BIODIESEL BIODIESEL DARI TUMBUHAN ALGA Titik Nurmawati Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) - BPPT Kawasan PUSPIPTEK Serpong 15314 Tangerang
Ab st rak
Dewasa ini biodiesel dianggap sebagai salah satu sumber energi alternatif pengganti energi fosil yang lambat laun akan mengalami penurunan bahkan kelangkaan. Pada umumnya bahan baku dari biodiesel dihasilkan dari minyak biji-bijian seperti kelapa sawit, jarak dll. Namun ternyata masih ada sumber lain sebagai bahan baku biodiesel yang sangat potensial yaitu tumbuhan alga. Tumbuhan alga mengandung kadar minyak nabati yang cukup besar bahkan lebih besar besar daripada bahan nabati yang lainnya. Pada tulisan ini akan menyampaikan bahwa potensi tumbuhan alga sebagai bahan bakar alternatif (biodiesel). Kata kunci: alga, energi, biodiesel Pendahuluan
Dari waktu ke waktu, bahan bakar fosil akan mengalami penurunan bahkan kelangkaan. Hal ini mendorong pemerintah mencari sumber energi lain, seperti batubara dan energi alternatif yang lebih berkelanjutan sebagai pengganti energi fosil yang akan habis. Salah satu sumber energi alternatif yaitu biomassa. Salah satu sumber biomassa yaitu tumbuhan alga. Algae, pada umumnya disebut lumut. Tumbuhan sering mengganggu akuarium dan kolam renang. Walaupun dia sangat mengganggu, namun di balik itu masih banyak mendatangkan keuntungan. Banyak manfaat dari alga. Salah satunya sebagai sumber energi. Algae mempunyai rendemen minyak yang cukup tinggi dan minyak ini dapat dimanfaatkan sebagai biofuel seperti biodiesel. Dengan bantuan sinar matahari, alga mampu mengubah nutrisi dan karbon dioksida (CO2) dari air, menjadi energi. Proses penyerapan nutrisi, CO2, dan sinar matahari pada algae berlangsung sederhana, cepat, dan murah. Hal ini berbeda dengan proses serupa pada tanaman tingkat tinggi. Alga bisa hidup di air laut maupun tawar, budidaya algae bisa dilakukan dengan cara terbuka dan ekstensif di perairan laut yang dikelilingi karang (atol), danau, kolam, atau kanal. Budidaya algae juga bisa dilakukan secara tertutup dengan menaungi kolam, kanal, atau bak menggunakan plastik (greenhouse), dan mengatur suplai nutrisi. Cara tertutup yang lebih efisien adalah dengan photobioreaktor. Sistem ini merupakan pengembangan tangki bioreaktor biasa yang diberi tambahan sumber sinar buatan. Konsep memilih bahan baku biodiesel adalah bukan sebagai pengganti bahan baku yang telah ada, tetapi untuk memenuhi kekurangan bahan baku pembuatan biodiesel. Berdasarkan realisasinya nanti dapat dibandingkan dan dibuat pilihan bahan apa yang lebih efektif untuk dikembangkan dalam skala besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel. Dari sekian banyak potensi alam yang dimiliki oleh Indonesia, alga
1
(ganggang) dapat dicoba untuk dikembangkan sebagai salah satu alternatif bahan baku pembuatan biodiesel. Teori Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati yang justru banyak terdapat di daerah tropis seperti Indonesia, termasuk juga dari CPO parit. Adapun proses pembuatannya yaitu: 1. Bahan baku : CPO, methanol bahan baku berbasis CPO yang berpeluang menjadi bahan baku BIODIESEL adalah sebagai berikut : CPO, dengan kadar FFA (Free Fatty Acid) < 5 % CPO Off grade/minyak kotor, dengan kadar FFA 5 – 20 % CPO Parit, dengan kadar FFA 20 – 70 % Palm Fatty Acid Distillate (PFAD), dengan kadar FFA > 70 % 2. Katalis : NaOH atau KOH − − − −
Ada 3 tahapan reaksi untuk menghasilkan biodiesel yaitu: Tahap 1 TG + 3 ROH ===== DG + R’COOR 1 mol Trigliserida(TG) ditambah dengan 3 mol alkohol (methanol) menghasilkan digliserida(DG) dan metil ester (biodiesel), reaksi berlangsung secara bolak balik. Tahap 2 DG + ROH ===== MG + R’COOR Digliserida yang dihasilkan dari reaksi (1) bereaksi dengan sisa alkohol membentuk monogliserida dan metil ester. Tahap 3 MG + ROH ===== GL + R’COOR Monogliserida(MG) hasil dari reaksi (2) bereaksi dengan sisa alkohol (ROH) membentuk gliserin (GL) dan metil ester(R’COOR). Overall reaksinya : TG + 3 ROH Atau
3 R’COOR + GL
CH2OCOR’ CH2OCOR’’
katalis +
3ROH
CH2OCOR’’’ Oil or fat
alkohol
CH2OH CH2OH
R’COOR +
R’’ COOR
CH2OH
R’’’COOR
Glycerin
Bio-diesel
Reaksi berlangsung pada temperatur paling tinggi 60oC, dalam waktu paling lama 30 menit
2
Teknologi proses berdasarkan
National Biodiesel Board :
Proses 1:
Purification Catalist
Catal
methanol
biodiesel
Recycled Methano
Transesterification Vegetable Oils, Used cooking Oil Animals Fat
Methan ol
Crude Biodiesel
Phase Separation
Neutralization
Re-neutralization
Metha
Crude l cer
Neutralizing Acid
Gambar 1. Proses 1 Pembuatan Biodiesel 1.
Mixing alkohol (methanol) dengan katalis Katalis
sebelumnya
harus
dicampur
dahulu
dengan
methanol
dengan
menggunakan agitator atau mixer. 2.
Reaksi (transesterifikasi) campuran methanol + katalis direaksikan dengan CPO dalam reaktor dengan sistem tertutup untuk menjaga keluarnya methanol. Reaksi berlangsung sekitar temperatur 77oC, dengan waktu reaksi disarankan antara 1 sampai 8 jam, dan beberapa sistem merekomendasikan bahwa reaksi berlangsung pada temperatur kamar.
3.
Neutralisasi Yaitu penambahan asam pada hasil esterifikasi dengan tujuan untuk melarutkan alkohol sisa sehingga dapat terbentuk lapisan-lapisan dengan tujuan untuk mempermudah pemisahan antara biodiesel, glycerin dan methanol. Methanol dengan penambahan asam akan terbentuk asam lemak.
4. Separasi Dimaksudkan untuk memisahkan antara crude gliserin dan crude biodiesel . Sisa alkohol yang terbawa dengan glycerin dipisahkan dengan cara re neutralisasi, sisa alkohol yang terbawa dengan crude biodiesel dipisahkan dengan proses purification.
3
5. Recycle Methanol Methanol yang didapat dari sisa methanol yang terbawa oleh glycerin dan biodiesel setelah melalui proses tertentu.
Proses 2:
Alcohol recovery
alcohol
Vegetable oil
reaktor
settler
washing
purificati
evaporati
settle
evaporati
biodiese
catalyst Mineral acid
Neutralizatio n distilasi
Glyce rin
Fatty Acid Gambar 2 Proses 2 Pembuatan Bi odiesel
Alkohol, katalis dan vegetabel oil direaksikan dalam reaktor, lalu masuk ke settler dimana crude biodiesel dan crude glycerin dipisahkan , crude glycerin terpisah dari bottom settler. Crude glyserin yang masih mengandung alkohol dilakukan neutralisasi pada neutralisasi distilasi dengan penambahan asam
dimana alkohol bisa terlarut
didalamnya membentuk asam lemak (fatty acid), alkohol sisa + air menguap masuk ke alkohol recovery. Asam lemak dan crude glicerin kemudian masuk ke settler dimana pada alat ini asam lemak terpisahkan dari crude glycerin. Crude glycerin kemudian masuk evaporator dengan tujuan untuk menguapkan sisa alkohol dan sisa air untuk ditampung dalam alkohol recovery. Sedangkan crude biodiesel yang keluar dari settler lalu dilakukan proses whasing yaitu proses penambahan air supaya alkohol yang tersisa dalam crude biodiesel larut lalu kemudian dilakukan proses purification yang dilanjutkan dengan proses evaporasi yaitu menguapkan sisa alkohol lalu sisa alkohol ditampung dalam alkohol recovery untuk dimanfaatkan lagi.
4
Al ga Alga adalah salah satu organisme yang dapat tumbuh dimana-mana. Alga biasanya ditemukan pada tempat-tempat yang lembab atau benda-benda yang sering terkena air dan banyak hidup pada lingkungan berair. Alga dapat hidup hampir di semua tempat yang memiliki cukup sinar matahari, air dan karbon-dioksida. Alga dapat berkembang pada air laut dan air tawar, bahkan pada daerah yang basah dan lembab seperti pegunungan dan derah salju. Alga adalah tumbuhan yang paling efektif proses fotosintesisnya walaupun sinar matahari terhalang oleh permukaan air .
Alga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, ada yang menyerupai benang dan ada yang berbentuk tumbuhan tinggi. Ciri utamanya adalah tidak mempunyai alat berupa akar, batang, dan daun sesungguhnya seperti yang dimiliki oleh tumbuhan besar lainya. Alga mempunyai ukuran yang bervariasi, dari yang panjangnya satu mikrometer sampai raksasa laut yang tingginya lebih dari 50 meter. Alga sejenis rumput laut (seaweed) tingginya dapat mencapai 70 meter. Alga dalam bentuk mikro biasa disebut dengan phytoplankton yang merupakan sumber rantai makanan dilaut Sistem klasifikasi algae ada bermacam-macam. Seiring dengan majunya ilmu pengetahuan terutama dalam penelitian fisiologi, biokimia, dan penggunaan mikros- kop elektron, maka klasifikasi algae ke dalam divisinya, kini didasarkan pada: pigmentasi, hasil fotosintesis, flagelasi, sifat fisik dan kimia dinding sel, ada atau tidak adanya inti sejati. • • • • •
Atas dasar di atas alga dibagi menjadi 9 Phylum yaitu Cyanobacteria, Glaucophyta, Euglenophyta, Cryptophyta, Haptophyta, Dinophyta, Ochrophyta (salah satu jenisnya adalah Alga coklat), Rhodophyta (Alga hijau), dan Chlorophyta (Alga merah). Menurut ukuranya alga dibedakan menjadi dua jenis yaitu macroalgae, yang berukuran besar dan microalgae, yang berukuran mikrometer (Graham dan Wilcox, 2000). Macroalga dibagi menjadi 3 jenis, yaitu (1) Alga coklat, yang dapat mencapai ukuran paling besar, biasa disebut dengan seaweed (rumput laut), (2) Alga hijau, dan (3) Alga merah. Microalgae (Alga mikro) merupakan jenis ganggang yang paling banyak dikembangkan untuk keperluan riset dan teknologi. Hal ini karena microalgae mempunyai beberapa keuntungan, yaitu pertumbuhanya lebih cepat dan kandungan fatty acid lebih besar.
Di Indonesia jenis alga yang sudah dikenal dan dibudidayakan adalah rumput laut (seaweed). Rumput laut berbentuk koloni dan berkembang pada perairan yang dangkal, pesut jernih, berpasir, dan berlumpur. Rumput laut biasanya menempel pada karang mati, potongan kerang, dan substrat yang keras lainya, baik yang terbentuk secara alami atau buatan (artificial) .
5
Komposisi Alga Ada 3 komponen zat utama yang terkandung dalam alga, yaitu (1) Karbohidrat, (2) protein, dan (3) Triacyglycerols . Karbohidrat dapat difermentasikan menjadi alkohol, protein dapat diolah menjadi produk makanan dan kecantikan, dan Triacyglycerols dapat diubah fatty acid. Kombinasi dari pemanfaatan 3 komponen diatas dapat menghasilkan makanan ternak. Komposisi kimia dari bermacam-macam alga dapat dilihat di tabel di bawah ini: Table 1 Komp osis i Kimia Alga Ditu njuk kan dalam Zat Kering (%) Komposisi Kimia Protein Karbohidrat Lemak
Nucleic Acid
Scenedesmus obliquus
50-56
10-17
12-14
3-6
Scenedesmus quadricauda
47
-
1.9
-
Scenedesmus dimorphus
8-18
21-52
16-40
-
Chlamydomonas rheinhardii
48
17
21
-
Chlorella vulgaris
51-58
12-17
14-22
4-5
Chlorella pyrenoidosa
57
26
2
-
Spirogyra sp.
6-20
33-64
11-21
-
Dunaliella bioculata
49
4
8
-
Dunaliella salina
57
32
6
-
Euglena gracilis
39-61
14-18
14-20
-
Prymnesium parvum
28-45
25-33
22-38
1-2
Tetraselmis maculata
52
15
3
-
Porphyridium cruentum
28-39
40-57
9-14
-
Spirulina platensis
46-63
8-14
4–9
2-5
Spirulina maxima
60-71
13-16
6-7
3-4.5
Synechoccus sp.
63
15
11
5
Anabaena cylindrica
43-56
25-30
4-7
-
Sumber: Becker, (1994)
6
Pembuatan Bio diesel dari Alga
Salah satu propertis utama yang terdapat didalam alga adalah fatty acid (asam minyak nabati) yang terdiri dari senyawa triacyglycerol, yang besarnya tergantung pada masingmasing jenis alga (Cohen, 1999). Briggs (2004) mengatakan bahwa kandungan vegetable oil (minyak nabati) dari beberapa jenis alga dapat mencapai lebih dari 50 %. Fatty acid atau minyak nabati inilah yang selanjutnya akan diproses menjadi biodiesel (Zuhdi dkk, 2003; Zuhdi, 2002). Pembuatan biodisel tidak hanya memerlukan bahan baku saja, tetapi juga memerlukan alkohol (methanol atau ethanol), yang jumlahnya sekitar 10 % dari campuran (Briggs, 2004). Alkohol berguna untuk menurunkan viskositas minyak nabati dengan proses esterifikasi, sehingga biodiesel mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan minyak diesel (Rahman, 1995). Alkohol dapat diperoleh dengan cara fermentasi karbohidrat yang terkandung dalam alga. Karbohidrat merupakan produk sisa dari alga setelah diambil minyak nabatinya (Sheehan, 1998). Dalam artikelnya Briggs (2004) mengatakan bahwa sebelum diproses menjadi biodiesel alga harus diekstraksi terlebih dahulu menjadi minyak nabati. Menurut Sheehan dkk (1998) ada beberapa tahapan untuk mendapatkan biodiesel dari alga , yaitu : 1. Pengeringan. 2. Ekstraksi Alga menjadi minyak nabati. 3. Esterifikasi minyak nabati menjadi Methyl ester. Untuk membuat alga menjadi biodiesel maka alga harus dijadikan minyak terlebih dahulu. Minyak inilah yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel (Sheehan dkk, 1998). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengubah alga menjadi minyak nabati, salah satunya adalah dengan pengepresan. Ini merupakan cara yang paling mudah , tetapi efisiensinya rendah yaitu sekitar 70 % (Laarhoven dkk, 2005). Menurut Laarhoven dkk (2005), efisiensi tersebut dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan Cyclohexane pada campuran sisa. Cyclohexane akan menyerap minyak yang ada pada campuran. Kemudian minyak tersebut dipisahkan dari Cyclohexane dengan cara penyulingan. Dengan proses ini didapatkan 99 % minyak nabati yang terkandung dalam alga. Biodiesel dari alga didapatkan dengan cara melakukan proses esterifikasi atau tranesterifikasi, yaitu proses katalisasi minyak atau asam minyak dengan methanol atau ethanol. Katalis yang digunakan bisa berupa asam maupun basa. Dari proses ini dihasilkan methil ester (Zuhdi, 2002 dan Solistia, 2004), yang selanjutnya disebut dengan biodiesel. Sedangkan Laarhoven dkk (Maurick College) melakukan proses esterifikasi dengan mencampur minyak nabati (yang terdiri dari senyawa triacyglycerol ) dengan katalisator
7
sodium ethanolat. Sodium ethanolat didapatkan dengan mencampur ethanol dengan sodium.
Gliserol + Methyl ester
Triacyglycerol + ethanol
C2H5ONa
Proses yang harus dilakukan sebelum membuat alga menjadi biodiesel adalah ekstraksi alga menjadi minyak nabati. Minyak inilah yang selanjutnya diproses menjadi biodiesel dengan cara esterifikasi (Sheehan dkk, 1998). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengubah alga menjadi minyak nabati, yaitu Could press, Hexane Solvent oil Extraction, dan Supercritical Fluid Extraction (BioDieselNow Forums, 2005). Could press mempunyai efisiensi sekitar 70% (Laarhoven dkk, 2005). Hexane Solvent oil Extraction efisiensinya mencapai 92 %, sedangkan Supercritical Fluid Extraction efisiensinya dapat mencapai 100 %. Kedua peralatan terakhir ini investasinya sangat mahal. Dari ketiga cara diatas pengepresan merupakan cara yang paling mudah dan murah. Estraksi alga dengan could press sangat cocok dipakai untuk produksi dalam skala kecil. Proses pengepresan mempunyai efisiensi rendah karena untuk mendapatkan minyak, alga yang sudah dikeringkan dipress sehingga hancur. Cairan minyak nabati bersih yang dihasilkan sekitar 70% dari jumlah minyak yang terkandung dalam alga. Sedangkan sisanya masih bercampur dengan sisa ekstraksi yang berupa karbohidrat. Laarhoven dkk (2005) menggunakan Cyclohexane untuk menyerap minyak yang masih bercampur dengan karbohidrat. Kemudian minyak dipisahkan dari Cyclohexane dengan cara distilasi (penyulingan). Dengan proses ini, hasil akhir proses ekstraksi dapat mencapai 99 %. Setelah alga diolah menjadi menjadi minyak nabati, maka proses selanjutnya adalah esterifikasi. Untuk merubah minyak nabati menjadi biodiesel dapat dipakai perbandingan campuran yang digunakan Zuhdi (2003), yaitu minyak nabati 87 %, Alkohol 12%, dan katalis 1%. Campuran ini kemudian dimasukkan kedalam reaktor untuk dipanaskan sampai suhu 150 derajat Fahrenheit selama 1 sampai 8 jam. Proses esterifikasi ini akan menghasilkan methyl ester 86 %, alkohol 4 %, fertilizer 1% (pupuk), dan gliserin 9 %. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dihitung secara kasar, berapa besar biodiesel yang didapatkan dari proses esterifikasi. Perhitungan dilakukan dengan tiga tahap, yaitu (1) Minyak nabati yang dihasilkan dari proses pengepresan (2) Setelah dilakukan proses penyulingan, dan (3) Metthyl ester (biodiesel) yang dihasilkan.
8
Tabel 2. Biodiesel yang d iperoleh d ari 10 kg alga kering
Kandungan Fatty Hasil Pengepresan Hasil Penyulingan acid dlm alga
Methyl ester
(kg)
(kg)
(kg)
45%
3.15
4.455
4.4
50%
3.5
4.95
4.89
55%
3.85
5.445
5.38
60%
4.2
5.94
5.87
(kg)
Kesimpu lan dan Saran
Tumbuhan alga merupakan tumbuhan yang potensial. Selain sebagai sumber makanan, obat-obatan, dapat juga dimanfaatkan sebagai sumber energi. Salah satunya sebagai pengganti solar. Tumbuhan alga sangat potensial sebagai sumber biofuel karena mempunyai kandungan minyak yang cukup tinggi diantara komoditas yang lainnya. Teknologi proses pembuatan biodiesel dari bahan baku alga mempunyai kesamaan dengan teknologi proses pembuatan biodiesel dari bahan baku lainnya. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pembuatan biodiesel dengan bahan baku alga.
Daftar Pustaka 1. Biodiesel from Algae http://www.castoroil.in/reference/plant_oils/uses/ fuel/sources/ algae/ biodiesel_algae.html 2. Algae fuel, http://en.wikipedia.org/wiki/Algae_fuel 3. Algal Chemical Composition, www.oilgae.com/algae/comp/comp.html, 26/12/2006 4. Cultivation of Algae Strains for Biodiesel, www.oilgae.com /algae/ oil/biod/cult/cult.html, 26/12/2006 5. Large-scale Biodiesel Production from Algae, oilgae.com /algae /oil/biod/large_scale/large_scale.html, 26/12/2006 6. Oil from Algae!, http://www.oilgae.com/, 26/12/2006
9