Desain Hemat Energi Mata Kuliah Desain Hemat Energi
disusun oleh:
ARLETA RACHMA WIBOWOPUTRI I0210008
Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur
Universitas Sebelas Maret Surakarta Tahun Ajaran 2013
PENDAHULUAN Kembali mengenai yang telah dunia ketahui tentang bumi dan kondisinya saat ini. Segala permasalahan lingkungan dan ketersediaan sumber daya alam. Keterbatasan energi dan kualitas habitat yang semakin menipis hampir kritis. Hingga peradaban masa depan yang terancam tanpa ruang layak tinggal. Terganggunya kepastian hidup anak cucu umat manusia, memunculkan berbagai pergerakan dalam usaha memperlambat penghabisan sumber daya alam. Pengaturan gaya hidup yang bijaksana terhadap lingkungan, penggalakan terus prinsip reduce reuse recycle. Semua untuk mereduksi angka penggunaan bahan tersedia dan limbah sisa. Wujud naungan sebagai wadah berlangsungnya peradaban dirasa memberikan pengaruh besar dalam cara berjalannya kehidupan. Arsitek sebagai oknum pembangun pun mulai bergerak menyediakan ruang hidup yang sejalan dan mendukung perilaku bijaksana terhadap alam. Munculnya konsep desain hijau merupakan respon atas kebutuhan wadah tinggal yang mampu mendukung gaya hidup peduli bumi. Desain hemat energi sebagai salah satu nilai dalam konsep desain hijau berisi ide rancangan yang aplikatif pada sebuah bangunan.
DESAIN HEMAT ENERGI Ketika menuliskan ‘desain hemat energi’ pada kolom pencarian situs paling ternama di internet, yang banyak keluar adalah konsep bangunan hijau. Berbicara konsep bangunan hijau berarti berbicara mengenai bangunan yang menerapkan prinsip tanggung-jawab lingkungan dan efisiensi penggunaan sumber daya pada seluruh proses pembangunannya. Dari sejak tahap perencanaan, perancangan, konstruksi, hingga tahap operasi dan pemanfaatan, dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi, fungsi, keawetan, keselamatan dan kenyamanan1. Sementara desain hemat energi merupakan salah satu nilai dari konsep bangunan hijau yang terkonsentrasi pada rancangan sebuah bangunan. Desain yang bertanggunga jawab secara ekologi dan memperhatikan dengan seksama efisiensi penggunaan sumber daya. Bisa tata bentuk arsitektur yang mengakomodasi kebutuhan thermal serta visual alami, pemilihan
bahan yang mendukung kenyamanan, hingga penggunaan teknologi pintar yang membantu sistem terencana menghemat sumber daya. Berpegang pada prinsip ramah lingkungan dan hemat sumber daya membuat desain hemat energi menjadi konstekstual sesuai lokasi terbangunnya sebuah karya arsitektur. Sehingga ilmu desain hemat energi tidak berisi daftar rancangan mutlak sebuah bangunan. Lebih seperti rumusan teori dan ketentuan yang menjadi dasar keputusan desain. Terdapat tiga faktor utama yang perlu dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang bangunan hemat energi, antara lain: 1. Iklim Jenis iklim setempat mempengaruhi kondisi thermal dan visual suatu lingkungan. Dengan memperhatikan temperatur, aliran dan kelembaban udara, serta radiasi panas matahari juga intensitas cahaya, diharapkan keputusan desain yang diambil mampu menghadirkan suasana ruang yang nyaman, sehat dan efisien dalam pemakaian sumber daya.
2. Kualitas Lingkungan Lingkungan sekitar bangunan tentu berpengaruh besar terhadap kehidupan diatas suatu lahan. Kualitas udara, tanah dan air menjadi hal yang kemudian akan bersentuhan langsung dengan bangunan dan penggunanya. Sehingga perencanaan rancangan hemat energi harus memperhatikan hal ini.
3. Arah Mata Angin Tidak cukup meninjau kondisi iklim saja, arah mata angin yang kemudian berpengaruh pada arah datang langsung sumber panas dan udara seringkali menjadi hal yang luput dari perhatian. Mengakibatkan sebuah bangunan yang sudah sesuai peruntukan iklim wilayah bisa jadi tidak hemat energi ketika pada posisi arah hadap yang salah. Adanya ketiga faktor pengaruh untuk tiap bangunan, menghasilkan permasalahan desain yang sangat beragam bagi sebuah konteks bangunan hemat energi. Penyelesaian tiap masalah iklim, kualitas lingkungan dan arah mata angin secara garis besar dapat dengan memperhatikan: 1. Orientasi Ruang dan Bukaan
Arah hadap bangunan maupun ruangan serta bukaannya berpengaruh besar terhadap banyak sedikitnya cahaya serta udara yang masuk. Menyesuaikannya dengan keadaan lahan dapat membantu mengoptimalkan pemanfaatan cahaya dan udara alami. Dengan begitu, penggunaan sistem penerangan dan pengatur udara buatan bisa direduksi. Hal lain adalah mengenai letak bukaan itu sendiri. Posisi pada atas dan bawah bangunan dapat meingkatkan efek ventilasi silang, yang membuat udara lebih maksimal terasa. Penggunaan bukaan yang saling berhadapan atau menyiku juga akan membentuk ventilasi silang yang baik dalam ruang.
2. Tata Massa Masih terkait dengan kondisi thermal, penataan massa ruang berpengaruh pada aliran udara yang melewati tiap ruang. Denah bangunan yang rumit dengan banyak sekat akan menghambat udara menembus ruang. Kembali lihat lagi keadaan lingkungan, butuh kondisi ruang yang seperti apa untuk mencapai kenyamanan.
3. Material dan Bahan Tidak hanya bentuk, material dan bahan yang digunakan akan mempengaruhi kondisi ruang. Pemilihan warna juga termasuk didalamnya. Seperti yang kita ketahui, panas masuk dapat melalui tiga cara, yaitu konduksi, kenveksi dan radiasi. Material dengan konduktifitas rendah dan warna terang akan menjadi media isolator yang baik.
4. Teknologi Pintar Desain hemat energi bukan berarti harus sebuah bangunan yang kembali seperti goa. Mengandalkan seluruh sumber daya alam dan mengesampingkan kebutuhan manusia modern. Banyak salah persepsi soal penggunaan teknologi. Sebuah alat kinetic dirasa selalu jahat terhadap lingkungan, tenaga yang dibutuhkan, emisi yang dihasilkan dan biaya yang dikeluarkan. Padahal sebagai hasil dari energi terguna itu bisa jadi lebih besar untungnya untuk penghematan energi. Mesin konservasi air misalnya. Butuh energi listrik mungkin untuk menggerakan, namun bisa berapa banyak air yang dapat digunakan lagi. Yang kemudian berdampak pada berapa besar listrik akhirnya yang terhemat atas tidak perlunya peyaluran air dari pompa kota.
Saat ini pun tidak semua teknologi pemenuh kebutuhan manusia memerlukan energi listrik. Penggunaan panas, udara, sudah banyak dikembangkan untuk menghasilkan listrik itu sendiri. Mesin-mesin pembantu aktifitas seperti escalator, dan AC pun sudah dirancang dengan prinsip ramah lingkungan.
RUJUKAN Gedung Federal Edith Green-Wendell Wyatt, Portland, Oregon, Amerika Serikat.
Setelah mengalami renovasi, gedung federal edith green-wendell wyatt menjadi bangunan hijau dengan kinerja tinggi. Gedung berusia 39tahun yang terdiri dari 18 lantai tersebut dengan rancangan barunya mampu mereduksi hingga 55% konsumsi energi dan 60% penggunaan air. Telah disimulasikan juga secara biaya melalui kalkulasi pengeluaran utilitas. Penghematan berkisar antara 300.000 hingga 400.000 dollar AS per tahun, atau sekitar RRp 2,9 miliar hingga Rp 3,9 miliar.
Berbagai desain hemat energi yang direncanakan untuk mencapai sertifikasi platinum dari US Green Building Council di aplikasikan pada bangunan ini. Sebagian besar merupakan pemanfaatan teknologi inovatif, antara lain: 1. Atap Panel Surya
Seluas 1200m2 bidang miring pada bagian atas gedung federal edith greenwendell wyatt merupakan panel surya 180kW yang mampu menyediakan sekitar 5% dari kebutuhan energi bangunan. Panel surya disini merupakan modul photovoltaic yang menggunakan sel-sel surya untuk mengkonversi sinar matahari menjadi listrik. Dalam mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik sendiri, panel surya memiliki tiga proses konversi. Pertama ketika foton dari sinar matahari mengenai selsel photovoltaic, sebagian akan diserap dan energinya akan ditransfer kepada semikonduktor. Lalu elektron-elektron yang terkena foton tersebut akan terlepas dari atom kemudian mengalir menciptakan arus listrik. Dan yang terakhir, penghubung logam pada bagian atas dan bawah sel surya akan menyalurkan keluar arus listrik searah untuk digunakan sesuai kebutuhan. 2. Elevator Penghasil Energi
Alat transportasi vertical berupa elevator biasanya membutuhkan pasokan energi besar dalam pengoperasiannya. Namun pada gedung ini, elevator yang digunakan menerapkan teknologi baru yang membuat mesin elevator mampu menghasilkan energi ketika bergerak turun.
Sebenarnya inovasi ini bukan benar-benar hal baru, hanya pengaplikasian salah satu komponen elevator yang di ‘akali’. Pada sistem mesin penggerak elevator terdapat fitur bernama regenerative converter, dimana motor lift dapat menyerap tenaga ketika pergerakan lift dalam keadaan yang menguntungkan, atau turun. Motor lift akan menyerap energi kinetik yang ditimbulkan oleh gesekan mesin ketika elevator bergerak turun dan mengubahnya menjadi listrik. Kelebihan listrik tersebut kemudian dapat digunakan untuk kebutuhan listrik bangunan.
3. Sistem Shading
Suhu suatu ruang tinggi dengan angka yang cukup signifikan atas dampak dari panas matahari diluar. Hal tersebut membuat tinggi pula energi yang dikeluarkan pada
sistem penghawaan buatan. Tim arsitek SERA, yang merenovasi kantor federal ini merencanakan sistem shading dengan vegetasi hidup pada dinding luar bangunan. Hal tersebut dimaksudkan agar tercipta iklim mikro yang lebih sejuk didalam ruangan. Namun pada enam bulan sebelum dimulainya konstruksi, terjadi keputusan perubahan rancangan. Vegetasi dirasa terlalu lama untuk bisa efektif menjadi penghalang panas. Butuh waktu hingga tiga tahun untuk mengembangkan shading penuh. Tim proyek kemudian mengusulkan desain inovatif pengganti vegetasi, yaitu susunan tabung alumunium, yang kemudian menyelubungi bangunan menutupi seluruh sisi barat, selatan dan timur.
Tidak cukup mengolah secondary skin, pada bagian dalam ‘cangkang’ alumunium pun, bukaan dipertimbangkan matang dengan perhitungan pantulan panas dan cahaya matahari. Shading strategi bangunan tampak pada skema sistem berikut.
4. Pencahayaan Hemat Energi Sebanyak hingga 40% dari energi untuk pencahayaan buatan pada gedung federal edith green-wendell wyatt ini, bisa direduksi dengan pengaplikasian sistem lampu optik beserta sensor cahaya yang secara otomatis menyesuaikan penerangan dengan intensitas cahaya ruang. Misalnya pada siang hari ketika sensor cahaya menangkap terang, kekuatan cahaya lampu hanya menggunakan daya 10ohm. Dan ketika malam hari dan sensor photocell menangkap cahaya minim, sistem membuat lampu menggunakan dayanya hingga ratusan ohm. Dengan begitu lampu tidak terus mengeluarkan daya yang sama pada siang dan malam hari. Hal ini meningkatkan efisiensi penggunaan penerangan buatan dengan sangat baik jika didukung dengan rancangan bangunan yang memperhatikan orientasi ruang terkait arah datangnya sinar matahari. Sesuai teori dasar desain hemat energi, yaitu pemanfaatan optimal energi alami.
5. Air Conserving Konservasi udara sendiri dimaksudkan guna mengurangi pencemaran udara yang semakin parah dan untuk mencapai target penggunaan energi yang lebih rendah, agar masih bisa dinikmati pada masa depan. Tim arsitek merasa harus mengubah motor dari gedung federal edith green-wendell wyatt untuk terlaksananaya konservasi. Sistem pengkondisian udara yang digunakan tidak lagi katup udara variable(VAV) melainkan beralih ke radiant heating and cooling. Sistem radian ini menggunakan 100% udara luar yang tentu lebih efisien juga sehat bagi pengguna bangunan.
6. Water Harvesting Penggunaan air yang berhasil mengalami penurunan hingga 60% terealisasi melalui penggunaan perlengkapan aliran rendah dan penggunaan kembali air hujan. Dengan sistem penampungan air pada panel surya, penangkapan air hujan gedung ini mampu menyentuh angka 160.000 galon, yang dialirkan dan disimpan dalam ruang bawah tanah pada lokasi bekas lapangan tembak. Air hujan tersebut kemudian digunakan kembali untuk kebutuhan bangunan seperti toilet, urinal, menara pendingin, dan irigasi.
KESIMPULAN Desain hemat energi termasuk didalamnya segala rancang bangunan yang ramah lingkungan, dengan meminimalkan penggunaan energi tidak terbarui dan mengoptimalkan pemanfaatan energi alami. Terkait erat dengan lingkungan membuat untuk mencapai sebuah arsitektur hemat energi, perlu diperhatikan matang kondisi iklim, arah mata angin dan kualitas lingkungan lahan. Dengan analisa matang, penyelesaian desain dapat dengan mempertimbangkan orientasi bangunan-ruang serta bukaannya, tata massa, material dan bahan bangunan, juga penggunaan teknologi pintar. Studi kasus: Kantor federal edith green-wendell wyatt di Oregon, AS. Bangunan ini membuktikan penggunaan teknologi pintar akan signifikan memberikan dampak pada penghematan energi. Setelah renovasi, barulah bangunan ini menunjukan penurunan penggunaan energi yang drastis. Sehingga tidak menutup kemungkinan bagi
gedung terbangun untuk mengaplikasikan desain hemat energi lewat penggunaan teknologi ramah lingkungan. Beberapa desain hemat energi pada bangunan ini antara lain penggunaan panel surya untuk menangkap panas dan air hujan, elevator penghasil listrik, shading system, lampu sensor cahaya, dan radiant heating and cooling.
REFERENSI Efisiensi Energi dalam Rancangan Bangunan. Energy Efficiency in Building Design. Jurnal : Teti Handayani KULIAH 3.2. SENT.pdf.EKOLOGI ARSITEKTUR 21 Maret 2012, Wiwik Setyaningsih dalam Darmanto FT. UGM 2010 http://property.okezone.com/read/2012/06/21/472/651028/redirect http://properti.kompas.com/index.php/read/2013/06/04/14503346/Beginilah.Gedung.Hemat.E nergi.Sesungguhnya... http://www.gsa.gov/portal/content/207737 http://teknosiana.blogspot.com/2010/06/panel-surya-mengubah-sinar-matahari.html http://elevatorescalator.wordpress.com/2010/10/14/regenerative-converter-and-the-variabletraveling-speed-elevator-system/ http://greensource.construction.com/green_building_projects/2013/1301-egww-federal-seracutler-anderson.asp http://obitosacred.wordpress.com/2010/02/25/lampu-otomatis-menggunakan-photocell-ldr-2/