DOMINANSI APIKAL
Oleh: Mutiari Diyah Febriani B1A015053 Mega Lestari B1A015059 Rahma Adilah B1A015074 Agung Wiriat Putra Pratama Hadi B1A015100 Rombongan : VII Kelompok :4 Asisten : Febika Ramadhani
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI TUMBUHAN II
KEMENTERIAN KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meristem adalah jaringan yang sel-selnya tetap bersifat embrional artinya mampu terus menerus membelah diri tak terbatas untuk menambah jumlah sel tubuh. Sel penyusun meristem biasanya isodioometrik dan berdinding tipis serta realtif lebih kaya protoplas dibandingkan dengan sel-sel jaringan dewasa walaupun tidak menemukan kriteria umum secara morfologis untuk membedakan sel meristem dan sel jaringan dewasa yang belum mengalami spesialisasi. Kemungkinan sl-sel meristematik yang besar atau suatu sel inisiasi, atau sel yang dekat dengan sel inisial makin besar makin banyak vakuolanya (Wilkins, 1989). Semua sel membelah terus menerus tetapi pada pertemuan dan perkembangan selanjutnya pembelahan sel dan pertambahan jumlah sel menjadi terbts pada daerah yang sangat sedikit mengalami diferensiasi yaitu suatu jaringan yang tetap bersifat embrionik di dalam jaringan dan sel-selnya tetap mempunyai kemampuan membelah. Jaringan embrionik di dalam jaringan dewasa ini yang kita sebut jaringan meristem (Campbell et al, 2000) Meristem apikal berasal dari organ lain tidak berasal dari embrio tetapi berasal dari jaringan sekunder yang sudah dewasa seperti meristem sekunder meskipun struktur dan fungsinya adalah meristem primer. Meristem apikal dibagi menjadi dua daerah penting yaitu promeristem, prokambium dan meristem dasar yang dapat dibedakan. Promeristem akan menghasilkan sistem epidermal, meristem apikal daerah prokambium menghasilkan jaringan pengangkut primer dan meristem dasar akan membentuk jaringan dasar pada tumbuhan seperti parenkima dan sklerenkima dan korteks dan empulur serta kolenkima korteks (Lakitan, 2007). B. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini yaitu untuk mengetahui zat pengatur tumbuh IAA terhadap pertumbuhan tunas lateral.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Dominansi pertumbuhan terdapat dibagian apeks atau ujung organ, yang disebut sebagian dominansi apikal. Dominansi apikal diartikan sebagai persaingan antara tunas pucuk dengan tunas lateral dalam hal pertumbuhan. Sedangkan menurut dominansi apikal merupakan konsentrasi pertumbuhan pada ujung tunas tumbuhan, dimana kuncup terminal secara parsial menghambat pertumbuhan kuncup aksilar (Lakitan, 2004). Dominansi apikal atau dominanis pucuk biasanya menandai pertumbuhan vegetatif tanaman yaitu pertumbuhan akar, batang dan daun. Dominansi apikal setidaknya berpengaruh dalam menghambat pertumbuhan lateral. Selama masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak tertentu dari pucuk. Dominasi pucuk dapat dikurangi dengan memotong bagian pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas lateral (Dahlia, 2001). Auksin adalah zat yang ditemukan pada ujung kara, batang, pembentukan bunga yang berfungsi untuk pengatur pembesaran sel di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon pertumbuhan pada semua jenis tanaman nama lain dari hormon ini adalah IAA atau Asam Indol Asetat. Hormon auksin ini terletak pada ujung batang dan ujung akar, fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam
proses
mempercepat
pertumbuhan
baik
pertumbuhan
akar
maupun
pertumbuhan batang, mempercepat pematangan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Salah satu fungsi auksin adalah mematahkan dominanis pucuk atau apikal yaitu
suatu
kondisi
dimana
pucuk
tanaman
atau
akar
tidak
mau
berkembang (Salisbury, 1992). Percobaan Luckwill pada tahun 1965 dengan menggunakan zat kimia NAA ( Alpha Naphtalene Acetic Acid ), IAA ( Indole Acetic Acid ) dan IAN ( Indole-3-Aceto Nitrille) pada kecambah kacang menunjukkan bahwa ketiga jenis auxin tersebut mampu mendorong pertumbuhan primordial akar kacang. Dari hasil penelitian mengatakan bahwa pemberian IAA yang relative tinggi pada akar menyebabkan terhambatnya perpanjangan akar tetapi meningkatkan jumlah akar (Salisbury, 1995). Penelitian serupa pernah dilakukan oleh Azhar pada tahun 1991 pada tanaman tembakau. Perlakuan pemberian IAA akan berpengaruh terhadap fisiologi sel daun meliputi perubahan jumlah trakea, jumlah stomata, kadar air, kadar nikotin, dan tinggi tanaman (Wijayati et al., 2005).
III.
MATERI DAN METODE
A. Materi
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah tanaman kedelai (Glycine max), zat pengatur tumbuh IAA (konsentrasi 0, 20, 40 dan 60 ppm) dan akuades. Alat yang digunakan adalah beaker glass, kapas, gunting, penggaris dan timbangan analitik. B. Metode
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut : 1. Larutan IBA dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60 ppm disiapkan. 2. Bagian pucuk tanaman kedelai dipotong. 3. Kapas yang telah dibasahi dengan larutan IAA 0, 20, 40, 60 ppm diletakkan di bagian yang telah dipotong. 4. Setiap hari diamati perkembangan dan pertumbuhan tanaman tersebut (tumbuh tunas lateral atau tidak). 5. Pengamatan dilakukan selama 2 minggu.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Tabel 1. Pengamatan Dominansi Apikal Jumlah Tunas Lateral/ Number of Lateral B uds Perlakuan/Treatment
Minggu Awal/First
Minggu Akhir/Final
Week
Week
0 ppm
0
3
20 ppm
0
4
40 ppm
0
2
60 ppm
0
3
Jumlah
0
12
Rata-rata
0
3
Gambar 1. Pengamatan Minggu Akhir Dominansi Apikal (tengah)
Tabel 4.1 Tabel ANOVA
Tabel 4.1 Tabel BNT
B. Pembahasan
Hasil tabel pengamatan menunjukan yang muncul pada konsentrasi 0 ppm yaitu 3, 20 ppm yaitu 4, 40 ppm yaitu 2 dan 60 ppm yaitu 3. Hasil anova menunjukan bahwa F hitung yaitu 0.072787 dan F tabel yaitu 3.24 dan 5.29, menunjukan F hitung < F tabel sehingga hasilnya tidak signifikan. Berdasarkan hasil pengamatan, pemberian IAA pada pucuk yang dipotong memacu pertumbuhan tunas lateral. Menurut pernyataan Kusomo (1990), bahwa pemberian IAA dengan konsentrasi rendah sudah dapat mempercepat pertumbuhan tunas lateral.enunjukan jumlah tunas lateral. Menurut Hillman (1997), yang menyatakan bahwa tumbuhan yang dipotong bagian ujungnya (kuncup/tunas apikal) akan mengalami penghentian produksi auksin oleh pucuk apikal, maka auksin yang tertimbun di tunas lateral akan mengalami perubahan balik, sehingga kadar auksin pada tunas lateral tersebut berkurang. Dengan turunnya auksin di ketiak daun akan memacu pembentukan hormon sitokinin yang merangsang pertumbuhan tunas lateral. Sedangkan penambahan konsentrasi IBA dengan konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan tunas lateral. Semakin tinggi kadar auksin yang diberikan pada tanaman maka akan menghambat pertumbuhan tunas lateral, sebaliknya jika kadar auksin yang diberikan rendah, maka akan mempercepat pertumbuhan tunas lateral Dominansi apikal merupakan suatu proses penghambatan pertumbuhan sepenuhnya atau hampir sepenuhnya pada tunas-tunas axillari atau lateral dengan terdapatnya tunas apikal. Dominansi apikal terjadi dengan adanya penghambatan pertumbuhan dari satu pucuk dengan terdapatnya tunas dominan lainnya. Efek-efek bagian apikal dari pucuk terhadap orientasi dan perkembangan organ-organ lateral seperti cabang, daun, rhizoma, dan stolon (Wilkins, 1989). Dominansi apikal mengontrol pertumbuhan tunas dalam tahap perkembangan vegetatif pada tanaman vaskuler dan tahap juvenil pada tanaman berkayu. Siklus musiman untuk pertumbuhan dan dormansi terjadi di seluruh tunas pada tanaman berkayu. Misalnya pada akhir musim tanam, tanaman perenial akan mengalami dormansi ketika suhu meningkat. Strategi ini digunakan sebagai perlindungan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi secara tiba-tiba. Oleh karena itu, suhu lingkungan akan mempengaruhi dominansi apikal dan pertumbuhan tunas-tunas axillari pada tanaman (Catala et al., 2000). Di dalam pertumbuhan tanaman terdapat adanya dominansi pertumbuhan dibagian apeks atau ujung organ, yang disebut sebagian dominansi
apikal. Dominansi apikal atau dominansi pucuk biasanya menandai pertumbuhan vegetative tanaman yaitu pertumbuhan akar, batang dan daun (Pratidina et al., 2015). Dominasi apikal tersebut menyebabkan tanaman dapat tumbuh lebih tinggi dan meningkatkan eksposur tanaman terhadap cahaya matahari. Produksi auksin oleh tunas apikal berdifusi ke arah bawah tumbuhan mengikuti gaya gravitasi serta menghambat pertumbuhan tunas lateral. Pemotongan tunas apikal beserta hormonnya akan menyebabkan tunas lateral dorman yang terletak di bawah untuk mulai tumbuh. Ketika tunas apikal dihilangkan, sumber auksin dihapus. Konsentrasi auksin yang jauh lebih rendah menyebabkan tunas lateral terpacu untuk tumbuh. Tunas lateral akan lebih sensitif terhadap auksin daripada tunas apikal. Kemudian, tunas yang berada di antara ketiak daun dan batang menghasilkan percabangan baru yang akan berkompetisi untuk menjadi titik tumbuh. Pergerakan auksin pada tempat sintesisnya dilakukan dengan sistem translokasi floem apabila terjadi dalam jarak yang cukup jauh dan melalui mekanisme auksin polar transport apabila dilakukan antar sel yang berdekatan (El-Saeid et al., 2010). ZPT seringkali digunakan untuk mengoptimalkan pertumbuhan vegetatif dan reproduktif tanaman, misalnya Auksin yang mampu merangsang pertumbuhan dan perakaran (Novitasari et al., 2015). Auksin merupakan istilah genetik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran respon pertumbuhan yang agak berbeda-beda. Respon auksin berhubungan dengan konsentrasinya. Konsentrasi auksin yang tinggi bersifat menghambat. Fungsi dari hormon auksin yaitu mematahkan dormansi biji, merangsang perkecambahan biji, pembentukan akar, pembungaan dan pembuahan, mendorong
partenokarpi,
mengurangi
gugurnya
buah
sebelum
waktunya,
memelihara dinding sel tetap elastis dan merangsang pembentukan sel. Auksin mendorong perpanjangan sel (cell elongation) dengan cara mempengaruhi metabolisme dinding sel. Efek karakteristik auksin adalah kemampuan mendorong pembengkokan suatu benih dan efek ini berhubungan dengan adanya suatu grup atom di dalam molekul auksin tersebut. Auksin mengatur proses di dalam tubuh tanaman
dalam
proses
morfogenesis.
Konsentrasi
auksin
yang
berlebihan
menyebabkan ketidaknormalan seperti epinasti, yaitu kelainan bentuk daun yang disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak sama urat daun bagian ujung dan pangkalnya (Lakitan, 1996).
Auksin disintesis pada bagian tanaman yang sedang aktif mengalami pertumbuhan antara lain di bagian apikal batang. Secara basipetal, auksin tersebut ditransport ke bagian bawah secara terus menerus sehingga konsentrasi auksin pada bagian nodus (ketiak daun) cukup tinggi. Konsentrasi auksin yang cukup tinggi ini akan menghambat aktifitas enzim isopentenil transferase yang merupakan katalisator pembentukan sitokinin, sehingga sintesis sitokinin dihambat. Keseimbangan konsentrasi sitokinin yang rendah dan auksin yang tinggi ini akan menghambat diferensiasi sel pada nodus untuk membentuk primordia cabang. Nodus yang berada di bawah apikal batang makin lama makin berkurang. Rendahnya konsentrasi auksin pada nodus ini akan memacu aktfiitas enzim isopentenil transferase yang merupakan katalisator pada sintesis sitokinin, sehingga sintesis sitokinin dipacu (Setjo, 2004). Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman menurut Catala et al. (2000) dapat melalui : a. Mengiduksi sekresi ion H + keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding sel menyebabkan K + diambil dan pengambilan ini mengurangi potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar. b. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein mungkin melalui trasnkripsi molekul RNA. c. Memacu terjadinya dominansi apikal. d. Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tunas lateral antara lain perlakuan defoliasi yang berpengaruh mematahkan dominansi apikal, memacu pembentukan dan pertumbuhan tunas lateral tetapi menghambat pertumbuhan batang utama. auksin yang dihasilkan oleh ujung apikal tunas lateral sendiri dan sitokinin yang ditransport dari akar. Sitokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein dengan adanya pembelahan sel maka jumlah sel akan menjadi banyak dan dengan adanya auksin sel dapat membesar dan memanjang. Faktor dari dalam mempengaruhi terjadinya dominansi apikal adalah zat pengatur tumbuh, faktor genetik, faktor lingkungan, dan dipengaruhi pula oleh usia fisiologis dari tanaman itu sendiri. Selain itu, dominansi apikal juga dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh, faktor genetik, faktor lingkungan, dan dipengaruhi pula oleh usia fisiologis dari tanaman itu sendiri (Campbell et al., 2000). Tunas diberi nama untuk lokasi yang mereka huni di permukaan batang. Tunas terminal adalah mereka yang berada di puncak batang. Tunas lateral
ditanggung pada sisi batang. Kebanyakan tunas lateral muncul dalam sumbu daun dan disebut tunas ketiak. Dalam beberapa kasus lebih dari satu tunas terbentuk. Tunas adventif adalah mereka yang timbul di tempat lain daripada di posisi terminal atau ketiak. Tunas adventif dapat berkembang dari ruas batang; di tepi helai daun; dari jaringan kalus pada akhir potongan batang atau akar; atau lateral dari akar tanaman (Setjo, 2004). .
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemberian zat pengatur tumbuh IAA terhadap bagian ujung batang atau pucuk tanaman kedelai dengan konsentrasi 0, 20, 40, 60 ppm menunjukan bahwa F hitung yaitu 0.072787 dan F tabel yaitu 3.24 dan 5.29, menunjukan F hitung < F tabel sehingga hasilnya tidak signifikan. B. Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu supaya seluruh tanaman memiliki kualitas yang sama sehingga tidak ada kelompok yang mendapat tanaman yang sudah tidak segar.
DAFTAR REFERENSI
Campbell, N., Reece, J & Mitchell, L. 2000. Biologi Edisi 5 Jilid 2. Jakarta: Erlangga, Catala, C., Rose, J & Bennett, A. 2000. Auxin-Regulated Genes Encoding Cell WallModifying Proteins are Expressed During Early Tomato Fruit Growth-Plant. Physiol ,122(2),pp.527 – 534. Dahlia. 2001. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. UMM Press: Malang. El-Saeid, H., Abou-Hussein H & W.A. El-Tohamy. 2014 . Growth Characters, Yield and Endogenous Hormones of Cowpea Plants in Response to IAA Application. Research Journal of Agriculture and Biological Sciences, 6(1),pp. 27-31. Hilman. 1997. Pertumbuhan Tanaman Tinggi. Ypgyakarta: Cakrawala. Kusumo, S. 1990. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Yasaguna. Lakitan, B, 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta: PT. Grafindo Lakitan, B. 2004. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Novitasari, B.,Meiriani & Haryati. 2015. Pertumbuhan Setek Tanaman Buah Naga ( Hylocereus costaricensis (Web.) Britton & Rose) dengan Pemberian Kombinasi Indole Butyric Acid (IBA) dan Naphthalene Acetic Acid (NAA). Jurnal Agroteknologi, 4(1),pp.1735-1740. Pratidina, N., Anang S & Sugeng W. 2015. Pertumbuhan Bibit Cabe Jawa ( Piper retrofractum Vahl.) Sebagai Respon Terhadap Dosis dan Jenis Pupuk Nitrogen. Berkala Ilmiah Pertanian, 1(2),pp.1-5. Salisbury, D., 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 1 edisi IV . Bandung: ITB. Salisbury, D., 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB. Setjo, Sustetyoadi. 2004. Anatomi Tumbuhan. Malang: UM Press Wijayati, A., Solichatun & Sugiyarto. 2005. Pengaruh Asam Indol Asetat terhadap Pertumbuhan, Jumlah dan Diameter Sel Sekretori Rimpang Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val.). Biofarmasi. 3(1),pp.16-21. Wilkins, M.B. 1989. Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Bumi Aksara.