Disusun oleh Dominique Virgil
RANGKUMAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA SAP 1 ARTI DAN RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA a. Pengertian hukum pidana, ilmu hukum pidana dan hubungannya dengan ilmu -ilmu sosial lainnya -
Hukum pidana: kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan larangan-larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana) barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut. (Prof. Simons)
-
Hukum Pidana: semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu (Prof. Pompe)
-
Ilmu Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi:
Ilmu hukum pidana dalam arti sempit Bahan kajian: hukum positif yang sedang berlaku; bersifat dogmatis
Ilmu hukum pidana dalam arti luas Bahan kajian: tidak hanya terfokus pada norma, namun juga sebab-sebab norma itu dilanggar, bagaimana agar norma itu tidak dilanggar; serta constituendum). membahas hukum yang akan dibentuk ( ius constituendum
-
Hubungan dengan ilmu: kriminologi, kriminalistik, ilmu forensik, psikiatri kehakiman, sosiologi hukum
b. Sanksi pidana dibandingkan dengan sanksi hukum lainnya Pidana dalam pasal 10 KUHP: -
-
Pidana Pokok
Pidana mati
Pidana Penjara
Pidana kurungan
Pidana denda
Pidana tutupan
Pidana tambahan:
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
c. Jenis-jenis hukum pidana -
Hukum Pidana Formil dan Materiil
Hukum pidana materiil: aturan tertulis yang berisi perintah dan larangan
Hukum pidana formiil: aturan yang digunakan untuk mempertahankan hukum pidana materiil
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
-
Hukum Pidana dalam Arti Objektif dan Subjektif
Hukum pidana objektif: ius poenale, peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana bagi si pelanggarnya.
Hukum pidana subjektif: ius puniendi , aturan mengenai kewenangan negara untuk menentukan hukum pidana pidana yang mengikat semua warga dan menjalankannya untuk ketertiban umum.
-
Hukum Pidana Umum dan Khusus
Hukum pidana umum: berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum), tidak membedakan kualitas pribadi subjek hukum
-
Hukum pidana khusus: hanya untuk subjek hukum tertentu saja.
Atas dasar sumbernya
Hukum pidana umum: disebut juga hukum pidana kodifikasi. Sumber hukum: KUHP dan KUHAP.
Hukum pidana khusus: bersumber dari peraturan perundang-undangan di luar kodifikasi. Ada dua peraturan perundang-undangan: o
Peraturan perundang-undangan hukum pidana mengatur satu bidang hukum pidana tertentu, contoh: Pemberantasan tipikor
o
Peraturan perundang-undangan bukan di bidang hukum pidana contoh: UU tentang perlindungan konsumen, tentang perbankan, merek, dsb.
-
Atas dasar wilayah berlakunya hukum
Hukum Pidana Umum: hukum pidana yang dibentuk oleh pemerintahan negara pusat, berlaku bagi subyek hukum di seluruh wilayah hukum negara. asas teritorialitas
Hukum Pidana Lokal: dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi subjek hukum di wilayah hukum daerah tersebut.
Ada lagi:
-
Hukum Pidana Nasional
Hukum Pidana Internasional
Atas dasar bentuk/wadahnya
Hukum pidana tertulis: terdiri dari hukum pidana kodifikasi dan di luar kodifikasi
Hukum pidana tidak tertulis: hukum pidana adat
SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA KUHP, UU yang mengubah KUHP, UU Hukum Pidana di luar KUHP, UU non-hukum pidana yang memuat sanksi pidana.
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
SAP 2 BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU a. Pasal 1 ayat (1) KUHP Ayat 1: Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali (Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan perundangundangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan). peraturan dulu, baru dipidana ASAS LEGALITAS berlaku MUTLAK untuk negara-negara yang melakukan kodifikasi hukum pidana (contoh: Eropa Kontinental). Terdapat 3 pengertian dasar dalam asas legalitas: 1. Hukum pidana yang berlaku di negara kita adalah hukum yang tertulis Harus tertulis, karena tertulis berarti harus ditetapkan dulu, baru diberlakukan. UU dalam arti materiil (Perda, PerMen, KepPres, dsb) menjunjung kepastian hukum Kelemahan: hukum pidana kaku; tidak cepat mengikuti perkembangan masyarakat ada hukum adat (pidana) di masyarakat namun tidak bisa dikodifikasi. 2. Tidak boleh menggunakan penafsiran analogi dalam menentukan suatu perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan Analogi: penafsiran dengan memperluas berlakunya aturan hukum tersebut, sehingga kejadian konkret yang sesungguhnya tidak masuk ke dalam ketentuan itu, menjadi masuk ke dalam isi ketentuan hukum tersebut. Suatu peraturan dipergunakan juga bagi kejadian / peristiwa lain yang banyak persamaannya dengan kejadian yang disebut di peraturan itu. Contoh: Arrest HR 23 Mei 1921 menganalogikan tenaga listrik sebagai benda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP (Pencurian), padahal pengertian benda adalah benda-benda bergerak dan berwujud. Mengapa analogi dilarang? Untuk menjamin kepastian hukum. Analogi berguna untuk mengisi kekosongan dalam peraturan perundangan memidana pelaku perbuatan yang tidak secara tepat dapat dipidana melalui aturan tertentu. 3. Ketentuan hukum pidana tidak berlaku surut (retroaktif) Berlaku ke depan. Kalimat “... ketentua n perundang-undangan pidana yang telah ada.” ketika perbuatan itu dilakukan, telah berlaku aturan pidana yang
melarang perbuatan itu. Aturan pidana harus diberlakukan dulu agar pelanggar aturan pidana dapat dipidana. Prinsip berlakunya asas retroaktif didasarkan pada kepastian hukum. ASAS LEGALITAS kepastian hukum perlindungan terhadap hak-hak warga negara terhadap kekuasaan negara.
b. Pasal 1 ayat (2) KUHP
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
“Bilamana ada perubahan dalam perundang -undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdak wa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.” memberlakukan hukum pidana ke belakang. Merupakan pengecualian terhadap prinsip retroaktif. mencapai suatu KEADILAN. 3 syarat memberlakukan hukum pidana ke belakang: 1. Perubahan perundang-undangan mengenai suatu perbuatan 2. Perubahan itu setelah perbuatan dilakukan 3. Peraturan yang baru itu lebih meringankan atau menguntungkan pelaku
c. Metode penafsiran dalam hukum pidana Penafsiran menurut doktrin hukum pidana: 1. Autentik : penafsiran yang dibuat oleh pembentuk UU sendiri mengenai beberapa perkataan yang dipergunakannya dalam KUHP 2. Gramatikal: penafsiran menurut tata bahasa 3. Teleologis: penafsiran sesuai dengan tujuan, maksud, atau sesuai dengan arti suatu peraturan perundang-undangan 4. Sistematis: penafsiran dengan metode logis 5. Historis: penafsiran menurut sejarah 6. Sosiologis: penafsiran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam masyarakat; hakim melihat kepada kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam masyarakat pada suatu waktu tertentu 7. Ekstensif: metode penafsiran UU di mana hakim telah memperluas arti atau maksud yang sebenarnya dari suatu ketentuan UU. contoh: Hoge Raad menafsirkan larangan untuk mengganggu mengikuti orang lain menurut Pasal 493 KUHP, yaitu juga perbuatan bersepeda oleh beberapa orang pemogok di depan rombongan karyawan yang tidak ikut serta dalam pemogokan. 8. Analogis: Penerapan suatu Undang-Undang secara analogis membuat ketentuan yang bersifat umum, lalu menerapkannya terhadap suatu peristiwa yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan peristiwa yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, sehingga pelaku dapat dijatuhi hukuman. Apakah perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogis? Ekstensif : Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya Analogis : Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan kaidah yang lebih tinggi
d. Teori-teori mengenai Tempus Delicti Tempus Delicti: waktu delik berhubungan dengan: 1. Berlakunya KUHP pasal 1 ayat (1) 2. Hukum transitur, yaitu pasal 1 ayat (2) 3. Lewat waktu (verjaring), Pasal 78 dan 79 KUHP
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
4. Pasal 45 KUHP Terdapat 4 teori mengenai Tempus Delicti: 1. Teori perbuatan fisik delik pada waktu perbuatan fisik dilakukan 2. Teori bekerjanya alat yang digunakan delik terjadi pada waktu bekerjanya alat 3. Teori akibat delik terjadi ketika akibat dari perbuatannya p erbuatannya terjadi 4. Teori waktu yang jamak delik terjadi saat ada gabungan dari ketiga peristiwa itu
SAP 3 BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT a. Asas-asas berlakunya hukum pidana menurut tempat yang berlaku di Indonesia 1. Asas teritorial ( territorialiteits-beginsel ) -
Dasar berlakunya hukum: tempat atau wilayah hukum negara, negara , apapun kewarganegaraannya, siapapun orangnya.
-
Pasal 2 KUHP: “Aturan pidana dalam perundang -undangan Indonesia berlaku
terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah Indonesia.” tempat delik terjadi
-
Diperluas di Pasal 3 KUHP: ketentuan-ketentuan dapat dilakukan terhadap orang-orang di luar wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana di atas alat pelayaran Indonesia “Tindak pidana” harus menurut UU yang berlaku di Indonesia. Pasal 450 dan 451 KUHP = Unsur tindak pidana yang dimaksud adalah WNI, sehingga WNA tidak dapat dituntut dan dihukum sekalipun perbuatannya melanggar pasal tersebut.
2. Asas personalitas / nasionalitas aktif / subjektif / kebangsaan ( personaliteitsbeginsel )
-
Dasar berlakunya hukum: warga negara Indonesia dimanapun keberadaannya. keberadaannya .
-
Pasal 5 KUHP, diperluas di Pasal 6,7,8 KUHP. Pasal 5 KUHP ayat (1) sub 2 Batas atau syarat berlakunya asas personalitas:
Perbuatan itu adalah kejahatan tertentu menurut peraturan perundangundangan Indonesia
Perbuatan itu merupakan tindak pidana dalam peraturan perundangundangan negara dimana perbuatan itu dilakukan.
Pasal 6 KUHP dibatasi sehingga tidak dijatuhkan pidana mati. Apabila tindak pidana yang dilakukan WNI itu diancam pidana mati, namun menurut hukum negara di mana perbuatan itu tidak diancam pidana mati, maka majelis hakim Indonesia tidak diperkenankan menjatuhkan pidana mati. Pasal 7 KUHP Pegawai Negeri Indonesia apabila melakukan tindak pidana seperti Bab 28 Buku 2 KUHP (Kejahatan Jabatan) diberlakukan UU Pidana negaranya. Asas kebangsaan dan perlindungan.
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
Pasal 8 KUHP ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhoda dan penumpang kendaraan air Indonesia, yang melakukan salah satu dari tindak pidana dalam BAB XX IX buku kedua dan BAB IX buku ketiga. 3. Asas perlindungan / nasionalitas pasif ( beschermings-beginsel ) -
Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu negara (kepentingan (kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional Indonesia )
-
Dilatarbelakangi pemikiran bahwa negara telah diberi kepercayaan oleh rakyat atau warga negara untuk melindungi kepentingan bersama.
-
Pasal 4 KUHP mengatur mengenai kejahatan-kejahatan tertentu yang mengancam kepentingan hukum Indonesia sehingga ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dapat diterapkan kepada setiap orang yang melakukan tindak pidana tersebut di luar Indonesia.
-
Pasal 8 KUHP
4. Asas universaliteit ( universaliteits-beginsel) atau asas persamaan -
Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum penduduk dunia atau bangsabangsa dunia kewajiban negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban dunia
-
Pasal 4 KUHP, terutama butir ke-2,3,4 Butir 4 : perompak dapat diadili oleh negara manapun yang berhasil menangkap mereka.
-
Pasal 438 dan 444 KUHP pembajakan di laut dengan segala akibat yang dapat timbul diancam dengan hukuman
b. Teori-teori Locus Delicti Locus delicti menjadi persoalan apabila pembuat dan penyelesaian delik tidak ada di satu tempat yang sama. Misal: A mengirimkan bom waktu ke kota lain, bom tersebut meledak di kota lain. Tempat manakah yang menjadi locus delicti? Untuk menyelesaikan persoalan itu, ada tiga macam teori: 1. Teori perbuatan materiil Locus delicti adalah tempat dimana perbuatan materiil terjadi. Perbuatan materiil: perbuatan yang perlu ada supaya delik dapat terjadi. Tempat di mana delik diselesaikan tidak penting. 2. Teori alat yang dipergunakan Locus delicti adalah tempat dimana alat yang dipergunakan menyelesaikan delik tersebut. 3. Teori akibat Locus delicti adalah tempat akibat terjadi Teori-teori Locus Delicti hanya bisa diterapkan d iterapkan ketika menggunakan asas teritorial
SAP 4 TENTANG TINDAK PIDANA
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
a. Pengertian Tindak pidana ( strafbaar feit ) ada dalam KUHP, namun tidak ada penjelasan yang rinci mengenai apa itu tindak pidana. Prof. Simons: “Tindak pidana adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh UU telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum .”
b. Subjek tindak pidana Subjek tindak pidana dalam KUHP ditujukan kepada manusia, namun ada kebutuhan untuk memidana korporasi.
c. Unsur-unsur tindak pidana Unsur tindak pidana terdiri dari unsur-unsur dalam perumusan dan di luar perumusan. Unsur-unsur dalam perumusan meliputi: 1. Unsur Obyektif, adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, keadaan , yaitu: -
Unsur Tingkah Laku Tingkah laku dalam tindak pidana ada 2, yaitu:
Tingkah laku aktif atau positif ( handelen) atau perbuatan materiil. Diperlukan wujud gerakan tubuh, misalnya mengambil (Pasal 362 KUHP)
Tingkah laku pasif atau negatif ( nalaten). Tingkah laku membiarkan; tidak melakukan aktivitas yang seharusnya dilakukan oleh orang tersebut dalam keadaan-keadaan tertentu; seseorang tidak menjalankan kewajiban hukumnya (Contoh: tidak memberikan pertolongan, Pasal 531 KUHP)
Menurut pembentuk UU:
Tingkah laku konkret contoh: mengambil, memberi keterangan, mengedarkan
Tingkah laku abstrak contoh: merusak, menghancurkan, membuat tidak dapat dipakai, menghilangkan (Pasal 233,406 KUHP)
-
Melawan hukum (wederrechtelijkheid ) Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tindak pidana. Namun, beberapa pasal di KUHP tetap mencantumkan “secara melawan hukum”. Terdapat beberapa paham yang mencoba mengartikan wederrechtelijkheid tersebut. Arti “secara melawan hukum” : secara tidak sah meliputi pengertian:
Bertentangan dengan hukum objektif
Bertentangan dengan hak orang lain
Tanpa hak yang ada pada diri seseorang
Tanpa kewenangan
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
Contoh: Pasal 180 KUHP “Barangsiapa yang dengan sengaja dan secara tidak sah menggali atau mengambil jenazah.... ” arti tidak sah disini adalah tanpa kewenangan, karena yang berwenang berbuat demikian adalah keluarganya. -
Unsur Akibat Konstitutif
-
Unsur Keadaan yang Menyertai cara melakukan perbuatan; cara dapat dilakukannya perbuatan; objek tindak pidana; subjek tindak pidana; tempat dan waktu dilakukannya tindak pidana.
-
Unsur Kualitas Subjek Hukum Tindak Pidana untuk semua orang (diawali dengan kata barangsiapa) dan untuk kalangan tertentu (Seorang ibu, pegawai negeri, dsb)
-
Unsur Objek Hukum Tindak Pidana unsur kepentingan hukum yang harus dilindungi. Contoh: saat delik pembunuhan, objek hukum tindak pidana adalah nyawa orang lain. Nyawa tersebut adalah kepentingan hukum yang harus dilindungi.
-
Unsur Syarat Tambahan untuk:
Dituntut pidana contoh: pengaduan dalam tindak pidana aduan.
Memperberat pidana penganiayaan, pasal 353 ayat (1), diperberat dengan ayat (2) dan ayat (3) serta pasal 356 KUHP
Dapat dipidana keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan. Contoh: orang yang tidak kita tolong meninggal (Pasal 531 KUHP)
Memperingan pidana terdapat syarat objektif dan syarat subjektif. Syarat objektif: nilai atau harga objek. Contoh: pencurian ringan (Pasal 364 KUHP), penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP). Syarat subjektif: sikap batin pembuatnya. Contoh: tindak pidana karena kealpaan (culpa) pada Pasal 409 KUHP sebagai unsur yang meringankan dari kejahatan pasal 408 KUHP.
2. Unsur Subyektif, adalah unsur yang melekat pada pelaku atau berhubungan dengan diri pelaku, yaitu: -
Manusia (pelaku)
-
Kesalahan mengenai keadaan batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan. Berhubungan dengan beban pertanggungjawaban pidana. i.
Kesengajaan (dolus) Dalam doktrin hukum pidana, ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu:
Kesengajaan sebagai maksud / tujuan menghendaki perbuatan aktif dan pasif, serta menghendaki timbulnya akibat.
Kesengajaan sebagai kepastian Contoh: A ingin membunuh B dengan pistol, tapi B berada di balik sebuah kaca. Sebelum menggunakan senjatanya, A sadar bahwa jika ia menembak, kaca kaca itu akan akan pecah.
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
Kesengajaan sebagai kemungkinan Contoh: A ingin membunuh B dengan mengirimkan kue tart yang mengandung racun. Kue itu diterima si B, namun yang memakan adalah istri si B dan matilah istrinya. si A sadar ada kemungkinan kue tart itu akan dimakan orang lain, namun dia tetap mengirimkannya karena keinginan yang kuat.
ii.
Kealpaan (culpa) Sikap batin dalam kelalaian terletak pada dua hal:
Ketiadaan pikir sama sekali
Pemikiran bahwa akibat tidak akan terjadi
Unsur-unsur di luar perumusan yaitu: 1. Melawan hukum (materiil) tindak pidana tidak hanya ditinjau sesuai ketentuan hukum yang tertulis, namun juga harus ditinjau dari asas-asas hukum umum yang tidak tertulis. 2. Kesalahan dalam arti materiil dapat dipersalahkan sehingga dapat dipertanggungjawabkan.
SAP 5 Penggolongan tindak pidana dan jenis-jenis tindak pidana Delik Kejahatan (misdrijf)
Delik Pelanggaran (overtreding)
1. Keterangan MvT:
1. Keterangan MvT:
Rechtsdelicten perbuatan yang pantas
Wetsdelicten baru dianggap tidak
dipidana/tercela sebelum UU dinyatakan
baik setelah ada UU
2. Buku II KUHP 3. Lebih
berat
2. Buku III KUHP dari
pelanggaran
didominasi ancaman pidana penjara 4. Percobaan : dipidana
3. Lebih ringan dari kejahatan tidak ada pidana penjara, hanya kurungan dan denda
Membantu : dipidana
4. Percobaan : tidak dipidana
Daluwarsa : lebih panjang
Membantu : tidak dipidana
Delik aduan : ada
Daluwarsa : lebih pendek
Aturan tentang Gabungan berbeda
Delik aduan : tidak ada Aturan tentang Gabungan berbeda
Delik Formil ( formeel delict )
Delik materiil (materieel delict )
Delik dianggap selesai apabila tindakan yang
Delik dianggap selesai apabila akibat yang
dilarang / diancam dengan hukuman selesai
dilarang / diancam dengan hukuman timbul.
dilakukan. Timbul / tidaknya akibat tidak
Cara merumuskan delik materiil:
dipersoalkan.
a. Akibat terlarang dirumuskan secara tegas di samping unsur perbuatan (Contoh: Pasal 285 KUHP, 378 KUHP)
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
b. Akibat terlarang sudah terdapat pada unsur tingkah lakunya (Contoh; Pasal 338 KUHP) c. Unsur tidak dicantumkan secara tegas, namun akibat terlarang ada (Contoh: Pasal 351 KUHP) Tindak Pidana Sengaja ( doleus delicten) Dilakukan
dengan
kesengajaan
Tindak Pidana Kelalaian (culpooze delicten) atau
mengandung unsur kesengajaan
Dilakukan dengan kelalaian, kurang hatihati, tidak karena kesengajaan.
Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan unsur kesengajaan dan unsur kealpaan. Contoh: Ps 287, Ps480 Commissionis) Tindak Pidana Aktif ( Delicta Commissionis
Ommissionis) Tindak Pidana Pasif ( Delicta Ommissionis
Tindak
Tindak
pidana
yang
perbuatannya
pidana
yang
perbuatannya
merupakan perbuatan aktif / perbuatan
merupakan perbuatan pasif seseorang
materiil melanggar larangan
tidak melakukan kewajiban hukumnya pada kondisi tertentu. Ada 2 macam, yaitu: a. Tindak
pidana
pasif
murni
:
melanggar perintah dengan tidak berbuat b. Tindak pidana pasif yang tidak murni (delicta
commissionis
per
Omissionem ) : pelanggaran terhadap
suatu larangan seorang ibu yang tidak menyusui anaknya dan tidak memberi makan hingga anak itu mati Tindak Pidana Biasa / Bukan Aduan
Tindak Pidana Aduan
Tindak pidana yang dapat dituntut tanpa
Tindak pidana yang hanya dapat dituntut
diperlukan pengaduan.
apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Pasal 72-75 KUHP, Pasal 287 ayat (2), Pasal 335 ayat (2). Delik aduan ada 2, yaitu: 1. Delik aduan absolut pada dasarnya membutuhkan
pengaduan
sebagai
syarat penuntutan. Pasal 319 KUHP. 2. Delik aduan relatif pengaduan sebagai syarat
untuk
menuntut
pelakunya,
bilamana orang yang bersalah dengan orang yang dirugikan memiliki hubungan khusus. Pasal 367 ayat (2) KUHP.
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
delicten) Delik Berdiri Sendiri ( Zelfstandige delicten
Delik Berlanjut (voortgezetta delicten)
Terdiri atas satu delik yang berdiri sendiri.
Kumpulan dari beberapa delik yang berdiri sendiri, yang karena sifatnya dianggap sebagai satu delik. Ketentuan: Pasal 64 KUHP. Dikenakan satu sanksi terhadap terdakwa.
Aflopende Delicten) Delicten) Delik Selesai ( Aflopende
Satu
atau
lebih
tindakan
Delik Berlangsung Terus untuk
(Voortdurende
delicten)
menyelesaikan suatu kejahatan.
Satu
atau
lebih
tindakan
untuk
Pasal 362, Pasal 338
menimbulkan keadaan yang bertentangan dengan norma. Pasal 124 ayat (2) angka 4, 228, dan 261 ayat (1) KUHP
Delik Tunggal
Delik Berangkai
Satu tindakan yang dapat membuat pelaku
Perbuatan
dipidana
(berturut-turut) agar pelaku dapat dipidana.
Contoh: Pasal 362, 338
Biasanya dalam bentuk mata pencaharian,
yang
dilakukan
berkali-kali
misal: mucikari. Pasal 296, 481 KUHP. Delik Propria
Delik Komuna
Hanya dapat dilakukan oleh orang yang
Dapat dilakukan oleh setiap orang.
memiliki sifat tertentu, misalnya pegawai negeri, nakhoda, ibu, pegawai militer Delik Politik
Delik Komuna
Delik yang mengandung unsur politik
Tidak mengandung unsur politik
Pasal 107 107 dan 104 KUHP Delik Pokok / Sederhana
Delik dengan pemberatan (kualifikasi)
Delik berbentuk pokok sesuai rumusan
Delik dalam bentuk pokok, yang karena di
dalam UU
dalamnya
Pasal 351 ayat (1)
memberatkan
terdapat maka
keadaan
yang
hukuman
yang
diancamkan diperberat. Pasal 351 ayat (2) Delik dengan keadaan meringankan (privilege) Delik dalam bentuk pokok, yang karena di dalamnya terdapat keadaan yang meringankan maka hukuman yang diancamkan diperringan. Pasal 308, 364
SAP 6 [COMING SOON] TENTANG AJARAN KAUSALITAS a. Pengertian
USAHA + DOA = HASIL
Disusun oleh Dominique Virgil
b. Beberapa ajaran kausalitas c. Tindak pidana yang memerlukan memerlukan ajaran kausalitas TENTANG SIFAT MELAWAN HUKUM a. Arti melawan hukum b. Alasan dicantumkan / tidak dicantumkannya sifat melawan hukum dalam perumusan tindak pidana beserta akibat hukumnya
USAHA + DOA = HASIL