BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
Penyakit dan hospitalisasi sering menjadi masalah utama yang dialami setiap anak ketika di rawat di pelayanan kesehatan khusus nya di rumah sakit. Pencetus terjadinya stress pada anak ketika dirawat adalah karena adanya perubahan lingkungan dan status kesehatan yang dialami seorang anak (Ramdaniati etal, 2016). Dengan ada perubahan lingkungan dan keadaan kesehatan yang dialami anak menimbul respon anak cemas, takut, gelisah, dan respon lainnya terhadap keadaan tersebut. Berdasarkan data WHO WHO (2012) bahwa 3-10 % anak dirawat di Amerika Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah, sedangkan di Jerman sekitar 3 sampai dengan 7% dari anak toddler dan 5 sampai 10% anak prasekolah yangmenjalani hospitalisas i (Purwandari, 2013). Di Indonesia sendiri jumlah anak yang dirawat pada tahun 2014 sebanyak 15,26% (Susenas, 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Lemoset al (2016) menunjukan bahwa persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat dirumah sakit sebanyak 52,38% sedangkan persentase anak usia sekolah (7 – 11 11 tahun) yakni 47,62%. Hal ini menunjukkan anak yang sering mengalami hospitalisasi pada saat di rawat di pelayanan kesehatan khusus nya di Rumah sakit adalah anak usia pra sekolah karena pada usia tersebut anak mudah terserang penyakit serta anak tidak menerima orang yang belum dikenali nya. Hal ini menyebabkan anak cemas, takut jika dirawat di rumah sakit atau pelayanan kesehatan lainnya.
1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu mengetahui konsep Hospitalisasi 2. Tujuan Khusus a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang pengertian hospitalisasi b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang dampak dari intra hospitalisasi sesuai tahap umur dan mengetahui dampak post hospitalisasi c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejala anak yang mengalami hospitalisasi d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang faktor yang menyebabkan anak mengalami hospitalisasi e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang macammacam hospitalisasi f.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang peran perawat dalam mengatasi anak yang mengalami hospitalisasi dan asuhan keperawatan anak yang mengalami hospitalisasi
g. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang peran keluarga mengatasi anak yang mengalami hospitalisasi h. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang manfaat dilakukan hospitalisasi i.
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang reaksi keluarga terhadap anak yang mengalami hospitalisasi
2
BAB II SKENARIO KASUS
Seorang anak laki-laki berusia 2 tahun dirawat di ruangan anak karena demam berdarah sejak 2 hari yang lalu. Orang tua mengatakan bahwa anak selalu menangis dan kesulitan tidur, selain itu anak juga tidak mau ditinggal oleh orang tuanya meskipun hanya ke toilet. Saat dilakukan pengkajian anak tampak rewel, gelisah, agresif, dan tidak mood, sesekali anak tampak regresi kepada orang tua. Selain itu anak juga tampak ketakutan saat didekati oleh perawat ataupun orang lain.
3
BAB III PEMBAHASAN Step 1 Identifikasi Istilah dan Menjawab
1. Pengkajian Rencana asuhan keperawatan yang merupakan tahap awal yang dilakukan secara sistematis dalam pengumpulan data. 2. Demam berdarah Penyakit yang disebabkan oleh virus nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti. dengan gejala demam tinggi dan nyeri otot jika terlambat penangan bisa menyebabkan kematian. 3. Regresi Mekanisme ego/ hubungan variabel secara sistematis 4. Agresif -
Cenderung bersifat menyerang pada sesuatu yang menghalanginya
-
Tindakan cepat dan tepat sesuatu tujuan
-
Sesuatu keinginan menyerang secara fisik/ verbal.
5. Gelisah -
Kondisi yang tidak nyaman/ aman, ada kejanggalan,
-
Perasaan khawatir/ cemas
6. Mood -
Keadaan emosional yang bersifat sementara
-
Suasana hati / emosi dalam keadan baik atau tidak baik
7. Ketakutan -
Tanggapan emosi terhadap ancaman
-
Mekanisme pertahanan diri terhadap ancaman
8. Rewel -
Expresi berbeda dari tuntrum ( mengamuk ) yang terjadi pada anak
-
Banyak bicara
-
Suatu bantahan/ protes
9. Dirawat -
Orang yang dipelihara
4
-
Seseorang membutuhkan bantuan pemenuhan
kebutuhan dasar
manusia 10. Menangis -
Respon fisik yang dirasakan seseorang
-
Perasaan sedih
-
Tersentuhnya hati terhadap sesuatu
-
Ungkapan perasaan sedih
11. Kesulitan tidur Gangguan pola tidur yang disebabkan oleh berbagai faktor baik eksternal maupun internal 12. Perawat Seseorang yang telah lulus dari pendidikan, memiliki kemapuan dan telah memiliki dokumen yang resmi dari profesi dan hukum ( STR dan SIKP, serta dokumen resmi lainnya)
Step 2 Identifikasi Masalah dan Menjawab
1. Kenapa anak tersebut terkenan DBD? Karena terkena gigitan nyamuk Aedes nyamuk Aedes Aegypti dan faktor lingkungan yang kurang bersih dan kemungkinan ada wabah DBD 2. Apa tanda dan gejala DBD? -
Demam tinggi ( suhu > 38 oC )
-
Nyeri otot
-
Trombosit menurun
-
Terjadi pendarahan pada hari ke 3
-
Mimisan
3. Apa definisi DBD? Penyakit yang disebabkan oleh virus nyamuk Aedes nyamuk Aedes aegypti 4. Apa yang menyebabkan anak tersebut menangis dan sulit tidur? -
Stres tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan
-
Lingkungan yang kurang nyaman
-
Kondisi penyakit yang diderita anak
5
-
Perawat yang kurang caring
5. Apakah tanda dan gejala yang dialami anak merupakan tanda dan gejala DBD? -
Secara umum penjelasan pada kasus tidak ada menjelaskan bahwa anak menderita DBD, pernyataan DBD kemungkinan dari diagnosa medis
-
Dinyatakan bahwa anak rewel karena kurang nyaman dengan lingkungan.
6. Apa reaksi anak 2 tahun di rawat? 7. Apakah tanda dan gejala ini merupakan dampak hospitalisasi? 8. Apakah perawat tidak melakukan caring sehingga muncul tanda dan gejala ini? 9. Apa respon anak terhadap anak yang dirawat? 10. Bagaimana cara perawat mengatasi anak yang mengalami ketakutan? 11. Apa peran orang tua / keluarga dalam mengatasi anak stres?
Step 3 Maping Kerangka Masalah Anak usia 2 tahun di rawat di RS
Reaksi anak selama di rawat
Menangis, kesulitan tidur, rewel, Gelisah, agresif, dan tidak mood.
Anak tidak mau di tinggal Anak sulit tidur, rewel
Hospitalisasi
Anak sulit tidur, rewel Anak agresif,tdk mood Ketakutan ketika di dekati oleh orang lain ( perawat dan oranglain)
6
Step 4 Menentukan Topik
Konsep Hospitalisasi
Step 5 Learning Objektive (sasaran pembelajaran)
a. Definisi hospitalisasi b. Dampak yang ditimbulkan dari hospitalisasi baik intra dan pasca hospitalisasi c. Tanda dan gejala atau reaksi yang ditimbulkan anak yang mengalami intra hopsitalisasi sesuai umur dan dampak yang ditimbulkan pasca hospitalisasi d. Faktor yang mempengaruhi timbulnya hospitalisasi e. Macam-macam hospitalisasi f. Peran perawat dalam terapi bermain, hospitalisasi hospitalisasi dan asuhan keperawatan terhadap hospitalisasi g. Peran keluarga pada anak yang mengalami intra hospitalisasi dan post hospitalisasi h. Manfaat dari hospitalisasi i. Terapi bermain untuk mengurangi stres akibat hospitalisasi
Step 6 (Mandiri)
Step 7 Pembahasan Learning Objective A. Defenisi Hospitalisasi
1.
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. (Supartini, 2004).
2.
Hospitalisasi adalah bentuk stresor individu yang berlangsung selama individu tersebut dirawat di rumah sakit. (Muhaj, 2009).
3.
Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit atau masa selama di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
7
4.
Hospitalisasi adalah suatu pengalaman yang mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi karena stressor yang di hadapi menimbulkan perasaan tidak aman.
5.
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang. Penyakit yang diderita akan menyebabkan perubahan perilaku normal sehingga klien perlu menjalani perawatan (hospitalisasi). Secara umum, menurut Asmadi (Asmadi, 2008),
B. Dampak Yang Ditimbulkan Dari Hospitalisasi Baik Intra Dan Pasca Hospitalisasi
1. Privasi Privasi dapat diartikan sebagai refleksi perasaan nyaman pada diri seseorang dan bersifat pribadi.Bisa dikatakan, privasi adalah suatu hal yang sifatnya pribadi.Sewaktu dirawat di rumah sakit, klien kehilangan sebagai privasinya. Kondisi ini disebabkan oleh beberpa hal: a) Selama dirawat di rumah sakit, klien berulang kali diperiksa oleh petugas kesehatan (dalam hal ini perawat dan dokter). Bagian tubuh yang biasanya dijaga agar tidak dilihat, tiba-tiba dilihat fdan disentuh oleh orang lain. Hal ini tentu akan membuat klien merasa tidak nyaman. b) Klien adalah orang yang berada dalam keadaan lemah dan bergantung pada orang lain. Kondisi ini cendurung membuat klien “pasrah” dan menerima apapun tindakan petugas kesehatan kepada dirinya asal ia cepat
sembuh.
Menyikapi
hal
tersebut,
perawat
harus
selalu
memperhatikan dan menjaga privasi klien ketika berinteraksi dengan mereka. Beberapa hal yang dapat perawat lakukan guna menjaga privasi klien adalah sebagai berikut. 1) Setiap akan melakukan tindakan keperawatan, perawat harus selalu memberitahu dan menjelaskan perihal tindakan tersebut kepada klien.
8
2) Memperhatikan
lingkungan
sebelum
melaksanakan
tindakan
keperawatan. Yakinkan bahwa lingkungan tersebut menunjang privasi klien. 3) Menjaga kerahasiaan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan klien. Sebagai contoh, setelah memasang kateter, perawat tidak boleh menceritakan alat kelamin pasien kepada orang lain, termasuk term asuk pada teman sejajwat. 4) Menunjukkan sikap profesional selama berinteraksi dengan klien. Perawat tidak boleh mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat klien malu atau marah. Sikap tubuh pun tidak boleh layaknya majikan kepada pembantu. 5) Libatkan klien dalam aktivitas keperawatan sesuai dengan batas kemampuannya jika tidak ada kontraindikasi. 2. Gaya Hidup Klien yang dirawat di rumah sakit sering kali mengalami perubahan pola gaya hidup. Hal ini disebabkan oleh perubahan kondisi antara rumah sakit dengan rumah tempat tinggal klien, juga oleh perubahan kondisi kesehatan klien.Aktivitas hidup yang klien jalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan aktivitas yang dialaminya selama di rumah sakit. Perubahan gaya hidup akibat hospitalisasi inilah yang harus menjadi perhatian setiap perawat. Asuhan keperawatan yang diberikan harus diupayakan sedemikian rupa agar dapat menghilangkan atau setidaknya meminimalkan perubahan yang terjadi. 3. Otonomi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa individu yang sakit dan dirawat di rumah sakit berada dalam posisi ketergantungan. Artinya, ia akan pasrah terhadap tindakan apapun yang dilakukan oleh petugas kesehatan demi mencapai keadaan sehat. Ini meniunjukkan bahwa klien yang dirawat di rumah sakit akan mengalami perubahan otonomi. Untuk mengatasi perubahan ini, perawat harus selalu memberitahu klien sebelum
9
melakukan intervensi apapun dan melibatkan klien dalam intervensi, baik secara aktif maupun pasif. 4. Peran Peran dapat diartikan sebagai seperangkat perilaku yang diharapkan individu sesuai dengan status sosialnya Jika ia seorang perawat, peran yang diharapkan adalah peran sebagi perawat bukan sebagai dokter.Selain itu,
peran
yang
dijalani
seseorang
adalah
sesuai
dengan
status
kesehatannya. Peran yang dijalani sewaktu sehat tentu berbeda dengan peran yang dijalani saat sakit.Tidak s akit.Tidak mengherankan jika klien yang dirawat di rumah sakit mengalami perubahan peran.Perubahan yang terjadi tidak hanya pada diri pasien, tetapi juga pada keluarga. Perubahan tersebut antara lain : a)
Perubahan peran. Jika salah seorang anggota keluarga sakit, akan terjadi perubahan pera dalam keluarga. Sebagai contoh, jiak ayah sakit maka peran jepala keluarga akan digantikan oleh ibu. Tentunya perubahan peran ini mengharuskan dilaksanakannya tugas tertentu sesuai dengan peran tersebut.
b)
Masalah keuangan. Keuangan keluarga akan terpengaruh oleh hospitalisasi. Keuangan yang sedianya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga akhirnya digunakan untuk keperluan klien yang dirawat. Akibatnya, keuangan ini sangat riskan, terutama pada keluarga yang miskin. Dengan semakin mahalnya biaya kesehatan, beban keuangan keluarga semakin bertambah. bertambah.
c)
Kesepian. Suasana rumah akan berubah jika ada seorang anggota keluarga ytang dirawat. Keseharian keluarga yang biasanya dihiasi kegembiraan, keceriaan, dan senda-gurau anggotaanya tiba-tiba diliputi oleh kesedihan. Suasana keluarga pun menjadi sepi karena perhatian keluarga terpusat pada penanganan anggota keluarganya yang sedang dirawat.
d)
Perubahan kebiasan sosial. Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Karenanya, keluarga pun mempunyai kebiasaan dalam
10
lingkungan sosialnya. Sewaktu sehat, keluarga mampu berperan serta dalam kegiata sosial. Akan tetapi, saat salah seorang anggota keluarga sakit, keterlibatan keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakatpun mengalami perubahan.
C. Tanda Dan Gejala Atau Reaksi Yang Ditimbulkan Anak Yang Mengalami Intra Hopsitalisasi Sesuai Umur Dan Dampak Yang Ditimbulkan Pasca Hospitalisasi
Stressor dan reaksi reaksi hospitalisasi sesuai dengan tumbuh kembang kembang pada anak (Novianto dkk,2009): 1.
Masa Bayi (0-1 tahun) Dampak perpisahan, usia anak > 6bulan terjadi stanger anxiety (cemas): - Menangis keras - Pergerakan tubuh yang banyak - Ekspresi wajah yang tidak menyenangkan Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang. Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan. Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respons terhadap nyeri atau adanya perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi wajah yang tidak menyenangkan.
2.
Masa Todler (2-3 tahun) Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan.Disini respon perilaku anak dengan tahapnya. Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber stresnya. Sumber Sumber stres yang utama adalah adalah cemas akibat
11
perpisahan.
Respons perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan pengingkaran (denial ). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah menangis berkurang, anak tidak aktif, akti f, kurang menunjukkan minat untuk bermain dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya pembatasan
terhadap
pergerakannya,
anak
akan
kehilangan
kemampuannya untuk mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Akhirnya, anak akan kembali mundur pada kemampuan sebelumnya atau regresi. Terhadap perlukaan yang dialami atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, darah, anak akan meringis, menggigit bibirnya, bibirnya, dan memukul.Walaupun demikian, anak dapat menunjukkan lokasi rasa nyeri dan mengomunikasikan rasa nyerinya. 3.
Masa Prasekolah (3-6 tahun) Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman, sehingga menimbulkan reaksi agresif.: - Menolak makan - Sering bertanya - Menangis perlahan - Tidak kooperatif kooperatif terhadap petugas kesehatan Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif terhadap
petugas
kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak kehilangan
12
control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah sakit sering kali dipersepsikan anak prasekolah sebagai hukuman sehingga anak akan merasa malu, bersalah, atau takut. Ketakutan anak terhadap perlukaan muncul karena anak menganggap tindakan dan prosedurnya mengancam integritas tubuhnya. Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak, ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan ketergantungan pada orang tua. 4.
Masa Sekolah (6-12 tahun) Perawatan di rumah sakit memaksakan ; - Meninggalkan lingkungan yang dicintai - Meninggalkan keluarga - Kehilangan kelompok kelompok sosial, sehingga menimbulkan menimbulkan kecemasan Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan control tersebut berdampak pada perubahan
peran dalam dalam
keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia
biasa
melakukan kegiatan bermain atau pergaulan sosial, perasaan takut mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan/atau menggigit dan memegang sesuatu dengan erat.
13
5) Masa Remaja (12-18 tahun) Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Reaksi yang muncul: - Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan - Tidak kooperatif kooperatif dengan dengan petugas - Bertanya-tanya - Menarik diri - Menolak kehadiran orang lain Anak
usia
remaja
memersepsikan
perawatan
di
rumah
sakit
menyebabkan timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya. Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak
perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan (isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respons anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan/atau menolak kehadiran orang lain
D. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Hospitalisasi
Menurut utami (2014), faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres ketika anak menjalankan hospitalisasi adalah sebagai berikut: 1. Faktor lingkungan rumah sakit Rumah sakit dapat menjadi suatu tempat yang menakutkan dilihat dari sudut padang anak-anak. Suasana rumah sakit yang tidak familiar, wajahwajah yang asing, berbagai macam bunyi dari mesin yang digunakan, dan bau yang khas, dapat menimbulkan kecemasan dan ketakutan baik bagi anak ataupun orang tua.
14
2. Faktor berpisah dengan orang yang sangat berarti Berpisah dengan suasana rumah sendiri, benda-benda yang familiar digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang familiar digunakan sehari-hari, juga rutinitas yang biasa dilakukan dan juga bepisah dengan anggota keluarga lainnya. 3. Faktor kurangnya informasi Kurangnya informasi yang didapat anak dan orang tuanya ketika akan menjalani
hospitalisasi.
Hal
ini
dimungkinkan
mengingat
proses
hospitalilasi merupakan hal yang tidak umum dialami oleh semua orang. Proses ketika menjalani hospitalisasi juga merupakan hal yang rumit dengan berbagai prosedur yang dilakukan. 4. Faktor kehilangan kebebasan dan kemandirian Prosedur medis yang dijalani seperti tirah baring, pemasangan infus dan lain sebagainya sangat mengganggu kebebasan dan kemandirian anak yang sedang dalam taraf perkembangan. 5. Faktor pengalaman yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan Semakin sering seorang anak berhubungan dengan rumah sakit, maka semakin kecil bentuk kecemasan atau malah sebaliknya. 6. Faktor prilaku atau interaksi dengan petugas rumah sakit Interaksi dengan petugas rumah sakit disini khususnya perawat, mengingat anak memiliki keterbatasan dalam perkembangan kognitif, bahasa dan komunikasi. Perawat juga merasakan hal yang sama ketika berkomunikasi, berinteraksi dengan pasien anak yang menjadi sebuah tantangan, dan dibutuhkan sensitifitas yang tinggi serta lebih kompleks dibandingkan dengan pasien dewasa. Selain itu berkomunikasi dengan anak juga sangat dipengaruhi oleh usia anak, kemampuan kognitif, tingkah laku, kondisi fisik dan psikologis tahapan penyakit dan respon pengobatan.
15
E. Macam-Macam Macam-Macam Hospitalisasi
Menurut Hastuti (2015), macam-macam hospitalisasi dibagi menjadi empat yaitu: 1.
Hospitalisasi Informal Perawatan dan pemulangan dapat diminta secara lisan dan pasien dapat meninggalkan tempat pada tiap waktu, bahkan jika menentang dengan nasehat medis. Sebagaian besar pasien medis dan bedah dirawat secara informal.
2.
Hospitalisasi Volunter Hospitalisasi volunter memerlukan permintaan tertulis untuk perawatan dan untuk pemulangan. Setelah pasien meminta pulang, dokter dapat mengubah hospitalisasi volunter menjadi hospitalisasi involunter.
3.
Hospitalisasi Involunter Hospitalisasi involunter adalah sangat membatasi otonomi dan hak pasien. Keadaan ini tidak memerlukan persetujuan perset ujuan pasien dan seringkali digunakan untuk pasien yang berbahaya bagi dirinya sendiri dan orang lain. Hospitalisasi involunter memerlukan pengesahan (sertifikasi) oleh sekurang-kurangnya dua dokter. Keadaan ini mungkin diminta oleh pengadilan sebagai jawaban atas permohonan dari rumah sakit atau anggota keluarga.
4.
Hospitalisasi Gawang Darurat Hospitalisasi gawat darurat (sementara atau persetujuan satu orang dokter) adalah bentuk yang mirip dengan komitmen involunter yang memerlukan pengesahan atau sertifkat hanya oleh satu orang dokter, pengesahan berlaku selam 15 hari. Pasien harus diperiksa oleh dokter kedua dalam 48 jam untuk menegakkan perlunya perawatan gawat darurat. Setelah 15 hari, pasien harus dipulangkan, diubah menjadi status involunter, atau diubah menjadi status volunter.
16
F. Peran Perawat
1.
Peran Perawat Dalam Mengatasi Hospitalisasi Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh Konsep Hospitalisasi Pada Anak Dan Keluarga 11 atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi : a.
Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun. tahun.
1)
Rooming In Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama. Jika tidak bisa, sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua dan da n anak.
2)
Partisipasi Orang tua Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
3)
Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika berada diruang tersebut.
4)
Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan temanteman sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.
b.
Mencegah perasaan kehilangan kontrol 1)
Physical Restriction (Pembatasan Fisik) Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif.
17
Untuk bayi dan toddler, kontak orang tua – anak anak mempunyai arti penting untuk mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu, mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau jendela, memberi musik, dll. 2)
Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat dengan adanya masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi social. Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan sehari hari yaitu dengan “Time Structuring” Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah mempunyai konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal mis al : prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
c.
Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika di a merasa takut, dll. Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan melalui ketiak atau axilla.
d.
Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga, tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarga:
18
1)
Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak anak Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka dapat memberi support dan juga akan memperluas pandangan orang tua tua dalam merawat anak yang sakit.
2)
Memberi kesempatan untuk pendidikan Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
3)
Meningkatkan Self – Self – Mastery Mastery Pengalaman
menghadapi
krisis
seperti
penyakit
atau
hospitalisasi akan memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita. Anak yang usianya lebih besar, punya kesempatan untuk membuat keputusan, tidak tergantung dan percaya diri perawat dan memfasilitasi perasaan selfmastery dengan menekan kemampuan personal anak. 4)
Memberi kesempatan untuk sosialisasi Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan team kesehatan selain itu orang tua juga memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya masalah yang sama.
e.
Memberi
support
pada
anggota
keluarga
Perawat
dapat
mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak, membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya. 1)
Memberi Informasi Salah
satu
memberikan
intervensi informasi
19
keperawatan sehubungan
yang
penting
dengan
adalah
penyakit,
pengobatan, serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit dan dirawat. 2)
Melibatkan Sibling Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur, dll.
2.
Peran Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Terhadap Hospitalisasi a)
PENGKAJIAN 1)
Pada pengkajian biodata atau identitas klien dapat kita kaji meliputi: Nama, Umur, Jenis kelamin (L/P), Nomor CM, Ruang rawat, Tanggal masuk MRS.
2)
Penanggung Jawab klien meliputi: Orag tua, Wali, atau,Orang lain
3)
Faktor predisposisi
Tanyakan riwayat penyakit masa lalu klien yang pernah diderita dan trauma yang pernah dialami seperti aniaya fisik, aniaya
sexual,
penolakan,
kekerasan
dalam
keluarga,
tindakan kriminal, dan lain-lain, sehingga menyebabkan dia harus masuk rumah sakit atau hospitalisasi dan juga tanyakan pengobatan seperti apa yang pernah dilakukan klien.
Kemudian tanyakan pada klien apakah didalam anggota keluarganya ada yang mengalami gangguan jiwa.
Kaji juga pengalaman yang tidak menyenangkan yang pernah dialami oleh klien.
4)
Pemeriksaan fisik
Tanda Vital meliputi: tekanan darah, nadi, suhu, dan respirasi.
Ukur berat badan dan tinggi badan.
20
Perkembangan
Bertujuan untuk mengidentifikasikan tingkat perkembangan saat ini dan keterampilan yang dicapai 5)
Observasi
respon
terhadap
hospitalisasi
Bertujuan
untuk
mengidentifikasikan perilaku koping saat ini dan intesitas mereka. 6)
Riwayat penyakit, hospitalisasi dan perpisahan sebelumnya. Bertujuan untuk mengidentifikasikan pola koping sebelumnya dan pengaruh koping tersebut.
7)
Riwayat pengobatan Bertujuan untuk mengidentifikasikan keseriusan masalah dan pengaruhnya pada perkembangan perkembangan kemampuan.
8)
Persepsi tentang penyakit. Bertujuan untuk mengidentifikasikan pemahaman pasien saat ini tentang penyakit dan alasan hospitalisasi.
9)
Sistem pendukung yang tersedia Bertujuan untuk mengidentifikasikan tersedianya dan kesediaan keluarga untuk berpartisipasi dalam perawatan dan pemberian dukungan.
10) Koping keluarga Bertujuan untuk menggambarkan kemampuan keluarga apakah memperlihatkan perilaku distruktif yang jelas atau terselubung atau juga menunjukkan adaptasi merusak terhadap stressor. 11) Ketakutan, kecemasan dan kesedihan keluarga Bertujuan
untuk
mengidentifikasikan
mengalami
suatu
perasaan
gangguan
apakah
keluarga
fisiologis
ataupun
emosional yang berhubungan dengan suatu sumber yang dapat diidentifikasi yang dirasakan membahayakan pasien saat dirawat dihospitalisasi.
21
b)
DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Nursalam (2005) Diagnosa keperawatan tergantung pada kasus yang dijumpai, yang meliputi anak dan orang tua. Salah satu diagnosis yang mungkin timbul adalah : 1) Pada anak
Cemas atau takut sehubungan dengan:
Perpisahan dengan orang tua
Lingkungan yang asing
Prosedur-prosedur tindakan
Kehilangan kendali sehubungan dengan dirawat
2) Pada orang tua
Cemas/ takut berhubungan dengan:
Kondisi anak yang kritis
Perubahan fungsi peran
Perubahan lingkungan
Penurunan dalam proses keluarga sehubungan dengan : - Anak yang dirawat - Situasi anak yang kritis
c)
PERENCANAAN Rencana keperawatan yang efektif pada anak yang dirawat haruslah berdasarkan pada identifikasi kebutuhan anak dan keluarga.Anggota keluarga dan anak harus berperan aktif dalam mengembangkan suatu rencana keperawatan. Tujuan dari asuhan keperawatan adalah sebagai berikut : 1)
Menyiapkan anak untuk hospitalisasi
2)
Mencegah/ meminimalkan dampak dari perpisahan
3)
Meminimalkan perasaan kehilangan kendali
4)
Mencegah/ meminimalkan perlukaan tubuh
5)
Penanganan nyeri
6)
Memenuhi kebutuhan bermain 22
7)
d)
Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi (Nursalam; 2005)
TINDAKAN KEPERAWATAN Menyiapkan anak anak untuk hospitalisasi.Ketakutan yang timbul biasanya disebabkan karena tidak mempunyai pengalaman dirawat atau ketidaktahuan tentang prosedur tindakan. Apabila anak tidak mempunyai
koping
yang
efektif,
maka
hal
tersebut
akan
menimbulkan stress. Hal itu dapat dicegah dengan memberikan penjelasan kepada anak, seperti membawa anak berkeliling rumah sakit atau melalui pertunjukan boneka. Ketika anak didaftarkan untuk dirawat, perawat sebaiknya menjelaskan mengenai prosedur prosedur yang akan dilakukan dilakukan pada anak.
G. Peran Keluarga Pada Anak Yang Mengalami Intra Hospitalisasi Dan Post Hospitalisasi
Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang
dalam
konteks
keluarga.
Peran
keluarga
mengambarkan
seperangkat prilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam keluarga, kelompok dan masyarakat (setiadi,2008). Keluarga juga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas keluarga. Bila produktivitas keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga meningkat pula. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan meliputi pemeliharaan fisik keluarga dan anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan perawatan anggotanya yang sakit, mempertahankan suasana yang aman dan tentram di rumah, mempertahankan hubungan timbal balik dalam kelurga (Setiadi, 2008).
23
Keluarga juga berperan sebagai mengambil keputusan untuk mencegah masalah kesehatan dan memelihara/ meningkatkan status kesehatan anggota keluarga, karena apabila salah satu anggota keluarga memiliki masalah kesehatan akan berpengaruh terhadap anggota keluarga lainnya karena dapat mempengaruhi produktivitas keluarga. Bila produktivitas keluarga meningkat diharapkan kesejahteraan keluarga meningkat pula. Tugas keluarga dalam bidang kesehatan meliputi pemeliharaan fisik keluarga dan anggotanya, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga, memberikan perawatan anggotanya yang sakit, mempertahankan suasana yang aman dan tentram di rumah, mempertahankan hubungan timbal balik dalam kelurga (Setiadi, 2008). 1.
Peran keluarga dalam hospitalisasi a) Peran keluarga menurut canam, 1993 (dalam supartini, 2004) 1)
Menerima kondisi anak Tugas ini dapat dijalankan dengan cara mencari arti dari kondisi sakit anaknya dan mengembangkan koping yang konstruktif, untuk itu praktek dalam menjalankan agama atau ibadah sangat bermanfaat untuk mengembangkan koping yang konstruktif. konstruktif.
2)
Mengelolah kondisi anak Hal yang positif yang dilakukan adalah dengan cara membina hubungan yang positif dengan kesehatan sehingga dapat menggunakan sumber yang ada pada mereka dan dapat memahami
kondisi
anak
dengan
baik.
Orang
tua
perlu
disosialisasikan dengan sitem pelayanan kesehtan yang ada. 3)
Memenuhi kebutuhan perkembangan anak Keluarga dapat menjalankan tugas ini dengan cara membantu menurunkan dampak negatif dari kondisi anak, mengasuh anak sebagaimana biasanya dan memperlakukan anak seperti anak lain yang ada dirumah.
4)
Memenuhi kebutuhan perkembangan keluarga
24
Hal ini dapat dicapai dengan mempertahankan hubungan antara untuk mengembangkan kondisi anak dirumah sakit dan di rumah walaupun waktu tertentu anak dirumah sakit menjadi proritas utama. 5)
Menghadapi stressor dengan positif Keluarga harus mencegah adanya penumpukkan stress pada keluarga dengan mengembangkan koping positif, yaitu kearah pemecahan masalah dan tugas yang dapat dikelola, dan dapat menurunkan reaksi emosi. Untuk itu penting sekali adanya keyakinan spiritual keluarga yang menguatkan harapan dan keyakinan untuk memecahkan setiap masalah secara positif.
6)
Membantu anggota keluarga untuk mengelola perasaan yang ada Orang tua harus belajar untuk mengelola perasaan anggotanya. Cara
yang
dapat
dilakukan
adalah
mengidentifikasi
dan
mengekresikan perasaan, mencari dukungan positif apabila ada kelompok orang tua yang mempunyai masalah kesehatan anak yang sama hal ini sangat membantu sebagai tempat berbagai perasaan dan pengalaman. 7)
Mendidik anggota keluarga yang lain tentang anak yang sedang sakit Orang tua harus memiliki pemahaman yang tepat tentang kondisi anak sehingga dapat memberi pengertian pada anggota keluarga yang lain tentang kondisi anaknya yang sedang sakit dan harus memiliki koping yang positif. jawab pertanyaan anak sesuai kepastiannya untuk mengerti, tetapi harus jujur dan buat diskusi dengan keluarga tentang masalah yang berhubungan.
8)
Menggembang sistem dukungan sosial. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara membuat jaringan kerja sama dengan anggota keluarga yang lain, kerabat atau kawan. Dan
menggunakan
jaringan
kerja
pemecahan masalah (Supartini, 2004).
25
sama
sebagai
sumber
b) Peran keluarga menurut (Friedman, 2010). 1)
Mengambil keputusan medis ,
2)
ikut serta merawat anggota keluarga yang sakit,
3)
memodifikasi lingkungan seperti memberikan mainan kepada anak untuk menciptakan kondisi di rumah sakit seperti dirumah.
c) Peran keluarga menurut (sukarmin dan subiwati, 2017) Peran pengasuhan pengasuhan (Parenting Role) juga merupakan peran peran penting keluarga terkait dengan perawatan anak di Rumah Sakit yang pada dasarnya memiliki tujuan untuk mempertahankan kehidupan fisik anak, meningkatkan kehidupan anak, memfasilitasi anak untuk mengembangkan
kemampuan
yang
sejalan
dengan
tahapan
perkembangan, dan kemampuan orang tua erta keluarga dalam menjalankan peran pengasuhan
2.
Peran keluarga pada saat post Hospitalisasi a.
Keluarga dapat melibatkan sibling, hal ini penting untuk mengurangi stress pada anak.
b.
Keluarga
mampu
memenuhi
kebutuhan
anak
setelah
post
hospitalisasi c.
Keluarga belajar tentang pertumbuhan dan perkembangan setelah post hospitalisasi yang diterapkan kepada anak
d.
Keluarga berperan dalam membantu pekembangan hubungan pada anak setelah post hospitalisasi dengan memberikan support dan juga memperluas pandangan orang tua dalam merawat anak yang sakit.
e)
Keluarga
lebih
kooperatif
setelah
post
hospitalisasi
dalam
memberikan tindakan keperawatan guna untuk mengatasi takut dan cemas pada anak. f)
Keluarga berperan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak saat post hospitalisasi
26
g)
Keluarga berperan dalam memberikan penjelasan, memotivasi untuk mengatasi ketakutan dan kecemasan anak saat post hospitalisasi.
h)
Keluarga berperan menyediakan mainan yang dibeli oleh keluarga untuk meminimalkan takut dan cemas post hospitalisasi
H. Manfaat Dari Hospitalisasi
Menurut Wong (2008) manfaat hospitalisasi yang utama adalah kesembuhan dari penyakit. Manfaat lainnya adalah : 1)
Peningkatan hubungan orang tua – tua – anak anak Hospitalisasi menyediakan kesempatan bagi orang tua untuk belajar lebih jauh tentang pertumbuhan dan perkembangan anaknya.Ketika orang tua dibantu untuk mengerti tentang anaknya yang sedang bereaksi terhadap kecemasan seperti penolakan, orang tua tidak hanya lebih lagi dalam mendukung anaknya selama hospitalisasi tetapi orang tua juga dapat mengoreksi dirinya sendiri tentang praktek pengasuhan anak yang telah dilakukannya selama ini.
2)
Menyediakan kesempatan belajar Sakit dan hospitalisasi menyediakan kesempatan yang baik untuk anakanak dan anggota keluarga yang lain untuk belajar lebih mendalam mengenai anggota tubuhnya dan hal-hal lain (seperti penyakit) dan juga profesi kesehatan. Anak-anak mendapat kesempatan kes empatan belajar menghadapi stressor dan belajar dalam melakukan koping stressor yang muncul selama hospitalisasi.
3)
Peningkatan penguasaan diri Kesuksesan dan kematangan koping yang didapatkan selama proses sakit dan hospitalisasi dapat memberikan kesempatan untuk meningkatkan penguasaan diri pada anak. Pada anak yang masih muda dapat melakukan pengujian diri pada anak.Pada anak yang masih muda dapat melakukan pengujian terhadap fantasi dan ketakutan realitas. Mereka akan tahu bahwa pada kenyataannya mereka tidak ditinggalkan, dimutilasi atau dihukum ketika mengalami hospitalisasi.
27
4)
Menyediakan lingkungan sosialisasi Hospitalisasi akan membuat anak merasa sendiri, asosial dan kadangkadang anak menjadi nakal. Anak-anak yang mungkin mengalami gangguan secara fisik atau mungkin merasa lain dari teman sebayanya mungkin akan menemukan kelompok sosial yang menerima mereka. Orang tua mungkin juga menemukan kelompok sosial yang baru pada diri orang lain yang mengalami permasalah yang sama.
I. Terapi Bermain Untuk Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi
Menurut Nursalam (2005) bermain adalah penting untuk kesehatan mental, emosional dan social. Oleh karena itu, adanya ruang bermain khusus bagia anak adalah sangat penting untuk memberikan rasa aman dan menyenangkan. Dalam pelaksanaan aktivitas bermain dirumah sakit, perlu diperhatikan prinsip-prinsip bermain dan permainan yang sesui dengan usia atau tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga tujuan bermain yaitu untuk mempertahankan proses tumbuh kembang dapat dicapai secara optimal. Disamping itu, keterlibatan orang tua dalam aktivitas bermain sangat penting karena anak akan merasa aman, sehingga dia mampu mengekspresikan perasaannya secara bebas dan terbuka. 1.
Tujuan bermain dirumah sakit a. Dapat melanjutkan tumbuh kembang yang normal selama perawatan, sehingga tumbuh kembang tetap berlangsung terus tanpa terhambat oleh keadaan anak. b. Dapat mengekspresikan pikiran dan fantasi anak c. Dapat mengembangkan kreativitas melalui pengalaman permainan yang tepat d. Agar anak dapat beradaptasi secara lebih efektif terhadap stress karena penyakit atau karena dirawat dirumah sakit, dan anak mendapatkan ketenangan dalam bermain.
2.
Prinsip bermain dirumah sakit Dalam melakukan aktivitas bermain dirumah sakit, perawat harus memperhatikan prinsip-prinsi sebagai berikut:
28
a.
Tidak banyak mengeluarkan energy, singkat dan sederhana
b.
Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang
c.
Kelompok umur yang sama
d.
Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan
e.
Semua alat permainan dapat dicuci
f.
Melibatkan orang tua
29
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.(2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC. https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/177/156 [Diakses Tanggal 01 Oktober 2018] Muhaj.K.(2009).
Pengaruh
keluarga
terhadap
kesehatan
anak .
Http://www.khaidirmuhaj.com Nursalam.(2005). Hospitalisasi Nursalam.(2005). Hospitalisasi pada anak. Jakarta : Jakarta : Salemba Medika Purwandari. (2013). Pengaruh terapi Seni terhadap kecemasan Anak . Jakarta : Salemba Medika Setiadi.(2008). Konsep Setiadi.(2008). Konsep dan keperawatan keluarga. Yogyakarta : Yogyakarta : Pustaka Pelajar Supartini. (2004). Buku (2004). Buku ajar konsep keperawatan anak anak . . Jakarta : EGC Utami, Yuli. (2014). Dampak (2014). Dampak Hospitalisasi terhadap ter hadap Perkembangan Anak . Jurnal Ilmiah WIDYA,Vol.2 No.2, 02 Mei-Juli 2014. Wong, DonnaL.(2008). Buku ajar keperawatan pediatrik Vol 1 edisi 6 . Jakarta : EGC
30