CASE PRESENTATION KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) OLEH PETUGAS KESEHATAN DI PUSKESMAS GENUK SEMARANG
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang Periode Kepaniteraan Juni 2017 – 2017 – Agustus Agustus 2017
Disusun Oleh: Nuri Sakina Suharto 30101206822
Pembimbing dr. Purwito, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG 2017
i
HALAMAN PENGESAHAN
MANAJEMEN APD DI PUSKESMAS GENUK SEMARANG
Yang dipersiapkan dan disusun oleh: Nuri Sakina Suharto 30101206822
Laporan Kasus yang telah diseminarkan, diterima dan disetujui di depan tim penilai Puskesmas Genuk Semarang. Semarang, Juni 2017 Disahkan Oleh:
Mengetahui
Pembimbing Puskesmas Genuk
Pembimbing IKM FK Unissula
dr.Syiska Maolana
Purwito, M.Kes
Kepala Puskesmas Genuk
Kepala Bagian IKM FK Unissula
Satida Fariani, SKM, M.Kes
dr. Tjatur Sembodo, MPH
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus mengenai Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Oleh Petugas Kesehatan Di Puskesmas Genuk Semarang. Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas-tugas dalam rangka menjalankan kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat. Laporan ini dapat diselesaikan berkat kerjasama tim dan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu kami mengucapkan mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Ibu Satida Fargiani, Fargiani, selaku Kepala Puskesmas yang telah memberikan memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di Puskesmas Genuk, Semarang.
2.
dr. Syiska Maolana, selaku pembimbing di puskesmas Genuk yang telah memberikan bimbingan dan pelatihan selama kami menempuh Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat di di Puskesmas Genuk Semarang.
3.
Bapak Purwito, selaku pembimbing Kepanitraan Klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat FK Unissula Semarang.
4.
Dokter, Paramedis, beserta Staf Puskesmas atas bimbingan dan kerjasama yang telah diberikan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan waktu dan kemampuan. Karena itu kami sangat berterima kasih atas kritik dan saran yang bersBLUDat membangun.Akhir kata kami berharap semoga hasil case report Manajemen APD diPuskesmas Genuk Semarang dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang,
Juni 2017
Penyusun iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................
iii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1. Latar belakang .......................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...................................................................
2
1.3. Tujuan......................................................................................
3
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................
3
1.4.1.Bagi Dokter Muda .........................................................
3
1.4.2.Bagi Puskesmas .............................................................
3
BAB II ANALISA SITUASI ......................................................................
4
2.1 Cara Pengamatan dan Waktu Pengamatan .............................
4
2.1.1
Cara Pengamatan ........................................................
4
2.1.2
Waktu Pengamatan .....................................................
4
2.2 Hasil Analisa Situasi ..............................................................
4
2.2.1
Struktur Organisassi Manajemen APD .....................
4
2.2.2
Seleksi Kebutuhan APD ...........................................
4
2.2.3
Perencanaan Kebutuhan APD...................................
5
2.2.4
Pengadaan APD ........................................................
5
2.2.5
Penerimaan APD.......................................................
6
2.2.6
Penyimpanan APD ....................................................
6
2.2.7
Pendistribusian APD .................................................
8
2.2.8
Pemusnahan APD .....................................................
9
2.2.9
Pemantauan APD ......................................................
10
2.2.10 Form-Form yang Digunakan ....................................
11
BAB III PEMBAHASAN
......................................................................
13
3.1 Manajemen APD Puskesmas Genuk .....................................
13
iv
3.2 Prioritas Masalah ................................................................... 3.2.1 3.2.2
16
Daftar Masalah ..........................................................
16
Prioritas Masalah dengan metode Hanloon KualitatBLUD
16
3.2.2.1 Urgency .........................................................
17
3.2.2.2 Seriously ........................................................
17
3.2.2.3 Growth...........................................................
17
3.2.2.4 Tabel total USG .............................................
18
3.3 Analisis kemungkinan penyebab masalah .............................
19
3.4 Analisis Akar Penyebab Masalah ..........................................
20
3.5 Usulan Pemecahan Masalah ..................................................
21
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
23
4.1 Kesimpulan............................................................................
23
4.2 Saran ......................................................................................
23
BAB V PENUTUP ......................................................................................
25
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
26
LAMPIRAN
27
.......................................................................................
v
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Kriteria Urgency .................................................................................................
Tabel 3.2
Kriteria Seriously ................................................................................................ 17
Tabel 3.3
Kriteria Growth................................................................................................... 17
Tabel 3.4
Tabel total USG .................................................................................................. 18
Tabel 3.5
IdentBLUDikasi kemungkinan penyebab masalah ............................................ 20
Tabel 3.6
Tabel Plan of Action .......................................................................................... 21
vi
17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Alur Distribusi APD di Puskesmas Genuk …………………………………. ....9
vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa tiap tahun sekitar 24 juta orang meninggal karena kecelakaan dan penyakit di lingkungan kerja termasuk di dalamnya 360.000 kecelakaan fatal dan diperkirakan 1,95 juta disebabkan oleh penyakit fatal yang timbul di lingkungan kerja. Sedangkan menurut catatan World Health Organization (WHO) dari jumlah tenaga kerja sebesar 35% sampai 50% di dunia terpajan bahaya fisik, kimia dan biologi (Milyandra, 2010). Dalam UU Kesehatan No.36 tahun 2009, kesehatan didefinisikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktBLUD secara sosial dan ekonomis. Dengan demikian upaya kesehatan yang dilakukan merupakan serangkaian kegiatan terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengAPDan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau masyarakat (Depkes RI, 2009). Bertitik tolak dari konsep kesehatan secara umum, maka konsep kesehatan perlu diterapkan pada semua lini kehidupan. Kesehatan kerja misalnya, merupakan aplikasi dalam penerapan konsep kesehatan dalam masyarakat yang diterapkan dalam suatu tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, laboratorium dan sebagainya), dan yang menjadi subjek dari kesehatan kerja adalah pekerja dan masyarakat sekitar tempat kerja tersebut. Apabila di dalam kesehatan masyarakat menurut konsep paradigma sehat, ciri pokoknya adalah upaya preventBLUD (pencegahan penyakit) dan promotBLUD (peningkatan kesehatan), maka kedua hal tersebut juga menjadi ciri pokok dalam kesehatan kerja (Notoatmodjo, 2007). Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan suatu upaya untuk menciptakan suasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah mencapai produktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan pada setiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan
1
dapat mencegah dan mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukan pekerjaan (Hiperkes Bandung, 2008). Berdasarkan hasil pengamatan di Puskesmas Genuk, Semarang tahun 2017 bahwa
ditemukan
masih
banyaknya
perawat
yang
kurang
perhatian
dan
kesadaran/kepatuhan dalam menggunakan APD sehingga petugas kesehatan memiliki potensi untuk terpapar penyakit dan juga terjadinya kecelakaan kerja. Berdasarkan data pada tahun 2013, terdapat kejadian kecelakaan kerja baik ringan sebanyak 16 kasus atau sekitar 25%, seperti kecelakaan tertusuk jarum suntik dan terkena pecahan botol suntik dll, dan untuk kecelakaan berat sebanyak 13 kasus atau sekitar 22%, seperti kecelakaan terjatuh, tertindis alat kerja (Profil BLUD Rumah Sakit Konawe, 2013). Dari uraian di atas, penulis tertarik ingin mengangkat kasus dengan judul, “Penggunaan Alat Pelindung Diri oleh Petugas kesehatan puskesmas Genuk Semarang Tahun 2017. Diharapkan setelah penyelesaian masalah di atas, akan terwujud kesehatan dan keamaan kerja yang lebih baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penerapan penggunaan APD oleh petugas kesehatan di puskesmas Genuk Semarang?
1.3 Tujuan
a) Mengetahui pengetahuan tentang macam-macam APD dan kapan digunakan oleh petugas kesehatan di Puskesmas Genuk. b) Mengetahui penerapan penggunaan APD oleh petugas kesehatan di Puskesmas Genuk.
1.4 Manfaat
1.4.1
Bagi Dokter Muda Memperluas wawasan Dokter Muda mengenai penggunaan APD di dan mampu menjalankan pelayanan kesehatan untuk masyarakat dengan menggunakan sumberdaya yang tersedia.
1.4.2
Bagi Puskesmas Genuk
-
Sebagai salah satu sumber informasi bagi pemerintah Kota Semarang dalam rangka penentuan arah kebijakan, perbaikan dalam hal pengelolaan APD di Puskesmas Genuk.
-
Bahan masukan bagi Puskesmas Genuk
dalam pengelolaan APD
dalam rangka peningkatan efisiensi. -
Sebagai aplikasi ilmu dan pengalaman berharga dalam memperluas wawasan dan pengetahuan penelitian tentang APD di Puskesmas Genuk.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard ) dan risiko (risk ) terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugiankerugian lainnya yang mungkin terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah tidak berbeda
dengan
pengertian
bagaimana
kita
mengendalikan
risiko
(risk
management ) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Milyandra, 2010)
1.
Kesehatan Kerja
Pasal menyebutkan
23
Undang-undang
bahwa
kesehatan
No.23 kerja
Tahun
1992
diselenggarakan
tentang untuk
kesehatan, mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat kesehatan kerja, disebutkan pula bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja (Haryono, 2007). Menurut Suma’mur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventBLUD dan kuratBLUD, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Tujuan utama kesehatan kerja adalah sebagai berikut: a.
Pencegahan
dan
pemberantasan
penyakit-penyakit
dan
kecelakaan
kecelakaaan akibat kerja. b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja.
c.
Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan produktivitas tenaga kerja.
d.
Pemberantasan kelelahan kerja dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja 4
e.
Perlindungan bagi masyarakat sekitar perusahaan agar terhindar dari bahaya-bahaya pencemaran yang ditimbulkan oleh perusahaan tersebut.
f.
Perlindungan
masyarakat
luas
dari
bahaya-bahaya
yang
mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk perusahaan. Tujuan akhir dan kesehatan kerja ini adalah untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktBLUD. Tujuan ini dapat tercapai, apabila didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan (Notoatmodjo, 2007). 2. Keselamatan Kerja
Keselamatan adalah suatu kondisi yang bebas dari risiko kecelakaan atau kerusakan atau dengan risiko yang relatBLUD sangat kecil di bawah tingkat tertentu (Johny, 2000). Keselamatan kerja adalah upaya keselamatan yang diterapkan di tempat kerja. Menurut Webster dalam Intercollegiate dictionary, keselamatan sendiri mempunyai pengertian bebas interaksi antara manusia-mesinmedia yang berakibat kerusakan sistem, degradasi dari misi sukses, hilangnya jam kerja, atau luka pada pekerja. Sedangkan gagalnya upaya kesehatan umumnya disebabkan oleh hubungan sistem kerja manusia – alat-bahan-komponen lingkungan yang menghasilkan masalah besar sebagai akibat dari kurang bagusnya pengawasan di industri (Lukmannul, 2004). Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (Modul K3 ITB, 2009). Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Suma’mur, 1993). Menurut Undang-Undang Keselamatan Kerja, syarat-syarat keselamatan kerja seluruh aspek pekerjaan yang berbahaya berikut jenis-jenis bahaya akan diatur dengan peraturan perundangan (Suma’mur, 1993).
Indikator penyebab keselamatan kerja adalah:
a. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi: 1. Penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya yang kurang diperhitungkan keamanannya. 2. Ruang kerja yang terlalu padat dan sesak 3. Pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya. b. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi: 1. Pengaman peralatan kerja yang sudah usang atau rusak. 2. Penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik pengaturan penerangan. 3. Kecelakaan Kerja Kecelakaan adalah suatu kejadian tak diduga dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses suatu aktivitas yang telah diatur (Balai K3 Bandung, 2010). Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor : 03/MEN/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan bahwa yang dimaksud dengan kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. (Depnaker, 1998). Menurut Notoatmodjo (2007) terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kedua faktor utama yakni faktor fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu, kecelakaan kerja juga merupakan bagian dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan akibat dari kerja.
B. Tinjauan Tentang Alat Pelindung Diri (APD)
Menurut Occupational Safety and Health Administration (OSHA) alat pelindung diri atau personal protective equipment atau didefinisikan sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya (hazards) di tempat kerja, baik yang bersBLUDat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (OSHA, 2009). Menurut
Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi
RI
No.8/MEN/VII/2010, alat pelindung diri atau personal protective equipment didefinisikan sebagai alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan Pasal 108 menyatakan bahwa “setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”, maka upaya perlindungan terhadap karyawan akan bahaya khususnya pada saat melaksanakan kegiatan (proses kerja) di tempat kerja perlu dilakukan oleh pihak manajeman perusahaan. Salah satu upaya perlindungan terhadap tenaga kerja tersebut adalah dengan penggunaan APD. Penggunaan APD ditempat kerja sendiri telah diatur melalui Undang- Undang No.1 tahun 1970. Pasal pasal yang mengatur tentang penggunaan APD adalah antara lain : 1. Pasal 3 ayat 1 : Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk memberikan alat-alat perlindungan diri kepada para pekerja. 2. Pasal 9 ayat 1c : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tahap tenaga kerja baru tentang alat-alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
1. Program Penggunaan APD Berdasarkan Pasal 14 huruf c UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pengusaha/pengurus perusahaan perusahaan wajib menyediakan APD secara cuma-cuma terhadap tenaga kerja dan orang lain yang memasuki tempat kerja. Apabila kewajiban pengusaha/pengurus perusahaan tersebut tidak dipenuhi merupakan suatu pelanggaran undang undang. Berdasarkan Pasal 12 huruf b, tenaga kerja diwajibkan memakai APD yang telah disediakan (Anizar, 2009). 2. Pemilihan dan Persyaratan APD Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan. Namun kadangkadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri (personal protective devices).
Menurut Anizar (2009) APD yang disediakan oleh pengusaha dan dipakai oleh tenaga kerja harus memenuhi syarat pembuatan, pengujian dan sertBLUDikat. Tenaga kerja berhak menolak untuk memakai jika APD yang disediakan tidak memenuhi syarat. Dari ketiga pemenuhan persyaratan tersebut, harus diperhatikan faktor-faktor pertimbangan di mana APD harus 1) Enak dan nyaman dipakai; 2) Tidak menggangu ketenangan kerja dan tidak membatasi ruang gerak pekerja; 3) Memberikan perlindungan efektBLUD terhadap segala jenis bahaya/potensi bahaya;
4) Memenuhi syarat estetika; 5) Memperhatikan efek samping penggunaan APD; dan 6) Mudah dalam pemeliharaan, tempat ukuran, tempat penyediaan, dan harga terjangkau.
3. Jenis-Jenis APD Menurut Anizar (2009) aneka alat pelindung diri adalah sebagai berikut : a. Masker Pada tempat-tempat kerja tertentu seringkali udaranya kotor yang diakibatkan oleh bermacam-macam sebab antara lain : 1) Debu-debu kasar dari pengindaraan atau operasi-operasi sejenis. 2) Racun dan debu halus yang dihasilkan dari pengecatan atau asap. 3) Uap beracun atau gas beracun dari pabrik kimia. 4) Bukan gas beracun tetapi seperti CO2 yang menurunkan konsentrasi oksigen di udara. Jenis-jenis masker dan penggunaannya (Anizar, 2009): 1) Masker penyaring debu Masker penyaring debu berguna untuk melindungi pernapasan dari serbukserbuk logam, atau serbuk lainnya. 2) Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0.5 mikron, bila kita sulit bernapas waktu memakai alat ini maka hidungnya harus diganti karena filternya telah terhambat oleh debu. 3) Masker Bertabung Masker bertabung mempunyai filter yang baik dari pada masker berhidung. Masker ini sangat tepat digunakan untuk melindungi pernapasan dari gas tertentu. Bermacam-macam tabung dapat dipasangkan dan bermacammacam tabungnya tertulis untuk macam gas yang bagaimana masker tersebut digunakan. b. Kacamata Salah satu masalah di BLUD Rumah Sakit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata dimana jumlah kecelakaan demikian
besar.
Orang-orang
merasa
enggan
memakai
kacamata
karena
ketidaknyamannya sehingga dengan alasan tersebut pekerja merasa mengurangi
kenikmatan kerja. Sekalipun kacamata pelindung yang memenuhi persyaratan demikian banyaknya. Banyak upaya harus diselenggarakan ke arah pembinaan disiplin, atau melalui pendidikan dan penggairahan, agar tenaga kerja memakainya. Tenaga kerja yang berpandangan bahwa risiko kecelakaan terhadap mata adalah besar akan memakainya dengan kemauan sendiri. Sebaliknya, jika mereka merasa bahwa bahaya itu kecil, mereka tidak akan mau memakainya (Anizar, 2009). c. Sepatu Pengaman Sepatu
pengaman
harus
dapat
melindungi
tenaga
kerja
terhadap
kecelakaan-kecelakaan yang disebabkan oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain yang mungin terinjak, logam pijar, asam-asam dan sebagainya. Biasanya sepatu kulit yang buatannya kuat dan baik cukup memberikan perlindungan, tetapi terhadap kemungkinan tertimpa benda-benda berat masih perlu sepatu dengan ujung tertutup baja dan lapisan baja di dalam solnya. Lapis baja di dalam sol perlu untuk melindungi tenaga kerja dari tusukan benda runcing dan tajam khususnya pada pekerjaan bangunan. d. Sarung Tangan Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan yang diperlukan. Antara lain syaratnya adalah bebannya bergerak jari dan tangan. Macamnya tergantung pada jenis kecelakaan yang akan dicegah yaitu tusukan, sayatan, terkena benda panas, terkena bahan kimia, terkena aliran listrik, terkena radiasi dan sebagainya. Sarung tangan juga sangat membantu pada pengerjaan yang berkaitan dengan benda kerja yang panas, tajam ataupun benda kerja yang licin. Sarung tangan juga dipergunakan sebagai isolator untuk pengerjaan listrik. e. Topi Pengaman (helmet) Topi pengaman (helmet) harus dipakai oleh tenaga kerja yang mungkin tertimpa pada kepala oleh benda jatuh atau melayang atau benda-benda lain yang bergerak. Topi demikian harus cukup keras dan kokoh, tetapi ringan. Bahkan plastik dengan lapisan kain terbukti sangat cocok untuk keperluan ini. Topi pengaman dengan bahan elastis seperti karet atau plastpada umumnya dipakai oleh wanita. Rambut wanita yang memiliki risiko ditarik oleh mesin. Oleh karena itu, penutup kapala harus dipakai agar rambut tidak terbawa putaran mesin dengan cara rambut diikat dan ditutup oleh penutup kepala. f. Pelindung Telinga
Telinga harus dilindungi terhadap loncatan api percikan logam, pijar atau partikel-partikel yang melayang. Perlindungan terhadap kebisingan dilakukan dengan sumbat atau tutup telinga. Alat pelindung telinga merupakan salah satu bentuk alat pelindung diri yang digunakan untuk melindungi telinga dari paparan kebisingan, sering disebut sebagai personal hearing protection atau personal protective devices. g. Pelindung Paru-Paru (Respirator) Paru-paru harus dilindungi manakala udara tercemar atau ada kemungkinan kekurangan oksigen dalam udara. Pencemaran-pencemaran mungkin berbentuk gas, uap logam, kabut, debu dan lainnya. Kekurangan oksigen mungkin terjadi di tempat-tempat yang pengudaraannya buruk seperti tangki atau gudang bawah tanah. Pencemar-pencemar yang berbahaya mungkin beracun, korosit, atau menjadi sebab rangsangan. Pengaruh lainnya termasuk dalam bahaya kesehatan kerja. h. Pakaian Pelindung Pakaian kerja harus dianggap suatu alat perlindungan terhadap bahaya bahaya kecelakaan. Pakaian tenaga kerja pria yang bekerja melayani mesin seharusnya berlengan pendek, pas (tidak longgar) pada dada atau punggung, tidak berdasi dan tidak ada lipatan-lipatan yang mungkin mendatangkan bahaya. Wanita sebaiknya memakai celana panjang, jala rambut, baju yang pas dan tidak memakai perhiasanperhiasan. Pakaian kerja sintesis hanya baik terhadap bahan-bahan kimia korosBLUD, tetapi justru berbahaya pada lingkungan kerja dengan bahanbahan dapat meledak oleh aliran listrik statis.
C. Tinjauan Tentang Perilaku
Maulana (2009) menyebutkan bahwa perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar), pengertian itu dikenal dengan teori S-O-R (stimulus – organismerespon). Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar objek tersebut (Notoatmodjo, 2007) . Respon ini terbentuk dua macam, yakni : 1. Bentuk pasBLUD adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan, maka perilaku tersebut terselubung (covert behaviour). 2. Bentuk aktBLUD, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung, maka perilaku tersebut sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ‘over behaviour’.
a. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Teori Lawrence Green (1980) dalam menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku, konsep umum yang sering digunakan dalam berbagai kepentingan program dan beberapa penelitian yang dilakukan adalah teori yang dikemukakan olah Green (1980). Ia menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh tiga faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong, dan faktor penguat (Maulana, 2009).
b. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan APD 1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya (Mulyanti, 2008). a) Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitBLUD merupakan domain yang sangat penting
untuk
terbentuknya
tindakan
seseorang
(overt
behaviour).
Sedangkan menurut Maulana (2009) sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga, berdasarkan pengalaman dan penelitian, diperoleh bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. b) Sikap Menurut Notoatmodjo (2007) sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Sedangkan menurut Koentjaraningrat (1983) dalam Maulana (2009) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. ManBLUDestasi sikap tidak dapat dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan. Sikap merupakan kecenderungan yang berasal dari dalam diri individu untuk berkelakuan dengan pola-pola tertentu, terhadap suatu objek akibat pendirian dan perasaan terhadap objek tersebut. Menurut Newcomb yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007) sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motBLUD tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan ‘pre-disposisi’ tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. c) Tindakan Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya: orang tua, saudara, suami, isteri, dan lain-lain, yang sangat penting untuk mendukung tindakan yang akan dilakukan.
2) Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya (Mulyanti, 2008).
a) Ketersediaan Fasilitas Dibutuhkan
pedoman
tertentu
tentang
penempatan
fasilitas
dan
penangananya, disamping untuk memenuhi kebutuhan jabatan seseorang, asas keserasian juga tetap untuk meningkatkan efisiensi kerja pegawai (Johny, 2000). Menurut Laurenta (2001) yang dikutip oleh Mulyanti (2008) keserasian
perbandingan antara manusia dengan alat kerja sehingga turut menjamin adanya suasana kerja yang menggairahkan. Peralatan dan perlengkapan harus tepat guna dan tidak mewah. Setiap alat dan perlengkapan harus diadakan sesuai dengan tingkat kemungkinan terjadinya kecelakaan. Menurut Maulana (2009), faktor yang memungkinkan terjadinya perilaku berupa lingkungan fisik, sarana kesehatan atau sumber-sumber khusus yang mendukung, dan keterjangkauan sumber dan fasilitas kesehatan. Menurut penelitian Hakim (2004) menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara fasilitas APD dengan penggunaan APD. b) Kenyamanan Fasilitas Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat
menggunakan
APD
akan
mengakibatkan
keengganan
tenaga
kerja
menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda (Budiono dkk., 2003). Pemakaian APD dapat menyebabkan ketidaknyamanan, terutama bila dipakai untuk jangka lama, karena pemakai merasa tertutup dan terisolasi. Oleh karena itu, pekerja cenderung untuk melepaskannya untuk menghilangkan ketidaknyamanan (Harrington dkk., 2003).
3) Faktor penguat (Reinforcing Factors). Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturanperaturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. a) Pola Pengawasan Pengawasan adalah suatu proses untuk mengukur penampilan kegiatan atau pelaksanaan kegiatan suatu program yang selanjutnya memberikan pengarahan pengarahan sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai (Notoatmodjo, 2007). Dilakukan pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan (Sastrohadiwiry, 2003). Salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan pada bahaya dari cara kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain disekitarnya. Antara lain pemakaian APD yang tidak semestinya dan cara memakai yang salah. Pengusaha perlu memperhatikan cara kerja yang dapat membahayakan ini, baik pada tempat kerja maupun dalam pengawasan pelaksanaan pekerjaan sehari-hari (Johny, 2000).
D. Tinjauan Tentang Kepatuhan
Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut, taat pada perintah, aturan, berdisiplin. Kepatuhan adalah ketaatan dalam melakukan sesuatu yang dianjurkan (Depdikbud, 1996). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengAPDan atau menepati janji pertemuan dengan dokter (Stanley, 2007). Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan. Menurut Stanley (2007), kepatuhan seseorang sangat berhubungan dengan : 1. Interaksi kompleks antara dukungan keluarga dan pengalaman. 2. Interaksi perilaku dengan kepercayaan kesehatan seseorang 3. Kepercayaan yang ada sebelumnya.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2003) mengklasBLUDikasikan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health related behavior) sebagai berikut: 1. Perilaku kesehatan (health behavior), yaitu tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk tindakan untuk mencegah penyakit,memelihara makanan, sanitasi. 2. Perilaku sakit (illness behavior), yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang individu yang merasa sakit, untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit, meliputi kemampuan untuk mengidentBLUDikasi penyakit, penyebab penyakit serta usaha mencegah penyakit. 3. Perilaku peran sakit (the sick role behavior), yakni tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh individu yang sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan.
BAB III ANALISA SITUASI
2.1 Cara Pengamatan dan Waktu Pengamatan 2.1.1
Cara Pengamatan Cara pengamatan yang digunakan adalah dengan mengamati perilaku petugas kesehatan yang menggunakan APD selama melakukan pemeriksaan dan tindakan kepada pasien.
2.1.2
Waktu Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat jam kerja di Puskesmas Genuk Semarang.
2.2 Hasil Analisa Situasi 2.2.1
Struktur Organisasi Alat Kesehatan (di dalamnya terdapat APD) Pada Puskesmas Genuk, terdapat tim khusus yang menangani manajemen alat kesehatan (APD), dimana dibagi menjadi tim pengadaan dan tim pmelihara barang dengan kepala puskesmas sebagai penanggungjawab. Struktur organisasi dan pembagian tugas untuk tim APD di Puskesmas Genuk sudah baik, setiap petugas memegang tanggung jawab sesuai tugas dan perannya masing-masing, namun secara struktural tidak jelas.
2.2.2
Perencanaan Kebutuhan APD Perencanaan APD di Puskesmas dimaksudkan agar ketersediaan APD di unit pelayanan dapat ditingkatkan dengan memanfaatkan dana yang tersedia secara efektBLUD dan efisien, sehingga dapat dihindari tumpang tindih penggunaan anggaran perencanaan APD dan mengurangi kemungkinan menumpuknya suatu jenis APD tertentu. Untuk memenuhi kebutuhan APD, bagian pengadaan alkes Puskesmas Genuk mencatat kebutuhan dari petugas kesehatan dari Poli Umum, Poli Gigi, dan KIA baik dari puskesmas inti maupun dari puskesmas pembantu. Puskesmas mendapatkan dana dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah)
2.2.3
Pengadaan APD Pengadaan atau permintaan APD di Puskesmas Genukdilakukanuntuk memperoleh jenis dan jumlah APD, APD dengan mutu yang tinggi, menjamin tersedianya APD dengan cepat dan tepat waktu. Oleh karena itu pengadaan atau permintaan APD harus memperhatikan dan mempertimbangkan bahwa
APD yang diminta atau diadakan sesuai dengan jenis dan jumlah APD yang telah direncanakan. Pengadaan APD di Puskesmas Genuk mendapatkan dana dari BLUD (Badan Layanan Umum Daerah). Kemudian petugas kesehatan membelanjakan anggaran di toko alat kesehatan di Kota Semarang. 2.2.4
Penyimpanan APD Penyimpanan APD merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap APD-APD yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. PenyimpananAPD ditujukan untuk memelihara mutu APD sedemikian rupa. Setelah APD diterima maka setiap jenis APD harus segera dicatat dalam kartu persediaan APD di puskesmas (kartu stok). Selanjutnya semua APD tersebut dilakukan kegiatan penyimpanan APD tidak disimpan di ruangan khusus, melainkan disimpan di lemari APD. Penyimpanan APD di Puskesmas Genuk belum memliki ruangan tersendiri dan berbagi ruang dengan baramg-barang lain seperti alat tulis kantor. Hal ini dikarenakan stok APD yang tidak terlalu banyak dan tidak adanya tempat untuk menyimpan APD dengan baik. Kebersihan lemari APD terjaga dengan baik, pencahayaan cukup namun tidak terpapar sinar matahari langsung.
2.2.5
Pendistribusian APD Pendistribusian APD adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan APD secara merata dan teratur dari gudang puskesmas untuk memenuhi kebutuhan sub unit di lingkungan puskesmas maupun unit pelayanan kesehatan lainnya antara lain sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan Puskesmas (ruang farmasi, laboratorium), Puskesmas Pembantu, Puskesmas keliling, Posko dan Posyandu. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan sub unit di lingkungan maupun sub unit pelayanan kesehatanlainnya yang ada di wilayah kerja puskesmas dengan jenis, jumlah, danwaktu yang tepat. Berikut adalah alur distribusi APD di Puskesmas Genuk.
Gambar2.1 Alur Distribusi APD di Puskesmas Genuk
BLUD
Puskesmas Induk
Puskesmas Inti
Lemari APD
Poli Gigi
Balai
Puskesmas Pembantu
KIA
Muktiharjo
Gebangsari
APD yang telah diterima dari BLUD masuk ke gudang APD puskesmas induk. Setelah diperiksa oleh penanggungjawab APD Puskesmas lalu APD didistribusikan ke lemari APD. Distribusi ke poli umum, poli gigi, dan KIA. Untuk pustu pendistribusian APD berdasarkan permintaan petugas kesehatan di pustu. Jika pustu tidak meminta maka puskesmas inti tidak akan mendistribusikan APD tersebut.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Manajemen Alat Pelindung Diri Puskesmas Genuk Pembagian tugas untuk tim APD di Puskesmas Genuk sudah terstruktur dengan baik terdapat tim khusus yang menangani manajemen APD, dimana dibagi menjadi tim pengadaan dan tim perawatan barang. Setiap tim bertanggungjawab sesuai
perannya
masing-masing
dengan
kepala
puskesmas
sebagai
penanggungjawab. Perencanaan APD Puskesmas Genuk dilakukan 1 bulan sekali. Dasar yang digunakan untuk merencanakan pengadaan APD di Puskesmas Genuk adalah dengan menggunakan metode konsumsi, yaitu APD yang paling banyak digunakan pada bulan sebelumnya. Pengadaan APD Puskesmas Genuk didapatkan dari dana BLUD Dinas Kesehatan Kota Semarang tiap 1 bulan sekali. Puskesmas Genuk kemudian membelanjakan dana tersebut secara mandiri di toko alat kesehatan tertentu di Kota Semarang. Pendistribusian APD dari puskesmas induk ke poli umum, poli gigi, dan KIA, kemudian ke puskesmas pembantu. Manajemen APD di Puskesmas Genuk yaitu : 1. Planning -
Perencanaan APD selalu didasarkan pada pemakaian APD selama 1 bulan sebelumnya.
-
Perencanaan juga mempertimbangkan sisa APD bulan lalu. Hal ini juga untuk mencegah jumlah APD yang berlebihan.
2. Organizing -
Permintaan APD diajukan oleh petugas kesehatan di poli umum, poli gigi, KIA, dan puskesmas pembantu, dipesan tiap 1 bulan jika stok APD habis.
-
Sistem pelaporan pemakaian APD dilakukan setiap bulan dari sub unit kepada puskesmas
sehingga pemanfaatan APD-APDan tersebut dapat
selalu dipantau. 3. Actuating -
Pendistribusian APD kepada subunit pelayanan disesuaikan dengan jumlah permintaan atau stok di lemari APD Puskesmas. 18
-
Masalah yang mungkin ditemukan pada pelaksanaan yaitu mungkin kurangnya kesadaran tenaga kesehatan dalam menggunakan APD, baik di puskesmas induk maupun di puskesmas pembantu. Petugas kesehatan di puskesmas pembantu tidak meminta APD ke puskesmas inti walaupun stok APD masih banyak.
-
Petugas kesehatan di puskesmas induk maupun pembantu masih sering tidak menggunakan APD saat melakukan tindakan terhadap pasien.
-
Dikarenakan jumlah yang tidak terlalu banyak, penyimpanan APD disimpan dalam lemari kayu bersama dengan barang- barang lain seperti berkas-berkas dan alat tulis. Kerapian lemari APD sudah terjaga namun kadang masih sering terlihat beberapa kotak APD yang tidak diletakkan kembali di tempat penyimpanannya.
4. Controlling -
Setiap penerimaan, pemakaian dan persediaan APD dicatat dan dilaporkan dalam buku khusus di tiap sub unit pelayanan yang selanjutnya setiap bulan diserahkan petugas gudang APD. Dengan demikian arus barang APD dapat terpantau dengan baik. Sistem manajemen APD yang dilaksanakan di Puskesmas Genuk cukup
dapat menjamin kualitas dan keamanan APD serta kesediaan APD. Rak-rak APD diletakkan di tempat yang terhindar dari sinar matahari langsung. Keluar masuknya APD juga dicatat pada kartu stelling dan buku pencatatan khusus yang dilakukan oleh petugas khusus. Keamanan APD dikontrol seorang penanggung jawab dalam ruangan. Gudang dan ruang APD di luar jam kerja akan dikunci. Sementara kepatuhan dari petugas kesehatan mengenai penggunaan APD masih sangat kurang. Beberapa kali petugas kesehatan tidak menggunakan APD seperti masker dan sarung tangan saat melakukan tindakan invasif kepada pasien. Di puskesmas pembantu stok APD yang habis tidak segera dilaporkan walaupun persediaannya di puskesmas induk masih banyak.
3.2 Prioritas Masalah 3.2.1 Daftar masalah 1. Kurangnya distribusi dan jumlah APD di puskesmas pembantu 2. Kurangnya kesadaran petugas kesehatan menggunakan APD 3. Penyimpanan APD yang masih kurang baik
3.2.2 Prioritas Masalah dengan Metode Hanloon Kualitatif Prioritas masalah berdasarkan metode Hanlon Kualitatatif dengan kriteria sebagai berikut: Permasalahan yang teridentifikasi tersebut kemudian ditentukan prioritas masalahnya dengan menggunakan metode Hanlon kualitatif dengan 3 Kelompok kriteria : 1. Kelompok kriteria U : Mendesak (Urgency) Pertimbangan ini dari aspek waktu, masih dapat ditunda atau harus segera ditanggulangi. Semakin pendek tenggang waktunya, semakin mendesak untuk ditanggulangi. 2. Kelompok Kriteria S : Kegawatan (Seriousness) Besarnya akibat atau kerugian yang dinyatakan dalam besaran kuantitatBLUD berapa rupiah, orang dll. 3. Kelompok Kriteria G : Perkembangan (Growth) Kecenderungan atau perkembangan akibat dari suatu permasalahan. Semakin berang masalah, semakin diprioritaskan.
3.2.2.1 Urgency Masalah
A
A
B
C
Total H(+)
+
-
1
-
0
B
0
C Total V(-)
0
0
2
Total H(+)
1
0
0
Total
1
0
2
Tabel 3.1 Kriteria Urgency
3.2.2.2 Seriously Masalah
A
A
B
C
Total H(+)
+
-
1
-
0
B
0
C Total V(-)
0
0
2
Total H(+)
1
0
0
Total
1
0
2
Tabel 3.2 Kriteria Seriously 3.2.2.3 Growth Masalah
A
A
B
C
Total H(+)
-
-
0
-
0
B
0
C Total V(-)
0
1
2
Total H(+)
0
0
0
Total
0
1
2
Tabel 3.3 Kriteria Growth 3.2.2.4 Tabel total USG Masalah Kurangnya distribusi dan
jumlah
APD
di
puskesmas pembantu Kurangnya
kesadaran
petugas
kesehatan
menggunakan APD Penyimpanan APD yang masih kurang baik
Urgency
Seriously
Growth
Total
Prioritas
Tabel 3.4 Tabel total USG Urutan masalah berdasarkan prioritas masalah adalah : 1.
Kurangnya kesadaran petugas kesehatan menggunakan APD
2.
Kurangnya distribusi dan jumlah APD di puskesmas pembantu
3.
Penyimpanan APD yang masih kurang baik
3.3
Analisis kemungkinan penyebab masalah dengan menggunakan Fishbone Analysis:
MAN
Tenaga kerja yang enggan menggunakan APD
MONEY
Tidak adanya anggaran untuk penyediaan tempat penyimpanan APD
METHODE
Distribusi APD kurang
Penggunaan APD yang masih kurang baik
MACHINE
Kurangnya tempat untuk penyimpanan APD
MATERIAL
ENVIRONMENT
3.4
Analisis Akar Penyebab Masalah Berdasarkan Pendekatan Sistem Komponen
Kekurangan
Input
Man
Tenaga kerja kesehatan yang enggan mengunakan APD
Money
Tidak adanya anggaran untuk penyediaan tempat penyimpanan APD
Method
Tidak adanya sosialisasi pentingnya penggunaan APD
Machine
-
Material
Environment
Tempat penyimpanan yang tidak sesuai Kurangnya tempat untuk penyimpanan APD
-
Proses
P1
Penggunaan APD oleh petugas kesehatan yang belum maksimal
P2
Distribusi dan komunikasi penggunaan APD di pustu belum maksimal
P3
Penyimpanan APD belum maksimal
Lingkungan
-
Umpan Balik
Kesadaran menggunakan APD oleh petugas kesehatan kurang baik.
Tabel 3.5 IdentBLUDikasi kemungkinan penyebab masalah Tahap Analisi s Pendekatan Sistem
3.5
Usulan Pemecahan Masalah Tabel 4.6 Tabel Plan of Action
No
1
Kegiatan
Tujuan
Sosialisasi dan Meningkatkan
Sasaran
Petugas
Lokasi
Puskesmas
Pelaksana
Waktu Pendanaan
Kepala
Juni
Puskesma
2017
–
Metode
Tolak ukur
Tolak ukur
proses
hasil
- Mengevaluasi Petugas
Petugas
kembali sistem kesehatan
kesehetan
penyimpanan
selalu
selalau menggunak
peragaan
kesadaran
petugas kesehatan Genuk
menggunakan
kesehatan
puskesma
APD
menggunakan APD s Genuk
petugas
APD
mengingatka
saat melayani pasien
puskesmas
- Menyarankan
n diri sendiri an
s
dan
APD
kepada petugas dan
rekan saat
kesehatan agar
kerja
untuk melakukan
mau
selalu
menggunakan
menggunaka pada pasien
APD melakukan
saat n APD saat melakukan
tindakan pada tindakan pasien.
pada pasien
tindakan
No
2
Kegiatan
Tujuan
Membuat
Sasaran
- Memperbaiki
Petugas
Lokasi
Pelaksana
Waktu Pendanaan
Puskesm
Kepala
Juni
Genuk
Puskesmas
2017
–
Metode
Menyarankan
Tolak ukur
Tolak ukur
proses
hasil
Petugas
jadwal
distribusi APD di kesehatan
pelaporan
puskesmas
puskesmas
dan
penangung
pembantu.
pembantu
petugas
jawab
APD melaporkan
Genuk
puskesmas
untuk
rutin stok APD
APD puskesmas pembantu
di
- Meningkatkan kesadaran penggunaan di
puskesmas
pembantu
kepada petugas kesehatan di pustu pustu
menanyakan APD
saat
Stok APD di
kepada petugas kesehatan pustu
di
apakah
melakukan
stok APD masih
tindakan.
tersedia.
terpenuhi.
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan a) Perencanaan APD Puskesmas Genuk dilakukan satu bulan sekali dengan menggunakan metode konsumsi, yaitu APD yang paling banyak digunakan pada bulan sebelumnya. b) Pengadaan APD di Puskesmas Genuk didapatkan dari belanja barang tiap 1 bulan sekali oleh petugas penanggung jawab alat kesehatan. Sumber dana untuk pengadaan swadana APD berasal dari BLUD. c) Terdapat tim khusus yang menangani manajemen APD di yaitu tim pengadaan, tim pemelihara, yang masing-masing melaksanakan peran dan bertanggungjawab sesuai tugas masing-masing. d) Terdapat tiga masalah utama di Puskesmas Genuk, yaitu kurangnya kesadaran penggunaan APD oleh petugas kesehatan, kurang baiknya distribusi APD ke puskesmas pembantu, dan kurang baiknya tempat penyimpanan APD. 4.2 Saran a) Memberikan sosialisasi dan peragaan penggunaan APD kepada petugas kesehatan secara berkala. b) Membenahi manajemen dan komunikasi antar petugas kesehatan dari puskesams induk ke puskesmas pembantu. c) Menjalankan sistem penyimpanan APD sesuai dengan manajemen penyimpanan APD yang telah dievaluasi.
27
BAB V PENUTUP
Demikianlah laporan dan pembahasan mengenai hasil peninjauan tentang manajemen APD di Puskesmas Genuk. Kami menyadari bahwa kegiatan ini sa ngat penting dan bermanfaat bagi para calon dokter, karena dokter juga berperan sebagai manajer. Akhir kata kami berharap laporan ini bermanfaat sebagai bahan masukan dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Puskesmas Genuk.
28
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, 2003,Manajemen Administrasi Rumah Sakit, UI Press, Jakarta. Depkes RI, 2000, Jasa Konsultan Pelatihan Manajemen Puskesmas Pengelolaan dan pelayanan di Puskesmas, Depkes RI, Jakarta. Depkes RI, 2007,Pedoman Pengelolaan Publik dan Perbekalan Kesehatan di Daerah Kepulauan, Direktorat Bina Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. George R. Terry, Ph.D., 1992, Office Management and Control , Fourth Edition, Richard D. Irwin Inc., Homewood, Ilinois, 21. Keputusan Menkes RI No. 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat, Depkes RI, Jakarta. Keputusan Menkes RI No. 1121/MENKES/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis Pengadaan APD Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar, Depkes RI, Jakarta. Notoatmodjo, S, 2003, Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta. Trisnantoro, L., 2001, Sistem Kesehatan Wilayah Pasca Desentralisasi, PMPK FK UGM, Yogyakarta. Widhayani, 2002, Studi Tentang Pengelolaan APD dengan Menggunakan Analisis Pareto di Puskesmas Patingaloang Keamatan Ujung Tanah Kota Makassar, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Makassar.
29
LAMPIRAN
Lemari Penyimpanan
30