur, dengan frekuensi tertentu tiap minggunya, durasi aktivitas fisik serta intensitas yang dilakukan. Kontraksi otot rangka mengakibatkan kebutuhan oksigen dan sumber energi untuk kontraksi meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan otot tersebut maka terjadi peningkatan aktivitas pernafasan, jantung, sistem sirkulasi darah, hormonal, sistem syaraf, dan metabolisme. Akibatnya terjadi peningkatan daya tahan tubuh terhadap stress fisik maupun stress psikis. Peningkatan sistem pertahanan tubuh, antara lain lebih cepat terbentuk antibodi serta meningkatnya kemampuan tubuh terhadap kerja yang berlebihan. Pada dasarnya olahraga adalah suatu aktivitas fisik atau gerakan anggota tubuh yang berlangsung secara berulang dalam waktu tertentu. Organ yang paling aktif pada saat aktivitas adalah otot rangka. Agar otot rangka dapat berkontraksi dengan baik dan dapat meningkatkan kinerjanya maka perlunya suatu kesatuan yang baik dengan sistem saraf yang menginervasinya. Aktivitas otot rangka yang diakukan secara teratur dan terukur akan memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap fungsi organ tubuh yang lain. Selanjutnya, akan meningkatkan tingkat kesehatan dan kebugaran. Tingkat kesehatan dan kebugaran yang meninngkat disebabkan oleh fungsi jantung dan sirkulasi, fungsi respirasi, darah dan sistem pertahanan tubuh, meningkatnya kinerja neuro-muskular (sistem saraf dan otot) dan memacu perkembangan skeleton. Program kebugaran jasmani akan meningkatkan status kebugaran, menambah rasa percaya diri, membentuk jiwa sportif, mengajarkan sikap sabar, gembira dan melatih konsentrasi. Ada beberapa mitos yang terjadi di perusahaan berkaitan dengan masalah kebugaran, yaitu sebagai berikut :
a. Bagaimana mungkin program kebugaran jasmani akan mendukung kerja karyawan b. Bagaimana bisa olahraga dapat meningkatkan produktivitas kerja c. Tidak diperlukannya daya tahan tubuh yang besar karena karyawan hanya bekerja di belakang meja seharian. Menurut Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS. AIFO tubuh manusia mempunyai kemampuan tinggi untuk menyesuaikan diri dengan beban yang dilimpahkan kepadanya. Begitu selesai berolahraga daya tahan tubuh memang menurun, namun setelah pemulihan daya tahan tubuh akan naik lebih tinggi dari semulanya sehingga dengan olahraga secara teratur daya tahan tubuh akan naik secara bertahap. Pada saat otot bekerja otot tertentu digunakan lebih dominan dari pada otot yang lain dan bila hal ini berlangsung secara terus menerus maka akan timbul ketidakseimbangan kekuatan dan kelentukan otot maka olahraga menjamin kembalinya keseimbangan otot tersebut. University of Toronto memonitor kondisi kesehatan dari dua perusahaan asuransi, satu perusahaan diberi program kebugaran jasmani dan perusahaan yang lainnya tidak diberikan program kebugaran jasmani. Setelah enam bulan terlihat bahwa pada perusahan yang diberi program kebugaran jasmani jumlah karyawan yang tidak masuk kerja menurun 22% dan karyawan yang harus diganti karena sakit berkurang dari 15% menjadi 1,5%. Seseorang yang kurang aktivitas fisik akan lebih mudah menguap dikantor, mengantuk sepanjang hari dan tertidur saat setelah makan dengan keadaan perut terasa kenyang, akan kelelahan karena mengeluarkan tenaga sedikit lebih banyak dari biasanya (misalnya, naik tangga atau terpaksa berjalan dengan cepat). Selain itu orang denga kebugaran rendah akan menjadi makhluk sosial yang pincang, terlalu lelah untuk bermain dengan anak-anak, terlalu lelah untuk makan diluar bersama keluarga, terlalu lelah untuk melakukan apa saja selain duduk dibelakang meja dan menonton televisi. Hal ini terjadi karena tubuh yang tidak digunakan keadaannya akan semakin memburuk, paru-paru menjadi tidak efisien, jantung semakin melemah, kelenturan
pembuluh darah semakin berkurang, tegangan otot menghilang dan seluruh tubuh melemah sehingga menjadi sasaran bagi berbagai macam penyakit. American Association of Fitness Director in Business and Industry (AAFDBI) melakukan penelitian untuk membuktikan bahwa program kebugaran menghasilkan semangat kerja yang tinggi, hasil penelitian ini mengisyaratkan perlunya program kebugaran jasmani di perusahaan yang memberikan keuntungan bagi karyawan, bisnis dan industry.
2.1.8 Hal-Hal Penelitian yang Terkait Peneliti/lokasi, tahun
Judul
Variabel
Fauziah,nanda/ PT.Wijaya Karya, Jakarta Timur, 2012
Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik, Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran Karyawan PT Wijaya Karya Jakarta Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia
Status Gizi, Aktifitas Fisik, Asupan Gizi, dan Kebugaran
Sport Devoplemnt Index/ Parameter Olahraga di Indonesia, 2006
Parameter Dalam Mengukur Pembagunan Olahraga Indonesia
Kebugaran Jasmani, Kebiasan Olahraga
Valentino Ompusunggu/ KSU UA & CO Medan, 2012
Kebugaran Jasmani dan Motivasi Kerja Karyawan KSU UA & CO Medan
Kebugaran Usia, Jenis kelamin, kebiasaan olahraga, kebugaran jasmani
Komang Ayu/ PT. Amoco Mitsui Indonesia, Merak Banten, 2011
Kebugaran jasmani, Usia, Kebiasaan Merokok, Kebiasaan Olahraga, Status Gizi.
Hasil Penelitian Sebanyak 78 % karyawan PT Wika memiliki tingkat kebugaran kurang
Sebanyak 5,2 % memiliki tingkat kebugaran kurang, 11,3 % kebugaran sedang, 22,7 % kebugaran cukup, 19,6 % kebugaran Baik, dan 41,2 % kebugaran sangat baik. Kesegaran Jasmani Masyarakat Indonesia 1.08% memiliki tingkat kebugaran baik sekali, 4.07% tergolong baik, 13.55% termasuk kategori sedang, 43.90% tergolong kurang bugar dan 37.40% tergolong kurang sekali Tingkat Kebugaran Jasmani sangat kurang dinyatakan dengan indeks 39,875
Lain-Lain 98 responden. Cross sectional
97 responden. Cross Sectional
-
20 sampel. Metode deskriptif dengan teknik tes dan pengukuran
2.2
Karyawan
2.2.1 Pengertian Karyawan Karyawan merupakan kekayaan utama suatu perusahaan, tanpa karyawan aktivitas suatu perusahaan tidak akan terjadi. Karyawan berperan aktif dalam menetapkan rencana, system, proses, dan tujuan yang ingin dicapainya. Menurut Malayu Hasibuan (2012) karyawan adalah penjual jasa (pikiran dan tenaga) dan mendapat kompensasi yang besarnya telah ditetapkan terlebih dahulu. Karyawan wajib dan terikat untuk mengerjakan pekerjaan yang diberikan dan berhak memperoleh kompensasi sesuai dengan perjanjian.
2.2.2 Kinerja Karyawan Kinerja seorang karyawan merupakan perilaku organisasi yang secara langsung berhubungan dengan produksi suatu barang atau penyampaian jasa. Informasi mengenai kinerja suatu organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan suatu organisasi sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakanya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil yang sesuai dengan harapan. Sedangkan menurut Hakim (2006) kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Tika (2006) mengemukakan bahwa ada 4 unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja, yaitu: 1) Hasil-hasil fungsi pekerjaan 2) Faktor-faktor yng berpengaruh terhadap prestasi karyawan 3) Pencapaian tujuan organisasi 4) Periode waktu tertentu.
Tujuan kinerja menurut Rivai dan Basri (2005), yaitu: 1) Kemahiran dan kemampuan tugas baru yang diperuntukkan untuk perbaikan hasil kinerja dan kegiatannya 2) Kemahiran dari pengetahuan baru dimana akan membuat karyawan mampu memecahkan suatu masalah yang kompleks 3) Kemahiran atau perbaikan pada sikap terhadap rekan kerja dengan satu aktivitas kinerja 4) Memiliki target aktivitas untuk perbaikan kinerja 5) Perbaikan dalam kualitas dan produksi 6) Perbaikan dalam waktu.
2.3
Gizi terhadap Kesehatan dan Kebugaran
2.3.1 Penjelasan mengenai peran gizi terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh Kebugaran adalah suatu keadaan tubuh yang selalu memiliki energy untuk melakukan aktifitas fisik secara optimal. Setiap selesai melakukan kegiatan maka tubuh selalu memiliki cadangan energy untuk melakukan kegiatan selanjutnya tanda mengalami kelelahan. Kebugaran adalah dasar untuk membangun tubuh yang sehat dan tubuh yang sehat akan lebih produktif dan dapat terhindar dari berbagai macam penyakit salah satunya adalah penyakit degenerative. Komponen kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan adalah daya tahan paru-paru dan jantung, daya tahan dan kekuatan otot, serta kelentukan dan komposisi tubuh. Kebugaran jasmani adalah kemampuan seseorang untuk melakukan altivitas sehari-hari tanpa menimbulkan kelelahan dan masih memiliki cadangan energy untuk melakukan aktivitas fisik pada waktu luang dan aktivitas fisik lain yang bersifat mendadak.Tingkat kebugaran dan kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan asupan makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Tujuan memiliki kebugaran jasmani
adalah
untuk
meningkatkan
produktivitas
kerja,
mengurangi
munculnya penyakit-penyakit degenerative seperti DM, PJK dan hipertensi. Upaya yang perlu dilakukan dalam meningkatkan kebugaran tubuh antara lain : a. Menerapkan pola konsumsi gizi seimbang yang memenuhi kriteria makanan sehat b. Menghindari fast food dan junk food karena fast food merupakan makanan tinggi lemak jenuh, rendah serat, vitamin dan mengandung tinggi natrium. c. Menambah variasi menu makanan tinggi protein hewani dan nabati d. Memiliki waktu istirahat yang cukup e. Gaya hidup sehat, tidak merokok dan mengkonsumsi alcohol. Bugar
tidaknya
seseorang
dapat
dinilai
berdasarkan
kekuatan
maksimum pergerakan otot dan sendi, percepatan gerakan maksimum dan kemampuan maksimum pengambilan oksigen. Seseorang dikategorikan memiliki tingkat kebugaran yang baik jika mampu melakukan pekerjaan seharihari tanpa merasa lelah secara berlebihan dan dapat menikmati waktu luangnya. Sementara seseorang disebut sehat bila bebas dari penyakit. Tingkat kebugaran dapat ditentukan oleh banyak factor yaitu umur, berat badan, latihan fisik dan factor makanan. Latihan fisik atau exercise yang dilakukan secara bertahap dan teratur dapat membuat kesegaran jasmani lebih baik. Hal ini ditandai dengan : 1) Menguatnya otot jantung dan dapat memompakan darah lebih banyak pada setiap denyutnya 2) Kapiler yang masuk kedalam otot jantung bertambah sehingga volume darah meningkat 3) Sel-sel otot mengalami perubahan dimana kemampuannya untuk membakar lemak menjadi lebih besar 4) Berat badan dapat menjadi ideal dan terjaga 5) Tulang rawan, tendon dan persendian menjadi lebih kuat, fleksibel dan tidak mudah mengalami cedera dan sakit 6) Kecepatan reaksi dan gerakan menjadi lebih cepat.
Proses pencapaian kebugaran juga tidak terlepas dari pengaturan gizi. Pada awalnya pengaturan gizi hanya focus kepada penanggulangan defisiensi zat gizi untuk pencegahan penyakit kronis, namun dampak dari perubahan gaya hidup dan peningkatan angka harapan hidup maka konsep bugar mulai diterapkan. Konsep bugar yang dimaksud adalah kemampuan untuk hidup aktif dan sehat dan itu membutuhkan kualitas gizi yang baik, kualitas gizi yang baik memiliki arti kecukupan dan keseimbangan zat gizi makro dan mikro. 2.3.2 Peranan Zat-Zat Gizi untuk Pencapaian Kebugaran Untuk memberikan kualitas gizi yang baik adalah pada interaksi antara asupan zat gizi dengan peningkatan fungsi alat-alat tubuh. Untuk mendapatkan penampilan fisik yang optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka dapat mengkonsumsi makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. 1) Peran Gizi Makro terhadap Kebugaran Karbohidrat sebagai sumber energy memiliki peranan yang penting, karbohidrat mensuplai hampir 40% dari total energy tubuh yang digunakan saat istirahat dengan 15-20% yang digunakan oleh otot. Energy dari aktivitas fisik diwakili oleh banyaknya jumlah performa kerja eksternal dari tubuh. Pada kebutuhan harian dasar, jumlah dari aktivitas fisik dapat sangat berbeda antara individu dan bahkan berbeda pada individu yang sama bergantung pada banyaknya jumlah latihan (performa aktivitas dengan tujuan memperbaiki satu atau dua komponen dari kebugaran) dan aktivitas yang spontan. Pada akhirnnya beberapa variasi diantara individu kebutuhan energy untuk aktivitas fisik dapat dipengaruhi oleh factor yang berbeda seperti berat badan dan tingkat kebugaran, tetapi total jumlah aktivitas fisik lebih banyak bersumber dari perbedaan kebutuhan energy yang besar pada individu. Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Depkes RI 2004, kebutuhan energy untuk pria usia 16-18 tahun adalah sebesar 2600 kkal per hari sedangkan pada wanita membutuhkan energy 2200 kkal per hari (AKG
Depkes RI, 2004). Protein adalah salah satu dari zat gizi esensial yang sangat penting.
Protein
memiliki
fungsi
fisiologis
yang
penting
untuk
mengoptimalkan performa aktivitas fisik. 2) Peran Gizi Mikro terhadap Kebugaran Vitamin adalah sekelompok komponen organik yang kompleks dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini meningkat secara besar selama latihan dan suplai vitamin yang mencukupi harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik. Vitamin A adalah satu vitamin larut lemak. Secara teoritis defisiensi vitamin A dapat mempengaruhi performa aktivitas fisik. Vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin, niacin, B6, B12, folat, biotin dan asam pantotenat. Efek dari defisiensi beberapa vitamin ini dapat tercatat selama 2-4 minggu, tetapi seringkali mengurangi kapasitas aktivitas fisik. Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut berbentuk padat. Zat besi (Fe) memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau metabolism oksigen di dalam tubuh, kekebalan, perkembangan kognitif, pengaturan suhu, metabolism energy, dan performa kerja.
Tembaga
memiliki fungsi sebagai metaloenzim dan bekerja secara berdekatan dengan zat besi dalam metabolism oksigen. Sedangkan magnesium memainkan peranan penting dalam berbagai proses fisiologis, diantaranya adalah aktivitas fisik seseorang. Untuk mendapatkan penampilan fisik yang optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan adalah hal yang diutamakan. Mikronutrien yang perlu diperhatikan terhadap kebugaran adalah seng, zat besi, magnesium, kalsium dan vitamin.
2.3.3 Gizi Pekerja Di Negara-negara yang berpenduduk padat dengan tingkat hidup yang relative rendah, dimana tersedia tenaga dalam jumlah yang berlebihan, para pengusaha pabrik atau perusahaan kurang sekali memperhatikan kesejahteraan dan kebutuhan gizi tenaga kerja terutama tenaga kerja dari kelas bawah (pekerja kasar). Tanpa ada keinginan untuk mengetahui tingkat kehidupan tenaga kerja tersebut mereka terlihat tampak malas dan kurang bergairah. Belum banyak pengusaha pabrik yang menyadari bahwa kurangnya gairah atau malasnya tenaga kerja itu berkaitan dengan tingkat kesehatan dan kecukupan gizi tenaga kerja itu (Adriani, 2012). 1) Masalah Gizi Tenaga Kerja Berbagai tingkat defisiensi gizi terutama defisiensi energy disamping defisiensi zat gizi mikro seperti vitamin dan zat besi, merupakan masalah gizi yang dengan mudah ditemui pada tenaga kerja diberbagai perusahaan khususnya tenaga kerja golongan rendah. Keadaan yang khas yang mendorong terjadinya gizi kurang pada tenaga kerja di Indonesia sebagai berikut: a. Jam kerja yang panjang yaitu antara 8-9 jam sehari menyerap seluruh cadangan energy dalam tubuh mereka. Lokasi tempat kerja yang jauh mengharuskan tenaga kerja berangkat terburu-buru setiap pagi dan tempat tinggal mereka agar tidak terlambat dan mereka seringkali berangkat kerja tanpa melakukan sarapan terlebih dahulu hingga pada akhirnya mereke memulai bekerja sudah dalam keadaan kekurangan energy. b. Pengawasan kerja yang sangat ketat tidak memungkinkan mereka untuk sejenak berhenti kerja untuk makan terlebih dahulu. c. Waktu istirahat yang disediakan sangat terbatas yaitu sekitar ½ atau 1 jam. Waktu yang singkat itu digunakan untuk beristirahat sejenak melepaskan lelah, mereka makan dengan terburu-buru keadaan
demikian itu adalah tidak mungkin untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka. 2) Kebutuhan Gizi Pekerja Makanan menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi setiap orang, karena itu kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi harus diperhatikan. Secara kuantitas artinya jumlah konsumsi makanan, tidak boleh kurang atau lebih dari yang dibutuhkan tubuh, sedangkan makanan berkualitas adalah makanan yang bergizi, yakni makanan yang mengandung sekelompok zat yang esensial bagi kehidupan dan kesehatan. Yang pada umumnya adalah Karbohidrat, Protein, Lemak, Vitamin dan Mineral. Kebutuhan gizi tenaga kerja bergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan dan lama jam kerja. Berdasarkan kebutuhan gizinya, FAO mengelompokkan jenis pekerjaan sebagai berikut: Tabel 2.16 Pengelompokkan Jenis Pekerjaan Berdasarkan Kebutuhan Energi
Kelompok Pekerjaan Ringan
Agak Berat
Berat
Pegawai Kantor
Pekerjaan Industri ringan
Pekerja Kasar
Tenaga Profesional
Mahasiswa
Buruh Industri Berat
Dokter Akuntan
Petani Nelayan
Buruh Tambang Penarik kaca
Pengacara
Tentara
Pengemudi Bis dan Truk
Guru
Penjaga Toko
Pengemudi bis dan truk
Sumber : FAO
Tabel 2.17 Kriteria Pengelompokan Jenis Pekerjaan Jenis
Kegiatan
Pekerjaan Ringan
Pekerjaan sedang
Pekerjaan berat
Contoh
8 jam tidur 7 jam bekerja dikantor 2 jam pekerjaan sedang di rumah tangga ½ jam olahraga 6 ½ jam pekerjaan ringan
8 jam tidur 8 jam bekerja di industry perkebunan 2 jam pekerjaan rumah tangga 6 jam pekerjaan ringan 8 jam tidur 8 jam pekerjaan berat 2 jam pekerjaan sedang
Karyawan di kantor
Pekerja pabrik garmen dan supir Pekerja rumah tangga
Pekerja pabrik baja Industry mesin dan kuli
Kandungan gizi yang tidak lengkap dalam makanan seseorang pekerja dapat
mempengaruhi
kesanggupan
kerja,
yang
pada
akhirnya
mempengaruhi hasil kerja. Konsumsi pekerja akan mempengaruhi: 1. Perkembangan fisik, mental, dan social yang berimplikasi antara lain pada tinggi dan berat badan, kemampuan intelektual dan kecerdasan, ketekunan dan konsentrasi bekerja. 2. Daya tahan tubuh terhadap terjangkitnya penyakit ataupun imunitas 3. Daya tahan fisik yang berimplikasi pada kemampuan kerja, fisik dan kapasitas kerja 4. Berhubungan erat dengan angka kesakitan dan absensi karena sakit. Adapun sumber-sumber kebutuhan makanan yang dibutuhkan oleh pekerja akan diuraikan dibawah ini: 1. Sumber Energi Makanan sumber energy yang dikonsumsi ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
metabolism
basal,
pemeliharaan
sel,
pertumbuhan,
penyembuhan dan pergerakan tubuh. Oleh karena itu pekerja yang kurang kalori protein akan menjadi pekerja yang lambat berfikir, lambat bertindak dan cepat lelah. Semua ini terjadi karena ketersediaan energy dan protein dalam tubuh tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Disamping itu, kurangnya energy dan protein menyebabkan pekerja peka akan bermacam-macam penyakit, kemalasan dalam mencari nafkah serta produktivitas kerja yang lemah. Jumlah masing-masing tenaga yang diperlukan oleh masing-masing pekerja tidak sama, berapa banyak kalori yang harus diberikan tergantung pada berat ringannya pekerjaan yang dilakukan. Perhitungan kecukupan sehari yang diperkirakan dalam bekerja adalah: a. Bekerja ringan 1,52 X MBR (Metabolisme Basal Rata-rata) b. Bekerja sedang 1,78 X MBR c. Bekerja berat 2,13 X MBR Tabel 2.18 Kebutuhan energi per-orang/hari usia 20-59 tahun Jenis
Kebutuhan
Bekerja ringan
2050 Kkal
Bekerja sedang
2250 Kkal
Bekerja berat
2600 Kkal
Bila wanita hamil
Ditambahkan 300 Kkal
Bila wanita menyusui
Ditambahkan 470 Kkal
2. Sumber Zat Pembangun Kebutuhan lain yang sangat dibutuhkan bagi pekerja adalah protein. Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pemelihara tubuh serta mempertahankan daya tahan terhadap serangan penyakit. Selain fungsifungsi tersebut, protein dapat dipergunakan sebagai sumber energy bagi tubuh. Kecukupan protein bagi pekerja usia 20-59 tahun adalah 48 gr, bagi wanita hamil ditambahkan 12 gr, sedangkan ibu menyusui ditambah 16 gr. Berdasarkan sumbernya, protein diklasifikasikan
menjadi protein hewani dan nabati. Contoh protein hewani adalah daging telur, ikan. Sedangkan protein nabati terdiri dari kacangkacangan. Jika dilihat berdasarkan skor asam amino dan nilai cernanya, mutu protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati, sehingga untuk menjamin tubuh benar-benar mendapatkan asam amino dalam jumlah dan macam yang cukup, sebaiknya orang dewasa mengkonsumsi seperlimanya dari protein hewani. 3. Sumber Zat Pengatur a. Vitamin Vitamin merupakan suatu komponen kimia organic yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk menunjang proses pertumbuhan dan pemeliharaan sel-sel. Menurut sifatnya vitamin dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air. Terdapat beberapa vitamin yang larut dalam lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. vitamin yang larut dalam air namun tidak larut dalam lemak adalah vitamin B kompleks dan vitamin C. vitamin B kompleks terdiri dari thiamin, riboflavin, niasin, asam pentotenat, piridoksin, dan vitamin B 12. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini meningkat secara besar selama latihan dan suplai vitamin yang cukup harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik. b. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Kalsium, fosfor, dan magnesium adalah bagian dari tulang, besi dari hemoglobin dalam sel darah merah, dan iodium dari hormone tiroksin. Selain itu mineral berperan dalam berbagai tahap metabolism, terutama sebagai kofaktor dan aktivitas enzim-enzim.
Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Mineral merupakan elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut berbentuk padat. Saat ini terjadinya peningkatan penelitian pada status kebugaran terhadap efek mineral pada performa fisik.
2.4
Kerangka Teori Demografi Usia Jenis Kelamin Status Menikah Pendapatan
Status Kebugaran
Faktor Eksternal Faktor Internal Konsumsi Alkohol Usia Aktivitas Fisik
Genetik
Jenis Kelamin
Latihan Fisik Kebiasaan Merokok
Status Gizi
Asupan Zat Gizi Mikro (Ca, Fe, Vitamin C)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber: Fauziah, (2012)
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Konsep Karakteristik Karyawan: Usia
Status Gizi
Status Kebugaran
Latihan Fisik
Asupan Zat Gizi Mikro (Ca, Fe, Vitamin C)
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
3.2 Definisi Operasional Menurut Notoatmodjo (2005), definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabelvariabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur). Tabel 3.2 Definisi Operasional
No.
Variabel Status 1. 1 Kebugaran1 1 .
Usia
Status Gizi
Definisi Operasional Jumlah skor hasil tes kesegaran jasmani dengan menggunakan komponen kebugaran jasmani Daya tahan jantungparu, Flexibility, kekuatan otot, dan komposisi tubuh
Lamanya waktu hidup sejak lahir sampai saat penelitian yang diukur berdasarkan tahun kelahiran dengan tahun saat penelitian Keadaan Kesehatan akibat interaksi tubuh manusia, zat gizi, dan makanan diukur dengan menggunakan
Alat ukur
Cara ukur
Stopwatch, alat kekuatan otot (HandGrip Dynamometer, Expanding Dynamometer, Push Pull Strength), Flexibility (Flexibility meter), timbangan berat badan & microtois
Komponen Daya tahan jantung-paru (Bleep Test), Flexibility (tes mistar), Kekuatan otot (Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull Strength), Komposisi Tubuh (IMT)
Kuesioner
Wawancara
Timbangan seca dengan ketelitian 0.1 dan microtois dengan ketelitian 0.1
Mengukur tinggi badan dan berat badan
Hasil ukur
Skala
Skor kebugaran
Rasio
Nilai (untuk analisis univariat) 1. Baik sekali : 2225 2. Baik : 18-21 3. Sedang : 14-17 4. Kurang : 10-13 5. Kurang sekali : 05-09
Ordinal
(tes kesegaran jasmani indonesia. Depdikbud. 1997) Tahun
1.Sangat Kurus <17.0 kg/m2 2.Kurus 17.0 – 18.4 kg/m2 3.Normal 18.5 – 25.0 kg/m2
Rasio
Ordinal
indeks antropometri IMT
4.Gemuk 25.1 – 27.0 kg/m2 5.Obesitas >27.0 kg/m2
cm
(Depkes, 2007)
Latihan Fisik
Aktivitas yang dilakukan dengan frekuensi selain aktivitas bekerja yang dilakukan 3 x s/d 5 kali/minggu dengan durasi minimal 2-3 jam dalam seminggu.
Kuesioner
Asupan Zat Gizi mikro (Kalsium)
Jumlah Asupan Kalsium yang dikonsumsi oleh karyawan dalam periode tertentu yaitu hari, minggu, bulan dan tahun (Dari asupan makanan)
Formulir Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Metode Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Asupan Zat Gizi Mikro Zat Besi (Fe)
Jumlah Asupan Zat Besi yang dikonsumsi oleh karyawan dalam periode tertentu yaitu hari, minggu, bulan dan tahun (Dari asupan makanan)
Formulir Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Metode Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Jumlah Asupan Vitamin C yang dikonsumsi oleh karyawan dalam periode tertentu yaitu hari, minggu, bulan dan tahun (Dari asupan makanan)
Formulir Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
Asupan Zat Gizi Mikro Vitamin C
Wawancara
(Depkes RI, 2003) Skor Latihan Fisik Nilai (untuk analisis univariat) 1. Baik : 3-4 2. Rendah : 1-2
Rasio Ordinal
(Depkes RI, 2012)
Metode Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif
mg/hari
Rasio
Nilai (untuk analisis Ordinal univariat) 1. Cukup ≥ 100% AKG 2. Kurang < 100% AKG (Sumber: AKG, 2013) mg/hr
Rasio
Nilai (untuk analisis Ordinal univariat) 1. Cukup ≥ 100% AKG 2. Kurang < 100% AKG (Sumber: AKG, 2013) mg/hr
Rasio
Nilai (untuk analisis Ordinal univariat) 1. Cukup ≥ 100% AKG 2. Kurang < 100% AKG (Sumber: AKG, 2013)
3.3 Hipotesis a. Ada Hubungan antara Usia terhadap Status Kebugaran b. Ada Hubungan antara Status Gizi terhadap Status Kebugaran c. Ada hubungan antara Latihan Fisik terhadap Status Kebugaran d. Ada hubungan antara Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) terhadap Status Kebugaran.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional, dimana setiap subjek penelitian hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek penelitian. Penelitian
analitik
akan
menginterprestasikan
gambaran
dari
Hubungan Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan Status Kebugaran Karyawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan dan akan diuji dengan menggunakan pengolahan data statistik
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu 16 Agustus 2014, Penelitian ini dilakukan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
4.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan, dengan Jumlah 105 orang karyawan. Sampel adalah objek yang diteliti dan mampu mewakili seluruh populasi. Dalam pengambilan sampel penelitian ini digunakan Total Populasi yaitu seluruh jumlah populasi karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang diambil sebagai sampel.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel 1. Karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan 2. Jenis kelamin pria dan wanita 3. Sehat jasmani dan rohani Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel. 1. Karyawan yang tidak bersedia menjadi responden 2. Responden yang diketahui menderita Penyakit Tidak Menular (Jantung, Diabetes Mellitus, Hipertensi) berdasarkan surat keterangan dokter maupun data kesehatan karyawan yang dimiliki oleh bagian kepegawaian UHAMKA. 3. Responden yang menderita penyakit gangguan pernafasan (Asma) 4. Responden yang sedang mengalami cedera pada ekstremitas bagian bawah selama 6 bulan terakhir.
4.4
Pengukuran dan Pengamatan Variabel
4.4.1 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini pengumpulan data yang dibutuhkan, peneliti melakukan penelitian sendiri secara langsung (data primer) dan dengan bantuan dari berbagai pihak (data sekunder). Adapun jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Pada penelitian ini pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dibantu oleh enambelas (16) enumerator yang sebelumnya sudah terlebih dahulu dilatih oleh instruktur olahraga selama 2 hari, dan sudah dilakukan uji coba di Sekolah Muhammadiyah 3 Limau Jakarta Selatan. Enumerator berasal dari mahasiswa program studi Gizi UHAMKA Semester tujuh (7) & delapan (8) yang sudah mendapatkan mata kuliah Penilaian Status Gizi (PSG) dan dibantu oleh Dosen
Fisiologi Olahraga Bapak Defrizal Siregar, dan tiga orang assistennya yaitu Mahasiswa Semester Akhir Fakultas Olahraga UNJ. a. Data Primer Dalam hal ini pengumpulan data primer akan dilakukan dengan cara: a. Mengukur Komposisi Tubuh dengan menimbang berat badan sesuai bathroom scale (ketelitian 0,1 kg) dan tinggi badan diukur dengan microtoise (ketelitian 0,1 cm) b. Mengukur Fleksibilitas dengan menggunakan fleksibility meter. c. Mengukur daya tahan dan kekuatan otot dengan melakukan HandGrip, Back Leg Strength, Push Pull Strength. d. Mengukur
ketahanan
kardiorespiratori
(Jantung-Paru)
dengan
melakukan Bleep Test. e. Mengumpulkan data karakteristik karyawan (Usia, Jenis Kelamin) dengan menggunakan kuesioner. f. Data Asupan Kalsium, Zat Besi, Vitamin C diperoleh melalui formulir Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitatif. g. Data Latihan fisik diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Setelah melakukan tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh yang terdiri dari, Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull Strength, Fleksibilitas dan IMT. Maka hasil dari masing-masing pengukuran tersebut yang sudah disesuaikan dengan normanya masing-masing diberikan nilai yang sudah disesuaikan dengan hasilnya yaitu: Nilai Pengukuran Kategori
Nilai
Kurang Sekali Kurang Cukup
1 2 3
Baik Baik Sekali
4 5
Dan setelah hasil tersebut sudah disesuaikan dengan nilainya masing-masing maka nilai keseluruhan tersebut dijumlahkan hingga mendapatkan status kebugaran berdasarkan norma berikut ini: Norma Tes Kebugaran Klasifikasi Baik Sekali
Norma Tes Kebugaran 22-25
Baik Sedang Kurang Kurang Sekali (Sumber : Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. Depdikbud. 1997)
18-21 14-17 10-13 05-09
b. Data Sekunder Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen Universitas berupa jumlah para karyawan dan daftar nama karyawan tetap Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Selatan.
4.4.2 Teknik Analisis Data a. Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan melalui proses sebagai berikut: 1) Pemeriksaan Data (editing) Editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuisioner tersebut: 1). Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi 2). Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas atau terbaca 3). Apakah jawaban relevan dengan pertanyaannya 4). Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lainnya. Dalam penelitian ini dilakukan penyuntingan data yang telah dikumpulkan dengan cara memeriksa kelengkapan pengisian pertanyaan yang diajukan,
kejelasan pengisian dan kesalahan jawaban dari setiap kuisioner yang diisi oleh responden. 2) Pemberian coding Coding adalah mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Dengan kegunaan memudahkan pada saat mengentry data. 3) Memasukkan data (Data Entry) atau Processing Data Entry adalah jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan ke dalam program atau “software” computer. 4) Pembersihan data (cleaning) Semua data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinankemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan sebagainya, kemudian diberikan pembetulan atau koreksi. b. Analisis Data Pada tahap analisis ini lebih banyak menggunakan perangkat computer. Analisis data dilakukan dalam dua tahap, yaitu: 1. Analisis Univariat Tujuan dari analisis univariat ini adalah untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel yang terdiri dari: a. Variabel Independent: variabel independen dalam penelitian ini meliputi Usia, Status Gizi, Latihan Fisik, Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C). b. Variabel Dependent: variabel dependent dalam penelitian ini adalah Status Kebugaran. 2. Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independent dan variabel dependent. Untuk melihat hubungan masingmasing variabel yang diteliti dilakukan uji statistik. Pada penelitian ini
uji statistic yang digunakan adalah Korelasi Pearson atau Pearson Corellation, yaitu untuk mengukur hubungan antara dua variabel. Interpretasi uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, dan arah korelasinya. Rumus Uji Pearson Product Moment (docs.google.com)
Keterangan: r = Pearson r corellation coefficient n = Jumlah sampel Nilai r (rho) juga berada di antara -1 ≤ r ≤ 1. Bila nilai r = 0, berarti tidak ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Nilai r = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel independenn dan dependen. Nilai r = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen dan dependen. Dengan kata lain tanda + dan – menunjukan arah hubungan diantara variabel
yang
sedang
dioperasionalkan
(belajarbersamahannin.blogspot.com). 1.
bila nilai p-value lebih kecil atau sama dengan α 0,05 berarti hipotesis alternatif diterima, artinya secara statistik terdapat hubungan yang bermakna (significant) antara kedua variabel yang diteliti;
2.
bila nilai p-value lebih besar dari α 0,05 berarti hipotesis alternatif ditolak artinya secara statistik tidak terdapat hubungan yang bermakna (significant) antara kedua variabel (Notoatmodjo, 2010).
yang diteliti
Panduan Interpretasi Hasil Uji Korelasi berdasarkan Kekuatan Korelasi, nilai p, dan arah korelasi Parameter
Nilai
Interpretasi
No
1.
2.
3.
Kekuatan Korelasi (r)
Nilai p
Arah Korelasi
(sumber : Pelatihan Analisa Data dengan SPSS. 2009)
0.00-0.25
Tidak ada hubungan/hubungan lemah
0.26-0.50
hubungan sedang
0.51-0.75
hubungan kuat
0.76-1.00
hubungan sangat kuat
P <0.05
Terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.
P >0.05
Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji.
+ (positif)
Searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya
- (negatif)
Berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel semakin kecil nilai variabel lainnya.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
5.1.1 Sejarah Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA. Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA merupakan salah satu perguruan tinggi swasta milik persyarikatan Muhammadiyah yang berkedudukan di Jakarta. Sebagai salah satu amal usaha Muhammadiyah, UHAMKA adalah perguruan tinggi berakidah islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunah serta berdasrakan pancasila dan UUD 1945 yang melaksanakan tugas caturdharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah, yaitu menyelenggarakan pembinaan ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT., pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat menurut tuntunan Islam. UHAMKA adalah perubahan bentuk dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Muhammadiyah Jakarta dengan nama awal Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG). PTPG ini diresmikan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1377 H atau 18 November 1957 M, dengan para pendiri diantaranya adalah Arso Sosroatmodjo (Ketua) dan HS Prodjokusomo (sekretaris). Sejalan dengan kebiajakan pemerintah, pada tahun 1958 PTPG berubah menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang menginduk kepada Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ). Pada tahun itu juga, FKIP dipercaya oleh Jawatan Pendidikan Agama, Kementerian Agama, untutk mendidik pegawainya agar menjadi guru PGA yang bermutu. Pada tahun 1956, FKIP UMJ berdiri sendiri dengan nama IKIP Muhammadiyah Jakarta (IKIP-UMJ) dan pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1990 mendapat kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola program Diploma Proyek Pendidikan Tenaga Kependidikan. Selanjutnya tahun 1990 hingga tahun 1997 IKIP-MJ mendapat kepercayaan untuk
mengelola Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Program D2 PGSD kemudian berlanjut hingga tahun 2007. Pada tanggal 30 Mei 1997 Dirjen DIKTI Depikbud memutuskan dan menetapkan
perubahan
bentuk
IKIP-MJ
menjadi
Universitas
Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA dengan Keputusan Dirjen Dikti Depdikbud No. 138/DIKTI/Kep/1997, tanggal 30 Mei 1997. Ketika UHAMKA diresmikan memiliki lima Fakultas, yaitu: 1. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2. Fakultas Ekonomi 3. Fakultas Teknik 4. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Pada tanggal 13 Maret 1998 dibuka Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 91/DIKTI/Kep/1998. Dalam perkembangan selanjutnya FKM diubah menjadi Fakuktas Ilmu-Ilmu Kesehatan (Fikes) berdasarkan keputusan Rektor
Universitas
Muhammadiyah
Prof.
DR.
HAMKA
Nomor
046/e.02.04/2002, tanggal 12 Februari 2002. Pada tanggal 5 Juni 1998 dibuka Fakultas Ilmu Politik (FISIP) berdasrkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 163/DIKTI/Kep/1998. Pada tanggal 12 Maret 1999 dibuka Fakultas Agama Islam (FAI) berdasarkan Keputusan Kopertais Wilayah I DKI Jakarta Nomor 119 Tahun 1999. Pada tanggal 9 Juli 2003 dibuka Fakultas Psikologi berdasarkan Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas Nomor 1420/D/T/2003, perihal Ijin Penyelenggaraan Program Jenjang (S1). Dan Saat ini jumlah karyawan tetap di UHAMKA Limau adalah sebanyak 105 karyawan.
5.1.2 Kegiatan Olahraga Penunjang
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka menyediakan kegiatan olahraga penunjang kepada karyawan dan dosen, yang dilaksanakan satu minggu sekali setiap hari jumat. Kegiatan yang dilakukan ini ditujukan kepada para karyawan UHAMKA maupun para dosen Universitas. Ada perbedaan kegiatan olahraga yang dilakukan pada karyawan laki-laki dan karyawan perempuan. Pada karyawan dan dosen laki-laki olahraga yang dilakukan adalah futsal, sedangkan olahraga yang dilakukan pada karyawan dan dosen perempuan adalah bulu tangkis. Kegiatan ini dilakukan ditempat yang berbeda, olahraga futsal biasanya dilaksanakan di daerah Pondok Indah, sedangkan perempuan dilaksanakan di hall Radio Dalam. Namun kegiatan olahraga yang disediakan olah pihak kampus tidak berjalan dengan semestinya, pada olahraga futsal pada karyawan laki-laki hanya sedikit yang mengikuti kegiatan tersebut dan hampir tidak semuanya mengikuti olahraga futsal yang dilaksanakan setiap hari jumat. Sedangkan pada olahraga bulu tangkis pada karyawan perempuan sudah tidak lagi berjalan sejak satu tahun ini. 5.2 Gambaran Umum Subjek Penelitian Tabel 5.1
Distribusi Responden menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan Total
n 42 13 55
% 76.4 23.6 100
Penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA terdiri dari 55 karyawan tetap dengan jenis kelamin terbanyak laki-laki yaitu 42 responden (76.4%), dan 13 responden wanita dengan persentase 23.6%.
Tabel 5.2 Distribusi Responden menurut Kebiasaan Berolahraga Kebiasaan Olahraga n % Ya 36 65.5 Tidak 19 34.5 Total 55 100
Berdasarkan
Tabel
5.2
diketahui
bahwa
Karyawan
Universitas
Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta yang sering melakukan kebiasaan berolahraga adalah 36 responden (65.5%) dan yang tidak melakukan kebiasaan berolahraga 19 responden (34.5%). WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak menular. Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi ini dapat terlihat, seperti cepat lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan dan daya tahan yang rendah, serta penampilan yang tampak lemas dan gairah hidup yang kurang. Tabel 5.3 Distribusi Responden menurut Frekuensi Berolahraga Frekuensi Olahraga n % 1 kali/minggu 22 40 2 kali/minggu 9 16.4 3 kali/minggu 1 1.8 4 kali/minggu 3 5.5 5 kali/minggu 1 1.8 Tidak pernah berolahraga 19 34.5 Total 55 100
Frekuensi latihan berhubungan erat dengan intensitas dan lamanya latihan. Olahraga dilakukan secara teratur setiap hari atau dilakukan 3-5 kali seminggu minimal 30 menit setiap kali berolahraga (Moelyono Ws, 1991). Dalam penelitian ini jumlah responden yang sering melakukan olahraga dengan frekuensi olahraga 1 kali/minggu yaitu sebanyak 22 orang (40%) dari 36 orang responden yang sering melakukan olahraga dengan rutin.
Tabel 5.4 Distribusi Responden menurut Durasi Berolahraga Durasi Olahraga n <30 menit 11 30 menit-1 jam 20 2-3 Jam 5 Tidak pernah berolahraga 19 Total 55
% 20 36.4 9.1 34.5 100
Lamanya latihan akan mendapatkan hasil latihan yang baik sehingga cukup bermanfaat bagi kesegaran jantung dan tidak berbahaya. Makin besar intensitas latihan maka makin besar pula efek latihan tersebut. Intensitas kesegaran jasmani sebaiknya antara 60-80% dari kapasitas aerobik yang maksimal. Berdasarkan hasil distribusi Durasi berolahraga karyawan, diketahui jumlah karyawan yang sering melakukan olahraga adalah 36 responden dan yang tidak melakukan olahraga yaitu 19 orang. Maka berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 36 responden yang sering berolahraga hanya 20 responden (36.4%) dengan durasi berolahraga 30 menit- 1 jam dan durasi terendah 2-3 jam terdiri dari 5 orang (9.1%) Tabel 5.5 Distribusi Responden menurut Waktu Berolahraga Waktu Olahraga n Sebelum bekerja 7 Sesudah bekerja 9 Akhir pekan 20 Tidak pernah berolahraga 19 Total 55
% 12.7 16.4 36.4 34.5 100
Berdasarkan penelitian status kebugaran karyawan UHAMKA diketahui bahwa karyawan lebih sering melakukan olahraga pada akhir pekan yaitu 20 responden (36.4%) dan yang sering melakukan olahraga sebelum bekerja yaitu 7 responden (12.7%). Menurut Wendy Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk melakukan olahraga adalah saat pagi hari. Beberapa alasan yang mendukung teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari dapat meningkatkan denyut jantung dan membakar lebih banyak kalori, meningkatkan semangat dalam beraktifitas seharian.
Tabel 5.6 Distribusi Responden menurut Jenis Olahraga Jenis Olahraga n Senam aerobic 3 Jalan kaki 13 Jogging 13 Lain-lain 7 Tidak pernah berolahraga 19 Total 55
% 5.5 23.6 23.6 12.7 34.5 100
Dari 36 responden yang sering melakukan olahraga, diketahui 13 responden (26.6%) melakukan jenis olahraga jalan kaki, dan jenis olahraga jogging sebanyak 13 orang (23.6%), sedangkan paling sedikit responden melakukan jenis olahraga senam aerobik sebesar 3 responden (5.5%). Berjalan kaki merupakan latihan fisik yang sering dilakukan yang memiliki banyak keuntungan seperti tidak banyaknya biaya yang dikeluarkan, mudah, dan memiliki resiko cedera yang kecil. Jogging adalah lari perlahan secara kontinyu. Jogging bermanfaat untuk meningkatkan kebugaran jantung-paru dan otot. Pada saat selesai melakukan jogging sebaiknya disarankan untuk tidak berhenti secara mendadak melainkan tetap berlari atau berjalan secara perlahan hingga detak jantung kembali normal, dan Senam aerobik merupakan olahraga yang diiringi irama dinamis yang mendatangkan keceriaan, dengan intensitas yang dapat dipilih sesuai dengan irama musik. Tabel 5.7 Distribusi Responden menurut Alasan Tidak Berolahraga Alasan tidak Olahraga n % Tidak ada keterangan 43 78.2 Capek 1 1.8 Kerja 1 1.8 Malas 2 3.4 Sibuk 1 1.8 Tidak ada waktu 6 10.9 Tidak sempat 1 1.8 Total
55
100
Dari 55 responden, diperolehnya alasan tidak melakukan olahraga yaitu tidak ada waktu sebanyak 6 responden (10.9%).
5.3 Hasil Analisis a. Analisis Univariat Analisis ini dilakukan untuk melihat gambaran distribusi frekuensi variabel-variabel yang diteliti. Analisis univariat yang dilakukan meliputi variabel bebas, meliputi usia, status gizi, latihan fisik dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin C) dan variabel terkait dalam penelitian ini adalah status kebugaran dengan metode Bleep Test, Hand Grip, Back Leg Strength, Push Pull Strength, Tes Fleksibilitas dan IMT karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta. 1) Gambaran Usia Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Usia Karyawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Usia n % Remaja Akhir (17-25 tahun) 3 5.5 Dewasa Awal (26-35 tahun) 16 29.1 Dewasa Akhir (36-45 tahun) 23 41.8 Lansia awal (46-55 tahun) 13 23.6 Total 55 100
Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang sangat jauh lebih baik, ini dikarenakan fungsi organ tubuh akan tumbuh secara optimal. Pada Tabel 5.8 diatas diketahui bahwa responden yang paling banyak menjadi subjek penelitian yaitu berusia 36-45 tahun (41.8%) dan usia responden yang paling sedikit ikut melakukan penelitian kebugaran yaitu berusia 17-25 tahun (5.5%).
2) Gambaran Status Gizi Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Status Gizi Karyawan IMT n Sangat kurus 1 kurus 0 Gemuk 12 Obesitas 18 Normal 24 Total 55
% 1.8 0 21.8 32.7 43.6 100
Status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Berdasarkan hasil penelitian terhadap 55 responden, diketahui karyawan yang sangat kurus berjumlah 1 responden (1.8%), kurus (0%), gemuk 12 responden (21.8%), obesitas 18 responden (32.7%) dan karyawan dengan status gizi normal berjumlah 24 responden (43.6%).
3) Gambaran Latihan Fisik Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Latihan Fisik Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Latihan Fisik n % Rendah 54 98.2 Baik 1 1.8 Total
55
100
Berdasarkan Tabel 5.10 diketahui bahwa Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta memiliki distribusi frekuensi latihan fisik yang rendah yaitu sebanyak 54 responden (98.2%) dan frekuensi latihan fisik yang baik pada karyawan hanya 1 responden (1.8%). Jenis olahraga yang paling banyak dilakukan adalah jalan kaki dan jogging, sedangkan frekuensi berolahraga yang paling sering dilakukan yaitu 1 kali/minggu dengan durasi 30 menit-1 jam yang dilakukan pada akhir pekan. Menurut Wendy Burngardner (2011) waktu yang tepat untuk melakukan olahraga adalah saat pagi hari. Beberapa alasan yang mendukung teori ini yaitu, olahraga pada pagi hari dapat meningkatkan denyut jantung dan membakar lebih banyak kalori, meningkatkan semangat dalam beraktifitas seharian. WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak menular. Kekurangan gerak atau kurangnya keterlibatan secara aktif dalam berolahraga dapat menyebabkan derajat kesegaran jasmani yang rendah. Kondisi ini dapat terlihat, seperti cepat lelah saat melakukan tugas sehari-hari, kecepatan
dan daya tahan yang rendah, serta penampilan yang tampak lemas dan gairah hidup yang kurang. Alasan responden tidak berolahraga yaitu tidak adanya waktu untuk mereka dapat melakukan olahraga dikarenakan kesibukan mereka.
4) Gambaran Asupan Zat Gizi Mikro (Kalisum, Zat Besi, Vitamin C) Tabel 5.11 Deskripsi Asupan Zat Gizi Mikro (Klasium, Zat Besi, Vitamin C) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Pola Makan Asupan Kalsium Asupan Fe Vitamin C (mg/hr) (Zat Besi) mg/hr (mg/hr) Rata-Rata Asupan 1038.7 25.25 131 Asupan terendah 131.97 2.46 2.16 Asupan tertinggi 3941 87 530 Total 55
Dalam Penelitian ini diketahui rata-rata asupan kalsium dari 55 responden yaitu, 1038.7 mg/hari dengan asupan terendah 131.97 mg/hari dan asupan kalsium tertinggi 3941 mg/hari. Sedangkan pada Asupan Fe (Zat Besi) rata-rata asupan karyawan yaitu 25.25 mg/hr dengan asupan Fe (Zat Besi) terendah 2.46 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 87 mg/hari. Pada vitamin C rata-rata asupan 131 mg/hari, dengan asupan Fe (Zat Besi) terendah 2.16 mg/hari dan asupan Fe (Zat Besi) tertinggi 53.0 mg/hari. Tabel 5.12 Deskripsi Asupan Kalsium (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Asupan Kalsium (mg/hr) n % Kurang 37 67.3 Cukup 18 32.7 Total
55
100
Pada penelitian ini di lakukan penelitian asupan zat gizi mikro yaitu kalsium, Fe, Zat besi dengan menggunakan Food Frequency Questionnaire Semi Kuantitataif. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat
di dalam tubuh, yaitu 1.5%-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan tabel 5.12 diketahui bahwa asupan kalsium (mg/hari) karyawan UHAMKA yaitu 37 responden (67.3%) memiliki asupan kalsium kurang, sedangkan 18 responden (32.7%) memiliki asupan kalsium yang cukup. Tabel 5.13 Deskripsi Asupan Zat Besi (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Asupan Zat Besi (mg/hr) n % Kurang 30 54.5 Cukup 25 45.5 Total
55
100
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Pada penelitian ini asupan zat besi dilakukan dengan menggunakan FFQ Semi Kuantitatif sebanyak 55 responden. Berdasarkan tabel 5.13 diketahui bahwa asupan Zat Besi (mg/hari) karyawan UHAMKA yaitu sebanyak 30 responden (54.5%) asupan kalsium (mg/hr), sedangkan 25 responden (45.5%) dinyatakan memiliki asupan zat besi yang cukup. Tabel 5.14 Deskripsi Asupan Vitamin C (mg/hari) Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Asupan Vitamin C (mg/hr) n % Kurang 35 63.6 Cukup 20 36.4 Total 55 100
Vitamin C merupakan vitamin yang memiliki proses metabolisme sel hidup yang diperlukan didalam tubuh manusia. Berdasarkan penelitian dengan jumlah sampel 55 orang karyawan diketahui bahwa karyawan yang memiliki asupan vitamin c yang kurang mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi
vitamin C sebanyak 35 responden (63.6%) sedangkan karyawan yang cukup mengkonsumsi asupan vitamin c yaitu 20 responden (36.5%).
5) Status Kebugaran Tabel 5.15 Deskripsi Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Status Kebugaran n % Baik 1 1.8 Kurang 18 32.7 Kurang Sekali 30 54.5 Sedang 6 10.9 Total 55 100
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui status kebugaran karyawan di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr Hamka Limau Jakarta Tahun 2014, dengan jumlah karyawan tetap yang menjadi responden sebesar 55 orang. Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Berdasarkan tabel 5.15, diketahui bahwa sebanyak 30 responden (54.5%) memiliki status kebugaran yang kurang sekali, 18 responden (32.7%) memiliki status kebugaran kurang, 6 responden (10.9%) memiliki status kebugaran sedang, dan 1 responden (1.8%) memiliki status kebugaran baik.
6) Rekapitulasi Hasil Analisis Univariat
Tabel 5.16 Rekapitulasi Analisis Univariat No
Variabel
Kategori
n
%
3 16 23 13
5.5 29.1 41.8 23.6
1 0 12 18 24 54 1 37
1.8 0 21.8 32.7 43.6 98.2 1.8 67.3
1
Usia
2
Status Gizi
2
Latihan Fisik
3
Asupan
Remaja Akhir (17-25 thn) Dewasa Awal (26-35 thn) Dewasa Akhir (36-45 thn) Lansia awal (46-55 thn) Sangat kurus Kurus Gemuk Obesitas Normal Rendah Baik Kurang
Kalsium
Cukup
18
32.7
Asupan Zat
Kurang
30
54.5
Besi
Cukup
25
45.5
Asupan
Kurang
35
63.6
Vitamin C
Cukup
20
36.4
Status
Baik Kurang Kurang Sekali Sedang
1 18 30 6
1.8 32.7 54.5 10.9
4
5
6
Kebugaran
b. Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel untuk membuktikan hipotesis penelitian. Dalam hal ini untuk melihat hubungan usia, status gizi, latihan fisik, dan asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c), yang mempengaruhi status kebugaran karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta, maka dilakukan analisis bivariat dengan uji statistic korelasi.
1) Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran Tabel 5.17 Distribusi Hubungan Usia dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Usia
P value
0.004
Total
0.979
55
Dalam Penelitian status kebugaran variabel usia juga merupakan salah satu variabel yang diteliti. Pada usia pertumbuhan kebugaran jasmani seseorang biasanya jauh lebih baik dikarenakan fungsi organ tubuh tumbuh secara optimal. Dari hasil statistik diatas nilai r adalah 0.004, dalam kekuatan korelasi (r) 0.004 tidak adanya hubungan/hubungan yang lemah. P (value) adalah 0.979 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara usia terhadap status kebugaran. Daya tahan kardiorespiratori akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya usia, namun penurunan ini akan berkurang bila seseorang berolahraga secara teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran akan meningkat sampai mencapai maksimal pada usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira sebesar 0.81 % per tahun (Buku Panduan Olahraga Bagi Kesehatan, 2002).
2) Hubungan antara Status Gizi dengan Status Kebugaran Tabel 5.18 Distribusi Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Status Gizi
P value
0.382
Total
0.004
55
Analisis hubungan antara status gizi diukur dengan indikator IMT (Indeks Massa Tubuh) dan status kebugaran diukur berdasarkan tes kardiorespiratori, daya tahan dan kekuatan otot, fleksibilitas, dan komposisi tubuh. Status gizi diukur dengan menggunakan uji korelasi. Hasil analisis hubungan kedua variabel dipaparkan dalam tabel 5.18. berdasarkan hasil analisis pada tabel diatas diketahui bahwa antara IMT dengan status kebugaran memiliki hubungan yang signifikan yaitu nilai r 0.320 memiliki interprestasi hubungan yang sedang dan P value 0.004 terdapat korelasi yang bermakna.
3) Hubungan antara Latihan Fisik dengan Status Kebugaran Tabel 5.19 Distribusi Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Latihan Fisik
Total
P value 0.320
0.017
55
Dari hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r adalah 0.320 yaitu adanya hubungan yang sedang, sedangkan P value adalah 0.017 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status
kebugaran. Adanya hubungan antara latihan fisik dengan status kebugaran karena kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua kesegaran jasmani dimana latihan fisik dapat meningkatkan kebugaran jasmani seseorang.
4) Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) Tabel 5.20 Distribusi Hubungan Asupan Kalsium (mg/hr) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Asupan Kalsium
P value
-0. 171
0.212
(mg/hr) Total
55
Kebugaran adalah dasar untuk membangun tubuh yang sehat dan tubuh yang sehat akan lebih produktif dan dapat terhindar dari berbagai macam penyakit salah satunya adalah Penyakit Tidak Menular. Tingkat kebugaran dan kesehatan individu dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu pengaturan asupan makanan/zat gizi, istirahat dan olahraga. Dalam penelitian ini dilakukan penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi mikro kasium, berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji korelasi didapatkan r -0.171 yaitu arah korelasi dengan nilai – (negatif) berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya dan r -0.171 tidak ada hubungan /hubungan lemah. Sedangkan pada P value didapatkan 0.212 lebih besar dari 0.05 maka diketahui tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji sehingga dapat dikatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan kalsium terhadap status kebugaran.
Tabel 5.21 Distribusi Hubungan Asupan Zat Besi (mg/hr) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Asupan Zat Besi
P value
-0. 034
0.805
(mg/hr) Total
55
Dalam penelitian kebugaran ini salah satu asupan zat gizi mikro yang dijadikan variabel penelitian adalah zat besi. Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa r -.0.034 yaitu tidak adanya hubungan/hubungan lemah dan berlawanan arah, semakin besar nilai satu variabel maka semakin kecil nilai variabel yang lainnya. Diperolehnya nilai P (value) 0.805 > 0.05 dapat dikatakan tidak ada hubungan bermakna antara asupan zat besi dengan status kebugaran. Tabel 5.22 Distribusi Hubungan Asupan Vitamin C (mg/hr) dengan Status Kebugaran Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta Tahun 2014 Variabel Status Kebugaran r Asupan Vitamin C
P value
-0.218
0.109
(mg/hr) Total
55
Tingkat kebugaran dan kesehatan individu dipengaruhi oleh beberapa faktor utama salah satunya adalah pengaturan asupan makanan/zat gizi,. Dalam penelitian ini dilakukan penelitian mengenai peran penting asupan zat gizi mikro Vitamin C. berdasarkan hasil statistik diatas nilai r adalah -0.218 yaitu tidak adanya hubungan/hubungan lemah. Sedangkan nilai P (value) 0.109 lebih besar dari 0.05 sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara zat gizi mikro vitamin C dengan status kebugaran.
5) Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat
Tabel 5.23 Rekapitulasi Analisis Bivariat Status Kebugaran Variabel
r
P value
Keterangan
Usia
0.004
0.979
Tidak ada Hubungan
Status Gizi
0.382
0.004
Hubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna
Latihan Fisik
0.320
0.017
Hubungan sedang dan terdapat korelasi yang bermakna
Asupan
-0. 171
0.805
-0. 034
0.212
Kalsium (mg/hr)
Hubungan lemah dan tidak
Asupan Zat
terdapat korelasi yang
Besi (mg/hr)
bermakna
Asupan Vitamin C (mg/hr)
-0.218
0.109
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian
6.1.1 Keterbatasan Responden Penelitian Responden dalam penelitian status kebugaran ini terbatas, jumlah karyawan UHAMKA yang hadir pada saat penelitian kebugaran berlangsung tidak semuanya hadir, seharusnya jumlah karyawan yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah 105 orang karyawan, tetapi karena sebagian karyawan sibuk dan tidak bersedia untuk mengikuti tes kebugaran maka jumlah responden yang mengukuti tes kebugaran ini adalah 55 orang.
6.2
Pembahasan Univariat
6.2.1 Usia Dari penelitian didapatkan lebih banyak karyawan yang berusia Dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 41.8%. Usia seseorang akan mempengaruhi kondisi, kemampuan, dan kapasitas tubuh dalam melakukan aktivitasnya. Produktivitas kerja akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kapasitas kerja berkurang hingga 80% pada usia 50 tahun dan pada usia 60 tahun kapasitas kerja berkurang hingga 60% dibandingkan dengan umur 25 tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Astrand, dinyatakan bahwa sebelum memasuki masa pubertas, laki-laki dan perempuan pada usia yang sama tidak memiliki perbedaan signifikan dalam hal kekuatan aerobik maksimal. Pada kekuatan otot, usia juga memiliki pengaruh signifikan. Kekuatan otot mencapai puncaknya pada usia 20 tahun dan kekuatan otot dapat ditingkatkan dengan latihan peningkatan kekuatan otot dan peningkatan waktu dari sinergisitas otot pada aktivitas sehari-hari.
6.2.2 Status Gizi Status gizi responden dalam penelitian ini dilihat berdasarkan indeks masa tubuh (IMT). Sesuai dengan standar status gizi menurut IMT untuk orang Indonesia dari Depkes RI, dengan nilai IMT untuk status gizi normal yaitu 18.5-25.0 kg/m2, maka diketahui sebanyak 1 responden (1.8%) karyawan UHAMKA memiliki status gizi sangat kurus, status gizi gemuk 12 responden (21.8%), status gizi karyawan yang obesitas 18 responden (32.7%) dan responden yang memiliki status gizi normal yaitu 24 responden (43.6%). Responden dengan status gizi gemuk dengan persentase 21.8% jauh lebih rendah dibandingkan dengan responden yang memiliki status gizi normal sebesar 43.6%. Jika dibandingkan dengan hasil survey Riskesdas 2010, persentase total responden dengan status gizi sangat kurus (1.8%) lebih rendah dibandingkan angka nasional untuk status gizi sangat kurus (12.6%). Persentase total responden gemuk (21.8%) dan obesitas (32.7%) lebih tinggi dibandingkan angka nasional untuk status gizi overweight (21.7%). Sedangkan persentase responden yang memiiki status gizi normal (43.6%) lebih rendah dibandingkan angka nasional (65.8%) Peningkatan status gizi menjadi overweight sangat berkaitan dengan gaya hidup terutama yang berkaitan dengan peningkatan kadar lipid lipoprotein dalam tubuh (Goldberg dkk, 2000). Selain itu diketahui bahwa pemilihan makan berdasarkan kandungan gizi yang baik untuk kesehatan dapat digunakan sebagai cara preventif terhadap resiko obesitas. Berdasarkan hasi wawancara FFQ semi kuantitatif, diketahui terdapat kecenderungan kebiasaan konsumsi makanan dengan cara digoreng. Hal ini dapat berkontribusi tidak hanya terhadap peningkatan kadar lemak total tubuh tetapi juga berpengaruh terhadap jenis kandungan gizi yang diasup dan keseimbangan energi responden yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap status gizi responden tersebut.
6.2.3 Latihan Fisik Nilai latihan fisik pada penelitian diperoleh dari skor latihan fisik yang meliputi intensitas dan durasi latihan fisik pekerja selama satu minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa frekuensi latihan fisik karyawan rendah yaitu (98.2% ) dibandingkan karyawan dengan frekuensi latihan fisik baik (1.8%). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Komang Ayu (2011) yang menunjukan bahwa sebanyak 46.0% dengan kebiasaan olahraga yang buruk dengan mengalami kebugaran jasmani yang buruk, dan 76.6% memiliki kebiasaan olahraga baik dan mengalami kebugaran jasmani yang baik. WHO (2002) menyatakan bahwa kurangnya aktivitas fisik dan gaya hidup sedentary dapat menyebabkan penurunan kesehatan dan kebugaran sehingga meningkatkan resiko penyakit tidak menular. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan aktifitas
waktu
luang
dapat
berkontribusi
terhadap
daya
tahan
kardiorespiratori dengan efek yang berbeda.
6.2.4 Asupan Zat Gizi Mikro Zat gizi mikro yang diteliti pada penelitian ini adalah Kalsium, Zat Besi, dan Vitamin C. dari 55 responden, karyawan yang asupan kalsiumnya cukup yaitu 67.3% sedangkan asupan kalsium kurang yaitu 32.7% hal ini jelas saja tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (2013). Dari 55 orang karyawan diketahui yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 76.4% dan yang berjenis kelamin perempuan yaitu 23.6%. jenis kelamin yang menjadi responden pada penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Namun dalam hal ini Angka Kecukupan Gizi kalsium untuk jenis kelamin laki-laki dan perempuan sama yaitu mulai dari 1000-1100 mg/hari dengan kategori umur mulai dari 19 tahun-50tahun. Asupan zat besi karyawan masih kurang yaitu 54.5%, asupan zat besipun masih dibawah 100% AKG ini terlihat dari persentase asupan zat besi karyawan yang kurang (54.5%), sama halnya seperti kalsium Asupan zat besi
berdasarkan AKG digolongkan berdasarkan usia dan jenis kelamin. Pada penelitian ini jenis kelamin yang banyak menjadi responden dengan usia berkisar mulai dari 19 tahun-50 tahun memiiki Angka Kecukupan Gizi untuk zat besi yaitu pada laki-laki 13 mg/hari, sedangkan pada perempuan mulai dari 12-26 mg/hari. Asupan vitamin c 63.6% yaitu kurang dari kecukupan, kecukupan vitamin c perhari pada laki laki mulai dari usia 19 thn-64 thn yaitu 90 mg/hari, sedangkan pada perempuan usia 19 tahun-29 tahun kebutuhan vitamin c yaitu 75 mg/hr, sedangkan usia 30-64 tahun vitamin c yang dibutuhkan 1000 mg/hr. Dari ketiga asupan zat gizi mikro kalsium, zat besi, dan vitamin c tidak terpenuhi anjuran AKG 100%.
6.2.5 Status Kebugaran Kebugaran jasmani meliputi kemampuan untuk dapat melakukan kegiatan atas pekerjaan sehari-hari dan adaptasi terhadap pembebanan fisik tanpa menimbulkan kelelahan berlebihan. Kebugaran merupakan salah satu indicator dalam menentukan derajat kesehatan seseorang. Dengan memiliki fisik sehat dan bugar maka seseorang dapat menjalankan aktivitas harian secara optimal. Nilai status kebugaran pada penelitian diperoleh dari norma Tes Kesegaran Jasmani Keluarga yang meliputi hasil dari keseluruhan nilai tes jantung-paru, kekuatan otot, Flexibilitas dan komposisi tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54.5% Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta kurang bugar sekali, dan karyawan UHAMKA yang status kebugarannya baik yaitu 1.8%. jika dilihat berdasarkan gambaran umum subjek penelitian, diketahui bahwa faktor penyebab seseorang tidak bugar adalah jumlah persentase pada tidak pernahnya melakukan kebiasaan olahraga (34.5%), frekuensi olahraga hanya dilakukan 1 kali/minggu (40%), durasi olahraga dilakukan 30 menit-1 jam (36.4%), waktu berolahraga akhir pekan (36.4%). Jika dibandingkan dengan survey riskesdas 2007 dapat diketahui persentase kurang aktifitas fisik untuk penduduk Indonesia umur 10
tahun keatas sebesar 48.2%. Dengan demikian persentase aktivitas fisik pada karyawan UHAMKA lebih tinggi dibandingkan dengan nilai nasional. Kegiatan fisik sangat mempengaruhi semua komponen kesegaran jasmani, latihan fisik yang bersifat aerobik dilakukan secara teratur yang akan mempengaruhi atau meningkatkan daya tahan kardiovaskular dan dapat mengurangi lemak tubuh. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mengurangi resiko terhadap penyakit seperti cardiovaskuler disease (CVD), stroke, diabetes mellitus dan kanker kolon. Selain itu juga memberikan efek positif terhadap berbagai macam penyakit serta juga dapat meningkatkan produktivitas dalam bekerja. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan dapat memberikan dampak positif bagi kebugaran seseorang, diantaranya yaitu peningkatan kemampuan pemakaian oksigen dan curah jantung, penurunan detak jantung, penurunan tekanan darah, peningkatan efisiensi kerja otot jantung, mencegah mortalitas dan morbiditas akibat gangguan jantung, peningkatan ketahanan saat melakukan latihan fisik, peningkatan metabolisme tubuh, meningkatkan kemampuan otot, dan mencegah obesitas. Kualitas olahraga adalah penilaian terhadap aktivitas olahraga berdasarkan frekuensi dan lamanya olahraga setiap kegiatan dalam seminggu, seperti intensitas latihan, lamanya latihan, dan frekuensi latihan, Hasil persentase kebugaran pada penelitian ini jauh lebih kecil dibandingkan pada penelitian Fauziah, nanda (2012) dimana 78% karyawan memiliki tingkat kebugaran yang kurang.
6.3
Pembahasan Bivariat
6.3.1 Hubungan antara Usia dengan Status Kebugaran Penelitian menunjukkan bahwa karyawan berusia 36-45 tahun (41.8%), 26-35 tahun (29.1%), 46-55 tahun (23.6%), dan 17-25 tahun (5.5%). Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara umur dengan status kebugaran P (value) 0.979, dan r 0.004 yaitu adanya hubungan yang lemah. Sama halnya
pada penelitian yang dilakukan oleh fauziah, nanda (2012) bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan Tingkat kebugaran karyawan. Secara teori , usia dan tingkat kebugaran memiliki hubungan yang dikaitkan dengan penurunan fungsi fisiologis paru-paru sejalan dengan bertambahnya usia yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang (Jackson, 2008). Namun, hasil penelitian yang sama ditunjukkan pada penelitian terhadap 40 responden di laboratorium lowa state university yang menunjukkan tidak terdapat beda signifikan pada kelompok muda dan tua yang bugar (Hernandez dkk, 2005). Hubungan usia dengan status kebugaran yang tidak signifikan dapat terjadi karena kapasitas fungsional pada tubuh akan menurun setelah usia 30 tahun dan pada usia 50 tahun kapasitas kerja menurun 80% dibandingkan pada usia 20 tahun dimana tingkat kebugaran jasmani akan meningkat sampai dengan mencapai maksimal pada usia tersebut tetapi tingkat kesegaran jasmani dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivitas fisik secara teratur (Astrand dan Rodahl, 1986). Hal inilah yang menyebabkan usia tidak berhubungan signifikan pada penelitian karyawan UHAMKA dimana diketahui bahwa latihan fisik karyawan UHAMKA rendah (98.2%) dan kisaran usia karyawan UHAMKA paling banyak berusia 36-45 tahun (41.8%) dimana pada usia tersebut kapasitas fungsional tubuh akan menurun.
6.3.2 Hubungan Status Gizi dengan Status Kebugaran Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan status kebugaran. Hubungan yang signifikan memiliki korelasi dengan kekuatan hubungan yang sedang yaitu (r = 0.382). sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Komang Ayu (2011) di PT Amoco Mitsui bahwa status gizi yang baik dapat memperoleh kebugaran jasmani yang baik pula sebesar 95.2%. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin (Sunita, 2002). Dalam penelitian ini skor kebugaran diukur dengan menggunakan empat komponen yaitu kardiorespiratori, daya tahan otot, fleksibilitas dan komposisi tubuh dimana norma dari masing-masing nilai diberi skor dan dijumlahkan semuanya sehingga akan terlihat berapa orang yang memiliki status kebugaran baik, kurang, kurang sekali, dan sedang. Berdasarkan data yang didapat responden yang memiliki status kebugaran kurang dan memiliki status gizi kurus yaitu 1 responden, karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki status gizi gemuk sebanyak 10 responden, 10 responden dengan status gizi obesitas, dan status gizi normal yaitu 10 responden. Sedangkan kebugaran baik memiliki status gizi gemuk yaitu 1 responden. Zat-zat makanan diperlukan agar menghasilkan kebugaran jasmani yang baik. Dimana zat-zat makanan tersebut digunakan untuk menghasikan tenaga/kalori sehingga dapat terbentuk sempurna karena adanya tenaga yang diperoleh dari zat-zat makanan yaitu karbohidrat, lemak, dan protein dengan melalui proses pembakaran. Zat-zat gizi makro juga digunakan untuk pembentukan sel, memperbaiki sel-sel yang mati/rusak. Ketersediaan zat gizi didalam tubuh akan berpengaruh pada kemampuan otot pada saat berkontraksi dan daya tahan kardiovaskular, sehingga untuk mendapatkan kebugaran yang baik seseorang haruslah melakukan latihan-latihan olahraga yang cukup dan mendapatkan asupan gizi yang memadai untuk kegiatan fisiknya. Dengan status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsinya secara optimal sehingga akan menghasikan tingkat kesegaran jasmani pada seseorang (Depkes, 1997).
6.3.3 Hubungan Latihan Fisik dengan Status Kebugaran Berdasarkan hasil penelitian latihan fisik diketahui bahwa frekuensi latihan fisik pada karyawan yaitu rendah 98.2% dan hanya 1.8% yang memiliki frekuensi latihan fisik baik dari 55 responden. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa latihan fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan status kebugaran yaitu r 0.320 adanya hubungan yang sedang dan P value 0.017 yaitu terdapat korelasi yang bermakna antara latihan fisik dengan status kebugaran. Pada penelitian Fauziah, nanda (2012) adanya hubungan yang signifikan antara latihan fisik dengan status kebugaran, latihan fisik telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa latihan fisik berkontribusi cukup besar terhadap tingkat kebugaran dan daya tahan kardiorespiratori. Secara teori latihan fisik menjadi salah satu metode efektif dalam mengatur berat badan untuk mendapatkan daya tahan jantung yang baik dan terhindar dari penyakit kardiovaskular (Christou dkk, 2005). Penelitian pada 1298 responden berumur 18-62 tahun pada staf dikantor Utrecht Police Lifestyle Intervention Fitness and Training (UP-LIPI) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara kebugaran dengan kebiasaan latihan fisik (r = 0.018) dan intensitas aktifitas fisik (r = 0.238) dengan kekuatan hubungan yang lemah (Sassen dkk, 2010). Dan Hasil penelitian Tamamu Itsnainiyah (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga dengan status kebugaran. Olahraga merupakan bagian dari aktifitas fisik yang terencana, terstruktur, berulang, dan bertujuan untuk meningkatkan atau menjaga kesegaran jasmani (Kurpad AV, Swaminathan S, Bhat S, 2004). Olahraga juga merupakan cara aman dan efektif untuk meningkatkan kebugaran, sebab jika dilakukan dengan benar dapat bermanfaat meningkatkan kualitas fisik, psikis serta sosial (Djoko P, 1997). Kebugaran mutlak dibutuhkan pekerja baik yang menggunakan daya tahan otot maupun aktifitas fisik biasa, tujuan ini dapat dilaksanakan melalui sebuah program olahraga untuk kesegaran jasmani (Kushartanti, 2012). Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa aktifitas kerja dan aktifitas
waktu luang dapat berkontribusi terhadap daya tahan kardiorespiratori dengan efek yang berbeda. Aktifitas waktu luang dapat meningkatkan kebugaran. Untuk mencapai efek kebugaran yang terlatih diperlukan waktu yang singkat <1 jam/hari dengan kelelahan tinggi untuk melatih jantung agar terbiasa pada fase diastole yang lebih lama. Sedangkan aktifitas waktu kerja mungkin tidak dapat memberikan efek seperti latihan fisik, namun justru akan meningkatkan denyut nadi dan memperpendek akumulasi waktu diastole saat bekerja untuk memberikan ketahanan bagi pekerja untuk melakukan tuntutan pekerjaannya (Scand, 2010).
6.3.4 Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) dengan status kebugaran Hasil analisis menggunakan uji korelasi terhadap asupan gizi responden menghasilkan nilai yang bervariasi yang ditentukan berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin. Dari ketiga asupan zat gizi mikro (kalsium, zat besi, vitamin c) yang diteliti, ketiganya tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap status kebugaran. Namun berdasarkan teori peranan gizi mikro didalam tubuh berhubungan dengan status kebugaran seseorang. Vitamin adalah sekelompok komponen organic yang kompleks dan ditemukan dalam jumlah yang sedikit dalam tubuh. Vitamin sangat penting untuk dapat berfungsi secara optimal dari banyak proses fisiologis dalam tubuh. Tingkat aktivitas dari proses fisiologis ini meningkat secara besar selama lahihan fisik dan suplai vitamin yang cukup harus dipenuhi untuk proses fungsional yang terbaik (Williams, 2002). Mineral adalah elemen anorganik yang ditemukan di alam dan kebanyakan dari elemen tersebut adalah berbentuk padat. Saat ini terjadi peningkatan penelitian pada status kebugaran terhadap efek dari mineral pada performa fisik dan sebaliknya. Zat Besi (Fe) memiliki fungsi utama dalam tubuh sebagai alat transportasi dan utilisasi atau metabolisme oksigen di
dalam
tubuh,
kekebalan,
perkembangan
kognitif,
pengaturan
suhu,
metabolisme energy, dan performa kerja (Yuliarti, 2009). Fe memiliki fungsi yang sangat kritis dalam penggunaan oksigen dalam tubuh dan penting bagi seseorang yang melakukan latihan aerobic berupa daya tahan dan harus memiliki asupan yang cukup karena berhubungan dengan rasa lelah dan daya tahan tubuh (Williams, 2002). Untuk mendapatkan penampilan fisik yang optimal serta status kebugaran dan kesehatan yang baik maka mengkonsumsi makanan yang mengandung mikronutrien sesuai dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Mikronutrien yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan sehubungan dengan dampaknya terhadap penampilan fisik dan kebugaran adalah Kalsium, Zat Besi (Fe), Vitamin C. 6.3.4.1 Hubungan Asupan Kalsium dengan Status kebugaran Hasil analisis menggunakan uji korelasi menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak signifikan antara asupan kalsium dengan status kebugaran. Nilai korelasi (r) menunjukkan -0.171 yaitu tidak ada hubungan/hubungan yang lemah, dan P value 0.212 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak adanya hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan status kebugaran. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwin Christianto (2006), yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kalsium dengan aktifitas fisik yang berkaitan dengan resorpsi tulang pada usia lanjut. Kalsium diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, yaitu sebagai pembentukan tulang dan gigi. Hasil yang berbeda dapat disebabkan karena karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki asupan kalsium kurang dari kebutuhan ( 50.0%) dan kurangnya asupan responden mengkonsumsi makan-makanan yang tinggi kalsium, ini juga diketahui berdasarkan hasil penelitian bahwa asupan kalsium karyawan UHAMKA kurang yaitu 67.3% dari Angka Kecukupan Gizi.
6.3.4.2 Hubungan Zat Besi dengan Status Kebugaran Hasil analisis menggunakan Uji korelasi menunjukkan bahwa pada penelitian ini tidak terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi/fe terhadap status kebugaran. Nilai korelasi r menunjukkan arah hubungan negatif -0.034 dengan kekuatan hubungan lemah. Hal ini berarti semakin kurangnya asupan zat besi/fe akan semakin berkurangnya status kebugaran. Penelitian mengenai fungsi zat besi terhadap performa atletik dan kebugaran sudah sejak lama menjadi pembahasan para peneliti. Salah satu pengaruh asupan zat besi terhadap status zat besi dan performa atletik dikaji melalui pendekatan sebagai berikut. Pada kondisi tertentu, latihan fisik dapat memicu terjadinya kehilangan zat besi dari tubuh, salah satu solusi untuk memenuhi kekurangan ini adalah melalui asupan zat besi. Salah satu kondisi saat asupan zat besi membutuhkan tambahan adalah pada saat wanita mengalami menstruasi (Connie, 1992). Salah satu cara yang menarik dari penelitian zat besi terhadap performa fisik pekerja dibuktikan oleh beberapa studi lapangan seperti penelitian Edgerton dkk (1979) yang menunjukkan pemberian suplementasi zat besi yang nantinya dapat meningkatkan performa pada wanita. Berbeda halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan zat besi dengan kebugaran. Dalam literature zat besi memang mempengaruhi kebugaran, kadar zat besi yang terlalu rendah dapat mengakibatkan anemia zat gizi dimana hal ini diakibatkan karena kurangnya latihan fisik yang dilakukan sehingga tingkat kebugaran juga rendah (Hueger & Boyle, 2001). Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara zat besi dengan status kebugaran kemungkinan diakibatkan oleh sebagian besar responden dari sampel penelitian ini memiliki rata-rata asupan zat besi kurang dari AKG (54.5%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki asupan zat besi kurang dari kebutuhan yaitu (53.6%). Latihan fisik yang rendah pada karyawan (98.2%) dapat mengakibatkan tingkat kebugaran yang rendah dimana kadar zat besi yang rendah merupakan salah satu penyebab
dari kurangnya latihan fisik. Zat besi merupakan hal penting dalam penggunaan oksigen dalam tubuh yang melakukan latihan aerobic untuk membutuhkan daya tahan (Williams, 2002) dan zat besi berpengaruh terhadap kardioespiratori yang dibuktikan bahwa suplementasi zat besi dapat mempengaruhi tambahan daya kardiorespiratori (Brownie, 2002). 6.3.4.3 Hubungan Vitamin C dengan Status Kebugaran Pada penelitian ini didapatkan persentase asupan vitamin c karyawan, yaitu Asupan kurang (63.6%), Asupan Vitamin c cukup (36.4%). Uji statistic korelasi menunjukkan kekuatan korelasi (r) -0.218 adanya hubungan yang lemah, dan P value 0.109 tidak terdapat korelasi yang bermakna atau tidak terdapat hubungan antara asupan vitamin c dengan status kebugaran. Hasil lain ditunjukkan dari penelitian terhadap anak usia 7 hingga 10 tahun menunjukkan asupan vitamin c diketahui memiliki hubungan bermakna terhadap kapasitas aeerobik dan daya tahan fisik jika dikonsumsi bersama-sama dengan mikronutrien lain (Vaz, 2011). Dan pada penelitian yang dilakukan oleh Dian Nurwidiastuti (2012) pada mahasiswa FTUI menyebutkan bahwa pada penelitiannya tidak terdapat hubungan signifikan antara vitamin C dengan status kebugaran karena asupan Vitamin C mahasiswa kurang dari AKG. Vitamin C telah diketahui memiliki beberapa fungsi bagi tubuh, salah satu implikasi penting bagi individu yang aktif adalah dalam pembentukan hormone dan
neurotransmitter
yang
dibutuhkan
saat
latihan
fisik.
Dengan
mempertimbangkan stressor dari latihan fisik, merekomendasikan kepada responden yang aktif, vitamin C dapat diberikan 200-300 mg dari kebutuhan normal. Suplementasi vitamin C dianggap dapat meningkatkan performa fisik hanya bila responden mengalami defisiensi vitamin C, namun tidak pada responden yang tidak mengalami defisiensi. Vitamin C juga berperan pada performa fisik seseorang dimana vitamin c sebagai antioksidan dan dapat menangkal stress oksidatif yang ditimbulkan dari peningkatan konsumsi oksigen akibat latihan fisik (Ramayulis, 2010). Namun pada penelitian in berbeda dengan teori tersebut. Kemungkinan tidak
berhubunggannya vitamin c dengan status kebugaran diakibatkan oleh sebagian besar responden dari sampel penelitian memiliki rata-rata asupan vitamin c kurang dari AKG (63.6%) dan karyawan yang memiliki status kebugaran kurang sekali memiliki asupan vitamin c kurang dari kebutuhan yaitu (48.4%).
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sebagian besar Karyawan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka Limau Jakarta (54.5%) memiliki status kebugaran kurang sekali. 2. Sebagian besar Karyawan UHAMKA berusia 36-45 tahun (41.8%) 3. Sebagian besar Karyawan UHAMKA memiliki status gizi normal (43.6%) dan (32.7%) memiliki status gizi obesitas. 4. Frekuensi Latihan Fisik Karyawan rendah (98.2% ) 5. Asupan Zat Gizi Mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) Asupan Kalsium Kurang (67.3%) Asupan Zat Besi Kurang (54.5%) Asupan Vitamin C Kurang (63.6%) 6. Dari hasil analisis uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara latihan fisik dengan status kebugaran r 0.320 adanya hubungan yang sedang dan P (value) 0.017 dan adanya hubungan yang bermakna antara status gizi dengan status kebugaran r 0.382 adanya hubungan yang sedang dan P (value) 0.004. sedangkan pada usia dan asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) tidak menunjukkan adanya hubungan yang bermakna.
7.2 Saran 1. Bagi Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka a. Dengan mempertimbangkan masih rendahnya tingkat kebugaran karyawan. Peneliti menyarankan agar Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka dapat mengaktifkan kembali program latihan kebugaran untuk para karyawan dan memberikan sosialisasi kepada karyawan
mengenai pentingnya melakukan latihan fisik. Selain itu dengan melihat tingginya prevalensi gizi obesitas (32.7%) pada karyawan dan kurangnya kecukupan asupan zat gizi mikro disarankan agar disediakan fasilitas dan program untuk konsultasi gizi karyawan agar program diet dapat maksimal dilakukan.
2. Bagi Karyawan a. Peneliti menyarankan agar karyawan dapat mengikuti program kebugaran yang dibuat oleh pihak kampus UHAMKA dan melakukan konsultasi gizi apabila disediakan oleh pihak kampus. Dengan mempertimbangkan kurangnya asupan zat gizi mikro (Kalsium, Zat Besi, Vitamin C) peneliti menyarankan agar para karyawan dapat menyeimbangkan asupan zat gizi mikro (kasium, zat besi, vitamin c) sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Selain itu, karyawan juga dianjurkan untuk meningkatkan intensitas aktivitas fisik pada saat sebelum bekerja maupun diwaktu luang.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya a. Peneliti menyarankan agar adanya penelitian lebih lanjut terhadap tingkat kebugaran pada pekerja dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai masalah kebugaran dan faktor-faktor penyebabnya
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Merryana. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Kencana Prenada Media : Jakarta. Afriwardi. 2002. Ilmu Kedokteran Olahraga. EGC Jakarta. Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama : Jakarta. ____________. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama : Jakarta. ____________. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia PustakaUtama : Jakarta. Anggraeni, Adisty Cynthia. 2012. Nutritional Care Process. Graha Ilmu : Yogyakarta. Astuti. 2007. Produktivitas dan Olahraga. Jakarta : FKUI Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011. Battilneli T. 2000. Aerobic and Anaerobic Conditioning . In: Wolinsky I, eds. Physique, Fitness, and Performance. Florida: CRC Press Caballero, Enrique MD. 2007. Ethnicity, Metabolism and Vascular Function: From Biology to Culture. Medscape Education. Burke. 1992. dalam Ayu, Komang. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran Jasmani Karyawan di PT. Amoco Mitsui Indonesia Tahun 2011. Bustan, MN, Dr. 1997. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. PT. Rineka Cipta : Jakarta. Christou, Denetra D. 2005. Fitness, Despite Fitness , is Linked With Cardiovasculer Faktors . Atlanta: Obesity, Fitness, and WellnessWeek. Conrad and Miller. 1986. Dalam Sitepoe. 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana : Jakarta. Connie M, Weaver, dan Rajaram Sujatha . “Exercise and Iron Staus”. The Journal of Nutrition, 122 (1991): 728-728. Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Pengukuran Kesegaran Jasmani, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 1994. Pedoman Praktis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa, Jakarta. Hlm. 4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2003. Petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi Orang Dewasa dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Jakarta. Departemen Kesehatan Repubik Indonesia, 2012. Peningktan Kebugaran Jasmani di Tempat Kerja. Jakarta. Erwin, Christianto. 2006. hubungan kalsium dengan aktifitas fisik yang berkaitan dengan resorpsi tulang pada usia lanjut. Fatimah dan Yati Ruhayati. 2011. Gizi Kebugaran dan Olahraga. CV. Lubuk Agung : Bandung. FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement, Report of a Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. 17-24 october. Rome. Fauziah, Nanda. 2012. Hubungan Status gizi, Aktivitas Fisik, Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran Karyawan PT. Wijaya Karya Jakarta Tahun 2012. Depok : FKM UI. Gibson, R.S. 1993. Principles of Nutrition Assesment. Oxford University Press, New York. Hasibuan, Malayu S.P. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. PT. Bumi Aksara : Jakarta. Hakim, Abdul. 2006. Analisis Pengaruh Motivasi, Komitmen Organisasi Dan Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Dinas Perhubungan Dan Telekomunikasi Provinsi Jawa Tengah. JRBI. Vol 2. No 2. Hal: 165-180. Heyward VH. 1997. Advanced Fitness Assessment and Exercise Prescription, 3 ed. Cahmpaign (IL) : Human Kinetics.
rd
Istiany, Ari. 2013. Gizi Terapan. PT. Remaja Rosdakarya : Bandung. Jackson B. S, Hannah. 2008. Cardiovascular Fitness and Lung Function od Adult Men and Women in The United States: NHANES 1999-2002. University of North Texas: Master School of Public Health. Kebugaran.Worldpress.com Kushartanti, Wara. 2012. Kebugaran Jasmani dan Produktivitas Kerja. Modul Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Maurice, Shils, E., dkk. Modern Nutrition in Health and Desease. 2006. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
Muslichatun. 2005. Perbandingan Pengaruh Frekuensi Latihan Senam Kesegaran Jasmani Usia Sekolah Dasar antara Tiga Kali dengan Empat Kali dalam Satu Minggu Terhadap Tingkat Kesegaran Jasmani Siswa Putri SD Negri GunungPati 4 dan Nongkosawit Tahun Ajaran 2004-2005 . (Skripsi) . Semarang : Universitas Negri Semarang. Nieman. D. 2001. The Exercise Test as a Component of the Total Fitness Evaluation. Primary Care Clinics in Office Practice 28:1-13. . 1990. Fitness and sports medicine : an introduction. Califonia : Bull Publishing Company. Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta : Jakarta. Ompusunggu, Valentino. 2012. Kebugaran Jasmani dan Motivasi Kerja Karyawan KSU UA & CO Medan Tahun 2012. Medan : Universitas Negri Medan. Pekik, Djoko. 1997. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. CV ANDI OFFSET. Yogyakarta. Perhimpunan Pembina Kesehatan Olahraga Republik Indonesia (PPKORI). 2002. PANDUAN KESEHATAN OLAHRAGA BAGI PETUGAS KESEHATAN. Jakarta. Permaesih D, Rosmalina Y, Moeloek D, Herman S. 2001. Cara Praktis Pendugaan Tingkat Kesegaran Jasmani. Buletin Penelitian Kesehatan. PS. IKO FKUI. 2007. Norma Tes Kebugaran. Pusat Kesegaran Jasmani dan Rekreasi Depdikbud RI, EROBIKA : Pengertian dan Kegunaan Program Erobika, PN Balai Pustaka, Jakarta, 1995. Rivai, Veithzal dan Basri. 2005. Performance Appraisal : Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahaan. PT. RAJAGRAFINO, Jakarta. Sassen, Barbara, dkk. “Cardiovascular Risk Profile: Cross-Sectional Analysis of Motivation Determinants, Physical Fitness and Physical Activity”. Biomedical Central Public Healty. 10 (2010): 592-601. Sharifzades (2013) 32 American Journal of Management. vol. 13 (1) Siregar. D. 2010. Fisiologi Olahraga daam Mata Kuliah. Jakarta Suma’mur. 2009. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta.
Sumosardjono, S. 1990. Pengetahuan Praktis Kesehatan Dalam Olahraga. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta. Sutopo, Arie. 2006. Penuntun Pratikum Ilmu Faal Kerja. Edisi II. Lab Somatokinetika. Tes Kesegaran Jasmani Indonesia. 1997. Depdikbud. Tika, P. 2006. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. PT Bumi Aksara. Jakarta. Vaz, Mario, dkk. “Micronutrient Supplementation and Perceived Exertion During Resistance Exercise “. The Journal of Nutrition. (2011): 2017-2023. Williams, Melvin H. 2002. Nutrition for Health, Fitness & Sport ed. New York: McGraw-Hill. Yuliarti. 2009. Kesehatan Kerja di Perusahaan: Pustaka Utama. Jakarta.