LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ANALISIS ANALISIS KINERJA KINERJA KOAGULASI KOAGULASI – FLOKUL FLOKULASI ASI DI INSTALASI PENJERNIHAN PENJERNIHAN AIR AIR MINUM (IPAM) PDAM KOTA KOTA SURABA SURABAYA YA
ZEFANYA HESA SATIO LUKITO
PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ANAL ANALIS ISIS IS KINERJ KINERJA A KOAG KOAGUL ULAS ASII - FL FLOK OKUL ULAS ASII DI INSTALASI INSTALASI PENJERNIH PENJERNIHAN AN AIR MINUM MINUM (IPAM) (IPAM) PDAM KOTA KOTA SURABA SURABAYA YA
ZEFANYA HESA SATIO LUKITO
PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA JANUARI 2013
i
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
ANAL ANALIS ISIS IS KINERJ KINERJA A KOAG KOAGUL ULAS ASII - FL FLOK OKUL ULAS ASII DI INSTALASI INSTALASI PENJERNIH PENJERNIHAN AN AIR MINUM MINUM (IPAM) (IPAM) PDAM KOTA KOTA SURABA SURABAYA YA
ZEFANYA HESA SATIO LUKITO
PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA JANUARI 2013
i
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN LAPORAN PRAKTEK PRAKTEK KERJA LAPANGAN LAPANGAN
Judul
: Analisis Kinerja Koagulasi - Flokulasi di Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) PDAM Surabaya Penyusun : Zefanya Hesa Satio Lukito Nomor Induk : 080911028 Progra Program m Studi: Studi: Ilmu Ilmu dan dan Tekn Teknolog ologii Lingk Lingkung ungan an Disetujui oleh, Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Eko Prasetyo Ku K uncoro, S.T., DE D EA NIP. 19 19750830 20 200812 1 00 001
Sukaryadi NIP. 1. 1.82.00352
Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga,
Ketua Program Studi S1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan,
Dr. Alfiah Hayati NIP. 19640418 198810 2 001
Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA NIP. 19620803 198710 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan PKL yang berjudul Analisis Kinerja Koagulasi - Flokulasi di Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) PDAM Surabaya . Laporan PKL ini terdiri dari beberapa bab yaitu bab pendahuluan, tinjauan pustaka, metode praktek kerja lapangan, hasil dan pembahasan beserta juga kesimpulan dan saran. Setiap isi dari bab tersebut terangkai secara komperhensif sebagai acuan pelaksanaan PKL di PDAM Surabaya. Pembuatan laporan PKL ini dalam rangka mata kuliah PKL, yang merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan PKL. Laporan PKL ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penyusunan yang ada di Program Studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Semoga proposal PKL ini bermanfaat sesuai dengan tujuan dan manfaatnya. “
”
Surabaya, Januari 2013 Penyusun,
Zefanya Hesa Satio Lukito
iii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur atas rahmat Tuahn Yang Maha Esa, akhirnya penulis dapat menyelessaikan laporan PKL ini dengan baik. Laporan PKL ini tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-bessarnya kepada : 1.
Tuhan Yesus Kristus atas segala hal yang diberikan-Nya sehingga semua masalah yang dihadapi dapat diselesaikan dengan mudah. 2. Mama yang selalu mendoakan dan mendukung dalam penyelesaian laporan PKL ini. 3. Bapak Sukaryadi sebagai pembimbing lapangan atas segala fasilitas dalam penyusunan laporan PKL ini. 4. Dr. Eko Prasetyo Kuncoro, S.T., DEA yang telah banyak membantu dan membimbing dalam penyusunan laporan PKL ini. 5. Nur Indradewi O., ST., MT. sebagai koordinator PKL atas segala bantuannya dalam penyusunan laporan PKL ini. 6. Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Lingkungan Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA atas segala fasilitas yang telah diberikan dalam menyelesaikan laporan PKL ini. 7. Ketua Departemen Biologi FST Unair Dr. Alfiah Hayati atas segala fasilitas yang telah diberikan dalam penyelesaian laporan PKL ini. 8. Seluruh operator PDAM Karang Pilang I atas segala bantuan dan bimbingannya sehingga laporan PKL ini dapat selesai. 9. Eko, Handito, Nizam, Asdi, Angga, Ari, Rihan, Bakhtiar, Ery, Trianita, Riza, Mila, Fahmi ITL 2009 yang selalu mendukung, menemani, membantu dalam penyelesaian laporan PKL ini. 10. Seluruh rekan, sahabat, teman, saudara, keluarga besar ITL 2009 atas segala bantuan dan perjuangan bersama hingga akhir.
iv
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………................ i LEMBAR PENGESAHAN ………………………………….................... ii KATA PENGANTAR ……………………………………....................... iii UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………………. iv DAFTAR ISI …………………………………….................................... v DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… vii DAFTAR TABEL………………………………………………………… viii BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………….............. 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………...…….......... 2 1.3 Tujuan ………………………………………………...................... 2 1.4 Manfaat ………………………………………………...…….......... 2 BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum mengenai PDAM Surabaya ………………........ . 4 2.2 Struktur Organisasi…………………………………………………..6 2.3 Unit Pengolahan Air…………………………………………………10 2.3.1 Intake…………………………………………………………... 10 2.3.2 Prasedimentasi…………………………………………………. 13 2.3.3 Predicantire…………………………………………………….15 2.3.4 Proses Koagulasi………………………………………………. 15 2.3.5 Proses Flokulasi……………………………………………….. 24 2.3.6 Filter…………………………………………………………… 27 2.3.7 Jenis Filter…………………………………………………….. 29 2.3.8 Desinfeksi……………………………………………………… 32 2.3.9 Proses Desinfeksi…………………………………………….. 33 2.3.10 Reservoir ……………………………………………………... 34 2.3.11 Distribusi…………………………………………………….. 35 BAB III: METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ……....... 36 3.1.1 Waktu Penelitian PKL ………………………………………... 36 3.1.2 Tempat Penelitian PKL ……………………………………..... 36 3.2 Cara Kerja ………………………………………………………...... 36 3.2.1 Observasi awal kegiatan industri …………………………....... 37 3.2.2 Pengumpulan data …………………………………………….. 37 3.2.3 Pengumpulan Data Primer …………………………………..... 37 3.2.4 Pengumpulan Data Sekunder ………………………………..... 37 3.2.5 Pembahasan …………………………………………………… 38 BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Air PDAM Karang Pilang 1…………………… 39 4.2 Unit Koagulasi……………………………………………………… 42 4.3 Unit Flokulasi………………………………………………………. 45 4.4 Analisis Kekeruhan………………………………………………… 46 4.5 Kinerja Unit Koagulasi Flokulasi…………………………………. 49
v
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan…………………………………………………………. 50 5.2 Saran…………………………………………………………………51 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………...52 LAMPIRAN……………………………………………………………….. 53
vi
DAFTAR DAFTAR GAMBAR GAMBAR
Nomor
Judul
Halaman
2.1 Struktur Organisasi…………………………………………………….... 2.2 Intake……………………………………………………………………. 2.3 Prasedimentasi………………………………………………………….. 2.4 Koagulasi ( Rapid Mixing)……………………………………………….. 2.5 Flokulasi (Slow Mixing)………………………………………………….. 2.6 Filter…………………………….………………………………………… 2.7 Reservoir …………………………………………………………………. …………………………………………………………………. 3.1 Kerangka 3.1 Kerangka Cara Kerja PKL….……………………………………………. 4.1 Diagram 4.1 Diagram Proses…………………………………………………………… …………………………………………………………………… 4.2 Aerator …………………………………………………………………… 4.3 Koagulasi………………………………………………………………… Koagulasi ………………………………………………………………… 4.4 Clarifier ………………………………………………………………….. ………………………………………………………………….. 4.5 4.5 Filte Filterr……………………………………………………………………… 4.6 Unit Koagulasi……………………………………………………………. 4.7 Unit Flokulasi…………………………………………………………….. 4.8 Grafik Kekeruhan…………………………………………………………
vii
7 11 14 19 25 28 34 36 39 41 42 43 44 45 46 48
DAFTAR TABEL
Nomor
Judul
Halaman
2.1 Tabel Sejarah Perkembangan PDAM Surabaya ………………............. 4.1 Analisis Kekeruhan………………………………………………………
viii
4 47
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. Ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan berkelanjutan menjadi menjadi bagian terpenting terpenting bagi setiap individu individu baik yang tinggal tinggal di perkotaan perkotaan maupun di perdesaan. perdesaan. Ketersediaan Ketersediaan air yang cukup cukup secara kuantitas, kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Kondisi air baku yang tidak memenuhi persyaratan air bersih, memerlukan penanganan khusus sebelum dikonsumsi. Pembangunan instalasi pengolahan air mutlak diperlukan, diperlukan, disesuaikan disesuaikan dengan karakteristik karakteristik air baku yang digunakan. Di kota Surabaya terdapat 2 instalasi pengolahan air minum (IPAM), yaitu Ngagel I dan Karangpilang I. Kedua IPAM teersebut mengolah air sungai Surabaya agar layak menjadi air bersih, salah satunya mengurangi partikel tersuspensi dalam air. Partikel yang tersuspensi dalam air dapat berupa partikel bebas dan koloid -7
-1
dengan ukuran yang sangat kecil yaitu 10 mm – 10 mm. karena dimensinya ini maka partikel tidak dapat diendapkan secara langsung. Untuk mempercepat pengendapan pada sistem pengolahan air maka dilakukan proses koagulasi dan flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan bagian dari pengolahan air bersih. Koagulasi-flokulasi merupakan dua proses yang terangkai menjadi kesatuan proses yang tak terpisahkan.
1
Syarat kelulusan yang ditetapkan, mata kuliah praktek kerja lapangan telah menjadi salah satu pendorong utama bagi tiap-tiap mahasiswa untuk mengenal kondisi di lapangan kerja dan untuk melihat keselarasan antara ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku kuliah dengan aplikasi praktis di dunia Kerja. Selain itu kegiatan tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hal-hal yang terjadi di dunia industri. Untuk menunjang hal tersebut maka Program Studi S-1 Ilmu dan Tenologi Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga mewajibkan mahasiswanya untuk melaksanakan praktek kerja lapangan sebagai kelengkapan teori (khususnya dalam bidang keahlian) yang dipelajari di bangku kuliah. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengolahan unit koagulasi - flokulasi yang digunakan di instalasi penjernihan air minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya? 2. Bagaimana kinerja unit koagulasi - flokulasi yang digunakan di instalasi penjernihan air minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya? 1.3
Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan 1.
Mengetahui pengolahan unit koagulasi - flokulasi yang digunakan di instalasi penjernihan air minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya.
2.
Mengetahui kinerja unit koagulasi - flokulasi yang digunakan di instalasi penjernihan air minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya.
1.3.2 Manfaat 1.
Bagi Perguruan Tinggi
2
Sebagai tambahan referensi khususnya mengenai perkembangan teknologi informasi dan industri di Indonesia yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang memerlukan serta mampu menghasilkan sarjana-sarjana yang handal dan memiliki pengalaman di bidangnya dan dapat membina kerja sama yang baik antara lingkungan akademis dengan lingkungan kerja. 2.
Bagi Perusahaan Terciptanya komunikasi dua arah antara dunia perindustrian dengan
dunia pendidikan sehingga tercipta arus informasi yang timbal balik dan saling menguntungkan 3.
Bagi Mahasiswa
a) Mahasiswa dapat mengenalkan dan membiasakan diri terhadap suasana kerja sebenarnya sehingga dapat membangun etos kerja yang baik. b) Mahasiswa dapat mengetahui secara lebih mendalam gambaran tentang kondisi nyata dunia kerja sehingga nantinya diharapkan mampu menerapkan ilmu yang telah didapat dalam aktivitas dunia kerja yang sebenarnya. c) Melengkapi pemahaman tentang teori yang diperoleh dibangku kuliah dan mendapatkan tambahan pengetahuan serta pengalaman di industri. d) Mahasiswa dapat menyajikan pengalaman dan data-data yang diperoleh selama praktek kerja lapangan kedalam sebuah laporan PKL. e) Untuk memenuhi salah satu bagian dari kurikulum program S-1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum mengenai PDAM Surabaya
PDAM Surabaya merupakan perusahaan jasa pemerintah penyedia layanan air bersih yang mempunyai sejumlah instalasi pengolahan air minum . PDAM Surabaya menggunakan air baku yang berasal dari Kali Surabaya yang kemudian akan diolah menjadi air bersih dengan menggunakan unit pengolahan yang disesuaikan dengan karakteristik air baku yang digunakan, selain itu PDAM Surabaya bekerja sama dengan pihak Jasa Tirta dalam memperoleh air baku dari Kali Surabaya yang akan diproduksi untuk masyarakat Surabaya. Bangunan pengolahan air minum yang ada pada PDAM Surabaya diantaranya yaitu intake, kanal II, bak pengumpul, kolam prasedimentasi, distributor, predicantir e , filter, siphon dan reservoir . Untuk melihat sejarah perkembangan PDAM dapat dilihat
pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tabel Sejarah Perkembangan PDAM Surabaya (Anonim, 2011) Tahun 1890
1903 1906 1922
Perkembangan PDAM Surabaya Air minum untuk kota Surabaya yang pertama kali diambil dari sumber mata air di desa Purut Pasuruan. Untuk mengangkut air minum ini digunakan Kereta Api. Pemasangan pipa dari Pandaan oleh NV. Biernie selama 3 (tiga) tahun. Jumlah pelanggan mencapai lebih kurang 1.500 sambungan. Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) Ngagel I dibangun dengan kapasitas 60 liter / detik.
4
5
1932 1942 1950 1954 1959
1976 1977 1978
1980 1982 1990 1991
1994 1996
1997
1999 2001 2005
Mata Air Umbulan ditingkatkan kapasitasnya dengan membangun rumah pompa baru. IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitasnya menjadi 180 liter / detik. Perusahaan Air Minum diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia (Kota Praja Surabaya). IPAM Ngagel I ditingkatkan kapasitasnya menjadi 350 liter / detik. Pembangunan IPAM Ngagel II dengan kapasitas 1000 liter / detik. Proyek ini didesain dan dilaksanakan oleh Degremont Fa. (Perancis). Perusahaan Air Minum disahkan menjadi Perusahaan Daerah dan dituangkan dalam Perda No. 7 tanggal 30 Maret 1976. Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I menjadi 500 liter / detik Pengalihan status menjadi Perusahaan Daerah Air Minum dari Dinas Air Minum berdasarkan SK Walikota- madya Dati II Surabaya No. 657/WK/77 tanggal 30 Desember 1977. Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I menjadi 1000 liter / detik Pembangunan IPAM Ngagel III dengan kapasitas 1000 liter / detik dengan lisensi dari Neptune Microfloc (Amerika Serikat) IPAM Karangpilang I dengan kapasitas 1000 liter / detik dengan dana loan IBRD No. 2632 IND. Pembangunan gedung kantor PDAM yang terletak di Jl. Mayjen Prof. Dr. Moestopo No. 2 Surabaya yang dibiayai dana PDAM murni Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I menjadi 1500 liter / detik. 1) Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel I menjadi 1800 liter / detik. 2) Peningkatan kapasitas IPAM Karangpilang I menjadi 1200 liter / detik. 3) Dimulainya pembangunan IPAM Karangpilang II dengan kapasitas 2000 liter / detik yang didanai Loan IBRD No. 3726 IND. 1) Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel III menjadi 1500 liter / detik. 2) Produksi awal 500 liter / detik IPAM Karangpilang II didistribusikan ke pelanggan. Pembangunan IPAM Karangpilang II dengan kapasitas 2000 liter / detik telah selesai Pekerjaan peningkatan kapasitas IPAM Karangpilang II menjadi 2500 liter / detik dimulai. Peningkatan kapasitas IPAM Ngagel III menjadi 1750 liter / detik.
6
2006
2009 2010
1) Peningkatan kapasitas IPAM Karangpilang I menjadi 1450 liter / detik. 2) Peningkatan kapasitas IPAM karangpilang II menjadi 2750 lt/dt Pembangunan IPAM Karangpilang III dengan kapasitas 2000 lt/dt. Walikota Surabaya meresmikan beroperasinya IPAM Karangpilang III
2.2 Struktur Organisasi
PDAM Surabaya merupakan perusahaan berbadan hukum milik swasta tetapi masih dalam penguasaan pemerintah atau yang sering disebut Badan Usaha Milik Negara (BUMN). PDAM merupakan perusahaan penyedia air bersih dari pengolahan awal sampai pendistribusian ke konsumen. Pada praktek kerja lapangan ini mengambil lokasi di Karang Pilang unit I pada bagian pengolahan dan produksi pada pengolahan koagulasi dan flokulasi. Pada PDAM Karang Pilang di pimpin oleh seorang kepala bagian yang mengepalai seluruh PDAM Karang Pilang. Struktur organisasi dapat dilihat pada Gambar 2.1.
7
KABAG
KASI. PENGOLAHAN
KASUBSI. OPERATOR
KASUBSI. OPERATOR
KASI. PEMELIHARAAN
KASUBSI. OPERATOR
KASUBSI. OPERATOR
KASUBSI. MEKANIK
Gambar 2.1 Struktur Organisasi
Pada unit pengolahan dan produksi dipimpin oleh Kasubsi Operator yang jam kerjanya bergantian tiap 8 jam kerja. Kasubsi operator biasanya dibantu dengan 45 orang staf yang membantu sesuai dengan bagian. Staf ada yang mengerjakan pompa, ada yang mengerjakan sampling untuk mengetahui kekeruhan, ada yang mengerjakan pencucian filter, ada pula yang memantau penggunaan bahan kimia pada unit pengolahan air minum. Adapun pembagian tugas dan tanggungjawab masing-masing bagian adalah sebagai berikut : 1. Kepala bagian. Kepala bagian memiliki tugas dan tanggungjawab : a. Melaksanakan
perawatan
dan
perbaikan
pengolahan agar berjalan dengan baik.
semua
peralatan
instalasi
KASUBSI. LISTRIK
8
b. Melaksanakan proses produksi air minum yang tepat baik kualitas maupun kuantitas pada unsur-unsur yang berlangsung secara kontinu. c. Melaksanakan operasi dan pemerintahan. d. Membuat nota usulan keuangan atau program kerja setiap tahun anggaran dengan membuat permintaan pembelian tentang kebutuhan instalasi agar dapat berjalan secara kontinu. e. Menerima laporan dari bawahan dan mengevaluasi serta menyampaikan kepada atasan. 2. Kepala seksi pengolahan. Kepala seksi pengolahan dalam menjalankan tugasnya berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala bagian. Kepala seksi pengolahan mempunyai tugas dan tanggungjawab : a. Melaksanakan tugas umum yang diberikan oleh Kepala Bagian. b. Mengawasi pelaksanaan pengolahan air baku menjadi air bersih sesuai dengan standar yang diberikan dan petunjuk Kepala Bagian yang bersangkutan. c. Mengatur pencatatan jam kerja pompa, voltmeter, amperemeter, flowmeter, venturimeter, dll. d. Mengawasi pembubuhan bahan kimia termasuk pencucian hama untuk pengolahan air minum. e. Mengawasi berfungsinya peralatan mekanik atau listrik lainnya. f. Mengatur pelaksanaan pencucian bak penyaringan dan bak pengolahan lainnya.
9
g. Membuat laporan bulanan. 3. Kepala sub seksi pengolahan I, II, III,IV. Kepala sub seksi pengolahan I sampai dengan IV dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kepala Seksi Pengolahan. Kepala sub seksi pengolahan ini mempunyai tugas dan tanggungjawab sebagai berikut : a. Melaksanakan tugas umum dari Kepala seksi pengolahan. b. Melaksanakan pengolahan air baku menjadi air bersih sesuai dengan standar yang ditentukan serta sesuai dengan petunjuk dari Kasie Pengolahan. 4. Kepala seksi pemeliharaan. Kasie pemeliharaan dalam menjalankan tugasnya berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Bagian. Kasie pemeliharaan memiliki tugas sebagai berikut : a. Melaksanakan tugas umum yang diberikan oleh Kepala Bagian. b. Mengawasi pelaksanaan dan perawatan mekanik dan listrik secara rutin dan teratur untuk menjaga stabilitas air minum. c. Mengawasi pembuatan kartu perawatan masing-masing peralatan mekanik dengan baik dan membuat catatan pada kartu setiap kali dilakukan perawatan pada peralatan mekanik tersebut. 5. Kepala sub seksi listrik. Kasubsi listrik dalam menjalankan tugasnya bertanggungjawab kepada Kasie pemeliharaan. Kasubsi listrik mempunyai tugas : a. Melaksanakan tugas umum yang diberikan oleh Kasie pemeliharaan.
10
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pengoperasian peralatan yang berkaitan dengan sumber daya listrik serta mengecek alat-alat listrik lainnya secara teratur. c. Melaksanakan pemeliharaan atau perawatan alat-alat listrik ( main panel, panel distribusi, panel instrument listrik, elektro motor) secara rutin dan teratur. 6. Kepala sub seksi mekanik. Kasubsi mekanik memiliki tanggungjawab kepada Kasie pemeliharaan. Kasubsi mekanik memiliki tugas sebagai berikut : a. Melaksanakan tugas umum yang diberikan oleh Kasie pemeliharaan. b. Melaksanakan perawatan dan pemeliharaan terhadap pengoperasian mesinmesin produksi dan pompa-pompa secara rutin dan teratur. c. Melaksanakan pemeliharaan dan perawatan mekanik ( greasi oil, pompapompa, packing bearing pipa, manometer saluran air bahan kimia, dll) secara teratur dan berkala.
2.3 Unit Pengolahan Air 2.3.1. Intake Intake adalah bangunan yang digunakan untuk menangkap air baku yang
digunakan dalam proses pengolahan air bersih. Intake merupakan bangunan yang cukup penting yang harus ada pada salah satu unit pengolahan air minum. Intake terdiri dari screen, stop log, dan pintu air. Screen ini berfungsi untuk menyaring sampah / kotoran seperti daun, batang, pohon. Stop log berfungsi untuk
11
mengurangi kandungan lumpur yang terbawa dalam air baku. Sedangkan pintu air berfungsi untuk mengatur debit air baku yang masuk ke dalam intake dan mengatur debit air baku yang akan mengalir ke pengolahan berikutnya. Intake dapat dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Intake (Anonim, 20131)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan intake adalah sebagai berikut : 1. Intake sebaiknya terletak di tempat yang alirannya tenang, karena aliran yang deras dapat menyebabkan aliran air baku yang akan ditangkap intake terputus. 2. Tanah disekitar intake haruslah stabil dan tidak mudah terkena erosi, sebaiknya diberi dinding penguat pada intake dan di sebelah mulut intake, hal itu berfungsi untuk menghindari longsoran dari dindi ng sungai. 3. Aliran air baku yang mengalir pada intake harus bebas dari hambatan dan gangguan.
12
4. Untuk
menghindari terjadinya pencemaran yang berlebihan, intake
sebaiknya didirikan jauh dari sumber pencemar dan sebaiknya terletak di hulu sungai. 5. Intake haruslah dilengkapi dengan screen, stop log, dan pintu air. 6. Dalam pengoperasional dan pengerjaan fisiknya, intake dibuat lebih ekonomis dan mudah agar dapat mudah dibersihkan. Ada beberapa tipe bangunan penangkap air baku yang banyak digunakan, yaitu: 1. Tipe intake saluran. Intake dengan jenis saluran biasanya digunakan untuk air sungai.
2. Tipe intake pintu (intake gate) Intake dengan jenis intake gate ini biasanya digunakan untuk mengambil air
dari danau, bendungan atau dam. 3. Tipe intake menara (intake tower ) Intake tower memiliki fungsi yang sama dengan intake gate yaitu
menangkap air yang berasal dari danau, bendungan atau dam atau danau yang memiliki fluktuasi air kecil. 4. Tipe pier intake. Bangunan ini digunakan pada danau dan sungai dimana kedalaman atau ketinggian air terlalu dangkal. Tipe ini terdiri dari struktur baja atau plat beton yang bersandar pada pilar baja atau dermaga beton. Plat tersebut membantu pompa, pipa, katup dan peralatan lainnya dengan dihubungkan pada jembatan dan plat.
13
5. Tipe shore intake. Bangunan ini digunakan di sungai dan danau yang memiliki level yang konstan atau yang mempunyai garis pantai yang dalam. Tipikal dari intake ini adalah adanya bangunan beton yang terbuka di sisi atas air (Indriasari, 2006).
2.3.2.Prasedimentasi
Prasedimentasi adalah proses pengendapan secara gravitasi untuk memisahkan benda-benda yang tersuspensi ( suspended matter ) yang terdiri dari pasir kasar, pasir halus dan lumpur yang sangat halus ( silt ) dari air baku. Unit prasedimentasi digunakan untuk mengendapkan partikel kasar ( discrete particle) sebelum proses koagulasi. Air dari intake dialirkan ke bak prasedimentasi untuk membuang pasir, lempung dan partikel non koloid lainnya secara gravitasi. Dengan membuang pasir, lempung dan partikel non koloid lainnya dari air, akan menghindari kerusakan alat – alat mekanis (seperti pompa dan mixer ) dan menghindari akumulasi sedimen di air baku untuk proses pengolahan awal. Selanjutnya air dialirkan ke bak penampungan air baku. Proses prasedimentasi berlangsung efektif harus dipastikan agar kecepatan pengendapan partikel ( wo) harus lebih besar dibandingkan kecepatan aliran horizontal air ( v0) (Indriasari, 2006). Prasedimentasi dapat dilihat pada Gambar 2.3
14
2
Gambar 2.3 Prasedimentasi (Anonim, 2013 )
Unit prasedimentasi dibagi menjadi 4 zona, yaitu (Indriasari, 2006): 1. Zona inlet . Zona ini sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran air dari influent ke aliran steady yang terjadi di zona pengendapan. 2. Zona pengendapan. Merupakan zona tempat terjadinya proses pengendapan partikel diskrit sehingga dapat terpisah dari air baku. 3. Zona lumpur. Merupakan sebagai zona tempat penampungan sementara dari material yang diendapkan. 4. Zona outlite. Zona sebagai tempat untuk memperkecil pengaruh transisi aliran air dari settling ke aliran effluent.
15
2.3.3. Predicantire Predicantire adalah sebuah bak yang berbentuk lingkaran yang berfungsi
untuk mengendapkan material secara gravitasi. Predicantire menampung air yang berasal dari bak distributor. Pada unit ini terdapat scraper sebagai penggerus yang berguna pada lumpur yang akan dipisahkan. Kecepatan scraper berguna untuk mengumpulkan lumpur pada tempat / bak konsentrasi dan ekstrasi yang tergantung pada presentase dan densitas lumpur yang dapat dapat dipisahkan dari air melalui proses pengendapan. Dalam bak pengendap berbentuk lingkaran, scraper digunakan untuk berputar mengelilingi media kerja axis bak. Hal ini memungkinkan adanya blade tunggal atau susunan seri scraper . Konstruksi pada umumnya berbentuk jembatan dengan kemudi pada batas terluar. Perseneling produksinya menempel pada jembatan yang mengelilingi dengan kemudi roda pada dinding bak. Permukaan scraper yang sangat keras mengelilingi jembatan dan dasar scraper yang biasanya dilengkapi dengan engsel dan ditarik dengan jembatan yang sama. Pada suatu sistem dengan memakai kemudi terpusat, kerangkanya terdiri dari dua lengan yang tersuspensi dari pusat roda yang dijalankan dengan perseneling reduksi. Sedangkan dasar dan permukaan scraper berintegrasi dengan kerangka kerja yang berputar (Indriasari, 2006).
2.3.4.Proses Koagulasi
Koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan partikel koloid, suspended solid halus dengan penambahan koagulan disertai dengan pengadukan
16
cepat untuk mendispersikan bahan kimia secara merata. Dalam suatu suspensi, koloid tidak mengendap (bersifat stabil) dan terpelihara dalam keadaan terdispersi, karena mempunyai gaya elektrostatis yang diperolehnya dari ionisasi bagian permukaan serta adsorpsi ion-ion dari larutan sekitar. Pada dasarnya koloid terbagi dua, yakni koloid hidrofilik yang bersifat mudah larut dalam air (soluble) dan koloid hidrofobik yang bersifat sukar larut dalam air (insoluble). Bila koagulan ditambahkan ke dalam air, reaksi yang terjadi antara lain (Joko, 2010): a. Pengurangan zeta potensial (potensial elektrostatis) hingga suatu titik di mana gaya van der walls dan agitasi yang diberikan menyebabkan partikel yang tidak stabil bergabung serta membentuk flok; b. Agregasi partikel melalui rangkaian inter partikulat antara grup-grup reaktif pada koloid; c. Penangkapan partikel koloid negatif oleh flok-flok hidroksida yang mengendap. Untuk suspensi encer laju koagulasi rendah karena konsentrasi koloid yang rendah sehingga kontak antar partikel tidak memadai, bila digunakan dosis koagulan yang terlalu besar akan mengakibatkan restabilisasi koloid. Untuk mengatasi hal ini, agar konsentrasi koloid berada pada titik dimana flok-flok dapat terbentuk dengan baik, maka dilakukan proses recycle sejumlah settled sludge sebelum atau sesudah rapid mixing dilakukan. Tindakan ini sudah umum dilakukan pada banyak instalasi untuk meningkatkan efektivitas pengolahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi antara lain (Joko, 2010):
17
1. Kualitas air meliputi gas-gas terlarut, warna, kekeruhan, rasa, bau, dan kesadahan; 2. Jumlah dan karakteristik koloid; 3. Derajat keasaman air (pH); 4. Pengadukan cepat, dan kecepatan paddle; 5. Temperatur air; 6. Alkalinitas air, bila terlalu rendah ditambah dengan pembubuhan kapur; 7. Karakteristik ion-ion dalam air. Koagulan yang paling banyak digunakan dalam praktek di lapangan adalah alumunium sulfat [Al2(SO4)3], karena mudah diperoleh dan harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis koagulan lain. Sedangkan kapur untuk pengontrol pH air yang paling lazim dipakai adalah kapur tohor (CaCO 3). Agar proses pencampuran koagulan berlangsung efektif dibutuhkan derajat pengadukan > 500/detik, nilai ini disebut dengan gradien kecepatan (G). Untuk mencapai derajat pengadukan yang memadai, berbagai cara pengadukan dapat dilakukan, diantaranya (Fikri, 2011): 1. Pengadukan Mekanis Dapat dilakukan menggunakan turbine impeller , propeller , atau paddle impeller .
2. Pengadukan Pneumatis Sistem ini menggunakan penginjeksian udara dengan kompresor pada bagian bawah bak koagulasi. Gradien kecepatan diperoleh dengan pengaturan flow rate udara yang diinjeksikan.
18
3. Pengadukan hidrolis Pengadukan cepat menggunakan sistem hidrolis dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya melalui terjunan air, aliran air dalam pipa, dan aliran dalam saluran. Nilai gradien kecepatan dihitung berdasarkan persamaan sebelumnya. Sementara besar headloss masing-masing tipe pengadukan hidrolis berbeda-beda tergantung pada sistem hidrolis yang dipakai. Untuk pengadukan secara hidrolis, besar nilai headloss yang digunakan sangat mempengaruhi efektifitas pengadukan. Nilai headloss ditentukan menurut tipe pengadukan yang digunakan, yaitu terjunan air, aliran dalam pipa, atau aliran dalam saluran ( baffle). a. Terjunan hidrolis Metode pengadukan terjunan air merupakan metode
pengadukan
hidrolis yang simple dalam operasional. Besar headloss selama pengadukan dipengaruhi oleh tinggi jarak terjunan yang dirancang. Metode ini tidak membutuhkan peralatan yang bergerak dan semua peralatan yang digunakan berupa peralatan diam/statis. b. Aliran dalam pipa Salah satu metoda pengadukan cepat yang paling ekonomis dan simple adalah pengadukan melalui aliran dalam pipa. Metoda ini sangat banyak digunakan pada instalasi-instalasi berukuran kecil dengan tujuan menghemat biaya operasional dan pemeliharaan alat. Efektivitas pengadukan dipengaruhi oleh debit, jenis dan diameter pipa, dan panjang pipa pengaduk yang digunakan.
19
c. Aliran dalam saluran (baffle) Bentuk aliran dalam saluran baffle ada dua macam, yang paling umum digunakan yaitu pola aliran mendatar ( round and baffle channel) dan pola aliran vertikal (over and under baffle). Koagulasi didefinisikan sebagai proses destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses koagulasi. Tujuan pengadukan
cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran zat kimia melalui air yang diolah. Proses Koagulasi dapat dilihat pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4 Koagulasi (Rapid Mixing) (Fikri, 2011)
Pengadukan cepat yang efektif sangat penting ketika menggunakan koagulan logam seperti alum dan ferric chloride, karena proses hidrolisnya terjadi dalam hitungan detik dan selanjutnya terjadi adsorpsi par tikel koloid. Waktu yang dibutukan untuk zat kimia lain seperti polimer (polyelectrolites), chlorine, zat
20
kimia alkali, ozone, dan potassium permanganat, tidak optimal karena tidak mengalami reaksi hidrolisis. Jenis koagulan yang sering dipakai adalah (Fikri, 2011): a.
Alumunium Sulfate (Alum)
Alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18H2O] adalah salah satu koagulan yang umum digunakan karena harganya murah dan mudah didapat. Alkalinitas yang ada di dalam air bereaksi dengan alumunium sulfat (alum) menghasilkan alumunium hidroksida sesuai dengan persamaan: Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(HCO3)2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 6 CO2 + 14 H2O Bila air tidak mangandung alkalinitas untuk bereaksi dengan alum, maka alkalinitas perlu ditambah. Biasanya alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida (Ca(OH)2) dengan reaksi: Al2(SO4)3.14H2O + 3 Ca(OH) 2 → 3 CaSO4 + 2 Al(OH)3 + 14 H2O Alkalinitas bisa juga ditambahkan dalam bentuk ion karbonat dengan penambahan natrium karbonat. Nilai pH optimum untuk alum sekitar 4,5-8,0. b.
Ferrous Sulfate (FeSO4) Ferrous Sulfate membutuhkan alkalinitas dalam bentuk ion hidroksida
agar menghasilkan reaksi yang cepat. Senyawa Ca(OH) 2 dan NaOH biasanya ditambahkan untuk meningkatkan pH sampai titik tertentu dimana ion Fe diendapkan sebagai Fe(OH)3. Reaksinya adalah: 2FeSO4.7H2O + 2Ca(OH)2 + ½ O2 → 2Fe(OH)3 + 2CaSO4 + 13H2O
2+
21
Agar reaksi diatas terjadi, pH harus dinaikkan hingga 7.0 sampai 9,5. Selain itu, ferrous sulfate digunakan dengan mereaksikannya dengan klorin dengan reaksi:
3FeSO4.7H2O + 1,5Cl2 → Fe2(SO4)3 + FeCl3 + 21H2O Reaksi ini terjadi pada pH rendah sekitar 4,0. c.
Ferric Sulfate dan Ferric Chloride
Reaksi sederhana ferric sulfate dengan alkalinitas bikarbonat alam membentuk ferric hydroxide dengan reaksi: Fe2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 Sedangkan reaksi ferric chloride dengan alkalinitas bikarbonat alami yaitu: 2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaSO4 + 6CO2 Apabila alkalinitas alami tidak cukup untuk reaksi, Ca(OH) 2 ditambahkan untuk membentuk hidroksida. Reaksinya adalah: 2FeCl3 + 3Ca(OH)2 → 2Fe(OH)3 + 3CaCl2 Pada proses koagulasi, koagulan dicampur dengan air baku selama beberapa saat hingga merata. Setelah pencampuran ini, akan terjadi destabilisasi koloid yang ada pada air baku. Koloid yang sudah kehilangan muatannya atau terdestabilisasi mengalami saling tarik menarik sehingga cenderung untuk membentuk gumpalan yang lebih besar. Faktor yang menentukan keberhasilan suatu proses koagulasi yaitu jenis koagulan yang digunakan, dosis pembubuhan koagulan, dan pengadukan dari bahan kimia (Arifiani, 2007). Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan cara: pengadukan secara hidrolis (terjunan dan pengadukan dalam pipa) dan pengadukan secara mekanik. G x Td (Gradien
22
Kecepatan x waktu detensi) yang disyaratkan untuk koagulasi adalah 2000030000 (Arifiani, 2007). Faktor – faktor yang mempengaruhi koagulasi: 1. Pemilihan bahan koagulan. Pemilihan koagulan dan koagulan pembantu, merupakan suatu program lanjutan dari percobaan dan evaluasi yang biasanya menggunakan jar test . Untuk melaksanakan pemilihan bahan kimia, perlu pemeriksaan terhadap karakteristik air baku yang akan diolah yaitu : a. S u h u. Suhu
rendah
berpengaruh
terhadap
daya
koagulasi/flokulasi
dan
memerlukan pemakaian bahan kimia berlebih, untuk mempertahankan hasil yang dapat diterima (Wibowo, 2010). b. pH. Nilai ekstrim baik tinggi maupun rendah, dapat berpengaruh terhadap koagulasi/flokulasi, pH optimum bervariasi tergantung jenis koagulan yang digunakan (Wibowo, 2010). c. Alkalinitas. Alum sulfat dan ferri sulfat berinteraksi dengan zat kimia pembentuk alkalinitas dalam air, membentuk senyawa aluminium atau ferri hidroksida, memulai proses koagulasi. Alkalinitas yang rendah membatasi reaksi ini dan menghasilkan koagulasi yang kurang baik, pada kasus demikian, mungkin memerlukan penambahan alkalinitas ke dalam air, melalui penambahan bahan kimia alkali/basa ( kapur atau soda abu) (Wibowo, 2010).
23
d. Kekeruhan. Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukan flok yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel / flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Sehingga harus menambah zat pemberat untuk menambah partikel- partikel untuk terjadinya tumbukan. Makin rendah kekeruhan, makin sukar pembentukkan flok yang baik. Makin sedikit partikel, makin jarang terjadi tumbukan antar partikel / flok, oleh sebab itu makin sedikit kesempatan flok berakumulasi. Sehingga harus menambah zat pemberat untuk menambah partikel- partikel untuk terjadinya tumbukan (Wibowo, 2010). e. W a r n a. Warna berindikasi kepada senyawa organik, dimana zat organik bereaksi dengan koagulan, menyebabkan proses koagulasi terganggu selama zat organik tersbut berada di dalam air baku dan proses koagulasi semakin sukar tercapai. Pengolahan
pendahuluan
terhadap
air
baku
harus
dilakukan
untuk
menghilangkan zat organik tersebut, dengan penambahan oksidan atau adsorben (karbon aktif) (Wibowo, 2010). 2. Penentuan dosis optimum. Untuk memperoleh koagulasi yang baik, dosis optimum koagulan harus ditentukan. Dosis optimum mungkin bervariasi sesuai dengan karakteristik dan seluruh komposisi kimiawi di dalam air baku, tetapi biasanya dalam hal ini fluktuasi tidak besar, hanya pada saat-saat tertentu dimana terjadi perubahan
24
kekeruhan yang drastis (waktu musim hujan/banjir) perlu penentuan dosis optimum berulang-ulang (Wibowo, 2010). 3. Penentuan pH optimum. Penambahan garam aluminium atau garam besi, akan menurunkan pH air, disebabkan oleh reaksi hidrolisa garam tersebut, seperti yang telah diterangkan di atas. Koagulasi optimum bagaimanapun juga akan berlangsung pada nilai pH tertentu (pH optimum), dimana pH optimum harus ditetapkan dengan jartest . Untuk kasus tertentu ( pada pH air baku rendah dan pada dosis koagulan
yang relatif besar ) dan untuk mempertahankan pH optimum, maka diperlukan koreksi pH pada proses koagulasi, dengan penambahan bahan alkali seperti : soda abu (Na 2CO3) , kapur (CaO) atau kapur hidrat (Ca(OH)2). Dilakukan penentuan dosis alkali pada dosis optimum koagulan yang digunakan (Anonim, 2008).
2.3.5.Proses Flokulasi
Proses flokulasi dalam pengolahan air bertujuan untuk mempercepat proses penggabungan flok-flok yang telah dibibitkan pada proses koagulasi. Partikel-partikel yang telah distabilkan selanjutnya saling bertumbukan serta melakukan proses tarik-menarik dan membentuk flok yang ukurannya makin lama makin besar serta mudah mengendap. Gradien kecepatan merupakan faktor penting dalam desain bak flokulasi. Jika nilai gradien terlalu besar maka gaya geser yang timbul akan mencegah pembentukan flok, sebaliknya jika nilai gradien terlalu rendah/tidak memadai maka proses penggabungan antar partikulat tidak
25
akan terjadi dan flok besar serta mudah mengendap akan sulit dihasilkan. Untuk itu nilai gradien kecepatan proses flokulasi dianjurkan berkisar antara 90/detik hingga 30/detik. Untuk mendapatkan flok yang besar dan mudah mengendap maka bak flokulasi dibagi atas tiga kompartemen, dimana pada kompartemen pertama terjadi proses pendewasaan flok, pada kompartemen kedua terjadi proses penggabungan flok, dan pada kompartemen ketiga terjadi pemadatan flok (Joko, 2010). Unit flokulasi dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Flokulasi (Slow Mixing) (Fikri, 2011)
Pengadukan lambat (agitasi) pada proses flokulasi dapat dilakukan dengan metoda
yang
sama
dengan
pengadukan
cepat
pada
proses
koagulasi,
perbedaannya terletak pada nilai gradien kecepatan di mana pada proses flokulasi nilai gradien jauh lebih kecil dibanding gradien kecepatan koagulasi. (Joko, 2010) Tujuan dilakukan flokulasi pada air limbah selain lanjutan dari proses koagulasi yaitu (Fikri, 2011):
26
a. Meningkatkan penyisihan Suspended Solid (SS) dan biological oxygen demand (BOD) dari pengolahan fisik.
b. Memperlancar proses conditioning air limbah, khususnya limbah industri. c. Meningkatkan kinerja secondary-clarifier dan proses lumpur aktif. d. Sebagai pretreatment untuk proses pembentukan secondary effluent dalam filtrasi. Operasional dan pemeliharaan bak flokulasi seperti: a. Penyisihan schum yang mengapung pada bak flokulasi dilakukan setiap hari secara manual menggunakan alat sederhana (jala), biasanya dilakukan pada pagi hari; b. Pengontrolan ukuran flok yang terbentuk melalui pengamatan visual; c. Pemeriksaan kemungkinan tumbuhnya algae pada dinding tangki dan baffle;
d. Pengontrolan kecepatan mixer jika pengadukan dilakukan menggunakan mechanical mixer . Pengoperasian mixer membutuhkan perawatan yang
lebih besar dari penggunaan baffle. G x Td (Gradien Kecepatan x waktu detensi) yang disyaratkan untuk flokulasi adalah 10.000-100.000 (Martin D, 2001 ). Beberapa tipe flokulator adalah channel floculator (baffle channel horizontal, baffle channel vertikal, baffle channel vertikal dengan diputar, melalui plat berlubang, dalam cone, dan
dengan pulsator), pengadukan secara mekanik, pengadukan melalui media, pengadukan secara pneumatik (dengan udara) (Arifiani, 2007). Terdapat 2 (dua) perbedaan pada proses flokulasi yaitu :
27
1.
Flokulasi perikinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran
μm dengan mengandalkan gerakan Brownian. Biasanya koagulan ditambahkan untuk meningkatkan flokulasi perikinetik. 2.
Flokulasi ortokinetik adalah aglomerasi partikel-partikel sampai ukuran di
atas 1 μm dimana gerakan Brownian diabaikan pada kecepatan tumbukan antar partikel, tetapi memerlukan pengaduk buatan ( artificial mixing) (Wibowo, 2010). Untuk menghasilkan flokulasi yang baik, maka perlu diperhatikan: -1
a. Nilai G : 20 – 70 dt . b. Waktu tinggal (waktu detensi) : 20 – 50 menit (Wibowo, 2010). Untuk mencapai kondisi flokulasi yang dibutuhkan, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, seperti misalnya (Wibowo, 2010): 1. Waktu flokulasi. 2. Jumlah energi yang diberikan. 3. Jumlah koagulan. 4. Jenis dan jumlah koagulan / flokulan pembantu. 5. Cara pemakaian koagulan / flokulan pembantu. 6. Resirkulasi sebagian lumpur (jika memungkinkan). 7. Penetapan pH pada proses koagulasi.
2.3.6.Filter
Filter atau filtrasi adalah proses penyaringan partikel secara fisik, kimia, dan biologi untuk memisahkan atau menyaring partikel yang tidak terendapkan di
28
sedimentasi melalui media berpori. Media yang sering digunakan adalah pasir karena mudah diperoleh dan ekonomis. Selain pasir, media penyaring lain yang dapat digunakan adalah karbon aktif, anthracite, coconut shell. Diharapkan dengan penyaringan, akan dapat menghilangkan kekeruhan secara total atau dengan perkataan lain, sisa kekeruhan yang terkandung pada aliran keluar ( filtrat) dan proses penyaringan adalah 0,00 mg/l (Joko, 2010). Filter diperlukan untuk menyempurnakan penurunan kadar kontaminan seperti bakteri, warna, rasa, bau, dan Fe sehingga diperoleh air yang bersih memenuhi standar kualitas air minum. Filter dibedakan menjadi dua, yaitu saringan pasir lambat dan saringan pasir cepat. Saringan pasar lambat dikembangkan pada tahun 1829 oleh James Simpson pada perusahaan air minum Inggris. Sedangkan untuk saringan pasir cepat dikembangkan di USA selama periode 1900-1910. Saringan pasir cepat lebih banyak dimanfaatkan dalam sistem pengolahan air minum. Filter juga dapat diklasifikasikan berdasarkan cara pengalirannya, yaitu gravity filter dan pressure filter (Joko, 2010). Filter dapat dilihat pada Gambar 2.6.
2
Gambar 2.6 Filter (Anonim, 2013 )
29
Air yang keluar dari penyaringan biasanya sudah jernih dan proses tersebut merupakan proses akhir dari seluruh proses pengolahan dan penjernihan air. Fungsi filter adalah untuk menyaring flok-flok halus yang masih lolos dari unit sedimentasi. Media penyaringan menggunakan pasir silica dengan media tunggal maupun ganda. Bentuk filter sendiri adalah sebuah bak penyaring. Bak dapat berbentuk persegi atau bulat, air hasil filtrasi lebih dari 5 NTU. Proses dalam filtrasi terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1. Penyaringan mekanis. 2. Pengendapan. 3. Biological action. Pasir yang digunakan di dalam filter harus bebas dari lumpur, kapur, dan unsur-unsur organik. Media yang digunakan biasanya terdiri dari lapisan pasir dan kerikil sebagai penahan. Media penahan ini berfungsi untuk menahan pasir dan menyebarkan aliran filtrasi ke dalam sistem drainase serta aliran air pencuci pasir. Kerikil yang dipergunakan untuk media penahan filter harus bersih, keras, tahan lama, dan bulat-bulat (Joko, 2010).
2.3.7.Jenis Filter
Filter atau saringan memiliki dua tipe, yaitu: 1. Saringan pasir lambat (Slow Sand Filter ) Di desain dengan kecepatan penyaringan lambat, namun dapat menyaring zat pengotor hingga diameter yang lebih kecil dibandingkan saringan pasir cepat. Sistem pencuciannya dengan cara scraping lapisan atas, namun
30
memakan waktu hingga 1-2 bulan. Luas permukaannya lebih besar dibandingkan dengan penyaringan pasir cepat. Desain pada saringan pasir lambat adalah memiliki kecepatan filtrasi 4-5 m/hari sampai maksimal 8 m/hari, kedalaman saringan pasir lambat kira-kira 80 cm. Media yang di gunakan dalam filter adalah pasir silica (tipe hard ) 0,3-0,45 ES ( Effective Size) dan 20 UC (Uniformity Coefficient ). Dengan tebal media penyangga antara 4060 cm (Joko, 2010). Keuntungan dari saringan pasir lambat ( Slow Sand Filter ) : 1. Biaya konstruksi rendah. 2. Sederhana dalam desain dan operasional. 3. Tidak memerlukan bahan kimia. 4. Beroperasi secara gravitasi. Kerugian dari saringan pasir lambat : 1. Membutuhkan lahan yang lebih luas dari saringan pasir cepat. 2. Tidak efektif untuk air baku dengan kandungan kekeruhan sangat tinggi. 3. Sangat sensitif terhadap variasi pH dari air baku yang akan diolah. 4. Pengendapan air baku berlangsung lama sehingga proses filtrasi juga berlangsung lama (Schulz, 1984 dalam Indriasari, 2006). 2. Saringan pasir cepat ( Rapid Sand Filter ) Saringan pasir cepat memiliki kecepatan penyaringan pasir relatif lebih besar, pencuciannya menggunakan back wash, atau air dialirkan dari bawah media ke atas, dan memakan waktu 1-2 hari. Rapid sand filter yang digunakan dalam pengolahan air biasanya pada tipe gravitasi dan umumnya ditempatkan
31
pada kolam dari beton yang terbuka. Panjang proses penyaringan tergantung kualitas feed water dan jarak proses penyaringan antara satu hari sampai beberapa hari, pencucian untuk memisahkan flok yang dikumpulkan di atas dan di dalam filter bed . Untuk mencuci filter , kran influen ditutup. Jika air yang disaring ke bawah, kran effluent ditutup. Dimulai dengan 0,5 galon/menit2
ft , setelah kira-kira 1 menit pada surface washing, aliran backwash diawali dengan pembukaan kran influen washwater dan pada batas yang diinginkan. 2
Debit backwash 15-20 gal/min-ft dan bed expantion 20-50 % butiran pasir dibagian bawah, dan ini tergantung pada suhu air yang diinginkan. Ukuran efektif saringan pasir cepat adalah 10 mm, UC ( Uniformity coeficient ) sebesar 1,7 dan ukuran butir pasir = 0,3-2 mm (Joko, 2010). Beberapa keuntungan dari penggunaan saringan pasir cepat ( Rapid Sand Filter ):
1. Mengurangi beban filter karena air baku telah melalui pengolahan pendahuluan. 2. Efektif dalam menghilangkan kekeruhan air baku tinggi. 3. Membutuhkan lahan yang tidak begitu luas. Sedangkan beberapa kerugian dari saringan pasir cepat : 1. Biaya konstruksi dan operasional tinggi. 2. Membutuhkan tenaga operator yang ahli. 3. Proses backwash dilakukan dalam periode singkat sehingga butuh energi pemompaan yang cukup banyak (Indriasari, 2006).
32
2.3.8.Desinfeksi
Desinfeksi adalah usaha untuk mematikan mikroorganisme yang masih tersisa dalam proses, terutama ditujukan yang pathogen. Bahan (kimia) yang digunakan untuk mematikan bakteri pathogen dan memperlambat pertumbuhan lumut disebut desinfektan (Anonim, 2008). Terdapat bermacam-macam cara desinfeksi, diantaranya: 1. Kimia: desinfeksi dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan larutan kaporit, gas khlorinasi, gas ozon. 2. Fisik: desinfeksi dengan cara fisik yaitu dengan menggunakan gelombang mikro dan ultraviolet. Untuk membunuh mikroorganisme yang pathogen terkandung di dalam air, misalnya adalah mikroba E. Coli. Bahan desinfeksi tersebut desinfektan dan biasanya desinfektan kimia berupa kaporit, Bromin klorida, gas khlor, gas iod, Ozon dan Kalium permanganat. Desinfektan yang sering digunakan adalah kaporit, khlor dan sinar ultraviolet. Kemampuan dari desinfektan ini adalah sebagai berikut : 1. Penghilangan bau. 2. Pematian alga. 3. Pengoksidasi Fe (III) sehingga konsentrasi di air turun. 4. Pengoksidasi Mn. 5. Pengoksidasi H2S menjadi H2SO4. Faktor yang mempengaruhi efisiensi desinfeksi adalah : 1. Waktu kontak.
33
2. Konsentrasi desinfektan. 3. Jumlah mikroorganisme. 4. Temperatur air. 5. pH. 6. Adanya senyawa dalam air.
2.3.9. Proses Desinfeksi
Ada berbagai cara untuk proses desinfeksi antara lain secara konvensional, pemanasan (pendidihan 5-20 menit), ozonisasi, pembubuhan bahan kimia, radiasi ultraviolet, radiasi gamma, dan cahaya bekas elektron. Proses desinfeksi dengan khlorinasi diawali dengan penyiapan larutan kaporit dengan konsentrasi tertentu serta penetapan dosis khlor yang tepat. Metode pembubuhan dengan kaporit yang dapat diterapkan sederhana dan tidak membutuhkan tenaga listrik tetapi cukup tepat pembubuhannya secara kontinu adalah: metoda gravitasi dan metode dosing proporsional. Tetapi harus diingat bahwa proses desinfeksi dengan khlor memiliki kekurangan,
yaitu
dapat
menghasilkan
senyawa
karsinogenik
seperti
trihalomethane dan khloroform (Said, 2011).
Gas khlor diinjeksikan langsung ke instalasi pengolahan air bersih, pembubuhan gas menggunakan peralatan tertentu yang memenuhi ketentuan yang berlaku, sedangkan untuk kaporit atau sodium hipoklorit dibubuhkan ke instalasi pengolahan air bersih secara gravitasi atau mekanis.
34
2.3.10. Reservoir Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih sebelum didistribusikan
ke konsumen. Reservoir juga berfungsi sebagai bak kontak desinfektan pada proses desinfeksi. Agar proses desinfeksi berlangsung secara optimum, maka reservoir dilengkapi dengan saluran baffle agar terjadi kontak antara air dengan
desinfektan. Penampungan ini dilakukan karena adanya fluktuasi pemakaian air oleh konsumen. Pada saat pemakaian sedikit maka kelebihan air produksi akan ditampung di reservoir, untuk digunakan lagi saat kebutuhan air memuncak (Indriasari, 2006). Reservoir dapat dilihat pada Gambar 2.7.
2
Gambar 2.7 Reservoir (Anonim, 2013 ) Reservoir juga berfungsi untuk tempat menampung air untuk keperluan
instalasi. Sering dijumpai dalam reservoir semacam baffle chanel seperti yang terdapat pada bangunan pengaduk lambat. Kegunaan dari baffle chanel ini adalah untuk memungkinkan terjadinya kontak antara air hasil filtrasi yang masuk ke reservoir dengan khlor sebagai desinfektan.
35
2.3.11. Distribusi
Pada distribusi air minum sudah selesai mengalami treatment yang artinya air produksi siap untuk dialirkan ke pelanggan-pelanggan. Untuk mengalirkan ke pelanggan-pelanggan, pendistribusian dilakukan dengan sistem pompa yaitu dengan pompa distribusi atau pompa kota.
BAB III METODE PRAKTEK KERJA LAPANGAN
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan PKL 3.1.1 Tempat Pelaksanaan PKL
Pada laporan ini dilakukan Analisis Kinerja Koagulasi-Flokulasi Di Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya yang dilaksanakan di PDAM Karang Pilang I. 3.1.2 Waktu Pelaksanaan PKL
Analisis Kinerja Koagulasi-Flokulasi Di Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) PDAM Kota Surabaya dilakukan selama empat minggu pada 5 September-5 Oktober. 3.2 Cara Kerja
Tahapan-tahapan mengenai cara kerja dilaksanakan secara berurutan sesuai dengan Gambar 3.1. Observasi Awal Kegiatan Pengumpulan Data Data Sekunder
Data Primer Pembahasan
Gambar 3.1 Kerangka Cara Kerja PKL
36
37
3.2.1 Observasi Awal Kegiatan Industri
Observasi awal kegiatan industri dilakukan untuk mengetahui kegiatan yang ada di lapangan dan melihat kesesuaian topik awal PKL dengan kondisi di lapangan. Observasi awal ini dilakukan dengan bimbingan pembimbing lapangan. 3.2.2 Pengumpulan data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pengamatan ini adalah: 1. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap kinerja koagulasi-flokulasi di Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) PDAM Surabaya. 2. Studi kepustakaan, yaitu melalui buku-buku, literatur dan standar peraturan yang berkaitan. 3. Wawancara, berupa wawancara dengan pengawas dan karyawan di PDAM Surabaya baik secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Dalam pengumpulan data ini dilakukan dengan bimbingan dan pantauan dari pembimbing lapangan. 3.2.3 Pengumpulan Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dari tiap-tiap unit pekerjaan yang kemudian diolah dan dievaluasi secara deskriptif. 3.2.4 Pengumpulan Data Sekunder
Data sekunder meliputi data literatur, jurnal, makalah, laporan penelitian terdahulu, data keterangan berupa bagan alir proses produksi dan dampak yang mungkin timbul dan data pendukung lainnya yang dianggap relevan seperti metode
pengumpulan
data
informasi.
Kemudian
bahan-bahan
tersebut
dipergunakan sebagai acuan/pedoman sebagai pengetahuan awal sebelum studi
38
lapangan, selama pengamatan di lapangan, dan data pada waktu pembahasan dalam tahap penyusunan laporan. 3.2.5 Pembahasan
Pembahasan dilakukan terhadap data yang diperoleh serta digunakan untuk membandingkan teori dengan kinerja unit koagulasi-flokulasi di instalasi penjernihan air minum (IPAM) PDAM surabaya. Setelah pembahasan akan dibuat kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemenuhan kebutuhan air di kota Surabaya dikelola oleh PDAM Karang Pilang yang memiliki 3 Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM), semua pengolahan menggunakan sungai Sungai Surabaya yang dimanfaatkan sebagai sumber air bakunya. Pada musim kemarau kekeruhan air di PDAM Karangpilang tidak tinggi disebabkan kandungan lumpur yang sedikit. Sedangkan pada musim penghujan kekeruhannya tinggi disebabkan kandungan lumpurnya tinggi. Pada laporan ini akan dibahas pengolahan pada PDAM Karang Pilang I terutama pada proses koagulasi-flokulasi. Diagram proses pada PDAM Karang Pilang I dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Diagram Proses
4.1 Proses Pengolahan Air PDAM Karang Pilang I
Dalam Proses pengolahan air minum di PDAM Karang Pilang I air yang diolah berasal dari Sungai Surabaya yang biasanya memiliki kekeruhan yang
39
40
tinggi pada musim penghujan. Tetapi dengan adanya proses pengolahan air sungai Surabaya tersebut dari proses pengendapan, penyaringan hingga penambahan zat kimia sehingga diperoleh air bersih yang dapat didistribusikan kepada massyarakat untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat akan air bersih. Proses pengolahan air minum PDAM Karang Pilang I menggunakan prinsip efisiensi listrik, menggunakan pengolahan dengan sistim gravitasi dari prasedimentasi hingga filtrasi. Hanya beberapa pengolahan masih menggunakan listrik untuk suplai tenaga pompa yang digunakan pada unti tertentu seperti pada pengolahan awal sebelum prasedimentasi yaitu proses intake, pencucian pada unit filtrasi dan pada reservoir untuk distribusi.
Proses pengolahan dari sungai melewati screener untuk menyaring agar kotoran tidak masuk dalam pengolahan. Pada proses awal menggunakan pompa untuk memompa air sungai melewati sungai penyeimbang menuju aerator . Aerator berfungsi untuk mengalirkan dengan pompa menuju ke atas melewati
sekat-sekat yang berfungsi untuk menahan lumpur yang terkandung dalam air sungai. Aerator dapat dilihat pada Gambar 4.2.
41
Gambar 4.2 Aerator
Setelah melewati aerator air menuju pada proses prasedimentasi yang bertujuan untuk mengendapkan lumpur-lumpur yang terkandung dalam air sungai. Pada unit prasedimentasi air lumpur yang mengendap masih belum seluruhnya mengendapkan, tetapi sudah mengurangi kekeruhan pada air sungai. Setelah dari unit prasedimentasi menuju proses berikutnya yaitu proses koagulasi flokulasi yang pada proses ini menggunakan koagulan berupa tawas yang disemprotkan ke air sungai melewati baffle yang bertujuan untuk mencampur koagulan dengan air sungai sama seperti dengan menggunakan flash mixer . Koagulan sendiri berfungsi untuk mengikat koloid yang terkandung dalam air sungai. Unit koagulasi dapat dilihat pada Gambar 4.3.
42
Gambar 4.3 Koagulasi
Proses berikutnya flokulasi atau sering disebut pengadukan lambat. Bertujuan untuk mengendapkan koloid yang masih terkandung setelah proses koagulasi sebelum masuk dalam unit clarifier. Karena pada unit clarifier terjadi proses penyaringan koloid, tetapi biasanya koloid yang terkandung tidak banyak karena adanya proses koagulasi flokulasi. Karena jika partikel kolid yang terkandung masih banyak dan ukurannya besar dapat merusak saringan pada clarifier. Unit clarifier dapat dilihat pada Gambar 4.4.
43
Gambar 4.4 Clatrifier
Pada proses pengolahan berikutnya masuk dalam Unit filter atau filtrasi. Fungsi filter adalah untuk menyaring flok-flok halus yang masih lolos dari aerator atau unit sedimentasi media penyaringan menggunakan pasir silica
dengan media tunggal maupun ganda. Bentuk filter sendiri adalah sebuah bak penyaring. Bak dapat berbentuk persegi atau bulat. Pada proses ini air sudah jernih dan merupakan proses penjernihan air terakhir setelah itu masuk dalam reservoir dan siap untuk didistribusikan.Tetapi sebelum masuk reservoir melewati
proses desinfeksi terlebih dahulu dengan cara pembubuhan kaporit dengan dosis tertentu. Unit filter dapat dilihat pada Gambar 4.5.
44
Gambar 4.5 Filter
4.2 Unit Koagulasi
Unit koagulasi terjadi proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan, koagulan dalam unit koagulasi menggunakan alumunium sulfat. Alumunium sulfat yang ditambahkan dengan dosis tertentu sesuai dengan hasil jartest. Pada unit koagulasi setelah ditambahkan alumunium sulfat terjadi proses pengadukan cepat ( flash mix) yang bertujuan untuk mencampur koagulan dengan air sungai untuk mengikat partikel koloid yang terkandung dalam air sungai tersebut. Penentuan
dosis
alumunium
sulfat
yang
ada
di
lapangan
tidak
menggunakan jartest, hanya menentukan dosis optimum berdasarkan pengalaman operator. Pada bulan September 2012 menggunakan dosis 5 mg/l, dikarenakan pada bulan September merupakan musim kemarau dan tingkat kekeruhan dan kandungan lumpur sedikit. Tidak terlihat partikel koloid yang terikat oleh alumunium sulfat dikarenakan kandungan lumpur sangat sedikit pada musim kemarau.
45
Pengadukan cepat pada PDAM Karang Pilang I tidak menggunakan alat flash mix dikarenakan untuk efisiensi listrik, di lapangan menggunakan sistem baffle dengan beda ketinggian yang akan dengan sendirinya air sungai dan
koagulan tercampur. Sistemnya sama dengan sistem pengadukan cepat dengan alat flash mix. Jadi dengan beda ketinggian pada baffle terjadi proses pengadukan cepat dan koagulan dapat tercampur dengan air sungai sehingga dapat mengikat partikel koloid yang terkandung. Unit koagulasi dapat dilihat pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Unit koagulasi
4.3 Unit Flokulasi
Unit flokulasi merupakan lanjutan dari unit koagulasi dengan cara pengadukan lambat. Sama seperti unit koagulasi, unit flokulasi
juga
menggunakan baffle untuk pengadukan untuk mengendapkan partikel koloid yang tersisa sebelum masuk dalam clarifier . Alirannya dalam flokulasi tenang dan lambat.
46
Pada musim kemarau partikel koloidnya tidak terlihat karena pada musim kemarau kandungan lumpurnya sangat sedikit. Air sungai lebih bening pada musim kemarau. Unit flokulasi dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Unit Flokulasi
4.4 Analisis Kekeruhan
Analisis kekeruhan diperlukan untuk memantau proses pengolahan air baku agar sebelum didistribusikan ke pelanggan layak untuk di gunakan. Analisis kekeruhan sendiri dengan menggunakan alat turbidimeter untuk mengetahui kekeruhan air baku tersebut. Standart kekeruhan WHO 5 NTU, tetapi standart yang diterapkan oleh PDAM Karang Pilang kurang dari 1 NTU. Dapat dilihat standar yang diterapkan PDAM merupakan usaha PDAM untuk memberikan pelayanan yang terbaik dengan mendistribusikan air baku ke konsumen dengan kualitas yang terbaik. Pada keadaan di lapangan tiap 2 jam akan dipantau kualitas kekeruhan dari 4 titik air baku untuk melihat perubahan kekeruhan dari awal pengolahan sampai
47
dengan distribusi. Operator pemantau kekeruhan biasanya memantau air baku pada 4 titik sampling, yaitu pada : 1. Inlet prasedimentasi. 2. Outlet prasedimentasi. 3. Inlet filter. 4.Distribusi. Pemantauan kekeruhan akan dicatat tiap harinya dan akan di pindahkan pada pembukuan adsministrasi untuk evaluasi tiap bulannya. Pemantauan pada bulan September 2012 dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Analisis Kekeruhan
Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Kekeruhan 0.95 0.45 0.81 0.77 0.78 0.73 0.65 0.98 0.79 0.77 0.75 0.70 0.79 0.87 0.71 0.61 0.77 0.69 0.77 0.66 0.62 0.45
48
23 24 25 26 27 28 29 30
0.52 0.93 0.88 0.82 0.64 0.76 0.78 0.72
Rata-rata
0.74
Dapat dilihat pada Tabel 4.1 hasil pemantauan tiap harinya dari hasil rata-rata kekeruhan tiap harinya. Kekeruhan pada tabel diatas merupakan pemantauan akhir dari hasil pemantauan pada titik sampling distribusi. Dapat dilihat dari Tabel 4.1 didaptkan rata-rata bulan September 2012 sebesar 0,74 NTU. Setelah didapatkan hasil pada tabel akan dibuat grafik untuk melihat tingkat kekeruhan tiap harinya. Grafik kekeruhan dapat dilihat pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 Grafik Kekeruhan 1.20
1.00
) U T 0.80 N ( n a 0.60 h u r e k 0.40 e K 0.20
0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112131415161718192021222324252627282930
Tanggal
Dapat dilihat pada Gambar 4.8 terlihat peningkatan kekeruhan naik turun tetapi tidak melewati standar yang diterapkan pada PDAM Karang Pilang I yaitu
49
kurang dari 1 NTU. Puncak kekeruhan pada tanggal 8 September 2012. Pada tanggal tersebut kekeruhannya sebesar 0.98 NTU, hampir mendekati 1 NTU. Dengan adanya grafik tersebut diharapkan mempermudah dalam memantau tiap harinya dalam 1 bulan.
4.5 Kinerja Unit Koagulasi Flokulasi
Evaluasi pada unit koagulasi flokulasi dapat dilihat pada hasil pemantauan kekeruhan tiap harinya. Tiap harinya akan di pantau hasil kekeruhan tiap 2 jam. Hasil kekeruhan dipengaruhi oleh penambahan alumunium sulfat tiap harinya. Pemakain alumunium sulfat pada bulan September 2012 rata-rata menggunakan 5 mg/l. Dari penambahan alumunium sulfat dapat dilihat hasil kekeruhan pada hasil sampling di titik distribusi dan akan didapatkan rata-rata ti ap harinya, setelah didapatkan rata-rata tiap harinya akan di rekap selama satu bulan seperti pada tabel 4.1. Setelah didapatkan rekap bulan September 2012 akan didaptkan ratarata bulan September 2012 sebesar 0,74 NTU. Rekap tiap bulan tersebut di kumpulkan kepada adsministrasi PDAM Karang Pilang I agar mudah untuk memantau tiap bulannya sehingga perbandingan pemakaian alumunium sulfat dengan kekeruhan pada distribusi jelas. Sehingga mempermudah dalam memantau kualitas air baku yang didistribusikan kepada konsumen.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh pada praktek kerja lapangan (PKL), dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengolahan pada unit koagulasi-flokulasi dengan pembubuhan alumunium sulfat pada koagulasi dan terjadi proses pengadukan cepat pada koagulasi dengan sistem baffle dengan beda ketinggian yang fungsi dari baffle untuk mengaduk air baku dan koagulan sehingga air baku dapat tercampur dengan koagulan dan dapat mengikat partikel koloid yang terkandung dalam air baku. Pada flokulasi hanya mengendapkan partikel koloid yang tersisa setelah proses koagulasi. Penambahan alumunium sulfat sebesar 5 mg/l tiap harinya pada bulan September 2012. Tetapi penambahan alumunium sulfat tidak melalui jartest, hanya berdasarkan pengalaman operator saja. Hasil yang didapatkan pada bulan September 2012 sebesar 0,74 NTU pada distribusi, jadi masih di bawah standar yang di terapkan oleh pihak PDAM dibawah 1 NTU. Karena pihak PDAM sangat memperhatikan kualitas pengolahan air untuk konsumen. 2. Kinerja pada unit koagulasi-flokulasi yang terjadi pada tingkat kekeruhan pada sistem distribusinya akan di bandingkan dengan penambahan alumunium sulfat pada unit koagulasi. Pemantauan akan dilakukan tiap 2 jam pada tiap harinya. Hasil pemantauan akan direkap per hari lalu data akan diolah perbulan oleh administrasi PDAM Karang Pilang I, untuk mempermudah pemantauan tiap
50
51
harinya. Dari hasil yang didapat rata-rata bulan September 2012 didapatkan 0.74 NTU, sesuai dengan standar yang digunakan oleh pihak PDAM Karang Piilang I yaitu dibawah 1 NTU. Standar yang jadi acuan PDAM Karang Pilang I masih lebih baik daripada WHO yang menerapkan di bawah 5 NTU, jadi pihak PDAM sangat memperhatikan mutu dari hasil pengolahan air baku untuk konsumen
5.2 Saran
Saran yang bias disampaikan kepada PDAM Karang Pilang 1 adalah sebagai berikut : 1. Pihak
PDAM
hendaknya
melakukan
jartest
terlebih dahulu
sebelum
membubuhkan alumunium sulfat ke dalam air baku untuk keakuratan hasil pada koagulasi agar tidak mempeberatkan pada pengolahan berikutnya dan perawatan unitnya. 2. Memantau lebih baik lagi proses pengolahan dan lebih memperhatikan standar operasi tiap unitnya untuk mempermudah perawatannya dan agar lebih efisien pada perawatannya tiap unit pengolahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Tata Cara Perencanaan Unit Paket Instalasi Pengolahan Air. SNI6774:2008. 15. Anonim, 2011. Sejarah PDAM Surabaya. PDAM, Surabaya. www.pdamsby.go.id. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2012 1
Anonim, 2013 . www.pengolahanairbaku.blogspot.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2013 2
Anonim, 2013 . www.aryansah.wordpress.com. Diakses pada tanggal 4 Januari 2013 Arifani, N. dan Hadiwidodo, M., 2007. Evaluasi Desain Instalasi Pengolahan Air PDAM Ibu Kota Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten. Jurnal Presipitasi. ISSN1907-187X. 79. Indriasari, Rr. dan Rakhmania, A., 2006. Analisa Unit Pengolahan Air Minum PDAM Ngagel II Surabaya. Laporan Kerja Praktek . Program Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya. 23-30. Joko, T., 2010. Unit Produksi Dalam Sistem Penyediaan Air Minum. Edisi Pertama. Graha Ilmu, Yogyakarta. 106-111, 109-112, 131-138, 145-149. Fikri, A., 2011. Laporan Koagulasi dan Flokulasi Pada Pengolahan Air Baku. Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. 5-9, 10-11. Said, I., 2011. Pengantar Umum Perencanaan Fasilitas Pengolahan Air Minum. www.kelair.bppt.go.id. Diakses tanggal 23 Desember 2012. Wibowo, T. S., 2010. Evaluasi Pengolahan Air Minum pada Instalasi Pengolahan Air (IPA) Jurug Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Surakarta Tahun 2009. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta. 24-63.
52
LAMPIRAN
53
54