ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
SKRIPSI
OLEH ERWIN SYAHWIL NASUTION 1210223065
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
OLEH
ERWIN SYAHWIL NASUTION 1210223065
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2016
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Saya mahasiswa/dosen/tenaga kependidikan* Universitas Andalas yang bertanda tangan di bawah ini: Nama lengkap No. BP/NIM/NIDN Program Studi Fakultas Jenis Tugas Akhir
: Erwin Syahwil Nasution : 1210223065 : Agribisnis : Pertanian : TA D3/Skripsi/Tesis/Disertasi/.............................................**
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Andalas hak atas publikasi online Tugas Akhir saya yang berjudul: “Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Universitas Andalas juga berhak untuk menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola, merawat, dan mempublikasikan karya saya tersebut di atas selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Padang Pada tanggal 1 September 2016 Yang menyatakan,
(Erwin Syahwil Nasution)
* pilih sesuai kondisi ** termasuk laporan penelitian, laporan pengabdian masyarakat, laporan magang, dll
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu lah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahui. (Q.S. Al- ‘alq ayat 1-5)”. “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Q.S. Ar-Rahman ayat 13). Syukur Alhamdulillah Ya Allah.... Sebuah perjuangan telah kulalui. Bersujudku kehadapanMu.. Ya Allah... Sebagai rasa syukurku atas semua Rahmat dan KaruniaMu... Kupersembahkan karya kecil ini kepada : Ayah dan Umakku yang telah memberikan dukungan yang sangat besar kepada anak sulungmu ini, jasamu takkan tergantikan. Adik-adikku tersayang (Rizki & Farhan) yang memberiku semangat dengan senyuman kalian. Tiada kekuatan yang lebih hebat selain keluarga. Terima kasih buat tempatku berproses keluarga besar AgITC FP-Unand, HMI Komisariat Pertanian dan Himagri FP-Unand. Tak lupa juga kepada kawan kontrakan (Rifki, Rozy, Andri, Jefri, Yudi, Sakban), dan juga kepada Rival, Vindo, Randhi, Farras, Ridho, Dika, Fandi, Fadhli, Eki, Joni, Tifany dan Windi teristimewa kepada kawan-kawan 12 Langkah Kaki ( Agribisnis 12). Semoga kesuksesan selalu mengiringi kita semua..
BIODATA Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 30 Mei 1994 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Eddi Darwin dan Siti Khodijah. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) ditempuh di SD Negeri Kadu 1 Curug Tangerang (2000-2006). Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMP Negeri 1 Curug Tangerang (2006-2008), kemudian penulis pindah ke SMP Negeri 1 Kotanopan (2008-2009). Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMK Negeri 1 Kotanopan, lulus pada tahun 2012. Pada tahun 2012 penulis diterima di Fakultas Pertanian Universitas Andalas Program Studi Agribisnis.
Padang, 24 Juni 2016
Erwin Syahwil Nasution
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa Muarasiambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal”. Shalawat beriring salam tidak lupa disampaikan buat Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lora Triana S.P.,M.M selaku dosen pembimbing I dan Bapak Cipta Budiman S.Si.,M.M selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen undangan Bapak Ir. Muhammad Refdinal M.S, Bapak Ir. Yusri Usman M.S, dan Ibu Ir. Zelfi Zakir M.Si atas petunjuk dan saran yang diberikan. Kemudian ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Pertanian Universitas Andalas, Bapak Ketua dan Sekretaris Jurusan Agribisnis, karyawan tata usaha, teman-teman dan pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih seluruh petani sampel di Desa Muara Siambak yang telah meluangkan waktunya untuk wawancara dengan penulis. Kemudian ucapan terima kasih kepada kedua orangtua dan kedua adikku yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Padang, 24 Juni 2016
E.S.N.
vii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
ABSTRAK ........................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
9
A. Deskripsi Padi Sawah .........................................................................
9
B. Teknik Budidaya Padi Sawah .............................................................
9
C. Panen dan Pasca Panen....................................................................... 11 D. Konsep Usahatani dan Manajemen Usahatani ................................... 12 E. Klasifikasi Petani ................................................................................ 17 F. Struktur Penguasaan Lahan ................................................................ 19 G. Sistem Bagi Hasil Pertanian ............................................................... 22 H. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 29 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 31 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 31 B. Metode Penelitian ............................................................................... 31 C. Metode Pengambilan Sampel ............................................................. 32 D. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 32 E. Variabel yang Diamati ........................................................................ 33 F. Analisis Data ....................................................................................... 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 36 viii
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian.................................................. 36 B. Identitas Petani Responden................................................................. 37 C. Gambaran Umum dan Kultur Teknis Petani Responden ................... 42 D. Deskripsi Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil ...................................... 53 E. Analisis Pendapatan Petani Penggarap ............................................... 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 64 A. Kesimpulan ........................................................................................ 64 B. Saran ................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 68
ix
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Informan Kunci
32
2.
Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
37
Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
37
Identitas Petani Sampel di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
39
Kelemahan dan Kelebihan Padi Varietas Ciherang Menurut Petani Sampel
42
6.
Pengolahan Tanah Oleh Petani Sampel Serta Anjuran
43
7.
Pelaksanaan Penyemaian Oleh Petani Sampel Serta Anjuran
3.
4.
5.
45 8.
Pelaksanaan Penanaman Oleh Petani Sampel Serta Anjuran
46
9.
Penyiangan dan Penyulaman Oleh Petani Sampel Serta Anjuran
47
10.
Pelaksanaan Panen Oleh Petani Sampel
49
11.
Penggunaan Sarana Produksi Pupuk Oleh Petani Sampel Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
51
Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi dengan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
52
Bentuk Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
54
Bentuk Perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
57
Lama perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
57
Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
61
12.
13.
14.
15.
16.
x
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 di Provinsi Sumatera Utara 68 2.
Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 Menurut Kecamatan di kabupaten Mandailing Natal
69
Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija Menurut Jenis Tanaman tahun 2014
70
4.
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
71
5.
Data Petani Penggarap Berdasarkan Luas Lahan Garapan dengan sistem kerjasama dan bagi hasil
72
Kultur Teknis Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015
73
Identitas Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal
75
8.
Deskripsi Padi Varietas Ciherang dan Inpari Sidenuk
76
9.
Jumlah Pemakaian Benih Petani Penggarap Di Desa Muara SiambaknKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015
77
Jumlah Pemakaian Pupuk Petani Penggarap Di Desa Muara SiambakKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015
78
Biaya Pupuk Yang Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per Musim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
79
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengolahan Lahan Permusim Tanam di Desa Muara SiambakKec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juli-Oktober 2015
81
3.
6.
7.
10.
11.
12.
13.
Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan PengolahanLahan Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober
xi
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
2015 Pemakaian Tenaga Dalam Keluarga Pada Kegiatan Persemaian Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemupukan Permusim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
82
83
84
85
86
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penyiangan Dan Penyulaman Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam JuliOktober 2015
87
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengendalian HPT Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
88
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
89
Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
90
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Perluas Lahan Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam JuliOktober 2015
91
Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Perhektar Per Musim Tanam Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-
xii
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
Oktober 2015
92
Data Penggunaan Pestisida Dan Biaya Penggunaan Pestisida Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Per-Hektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
93
Biaya Panen Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
94
Biaya Angkut Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
95
Biaya Irigasi Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan dan Perhektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
96
Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Perluas Lahan Pada Musim Tanam JuliOktober 2015
97
Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per-Hektar Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
98
Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Penggarap Perluas Lahan Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
100
Produksi, Penerimaan dan Pendapatan Petani Penggarap Per Hektar Di Desa Muara Siambak Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
101
xiii
ANALISIS PENDAPATAN PETANI PENGGARAP PADA USAHATANI PADI SAWAH (Oryza sativa) DI DESA MUARA SIAMBAK KECAMATAN KOTANOPAN KABUPATEN MANDAILING NATAL
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah dan menganalisis pendapatan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan data primer dan sekunder. Analisa data dilakukan secara deskriptif untuk tujuan pertama, yaitu: mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah dan secara kuantitatif untuk tujuan kedua, yaitu: untuk menganalisis pendapatan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga bentuk sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan, yaitu a) mardua (biaya ditanggung petani penggarap), b) mardua (biaya ditanggung bersama), dan marduaparlima (biaya ditanggung bersama). Hasil analisa pendapatan, rata-rata pendapatan petani penggarap sebesar Rp.5.752.079/Ha/MT dan rata-rata pendapatan petani penggarap perluas lahan sebesar Rp.1.720.637/Ha/MT. Pendapatan petani penggarap menurut sistem bagi hasil, yaitu sistem mardua (biaya ditanggung bersama) sebesar Rp.6.159.833/Ha/MT, sistem mardua (biaya ditanggung petani penggarap) sebesar Rp.5.898.302/Ha/MT dan sistem marduaparlima (biaya ditanggung bersama) sebesar Rp.3.611.235/Ha/MT. Saran yang diberikan adalah agar petani dapat mengikuti budidaya yang dianjurkan oleh PPL dan memperbaiki teknik budidaya yang dilakukan selama ini sehingga produksi padi dapat meningkat. Pemerintah beserta akademisi memberikan edukasi mengenai bagi hasil pertanian kepada pemilik lahan dan petani penggarap sehingga dalam praktik bagi hasil pertanian memberikan manfaat yang seharusnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan bagi hasil pertanian. Kata kunci : usahatani, petani penggarap, bagi hasil, pendapatan
xiv
xv
ANALYSIS OF TENANT FARMERS’ INCOME FROM RICE FARMING (Oryza sativa) IN VILLAGE OF MUARA SIAMBAK KOTANOPAN SUBDISTRICT OF MANDAILING NATAL DISTRICT
Abstract
This study was aimed at describing the system of cooperation and profitsharing of rice farming, and analyzing the income of tenant farmers in the village of Muara Siambak Kotanopan Subdistrict of Mandailing Natal District. This study used survey method and collected primary and secondary data. The data were analyzed descriptively to describe the system of cooperation and profit-sharing of the rice farming, while quantitative analysis was applied to achieve the second objective of analyzing tenant farmers’ income in the village of Muara Siambak Kotanopan Subdistrict of Mandailing Natal District. The results showed that there were three forms of cooperation and profit-sharing systems existed between tenant farmers and landowners namely; a) Mardua (costs borne by tenant farmers), b) Mardua (costs were shared), and marduaparlima (costs were shared). Income analysis showed the average income of tenant farmers per cropping season was Rp. 5.752.079/Ha and the average income of tenant farmers for cultivated area per cropping season was Rp. 1.720.637. Income of tenant farmers for each cropping season from a) Mardua (costs were shared) profit sharing system was Rp. 6.159.833/Ha, b) Mardua (costs borne by tenant farmers) profit sharing system was Rp. 5.898.302/Ha, and c) marduaparlima (cost were shared) profit sharing system was Rp. 3.611.235/Ha. In order to increase farmers’ trincome and to get higher productivity the study suggested that farmers should be guided by extension worker to improve rice farming techniques. Local governments and academicians were expected to provide education about the profit-sharing in agriculture to the landowners and tenant farmers so in practical profit-sharing in agriculture would provide benefits to the parties involved. Keywords: rice farming, tenant farmers, profit-sharing, income
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk dan tenaga kerja yang hidup atau bekerja disektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Dengan ciri perekonomian agraris, maka lahan pertanian merupakan faktor produksi yang sangat besar artinya bagi petani. Perbedaan penguasaan terhadap jumlah dan mutu lahan mengakibatkan perbedaan produksi dan pendapatan dalam sektor pertanian. Pendapatan yang diterima oleh petani menentukan pola konsumsi dan tabungan petani (Mubyarto, 1994:8). Bagi bangsa Indonesia, tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa dan sekaligus merupakan kekayaan Nasional. Sebagian besar rakyatnya menggantungkan hidup dan kehidupannya pada tanah, terutama bidang pertanian. Tanah dalam masyarakat agraris mempunyai kedudukan yang sangat penting sehingga harus diperhatikan peruntukkan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, baik secara perorangan maupun gotong royong. Dinyatakan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang banyak memberikan sumber kehidupan bagi rakyat Indonesia dan penting dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut diantaranya berkaitan dengan letak geografis dan jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian, sehingga memungkinkan pengembangan sektor ini sebagai salah satu usaha dalam memacu pembangunan nasional. Salah satu sektor pertanian yang masih akan terus dikembangkan adalah tanaman pangan. Sektor pertanian ini diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan terutama tanaman padi yang cukup bagi kehidupan masyarakat bangsa ini (Soekartawi, 2003:10). Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya sebagai sumber penyediaan kebutuhan
2
pangan pokok yaitu berupa beras. Beras berkaitan erat dengan kebutuhan rakyat banyak dan dapat dijadikan sebagai alat politik. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan beras pun semakin meningkat. Namun, produksi padi cenderung stagnan bahkan menurun dan kondisi kesejahteraan petani itu sendiri juga terus mengalami penurunan (Mariyah, 2008 dalam Pane 2014:1). Berdasarkan hasil Sensus Pertanian (ST2013) padi merupakan komoditas unggulan Sumatera Utara. Ini dapat dilihat dari perkembangan luas panen dan produksi padi di Sumatera Utara selama tahun 2004-2014 rata-rata mengalami kenaikan per tahun. Pada tahun 2004 produksi padi sawah sebesar 3.214.782 ton dan pada tahun 2014 mencapai 3.490.516 ton (lampiran 1) (Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2015). Perkembangan luas lahan dan produksi padi sawah di Kabupaten Mandailing Natal dari tahun ke tahun secara umum mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 produksi sebesar 177.858,51 ton, menjadi 181.013 ton pada tahun 2014 (Lampiran 2) (Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2015). Padi sawah di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, merupakan komoditas dengan produksi tertinggi, yaitu 8.003,94 ton pada tahun 2014 dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, dengan luas panen 1.646,90 Ha (lampiran 3) dibandingkan dengan produksi tanaman pangan lainnya, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kacang kedelai. Ini menunjukkan bahwa padi sawah merupakan usahatani yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat. Menurut Mosher (1986:57), usahatani merupakan himpunan dari sumbersumber alam yang ada di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian, seperti tubuh tanah, air, sinar matahari, bangunan yang didirikan diatas tanah tersebut dan sebagainya. Menurut Rachmat (2010:99), secara umum terdapat empat jenis struktur penguasaan lahan di Indonesia, yaitu (a) sistem sewa, (b) sistem gadai, (c) sistem sumbatan/gotong royong, dan (d) sistem sakap/bagi hasil. Pemilik tanah adalah orang yang yang mempunyai tanah pertanian yang karena keadaan tertentu menyerahkan pengerjaan tanah pertanian kepada orang lain. Petani penggarap adalah orang yang mengerjakan tanah pertanian orang lain dan
3
mendapatkan bagian dari hasil sawah sesuai dengan cara pembagian yang telah disepakati. Petani di dalam mengelola lahan usahataninya lebih menitikberatkan pertumbuhan pada tingkat kesesuaian lahan dan agroekosistem dengan komoditi yang akan diusahakan dan penekanan pada usaha untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Dengan semakin meningkatnya biaya kebutuhan hidup menuntut mereka untuk mempertimbangkan untung ruginya terhadap komoditi yang mereka usahakan untuk memperoleh pendapatan dalam berusahatani. Pendapatan adalah penerimaan bersih petani setelah dikurangi oleh pengeluaran petani selama kegiatan usatani. Oleh karenanya analisis usahatani di dalam setiap kegiatan usahatani merupakan bahan pertimbangan penting di dalam menetapkan suatu usaha (Jafar, 2003:66). Seperti yang dikemukakan oleh Wiradi dan Makali (1984) dalam Winarso (2012:144), bahwa hubungan antara besarnya pendapatan hasil usahatani dengan
tingkat penguasaan lahan menunjukkan distribusi pendapatan yang dikaitkan dengan strata luas pemilikan tanah semakin besar luas tanah milik semakin besar pula pendapatan rata-rata rumah tangga. Dengan demikian, rumah tangga yang memiliki tanah luaslah yang mempunyai jangkauan lebih besar ke sumber nonpertanian. Besarnya kontribusi pendapatan usahatani padi sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor: 1) Adanya kontinyuitas usahatani sawah dengan pola tanam dua kali setahun, 2) Sistem pengairan sawah, sebagian besar adalah irigasi teknik sehingga memungkinkan tanaman padi lebih dominan dibanding tanaman lainnya, 3) Kesempatan untuk memperoleh pendapatan diluar sektor pertanian rendah Darwis (2008:12). Sementara itu menurut Darwis (2008:3) ada tiga faktor utama yang mempengaruhi pendapatan petani, yaitu penguasaaan lahan, pemakaian benih berlabel dan penggunaan pupuk yang berimbang. Besarnya penguasaaan lahan akan berdampak langsung ke pendapatan usahatani, petani yang menguasai lahan yang besar tentunya akan mendapatkan pendapatan yang besar pula. Dengan kata lain, eksistensi lahan dapat digarap sebagai tumpuan dalam produksi usahatani yang dapat mendatangkan kesempatan kerja dan perolehan imbalan (pendapatan).
4
Usahatani dikatakan efektif bila petani produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang kuasai) sebaik-baiknya. Usahatani dikatakan efisien bila pemanfaatan sumber daya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995:1). Komponen biaya di dalam usahatani senantiasa dievaluasi karena komponen biaya tersebut selalu berubah setiap saat. Perubahan penggunaan teknologi otomatis mengubah biaya produksi. Dengan demikian analisis usahatani harus secara terus menerus dilakukan agar diperoleh suatu hasil yang menguntungkan (Jafar, 2003:67). B. Rumusan Masalah Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Kecamatan Kotanopan terutama subsektor tanaman pangan dan perkebunan. Komoditas utama pada subsektor tanaman pangan adalah padi sawah. Desa Muara Siambak merupakan salah satu desa di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang 93% penduduknya adalah petani (lampiran 4). Tanaman yang paling banyak diusahakan di desa ini adalah padi. Usahatani padi sawah yang diusahakan oleh petani merupakan usahatani subsisten, dimana semua hasil dari usahatani digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan, merupakan petani yang melakukan dua kali tanam dalam setahun. Pada musim tanam satu, yaitu pada bulan Desember sampai bulan April. Musim tanam dua, yaitu pada bulan Juni sampai Oktober. Pada musim tanam satu, lahan diberakan (diistirahatkan) selama 1 bulan, yaitu bulan Mei. Sedangkan pada musim tanam dua, lahan diberakan (diistirahatkan) selama 2 bulan, yaitu bulan November dan Desember. Sebagian besar petani di Desa Muara Siambak merupakan petani penggarap, yaitu petani yang mengusahakan tanah orang lain yang dalam mengusahakan lahan pertanian untuk usahatani padi sawah dengan sistem bagi hasil. Dalam tatanan pertanian pedesaan, secara garis besar sistem penguasaan lahan dapat diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai. Status hak milik adalah lahan yang dikuasai dan dimiliki oleh perorangan atau kelompok atau lembaga/organisasi. mengemukakan bahwa status sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai adalah bentuk-bentuk penguasaan lahan
5
dimana terjadi pengalihan hak garap dari pemilik lahan kepada orang lain (Pakpahan dalam Mardiyaningsih, 2010:121). Bagi hasil merupakan salah satu sarana tolong menolong bagi sesama manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pihak yang mempunyai lahan menyerahkan lahannya kepada pihak petani atau penggarap untuk diusahakan sebagai lahan yang menghasilkan, sehingga pihak pemilik lahan dapat menikmati dari hasil lahannya, dan petani yang sebelumnya tidak memiliki lahan untuk bercocok tanam juga dapat berusaha serta dapat memperoleh hasil yang sama dari lahan tersebut. Dalam bagi hasil pertanian sawah, bukan tanah yang menjadi tujuan utamanya, akan tetapi mengenai pekerjaan dan hasil dari tanah tersebut. Objek dari perjanjian bagi hasil pertanian sawah ini adalah hasil dari tanah tersebut, juga tenaga dari orang yang mengerjakannya, sedangkan subjek dari bagi hasil pertanian sawah adalah pemilik tanah dan penggarap sawah. Dalam perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh petani penggarap dengan pemilik lahan di Desa Muara Siambak dilakukan berdasarkan dengan saling percaya, tidak memerlukan surat perjanjian antara petani penggarap dengan pemilik. Petani penggarap dengan pemilik bersama-sama dalam menentukan bagi hasil dan kemudian untuk pembagian bagi hasil dilakukan setelah musim panen. Imbangan bagi hasil yang umumnya dilakukan antara petani penggarap dan pemilik lahan di Desa Muara Siambak adalah 50:50 (maro). Petani penggarap menggarap lahan mulai dari pengolahan tanah sampai dengan panen dan pemilik lahan berkontribusi tanah dan sarana produksi (bibit, pupuk, dan pestisida). Ketika panen, pemilik lahan datang secara langsung ke lahan yang digarap oleh petani penggarap. Sehingga pembagian hasil dilakukan secara langsung di lahan garapan. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung oleh pemilik tanah dan penggarap. Ketika terjadi penurunan produksi saat panen yang diakibatkan oleh serangan hama dan penyakit, maka dalam pembagian hasil panen adalah sesuai dengan jumlah produksi ketika panen dan perjanjian kerjasama antara petani penggarap dengan pemilik tanah yang telah disepakati sebelumnya. Resiko seperti ini merupakan kendala bagi petani karena dengan penurunan produksi,
6
maka akan berdampak pada imbangan bagi hasil yang pada akhirnya mempengaruhi
pendapatan
petani
penggarap.
Dalam
perbedaan
sistem
kepemilikan lahan ini tentunya akan menimbulkan perbedaan dalam tingkat penerimaan dan pendapatan petani. Imbangan bagi hasil antara penggarap dengan pemilik lahan adalah dalam bentuk gabah. Petani di Desa Muara Siambak merupakan petani penggarap dengan luas lahan garapan yang relatif kecil, yaitu <0,5 ha (lampiran 5). Pada musim tanam petani hanya menanam padi, tidak ada melakukan melakukan tumpang sari atau pergiliran tanaman. Pada saat lahan diberakan (diistirahatkan), petani tidak ada yang memanfaatkan lahan garapannya. Sehingga selama masa pemberaan lahan sawah tersebut dibiarkan saja. Dengan melakukan tumpang sari dan pergiliran tanaman sesungguhnya akan menguntungkan bagi petani, seperti memutus siklus perkembangbiakan hama dan penyakit tanaman, dan menjaga kesuburan tanah, sehingga petani dapat mengoptimalkan dalam pemanfaatan lahan garapannya yang akan meningkatkan produktivitas petani baik dari segi produktivitas lahan dan segi ekonomis, yaitu pendapatan petani. Perjanjian bagi hasil yang disepakati antara pemilik lahan dengan petani penggarap, tidak ada mencakup kesepakatan bagi petani untuk dapat menggarap lahan tersebut setelah masa panen. Bagi petani penggarap kesempatan kerja dan peluang berusaha relatif lebih terbatas dibanding petani pemilik lahan. Setidaknya kesempatan kerja di usahatani, bagi petani yang menguasai lahan sumber pendapatan lain dapat dilakukan melalui beragamnya komoditas atau pola tanam yang diusahakan. Selain itu dengan lahan yang dikuasai petani pemilik lahan dapat melakukan akumulasi nilai tambah dari hasil usaha untuk kegiatan yang lebih beragam. Sementara itu pada petani penggarap di Desa Muara Siambak yang 93% penduduknya merupakan petani penggarap dengan modal utama tenaga kerja yang dimiliki maka peluang seperti yang dimiliki pemilik lahan kurang dapat diakses. Pada petani penggarap yang berlahan sempit, mereka memiliki persediaan yang cukup dalam input tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. Karena lahan mereka sempit, mereka cukup menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk mengelola usahataninya. Tenaga kerja sebagai modal utama rumah tangga tani sebahagian besar besar sudah tercurahkan pada kegiatan pertanian,
7
sehingga kurang akses petani penggarap terhadap sektor non-pertanian. Dengan demikian, pendapatan petani penggarap di Desa Muara Siambak yang berasal dari usahatani padi sawah dengan sistem bagi hasil adalah untuk pemenuhan kebutuhan keluarga sehari-hari. Sehingga petani penggarap dalam menggarap lahan milik orang lain tidak berorientasi pada keuntungan. Menurut
Soekartawi
(2006:32),
adanya
kewajiban-kewajiban
dan
kemungkinan keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak dalam hal status kepemilikan lahan tersebut menyebabkan adanya perbedaan motivasi petani dalam mengerjakan lahannya. Dalam hal upaya meningkatkan produksi misalnya, antara petani pemilik penggarap dengan petani penggarap dapat terjadi motivasi yang berbeda karena perbedaan sistem penguasaan lahan. Petani penggarap termotivasi untuk meningkatkan produksi. Karena tidak seluruh produksi akan dinikmati sendiri, karena harus berbagi dengan pemilik lahan. Oleh karena itu, petani penggarap berusaha untuk mengoptimalkan lahan yang digarapnya untuk memperoleh pendapatan dalam berusahatani. Seringkali perbedaan kepemilikan lahan petani mempunyai pengaruh penting terhadap hasil usahatani di suatu wilayah. Perbedaan kepemilikan lahan ini berhubungan erat dengan penggunaan masukan dan pendapatan yang diperoleh. Mengingat pada umumnya petani penggarap di Desa Muara Siambak dalam mengolah lahan garapannya dengan sistem bagi hasil dan hasil yang didapatkan dari usahatani padi sawah adalah pemenuhan kebutuhan sehari-hari, bukan untuk tujuan komersial. Pendapatan padi sawah merupakan selisih dari penerimaan dengan biaya yang dibayarkan, dengan demikian dapat dilihat sejauh mana peranan usahatani padi sawah dengan sistem kerjasama dan bagi hasil terhadap pendapatan rumah tangga petani penggarap di Desa Muara Siambak. Oleh karena itu, dengan mengkaji Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah di Desa Muara Siambak, Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandaliling Natal, peneliti ingin melihat bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil yang ada dan pendapatan petani penggarap dengan adanya sistem bagi hasil tersebut, maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut:
8
1. Bagaimana sistem kerjasama dan bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal? 2. Seberapa besar pendapatan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil? C. Tujuan Penelitian Untuk menjawab rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian adalah: 1. Mendeskripsikan sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. 2. Menganalisis pendapatan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Hasil penelitian ini di harapkan dapat sebagai dasar guna penelitian selanjutnya dan untuk memberikan gambaran pelaksanaan perjanjian Bagi Hasil (tanah pertanian), dalam praktek serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan mengenai bagi hasil. 2. Sebagai informasi bagi petani untuk pengambilan keputusan dalam pelaksanaan bagi hasil.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi Padi Sawah Klasifikasi botani padi sawah sebagai berikut: Kingdom
: Plantae (tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (menghasilkan biji)
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae (berkeping satu/monokotil)
Ordo
: Poales
Famili
: Graminae
Genus
: Oryza Linn.
Spesies
: Oryza sativa L.
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Tanaman pertanian kuno ini berasal dari dua benua, yaitu Asia dan Afrika Barat tropis dn subtropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zheijiang (Cina) dimulai pada 3.000 tahun SM (Purwono, 2013:9). Terdapat 25 spesies Oryza. Jenis ini dikenal dengan O. sativa dengan dua subspesies. Pertama, yaponica (padi bulu) yang ditanam di daerah subtropis. Kedua, indica (padi cere) yang ditanam di Indonesia. Berdasarkan sistem budidaya, padi dibedakan menjadi dua tipe, yaitu padi kering (gogo) dan padi sawah. Daerah sentra produksi padi adalah Pulau Jawa, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Selatan (Purwono, 2013:13). B. Teknik Budidaya Padi Sawah 1. Penyiapan Lahan Waktu pengolahan tanah yang baik tidak kurang dari 4 minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah terdiri dari pembajakan, garu, dan perataan. Sebelum diolah, lahan digenangi air terlebih dahulu sekitar 7 hari. Pada tanah ringan, pengolahan tanah cukup dengan 1 kali bajak dan 2 kali garu, lalu lakukan
10
perataan. Pada tanah berat, pengolahan tanah terdiri dari 2 kali bajak, 2 kali garu, kemudian diratakan (Purwono, 2013:17). 2. Pemilihan Benih Benih yang digunakan disarankan bersertifikat/berlabel biru. Pada setiap musim tanam perlu adanya bergiliran varietas benih yang digunakan dengan memperhatikan ketahanan terhadap serangan wereng dan tungro (Purwono, 2013:17). Kebutuhan benih berkisar 20-25 kg/ha. sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu dalam larutan air garam (200 g garam per liter air) (Purwono, 2013:17). 3. Penyemaian Lahan penyemaian dibuat bersamaan dengan penyiapan lahan untuk penanaman. Untuk luas tanam satu hektar, dibutuhkan lahan penyemaian seluas 500 m2. Pada lahan persemaian tersebut dibuat bedengan dengan lebar 1-1,25 m dan pajangnya mengikuti panjang petakan untuk memudahkan penebaran benih. Setelah bedengan diratakan, benih disebarkan diatas bedengan. Selanjutnya, disebarkan sedikit sekam sisa penggilingan padi atau jerami di atas benih. Tujuannya untuk melindungi benih dari hujan dan burung (Purwono, 2013:19). 4. Cara tanam Saat penanaman, kondisi lahan dalam keadaaan tidak tergenang atau macammacak. Jarak tanam yang dianjurkan adalah 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 15 cm atau jarak tanam jejer legowo 40 cm x 20 cm x 20 cm. Bibit yang ditanam berkisar 3 batang per lubang. Setelah tiga hari penanaman, air dimasukkan ke dalam lahan (Purwono, 2013:1). 5. Pemupukan Pupuk yang digunakan sebaiknya kombinasi antaa pupuk organik dan buatan. Pupuk organik yang diberikan dapat berupa pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 2-5 ton/ha. Pupuk organik diberikan saat pembajakan/cangkul pertama (Purwono, 2013:19). Dosis pupuk yang dianjurkan adalah 200 kg urea/ha, 75-100 kg SP-36, dan 75100 kg KCl/ha. Urea diberikan 2-3 kali, yaitu 14 HST, 30 HST, dan saat menjelang primordia bunga. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan saat tanam atau pada
11
14 H. Juka digunakan pupuk majemuk dengan perbandingan 15-1515, dosisnya 300 kg/ha. Penggunaan pupuk majemuk menguntungkan karena mengandung beberapa macam unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Pupuk majemuk diberikan setengan dodis pada saat berumur 14 HST, sisanya saat menjelang primordia bungan (50 HST) (Purwono, 2013:19). 6. Pemeliharaan Tanaman Pemberian air disesuaikan denga kebutuhan tanaman dengan mengatur ketinggian genangan. Ketinggian genangan dalam petakan cukup 2-5 cm. Genangan air yang lebih tinggi akan mengurangi pembentukan anakan. Prinsip pemberian air adalah memberikan air pada saat yang tepat, jumlah yang cukup dan kualitas air yang baik (Purwono, 2013:20). C. Panen dan Pasca Panen 1. Waktu dan Cara Panen Padi siap panen sekitar 30-40 hari setelah berbunga merata. Jika terlambat memanen padi, akan mengakibatkan banyak biji yang tercecer atau busuk sehingga mengurangi produksi. Waktu panen yang baik pada pagi hari, saat embun sudah menguap. Selain itu, lahan sebainya juga dalam kondisi kering, tidak baah atau tergenang air. Oleh karena itu, 10 hari menjelang panen sebainya sawah dikeringkan. Tujuan lain pengeringan sawah, yaitu untuk menyerempakkan pematangan gabah (Purwono, 2013:26). 2. Perontokan Padi yang telah dikumpulkan kemudian dirontokkan. Perontokan merupakan proses pemisahan bagian yang dimanfaatkan dari bagian yang tidk digunakan. Perontokannya dengan cara dibanting (gebot) atau dengan mesin perontok (thresher). Jika perontokan dilakukan dengan cara dibanting, padi dipanen dengan cara potong bawah. Namun, jika menggunakan thresher, sebaiknya padi dipanen dengan cara potong tengah atau atas (Purwono, 2013:27).
12
3. Pembersihan Pembersihan dilakukan dengan cara membuang benda-benda asing yang tidak diinginkan seperti aun, batang tanah dan lain-lain. Tujuannya agar benda-benda tersebut tidak terampur dengan hasil panen (Purwono, 2013:28). 4. Pengeringan Gabah segera dikeringkan setelah dirontokan dengan kadar airnya 14%. Tujuannya agar bahan dapat disimpan lebih lama tanpa ada penurunan mutu yang berarti. Produk tanaman pangan akan aman disimpan pada kadar air maksimum berkisar 9-14%. Biji biasanya dipanen saat kadar airnya masih tinggi (lebih dari 20%) (Purwono, 2013:28). Pengeringan dapat dilakukan dengan cara dijemur atau dengan mesin pengering (dryer). Ketebalan hamparan gabah 5-7 cm. Adapun ketebalan gabah dalam mesin pengering tergantung kapasitas mesin. Penjemuran sebainya di atas alas tikar, anyaman bambu, atau lantai semen (Purwono, 2013:28). 5. Pengangkutan Pengangkutan adalah segala bentuk pemindahan bahan sejak panen hingga ke tempat tujuan akhir. Untuk memudahkan pengangkutan dan mengurangi bahan tercecer, perlu pengepakan yang baik (Purwono, 2013:29). 6. Penyimpanan Penyimpanan adalah tempat bahan ditahan untuk sementara waktu dengan berbagai tujuan. Tempat atau ruang yang akan digunakan sebagai ruang simpan perlu memenuhi persyaratan tertentu seperi bersih, dan kering, tidak lembab, dan bebas dari serangan hama penyakit gudang. Gabah yang aman disimpan selama 6 bulan adalah gabah yang berkadar air maksimum 14% dan kadar kotorannya maksimum 3% (Purwono, 2013:29). D. Konsep Usahatani dan Manajemen Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
13
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang kuassai) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Soekartawi, 1995:1). Salah satu ukuran keberhasilan usahatani adalah pendapatan dan keuntungan. Produksi yang tinggi bukanlah satu-satunya hal yang penting, tetapi juga peningkatan pendapatan. Harga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan sedangkan keuntungan dipengaruhi oleh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama berusahatani (Mubyarto, 1986). Pentingnya analisa usahatani dilakukan adalah mengingat umumnya petani tidak mempunyai catatan usahatani sedangkan informasi tentang keragaman atau usahatani yag dilihat dari berbagai aspek. Hal ini sangat penting karena tipe-tipe usahatani pada setiap skala usaha dan tiap lokas berbeda satu sama lainnya arena adanya perbedaan karakteristik yang dimiliki usahatani yang bersangkutan (Soekartawi dkk, 1995). Fungsi analisa ini penting sebagai salah satu dasar upaya peningkatan produksi dan pendapatan daerah, juga penting untuk menyusun peluang investasi (Warisno, 1998:81). 1. Tenaga Kerja Dalam Usahatani Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam Suratiyah, 2011:21) adalah sebagai berikut : a) Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata, b) Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas, c) Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, da dispesialisasikan, d) Beranekaragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja kelarga dan tenaga kerja luar keluarga. Peranan anggota keluarga yang lain adalah sebagai tenaga kerja disamping juga sebagai tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga luar yang dipergunakan tergantung pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut (Suratiyah, 2011:21).
14
2. Produksi Usahatani Produksi adalah total fisik yang diperoleh produsen dalam melakukan kegiatan usahatani. Dalam memperoleh produksi yang maksimal, seorang petani akan mengalokasikan input dan faktor produksi seefisien mungkin guna tercapainya keuntungan yang maksimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) Faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan maam tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan sebagainya. (2) Faktor soial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resio ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan sebagainya (Soekartawi: 1995:4). 3. Biaya Usahatani Biaya usahatani merupakan nilai semua korbanan ekonomi yang diperlukan dan dapat diukur ataupun diperkirakan untuk menghasilkan suatu produk. Petani sebagai
pelaksana
mengharap
produksi
yang
lebih
besar
lagi
agar
memperolehpendapatan yang besar pula. Untuk itu, petani menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Adakalanya produksi yang diperoleh lebih besar (Suratiyah, 2011:60). Fator-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan sangatlah kompleks. Namun demikian, faktor tersebut dapat dibagi ke dalam dua golongan sebagai berikut: (1) Faktor internal, seperti umur petani, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, keterampilan, jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, modal. Faktor eksternal seperti, ketersediaan
input, harga input, permintaan
output, harga output . (2) faktor manajemen (Suratiyah, 2011:67). Menurut Soekartawi (1995:56) biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (1) Biaya tetap (fixed cost), biaya ini umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contohnya pajak. (2) Biaya tidak tetap (variabel cost) biassanya didefinisikan sebagai biaya yang besar
15
kecilnya dipengaruhi oleh produksi yag diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. 4. Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = (Py.Y)
(Suratiyah, 2011:61)
Dimana: TR = Total Penerimaan (Rp/ha/MT) Py = Jumlah Produksi (Kg/ha/MT) Y = Harga Jual (Rp/kg) 5. Pendapatan Usahatani Pendapatan terdiri dari pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Menurut Soekartawi (1995) pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual atau yang tidak dijual. Pendapatan bersih (net farm income) didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Untuk meningkatkan pendapatan pendapatan petani, diperlukan beberapa syarat antara lain: (1) Penggunaan tenaga kerja yang intensif, (2) Keterampilan yang memadai, (3) Peralatan dan sarana produksi yang memadai, (4) Perbaikan sistem pemasaran hasil pertanian. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang dibayarkan. Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR – Bt
(Soekartawi, 1995:58)
Dimana: Pd = Pendapatan usahatani (Rp/ha/MT) TR = Total penerimaan (Rp/ha/MT) Bt = Biaya yang dibayarkan (Rp/ha/MT)
16
6. Keuntungan Usahatani Keuntungan petani atau pendapatan bersih adalah selisih antara penerimaan dengan biaya total. Biaya total adalah seluruh biaya yang digunakan dalam berproduksi dari biaya yang dibayarkan, biaya yang diperhitungkan. K = (Xi.Hx) – (BT)
(Soekartawi, 1995:60)
K = Keuntungan usahatani padi sawah (Rp/ha/MT) Xi = Jumlah produksi (Kg/ha/MT) Hx = Harga jual (Rp/kg/MT) BT = Biaya total (Rp/kg/MT) Manajemen usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisisr, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang mereka miliki (yang dikuasai)
sebaik-baiknya
dan
mampu
memberikan
produksi
pertanian
sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari usahanya (Hernanto, 1993). Sejalan
dengan
majunya
pertanian,
para
petani
lebih
banyak
lagi
mengembangkan kemampuannya dalam mengelola usahataninya. Ia harus menentukan apakah ia akan membeli benih tunggal, pupuk, pestisida, atau alat baru serta apakah perlu menambah tenaga kerja untuk pekerjaan di lapangan (Mosher, 1973). Menentukan Hernanto (1993), untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil maka pemahaman terhadap prinsip teknik dan prinsip ekonomi menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pemahaman prinsip teknik meliputi: (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan, (b) perkembangan teknologi, (c) tingkat teknologi yang dikuasai, (d) daya dukung faktor yang dikuasai, (e) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar pengalaman orang lain. Pemahaman prinsip ekonomi meliputi (a) penentuan perkembangan harga, (b) kombinasi cabang usaha, (c) pemasaran hasil, (d) pembiayaan usahatani, (e) pengelolaan modal dan pendapatan, (f) ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. Perpaduan kedua prinsip itu tercermin dari keputusan yang diambil, agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan menerima resiko akan sangat tergantung pada tersedianya modal, status
17
petani, umur, lingkungan sosial, perubahan serta pendidikan dan pengalaman petani. E. Klasifikasi Petani Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha pertanian baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan. Petani tanaman dapat merupakan petani pemilik atau petani penggarap sesuai dengan yang dikemukakan Patong (1986) dalam (Hamidah, 2014:14) tentang klasifikasi petani : 1. Petani pemilik Petani pemilik ialah golongan petani yang memiliki tanah dan ia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya. Semua faktor-faktor produksi,baik berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah milik petanisendiri. Dengan demikian ia bebas menentukan kebijaksanaan usahataninya, tanpa perlu dipengaruhi atau ditentukan oleh orang lain. Golongan petani yang agak berbeda statusnya ialah yang mengusahakan tanahnya sendiri dan juga mengusahakan tanah orang lain (part owner operator). Keadaan semacam ini timbul karena persediaan tenaga kerja dalam keluarganya banyak.
Untuk
mengaktifkan
seluruh
persediaan
tenaga
kerja
ini,
ia
mengusahakan tanah orang lain. 2. Petani penyewa Petani penyewa ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri. Besarnya sewa dapat berbentuk produksi fisik atau sejumlah uang yang sudah ditentukan sebelum penggarapan dimulai. Lama kontrak sewa ini tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dan penyewa. Jangka waktu dapat terjadi satu musim, satu tahun, dua tahun atau jangka waktu yang lebih lama. Dalam sistem sewa, resiko usahatani hanya ditanggung oleh penyewa. Pemilik tanah menerima sewa tanahnya tanpa dipengaruhi oleh resiko usahatani yang mungkin terjadi.
18
3. Petani Penggarap Petani penggarap ialah golongan petani yang mengusahakan tanah orang laindengan sistem bagi hasil. Dalam sistem bagi hasil, resiko usahatani ditanggung olehpemilik tanah dan penggarap. Besarnya bagi hasil tidak sama untuk tiap daerah. Biasanya bagi hasil ini ditentukan oleh tradisi daerah-daerah masing-masing, kelas tanah, kesuburan tanah, banyaknya permintaan dan penawaran, dan peraturan negara yang berlaku. Menurut peraturan pemerintah, besarnya bagi hasil yang menjadi hak penggarap dan pemilik untuk tiap-tiap daerah Swatantara tingkat II ditetapkan oleh Bupati/Kepala Daerah yang bersangkutan, dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan penduduk, zakat yang disisihkan sebelum dibagi dan faktor-faktor ekonomis serta ketentuan-ketentuan adat setempat (UU No.2 Tahun 1960). Di samping kewajiban terhadap usahataninya, di beberapa daerah terdapat pula kewajiban tambahan bagi penggarap, misalnya kewajiban membantu pekerjaan di rumah pemilik tanah dan kewajiban-kewajiban lain berupa materi. Dalam usahataninya petani juga bertindak sebagai “manajer”. Keterampilan bercocok tanam atau menggembalakan ternak pada umumnya merupakan hasil kerja dari kemampuan fisiknya yang meliputi alat, tangan, mata dan kesehatan. Keterampilan sebagai “manajer” mencakup juga kegiatan-kegiatan otak yang didorong oleh kemauan Di dalamnya tercakup masalah pengambilan keputusan atau penetapan pilihan-pilihan dari alternatif-alternatif yang ada. Soetriono (2003) dalam Pane (2014:11) mengemukakan bahwa status petani dibedakan atas petani pemilik, berarti golongan petani yang memiliki tanah dan dia pulalah yang secara langsung mengusahakan dan menggarapnya; petani penyewa, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan jalan menyewa karena tidak memiliki tanah sendiri dan kontrak sewa tergantung pada perjanjian antara pemilik tanah dengan penyewa; petani penyakap, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain dengan sistem bagi hasil; petani pemilik penyakap, berarti golongan petani yang mengusahakan tanah orang lain; buruh tani, berarti petani yang digolongkan berdasarkan bagaimana cara mereka memperoleh tanah milik orang lain untuk dikerjakan.
19
Dalam menyelenggarakan usahatani, tentunya terdapat perbedaan status penguasaan lahan yang berbeda seperti petani pemilik penggarap, petani penyakap (bagi hasil), dan petani penyawa. Didalam usahatani padi terdapat perbedaan alokasi faktor yang yang dilalui oleh ketiga status petani tersebut, maka akan dapat menyebabkan perbedaan produksi yang dihasilkan oleh usahatani padi sawah mereka. Hal ini ternyata akan menyebabakan perbedaan pendapatan yang diterima petani diantara ketiga status lahan tersebut. Seringkali perbedaan kepemilikan lahan petani atau kelompok petani mempunyai pengaruh penting terhadap hasil usahatani di suatu wilayah. Perbedaan kepemilikan lahan ini berhubungan erat dengan penggunaan masukan dan keuntungan yang diperoleh. Pada kasus-kasus tertentu dimana pemilikan lahan mempunyai pengaruh terhadap proses produksi, sering dijumpai bahwa proporsi biaya yang dipikul oleh masing-masing pembuat keputusan (pemilik lahan) tidak proporsional dengan keuntungan yang dibagi. Keputusan yang diberikan tentu saja tidak akan sama di antara status kepemilikan lahan yang berbeda tersebut, sekalipun besarnya biaya dan keuntungan yang diterima adalah proporsional. Menurut Soekartawi (2006), adanya kewajiban-kewajiban dan kemungkinan keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak dalam hal status kepemilikan lahan tersebut menyebabkan adanya perbedaan motivasi petani dalam mengerjakan lahannya. Dalam hal upaya meningkatkan produksi misalnya, antara petani pemilik penggarap dengan penyewa dapat terjadi motivasi yang sama kuatnya karena semua keuntungan akan mereka nikmati. Sedangkan bagi petani penyakap, mungkin saja merasa tidak seluruh produksi akan dinikmati sendiri, karena harus berbagi dengan pemilik lahan. Sistem pembagian hasil antara petani pemilik lahan dan petani penggarap F. Struktur Penguasaan Lahan 1. Sistem Sewa Sewa merupakan cara pengalihan hak garap melalui transaksi untuk waktu yang tertentu dengan pembayaran uang tunai. Setelah habis waktu transaksi, tanah tersebut kembali kepada pemiliknya. Transaksi ini memberi kepada si penyewa hak untuk mengolah tanah tersebut, menanami, serta memetik hasilnya atas
20
tanggungan sendir dan berbuat seakan-akan sebagai hak miliknya sendiri. Akan tetapi, ia tidak boleh menjual atau menyewakan tanpa seizin pemilik tanah (Rachmat, 2010:99). Nilai sewa dicerminkan oleh mekanisme pasar lahan dan mencerminkan produkstivitas lahan. Ada bentuk hak sewa tanah menurut adat di beberapa daerah di Indonesia, sewa tanah pertanian dikenal dengan beberapa istilah yang berbeda seperti di Tapanuli Selatan disebut “mengasi”, di Sumatera Selatan disebut “sewa bumi”, di Kalimantan disebut “cukai”, di Ambon disebut “sewa ewang”, dan di Bali disebut “paje”. Umumnya praktek sewa-menyewa tanah pertanian ini masih terjadi di daerah pedesaan dan pelaksanaannya didasarkan pada hukum adat msing-masing (Rachmat, 2010:99). 2. Sistem Gadai Menurut Sudiyat (1984) dalam Rachmat (2010:100), gadai adalah penyerahan tanah untuk menerima sejumlah pembayaran uang secara tunai dengan ketentuan si penjual tetap berhak atas pengembalian tanahnya dengan jalan menebusnya kembali. Sedangkan dari aspek hukum, gadai tanah adalah hubungan hukum seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai. Pengembalian uang gadai atau yang lazim disebut penebusan tergantung pada kemauan dan kemampuan pemilim tanah yang menggadaikan. 3. Sistem Sumbatan/Gotong Royong Pada sistem gotong royong/sambatan, pemilik tanah umumnya menggarap lahannya sendiri dan untuk memenuhi kebutuhan teaga kerja dilakukan dengan sistem sambat sinambat, gotong royong atau tukar tenaga yang tidak memerlukan uang tunai. Sambatan dilakukan oleh masyarakat dengan sukarela tanpa mengharapkan upah atas pekerjaannya itu karena didasari oleh asas principle of reciprocity, yaitu siapa yang membantu tetangganya yang membutuhkan maka suatu saat pasti ia akan dibantu ketika sedang membutuhkan (Rachmat, 2010:102).
21
Dalam perkembangannya, terjadi pergeseran sistem gotong royong/sambatan menjadi sistem upah. Pergeseran ini tidak terlepas dari perkembangan kondisi dimana lapangan kerja semakin sempit dan tuntutan hidup makin tinggi, sehingga masyarakat/buruh membutuhkan uang tunai. Warga masyarakat yang dulunya murni bergotong royong menggarap sawah, kini sawah dijadikan lapangan pekerjaan dengan bekerja sebagai buruh tunai (Rachmat, 2010:102). 4. Sistem sakap/Bagi Hasil Sistem sakap adalah sistem perjanjian penggarapan lahan antara pemilik dengan buruh dimana pembayaran dilakukan dengan sistem bagi hasil. Sistem sakap merupakan penyerahan sementara hak garap atas tanah kepada orang lain dengan perjanjian. Perjanjian dimaksud meliputi pembagian dalam beban biaya produksi terutama sarana produksi, curahan tenaga kerja, dan bagi hasil antara pemilik dan penyakap/penggarap (Rachmat, 2010:104). Seiring dengan semakin tingginya nilai ekonomi lahan (land rent), kedudukan pemilik lahan semakin kuat dalam relasi sistem bagi hasil. Pemilik lahan yang lebih berkuasa untuk memutuskan sistem bagi hasil yang akan digunakan. Sistem bagi hasil yang berkembang di masyarakat bervariasi antar wilayah dan antar waktu, tergantung dari nilai relatif sumber daya lahan terhadap sumber daya manusia (Rachmat, 2010:102). Dalam perkembangan sistem bagi hasil kita kenal istilah maropapat (bagi empat 1:3), marotelu (bagi tiga 1:2), dan maro (bagi dua 1:1). Pola maro dan meretelu banyak dijumpai di lahan sawah, sedangkan pola maropapat banyak digunakan dalam sistem bagi hasil di wilayah kering. Pada sistem maro, pemilik sawah ikut menanggung beban saprodi 50% dan tenaga kerja lainnya tanggungan penggarap. Pada sistem marotelu, semua saprodi dan tenaga kerja merupakan beban dari penggarap, dan hasil produksi dibagi tiga, yaitu sepertiga untuk pemilik, dan dua pertiga bagian penggarap (Rachmat, 2010:104).
22
G. Sistem Bagi Hasil Pertanian 1. Pengertian Bagi Hasil Sebelum menjelaskan pengertian perjanjian Bagi Hasil, perlu kiranya diketahui pemakaian istilah dari perjanjian bagi hasil, karena ditiap daerah berbeda-beda penyebutannya seperti: a. Mempaduoi (Minang kabau) b. Toyo (Minahasa) c. Tesang (Sulawesi) d. Maro (1:1), Mertelu (1:2), ( Jawa Tengah). e. Nengah (1:1), Jejuron (1:2), (Priangan) Menurut Sudiyat (1981) dalam iko (2008:12) selain tersebut di atas masih ada istilah lain dibeberapa daerah antara lain: a. Untuk daerah Sumatera i. Aceh memakai istilah “mawaih” atau “Madua laba”(1:1)”bagi peuet” atau “muwne peuet”, “bagi thee”, bagi limong “dimana berturut-turut pemilik memperoleh bagian 1/4,2/3,1/5. ii. Tanah gayo memakai istilah “mawah”(1:1), tanah alas memiliki istilah “Blah duo” atau “Bulung Duo”(1:1). iii. Untuk Di Sumatera Utara, seperti Tapanuli Selatan memakai istilah “marbolam”,”mayaduai”. iv. Sumatera Selatan untuk jambi memakai istilah “bagi dua”, “bagi tiga“, Palembang memakai istilah “ separoan “. b. Untuk daerah Kalimantan i. Banjar memakai istilah “ bahakarun”. ii. Lawang memakai istilah “ sabahandi”. iii. Nganjuk memakai istilah “bahandi”.
23
c. Daerah Bali Istilah umum yang dipakai adalah “nyakap”, tetapi variasi lain dengan menggunakan sebutan “nondo” atau “nanding “ yang berarti “maro”, “nilon “, berarti mertelu (1:2),”muncuin”atau “ngepat-empat” berarti mrapat” (1:3) dan seterusnya, dimana merupakan bagian terkecil untuk penggarap . d. Daerah Jawa Memakai istilah “nengah” untuk “maro”,”mertelu” . e. Madura Memakai istilah “paron” atau “paroa” untuk separo dari produksi sebidang tanah sawah sebagai upah untuk penggarap. Saragih (1984) dalam Iko (2008:14) menyatakan bahwa bagi hasil adalah hubungan hukum antara seorang yang berhak atas tanah dengan pihak lain (kedua), dimana pihak kedua ini diperkenankan mengolah tanah yang bersangkutan dengan ketentuan, hasil dari pengolahan tanah dibagi dua antara orang yang berhak atas tanah dan yang mengolah tanah itu. Fungsi perjanjian bagi hasil ini menurut Saragih adalah untuk memelihara produktifkan dari tanah yang mengerjakan sendiri, sedang bagi pemaruh fungsi dari perjanjian adalah untuk memproduktifkan tenaganya tanpa memiliki tanah. Sedangkan menurut Muhammad (2000) dalam Iko (2008:15) perjanjian bagi hasil adalah apabila pemilik tanah memberi izin kepada orang lain untuk mengerjakan tanahnya dengan perjanjian bahwa yang mendapat izin itu harus memberikan sebagian (separo kalo memperduai atau maro serta sepertiga kalo mertelu atau jejuron) hasil tanahnya kepada pemilik tanah. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian perjanjian bagi hasil, yaitu: a. Terdapat hubungan hukum antara pemilik lahan dengan pihak penggarap tanah, sehingga timbul hak dan kewajiban para pihak.
24
b. Pemilim tanah dalam perjanjian bagi hasil memberi izin kepada orang lain sebagai penggarap untuk mengusahakan lahan dan hasilnya dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. c. Penggarap juga berkewajiban untuk mengerjakan atau mengusahakan lahan tersebut sebaik-baiknya. 2. Ketentuan Perjanjian Bagi Hasil dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 tentang Perjanjian Bagi Hasil a. Pengertian Bagi Hasil Perjanjian bagi hasil, ialah perjanjian dengan nama apapun juga yang diadakan antara pemilik pada satu pihak dan seseorang atau badan hukum pada lain pihak yang dalam undang-undang ini disebut "penggarap" berdasarkan perjanjian mana penggarap diperkenankan oleh pemilik tersebut untuk menyelenggarakan usaha pertanian di atas tanah pemilik, dengan pembagian hasilnya antara kedua belah pihak. b. Latar Belakang Pengaturan Perjanjian Bagi Hasil Latar belakang terjadinya bagi hasil di kalangan masyarakat adalah karena: i.
Bagi pemilik tanah, yaitu (1) Mempunyai tanah atau lahan tetapi tidak mampu atau tidak mempunya kesempatan untuk mengerjakan tanah sendiri, (2) Keinginan mendapat hasil namun tidak mau susah payah dengan memberi kesempatan orang lain untuk mengerjakan tanah miliknya.
ii.
Bagi penggarap, yaitu (1) Tidak atau belum mempunyai tanah garapan dan atau belum mempunyai pekerjaan, (2) Kelebihan waktu bekerja karena memiliki tanah terbatas luasnya tanah sendiri tidak cukup dan , (3) Keinginan mendapatkan tambahan hasil garapan.
c. Hak dan Kewajiban Para Pihak i.
Pemilik tanah berhak (1) bagi hasil tanah ditetapkan menurut besarnya imbangan yang telah ditetapkan bagi tiap-tiap daerah oleh Bupati Kepala Daerah yang bersangkutan. (2) Menerima kembali tanahnya dari penggarap bila jangka waktu perjanjian bagi hasil tersebut telah berakhir. Kewajiban pemilik tanah adalah menyerahkan tanah yang
25
dibagi hasilkan untuk diusahakan oleh penggarapnya serta membayar pajak atas tanah tersebut. ii.
Hak penggarap adalah selama perjanjian berlangsung penggarap mengusahakan tanah yang bersangkutan dan menerima bagian dari hasil tanah sesuai dengan imbangan yang ditetapkan. Sedangkan kewajiban penggarap adalah menyerahkan bagian yang menjadi hak milik pemilik tanah kepadanya dan mengembalikan tanah pemilik apabila jangka waktu perjanjian bagi hasil berakhir.
d. Cara Pembagian Bagi Hasil i.
Sistem Maro (perjanjian bagi hasil dengan perbandingan 1:1) Ada beberapa macam sistem bagi hasil untuk penggarapan tanah:
(Roll, 1983:103) a. Para pemilik tanah menerima sejumlah uang sebelum tanah garapan diserahkan kepada para penggarap, dalam sistem ini biasanya disebut pemaro. Selain mendapat uang muka dari penggarap tanah
yang merasakannya terlalu berat karena
penghasilannya memang sedikit sekali, untuk setiap bidang tanah yang disewakan, pemilik tanah menerima 50% dari hasil panen dari tiap-tiap musim pemanenen. Ini berarti dalam jangka waktu setahun untuk tanah sawah menerima tiap kali 50% dari 2 kali hasil panen padi dan 50 % dari hasil panen palawija. Bagi si penggarap tanah, yang biasanya harus menyediakan alat-alat produksi lainnya, memperoleh sisa bagian 50% dari tiap hasil panen. Karena itu cara ini merupakan perpaduan dari sistem sewa tanah yang sebagiannya dibayar dengan setengah dari hasil panen dan sebagiannya lagi dengan uang. b. Sebelum tanah mereka digarap, maka para pemilik tanah meminta dari penggarap tanah bukan sewa dalam bentuk uang, melainkan sewa dalam bentuk hasil tanah. Cara pembagian hasil dan pengadaan alat-alat produksi yang diperlukan sama dengan tipe 1a.
26
c. Pada permulaan sekali pemilik tanah meminta sebagian tertentu dari hasil kotor panen, biasanya 1/8 bagian dari para penggarap tanah supaya mereka memperoleh hak sepenuhnya atas tanah garapan. Sisa dari bagian yang sudah dikurangi 1/8 bagian dibagi antara ke-2 belah pihak. Si penggarapa tanah biasanya menanggung semua biaya dan pekerjaan yang berhubungan dengan pembagian hasil panen ini. ii.
Sistem Mertelu (perjanjian bagi hasil dengan perbandingan 1:2) Atas penyerahan tanah garapan mereka para pemilik tanah
menerima 2/3 bagian dari hasil panen. Kadang-kadang mereka menyediakan bibit. Si penggarap tanah yang kebanyakan menanggung alat-alat produksi serta biaya-biaya lainnya memperoleh sisanya, yaitu 1/3 bagian dari hasil panen. iii.
Sistem Mrapat (Perjanjian bagi hasil dengan perbandingan 1:3) Tipe perjanjian bagi hasil ini mengikuti cara pembagian hasil
panen
antara
pemilik
tanah
dengan
penggarap
tanah
dengan
perbandingan 3:1. Tunjangan para pemilik tanah bisa berupa berbagai macam alat produksi. Seringkali tunjangan mereka terbatas hanya pada tanah garapan dan bibit. Sebagian dari pemilik tanah juga menyediakan hewan penarik bajak dan menanggung biaya pekerjaan menanam dan panen. Dalam hal ini fungsi penggarap tanah terbatas pada pengaturan dan pelaksanaan penanaman dan panen serta pengawasan pada waktu tanaman sedang tumbuh. Oleh karena itu dalam keadaan demikian si penggarap tanah hanya merupakan buruh dengan kontrak kerja dengan pembagian hasil panen yang sedikit sekali. Menurut Sudharyatmi, dkk (2000) dalam Iko (2008:16) besarnya imbangan bagi hasil yang menjadi hak pemilik atau penguasa tanah dan hak penggarap tidak ada ketentuan yang pasti dalam hukum adat. Hal ini tergantung pada persetujuan kedua belah pihak berdasarkan hukum adat yang berlaku didaerah itu, misalnya :
27
Di daerah Minangkabau (Sumatera Barat) perjanjian bagi hasil dikenal dengan istilah “memperduai “ atau “babuek sawah urang “ dalam kenyataanya dilakukan secara lisan dihadapan kepala adat. Imbangan hasil tergantung pada kesuburan tanah, penyediaan bibit, jenis tanaman dan sebagainya. Apabila bibit disediakan oleh pemilik tanah maka hasilnya dibagi dua antara pemilik tanah dan penggarap tanpa memperhitungkan nilai, benih serta pupuk, lain halnya apabila tanah kering atau sawah ditanami palawija, dimana pemilik tanah menyediakan bibit dan pupuk, maka hasilnya di bagi dua, akan tetapi dengan memperhitungkan harga bibit dan pupuk. Perjanjian ini disebut dengan “ sadua bijo”.
Di daerah jawa Tengah, perjanjian bagi hasil tergantung pada kualitas tanah, macam tanaman, yang akan dikerjakan, serta penawaran buruh tani. Jika kualitas tanah baik, maka pemilik tanah akan memperoleh bagian hasil yang lebih besar dari pada penggarap ketentuan bagi hasilnya sebagai berikut : - Pemilik tanah dan penggarap mendapat bagian yang sama besar ”maro”. - Pemilik tanah mendapat 2/3 bagian dari hasil panen, sedang penggarap memperoleh 1/3 bagian, yang disebut dengan “ mertelu”. - Pemilik tanah memperoleh 2/5 bagian, dari hasil panen, sedangkan penggarap memperoleh 1/3 bagian, dengan ketentuan bahwa yang menyediakan bibit pupuk dan obat-obatan serta mengolah tanahnya menjadi kewajiban penggarap. Perjanjian bagi hasil ini dikenal dengan sebutan “merlima”(hasil penelitian didaerah tegal tahun 1988).
Di Bali Selatan khususnya perjanjian bagi hasil ini disebut dengan istilah “ sakap menyakap”. Ketentuan–ketentuannya adalah sebagai berikut : -
Pemilik tanah dan penggarap memperoleh bagian yang sama, masing-masing setengah (nandu).
28
-
Pemilik tanah mendapat 3/5 bagian dan penggarap mendapat 2/5 bagian disebut dengan”nelon”.
-
Pemilik tanah mendapat 2/3 bagian dan penggarap mendapat 1/3 bagian disebut dengan “ngapit”.
-
Pemilik tanah mendapat 3/4 bagian dan penggarap mendapat 1/4 bagian disebut “mrapat”.
Di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, sistem bagi hasil dikenal dengan istilah “perbelahken atau melahi, yaitu perjanjian yang tidak tertulis dan dibuat hanya berdasarkan atas kepercayaan antara pemilik dengan penggarap. Di Tapanuli Selatan dikenal dengan sebutan “marbolah”, apabila bibit, pupuk dikeluarkan oleh penggarap, maka hasil dibagi 2 antara petani penggarap dengan pemilik tanah. Imbangan bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap adalah dalam bentuk gabah. Ketika panen, sebelum melakukan bagi hasil, biaya-biaya yang dibayarkan seperti benih, pupuk, obat-obatan, panen dikeluarkan terlebih
dahulu.
Setelah
biaya
yang dibayarkan
dikeluarkan,
pembagian hasil merupakan dari produksi yang didapatkan ketika panen. Perjanjian bagi hasil antara pemilik dengan penggarap adalah paroan atau bagi dua, maka jika produksi 100 kg, maka pembagian untuk pemilik adalah sebesar 50 kg dan penggarap 50 kg. e. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian Jangka waktu atau lamanya perjanjian diatur dalam Pasal 4 UndangUndang Nomor 2 Tahun 1960 yang menetapkan bahwa: i.
Perjanjian bagi hasil diadakan untuk jangka waktu yang dinyatakan didalam surat perjanjian bagi hasil. Dengan ketentuan bahwa untuk tanah sawah sekurang-kurangnya tiga tahun dan untuk tanah kering sekurang-kurangnya 5 tahun.
ii.
Dalam hal-hal khusus yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Muda Agraria, Camat dapat mengizinkan diadakannya perjanjian
29
bagi hasil dengan jangka waktu kurang dari ketetapan umum, yaitu untuk tanah yang biasanya dikerjakan sendiri oleh pemiliknya. iii.
Jika pada waktu berakhirnya perjanjian bagi hasil, diatas tanah yang bersangkutan masih terdapat tanaman yang belum dapat dipanen, maka perjanjian tersebut berlaku terus sampai tanaman itu dapat dipanen. Tetapi perpanjangan itu tidak boleh lebih dari satu tahun. Perpanjangan ini cukup diberitahukan kepada kepala desa setempat, tidak perlu hasrus mengadakan perjanjian baru.
Yang dimaksud “tahun” disini adalah tahun tanaman, bukan tahun kalender. Dengan adanya ketentuan mengenai jangka waktu ini maka penggarap akan memperoleh tanah garapan dalam waktu yang layak, sehingga penggarap upayanya guna mendapatkan hsil yang semaksimal mungkin. H. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dewi Mutia Handayani (2006) tentang Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan Di Desa Karacak Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor Jawa Barat, tujuan dari penelitian ini (1) Menganalisis biayabiaya usahatani padi sawah berdasarkan status kepemilikan lahan dan luas garapan usahatani, (2) Menganalisis pendapatan usahatani padi sawah pada usahatani milik dan usahatani bukan milik serta pada usahatani milik luas dengan usahatani milik lahan sempit, (3) Menganalisis profitabilitas usahatani padi sawah menurut status kepemilikan lahan dan luas garapan usahatani. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis biaya, pendapatan dan profitabilitas (R/C rasio). Pada penelitian ini dibandingkan keadaan usahatani padi sawah menurut status kepemilikan lahan dan luas lahan garapan usahatani dengan data usahatani pada Musim Tanam II 2004/2005. Dari hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan (1) usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani bukan milik (sakap). Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio pada usahatani milik yang lebih besar dari pada usahatani bukan milik (sakap). Kecilnya keuntungan yang diterima dari usahatani bukan milik (sakap) disebabkan karena petani penyakap harus membayar biaya bagi hasil, (2) keuntungan dari usahatani milik lebih besar dari pada usahatani milik
30
sempit, melalui perhitungan nilai R/C rasio usahatani milik luas lebih besar dari pada usahatani milik sempit dan pendapatan bersih yang lebih tinggi, (3) usahatani padi sawah bukan milik (sakap) sempit lebih efisien dibandingkan usahatani bukan milik (sakap) luas. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C rasio yang diperoleh pada usahatani bukan milik (sakap) sempit lebih besar dibandingkan dengan nilai R/C rasio pada usahatani bukan milik (sakap) luas.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar bahwa 93% atau sebanyak 203 petani di desa ini merupakan petani penggarap dari total petani berjumlah 218 petani pada usahatani padi sawah dengan lahan yang digarap relatif kecil <0,5 ha dengan sistem bagi hasil sehingga diharapkan mudah untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan bagi hasil pertanian (lampiran 5). Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan mulai dari 26 Februari sampai 26 Maret 2016. B. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey. Menurut Nazir (2005:56), metode survey adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Metode survey membedah, menguliti dan mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. Dalam metode survey juga dikerjakan evaluasi serta perbandinganperbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam perbuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang. Penelitian survey merupakan suatu penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur sistematis yang sama kepada banyak orang, yang diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianalisis (Prasetyo:2005:143). Dengan metode survey ini dapat memperoleh fakta-fakta di lapangan dan terkait dengan pelaksanaan sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan di Desa Muara Siambak. Sehingga peneliti dapat
32
membuat kesimpulan yang didasarkan atas fakta-fakta empiris tentang sampel penelitiannya. C. Metode Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 203 orang. Dari populasi penelitian ini, untuk responden dipilih dengan cara simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011:82), simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. Karena dalam penelitian ini, responden bersifat homogen, yaitu petani penggarap yang mengusahakan padi sawah dengan luas lahan yang relatif sama, yaitu <0,5 ha, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 30 orang petani penggarap. Menurut Soekartawi (2003:198), sampel yang berjumlah paling sedikit 30 sampel dibutuhkan untuk menghindari bias pada perhitungan data dan agar variasi tersebut dapat ditangkap pengaruhnya. Pihak-pihak terkait sebagai infrman kunci dipilih secara sengaja (purposive). Informan kunci yang digunakan dalam penelitian ini adalah Camat Kecamatan Kotanopan, Kepala Desa Muara Siambak, dan Tokoh Adat (hatobangon). Tabel 1. Informan Kunci No. 1. 2. 3.
Informan Kunci Camat Kecamatan Kotanopan Kepala Desa Muara Siambak Tokoh Adat (hatobangon) Total
Jumlah Sampel (Orang) 1 1 1 3
D. Metode Pengumpulan Data 1. Data primer Pengambilan data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani penggarap dengan menggunakan daftar panduan wawancara serta pengamatan langsung di lapangan.
33
Jenis data primer yang dikumpulkan dari petani sampel terdiri dari: sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan ( latar belakang perjanjian bagi hasil, bentuk perjanjian (tertulis atau tidak tertulis), isi perjanjian yang mencakup hak dan kewajiban pihak-pihak (pengadaan bibit, saprodi), resiko, imbangan atau pembagian dari hasil panen, (penjualan hasil panen, bentuk imbangan atau bagi hasil dalam bentuk padi, beras atau uang), dan lamanya waktu atau berakhirnya perjanjian bagi hasil), teknik budidaya (pembibitan, penanaman, pemeliharaan, panen, dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam budidaya, biaya selama produksi sampai panen, yaitu pada musim tanam terakhir, yaitu bulan Juni-Oktober 2015 (biaya bibit, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya transportasi, biaya panen). 2. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh dari subyek penelitian: instansi yang berhubungan dengan penelitian antara lain Dinas Pertanian Peternakan Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal, literatur serta sumber lain yang terkait dengan judul penelitian. Data sekunder yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi keadaan umum daerah penelitian (letak geografis, luas wilayah, topografi), dan kondisi ekonomi sosial masyarakat daerah penelitian (jumlah penduduk, mata pencaharian penduduk). E. Variabel dan Data yang Diamati Variabel yang diamati untuk mencapai tujuan penelitian ini adalah: 1. Variabel tujuan pertama, yaitu mendeskripsikan sistem bagi hasil pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, meliputi: a. Identitas petani responden Identitas petani yaitu, nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman berusahatani. b. Model sistem kerja sama dan bagi hasil Meliputi latar belakang perjanjian bagi hasil, bentuk perjanjian (tertulis atau tidak tertulis), isi perjanjian yang mencakup hak dan kewajiban pihak-pihak (pengadaan bibit, saprodi), imbangan atau pembagian dari hasil panen, (penjualan
34
hasil panen, bentuk imbangan atau bagi hasil dalam bentuk padi, beras atau uang), dan lamanya waktu atau berakhirnya perjanjian bagi hasil (Negara, 2013) 2. Variabel tujuan kedua, yaitu menganalisis besarnya pendapatan petani penggarap pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, variabel yang diamati adalah: a. Jumlah produksi, yaitu hasil yang diperoleh petani dari usahatani padi sawah yang dinyatakan dalam satuan per kg (kg/ha/MT) b. Harga (Hx), adalah harga hasil penjualan gabah yang diperoleh petani yang dinyatakan dalam satuan (Rp/kg). c. Penerimaan yang terdiri dari jumlah produksi yang diperoleh petani (kg) dan harga jual di tingkat petani (Rp). d. Biaya yang ditanggung petani penggarap Biaya yang ditanggung petani penggarap adalah biaya yang dibayarkan meliputi: biaya benih, pupuk,
obat-obatan, upah tenaga kerja luar keluarga,
panen, biaya irigasi, biaya angkut, dan imbangan bagi hasil (kg/MT) e. Biaya yang ditanggung pemilik tanah Biaya yang ditanggung oleh pemilik tanah, meliputi biaya benih, biaya pupuk, obat-obatan, dan biaya irigasi. f. Pendapatan petani penggarap (Yi), adalah pengurangan dari penerimaan usahatani dengan biaya yang dibayarkan (Rp) (Adelina, 2014). F. Analisis Data Analisis data yang dilakukan adalah: 1. Analisis data yang digunakan untuk tujuan pertama, yaitu mendeskripsikan sistem bagi hasil pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Analisis data yang dipakai adalah analisis secara deskriptif, yaitu prosedur penelitian yang menggambarkan secara keseluruhan dari fenomena sosial yang ada di daerah penelitian. Dimana data yang diperoleh dengan melakukan wawancara, dokumentasi dan observasi. Hal ini ditujukan untuk mengetahui dan memaparkan tentang pelaksanaan kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan di Desa Muarasiambak Kecamatan Kotanopan kabupaten Mandailing Natal.
35
2. Besarnya pendapatan usahatani padi sawah dan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, diketahui dengan analisis kuantitatif. a. Penerimaan usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan pada usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: TR = (Py.Y)
(Suratiyah, 2011:61)
Dimana: TR = Total Penerimaan (Rp/ha/MT) Py = Jumlah Produksi (Kg/ha/MT) Y = Harga Jual (Rp/kg) b. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang dibayarkan. Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR – Bt
(Soekartawi, 1995:58)
Dimana: Pd = Pendapatan usahatani (Rp/ha/MT) TR = Total penerimaan (Rp/ha/MT) Bt = Biaya yang dibayarkan (Rp/ha/MT)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Desa Muara Siambak merupakan bagian dari Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara. Desa Muara Siambak terletak 2 km dari ibukota kecamatan, 42 km dari ibukota kabupaten dan 602 km dari ibukota provinsi. Desa Muara Siambak memiliki luas wilayah 159,23 Ha. Secara administratif Desa Muara Siambak ini mempunyai batas-batas daerah sebagai berikut : 1. Sebelah Utara dengan Desa Muara Pungkut 2. Sebelah Selatan dengan Desa Muara Soro 3. Sebelah Barat dengan Desa Padang Bulan 4. Sebelah Timur dengan Desa Hutarimbaru Secara geografis, Desa Muara Siambak berada pada ketinggian 589 meter dari permukaan laut, dengan topografi lahan lembah. Desa yang bertopografi lembah adalah desa yang berada diantara dua bukit dan umumnya berada di daerah aliran sungai. Sedangkan suhu udara rata-rata 23˚ C - 32 ˚ C dengan curah hujan 1.772 pertahun. Penduduk Desa Muara Siambak pada tahun 2015 adalah sebanyak 643 jiwa dari total jumlah penduduk ini, penduduk laki-laki ada sebanyak 322 jiwa dan perempuan sebanyak 321 jiwa. Penggunaan lahan di Desa Muara Siambak sebagian besar digunakan untuk areal persawahan seluas 89,7 Ha (56,33%). Oleh karena di Desa muara Siambak berada di ketinggian 589 mdpl dan lahan beririgasi teknis (berpengairan), maka areal lahan di Desa Muara Siambak cocok untuk ditanami oleh tanaman palawija, seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang kedelai dan kacang kedelai (PPL Kecamatan Kotanopan). Namun di Desa Muara Siambak areal persawahan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk usahatani padi sawah oleh masyarakatnya. Luas lahan menurut jenis penggunaannya di Desa Muara Siambak pada tahun 2014 dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini.
37
Tabel 2. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaannya di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal 2015 No. 1. 2. 3. 4. 5.
Penggunaan Lahan Luas Lahan (Ha) Pemukiman 25 Persawahan 89,7 Hutan Rakyat 24,03 Tegalan 18 Kolam 2,5 Jumlah 159,23 Sumber: Kantor Camat Kotanopan 2015
Persentase (%) 15,70 56,33 15,09 11,30 1,57 100,00
Tanaman pangan yang umumnya diusahakan oleh petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah padi sawah, sangat jarang petani menanam jenis tanaman pangan lain dengan alasan tidak terlalu menguntungkan untuk mengusahakan tanaman lain juga kurangnya kemauan petani mengusahakan tanaman lain selain tanaman padi karena usahatani padi sawah diusahakan secara turun-temurun untuk memenuhi kebutuhan seharihari dalam rumah tangga. Pada komposisi kegiatan perekonomian penduduk, terdapat beberapa mata pencaharian di Desa Muara Siambak, dimana untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2016 No.
Mata Pencaharian
Jumlah
1.
Petani
245
78,78
2.
PNS
15
4,82
3. 4. 5.
Pedagang Sopir Polisi
26 23 1
8,36 7,40 0,32
6.
Bidan
1
0,32
Jumlah 311 Sumber : Data Monografi Desa Muara Siambak 2016
Persentase (%)
100
Masyarakat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan memiliki mata pencaharian yang relatif beragam. Berdarskan Tabel 3, dapat dilihat bahwa mata pencaharian masyarakat didominasi dengan petani (78,78%), PNS (4,82%),
38
pedagang (8,36%), sopir (7,40), polisi (0,32%), dan bidan (0,32%). Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa mata pencaharian masyarakat di Desa Muara Siambak terbayak di sektor pertanian. Sehingga dapat dikatakan sektor pertanian merupakan sumber penghasilan utama bagi masyarakat di Desa Muara Siambak. B. Identitas Petani Responden Populasi dari penelitian ini adalah petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi dengan sistem kerjasama dan bagi hasil yang ada di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang berjumlah 203 orang. Responden dalam penelitian ini dipilih dengan cara simple random sampling. Menurut Sugiyono (2011:82), simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut. .pengambilan sampel dilakukan secara undian dengan langkah-langkah (a) membuat daftar populasi petani penggarap, (b) memberi kode berupa angka-angka untuk semua populasi, (c) menulis kode tersebut pada selembar kertas kecil, digulung lalu dimasukkan kedalam kaleng, (d) mengambil satu-persatu gulungan tersebut sejumlah 30 gulungan, sehingga didapatkan petani sampel dalam penelitian ini berjumlah 30 orang (Lampiran 7). Identitas petani sampel mencakup berbagai aspek, yaitu aspek umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, pekerjaan pokok dan sampingan, jumlah tanggungan dalam keluarga dan luas lahan. Aspek-aspek ini akan mempengaruhi kualitas dari usahatani yang dijalankan karena dalam usahatani, petani tidak hanya bekerja sebagai pekerja namun juga berperan sebagai manajer yang berfungsi dalam pengambilan keputusan. Dari hasil penelitian didapatkan gambaran mengenai umur, tingkat pendidikan, pengalaman berusahatani, status kepemilikan lahan, jumlah tanggungan keluarga dan luas lahan pada Tabel 4, petani penggarap yang mengusahakan tanaman padi dengan sistem kerjasama dan bagi hasil kebanyakan berumur 15-55 tahun (66,67%) dan sebanyak 33,33% petani berumur >55. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa petani penggarap ini masih berada pada usia yang produktif. Umur produktif menurut Fadholi (1993) adalah 15-55 tahun. Dengan demikian secara umum dari responden berumur produktif. Petani
39
tergolong usia produktif biasanya memiliki keinginan untuk mencari uang semakin tinggi, sehingga mendorong tingkat keinginan petani untuk berusahatani. Menurut Hanifah (1985), umur petani akan mempengaruhi kemampuan fisik bekerja dan cara berfikir, petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih besar daripada petani yang berumur tua. Petani yang berumur muda lebih cepat menerima hal-hal baru yang dianjurkan, hal ini disebabkan karena petani muda lebih berani menanggung resiko. Petani muda biasanya masih kurang pengalaman untuk mengimbangi kekurangan ini ia lebih dinamis, sehingga cepat mendapatkan pangalamanpengalaman baru yang berharga bagi perkembangan hidupnya pada masa-masa yang akan datang. Petani yang relatif tua, mempunyai kapasitas pengelolaan usahatani yang lebih matang dan memiliki banyak pengalaman, karena banyaknya pengalaman-pengalaman yang dirasakannya, ia sangat berhati-hati dalam bertindak dan ia lebih cenderung pada hal yang bersifat tradisional. Jika dilihat dari tingkat pendidikan petani penggarap 36,67% petani penggarap berpendidikan SD; 30,00% SMP; 30,00% SMA dan 3,33% berpendidikan Perguruan Tinggi. Dengan demikian rata-rata pendidikan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah tingkat SD yang berjumlah 11 orang. Menurut Soeharjo dan Patong (1983) cit Ilhami (2013:33), tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi pola berfikir petani. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi dan umur muda menyebabkan petani lebih dinamis, dan tingkat pendidikan petani dapat mempengaruhi petani dalam mengintroduksi dan mengadopsi teknologi baru. Tingkat pendidikan juga sangat mempengaruhi cara berfikir petani dalam mengelola usahataninya, baik dalam pengambilan keputusan maupun adopsi teknologi. Pendidikan formal yang dilalui petani akan sangat berpengaruh salam usahatani yang dilakukannya, semakin tinggi pendidikan petani maka petani tersebut akan teliti dan hati-hati dalam usahataninya.
40
Tabel 4. Identitas Petani Penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni – Oktober 2015 No.
Keterangan
1.
Umur
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah
Persentase (100%)
a. 15-55 Tahun
20
66,67
b. > 55 Tahun
10
33,33
a. SD
11
36,67
b. SMP
9
30
c. SMA
9
30
d. PT
1
3,33
9
30
21
70
a. 1-9 Tahun
10
33,33
b. 10-19 Tahun
11
36,67
c. > 20 Tahun
9
30
a. 1-3 orang
9
30
b. 4 - 6 orang
11
36,67
c. > 7 orang
10
33,33
a. < 0,5 Ha
30
100
b. 0,5 - 1 Ha
0
0
Tingkat Pendidikan
Pekerjaan Pokok a. Petani Penggarap sebagai Pekerjaan Pokok a. Petani Penggarap sebagai Pekerjaan Sampingan Pengalaman Berusahatani
Jumlah Tanggungan Keluarga
Luas Lahan
Sebanyak 4 orang (13,33%) dari petani penggarap, menyatakan bahwa usahatani padi merupakan usaha pokok, sedangkan 26 orang (86,67%) yang lain menyatakan bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan sampingan. Umumnya masyarakat di Desa Muara Siambak memiliki mata pencaharian sebagai petani, baik sebagai usaha pokok maupun sebagai usaha sampingan. Kondisi ini berkaitan dengan karakteristik Desa Muara Siambak sebagai salah satu wilayah pertanian di Kecamatan Kotanopan, dimana 56,33% dari total luas wilayahnya merupakan areal persawahan. Adapaun alasan masyarakat menjadi petani umumnya
41
disebabkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan usahatani padi sawah merupakan kebiasaan turun-temurun. Berdasarkan hasil wawancara, petani penggarap yang merupakan pekerjaan sampingan mereka adalah petani penggarap memiliki pekerjaan pokok antara lain sebagai penderes getah karet 53,85%, sopir (15,38%), guru (7,69%), dan wiraswasta (23,08%). Oleh karena itu, di sektor pertanian, pendapatan utama masyarakat didominasi oleh usahatani karet. Menurut petani penggarap, alasan mereka menjadi petani penggarap adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari mereka, sehingga pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan pokok (diluar penggarap) untuk membiaya keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebanyak 42,86% petani penggarap bekerja sebagai petani penderes getah karet. Dimana Laki-laki sebagai kepala keluarga bekerja di kebun miliknya sendiri untuk menderes getah karet, sedangkan istri lebih banyak bekerja untuk mengelola usahatani padi sawah. Sebanyak 33,33 % telah berpengalaman usahatani antara 1-9 tahun, sebanyak 33,67 % berusahatani 10-19 tahun, dan sebanyak 30 % berusahatani lebih dari 20 tahun. Selain pendidikan formal yang dapat menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan, pengalaman berusahatani juga menentukan aktifitas petani, dapat memperhitungkan resiko yang mungkin timbul, juga lebih cakap dan hati-hati dalam mengerjakan usahataninya. Menurut Hernanto (1989:89), keterbatasan pendidikan dan pengalaman petani dalam berusahatani, petani akan lemah dalam bersaing, lemah dalam penguasaan faktor produksi, terutama modal dan pengelolaan itu sendiri. Dapat dilihat bahwa petani penggarap yang memiliki tanggungan keluarga 1-3 orang sebanyak 63,33 %; 4-6 orang sebanyak 30 % dan 6,67 % petani memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari 7 orang. Jumlah tanggungan keluarga disamping mempengaruhi kreatifitas alam mengelola usahataninya, juga akan berpengaruh dimungkinkan terutama bila jumlah tanggungan keluarga tersebut berada dalam golongan usia produktif, sehingga akan memungkinkan tersedianya tenaga kerja yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan usahatani. Berdasarkan hasil penelitian yang lebih banyak bekerja dalam mengelola usahatani adalah istri. Sehingga mulai dari kegiatan budidaya sampai panen yang
42
berkontribusi besar adalah istri. Sebanyak 36,67% petani penggarap memiliki jumlah tanggungan 4-6 orang, tetapi anak tidak ikut dalam pengelolaan usahatani padi sawah dikarenakan : (a) usia anak <15 tahun, (b) anak sedang duduk dibangku sekolah, (c) anak bekerja diluar usahatani, seperti sebagi pedagang atau wiraswasta. Luas lahan petani sampel dikategorikan pada golongan sempit. Sebanyak 100 % luas lahan petani sampel kurang dari 0,5 Ha. Menurut Hernanto (1989:46), pada dasarnya terdapat empat golongan petani berdasarkan tanahnya: 1. Golongan petani luas (lebih 2 Ha), 2. Golongan petani sedang (0,5-2 Ha), 3. Golongan petani sempit (kurang dari 0,5 Ha) dan 4. Golongan buruh tani tidak bertanah. Menurut Soeharjo dan Patong cit Ilhami (2013:34), luas lahan yang diusahakan menentukan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani. C. Gambaran Umum dan Kultur Teknis Petani Responden a. Gambaran Padi Varietas Ciherang Padi varietas Ciherang merupakan salah satu varietas unggul yang diperkenalkan oleh Deptan pada tahun 2000. Di Desa Muara Siambak padi varietas Ciherang mulai dibudidayakan pada tahun 2005. Berdasarkan hasil waawancara dengan petani sampel yang menanam padi varietas Ciherang, mereka menanam padi varietas Ciherang dengan berbagai alasan diantaranya varietas Ciherang tahan terhadap serangan hama dan penyakit, tahan terhadap perubahan iklim, kesukaan rasa nasi, dan harga gabah yang tidak terlalu rendah. Menurut petani harga gabah kering Rp. 4.500/kg. Dinas Pertanian Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2011 memperkenalkan padi varietas Inpari Sidenuk. Varietas Inpari Sidenuk merupakan hasil rekayasa Litbangyasa Iptek Nuklir Bidang Pertanian dan Peternakan yang dilaksanakan di Sumatera Utara berkerja sama dengan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Mandailing Natal. Namun, berdasarkan hasil wawancara, petani penggarap tidak mau menggunakan varietas tersebut karena tidak berani mengambil resiko untuk mengganti varietas padi yang selama ini ditanam oleh petani sampel, yaitu Ciherang. Petani penggarap mengatakan jika
43
nantinya hasil panen dari varietas Inpari Sidenuk lebih rendah dibandingkan dengan varietas Ciherang. Tabel 5. Kelemahan dan Kelebihan Penggarap
Padi Varietas Ciherang Menurut Petani
No. Varietas Kelebihan 1. Ciherang a. Tahan akan perubahan cuaca
Kekurangan a. Umur panen lama (116-125 hari) b. Harga jual gabah tidak terlalu tinggi
b. Tahan terhadap serangan hama dan penyakit c. Rasa nasi enak Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa petani penggarap memilki pengetahuan tentang kelebihan dan kekurangan padi varietas Ciherang. Pengetahuan petani tersebut akan mempengaruhi petani dalam pengambilan keputusan terhadap padi varietas yang akan ditanam dan pengetahuan petani juga mempengaruhi tingkat pendapatan dan keuntungan dalam usahatani padi. b. Kultur Teknis Padi Varietas Ciherang 1. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah merupakan langkah awal dalam melaksanakan budidaya tanaman padi. Dengan demikian pengolahan tanah ini diharapkan dapat dilakukan sebaik mungkin agar proses penyerapan nutrisi atau zat hara dan air dapat dilakukan secara maksimal sehingga memungkinkan tanaman untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Adapun komponen yang diamati dalam proses pengolahan adalah cara pengolahan lahan dan alat yang digunakan untuk pengolahan lahan. Menurut Petugas Penyuluh Lapang Kecamatan Kotanopan, untuk pengolahan tanah ringan sebaiknya dibajak satu kali, dua kali garu dan perataan. Pada tanah berat, pengolahan lahan terdiri dari dua kali bajak, dua kali garu dan diratakan.
44
Tabel 6. Pengolahan Tanah Oleh Petani Penggarap Serta Anjuran No. Anjuran PPL
1
Penerapan Oleh Petani Penggarap Jumlah (Orang) Persentase (100%) 30 0%
Bajak/cangkul 1 kali 1 kali garu dan pemerataan 1 kali 2 Menggunakan 0 0% Pupuk Organik *Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan, 2015
Ket.
Sesuai
Tidak Sesuai
Sebanyak 100% petani penggarap di Desa Muarasiambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dalam pengolahan lahan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan garu 1 kali. Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan oleh petani akan besar jika menggunakan handtraktor untuk membajak sawahnya. Petani di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal memilih untuk mencangkul sawahnya dengan memanfaatkan tenaga kerja dalam keluarga. Petani penggarap tidak melakukan pemberian pupuk organik bersamaan pengolahan tanah karena belum mau mengubah cara pengolahan tanah dengan pemberian pupuk. Semua petani penggarap melakukan pengolahan lahan sebulan atau empat minggu sebelum penanaman. 2. Pemilihan Benih Petani biasanya menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya untuk ditanam pada musim tanam selanjutnya. Benih Ciherang diharga sebesar Rp. 4.500 perkilogram. Benih tersebut diberi perlakuan sebelum dilakukan persemaian, yaitu direndam dengan air selama 2 malam atau 48 jam. Hal ini tidak sesuai dengan anjuran Purwono (2007:13), disarankan menggunakan benih bersertifikat berlabel dan sebelum disemai direndam dengan air selama 24 jam. Petani penggarap menggunakan benih dengan jumlah rata-rata 44,47 kg/ha (Lampiran 9), hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan. Jika diperhatikan petani sampel hanya menggunakan bibit semaunya dan juga terlalu banyak
45
Hal ini dikarenakan petani secara turun temurun sudah melakukan kebiasaan tersebut dalam penggunaan benih dengan alasan biar berlebih asalkan jangan kekurangan dan juga sistem tolong menolong masih kuat dalam adat mereka sehingga jika ada petani lain yang kekurangan benih maka akan dibantu karna kita mempunyai benih yang belebih serta nantinya pada saat melakukan penyulaman atau mengganti tanaman yang rusak bisa digantikan dengan benih yang berlebih tersebut dengan ketakutan terlalu banyak bibit yang sudah ditanam akan banyak diserang hama dan penyakit hal ini diketahui menurut ujaran salah satu petani sampel tersebut. 3. Penyemaian Penyemaian merupakan kegiatan penyemaian benih untuk menghasilkan bibit yang akan ditanam sehingga persemaian harus dilakukan dengan baik dan benar. Pengolahan lahan untuk penyemaian dilakukan bersamaan dengan pengolahan lahan untuk penanaman. Benih yang sudah direndam lalu ditiriskan yang nantinya akan disebarkan pada lahan penyemaian. Pada saat penyemaian kondisi lahan macak-macak agar bibit bisa tumbuh dengan baik. Tabel 7. Pelaksanaan Penyemaian oleh Petani Penggarap Serta Anjuran No
Anjuran *
1
Penyemaian dilakukan 100% selama 15-21 hari melakukan penyemaian ±21 hari
2
Petani Penggarap
Ket
petani Sesuai selama
Media semai adalah sebagian 100% petani Sesuai lahan sawah. memakai sebagian lahan sawah untuk media semai *Berdasarkan anjuran PPL Kec. Kotanopan, 2015 Berdasarkan Tabel 7, 100 % petani penggarap melakukan penyemaian 15-
21 hari. Hal ini sesuai dengan anjuran dinas yaitu selama 15-21 hari. Untuk media semai yang digunakan oleh petani, 100 % petani melakukan teknis sesuai anjuran. Petani sampel menyebar benih secara merata pada lahan persemaian. Menurut petani sampel, petani melakukan penyemaian dengan cara menyebar secara merata akan menyeragamkan pertumbuhan bibit. Menurut PPL, benih disebarkan
46
merata diatas bedengan dan bibit siap dipindahkan saat bibit berumur 3-4 minggu atau minimal bibit memiliki 4 daun. 4. Penanaman Penanaman merupakan kegiatan pemindahan bibit dari tempat persemaian ke lahan sawah. Komponen yang diamati pada kegiatan penanaman adalah keadaan lahan saat penanaman, umur bibit pada saat pemindahan, jarak tanam, dan jumlah bibit perlubang. Penanaman bibit yang dianjurkan oleh PPL Kecamatan Kotanopan adalah pada umur 15-21 hari sebanyak 1-3 batang perlubang dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Keadaan tanah pada saat penanaman yaitu macak-macak dan tidak tergenang air. Tabel 8. Pelaksanaan Penanaman Oleh Petani Penggarap No. 1
Anjuran* Petani Penggarap kondisi lahan 100 % petani menanam padi saat dalam keadaan kondisi lahan macak-macak tidak tergenang atau mecakmecak 2 Umur bibit saat 100 % petani menanam bibit pada penanaman 15- saat umur ± 21 hari 21 hari 3 Jarak tanam 76,67 % petani menggunakan adalah 20 x 20 jarak tanam 20 x 20 cm cm 4 bibit yang 100 % petani menanam bibit ditanam berkisar berkisar 5-7 batang perlubang 1-3 batang perlubang *Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan
Ket Sesuai
Sesuai
Sesuai
Tidak Sesuai
Pada Tabel 8, terlihat bahwa 100% petani penggarap menanam padi pada saat kondisi lahan macak-macak atau tidak digenangi air. Hal ini telah sesuai dengan anjuran ang dianjurkan oleh PPL. Pada Tabel 9, terlihat bahwa 100% petani menanam bibit pada umur ±21 hari. Sebanyak 76,67% petani sampel menanam padi dengan jarak 20 x 20 cm dan 23,33% dengan jarak tanam 25x 25 cm.
47
Sebanyak 100% petani penggarap menanam bibit berkisar 5-7 batang perlubang karena kebiasaan mereka untuk menggunakan sebanyak 5-7 batang perlubang dan ingin memperoleh hasil yang tinggi. Hal ini tidak sesuai dengan anjuran, yaitu 1-3 batang perlubang. 5. Pemupukan Pemupukan merupakan proses pemberian nutrisi pada tanaman agar tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pupuk yang digunakan oleh petani merupakan pupuk anorganik, yaitu Urea, NPK Phonska, SP-36, dan KCl. Petani sampel melakukan pemupukan hanyak satu kali, sebanyak 16,67 % petani memberi pupuk pada umur 30 HST, 13,33 % petani memberikan pupuk pada umur 24 HST, dan 70 % petani memberikan pupuk pada umur 21 HST (Lampiran 6). 6. Penyiangan dan Penyulaman Penyiangan dilakukan dengan tujuan untuk memberikan keleluasaan pada tanaman dalam menyerap unsur hara atau zat makanan dan cahaya matahari, untuk membuang dan membersihkan gulma dari lahan sawah. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi tanaman penggangu. Gulma yang tumbuh di area penanaman akan dicabut dengan tangan. Penyiangan dilakukan sebanyak satu kali/MT. Penyulaman dilakukan oleh petani bersamaan dengan penyiangan dilakukan, penyulaman dilakukan apabila ada bibit yang mati. Bibit yang digunakan dalam penyulaman merupakan bibit cadangan yang memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Komponen yang diamati dalam penyiangan adalah frekuensi penyiangan dan umur penyulaman dilakukan. Petani sampel melakukan penyiangan terhadap gulma sebanyak satu kali, yaitu pada umur 35 HST. Penyiangan disesuaikan dengan pemupukan karena petakan sebaiknya bersih dari gulma pada saat pemupukan. Pada kegiatan penyulaman, petani sampel tidak ada yang melakukan penyulaman. Hal ini dikarenakan jarangnya ditemukan bibit yang mati.
48
Tabel 9. Penyiangan dan Penyulaman Oleh Petani Penggarap Serta Anjuran No 1
Anjuran* Petani Penggarap Frekuensi 100 % petani melakukan Penyiangan 2 penyiangan sebanyak 1 kali kali 2 Penyulaman 100 % Petani tidak melakukan Dilakukan saat penyulaman Tanaman Berumur 35 HST *Berdasarkan Anjuran PPL Kecamatan Kotanopan
Ket Tidak Sesuai
Tidak Sesuai
Dari Tabel 9 diatas, semua petani penggarap hanya melakukan penyiangan sebanyak 1 kali, hal ini tidak sesuai dengan anjuran dari PPL Kecamatan Kotanopan yang menganjurkan untuk melakukan penyiangan sebanyak 2 kali. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, petani tidak ada melakukan penyulaman dikarenakan bibit tanaman padi tidak ada yang mati. 7. Pengaturan Air Pengairan yang dianjurkan oleh PPL Kecamatan Kotanopan adalah pengairan yang berselang, yang merupakan pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian yang bertujuan untuk (a) efisiensi penggunaan air sehingga areal lahan yang dialiri bertambah, (b) terjadinya oksidasi reduksi sehingga sistem kesempatan pada akar tanaman untuk mendapatkan udara dan berkembang lebih dalam, (c) mencegah timbulnya keracunan besi melalui oksidasi, (d) menyeragamkan pemasakan gabah, dan (e) mempercepat waktu panen. Petani penggarap melakukan pengeringan pada umur tanaman berkisar 4560 hari. Kemudian petani membiarkan kondisi lahan sampai panen. Hal tersebut tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan dalam pengelolaan air. Menurut PPL Kecamatan Kotanopan pengelolaan air secara berselang adalah sebagai berikut: melakukan pergiliran pengairan selang 1-10 hari sejak biibit ditanam (tergantung ketersediaan air) dengan tinggi genangan sekitar 3-5 cm. Kemudian 10 hari menjelang panen air dikeringkan agar masaknya bagus. 8. Pengendalian Hama dan Penyakit Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap yang sering menyerang tanaman padi adalah tikus, keong, penggerek batang/ulat dan walang
49
sangit. Pada musim tanam Juli-Oktober, hama yang menyerang tanaman padi adalah keong. Dalam menanggulangi hama tanaman, tidak semua dari petani menggunakan pestisida karena penyerangan hama tidak terlalu berpengaruh pada pertumbuhan padi. Sehingga cara untuk memberantas hama tanaman seperti keong dengan cara memilih keong yang dilakukan oleh petani pada sore hari. Cara tersebut dilakukan oleh petani secara turun-temurun. Sedangkan untuk penyakit pada tanaman padi jarang ditemukan pada usahatani padi di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Petani sampel sebanyak 10 % petani melakukan pengendalian HPT dengan pestisida dan 90 % petani melakukan pengendalian HPT dengan cara memilih. 9. Panen Pemanenan merupakan pemungutan hasil usahatani berupa gabah. Padi varietas Ciherang dipanen pada umur 120 hari yang ditandai dengan menguningnya semua bulir secara merata atau masaknya gabah. Alat yang digunakan adalah sabit, kaleng (alat untuk mengukur gabah), dan kipas padi. Padi yang akan dipanen dipotong dengan sabit kemudian dikumpulkan. Petani di Desa Muara Siambak menggunakan mesin perontok pada saat pemanenan untuk memisahkan gabah dari batang padi. Upah untuk merontokkan gabah dengan mesin perontok dikenakan biaya Rp. 250/kg gabah yang didapatkan pada saat panen. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, untuk upah tenaga kerja yang dibayarkan yaitu upah harian yang telah ditetapkan. Upah tenaga kerja panen di daerah penelitian untuk wanita adalah sebesar Rp.40.000/orang
sedangkan
upah
tenaga
kerja
pria
adalah
sebesar
Rp.50.000/orang. Tabel 10. Pelaksanaan Panen Oleh Petani Penggarap No. 1 2 3 4
Kriteria Varietas Umur Panen Alat Panen Upah Tenaga Kerja
5 6 7
Upah Mesin Perontok Biaya Angkut Harga Jual Gabah
Keterangan Ciherang 120 Hari Sabit, Kalengan, Kipas angin Rp. 40.000/orang (Perempuan) dan Rp. 50.000/orang (laki-laki) Rp. 250/kg Rp. 3.000/karung Rp. 4.500/kg
50
Dalam proses panen, petani penggarap juga dikenakan biaya angkut dengan biaya yang berbeda-beda. Jika jaraknya dekat maka dikenakan biaya Rp. 1.500/karung dan jika jaraknya cukup jauh dikenakan biaya sebesar Rp. 3.000/karung. Dalam penjualan gabah, di daerah penelitian biasanya menjual dalam satuan kg, dimana harga jual gabah ditingkat petani adalah Rp. 4.500. c. Sarana Produksi 1. Benih Benih Ciherang yang digunakan petani adalah benih hasil persilangan antara IR 64 dengan varietas galur IR18349-53-1-3-1-3/3 (Deptan, 2009). Benih itu dipakai secara berlanjut oleh petani di Desa Muara Siambak dan menyimpan sebagian dari hasil panen musim tanam sebelumnya. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, harga benih varietas Ciherang adalah Rp. 4.500/kg. Berdasarkan hasil penelitian diketahui rata-rata penggunaan benih perluas lahan adalah 13,52 kg/luas/MT dan rata-rata perhektarnya adalah 44,47 kg/ha/MT (Lampiran 9). Benih yang digunakan oleh petani tidak sesuai dengan anjuran PPL Kecamatan Kotanopan yang mengajurkan menggunakan benih dalam satu hektar 30-40 kg. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi lapangan pada saat penelitian, karena dalam setiap lubang ditanam 5-7 batang oleh petani sampel. 2. Pupuk Pemupukan merupakan kegiatan penting dalam usahatani padi untuk mendapatkan hasil yang optimal sesuai dengan anjuran yang dinginkan. Pemberian pupuk yang tepat akan mengakibatkan hasil yang diperoleh akan maksimal. Penggunaan pupuk yang dihitung adalah banyaknya pupuk yang yang digunakan selama satu kali musim tanam. Pupuk yang digunakan oleh petani sampel adalah pupuk anorganik. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, NPK Phonska, dan KCl. Harga pupuk untuk pupuk urea Rp. 2.250/kg, SP-36 Rp. 3.500/kg, dan NPK Phonka Rp. 4.500/kg. Dosis pupuk yang digunakan oleh petani umumnya tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan. Penggunaan pupuk anorganik lebih sedikit dibandingkan dengan dosis yang dianjurkan.
51
Tabel 11. Penggunaan Sarana Produksi Pupuk Oleh Petani Penggarap Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Di Desa Muarasiambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal No.
Jenis Pupuk
Literatur*) Kg/ha
1 2 3
Urea 200 SP-36 75-100 NPK 200 Phonska 4 KCl 75-100 5 Za *) Berdasarkan Anjuran PPL *)S = Sesuai : TS = Tidak Sesuai
Petani Penggarap
Ket
Kg/luas lahan/MT 39,17 17,23 1,9
Kg/ha/MT 131,94 57,47 6,03
TS TS TS
-
-
TS TS
Dilihat dari Tabel 11 dan Lampiran 6 dan 11, penggunaan pupuk untuk tanaman padi di daerah penelitian belum sepenuhnya sesuai dengan anjuran. Hal ini disebabkan karena biaya pupuk yang mahal dan jumlah dosis yang digunakan oleh secara turun-temurun. Menurut Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Mandailing Natal, tanaman akan merespon terhadap pemberian pupuk apabila pupuk yang digunakan tepat jenis, dosis, waktu dan cara pemberian. 3. Tenaga Kerja Tenaga kerja sangat dibutuhkan dari setiap tahapan usahatani padi, mulai dai kegiatan pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, hingga panen. Tenaga kerja terdiri atas tenaga kerja pria dan wanita, baik yang berasal dari dalam keluarga (TKDK) maupun yang berasal dari luar keluarga (TKLK). Perhitungan penggunaan tenaga kerja dengan menggunakan satuan Hari Kerja Pria (HKP). Menurut Hernanto (1989) dalam Artinoviasari (2015:54), 1 hari Kerja Wanita (HKW) sama dengan 0,7 Hari Kerja Pria (HKP), namun dilapangan ditemui hari kerja wanita sama dengan 0,8 Hari Kerja Pria (HKP). Upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian adalah Rp. 50.000/orang/hari untuk pria dan Rp. 40.000/orang/hari untuk wanita. Secara keseluruhan pemakaian tenaga kerja pada usahatani padi varietas Ciherang dapat dilihat pada Tabel 12.
52
Tabel 12. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Pada Usahatani Padi Dengan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal No . 1 2 3 4 5
6 7
Kegiatan
Pengolahan Lahan Persemaian Penanaman Pemupukan Penyiangan dan Penyulaman pengendalian HPT Pemanenan Jumlah
Per Luas Lahan
Per Hektar
TKDK 6,17
TKLK 1,28
Jumlah 7,45
TKDK 20,97
TKLK 4,5
Jumlah 25,47
1,00 1,94 1,00 0,57
0 1,78 0 0
1,00 3,72 1,00 0,57
3,53 6,58 3,53 1,80
0 6,04 0 0
3,53 12,62 3,53 1,80
0,58
0
0,58
1,95
0
1,95
1,95 13,20
2,83 5,89
4,78 19,1
6,56 44,91
9,39 19,93
15,95 64,85
Berdasarkan Tabel 12, kegiatan pengolahan lahan lebih banyak membutuhkan tenaga kerja, yaitu 25,47 HKP per hektar. Sedangkan penggunaan tenaga kerja terkecil pada kegiatan penyulaman dan penyiangan, yaitu 1,80 HKP per hektar. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tenaga kerja luar keluarga karena tersedianya tenaga kerja dalam keluarga. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, jika menggunakan tenga kerja luar keluarga, maka akan lebih banyak biaya yang dikeluarkan. Oleh karena petani sampel adalah petani yang menggarap tanah orang lain dengan sistem bagi hasil, sehingga petani lebih mengutamakan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk meminimalkan biaya dalam berusahatani.
Kegiatan
pemupukan,
penyiangan
dan
penyulaman,
dan
pengendalian HPT petani sampel tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi sawah dengan sistem kerjasama dan bagi hasil dapat dilihat pada (Lampiran 22 dan 23) . 4. Alat-alat Pertanian Alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani penggarap di Desa Muara siambak adalah cangkul dan sabit. Cangkul digunakan oleh petani untuk pengolahan tanah sekaligus membuat bedengan untuk persemaian.
53
5. Modal Berdasarkan hasil penelitian bahwa dalam menjalankan usahataninya seluruh sampel petani di daerah penelitian hanya menggunakan modal sendiri. Menurut petani di dalam menjalankan usahatani padi, petani menggunakan modal dari pekerjaan lain, seperti berdagang dan menderes getah karet. D. Deskripsi Sistem Kerjasama Dan Bagi Hasil Pada Usahatani Padi Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal 1. Pelaksanaan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil Bagi hasil merupakan suatu lembaga hukum adat yang hidup dalam masyarakat. Hingga saat ini lembaga tersebut di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal yang masih ada dan sangat dibutuhkan, karena sektor pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian masyarakat tersebut. Penduduk di Desa Muara Siambak lebih banyak terkonsentrasi di bidang pertanian, sehingga banyak dilakukan kesepakatan untuk mengolah lahan sawah dengan sistem bagi hasil. Petani yang memperoleh kesempatan untuk menggarap lahan milik orang lain adalah terbatas pada kelompok tertentu yang biasanya memiliki hubungan keluarga, kerabat atau kenalan dekat yang telah dipercaya. Motivasi utama dari pemilik lahan di Desa Muara Siambak untuk menyakapkan lahan yang dimiliknya kepada petani penggarap umumnya didasari oleh keinginan untuk membantu memberikan sumber mata pencaharian kepada keluarga, kerabat ataupun kenalannya. Menurut Rachmat (2010:99), secara umum terdapat empat jenis struktur penguasaan lahan di Indonesia, yaitu (a) sistem sewa, (b) sistem gadai, (c) sistem sumbatan/gotong royong, dan (d) sistem sakap/bagi hasil. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dalam berusahatani padi sebagai petani penggarap yang mengusahakan lahan orang lain dengan sistem sakap/bagi hasil. Perjanjian sistem kerjasama dan bagi hasil sudah dilakukan secara turun-temurun oleh petani di Desa Muara Siambak. Perjanjian sistem kerjasama dan bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, dikenal dengan istilah
54
“mardua” dan “marduaparlima”. Dalam sistem “mardua” terdapat dua jenis, yaitu “mardua” dimana biaya ditanggung oleh petani penggarap dan “mardua” dimana biaya ditanggung bersama antara pemilik lahan dengan petani penggarap. Petani sampel tidak memiliki kekuatan dalam memilih lahan dan besarnya luas lahan yang akan digarapnya. Letak lahan maupun luasan lahan yang akan digarap tergantung pada keinginan pemilik lahan. Pada umumnya petani sampel memiliki kondisi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilik lahan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Bentuk Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal No.
Bentuk Bagi Hasil
1 2 3
Mardua (Biaya Ditanggung Penggarap) Mardua (Biaya Ditanggung Bersama) Mardua Parlima (Biaya Ditanggung Bersama) Jumlah
Jumlah (Orang) 15 11 4
Persentase (%) 50% 36,67 13,33
30
100
a. Mardua Sistem bagi hasil “mardua” di daerah penelitian terbagi dalam dua jenis, yaitu: i. Mardua (biaya ditanggung oleh petani penggarap lalu dibagi dua) Dilihat dari Tabel 13. Sebanyak 50 % petani penggarap menerapkan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung penggarap). Sistem bagi hasil mardua ini merupakan sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan dimana pemilik lahan berkontribusi dalam penyediaan lahan saja, namun untuk biaya produksi ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap. Berdasarkan hasil penelitian, biaya produksi yang ditanggung oleh petani penggarap adalah biaya pupuk, benih, pestisida, upah TKLK, panen, biaya angkut dan biaya irigasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani penggarap, petani penggarap telah lama melakukan sistem kerjasama dan bagi hasil dengan pemilik lahan secara turun-temurun.
55
ii. Mardua (Biaya Ditanggung Bersama) Pada sistem “mardua” (biaya ditanggung bersama) sebanyak 36,67 % petani yang menerapkan sistem bagi hasil ini. Sama seperti poin i diatas, namun pada sistem mardua (biaya ditanggung bersama) ini, biaya produksi seperti biaya pupuk, pestisida, benih, dan biaya irigasi ditanggung secara bersama oleh petani penggarap dan pemilik lahan. Namun untuk upah TKLK, biaya panen dan biaya angkut ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap, kemudian total hasil panen setelah dikurangi biaya baru dibagi sama rata antara pemilik lahan dengan petani penggarap. iii. Marduaparlima (Biaya Ditanggung Bersama) Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 13,33 % petani penggarap yang menerapkan sistem bagi hasil ini. Sistem “marduaparlima” merupakan sistem bagi hasil dimana biaya seperti biaya benih, pupuk, pestisida, biaya irigasi dan biaya angkut ditanggung bersama antara pemilik lahan dan petani penggarap, namun biaya panen dan upah TKLK ditanggung sepenuhnya oleh petani penggarap. Dalam pembagian hasil panen yang didapat, misalnya 10 karung, maka bagian untuk petani penggarap adalah 4 karung dan bagian untuk pemilik lahan adalah 6 karung. Imbangan bagi hasil antara pemilik lahan dan petani penggarap adalah dalam bentuk gabah. 2. Latar Belakang Perjanjian bagi Hasil Dalam bagi hasil tanah pertanian terdapat tiga unsur pokok, yaitu pemilik tanah, petani penggarap, dan tanah garapan. Pemilik tanah adalah orang yng mempunyai tanah pertanian yang mana karena keadaan tertentu menyerahkan hak pengerjaan tanahnya kepada orang lain yang disebut petani penggarap. Petani penggarap ialah orang yang mengerjakan tanah pertanian milik orang lain dan mendapatkan bagian dari hasil sawah sesuai dengan pembagian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Sawah garapan adalah suatu lahan yang
menjadi objek pegolahan yang dimiliki oleh pemilik lahan dan kemudian diserahkan kepada petani penggarap dengan tujua mendapatkan hasil. a. Alasan pemilik sawah Perjanjian bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya terjadi karena pemilik tidak dapat
56
mengerjakan tanah pertanian miliknya, pemilik tidak mempunyai waktu, dan pemilik lahan memiliki pekerjaan diluar pertanian. Oleh karena itu, pemilik memberikan hak pengelolaan lahannya kepada petani penggarap dengan sistem bagi hasil. Selain itu, pemilik lahan mempunyai lahan yang cukup luas sehingga tidak mampu untuk mengerjakan lahannya serta rasa sosial, yaitu dengan memberikan kesempatan kepada orang lain yang tidak memiliki lahan. b. Alasan petani penggarap Petani di Desa Muara Siambak, sebanyak 93 % petani di desa ini merupakan petani penggarap yang mengusahakan lahan orang lain dengan sistem bagi hasil. Hasil dari tanaman padi yang diusahakan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dikarenakan tidak mempunyai lahan serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka petani sampel mengusahakan tanaman padi dengan sistem bagi hasil. Petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan menawarkan diri kepada pemilik tanah agar memberikan izin untuk dapat menggarap tanah miliknya. Hal ini terjadi karena banyaknya jumlah petani penggarap di Desa Muara Siambak, sehingga tingkat permintaan yang tinggi untuk menggarap tanah orang lain, maka petani penggarap menyetujui bentuk bagi hasil yang ditetapkan oleh pemilik tanah. Ini dikarenakan petani penggarap dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari berasal dari usahatani padi sawah, maka petani penggarap berada pada posisi yang menerima keputusan dari pemilik tanah dalam hal bentuk perjanjian bagi hasil. Petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan menawarkan diri kepada pemilik tanah agar memberikan izin untuk dapat menggarap tanah miliknya. Petani penggarap tidak memiliki kekuatan dalam memilih lahan dan besarnya luas lahan yang akan digarapnya. Letak lahan maupun luas lahan yang akan digarap tergantung pada keinginan pemilik lahan. Pada umumnya petani penggarap memiliki kondisi finansial yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan pemilik lahan. 3. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil Bentuk perjanjian bagi hasil yang terjadi di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing dapat dilihat pada Tabel 14.
57
Tabel 14. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal No
Bentuk Perjanjian
1
Tidak tertulis/lisan antara kedua belah pihak Tertulis a. Antara pemilik dengan penggarap b. Antara pemilik dan penggarap diketahui Kepala Desa Jumlah
2
Jumlah (Orang) 30
Persentase (%) 100
0 0
0 0
30
100
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani sampel, sebanyak 100 % petani sampel menerapkan sistem kerjasama dan bagi hasil dengan pemilik lahan secara lisan atau tidak tertulis, dikarenakan (a) saling percaya dan (b) mudah pelaksanaannya atau tidak terbelit-belit. Sehingga tidak diperlukan surat perjanjian dari Kepala Desa. 4. Lamanya Waktu Perjanjian Bagi Hasil Jangka waktu berakhirnya perjanjian bagi hasil antara pemilik lahan dengan petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal tidak ditentukan. Selama petani penggarap mau mengolah lahan si pemilik dan ada izin dari pemilik lahan, maka petani penggarap diperkenankan untuk terus mengusahakan tanaman padi di lahan garapannya. Untuk lebih jelas mengenai lamanya perjanjian bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Lama Perjanjian Bagi Hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. No
Lamanya Perjanjian Bagi Hasil
1 2
Ditentukan Tidak Ditentukan Jumlah
Jumlah (Orang) Persentase (%) 0 30 30
0 100 100
Pada Tabel 15, dapat dilihat bahwa 100% petani penggarap mengenai lamanya perjanjian bagi hasil dengan pemilik lahan tidak ditentukan berapa lama
58
petani penggarap dapat mengolah lahan si pemilik. Hal ini disebabkan rasa saling percaya antara pemilik lahan dengan petani penggarap. E. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Dengan Sistem Kerjasama Dan Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal 1. Produksi Produksi rata-rata petani penggarap di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal adalah 1.154 kg/luas lahan/MT sedangkan rata-rata produksi perhektar, yaitu 3.747 kg/ha/MT. Produksi tertinggi petani penggarap adalah 5.250 kg/ha/MT dan produksi terendah adalah 2.600 kg/ha/MT. dilihat dari produki data produksi petani penggarap, produksi belum petani belum optimal, dimana produksi padi varietas ciherang adalah sebesar 6 ton/ha (Lampiran 8). Produksi dari masing-masing petani penggarap dapat dilihat pada (Lampiran 30 dan 31). 2. Harga Harga merupakan nilai suatu produk yang dihasilkan dalam usahatani. Hasil panen petani penggarap di Desa Muara Siambak adalah untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Maka dalam perhitungan ekonomis digunakan harga gabah yang berlaku di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Natal pada musim tanam Juli-Oktober adalah Rp. 4.500/kg. 3. Penerimaan Penerimaan petani penggarap merupakan nilai yang diterima petani penggarap dari hasil produksi dikalikan dengan harga gabah yang berlaku di daerah penelitian. Penerimaan didapatkan hasil dengan harga jual padi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata penerimaan petani penggarap adalah Rp. 5.914.500/luas lahan/MT dan rata-rata penerimaan perhektar adalah Rp. 16.860.000/ha/MT. Penerimaan dari masing-masing petani sampel dapat dilihat pada (Lampiran 30 dan 31). 4. Biaya Yang Dibayarkan Biaya yang dibayarkan merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani dalam melaksanakan proses produksi. Biaya yang dibayarkan oleh petani penggarap di Desa Muara Siambak terdiri dari biaya benih, biaya pupuk,
59
biaya pestisida, biaya tenaga kerja luar keluarga, biaya panen, biaya irigasi dan bagi hasil. a. Biaya Pupuk Biaya pupuk dihitung dengan pemakaian pupuk setiap musim tanam dikalikan dengan harga satuan pupuk yang berlaku di daerah penelitian. Rata-rata penggunaan pupuk petani penggarap adalah Rp. 156.191,67/luas lahan/MT dan rata-rata penggunaan perhektar adalah Rp. 525.152,78/ha/MT (Lampiran 11) yang terdiri dari pupuk urea, SP-36, dan NPK Phonska. b. Biaya Benih Benih yang digunakan oleh petani sampel adalah benih dari hasil panen sebelumnya. Harga benih dari hasil panen sebelumnya Rp. 4.500/kg. Rata-rata biaya benih yang dibayarkan oleh petani penggarap adalah Rp. 60.825/luas lahan/MT dan rata-rata biaya benih perhektar adalah Rp. 200.125/ha/MT (Lampiran 9). c. Biaya pestisida Petani sampel tidak semua yang menggunakan pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hanya 3 orang petani sampel (Lampiran 24) yang menggunakan pestisida. Jenis pestisida yang digunakan adalah DiPel. Rata-rata biaya pestisida petani sampel adalah Rp.3.333/luas lahan/MT dan biaya pestisida perhektar adalah Rp.9.028/ha/MT. d. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Biaya tenaga kerja luar keluarga dihitung berdasarkan hari kerja pria (HKP). Rata-rata biaya tenaga kerja luar keluarga yang dibayarkan petani sampel adalah Rp.235.667/luas lahan/MT dan biaya tenaga kerja luar keluarga perhektar adalah Rp. 797.240/ha/MT (Lampiran 29). e. Biaya Panen Biaya panen yang dibayarkan oleh petani sampel adalah biaya untuk mesin perontok padi. Biaya panen ini sebesar Rp.250/kg dari hasil panen yang didapatkan. Rata-rata biaya panen yang dibayarkan oleh petani sampel adalah Rp.288.583/luas lahan/MT dan biaya panen perhekatar adalah Rp.936.667/ha/MT (Lampiran 25).
60
f. Biaya Angkut Biaya angkut adalah biaya yang dibayarkan untuk membawa hasil produksi dari lahan usahatani ke rumah masing-masing dari petani sampel. Besar upah angkut di daerah penelitian adalah Rp.1500/karung. Tidak semua petani sampel membayar upah angkut, terdapat 7 orang petani sampel yang membayar upah untuk mengangkut hasil panennya. Upa angkut tersebut adalah untuk mengangkut gabah dari lahan ke tepi jalan. Rata-rata biaya angkut yang dikeluarkan oleh petani sampel adalah Rp.13.483/luas lahan/MT dan biaya angkut per hektar adalah Rp.45.883/ha/MT (Lampiran 26). g. Biaya Irigasi Biaya irigasi yaitu biaya yang dibayarkan oleh petani sampel untuk irigasi air ke lahan sawahnya. Berdasarkan hasil penelitian, biaya irigasi ini dibayarkan kepada Kepala Desa. Tujuan dari biaya irigasi ini adalah untuk perawatan irigasi teknis yang ada di daerah penelitian. Biaya irigasi di daerah penelitian merupakan hasil dari musyawarah masyarakat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal. Biaya irigasi adalah dua “suat”, dimana satu “suat” ini sama dengan hasil panen 10 kg gabah. Jadi di daerah penelitian biaya irigasi adalah 20 kg gabah atau sama dengan Rp.90.000/petani (Lampiran 27). h. Bagi Hasil Bagi hasil adalah biaya yang dikeluarkan ketika petani menggarap lahan orang lain. Oleh karena petani sampel di daerah penelitian merupakan petani penggarap dengan sistem bagi hasil. Rata-rata bagi hasil di daerah penelitian adalah Rp.2.624.979/luas lahan/MT dan rata-rata bagi hasil perhektar adalah Rp.8.503.875/ha/MT (Lampiran 29). 5. Pendapatan Pendapatan merupakan total penerimaan usahatani dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan secara tunai selama satu musim tanam perhektar. Ratarata pendapatan petani sampel perluas lahan permusim tanam adalah Rp.1.720.637/luas lahan/MT (Lampiran 30) dan rata-rata pendapatan petani sampel perhektar adalah Rp.5.752.079/ha/MT (Lampiran 31).
61
Adapun analisa pendapatan petani penggarap pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni-Oktober 2015 No.
Uraian
1. 2. 3. 4.
Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan Biaya Dibayarkan 1. Biaya Benih 2. Pupuk 3. Pestisida 4. TKLK 5. Panen 6. Angkut 7. Irigasi 8. Bagi Hasil Total Pendapatan
9.
Petani Sampel Rp/Luas Lahan Rp/Ha 1.154 3.747 4.500 4.500 5.194.500 16.860.000 60.825 156.992 3.333 235.667 288.583 13.483 90.000 2.624.979 3.473.863 1.720.637
200.125 1,75 525.153 4,52 9.028 0,10 797.240 6,78 936.667 8,31 45.883 0,39 90.000 2,59 8.503.875 75,56 11.107.921 100,00 5.752.079
Berdasarkan Tabel 16, rata-rata total biaya yang dibayarkan oleh petani sampel adalah sebesar
%
Rp.3.473.863 perluas lahan/MT dan rata-rata biaya
dibayarkan perhektar adalah Rp.11.107.921/ha/MT. Komponen biaya yang dibayarkan oleh petani sampel yang terbesar adalah biaya bagi hasil, yaitu sebesar 75,56% dari total biaya yang dibayarkan. Tingkat pendapatan rata-rata petani sampel perluas lahan adalah sebesar Rp.1.720.637 dan pendapatan rata-rata perhektar adalah sebesar Rp.5.752.079. Kondisi finansial petani penggarap pada umumnya lebih rendah daripada pemilik lahan dan juga dalam usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak ada perjanjian yang mengikat antara petani penggarap dan pemilik lahan, yang menyebutkan bahwa biaya produksi ada yang sepenuhnya ditanggung oleh petani penggarap dan ada yang ditanggung bersama. Dengan demikian petani penggarap lebih hemat dalam penggunaan faktor produksi seperti pestisida, pupuk dan penggunaan faktor produksi tenaga kerja luar keluarga. Faktor tenaga kerja
62
merupakan satu-satunya asset yang dimiliki oleh petani penggarap sehingga petani penggarap akan berusaha mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja dalam keluarga. hal ini bertujuan untuk meminimumkan biaya yang harus dikeluarkan, mengingat keterbatasan modal yang dimiliki. Petani penggarap tidak mempunyai hak untuk menentukan letak lahan maupun luas lahan yang akan digarapnya. Total biaya yang harus dikeluarkan relatif lebih besar dibandingkan dengan pemilik lahan, namun hasil panen yang diperoleh harus dibagi dua sama besar dengan pemilik lahan. Akibatnya pendapatan yang diterima petani penggarap lebih rendah dibandingkan pemilik lahan. Tabel 17. Analisa Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah Per Sistem Bagi Hasil Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Musim Tanam Juni-Oktober 2015
No. Uraian
1. 2. 3. 4.
9.
Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan Biaya Dibayarkan 1. Biaya Benih 2. Pupuk 3. Pestisida 4. TKLK 5. Panen 6. Angkut 7. Irigasi 8. Bagi Hasil Total Pendapatan
Mardua (Biaya Ditanggung Penggarap)
Mardua (Biaya Ditanggung Bersama)
Marduaparlima
3.698 4.500 16.641.000
3.830 4.500 17.235.000
3.700 4.500 16.650.000
189.000 485.805 9.772 670.000 924.538 52.333 90.000 8.321.250 10.742.698 5.898.302
207.273 606.704 11.364 848.178 957.386 34.545 90.000 8.319.717 11.075.167 6.159.833
269.271 448.438 0 1.558.400 925.000 52.500 90.000 9.695.156 13.038.765 3.611.235
Berdasarkan Tabel 17 pendapatan petani penggarap dilihat dari sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, yaitu a) pendapatan rata-rata petani penggarap
63
dengan
sistem
mardua
(biaya
ditanggung
penggarap)
sebesar
Rp.5.898.302/MT/Ha, b) pendapatan rata-rata petani penggarap dengan sistem mardua (biaya ditanggung bersama) adalah sebesar Rp. 6.159.833/MT/Ha, dan c) pendapatan petani penggarap dengan sistem marduaparima adalah sebesar Rp.3.611.235/MT/Ha. Berdasarkan Tabel 17, pendapatan petani penggarap yang terbesar apabila dilihat sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan adalah petani penggarap dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama), yaitu sebesar Rp.6.159.833/MT/Ha. Hal ini dikarenakan petani penggarap dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama) dalam berusahatani padi sawah, biaya produksi ditanggung bersama antara petani penggarap dengan pemilik lahan. Oleh karena itu, biaya yang dibayarkan berupa bagi hasil sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama) lebih kecil, yaitu Rp.8.319.717dibandingkan dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung penggarap), yaitu Rp.8.321.250 dan juga dengan sistem marduaparlima yaitu sebesar Rp.9.695.165.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tentang Analisis Pendapatan Petani Penggarap Pada Usahatani Padi Sawah (Oryza sativa) di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal, diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Kesimpulan mengenai deskripsi sistem kerjasama dan bagi hasil pada usahatani padi sawah di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal: a. Terdapat tiga bentuk sistem kerjasama dan bagi hasil antara petani penggarap dan pemilik lahan, yaitu: a) sistem mardua (biaya ditanggung oleh petani penggarap), b) sistem mardua (biaya ditanggung bersama), dan c) sistem marduaparlima (biaya ditanggung bersama). b. Latar belakang terjadinya perjanjian bagi hasil di Desa Muara Siambak pada umumnya terjadi karena pemilik lahan memiliki pekerjaan diluar pertanian, sedangkan alasan petani penggarap adalah petani penggarap tidak memiliki lahan serta untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari, maka petani penggarap mengusahakan tanaman padi dengan bagi hasil. c. Perjanjian bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabuaten Mandailing Natal antara pemilik lahan dengan petani penggarap pada umumnya adalah secara lisan atau tidak tertulis. Jangka waktu berakhirnya perjanjian bagi hasil tidak ditentukan. Selama petani penggarap ingin mengolah lahan, maka petani penggarap diperkenankan untuk terus mengusahakan tanaman padi di lahan garapannya. 2. Kesimpulan mengenai pendapatan pentani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil : a. Pendapatan petani penggarap dengan sistem kerjasama dan bagi hasil di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal rata-rata perluas lahan adalah sebesar Rp.1.720.637/MT dan rata-rata pendapatan perhektar adalah sebesar Rp.5.752.079/MT.
65
b. Pendapatan petani penggarap yang terbesar apabila dilihat sistem bagi hasil yang terdapat di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan adalah petani penggarap dengan sistem bagi hasil mardua (biaya ditanggung bersama), yaitu sebesar Rp.6.159.833/MT/Ha, dibandingkan dengan sistem mardua (biaya ditanggung penggarap), yaitu sebesar Rp.5.898.302/MT/Ha dan sistem marduaparlima sebesar Rp.3.611.235/MT/Ha.
B. SARAN Adapun saran yang penulis berikan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Petani penggarap harus memperhatikan hal-hal yang menyangkut dengan teknik budidaya, seperti pengolahan lahan, pemupukan dan waktu pemupukan, penanaman, penyulaman dan penyiangan sesuai dengan yang dianjurkan agar produktivitas meningkat dan mampu meningkatkan pendapatan petani. 2. Pemerintah beserta akademisi sebaiknya memberikan edukasi mengenai bagi hasil pertanian kepada pemilik lahan dan petani penggarap, sehingga dalam praktik bagi hasil pertanian dapat memberikan manfaat yang seharusnya bagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan bagi hasil pertanian.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR....................................................................................... vii DAFTAR ISI ..................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
xi
ABSTRAK ........................................................................................................ xiv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................
4
C. Tujuan Penelitian ................................................................................
7
D. Manfaat Penelitian..............................................................................
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................
9
A. Deskripsi Padi Sawah .........................................................................
9
B. Teknik Budidaya Padi Sawah .............................................................
9
C. Panen dan Pasca Panen....................................................................... 11 D. Konsep Usahatani dan Manajemen Usahatani ................................... 12 E. Klasifikasi Petani ................................................................................ 17 F. Struktur Penguasaan Lahan ................................................................ 19 G. Sistem Bagi Hasil Pertanian ............................................................... 22 H. Penelitian Terdahulu .......................................................................... 29 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 31 A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 31 B. Metode Penelitian ............................................................................... 31 C. Metode Pengambilan Sampel ............................................................. 32 D. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 32 E. Variabel yang Diamati ........................................................................ 33 F. Analisis Data ....................................................................................... 34
viii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 36 A. Gambaran Umum Daerah Penelitian.................................................. 36 B. Identitas Petani Responden................................................................. 37 C. Gambaran Umum dan Kultur Teknis Petani Responden ................... 42 D. Deskripsi Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil ...................................... 53 E. Analisis Pendapatan Petani Penggarap ............................................... 58 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 64 A. Kesimpulan ........................................................................................ 64 B. Saran ................................................................................................... 65 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 68
ix
DAFTAR PUSTAKA Adelina, F. 2014. Analisis Usahatani Bunga Krisan Pada Petani Perorangan dan Kelompok Di Kecamatan Gunung Talang Kabupaten Solok. Padang. [Skripsi]. Universitas Andalas. 82 hal. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. 2015. Mandailing Natal Dalam Angka. [BPS]. Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2015. Sumatera Utara Dalam Angka. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. 2015. Statistik Daerah Kotanopan. Bushar, M. 2000. Pokok-pokok Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita. 218 hal. Darwis, V. 2008. Keragaan Penguasaan Lahan Sebagai Faktor Utama Penentu Pendapatan Petani. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 18 hal. Hamidah, C. 2014. Pendapatan dan Resiko Petani Penggarap dengan Sistem Maro dan Mertelu di Kecamatan Babadan. Jurnal Ekulilibrium, Volume 12, No. 1. 21 hal. Handayani, D. M. 2006. Analisis Profitabilitas dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Menurut Luas dan Status Kepemilikan Lahan Di Desa Karacak Kecamatan Leuwilang kabupaten Bogor Jawa Barat. Bogor. [Skripsi] Institut Pertanian Bogor. 85 hal. Harsono, B. 2006. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaan. Jakarta: Jembatan. 122 hal. Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. 309 hal. Iko, H. 2008. Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian Di Kecamatan Bulukamba Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Semarang. [Tesis] Universitas Diponogoro. 92 hal. Mardiyaningsih, D. I. 2010. Dinamika Sistem Masyarakat Petani Tradisional dan Modern di Jawa Barat. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Volume 4, No. 1, 24. 145 hal. Mosher, A. 1986. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasaguna. 220 hal. Mubyarto, S. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES. 243 hal. Nazir, M. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. 286 hal.
67
Negara, A. 2013. Pelaksanaan Bagi Hasil Pertanian Sawah Di Bumen Kecamatan Sumowono Kabupaten Semarang. Semarang. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. 79 hal. Pane, A. A. 2014. Sistem Bagi Hasil dan Pendapatan Petani Padi di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Bengkulu: Universitas Bengkulu. 28 hal. Purwono. 2013. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. 142 hal. Rachmat, Muchjidin dan Chaerul Muslim. 2010. Dinamika penguasaan Lahan dan Kelembagaan Kerja Pertanian. Jurnal Penguasaan dan Fragmentasi Lahan. 108 hal. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta: Universitas Indonesia Press. 253 hal. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press. 110 hal. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 334 hal. Undang-undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Suratiyah, K. 2011. Ilmu Usahatani. Bogor: Penebar Swadaya. 124 hal. Warisno. 1998. Budidaya Jagung Hibrida. Yogyakarta: Kanisius. 123 hal. Werner, R. 1983. Struktur Pemilikan Tanah Di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali. 151 hal. Winarso, B. 2012. Dinamika Pola Penguasaan Lahan Sawah di Wilayah Pedesaan di Indonesia. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 No. 3. 149 hal.
68
Lampiran 1. Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 di Provinsi Sumatera Utara Produksi Rata-rata Produksi (Ton) (Kw/ha) 744.947 3.214.782 43,15 2004 743.813 3.240.209 43,56 2005 652.531 2.870.944 44 2006 690.640 3.107.570 45 2007 696.722 3.189.758 45,78 2008 718.583 3.382.066 47,07 2009 702.308 3.422.264 48,73 2010 703.618 3.440.262 48,93 2011 714.307 3.552.373 49,73 2012 697.344 3.571.141 51,21 2013 676.724 3.490.516 51,58 2014 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara, 2015 Tahun
Luas Panen (Ha)
69
Lampiran 2. Data Luas Lahan, Produksi, dan Rata-rata Produksi Padi Sawah 2004-2014 Menurut Kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal.
Kecamatan
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-rata Produksi (Kw/ha) 47,9 44,3 46,6 46,3 45,4 47,9 45,6 47,4 47,5 47,6 45,7 45,5 47,6 47,4 47,5 47,3 47 47,5 45,2 44,35 47,9 47 47
Batahan 627 2.783 Sinunukan 573 2.538 Batang Natal 808 3.756 Lingga Bayu 919 4.253 Ranto Baek 503 2.282 Kotanopan 1.645 7.878 Ulu Pungkut 287 1.309 Tambangan 1.080 5.121 Lembah Sorik Merapi 1.413 6.696 Puncak Sorik Merapi 641 3.053 Muara Sipongi 774 3.538 Pakantan 1.054 4.798 Panyabungan 4.040 19.229 Panyabungan Selatan 1.871 8.889 Panyabungan Barat 1.488 7.067 Panyabungan Utara 1.723 8.149 Panyabungan Timur 303 1.426 Huta Bargot 1.240 5.891 Natal 2.244 10.142 Muara Batang Gadis 216 957 Siabu 13.077 62.639 Bukit Malintang 1.315 6.182 Naga Juang 523 2.458 Mandailing Natal 38.361 181.013 47,19 2014 37.938 177.858 46,91 2013 37.414,29 178.575 47,73 2012 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2015
70
Lampiran 3. Luas Panen dan Produksi Padi dan Palawija Menurut Jenis Tanaman Tahun 2014 di Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal No Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) 1 Padi Sawah 1.646,90 8.003,94 2 Jagung 31 122,11 3 Ubi Kayu 2 44,02 4 Ubi Jalar 4 47,68 5 Kacang Tanah 3 8,25 6 Kacang Kedelai 7 6,09 7 Kacang Hijau 0 0 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, 2015
71
Lampiran 4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Muarasiambak NO 1 2 3 4 5
Mata Pencaharian
Petani PNS Pedagang Polisi Bidan Jumlah Sumber: Data Monografi Desa Muarasiambak, 2013
Jumlah 218 15 26 1 1 261
72
Lampiran 5. Data Petani Penggarap Berdasarkan Luas Lahan Garapan dengan Sistem Kerjasama dan Bagi Hasil di Desa Muarasiambak. NO Luas Lahan (Ha) 1 0,2 2 0,3 3 0,4 Total Sumber: Petugas Penyuluh Lapangan (2014)
Jumlah Petani 72 49 82 203
73
Lampiran 6. Kultur Teknis Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kab. Mandailing Natal Musim Tanam Juni-Oktober 2015 Pengolahan Tanah Sampel
Perlakuan
Pembibitan
Kedalaman
Pupuk
Pengolahan
Organik
Waktu Perendaman
Penyemaian Keadaan Lahan
Perlakuan
Penanaman Umur Bibit
Keadaan Lahan
Jarak Tanam
Dipindah
Pemupukan Jumlah Bibit
Waktu Pemberian
Perlubang
Tanah 1
Cangkul dan
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
5
30 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
30 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
30 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
30 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
30 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
24 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
5
21 HST
pemerataan 2
Cangkul dan pemerataan
3
Cangkul dan pemerataan
4
Cangkul dan pemerataan
5
Cangkul dan pemerataan
6
Cangkul dan pemerataan
7
Cangkul dan pemerataan
8
Cangkul dan pemerataan
9
Cangkul dan pemerataan
10
Cangkul dan pemerataan
11
Cangkul dan pemerataan
12
Cangkul dan pemerataan
13
Cangkul dan pemerataan
14
Cangkul dan pemerataan
15
Cangkul dan pemerataan
74
Sambungan 16
Cangkul dan
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
24 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
24 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
24 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25x 25
7
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
20 x 20
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
21 Hari
Macak-macak
25 x 25
5
21 HST
20
Tidak Ada
Direndam selama 48 jam
Macak-macak
Disebar Merata
22 Hari
Macak-macak
20 x20
5
21 HST
pemerataan 17
Cangkul dan pemerataan
18
Cangkul dan pemerataan
19
Cangkul dan pemerataan
20
Cangkul dan pemerataan
21
Cangkul dan pemerataan
22
Cangkul dan pemerataan
23
Cangkul dan pemerataan
24
Cangkul dan pemerataan
25
Cangkul dan pemerataan
26
Cangkul dan pemerataan
27
Cangkul dan pemerataan
28
Cangkul dan pemerataan
29
Cangkul dan pemerataan
30
Cangkul dan pemerataan
75
Lampiran 7. Identitas Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Nama Petani No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
M. Said Nurhayani Saripah Kamik M. Saleh Lubis Elmiati Darusman Raudah Nurhayati Rida Wati Arjun Parulian Imron Lubis M. Hasan Aspan Lubis Mulyadi Mathondang Sulaiman MTD Ummi Kalsum Isnaida NST Jon henry Ruslan efendi Thamrin Parlindungan Eddi Darwin Zulkifli Hasmar Lubis Sudirman Gurdi Hasmuddin Mawardi Salamah
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2
Umur 57 33 52 60 63 53 61 60 37 38 35 35 44 58 39 63 50 59 34 33 48 52 47 55 37 57 50 57 53 44
Jenis kelamin L P P P L P L P P P L L L L L L P P L L L L L L L L L L L P
Pendidikan Terakhir SD SMA SD SD SD D2 SD SD SMA SMA SD SMA SMP SD SMA SD SMP SD SD SMP SMP SMA SMA SMA SMP SMA SMP SMP SMP SMP
Jumlah Tanggungan (Orang) 3 2 4 1 2 3 6 1 2 5 2 2 5 4 2 4 2 2 2 6 1 6 3 7 2 5 7 2 3 3
Pengalaman Berusahatani (Tahun) 30 5 25 35 15 10 2 5 10 11 1 8 13 35 4 25 20 40 5 10 2 10 2 20 5 15 20 10 15 10
76
Lampiran 8. Deskripsi Padi Varietas Ciherang dan Inpari Sidenuk Deskripsi Atribut No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ciherang
Inpari Sidenuk Golongan Cere Cere Umur Tanaman 116-125 Hari 103 hari Bentuk Tanaman Tegak Tegak Tinggi 107-115 cm 104 cm Anakan Produktif 14-17 batang 15 batang Warna Kaki Hijau Hijau Warna Batang Hijau Hijau Warna Daun Telinga Tidak Berwarna Tidak Berwarna Warna Daun Hijau Hijau Kasar pada sebelah Kasar pada sebelah 10 Muka Daun bawah bawah 11 Posisi Daun Tegak Tegak 12 Daun Bendera Tegak Tegak 13 Bentuk Gabah Panjang ramping Panjang ramping 14 Warna Gabah Kuning bersih Kuning Emas 15 Golongan Pulen Pulen 16 Produksi 6,0 t/ha 6,9 t/ha Tahan terhadap Tahan terhadap wereng wereng coklat biotipe coklat biotipe 2 dan 2 dan 3, tahan agak tahan biotipe 3, 17 Bentuk Tanaman terhadap hawar daun tahan terhadap hawar bakteri, dan strain III daun bakteri, dan strain dan IV serta rentan III dan IV terhadap tungro Baik ditanam dilahan Baik ditanam dilahan sawah irigasi dataran sawah irigasi dataran 18 Tinggi rendah sampai 500 rendah sampai 600 mdpl mdpl Sumber: Dinas Pertanian dan Peternakan Kab. Mandailing Natal
77
Lampiran 9. Jumlah Pemakaian Benih Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Permusim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel
Luas Lahan (Ha) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,3
Per Luas Lahan (Kg) 18 8 10 10 15 10 6 8 10 12 7,5 15 20 23 10 10 15 22 12 15 8 10 12 23 18 15 20 15 18 10 406 13,52
Harga /Kg (Rp) 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 135.000 4.500
Biaya Benih Per Luas lahan (Rp) 81.000 36.000 45.000 45.000 67.500 45.000 27.000 36.000 45.000 54.000 33.750 67.500 90.000 103.500 45.000 45.000 67.500 99.000 54.000 67.500 36.000 45.000 54.000 103.500 81.000 67.500 90.000 67.500 81.000 45.000 1.824.750 60.825
Per Hektar (Kg) 45 40 33,33 50 37,5 33,33 30 40 33,33 40,00 37,5 50 66,67 57,5 33,33 33,33 37,5 55 40 50 40 33,33 40 57,5 60 50 50 50 60 50 1.334 44,47
Biaya Benih Per Hektar (Kg) 202.500 180.000 150.000 225.000 168.750 150.000 135.000 180.000 150.000 180.000 168.750 225.000 300.000 258.750 150.000 150.000 168.750 247.500 180.000 225.000 180.000 150.000 180.000 258.750 270.000 225.000 225.000 225.000 270.000 225.000 6.003.750 200.125
78
Lampiran 10. Jumlah Pemakaian Pupuk Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per Musim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Per Luas Lahan Urea SP-36 NPK (Kg) (Kg) (Kg) 50 20 30 25 30 25 15 40 40 30 20 50 45 60 25 35 50 70 50 40 50 50 50 30 30 50 50 40 50 25 1.175 39,17
20 5 15 5 20 10 3 20 15 20 20 15 30 20 15 4 25 30 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 5 517 17,23
Urea (Kg)
0 125,00 0 100,00 0 100,00 2 125,00 0 75,00 0 83,33 5 75,00 0 200,00 0 133,33 0 100,00 0 100,00 0 166,67 0 150,00 20 150,00 0 83,33 25 116,67 5 125,00 0 175,00 0 166,67 0 133,33 0 250,00 0 166,67 0 166,67 0 75,00 0 100,00 0 166,67 0 125,00 0 133,33 0 166,67 0 125,00 0 3958,33 1,90 131,94
Per Hektar SP-36 NPK (Kg) (Kg) 50,00 25,00 50,00 25,00 50,00 33,33 15,00 100,00 50,00 66,67 100,00 50,00 100,00 50,00 50,00 13,33 62,50 75,00 66,67 66,67 100,00 66,67 66,67 50,00 66,67 66,67 50,00 66,67 66,67 25,00 1.724,17 57,47
0,00 0,00 0,00 10,00 0,00 0,00 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 50,00 0,00 83,33 12,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 180,83 6,03
79
Lampiran 11. Biaya Pupuk Yang Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Per Musim Tanam Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel
1 2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2
3 4 5 6 7 8 9 10
Urea
Per Luas Lahan (Rp) SP-36 NPK
Jumlah
Per Hektar (Rp) SP-36
Urea
Jumlah NPK
112.500 45.000
70.000 17.500
-
182.500 62.500
281.250 225.000
175.000 87.500
-
456.250 312.500
0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3
67.500 56.250 67.500 56.250 33.750 90.000 90.000 67.500
52.500 17.500 70.000 35.000 10.500 70.000 52.500 70.000
9.000 22.500 -
120.000 82.750 137.500 91.250 66.750 160.000 142.500 137.500
225.000 281.250 168.750 187.500 168.750 450.000 300.000 225.000
175.000 87.500 175.000 116.667 52.500 350.000 175.000 233.333
45.000 112.500 -
400.000 413.750 343.750 304.167 333.750 800.000 475.000 458.333
11 12
0,2 0,3
45.000 112.500
70.000 52.500
-
115.000 165.000
225.000 375.000
350.000 175.000
-
575.000 550.000
13 14
0,3 0,4
101.250 135.000
105.000 70.000
90.000
206.250 295.000
337.500 337.500
350.000 175.000
225.000
687.500 737.500
15 16
0,3 0,3
56.250 78.750
52.500 14.000
112.500
108.750 205.250
187.500 262.500
175.000 46.667
375.000
362.500 684.167
17 18 19 20 21 22 23
0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3
112.500 157.500 112.500 90.000 112.500 112.500 112.500
87.500 105.000 70.000 70.000 70.000 70.000 70.000
22.500 -
222.500 262.500 182.500 160.000 182.500 182.500 182.500
281.250 393.750 375.000 300.000 562.500 375.000 375.000
218.750 262.500 233.333 233.333 350.000 233.333 233.333
56.250 -
556.250 656.250 608.333 533.333 912.500 608.333 608.333
80
Sambungan 24 25 26 27
0,4 0,3 0,3 0,4
67.500 67.500 112.500 112.500
70.000 70.000 70.000 70.000
-
137.500 137.500 182.500 182.500
168.750 225.000 375.000 281.250
175.000 233.333 233.333 175.000
-
343.750 458.333 608.333 456.250
28 29 30 Jumlah Rata2
0,3 0,3 0,2 9 0,30
90.000 112.500 56.250 2.643.750 88.125,00
70.000 70.000 17.500 1.809.500 60.316,67
256.500 8.550,00
160.000 182.500 73.750 4.709.750 156.991,67
300.000 375.000 281.250 8.906.250 296.875,00
233.333 233.333 87.500 6.034.583 201.152,78
813.750 27.125,00
533.333 608.333 368.750 15.754.583 525.152,78
81
Lampiran 12. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengolahan Lahan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kec. Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 10 0,71
Wanita
Anak 3 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 2 0 0 0 1 1 2 1 1 1 1 1 1 26 1,00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00
Jumlah hari Kerja (Hari) Pria 2 0 0 7 0 7 0 0 0 0 4 4 0 0 0 0 0 0 0 7 14 0 0 0 0 0 4 0 4 0 53 5,89
Wanita
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 2 4 7 0 4 7 0 3 7 7 4 0 2 0 0 7 2 14 0 0 0 14 14 4 4 2 4 7 4 4 127 5,77
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00
Wanita 16 32 56 56 32 56 0 24 56 56 32 32 16 0 0 56 16 84 0 56 56 84 84 32 32 16 32 56 32 32 1132 43,54
Jumlah HKP
Anak 16 32 56 56 32 56 0 24 56 56 32 32 16 0 0 56 16 84 0 56 84 84 84 32 32 16 32 56 32 32 1160 44,62
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00
Per Luas Lahan 8,00 4,00 7,00 7,00 4,00 14,00 0,00 3,00 7,00 7,00 8,00 4,00 2,00 0,00 0,00 7,00 2,00 21,00 0,00 7,00 7,00 10,50 10,50 8,00 8,00 2,00 8,00 7,00 8,00 4,00 185 6,17
Per Hektar 20,00 20,00 23,33 35,00 10,00 46,67 0,00 15,00 23,33 23,33 40,00 13,33 6,67 0,00 0,00 23,33 5,00 52,50 0,00 23,33 35,00 35,00 35,00 20,00 26,67 6,67 20,00 23,33 26,67 20,00 629,17 20,97
82
Lampiran 13. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Pengolahan Lahan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Luas Lahan (Ha)
Sampel
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Pria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9,00 0,30
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Wanita
Anak 0 0 0 0 0 4 0 2 0 0 0 0 3 0 3 0 1 0 2 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 0 19,00 1,90
Jumlah hari Kerja (Hari)
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Wanita
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 0 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 2 0 2 0 1 0 2 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 15,00 1,67
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Pria
Wanita 0 0 0 0 0 24 0 18 0 0 0 0 12 0 12 0 8 0 16 0 0 0 0 0 0 32 0 0 0 0 122,00 13,56
0 0 0 0 0 24 0 18 0 0 0 0 12 0 12 0 8 0 16 0 0 0 0 0 0 32 0 0 0 0 122,00 13,56
Jumlah HKP
Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0,00 0,00
Per Luas Lahan 0 0 0 0 0 12 0 4,5 0 0 0 0 4,5 0 4,5 0 1 0 4 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 38,50 1,28
Per Hektar 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 40,00 0,00 22,50 0,00 0,00 0,00 0,00 15,00 0,00 15,00 0,00 2,50 0,00 13,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 26,67 0,00 0,00 0,00 0,00 135,00 4,50
83
Lampiran 14. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Persemaian Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9,00 0,30
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Wanita Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30,00 1,00
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Hari Kerja (Hari) Wanita Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30,00 1,00
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Jam Kerja (Jam) Wanita Anak 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 8 0 240,00 0 8,00
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah HKP Per Luas Lahan Per Hektar 1 2,50 1 5,00 1 3,33 1 5,00 1 2,50 1 3,33 1 5,00 1 5,00 1 3,33 1 3,33 1 5,00 1 3,33 1 3,33 1 2,50 1 3,33 1 3,33 1 2,50 1 2,50 1 3,33 1 3,33 1 5,00 1 3,33 1 3,33 1 2,50 1 3,33 1 3,33 1 2,50 1 3,33 1 3,33 1 5,00 30,00 105,83 1,00 3,53
84
Lampiran 15. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
Sampel
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Pria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9,00 0,30
1 0 1 0 2 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8,00 0,67
Wanita
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak 4 1 0 1 2 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 1 1 2 2 0 0 1 1 0 1 2 1 2 1 2 29,00 1,45
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 0 3 0 2 0 0 0 0 0 1 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9,00 1,8
Wanita
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 1 1 0 1 2 0 1 0 2 2 0 0 2 0 0 2 1 3 3 3 6 4 4 0 2 1 1 1 1 2 46,00 2,09
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 6 18 6 12 0 6 0 12 16 8 16 16 0 0 12 8 18 18 18 36 24 24 0 12 6 8 8 8 12 336,00 13,44
Wanita
Jumlah HKP
Anak 8 6 18 6 12 0 6 0 12 16 0 0 16 0 0 12 8 18 18 18 36 24 24 0 12 6 8 8 8 12 312,00 13,57
Per Luas Lahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5 0,75 2,25 0,75 6 0 0,75 0 1,5 2 1 2 2 0 0 1,5 1 4,5 4,5 2,25 4,5 3 3 0 1,5 1,5 1 2 1 3 58,25 1,94
Per Hektar 12,50 3,75 7,50 3,75 15,00 0,00 3,75 0,00 5,00 6,67 5,00 6,67 6,67 0,00 0,00 5,00 2,50 11,25 15,00 7,50 22,50 10,00 10,00 0,00 5,00 5,00 2,50 6,67 3,33 15,00 197,5 6,58
85
Lampiran 16. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Penanaman Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pria
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,08
Wanita
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak 0 2 0 0 0 2 0 2 1 1 0 0 3 4 5 0 3 0 2 0 0 0 0 3 1 2 3 2 2 2 40 2,35
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 0 1 0 0 0 2 0 3 2 2 0 0 2 2 1 0 1 0 3 0 0 0 0 1 2 1 1 1 1 2 28 1,65
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 6 0 6 0 12 0 18 12 12 0 0 16 12 8 0 8 0 18 0 0 0 0 8 12 6 8 8 8 12 190 10,56
Wanita
Jumlah HKP Per Luas Lahan
Anak 6 0 0 0 12 0 18 12 12 0 0 16 12 8 0 8 0 18 0 0 0 0 8 12 6 8 8 8 12 184 10,82
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Per Hektar 0 1,5 0 0,75 0 3 0 4,5 1,5 1,5 0 0 6 6 5 0 3 0 4,5 0 0 0 0 3 1,5 1,5 3 2 2 3 53,25 1,78
0,00 7,50 0,00 3,75 0,00 10,00 0,00 22,50 5,00 5,00 0,00 0,00 20,00 15,00 16,67 0,00 7,50 0,00 15,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,50 5,00 5,00 7,50 6,67 6,67 15,00 181,25 6,04
86
Lampiran 17. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemupukan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pria
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah HKP
Anak 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 240 8
Per Luas Lahan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 1
Per Hektar 2,50 5,00 3,33 5,00 2,50 3,33 5,00 5,00 3,33 3,33 5,00 3,33 3,33 2,50 3,33 3,33 2,50 2,50 3,33 3,33 5,00 3,33 3,33 2,50 3,33 3,33 2,50 3,33 3,33 5,00 105,83 3,53
87
Lampiran 18. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Penyiangan dan Penyulaman Permusim Tanama Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
Sampel
Luas Lahan (Ha)
Jumlah Tenaga Kerja (Orang)
Pria 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 17 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 17 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah HKP
Anak 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 240 8
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Per Luas Lahan 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 17 0,57
Per Hektar 2,50 0,00 3,33 5,00 2,50 0,00 0,00 0,00 3,33 0,00 0,00 3,33 3,33 2,50 0,00 3,33 2,50 2,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,50 3,33 0,00 2,50 3,33 3,33 5,00 54,17 1,81
88
Lampiran 19. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pengendalian HPT Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pria
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 30 1
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Wanita 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah HKP
Anak 6 4 4 3 6 6 3 4 6 6 3 3 6 6 3 3 6 6 6 6 3 6 3 4 6 4 4 6 3 3 138 4,6
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Per Luas Lahan 0,75 0,50 0,50 0,38 0,75 0,75 0,38 0,50 0,75 0,75 0,38 0,38 0,75 0,75 0,38 0,38 0,75 0,75 0,75 0,75 0,38 0,75 0,38 0,50 0,75 0,50 0,50 0,75 0,38 0,38 17,25 0,58
Per Hektar 1,88 2,50 1,67 1,88 1,88 2,50 1,88 2,50 2,50 2,50 1,88 1,25 2,50 1,88 1,25 1,25 1,88 1,88 2,50 2,50 1,88 2,50 1,25 1,25 2,50 1,67 1,25 2,50 1,25 1,88 58,33 1,94
89
Lampiran 20. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 0,2 0,30
Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Pria 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 0 1 2 1 0 0 0 1 3 3 1 1 0 19 1,06
Wanita 4 1 1 1 2 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1 3 0 1 0 1 1 1 1 2 1 1 1 1 30 1,30
Anak 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1,00
Jumlah hari Kerja (Hari) Pria
Wanita 1 0 2 0 1 0 1 0 1 0 2 2 0 0 0 1 0 0 1 1 2 0 0 0 1 1 1 2 1 1 22 1,29
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 1 1 2 1 1 0 1 0 1 1 2 2 1 0 0 1 1 1 0 1 2 1 1 2 1 1 1 2 1 1 31 1,24
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1,00
8 8 16 8 8 0 8 0 8 6 16 16 8 0 0 8 8 8 8 8 16 8 8 16 8 8 8 16 8 8 254 9,77
Wanita
Jumlah HKP Per Luas Lahan
Anak 8 8 16 8 8 0 0 0 0 6 16 16 8 0 0 8 8 8 8 8 16 8 8 16 8 8 8 16 8 8 238 9,92
0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 6,00
5 1 4 1 3 0 1 0 1 1,5 4 2 1 0 0 2 1 3 1 3 2 1 1 2 2 5 4 4 2 1 58,50 1,95
Per Hektar 12,50 5,00 13,33 5,00 7,50 0,00 5,00 0,00 3,33 5,00 20,00 6,67 3,33 0,00 0,00 6,67 2,50 7,50 3,33 10,00 10,00 3,33 3,33 5,00 6,67 16,67 10,00 13,33 6,67 5,00 196,67 6,56
90
Lampiran 21. Pemakaian Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Kegiatan Pemanenan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Jumlah Tenaga Kerja (Orang) Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Pria
Wanita 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0,20
0 2 0 0 5 4 0 3 3 3 0 0 5 8 5 0 5 6 2 0 2 1 1 4 3 0 0 4 3 5 74 2,96
Jumlah hari Kerja (Hari)
Anak
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1,00
Wanita
Jumlah jam Kerja (Jam)
Anak 0 1 0 0 1 2 0 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 1 2 0 1 1 1 1 1 0 0 2 1 1 23 1,15
Pria 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 1 1 4 1,33
Wanita 0 8 0 8 8 16 0 8 8 8 0 0 8 8 8 0 8 8 16 0 8 8 8 8 8 0 0 16 8 8 192 9,14
Anak 0 8 0 8 8 16 0 8 8 8 0 0 8 8 8 0 8 8 16 0 8 8 8 8 8 0 0 16 8 8 192 9,14
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah HKP Per Luas Lahan Per Hektar 0 0,00 2 10,00 0 0,00 1 5,00 5 12,50 8 26,67 0 0,00 3 15,00 3 10,00 3 10,00 0 0,00 0 0,00 5 16,67 8 20,00 5 16,67 0 0,00 5 12,50 6 15,00 4 13,33 0 0,00 2 10,00 1 3,33 1 3,33 4 10,00 3 10,00 0 0,00 0 0,00 8 26,67 3 10,00 5 25,00 85 281,67 2,83 9,39
91
Lampiran 22. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Per Luas Lahan Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Pengolahan Lahan TKDK TKLK 8 0 4 0 7 0 7 0 4 0 14 12 0 0 3 4,5 7 0 7 0 8 0 4 0 2 4,5 0 0 0 4,5 7 0 2 1 21 0 0 4 7 0 7 0 10,5 0 10,5 0 8 0 8 0 2 8 8 0 7 0 8 0 4 0 185 38,5 6,17 1,28
Persemaian TKDK TKLK 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 30 0 1 0
Penanaman TKDK TKLK 5 0 0,75 1,5 2,25 0 0,75 0,75 6 0 0 3 0,75 0 0 4,5 1,5 1,5 2 1,5 1 0 2 0 2 6 0 6 0 5 1,5 0 1 3 4,5 0 4,5 4,5 2,25 0 4,5 0 3 0 3 0 0 3 1,5 1,5 1,5 1,5 1 3 2 2 1 2 3 3 58,25 53,25 1,94 1,78
Pemupukan TKDK TKLK 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 30 0 1 0
Penyiangan dan Penyulaman TKDK TKLK 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 17 0 0,57 0
Pengendalian HPT TKDK TKLK 0,75 0 0,50 0 0,50 0 0,38 0 0,75 0 0,75 0 0,38 0 0,50 0 0,75 0 0,75 0 0,38 0 0,38 0 0,75 0 0,75 0 0,38 0 0,38 0 0,75 0 0,75 0 0,75 0 0,75 0 0,38 0 0,75 0 0,38 0 0,50 0 0,75 0 0,50 0 0,50 0 0,75 0 0,38 0 0,38 0 17,25 0 0,58 0
Pemanenan TKDK TKLK 5 0 1 2 4 0 1 1 3 5 0 8 1 0 0 3 1 3 1,5 3 4 0 2 0 1 5 0 8 0 5 2 0 1 5 3 6 1 4 3 0 2 2 1 1 1 1 2 4 2 3 5 0 4 0 4 8 2 3 1 5 58,5 85 1,95 2,83
Jumlah HKP TKDK TKLK 21,75 0 8,25 3,5 16,75 0 12,13 1,75 16,75 5 16,75 23 4,13 0 5,50 12 13,25 4,5 13,25 4,5 15,38 0 11,38 0 8,75 15,5 3,75 14 2,38 14,5 13,88 0 7,75 9 32,25 6 8,25 12,5 15,00 0 15,88 2 17,25 1 16,88 1 13,50 7 15,25 4,5 11,00 9,5 16,50 3 16,75 10 14,38 5 11,38 8 396 176,75 13,20 5,89
92
Lampiran 23. Pemakaian Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Tenaga Kerja Luar Keluarga Per Hektar Permusim Tanam Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Pada Musim Tanam Juli-Oktober 2015 Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Pengolahan Lahan TKDK TKLK 20 0 20 0 23,33 0 35 0 10 0 46,67 40 0 0 15 22,5 23,33 0 23,33 0 40 0 13,33 0 6,67 15 0 0 0 15 23,33 0 5 2,5 52,5 0 0 13,33 23,33 0 35 0 35 0 35 0 20 0 26,67 0 6,67 26,67 20 0 23,33 0 26,67 0 20 0 629,16 135 20,97 4,5
Persemaian TKDK TKLK 2,5 0 5 0 3,33 0 5 0 2,5 0 3,33 0 5 0 5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 105,78 0 3,53
Penanaman TKDK TKLK 12,5 0 3,75 7,5 7,5 0 3,75 3,75 15 0 0 10 3,75 0 0 22,5 5 5 6,67 5 5 0 6,67 0 6,67 20 0 15 0 16,67 5 0 2,5 7,5 11,25 0 15 15 7,5 0 22,5 0 10 0 10 0 0 7,5 5 5 5 5 2,5 7,5 6,67 6,67 3,33 6,67 15 15 197,51 181,26 6,58 6,04
Pemupukan TKDK TKLK 2,5 0 5 0 3,33 0 5 0 2,5 0 3,33 0 5 0 5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 105,78 0 3,53
Penyiangan dan Penyulaman TKDK TKLK 2,5 0 0 0 3,33 0 5 0 2,5 0 0 0 0 0 0 0 3,33 0 0 0 0 0 3,33 0 3,33 0 2,5 0 0 0 3,33 0 2,5 0 2,5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2,5 0 3,33 0 0 0 2,5 0 3,33 0 3,33 0 5 0 54,14 0 1,80 0
Pengendalian HPT TKDK TKLK 1,88 0 2,5 0 1,67 0 1,88 0 1,88 0 2,5 0 1,88 0 2,5 0 2,5 0 2,5 0 1,88 0 1,25 0 2,5 0 1,88 0 1,25 0 1,25 0 1,88 0 1,88 0 2,5 0 2,5 0 1,88 0 2,5 0 1,25 0 1,25 0 2,5 0 1,67 0 1,25 0 2,5 0 1,25 0 1,88 0 58,39 0 1,95 0
Pemanenan TKDK TKLK 12,5 0 5 10 13,33 0 5 5 7,5 12,5 0 26,67 5 0 0 15 3,33 10 5 10 20 0 6,67 0 3,33 16,67 0 20 0 16,67 6,67 0 2,5 12,5 7,5 15 3,33 13,33 10 0 10 10 3,33 3,33 3,33 3,33 5 10 6,67 10 16,67 0 10 0 13,33 26,67 6,67 10 5 25 196,66 281,67 6,56 9,39
Jumlah HKP TKDK TKLK 54,38 0 41,25 17,5 55,82 0 60,63 8,75 41,88 12,5 55,83 76,67 20,63 0 27,5 60 44,15 15 44,16 15 76,88 0 37,91 0 29,16 51,67 9,38 35 7,91 48,34 46,24 0 19,38 22,5 80,63 15 27,49 41,66 49,99 0 79,38 10 57,49 3,33 56,24 3,33 33,75 17,5 50,83 15 36,67 31,67 41,25 7,5 55,82 33,34 47,91 16,67 56,88 40 1347,42 597,93 44,91 19,93
93
Lampiran 24. Data penggunaan Pestisida dan Biaya Penggunaan Pestisida Petani Penggarap di Desa Muara Siambak Per Luas Lahan dan Per Hektar Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Pestisida Per Luas Lahan (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50.000 0 0 0 0 0 0 0 0 25.000 25.000 0 0 0 0 0 0 100.000 3.333
Pestisida Per Hektar (Rp) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 125.000 0 0 0 0 0 0 0 0 83.333 62.500 0 0 0 0 0 0 270.833 9.028
94
Lampiran 25. Biaya Panen Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natak Per Luas Lahan dan Per Hektar
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,30
Produksi (Kg) 1.950 650 1.200 630 1.800 1.260 780 900 1.290 1.200 650 1.140 930 2.100 870 780 2.070 1.800 840 780 690 1.050 900 1.920 900 870 2.100 930 900 750 34.630 1.154
Biaya Panen Per Luas Lahan Rp.250/Kg Per Hektar (Rp) 487.500 1.218.750 162.500 812.500 300.000 1.000.000 157.500 787.500 450.000 1.125.000 315.000 1.050.000 195.000 975.000 225.000 1.125.000 322.500 1.075.000 300.000 1.000.000 162.500 812.500 285.000 950.000 232.500 775.000 525.000 1.312.500 217.500 725.000 195.000 650.000 517.500 1.293.750 450.000 1.125.000 210.000 700.000 195.000 650.000 172.500 862.500 262.500 875.000 225.000 750.000 480.000 1.200.000 225.000 750.000 217.500 725.000 525.000 1.312.500 232.500 775.000 225.000 750.000 187.500 937.500 8.657.500 28.100.000 288.583 936.667
95
Lampiran 26. Biaya Angkut Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natak Per Luas Lahan dan Per Hektar Luas Biaya Angkut Lahan Produksi Perluas Sampel (Ha) (Kg) Lahan (Rp) 1 0,4 1.950 0 2 0,2 650 32.500 3 0,3 1.200 0 4 0,2 630 31.500 5 0,4 1.800 0 6 0,3 1.260 63.000 7 0,2 780 0 8 0,2 900 45.000 9 0,3 1.290 0 10 0,3 1.200 0 11 0,2 650 0 12 0,3 1.140 0 13 0,3 930 0 14 0,4 2.100 0 15 0,3 870 0 16 0,3 780 0 17 0,4 2.070 0 18 0,4 1.800 90.000 19 0,3 840 0 20 0,3 780 0 21 0,2 690 0 22 0,3 1.050 0 23 0,3 900 0 24 0,4 1.920 96.000 25 0,3 900 0 26 0,3 870 0 27 0,4 2.100 0 28 0,3 930 46.500 29 0,3 900 0 30 0,2 750 0 Jumlah 9 34.630 404.500 Rata2 0,3 1.154 13.483 Ket: Upah angkut Rp.1.500/karung 1 karung = 30 kg gabah
Biaya Angkut Perhektar (Rp) 0 162.500 0 157.500 0 210.000 0 225.000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 225.000 0 0 0 0 0 240.000 0 0 0 155.000 0 0 1.375.000 45.833
96
Lampiran 27. Biaya Irigasi Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natak Per Luas Lahan dan Per Hektar Luas Lahan (Ha)
Sampel
Produksi (Kg)
Biaya Irigasi Per Luas Lahan (Rp)
Biaya Irigasi Per Hektar (Rp)
1
0,4
1.200
90.000
90.000
2
0,2
450
90.000
90.000
3
0,3
650
90.000
90.000
4
0,2
475
90.000
90.000
5
0,4
1.100
90.000
90.000
6
0,3
630
90.000
90.000
7
0,2
400
90.000
90.000
8
0,2
720
90.000
90.000
9
0,3
900
90.000
90.000
10
0,3
750
90.000
90.000
11
0,2
420
90.000
90.000
12
0,3
600
90.000
90.000
13
0,3
700
90.000
90.000
14
0,4
1.200
90.000
90.000
15
0,3
540
90.000
90.000
16
0,3
1.000
90.000
90.000
17
0,4
1.060
90.000
90.000
18
0,4
1.100
90.000
90.000
19
0,3
660
90.000
90.000
20
0,3
900
90.000
90.000
21
0,2
400
90.000
90.000
22
0,3
600
90.000
90.000
23
0,3
600
90.000
90.000
24
0,4
800
90.000
90.000
25
0,3
630
90.000
90.000
26
0,3
720
90.000
90.000
27
0,4
1.020
90.000
90.000
28
0,3
650
90.000
90.000
29
0,3
580
90.000
90.000
30
0,2
420
90.000
90.000
Jumlah
9
21.875
2.700.000
2.700.000
Rata2
0,30
90.000
90.000
729,17
97
Lampiran 28. Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Per Luas Lahan
Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,3
Benih
Pupuk
Pestisida
TKLK
Panen
Biaya Angkut
Biaya irigasi
Bagi Hasil
Jumlah
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
(Rp)
182.500 62.500 120.000 82.750 137.500 91.250 66.750 160.000 142.500 137.500 115.000 165.000 206.250 295.000 108.750 205.250 222.500 262.500 182.500 160.000 182.500 182.500 182.500 137.500 137.500 182.500 182.500 160.000 182.500 73.750 4.709.750 156.992
50.000 25.000 25.000 100.000 3.333
140.000 70.000 200.000 920.000 480.000 180.000 180.000 620.000 560.000 580.000 360.000 240.000 500.000 80.000 40.000 40.000 280.000 180.000 380.000 120.000 400.000 200.000 320.000 7.070.000 235.667
81.000 36.000 45.000 45.000 67.500 45.000 27.000 36.000 45.000 54.000 33.750 67.500 90.000 103.500 45.000 45.000 67.500 99.000 54.000 67.500 36.000 45.000 54.000 103.500 81.000 67.500 90.000 67.500 81.000 45.000 1.824.750 60.825
487.500 162.500 300.000 157.500 450.000 315.000 195.000 225.000 322.500 300.000 162.500 285.000 232.500 525.000 217.500 195.000 517.500 450.000 210.000 195.000 172.500 262.500 225.000 480.000 225.000 217.500 525.000 232.500 225.000 187.500 8.657.500 288.583
32.500 31.500 63.000 45.000 90.000 96.000 46.500 404.500 13.483
90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 90.000 2.700.000 90.000
4.387.500 1.462.500 2.700.000 1.417.500 4.778.250 3.334.125 1.755.000 2.025.000 2.902.500 2.631.875 1.462.500 2.490.000 2.381.625 4.590.375 1.957.500 1.669.938 4.568.125 3.928.125 1.890.000 1.755.000 1.461.875 2.283.125 2.025.000 4.320.000 2.334.750 1.957.500 4.725.000 2.007.500 1.911.875 1.635.313 78.749.376 2.624.979
5.228.500 1.986.000 3.255.000 1.894.250 5.723.250 4.858.375 2.133.750 3.061.000 3.682.500 3.393.375 1.863.750 3.097.500 3.620.375 6.213.875 2.998.750 2.205.188 5.825.625 5.159.625 2.926.500 2.267.500 2.022.875 2.903.125 2.641.500 5.532.000 3.048.250 2.895.000 5.732.500 3.004.000 2.690.375 2.351.563 104.215.876 3.473.863
98
Lampiran 29. Biaya Dibayarkan Petani Penggarap Di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Per Hektar
Sampel
Luas Lahan (Ha)
Benih (Rp)
Pupuk (Rp)
Pestisida (Rp)
TKLK (Rp)
Panen (Rp)
Biaya Angkut (Rp)
Biaya Irigasi (Rp)
Bagi Hasil (Rp)
Jumlah (Rp)
1
0,4
202.500
456.250
0
0
1.218.750
0
90.000
10.968.750
12.936.250
2
0,2
180.000
312.500
0
700.000
812.500
162.500
90.000
7.312.500
9.570.000
3
0,3
150.000
400.000
0
0
1.000.000
0
90.000
9.000.000
10.640.000
4
0,2
225.000
413.750
0
350.000
787.500
157.500
90.000
7.087.500
9.111.250
5
0,4
168.750
343.750
0
500.000
1.125.000
0
90.000
11.945.625
14.173.125
6
0,3
150.000
304.167
0
3.066.800
1.050.000
210.000
90.000
11.113.750
15.984.717
7
0,2
135.000
333.750
0
0
975.000
0
90.000
8.775.000
10.308.750
8
0,2
180.000
800.000
0
2.400.000
1.125.000
225.000
90.000
10.125.000
14.945.000
9
0,3
150.000
475.000
0
600.000
1.075.000
0
90.000
9.675.000
12.065.000
10
0,3
180.000
458.333
0
600.000
1.000.000
0
90.000
8.772.917
11.101.250
11
0,2
168.750
575.000
0
0
812.500
0
90.000
7.312.500
8.958.750
12
0,3
225.000
550.000
0
0
950.000
0
90.000
8.300.000
10.115.000
13
0,3
300.000
687.500
0
2.066.800
775.000
0
90.000
7.938.750
11.858.050
14
0,4
258.750
737.500
125.000
1.400.000
1.312.500
0
90.000
11.475.938
15.399.688
15
0,3
150.000
362.500
0
1.933.600
725.000
0
90.000
6.525.000
9.786.100
16
0,3
150.000
684.167
0
0
650.000
0
90.000
5.566.460
7.140.627
99
Sambungan 17
0,4
168.750
556.250
0
900.000
1.293.750
0
90.000
11.420.313
14.429.063
18
0,4
247.500
656.250
0
600.000
1.125.000
225.000
90.000
9.820.313
12.764.063
19
0,3
180.000
608.333
0
1.666.400
700.000
0
90.000
6.300.000
9.544.733
20
0,3
225.000
533.333
0
0
650.000
0
90.000
5.850.000
7.348.333
21
0,2
180.000
912.500
0
400.000
862.500
0
90.000
7.309.375
9.754.375
22
0,3
150.000
608.333
0
133.200
875.000
0
90.000
7.610.417
9.466.950
23
0,3
180.000
608.333
83.333
133.200
750.000
0
90.000
6.750.000
8.594.866
24
0,4
258.750
343.750
62.500
700.000
1.200.000
240.000
90.000
10.800.000
13.695.000
25
0,3
270.000
458.333
0
600.000
750.000
0
90.000
7.782.500
9.950.833
26
0,3
225.000
608.333
0
1.266.800
725.000
0
90.000
6.525.000
9.440.133
27
0,4
225.000
456.250
0
300.000
1.312.500
0
90.000
11.812.500
14.196.250
28
0,3
225.000
533.333
0
1.333.600
775.000
155.000
90.000
6.691.667
9.803.600
29
0,3
270.000
608.333
0
666.800
750.000
0
90.000
6.372.917
8.758.050
30
0,2
225.000
368.750
0
1.600.000
937.500
0
90.000
8.176.565
11.397.815
Jumlah
9
6.003.750
15.754.581
270.833
23.917.200
28.100.000
1.375.000
2.700.000
255.116.257
333.237.621
Rata2
0,3
200.125
525.153
9.028
797.240
936.667
45.833
90.000
8.503.875
11.107.921
100
Lampiran 30. Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Penggarap Per Luas Lahan di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,3
Produksi (Kg) 1.950 650 1.200 630 1.800 1.260 780 900 1.290 1.200 650 1.140 930 2.100 870 780 2.070 1.800 840 780 690 1.050 900 1.920 900 870 2.100 930 900 750 34.630 1.154
Harga (Rp) 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 135.000 4.500
Penerimaan (Rp) 8.775.000 2.925.000 5.400.000 2.835.000 8.100.000 5.670.000 3.510.000 4.050.000 5.805.000 5.400.000 2.925.000 5.130.000 4.185.000 9.450.000 3.915.000 3.510.000 9.315.000 8.100.000 3.780.000 3.510.000 3.105.000 4.725.000 4.050.000 8.640.000 4.050.000 3.915.000 9.450.000 4.185.000 4.050.000 3.375.000 155.835.000 5.194.500
Biaya Dibayarkan (Rp) 5.228.500 1.986.000 3.255.000 1.894.250 5.723.250 4.858.375 2.133.750 3.061.000 3.682.500 3.393.375 1.863.750 3.097.500 3.620.375 6.213.875 2.998.750 2.205.188 5.825.625 5.159.625 2.926.500 2.267.500 2.022.875 2.903.125 2.641.500 5.532.000 3.048.250 2.895.000 5.732.500 3.004.000 2.690.375 2.351.563 104.215.876 3.473.863
Pendapatan (Rp) 3.546.500 939.000 2.145.000 940.750 2.376.750 811.625 1.376.250 989.000 2.122.500 2.006.625 1.061.250 2.032.500 564.625 3.236.125 916.250 1.304.812 3.489.375 2.940.375 853.500 1.242.500 1.082.125 1.821.875 1.408.500 3.108.000 1.001.750 1.020.000 3.717.500 1.181.000 1.359.625 1.023.437 51.619.124 1.720.637
101
Lampiran 31. Produksi, Penerimaan, dan Pendapatan Petani Penggarap Per Hektar di Desa Muara Siambak Kecamatan Kotanopan Kabupaten Mandailing Natal Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah Rata2
Luas Lahan (Ha) 0,4 0,2 0,3 0,2 0,4 0,3 0,2 0,2 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,4 0,3 0,3 0,2 9 0,3
Produksi (Kg) 4.875 3.250 4.000 3.150 4.500 4.200 3.900 4.500 4.300 4.000 3.250 3.800 3.100 5.250 2.900 2.600 5.175 4.500 2.800 2.600 3.450 3.500 3.000 4.800 3.000 2.900 5.250 3.100 3.000 3.750 112.400 3.747
Harga (Rp) 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 4.500 135.000 4.500
Penerimaan (Rp) 21.937.500 14.625.000 18.000.000 14.175.000 20.250.000 18.900.000 17.550.000 20.250.000 19.350.000 18.000.000 14.625.000 17.100.000 13.950.000 23.625.000 13.050.000 11.700.000 23.287.500 20.250.000 12.600.000 11.700.000 15.525.000 15.750.000 13.500.000 21.600.000 13.500.000 13.050.000 23.625.000 13.950.000 13.500.000 16.875.000 505.800.000 16.860.000
Biaya Dibayarkan (Rp)
12.936.250 9.570.000 10.640.000 9.111.250 14.173.125 15.984.717 10.308.750 14.945.000 12.065.000 11.101.250 8.958.750 10.115.000 11.858.050 15.399.688 9.786.100 7.140.627 14.429.063 12.764.063 9.544.733 7.348.333 9.754.375 9.466.950 8.594.866 13.695.000 9.950.833 9.440.133 14.196.250 9.803.600 8.758.050 11.397.815 333.237.621 11.107.921
Pendapatan (Rp) 9.001.250 5.055.000 7.360.000 5.063.750 6.076.875 2.915.283 7.241.250 5.305.000 7.285.000 6.898.750 5.666.250 6.985.000 2.091.950 8.225.312 3.263.900 4.559.373 8.858.437 7.485.937 3.055.267 4.351.667 5.770.625 6.283.050 4.905.134 7.905.000 3.549.167 3.609.867 9.428.750 4.146.400 4.741.950 5.477.185 172.562.379 5.752.079