1
BAB I PENDAHULUAN
Penggunaan terapi cairan intravena merupakan salah satu tindakan medis yang paling sering dilakukan didunia. Terapi Terapi cairan umumnya terbagi menjadi tiga golongan yaitu cairan kristaloid, cairan koloid dan kombinasi dari kedua cairan tersebut. Dari ketiga cairan tersebut, saat ini cairan kristaloid merupakan cairan yang paling sering digunakan. Contoh populer dari cairan tersebut adalah normal saline dan saline dan Ringer’s Ringer’s Lactat .1,2 Dalam Dalam bebe beberap rapaa kead keadaan aan terte tertent ntu u sepert sepertii dalam dalam pera perang ng,, cairan cairan kolo koloid id dan dan hipertonik menjadi altenatif dalam penangan resusitasi pasien. al ini berkaitan dengan kemampuan koloid dalam meningkatkan volume plasma secara efisien. 1,2 !eskipun demikian, cairan koloid dan hipertonik memiliki beberapa kekurangan, seperti seperti masalah masalah harga harga dan efek samping samping yang ditimbul ditimbulkan kan..
"leh "leh karena karena itu
seba sebaga gaii dokt dokter er umum umum yang ang nant nantin iny ya diha dihara rapk pkan an seba sebaga gaii ujun ujung g tomb tombak ak penanganan masalah kesehatan di #ndonesia untuk mengetahui tentang cairan koloid maupun cairan hipertonik.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cairan Koloid 2.1.1 Definisi
Cairan koloid adalah molekul yang memiliki berat jenis besar ditemukan pada cairan intravaskular karena adanya tekenan onkotik. Cairan koloid menurut pembentukannya terbagi menjadi dua yaitu natural colloids dan artificial colloids contoh dari natural colloids
adalah human albumin sedangkan contoh dari
artificial colloids adalah hydro$yethyl starch %&'(, gelatin dan de$tran.) 2.1.2 Karakteritik Koloid
!asing*masing jenis cairan koloid memiliki karakteristik yang berbeda*beda. +erikut adalah karakteristik secara umum dari cairan koloid. ) Berat olek!ler
+erat molekuler dari koloid akan mempengaruhi secara langsung persistensi cairan intravaskuler. amun pada artificial colloids yang merupakan polimer memiliki variasi berat molekul. 'ebagai contoh - elatin adalah koloid yang paling kecil berat molekulnya. 'edangkan &' memiliki berat molekul yang paling besar. ) "s#olal dan Tekanan "nkotik
ampir semua cairan osmotik memiliki osmolal yang normal. amun cairan koloid memiliki tekanan onkotik lebih tinggi daripada cairan kristaloid. ) $akt! Par!% Plas#a
/aktu paruh dari koloid bergantung pada berat jenis dari koloid, cara eliminasi, dan fungsi dari organ eliminasi itu sendiri dimana mayoritas dieliminasi di ginjal. 0arena itu aktu paruh dari koloid bervariasi. )
3
Eks&ansi 'ol!#e Plas#a
&kspansi volume plasma dari koloid bergantung pada berat jenis molekul koloid. Dimana persistensi intravaskular ditentukan juga oleh eliminasi koloid. +ila dibandingkan dengan cairan kristaloid dengan pemberian dosis yag sama , cairan koloid memiliki efek lebih baik dalam hal ekspansi plasma. Durasi dari ekspansi volume bervariasi, gelatin dengan berat molekul paling rendah memiliki durasi ekspansi volume paling pendek. ) Ko#&osisi Asa# Basa
lbumin dan elatin memiliki p yang sesuai dengan fisiologi, dimana cairan yang lain memiliki kecendrungan p yang bersifat asam. ) Kand!n(an Elektrolit
Pada kristaloid, penggantian cairan supaya efektif membutuhkan sodium, sedangkan pada koloid
dikenal sebagai salt-free preparation, sebagai contoh
konsentrasi dari sodium di pertahankan dalam kadar yang rendah pada salt-poor albumin. ) )ar#ako*Ekono#i
0oloid lebih mahal dibandingkan dengan kristaloid, albumin merupakan koloid yang termahal di eropa. amun pertimbangan harga bukan semata*mata yang perlu diperhatikan dalam mencapai target hemodinamik pasien. ) 2.1.+ Karakteristik S&esifik Koloid Human Albumin Solutions
lbumin yang merupakan natural colloid berkontribusi sekitar 34 5 terhadap tekanan onkotik, namun pada beberapa kasus dimana terjadi peningkatan dari permeabilitas kapiler, hubungan ini menjadi tidak jelas dikarenakan terdapat substrat lain yang mampu memberikan efek terhadap tekanan onkotik. 2,) lbumin memiliki aktu paruh yang panjang %16 jam(. Dimana ketika diberikan terdapat 2 fase yang terlihat. Pertama, 7ase albumin menembus membran kapiler
4
dari intravaskuler menuju ekstravaskuler, pada fase ini tergantung terhadap transcappilary e$change rate. !ekanisme terjadinya perpindahan albumin masih belum jelas, namun albumin menembus kapiler membran melalui pores dan menggunakan transporter yaitu albondin. 7ase kedua adalah fungsi dari f ractional degradation rate. 2,) Peningkatan
volume intravaskuler 844 m9 setelah pemberian 144 !l cairan
albumin 28 5 teradi karena perpindahan cairan dari interstitial menuju plasma karena terhadu peningkatan tekanan onkotik. 2,) lbumin merupakan protein binding utama untuk substan endogenous maupun e$ogenous. Pada beberapa kasus seperti hipoalbuminemia, obat obatan seperti phenitoin yang berikatan secara kuat dengan albumin efek yang terjadi adalah akan meningkatkan free fraction dari obat tersebut. 9ain halnya pada ceftria$one hal ini akan memberikan benefit. 2,) lbumin diketahui berpengaruh pada proses antioksidan. lbumin akan berikatan dengan radikal bebas oksigen, mengubah menjadi grup thiol lalu memiliki peran dalam modulasi substan*substan yang berperan pada reaksi oksidasi. 2,) &fek samping albumin adalah mempengaruhi efek koagulasi dimana mampu menurunkan agregasi dari platelet dan memberikan heparin like effect memberikan efek pada antitrobin. /alaupun masih kontroversial, terdapat bukti albumin dapat mempengaruhi mikrosirkulasi dengan mengubah permeabilitas kapiler. Protein albumin karena tingginya berat molekul akan mampu memblok pada membran kapiler. 2,) Terdapat penelitian albumin memiliki peranan terhadap midulasi apoptosis pada manusia, dengan proses modern transmisi penyakit infeksi jarang, dan albumin memiliki tingkat keamanan yang tinggi. :eaksi anafilaktik karena pemberian albumin sekitar 1,8 5 dari semua kasus. ) Hydroxyehyl starch solution
Starch merupakan derivat dari glikopektin yang telah dimodifikasi dengan penambahan hydro$yethyl grup sehingga mencegah terjadinya degradasi oleh
5
endogenous amilase.
&' memiliki sifat yang heterogen, sehingga membuat
kesulitan dalam mengklasifikasikannya. +erikut adalah karakteristik &' 0onsentrasi &' terbagi menjadi dua yaitu rendah %65( dan tinggi %14 5(, rata* rata berat molekul hes adalah rendah %;4kDa, medium %244kDa( dan tinggi %<84 kDa(, derajat substitusi dari &' dibagi menjadi rendah %4,<8*4,83( dan tinggi %4,62*4,;4( sedangkan C2=C6 rasio adalah rendah - >3 dan tinggi ?3 . ) Derajat substitusi menunjukan adanya
modifikasi dari substan asli
yaitu
glikopektin dengan penambahan hydeo$yethyl grup, sehingga meningkatkan derajat substitusi sehingga meningkatkan resistensi terhadap degradasi dan memberikan efek semakin lama pada intravaskuler. C2=C6 rasio menunjukan dimana substitusi itu terjadi pada molekul glukosa aal dan pada rasio C2=C6 yang tinggi akan memberikan efek meningkatkan aktu paruh sehingga semakin lama dalam darah. 'eperti albumin, &' memberikan efek peningkataan volume lebih baik dibandigkan cairan kristaloid.
&'
lebih baik daripada de$tran dalam hal
peningkatan volume dan setara dengan albumin karena pada &' terdapat pula tekanan onkotik. 2,) /aktu paruh &' selain bergantung pada berat molekul juga bergantung pada akumulasi &' pada jaringan. injal merupakan organ yang utama dalam mengeliminasi &' alaupun terdapat endogenous en@im lain yang mampu mengeliminasi &', ;4 5 cairan yang masuk ke dalam tubuh akan dieliminasi oleh ginjal dalam 3 hari sedangkan A4 5 akan dieliminasi dalam <2 hari. ) kumulasi dari &' juga terlihat pada retikuloendothelial sistem
termasuk
jaringan subkutan sehingga adanya &' dalam jaringan subkutan memberikan efek pruritus pada pasien yang diberikan cairan tersebut. 2,) &' memberikan efek pada sistem koagulasi alaupun dalam dosis yang sesuai. &fek tersebut berhubungan dengan berat jenis dari &'. &' berkontribusi terhadap penurunan agregasi platelet, faktor B/, faktor B##, kekuatan dari clot dan peningkatan dari protrobhin time maupun partial tromboplastin times. 2,)
6
&' memberikan efek terhadap fungsi ginjal dimana dalam sebuah penelitian disebutkan terdapat peningkatan insiden gagal ginjal pada pasien sepsis yang diberikan &' 6 5. &fek lain seperti reaksi anafilaktoid jarang dijumpai yaitu sekitar 4,15.) Pentastarch memiliki berat molekul lebih kecil dibandingkan dengan &' dan terdapat pemambahan hydro$yethil grup dalam kadar yang rendah. Cairan ini terdapat dalam sediaan 6 5 dan 14 5 dimana rata*rata berat molekulnya adalah 28<,444 kDa. /aktu paruh cairan ini adalah 8 jam dan seperti koloid lain nya mamou menungkatkan intravaskuler volume lebih baik dibandingkan cairan infus lainnya. 2,) Cairan ,elatin
elatin merupakan derivat dari kolagen bovine dan tidak tersedia di amerika utara, terdapat dua tipe yaitu urea-bridged dan bentukan succinylated . ) +erat jenis dari gelatin yang rendah relatif memberikan efek yang lebih baik dibandingkan albumin dan ' namun dalam peningkatan volume cairan hanya bersifat sementara karena gelatin secara cepat dieliminasi oleh ginjal.) !eskipun gelatin dilapokan tidak memberikan efek terhadap sistem koagulasi, namun gelatin dilapokan mampu mempengaruhi pada kloting.
elatin dapat
memberikan efek alergi daripada cairan lainnya. :eaksi anafilaktoid dijumpai pada 4,)<8 5 sedangkan reaksi anafilaktin lebih jarang. 2,) Cairan De-tran
Cairan de$tran dihasilkan oleh hidroksilasi dari polisakarida oleh bakteri. !enghasilkan variasi dari berat jenis molekul. !erujuk pada rata*rata berat molekul de$tran terbagi menjadi dua yaitu de$tran*<4 dan ;4. ) Pemberian 844 ml de$tran <4 dapat meningkatkan cairan intravaskuler sebanyak ;84 !l dalam 1 jam. injal merupakan organ primer dalam mengeksresi de$tran alaupun terdapat porsi yang lebih kecil yaitu dieliminasi secara endogenous. !olekul yang lebih kecil %1<444*13444 kDa dapat secara cepat dieliminasi 18
$
menit sedangkan molekul yang lebh besar %88444 kDa( dapat bertahan berhari hari. <4 5 dari de$tran <4 dan ;4 5 dari de$tran ;4 akan tetap ada dalam sirkulasi dalam aktu 12 jam. 2,) De$tran dapat mempengaruhi sistem koagulasi dalam beberapa cara. !ampu menurunkan agregasi platelet
dan
menginisiasi
fibrinolisis,
menurunkan
fibrinogen dan menurunkan viskositas darah. &fek de$tran ini menjadi alasan penggunaan
sebagai
obat
antikoagulan
dalam
mencegah
fenomena
tromboembolism. &fek ini pula pemberian de$tran harus memonitor perdarahan bila memberikan cairan de$tran. 'elain sistem koagulasi de$tran memberikan efek pada ginjal yaitu adanya gagal ginjal khususnya pada pasien hipovolemik. :eaksi alergi merupakan resiko utama yaiu 4,2;) 5 pada pasien yang diberikan de$tran ;4. ) Ba(an 1 Ke!nt!n(an Cairan Koloid
Cairan
Koloid :efektid dalam pengganti cairan lebih sedikit dalam membentuk edema Koloid lebih lama dalam intravaskuler
Artifcial colloid
atural koloid
Kristaliod
!idak ada "fek samping mudah eliminasi #arga lebih murah
%e&tran #"': "fektif (engubah fungsi endotelial
)elati n #arga
Albumin Antikoagula n
!oksitas lebih rendah Carrier dari *bat Anti oksidan Antikoagulan efek (odulasi Apotosi +roteksi
-
Ba(an 2 Kek!ran(an Cairan Koloid
Cairan
Koloid : bia,a lebih tinggi efek samping terhadap fungsi organ reaksi alergi
Koloid
Artifcial colloid
atural koloid
Kristali od volume ekspansi terbatas pembentukan edema lebih pendek pada intravaskular
%e&tran Albumin
#"': 0ebih lama pada tubuh (empeng aruhi koagulasi
)elatin "fektit as terbatas /eaksi alergi
(empengaru hi koagulasi "fek terhadap fungsi gin.al
#arga ,ang lebih mahal elum diketahui efek samping
/eaksi Alergi
"fek terhada
2.2 Cairan Hi&ertonik
Penggunaan cairan hipertonik aalnya dimulai pada pre-hospital ,
yaitu pada
medan perang, pada perang dunia ke ## cairan hipertonik digunakan pada pasien dengan luka tembak, kemudian semakin berkembang hingga pada saat ini cairan hipertonik digunakan pada pasien luka bakar, sepsis , dan lain lain. <
2.2.1 ekanis#e Cairan Hi&ertonik Pena#/a%an 'ol!#e
Penelitian tentang cairan hipertonik aalnya dilakukan pada percobaan hean. Belaso dkk menunjukan anjing yang mengalami anestesia dan terjadi perdarahan, hingga tekanan darah mencapai <4 mmg dan dipertahankan selama )4 menit lalu diberikan cairan ' ;,8 5 sebanyak
baha
pemberian
cairan
hipertonik
secara
cepat
mampu
meningkatkan volume plasma. !ekanisme peningkatan volume plasma terjadi karena perpindahan cairan dari ekstravaskuler menuju ruang vaskuler karena perbedaan derajat konsentrasi yang dihasilkan oleh cairan '. Penelitian lain menunjukan pemberian 284 !l cairan 'D kepada pasien dengan berat badan ;4 kg yang kehilangan darah sebanyak 2 liter mampu meningkatkan volume plasma )*< kali lipat yaitu paling sedikit ;44 !l. 'edangkan pada kristaloid untuk memberikan efek peningkatan volume plasma dibutuhkan ) 9 larutan :9 hal ini karena kristaloid secara cepat berpindah ke ruang intersital. 'elain itu kristaloid memberikan efek setelah resusitasi yaitu edema karena menggunakan cairan dalam jumlah yang besar. < Efek Ter%ada& Jant!n( dan 'ask!ler
Pemberian cairan hipertonik akann meningkatkan volume darah dimana akan terjadi mobilisisasi cairan endotelial dan terjadi efek inotropic
karena
peningkatan ion sodium yang membuat osmlolaritas mencapai 2<4*)24 mmg. Peningkatan osmolaritas akan mengakibatkan peningkatan dari kontraksi verktrikel. < Efek ter%ada& ,in0al
1
Pemberian cairan hipertonik akan memberikan efek peningkatan urine output dimana hal ini berhubungan dengan natriusresis. < Efek Koa(!lasi
&fek hipertonik pada koagulasi sistem adalah peningkatan hemodilusi. ang terlihat adalah perpanjangan protrombin dan penurunan agregasi platelet ketika terjadi delusi antara darah dengan 'D. < Efek I#!nolo(is
:espon fisiologi terhadap trauma dan perdarahan adalah manifestasi dari kompleks seluler dan kejadian molekuler. Pada sel inflamasi termasuk makrofag, P! sel dan limfosit akan ditarik pada daerah injury dan menghasilkan mediator inflamasi. :espon terhadap hipoperfusi dan reperfusi jaringan adalah aktifasi dari leukosit dengan cara mengeluarkan substan sitotoksik dan reaktif oksigen spesies yang mampu merusak endothelial barrier , dan terjadi respon inflamasi karena injury
berkaitan
dengan
peranan
dari
hormon
%seperti
katekolamin,
adrenokortikotropik, kortisol dan glukagon( sitokin seperti tumor necrosis factoralfa, #9 6, #9 3 , #9 14 dan #91*beta serta produk seluler lain seperti protease, radikal bebas, eikosanoid, dan growth factor . < Pada pasien yang mengalami postraumatic immunosuppresion terlihat adanya komplikasi seperti :D', sepsis, dan gagal organ. Terapi pada pasien ini bias anya adalah pemberian antibiotik, ventilasi mekanik, dan terapi cairan dengan target perbaikan oksigenasi, tekanan darah , dan urine output. Pada saat ini regimen terapi cairan menggunakan cairan kristaloid dan koloid dalam jumlah besar. +eberapa penelitian menunjukan kristaloid memberikan efek overload. Pemberian 4,A 5 saline menyebabkan hiperchloremia dan penelitian menunjukan :9 adalah media inflamasi. < Penggunaan cairan hipertonik sendiri memberikan keuntungan dimana cairan hipertonik secara in vitro meningkatkan fungsi T Cell dan meningkatkan fungsi sel mediated imun secara in vivo. 0emampuan cairan hipertonik untuk menstimulasi aktifitas sel T dalam proliferasi dan memperbaiki fungsi dari sel T
11
supresi karena ' menggantikan abundant sinyal untuk aktifasi dari sel T pada pasien dengan fungsi imun yang menurun. Penelitian ini menunjukan baha cairan hipertonik dapat menurunkan resiko septik pada pasien.
<
2.2.2 Pen((!naan Klinis Pen((!naan Pre-Hospital
0ondisi medan perang membuat keadaan pasien menjadi lebih buruk karena aktu transportasi yang lama serta ketersediaan logistik medis yang kurang. al ini berbeda bila dibandingkan pada resusitasi pasien non perang, kemungkinan transportasi lebih cepat dan logistik lebih memadai. 'elama ini kristaloid yaitu 1* 2 9 :9 menjadi pilihan dalam menangani pasien yang mengalami perdarahan. Dengan berkembangnya teknologi,sampai saat ini masih belum ada konsensus mengenai melakukan resusitasi pasien pre hospital berkaitan dengan tipe, volume,aktu menginisiasi serta jumlah cairan yang digunakan untuk resusitasi Terdapat
penelitian
tentang
cairan
hipertonik
berkembang
dimana
membandingkan antara pemberian 284 ml bolus ', kombinasi 'D dengan pemberian 284 ml cairan isotonik. asilnya 'D memberikan benefit dalam penanganan pasien dengan hipotensi yang berhubungan dengan traumatic injury. Penggunaan cairan hipertonik di amerika sebagai cairan resusitasi pasien pre hospital masih terbatas, namun hal ini berbeda pada negara*negara eropa. ustria menggunakan ' sejak 1AA1, ustria dan +ra@il merupakan negara yang pertama menggunakan cairan hipertonik sebagai alat resusitasi pada pasien trauma berat serta syok. ustria selama satu dekade memberikan 84.444 unit cairan dan tidak memberikan efek samping yang berarti. 'ecara umum pemberian cairan hipertonik pada pasien pre hospital adalah 284 m9. < Tra!#a Ke&ala
Pada pasien dengan trauma kepala akan semakin mudah timbul secondary injury terutama akibat hipoksia dan hipotensi. 'aar darah otak normalnya bersifat impermiabel terhadap sodium=garam. Perubahan kecil pada serum sodium akan
12
meningkatkan tekanan onkotik sehingga cairan akan berpindah dari kapiler otak, sehingga penggunaan cairan kristaloid akan meningkatkan cairan otak yang berpengaruh pada semakin meningkatnya tekanan intrakranial. Cairan hipertonik akan menurunkan cairan otak sehingga menurunkan tekanan intracranial= penelitian menunjukan
saline ) 5 menurunkan tekanan intrakranial secara
signigikan sedangkan saline 4,A 5 tidak menimbulkan efek. < Pada pasien yang mengalami hipokia dan hipotensi akan menurunkan !P, turunnya !P akan berdampak pada turun nya tekanan perfusi ke otak. ntuk mencapai tekanan perfusi otak sebesar ;4 mmg diperlukan !P yang berkisar A4*148 mmg, penelitian menunjukan cairan hipertonik mampu mempertahankan !P diatas 64 mmg. 'elama ini terapi pada pasien trauma menggunakan kristaloid dan koloid, namun seperti yang disebutkan diatas penggunaan kristaloid sebagai terapi aal resusitasi memperburuk hemodinamik dari otak. < "&erasi 'ask!ler
"perasi aorta dengan metode clamping artery berhubungan dengan perubahan dari volume darah serta perubahan hemodinamik lainnya ketika clamp dilepas. Pada operasi ' ;,2 dan ' ;,8 dikombinasikan dengan hetastarch dan de$tran telah digunakan untuk mengantisiapasi perubahan hemodinamik. Terdapat beberapa studi
menunjukan
cairan hiperonik memberi efek pada perubahan
cairan, pulmonary cappilary wedge pressure %PC/P(, tekanan arteri pulmoner akan memperbaiki tekanan darah ,
transportasi oksigen serta menurunkan
resistensi perifer. Parameter yang paling mudah dinilai adalah PC/P, target PC/P sebelum clamp dilepas adalah 1)*13 mmg, untuk mencapai itu diperlukan titrasi dari cairan hipertonik selama 24 menit sebelum clamp dilepas. < "&erasi Pe#/!l!% Dara% Koroner
Cairan hipertonik diketahui memiliki kemampuan meningkatkan volume darah secara signifikan dibandingkan cairan kristaloid. < L!ka Bakar
13
Pasien dengan luka bakar membutuhkan resusitasi cairan yang cepat dan tetap. !enurut hukum parkland, tentara dengan berat badan ;4 0 memiliki luka bakar <4 5 membutuhkan 11244 cairan selama 2< jam pertama, dan setengah dari cairan tersebut harus dimasukan dalam 3 jam pertama. Penggunaan cairan hipertonik dapat menjadi alternatif dimana pemberian 284 !l cairan ' selama dua sampai empat jam akan mempertahankan volume plasma. < 2.+.+ Efek Sa#&in( Dosis dan Cara Pe#/erian
Cairan hipertonik didesain untuk menggantikan cairan isotonik dalam jumlah besar sehingga mudah dibaa. Dosis standar cairan hipertonik adalah
meminimalisir efek samping
yaitu iritasi
pembuluh darah vaskuler, hipernatremia serta gangguan neurologis. < :ekomendasi pemberian cairan hipertonik aalnya adalah rapid infusion yaitu selama 2*< menit, namun pemberian secara cepat akan menimbukan eksaserbasi perdarahan yang tidak terkontrol, sehingga saat ini kecepatan pemberian dikurangi dari 2*< menit menjadi 8*14 menit. < Pemberian melalui intra osseous telah direkomendasikan dikalangan militer dan penelitian pada hean menunjukan efektifitas dari pemberian de$tran melalui #". amun,
laporan terbaru menunjukan adanya soft tissue dan nekrosis tulang
beberapa jam setelah pemberian melalui #". < Hi&ernatre#ia
ipernatremia
sering
muncul
pada
pemberian
cairan
hipertonik,
level
hipernatremia diatas 168 mmol namun data menunjukan tidak ada efek lain=manifestasi klinis yang ditimbulkan. Penggunaan cairan hipertonik akan meningkatkan osmolaritas sebanyak A*12 mmg lalu kembali normal setelah <*6
14
jam. &fek lain yang timbul adalah peningkatan diuresis, peningkatan natriuresis dan kaluresis, sehingga tenaga medis perlu melakukan observasi elektrolit pada pasien dengan pemberian cairan hipertonik. < eaksi Anafilaktik
Pemberian 'D dicurigai dapat memberikan reaksi anafilaktik karena terdapat konsentrasi de$tran dalam cairan tersebut. Pemberian cairan de$tran pada pasien dengan hipersensitif terhadap immunoglobulin mengakibatkan pembentukan imun kompleks yang mengaktivasi reaksi anafilaktik. Penggunaan hapten de$tran sebagai upaya profilaksis telah dilakukan sebelum pasien diberikan cairan de$tran. < Efek Sa#&in( Lainna
&fek samping yang dilaporkan pada pemberian cairan ' ;,8 5 adalah adanya sensasi rasa panas dan ditekan pada daerah infus, karena tingginya dari osmolalitas ' ;,8 yaitu 2<44 m"sm=kg 2". amun setelah pemberian cairan dihentikan sensasi tersebut menghilang. < Penggunaan ' dengan dosis
15
BAB III KESIPULAN
Cairan koloid secara umum lebih lama di intravaskuler dna menurunkan edema bila dibandingkan dengan kristaloid namun disi lain koloid memberikan efek samping seperti gangguan hemostatis, gangguan fungsi ginjal, dan reaksi alergi sehingga perlu dipertimbangkan antara manfaat dan efek samping yang diberikan. Penggunaan cairan hipertonik aalnya dilakukan pada pasien perang, sekarang negara*negara eropa menggunakan cairan hipertonik pada kondisi pre hospital, dan juga diberikan pada pasien*pasien di rumah sakit.