Economic Value of Time 1. Konsep Time Value of Money (TVM) 1. Nilai uang hari ini lebih bermakna dari nilai uang masa mendatang
Economic Value of Time (EVT) 1. Faktor yang menentukan nilai dari suatu waktu adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu
Konsep ini dikembangkan oleh Von Bhom Bawerk dalam bukunya yang Dalam konsep economic value of time, berjudul Positive Theory of Capital. faktor yang menentukan nilai waktu Konsep ini juga dikenal dengan konsep adalah bagaimana seseorang preferensi waktu positif. Bawerk memanfaatkan waktu. mengemukakan beberapa alasan tentang mengapa nilai barang di waktu yang akan Semakin efektif dan efisien maka akan datang akan berkurang, yaitu: semakin tinggi nilai waktunya 1. Keuntungan masa kini sangat jelas dan (mendapatkan keuntungan). Dalam Islam pasti, sedangkan keuntungan di masa jika didasari dengan keimanan yang akan datang belum jelas dan pasti. keuntungan bukan saja di dunia, tapi di 2. Kepuasan masa kini lebih bernilai bagi akhirat juga. Jadi siapapun yang seseorang daripada kepuasan yang bisa melaksanakan bisnis secara efektif akan diperoleh di masa yang akan datang. Pada mendapatkan keuntungan. Sebagaimana masa yang akan datang keinginan disebutkan dalam ayat Al Qur’an : seseorang dapat berubah. “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu 3. Barang-barang pada waktu sekarang benar-benar berada dalam kerugian. lebih penting dan berguna daripada pada Kecuali orang-orang yang beriman dan masa yang akan datang. Dengan mengerjakan amal saleh dan nasehat demikian, barang-barang sekarang menasehati supaya mentaati kebenaran bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan dan nasehat menasehati supaya mentaati barang-barang di masa mendatang kesabaran. Sumber: Taufik Hidayat, Buku Pintar Investasi Syariah, (Jakarta: Mediakita, 2011), hal. 10 2. Dibangun berdasarkan sistem interest yang menghendaki kepastian imbal hasil
Sumber: Q.S. Al “Ashr : 1-3 1-3 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya,h. 1099 2. Dibangun atas dasar keuntungan / kerugian dalam investasi / jual beli
Ekonomi konvensional hanya mengakui Discount rate dapat pula digunakan dalam inflasi sebagai faktor yang mempengaruhi menentukan nisbah bagi hasil. Dalam hal nilai waktu atas uang. Bila keadaan ini, nisbah dikalikan dengan actual return, inflasi menjadi alasan adanya time value bukan dengan expected return. Transaksi of money. Seharusnya, di samping inflasi, bagi hasil berbeda dengan transaksi jual keberadaan deflasi juga turut beli atau transaksi sewa menyewa. Dalam mempengaruhi nilai waktu atas uang transaksi bagi hasil hubungan yang
karena deflasi menjadi alasan adanya negative time value of money. Contohnya pada tingkat deflasi 10% per tahun, seseorang dapat membeli 10 buah roti saat ini dengan jumlah Rp. 10.000. Namun bila seseorang tersebut membelinya tahun depan dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000, ia dapat membeli 12 buah roti. Namun ternyata faktor ini tidak diakomodir dalam konsep time value of money. Hanya satu kondisi yang diakomodir oleh konsep time value of money, yaitu kondisi inflasi. selain itu, dengan mengabaikan ketidak pastian return yang akan diterima, ekonomi konvensional menyebut kompensasinya sebagai discount rate. Tingkat bunga riil ditentukan oleh preferensi konsumsi saat ini. Jadi, istilah discount rate lebih bersifat umum dibandingkan istilah interest rate. Hal tersebut diilustrasikan secara formulatif sebagai berikut: Nominal interest rate = real interest rate + expected Discount rate = real interest rate + expected inflation + premium for uncertainty Certainty of Return = Kepastian akan Keuntungan Uncertainty of Return = Ketidakpastian dari Keuntungan Interest rate = suku bunga Discount rate = tingkat diskonto Real interest rate = Tingkat bunga riil Preferensi current consumption= Preferensi konsumsi saat ini Expected inflation = Inflasi yang diharapkan premium for uncertainty = Premium bagi ketidakpastian Jadi, dalam ekonomi konvensional ketidakpastian return dikonversi menjadi
timbul bukan seperti hubungan antara penjual dan pembeli, atau penyewa dengan yang menyewakan. Yang terjadi adalah hubungan antara pemodal dan pengelola modal tersebut. Hak bagi mereka berdua akan timbul ketika usaha memproduktifkan modal tersebut telah menghasilkan pendapatan atau keuntungan sesuai dengan kesepakatan awal. Bagi hasil dapat didistribusikan berdasarkan pendapatan (revenue sharing) atau berdasarkan keuntungan (profit sharing). Ukuran rate of return berdasarkan Islam adalah: 1. Persoalan nilai waktu uang yang diformulasikan dalam bentuk bunga adalah tidak dapat diterima. Formula pengganti yang seiring jiwa Islam adalah: Y = (QR) vW Di mana: Y = Pendapatan Q = Nisbah Bagi Hasil R = Return riil usaha (Return Realisasi) v = Tingkat pemanfaatan harta W = Harta yang ditabung 2. Dalam Islam, mekanisme ekonomi yang digunakan adalah nisbah bagi hasil dan return usaha yang terjadi secara riil. 3. Ajaran Islam menganjurkan menggunakan konsep economic value of time waktulah yang memiliki nilai ekonomis, bukan uang yang memiliki nilai waktu
suatu kepastian melalui premium for uncertainty. Dalam setiap investasi selalu terdapat kemungkinan untuk memperoleh positif return, negatif return, dan no return. Adanya probability (kemungkinan) inilah yang menimbulkan uncertainty (kondisi ketidakpastian) dengan sesuatu yang pasti, yaitu premium for uncertainty. 3. Didasarkan atas: A. Presence of inflation Alasan ini dapat dipahami melalui ilustrasi berikut: pada tingkat suku bunga inflasi 10% per tahun. Seseorang dapat membeli 10 buah roti isi hari ini dengan membayar sejumlah Rp. 10.000,. Namun bila ia membelinya tahun depan, dengan jumlah uang yang sama yaitu Rp. 10.000,_ ia hanya dapat membeli 7 buah roti isi. Hilangnya daya beli uang tersebut terjadi sebagai akibat inflasi. B. Preference present consumption to future consumption Pada umumnya, setiap individu lebih menyukai konsumsi pada saat sekarang dibandingkan konsumsi pada masa mendatang. Alasan ini dapat dipahami dengan ilustrasi sebagai berikut: jika diasumsikan tidak terdapat tingkat inflasi, dengan uang Rp. 10.000,_ seseorang tetap bisa membeli 10 buah roti isi pada saat ini maupun pada tahun depan. Bagi kebanyakan orang, mengkonsumsi 10 buah roti isi saat ini lebih disukai dibandingkan dengan mengkonsumsi 10 buah roti isi tahun depan. Pada kerangka pikir ini, meskipun dalam suatu struktur perekonomian tidak terdapat tingkat inflasi seseorang tetap lebih menyukai Rp. 10.000,_ saat ini untuk melakukan kegiatan konsumsi pada saat ini juga. Tertundanya konsumsi ke masa yang akan datang akan diperhitungkan
kompensasinya oleh seseorang, meski tetap bisa mengkonsumsi sejumlah barang yang sama Sumber: Agus Sartono, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta: BPFE, 1997), h. 65-70 2. Kritik atas TVM dan Riba dalam Perspektif Ekonomi Esensi yang melandasi konsep time value of money pada dasarnya adalah bunga Bunga tidak lain dan bukan telah sejalan dengan konsep Riba Riba dalam Perspektif Ekonomi – Teori Abstinence • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Kreditor menahan keinginan untuk memanfaatkan uangnya sendiri demi memenuhi keinginan orang lain, sehingga ia kehilangan kesempatan mendapatkan penghasilan. • Kritik: ▫ Kenyataannya uang yang dipinjamkan merupakan uang kelebihan yang dimiliki kreditor. ▫ Tidak adanya ukuran yang pasti terhadap unsur penundaan konsumsi. Kalaupun ada bagaimana menentukan suku bunga yang adil? Riba dalam Perspektif Ekonomi – bunga sebagai imbalan sewa • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Pemberian bunga sebagai pengganti biaya sewa atas uang yang digunakan. • Kritik: ▫ Uang bukan komoditi yang berupa barang yang bisa susut, rusak, atau turun nilainya jika digunakan serta membutuhkan perawatan. Riba dalam Perspektif Ekonomi – Produktif – Konsumtif • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Jika uang diinvestasikan pada kegiatan produktif maka akan berkembang dan menghasilkan • Kritik: ▫ Usaha selalu dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi
▫ Kreditur tidak melakukan upaya apapun namun mengharapkan imbalan pasti zhalim ▫ Untuk pembelanjaan konsumtif, kreditur tidak memiliki dasar apapun un tuk memungut tambahan. Riba dalam Perspektif Ekonomi – Opportunity Cost • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Kreditur telah mengorbankan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan. Sehingga besar kecilnya bunga tergantung pada waktu. • Kritik: ▫ Usaha selalu dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi ▫ Kreditur tidak melakukan upaya apapun namun mengharapkan imbalan pasti zhalim. ▫ Prinsip transaksi syariah tidak menghilangkan kesempatan, seluruh skem a membuka peluang memperoleh keuntungan. Riba dalam Perspektif Ekonomi – Teori Kemutlakan Produktivitas Modal • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Modal itu produktif dengan sendirinya. Modal dianggap memiliki daya menghasilkan barang lebih banyak daripada tanpa modal tersebut Modal dianggap memiliki nilai tambah • Kritik: ▫ Kenyataannya, modal akan produktif hanya bila digunakan untuk usaha dan menghasilkan keuntungan, bila terjadi kerugian maka akan mengurangi modal itu sendiri. ▫ Untuk kegiatan konsumtif maka tidak ada nilai tambah sama sekali. Riba dalam Perspektif Ekonomi – Nilai uang Masa depan Lebih Rendah dari Masa Kini Alasan pembenaran pengambilan bunga: Bunga merupakan agio / selisih nilai yang diperoleh dari barang sekarang terhadap penukaran barang dimasa mendatang. Boehm Bawerk: Keuntungan masa depan diragukan Kepuasan masa kini lebih bernilai Barang dimasa kini lebih penting dan berguna Sehingga bunga serupa dengan perbedaan psikologis bukan perbedaan ekonomis
Kritik: Islam sangat menghargai waktu, namun tidak diwujudkan dalam rupiah atau prosentase bunga tetap. Jika memang manusia menganggap kehendak sekarang lebih penting dari kehendak masa depan, maka mengapa masih ada orang menabung. Mereka menahan kehendak masa kini meskipun sadar bahwa kehendak masa depan belum pasti Riba dalam Perspektif Ekonomi – Inflasi • Alasan pembenaran pengambilan bunga: Bunga sebagai kompensasi atas penurunan daya beli uang tersebut dimasa depan. • Kritik: Kenyataannya, tidak selalu mengalami inflasi, kondisi juga mungkin deflasi maupun stabil.