SUCITRA MELANI "
21
STUDI KEPUSTAKAAN7 ALAT PENGUKURAN MUTUMATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2014SUCITRA MELANI - 1406521390SUCITRA MELANI12/14/2014STUDI KEPUSTAKAAN7 ALAT PENGUKURAN MUTUMATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA 2014SUCITRA MELANI - 1406521390SUCITRA MELANI12/14/2014
STUDI KEPUSTAKAAN
7 ALAT PENGUKURAN MUTU
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA
2014
SUCITRA MELANI - 1406521390
SUCITRA MELANI
12/14/2014
STUDI KEPUSTAKAAN
7 ALAT PENGUKURAN MUTU
MATA KULIAH MANAJEMEN MUTU LAYANAN KESEHATAN PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA
2014
SUCITRA MELANI - 1406521390
SUCITRA MELANI
12/14/2014
DEFENISI MUTU DALAM PELAYANAN KESEHATAN
Mutu layanan kesehatan dapat didefenisikan dengan berbagai cara, dengan implikasi yang berbeda bagi penyedia layanan kesehatan, pembayar pihak ketiga, pembuat kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya. National Academies Institute of Medicine (IOM) memberikan defenisi mutu layanan kesehatan sebagai derajat ketika layanan kesehatan bagi individu dan populasi meningkatkan probablitas hasil akhir kesehatan yang diinginkan dan konsisten dengan pengetahuan professional saat ini. Defenisi ini menyoroti berbagai aspek mutu. Pertama, layanan kesehatan bermutu tinggi harus mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi individu yang sesuai dengan pilihan mereka yang beragam. Kedua, layanan kesehatan harus mencapai hasil akhir kesehatan yang diinginkan bagi populasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang efisiensi pembuat kebijakan dan pembayar pihak ketiga. Terakhir, layanan kesehatan harus sesuai dengan standar profesional dan bukti ilmiah, konsisten dengan keefektifan fokus klinis dan penyedia layanan kesehatan.
Mutu sebagai suatu konsep yang diterapkan dan dipraktekkan dengan cara dan gaya yang sama pada setiap keadaan. Pada umumnya, mutu layanan kesehatan terfokus pada konsep bahwa layanan kesehatan memiliki tiga landasan utama yaitu mutu, akses dan biaya. Walaupun satu sama lain saling bergantug dan masing-masing dapat berdampak pada yang lain, mutu berdampak lebih kuat pada dua landasan lainnya. Mutu dapat dicapai jika layanan yang terjangkau dapat diberikan dengan cara yang pantas, efisien dan hemat biaya. Layanan yang bermutu adalah layanan yang berorientasi pelanggan (costumer oriented), tersedia (availabe), mudah didapat (accessible), memadai (acceptable), terjangkau (affordable) dan mudah dikelola (controllable). Mutu tercapai ketika kebutuhan dan harapan pelanggan terpenuhi.
Yang dimaksud dengan pelanggan pelayanan kesehatan secara umum adalah masyarakat (individu atau kelompok) atau institusi pengguna jasa pelayanan kesehatan, yang membutuhkan pelayanan kesehatan atau yang punya potensi membayar jasa pelayanan kesehatan. Mereka dimasukkan sebagai pelanggan dari luar (external costumer) institusi. Institusi pelayanan kesehatan juga memiliki pelanggan dari dalam (internal costumer) yaitu mereka yang bekerja di institusi pelayanan tersebut. Setiap kelompok pelanggan ini perlul diberi pelayanan sebaik-baiknya oleh pihak manajemen institusi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.
Jenis jasa pelayanan kesehatan yang disediakan oleh institusi penyedia pelayanan kesehatan harus bersifat menyeluruh (comprehensive health service) yang meliputi pelayanan kesehatan pencegahan (promotive health service), pengobatan (curative health service), pengobatan (curative health service) dan rehabilitasi (rehabilitative health service). Pelanggan individu dilayani di dalam gedung untuk pengobatan dasar atau rehabilitasi medis. Petugas kesehatan menunggu kehadiran pelanggan ini (pelayanan pasif). Untuk pelanggan kelompok masyarakat, diberikan pelayanan di luar gedung. Pelayanan untuk kelompok masyarakat bersifat proaktif karena petugas kesehatan mendatangi kelompok masyarakat untuk memberikan pelayanan.
Tingkat kepuasan pelanggan institusi pelayanan kesehatan adalah added value bagi dokter, paramedis, perusahaan farmasi, pemasok alat-alat kedokteran, termasuk pimpinan institusi penyedia jasa layanan kesehatan. Value berasal dari jenis pelayanan yang diberikan kepada pelanggan, atau sistem manajemen institusi tersebut, atau sesuatu yang bersifat emosional. Kalau pelanggan mengatakan bahawa value mereka adalah pelayanan kesehatan yang bermutu, kepuasan pelanggan adalah mutu pelayan kesehatan. Kalau pelanggan mengatakan value mereka adalah kesembuhan dari serangan penyakit atau gangguan kesehatan yang mereka derita maka kepuasan pelanggan kesehatan adalah pelayan yang memberikan kesembuhan bagi mereka. Pelanggan yang puas akan berbagi rasa dan pengalaman mereka kepada teman, keluarga dan tetangga. Ini akan menjadi referensi yang baik kepada institusi penyedia pelayanan kesehatan.Kepuasan pelanggan adalah tanggapan pelanggan terhadap kesesuaian tingkat harapan (ekspektasi) pelanggan sebelum mereka menerima jasa pelayanan dengan sesudah pelayanan yang mereka terima. Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan dapat disimpulkan sebagai selisih kinerja institusi pelayanan kesehatan dengan harapan pelanggan.
Program Jaminan Mutu
Jika institusi pelayanan kesehatan merencanakan untuk mengembangkan manajemen mutu jasa pelayanannya, institusi tersebut harus lebih dahulu merumuskan tujuan umum pengembangan mutu. Ada dua tujuan umum pengembangan mutu produk pelayanan kesehatan yang perlu dirumuskan, yaitu tujuan antara dan tujuan akhir.
Tujuan (sasaran) antara . Pimpinan dan staf institusi kesehatan merumuskan masalah mutu produk jasa layanannya. Sebelumnya merumuskan tujuan pengembangan mutum, masalah mutu proses dan produk (output) harus diidentifikasi lebih dahulu. Rumusan masalah ini dijadikan dasar penetapan tujuan peningkatan mutu. Strategi ini disebut benchmarking. Ada beberapa jenis benchmark yaitu internal benchmark (membandingkan mutu antarbagian, antarbidang, antarseksi). Benchmark yang membandingkan hasil yang pernah dicapai tahun-tahun sebelumnya disebut historical benchmark. Ada juga benchmark yang membandingkan jasa pelayanan antar institusi pelayanan kesehatan swasta-pemerintah, antar kota, antar negara yang disebut external benchmark.
Tujuan (sasaran) akhir . Tujuan akhir menjaga mutu pelayanan institusi kesehatan adalah meningkatnya mutu produk atau jasa pelayanan kesehatan dikaitkan dengan kepuasan pengguna jasa pelayanan.
Institusi pelayanan kesehatan yang mengembangakan program jaminan mutu secara konsisten dan berkelanjutan akan mendapat manfaat :
Meningkatnya efektivitas pelayanan kesehatan tersebut
Terjaminnya efisiensi manajamen pelayanan kesehatan
Masyarakat menerima produk jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhannya
Para petugas kesehatan akan terlindungi jika terjadi gugatan hukum.
Jika proses pengembangan program jaminan mutu sudah dimulai, terdapat 4 kriteria yang harus diperhatikan oleh pimpinan institusi pelayanan kesehatan :
Berkesinambungan (continuous quality improvement). Semua kegiatan program untuk menjaga mutu harus mengikuti urutan kegiatan dan siklus pemecahan masalah yang sudah ditetapkan staf dan pimpinan.
Sistematis. Kegiatan yang dilaksanakan berurutan dan jelas sasaran yang ingin dicapai.
Objektif. Setiap kegiatan yang dilaksanakan harus sesuai dengan standar mutu yang sudah ditetapkan. Standar ini harus disesuaikan dengan kemampuan institusi pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan pendanaan dan kemampuann SDM yang ada.
Terpadu. Kegiatan program jaminan mutu di sebuah institusi pelayanan kesehatan tidak boleh terpisah dari kegiatan rutin manajemen instusi pelayanan kesehatan tersebut (day to day management).
Dengan pendekatan dan analisis sistem, mutu pelayanan kesehatan dapat dikaji berdasarkan output (keluaran) sistem pelayanan kesehatan (intermediate output) dan hasil akhir program jaminan mutu (outcome), Output sistem pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tiga komponen sistem yang lain, yaitu :
Input – Masukan (dana, tenaga, dan sarana/prasarana).
Jumlah (kuantitas) dan kualitasnya (standard of personels and facilities) harus mendapat prioritas perhatian pimpinan jika institusi pelayanan kesehatan merencanakan akan mengembangkan mutu pelayanannya. Upaya untuk menjaga mutu input oleh pimpinan (supervisi, monitoring langsung dan tidak langsung sebelum proses dimulai) merupakan strategi pimpinan untuk menjaga (preventif action) mutu proses dan output program jaminan mutu mencapai sasarannya secara optimal.
Proses (tindakan medis dan nonmedis).
Semua rincian kegiatannya harus dituangkan ke dalam standard of conduct. Proses ini harus tertulis sebagai dokumen penting masing-masing unit kerja institusi pelayanan kesehatan. Semua dokumen ini harus mudah diperoleh dan dipahami isinya oleh semua staf yang terkait dengan proses pengembangan program jaminan mutu.
Lingkungan (kebijakan, institusi dan manajemen).
Kondisi lingkungan yang kondisi dengan program jaminan mutu disebut Standard of organization and management. Dengan memanfaatkan standar ini, masalah mutu pelayanan kesehatan akan dapat diidentifikasi lebih cermat. Dukungan pihak manajemen untuk pengembangan program jaminan mutu pelayanan kesehatan tidak kalah pentingnya dengan aspek tekhnis pelayanan kesehatan, yaitu aspek medis dan asuhan keperawatan. Kalau dukungan pihak manajemen tidak memadai sesuai dengan standar pelayanan, mutu pelayanan pasti akan turun.
PERBAIKAN MUTU
Sehubungan dengan program jaminan mutu yang dilakukan di institusi pelayanan kesehatan, ketika siklus penerapan mutu layanan kesehatan telah diselesaikan, tugas berikutnya setelah melakukan pemantauan dan penilaian adalah membuat rencana kegiatan perbaikan. Tujuan melakukan pemantauan itu sendiri adalah mengukur penyimpangan dari suatu ketentuan atau ambang batas agar organisasi dapat mempelajari penyebab terjadinya penyimpangan tersebut dan menetapkan satu atau beberapa proses kegiatan untuk mengurangi penyimpangan tersebut. Proses atau sekumpulan proses yang dapat mengurangi penyimpangan tersebut adalah perbaikan mutu.
Menurut Siklus Mutu (Quality Cycle) yang dikembangkan oleh proyek Quality Assurance Project oleh USAID, langkah-langkah berikut (atau paling tidak beberapa dari langkah-langkah ini) harus sudah dilakukan sebelum proses perbaikan dapat dimulai :
Merencanakan mutu
Menyusun standar (dan indikator)
Mengkomunikasikan standar
Melakukan pemantauan (terhadap ambang batas)
Mengidentifikasi dan menentukan prioritas berbagai peluang untuk melakukan perbaikan
Mendefenisikan kunci-kunci untuk peluang perbaikan
Membentuk sebuah tim
Menganalisis dan mempelajari berbagai peluang perbaikan bagi akar penyebab masalah
Menyusun solusi dan tindakan untuk melakukan perbaikan
Menerapkan dan mengevaluasi upaya-upaya perbaikan, kemudian memulai siklusnya dari awal lagi.
Langkah 5 hingga 10 semuanya berhubungan dengan proses perbaikan. Masing-masing langkah melibatkan sejumlah kegiatan dan tugas.
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi layanan yang diberikan oleh suatu organisasi kepada para pelanggannya, yaitu pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memenuhi proses evaluasi internal. Pendekatan ini utamanya berfokus pada proses "kerjakan dengan benar pada kali pertama". Proses evaluasi eksternal paling baik dinilai dengan pendekatan kuantitatif, yang dapat menentukan seberapa besar kepuasan pasien. Pendekatan ini meliputi pengumpulan dan analisis data mengenai sifat dasar dan ruang lingkup masalah atau masalah-masalah potensial yang dihadapi konsumen. Data harus dikumpulkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan, serta menurut kecenderungan kejadian, dan tingkat pengukuran ketidakpuasan pelanggan yang dikelompokkan menurut kategori dan pengalaman tertentu.
Begitu sebuah peluang perbaikan telah dipilih, langkah selanjutnya dalam siklus perbaikan adalah mendefenisikan peluang perbaikan dalam istilah yang lebih operasional. Selain itu, peluang perbaikan harus dinyatakan melalui pernyataan yang berisi istilah yang jelas dan sederhana sehingga dengan mudah dapat dilaksanakan oleh anggota tim yang ditugaskan. Persyaratan lain dalam mendefenisikan peluang perbaikan adalah bahwa pernyataan operasional tidak boleh mengandung pengajuan sebuah solusi, atau mengidentifikasi penyebab, dan tidak boleh menyatakan tuduhan.
ALAT PENGUKUR MUTU
Alat atau Tools adalah salah satu kekuatan dalam manajemen kualitas. Alat membantu kita bekerja lebih efisien dan efektif, tergantung dari apa yang bisa dibantu dengan alat tersebut. Kita membutuhkan informasi yang lebih terstruktur dan mudah dipahami dari sebuah koleksi data. Untuk keperluan tersebut diperlukan alat yang dapat membantu kita mengolah data. Dalam konteks Manajemen Kualitas, alat yang dapat digunakan untuk membantu mewujudkan kualitas dikenal dengan nama "Seven Basic Tools of Quality", dan "Seven New Tools of Quality" yang masing-masing dilengkapi dengan "Seven Steps Methodology" atau bila digabung dikenal dengan nama "7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah". 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah adalah alat-alat bantu yang bermanfaat untuk memetakan lingkup persoalan, menyusun data dalam diagram-diagram agar lebih mudah untuk dipahami, menelusuri berbagai kemungkinan penyebab persoalan dan memperjelas kenyataan atau fenomena yang otentik dalam suatu persoalan.
Seven Basic Tools of Quality terdiri dari beberapa jenis alat yang lebih bersifat eksploratif kuantitatif. Alat-alat tersebut yakni:
Check Sheet*/ Check List/ Tally Chart
Lembar isian merupakan alat bantu untuk memudahkan proses pengumpulan data.
Bentuk dan isinya disesuaikan dengan kebutuhan maupun kondisi kerja yang ada. Untuk mempermudah proses pengumpulan data maka penlu dibuat suatu lembar isian (check sheet), dengan memperhatikan sbb :
Maksud pembuatan harus jelas
Informasi apa yang ingin diketahui ?
Apakah data yang nantinya diperoleh cukup lengkap sebagai dasar untuk mengambil tindakan ?
Stratifikasi harus sebaik mungkin
Mudah dipahami dan diisi
Memberikan data yg lengkap tentang apa yg ingin diketahui.
Dapat diisi dengan cepat, mudah dan secara otomatis bisa segera dianalisa. Kalau perlu disini dicantumkan gambar dan produk yang akan dicheck.
Ada beberapa jenis lembar isian yang dikenal dan umum dipergunakan untuk keperluan pengumpulan data, yaitu antara lain: Production Process Distribution Check Sheet, Lembar isian jenis ini dipergunakan untuk mengumpulkan data yang berasal dari proses produksi atau proses kerja lainnya. Output kerja sesuai dengan klasifikasi yang telah ditetapkan untuk dimasukkan dalam lembar kerja, sehingga akhirnya akan dapat diperoleh pola distribusi yang terjadi. Seperti halnya dengan histogram, maka bentuk distribusi data berdasarkan frekuensi kejadian yg diamati akan menunjukkan karakteristik proses yang terjadi
Contoh sebuah check list :
Teknisi laboratorium yang hadir (X) atau tidak hadir (o)
Hari
Toni
Agung
Anton
Budi
Jono
Senin
X
0
X
X
X
Selasa
X
X
O
X
X
Rabu
0
X
X
X
X
Kamis
X
X
O
X
X
Jumat
X
X
X
X
O
Sabtu
X
X
O
X
X
Total (X)
5
5
3
6
5
Histogram
Merupakan sebuah diagram batang yang dimodifikasi, dengan data di sumbu X adalah data kontinue dan batangnya saling berimpit satu sama lainnya.
Histogram berguna untuk menyajikan sebuah gambaran mengenai unsur-unsur data dan untuk menunjukkan pola data. Histogram dibuat untuk menyajikan data.
Contohnya, sumbu X memperlihartkan waktu yang digunakan (dalam interval) untuk kunjungan rutin pasien rawat jalan, sedangkan sumbu Y memperlihatkan jumlah seluruh kunjungan rutin di dalam masing-masing interval waktu.
Sebuah histogram dibuat melalui beberapa langkah. Pada contoh diatas, kita mengumpulkan data dengan membuat sebuah tabel kolom kunjungan pasien menurut waktu yang digunakan (dalam menit) di bagian pasien rawat jalan. Kemudian kita membagi-bagi waktu menjadi interval yang sama bergantung pada rentang waktu yang digunakan dalam menit. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah daftar titik yang berisi jumlah kunjungan pasien yang masing-masing berada pada suatu interval waktu yang diidentifikasi. Lalu, kita membuat sebuah histogram menggunakan informasi di atas dengan menempatkan jumlah kunjungan pasien pada sumbu Y, sedangkan interval-interval waktu ditempatkan pada sumbu X. Tiap-tiap interval waktu akan mewakili lebar batang, sedangkan jumlah kunjungan pasien akan menentukan tinggi batang.
Scatter Diagram / Diagram Pencar
Teknik ini berguna untuk menyajikan data dari dua variabel yang mungkin memiliki hubungan (tetapi tidak selalu sebagai suatu dampak) satu sama lainnya. Data yang dikumpulkan untuk setiap variabel kemudian ditempatkan pada suatu grafik dengan satu variabel di sumbu X dan variabel lainnya di sumbu Y. jika suatu pola terbentuk, suatu hubungan positif atau negatif dapat disimpulkan. Tekhnik ini dianggap sebagai cara yang paling mudah dalam mencatat suatu analisis korelasi tanpa benar-benar menghitung kekuatan signifikansi hubungan antar variabel-variabel tersebut. teknik ini sangat mudah dibuat dan berguna untuk memperlihatkan pola data dan memberikan data penunjang untuk membuat diagram sebab akibat. Walaupun diagram pencar terkadang digunakan untuk menggambarkan pasangan data diskret (misalnya, diagram jumlah), namun diagram tebar paling berguna untuk menggambarkan data kontinue (misalnya waktu versus suhu badan pasien).
Pareto Diagram
Omachonu (1991), Alfredi Pareto (1897) yang merupakan seorang ahli ekonomi Italia, dan M.C. Lorenz (1907), yaitu seorang ahli ekonomi Amerika membangun suatu konsep yang menyatakan bahwa sebagian besar proporsi pendapatan total pada suatu populasi hanya dinikmati oleh beberapa anggota populasi tersebut. Ahli mutu yang bernama J. Juran menerapkan prinsip tersebut pada masalah-masalah mutu yang dikelompokkan menjadi masalah-masalah yang banyak tetapi tidak penting, dengan kata lain kebanyakan masalah disebabkan oleh hanya sedikit penyebab. Prosedur yang mengelompokkan masalah-masalah mutu ini disebut sebagai Analisis Pareto.
Konsep pareto lebih jauh lagi dikenal sebagai hukum 80-20. Konsep ini dapat diterapkan dalam layanan kesehatan, misalnya dari 80% kesalahan pencatatan, 20% disebabkan oleh staf. Contoh lain, 80% kesalahan pengobatan 20%nya disebabkan oleh staf perawat dan seterusnya. Dengan menggunakan grafik batang dan grafik garis, data dapat dianilisis lebih lanjut menurut prinsip Pareto tersebut. Untuk melakukannya, ada beberapa langkah yang perlu diikuti untuk menyajikan data dalam bentuk grafik yang sesuai dengan prinsip Pareto:
Identifikasi suatu masalah mutu yang akan dipelajari. Contohnya keluhan pasien dalam layanan pemberian makanan.
Tentukan dan laksanakan suatu metode pengumpulan data. Misalnya survey melalui surat.
Kelompokkan keluhan pasien menurut jenisnya, misalahnya suhu, rasa, ketepatan waktu layanan, estetika dan lain-lain.
Hitunglah frekuensi keluhan menurut kategori tertentu, misalnya suhu 74 keluhan, rasa 43 keluhan, dan seterusnya
Letakkan frekuensi setiap kategori keluhan pada grafik batang dan susunlah kategori-kategori itu menurut frekuensi yang terbanyak hingga terkecil dari kiri ke kanan pada sumbu horizontal (sumbu X). Dua sumbu vertikal harus dibuat, sumbu vertikal sebelah kiri (sumbu Y) akan dibagi menurut interval tertentu hingga mencapai jumlah frekuensi tertinggi (contohnya 74), sementara garis vertikal ke kanan dibagi menjadi besaran persentase dari 0% hingga 100%.
Jumlahkan nilai-nilai persentase grafik batang dan hitung nilai total kumulatif di seluruh tiap-tiap grafik batang. Letakkan nilai totalnya pada grafik yang sama, tetapi dalam bentuk grafik garis.
Diagram Pareto sangat diperlukan, tidak hanya untuk menampilkan penyebab suatu masalah mutu tetapi juga menyediakan suatu alat diagnostik dan pemantauan bagi tim mutu yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan memantau kemajuan langkah-langkah perbaikan mutu yang sedang dilakukan. Signifikansi diagram Pareto semakin terbukti ketika digunakan sebagai motivasi untuk mencapai bentuk akhir diagram batang mengenai keluhan pasien yang menjadi lebih datar.
Fish Bone Diagram / Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah sebuah alat yang berguna untuk mengidentifikasi penyebab dan sub penyebab masalah, disebut juga sebagai "diagram tulang ikan" atau "diagram Ishikawa". Diagram ini adalah diagram yang menampilkan akar penyebab suatu masalah pada situasi dalam beberapa kategori penyebab terkait. Tiap-tiap kategori tersebut selanjutnya menampilkan beberapa subkategori yang masing-masingnya dapat bercabang lagi dan menjadi lebih banyak subkategori yang menampilkan sejumlah penyebab yang terkait dengan masalah. Untuk membuat diagram tulang ikan, digunakan beberapa alat perbaikan mutu lainnya, contohnya brainstorming, survey dan lain-lain.
Diagram sebab-akibat dibuat oleh tim perbaikan mutu dalam beberapa langkah. Begitu suatu masalah terjadi, masalah tersebut kemudian dicatat. Catatan tersebut selanjutnya diperbaiki agar dapat mencerminkan realistis dan penyebab yang dapat ditelusuri untuk dipelajari lebih mendalam. Sejumlah penyebab yang telah dicatat tersebut kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kategori (dan subkategori) dan ditampilkan pada sebuah diagram dengan panah-panah yang diarahkan ke masalah utama. Berbagai kategori untuk mengelompokkan penyebab dapat ditentukan sendiri oleh tim atau dapat mengacu pada daftar baku yang berisi berbagai kemungkinan penyebab masalah menurut kategori. Sebuah daftar penyebab yang berbeda dapat dibuat melalui penggunaan setiap kategori berikut ini : manusia, material, mesin, metode dan tindakan.
Control Chart/ Grafik
Diagram kendali merupakan alat yang dirancang untuk memantau suatu proses selama suatu periode waktu untuk mempelajari kecenderungan dan variasinya. Diagram ini dirancang untuk menampilkan kestabilan proses di sekitar kecenderungan yang telah terjadi sebelumnya (yang dapat diterima). Diagram ini dapat mengukur perubahan kecil di dalam proses yang dipantau. Dengan diagram kendali, kita dapat melakukan analisis pada suatu perubahan proses dan dapat mengetahui jika ada faktor yang mempengaruhi kecenderungan proses yang dipantau.
Diagram kendali dapat membantu upaya proses perbaikan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi saat-saat ketika proses berada di luar kendali, yaitu diluar batas yang diperhitungkan. Oleh karena itu diagram kendali dapat digunakan untuk mengidentifikasi peluang untuk memperbaiki suatu proses. Diagram ini juga berguna untuk menentukan apakah menyimpangnya suatu proses dari jalur yang seharusnya (rata-ratanya) disebabkan oleh penyebab-penyebab khusus atau umum. Penyebab khusus memiliki kecenderungan terjadi secara sporadis dan akut sehingga membutuhkan kewaspadaan tim manajemen. Di pihak lain, penyebab umum merupakan penyebab jangka panjang yang tidak memiliki kemampuan mengacaukan kestabilan sebuah proses, namun dapat menghasilkan dampak kecil, yaitu menyimpangkan suatu proses dari seharusnya. Penyebab umum penyimpangan pelaksanaan suatu proses merupakan hasil dari interaksi beberapa penyebab selama suatu periode waktu. Penyebab umum harus dipelajari oleh tim perbaikan mutu yang tepat pada sebuah organisasi. Diagram kendali berguna untuk mengendalikan penyimpangan agar tetap berada pada nilai pengukuran yang masih dapat diterima
Diagram kendali pada dasarnya adalah diagram tren dengan tambahan tiga garis horizontal. Satu garis mewakili nilai rata-rata yang digambarkan antara garis batas kendali atas (rata-rata +2 simpangan baku) dan garis batas kendali bawah (rata-rata – 2 simpangan baku). Sebuah proses dikatakan terkendali jika garis kecenderungannya terletak diantara garis batas atas dan garis batas bawah di sekitar rata-rata. Dalam kasus tersebut, penyimpangan yang terjadi disebabkan oleh penyebab umum sehingga diperlukan intervensi yang dilakukan oleh tim mutu. Namun jika garis kecenderungan berada di luar garis batas kendali atas dan garis batas kendali bawah, prosesnya dinyatakan di luar kendali. Dalam kasus ini, penyebab yang membuat proses berada di luar batas kendali dianggap sebagai penyebab khusus sehingga merupakan tanggung jawab pihak manajemen untuk menyelesaikannya.
Namun terdapat unsur tambahan pada konsep ini. Proses juga dianggap berada di luar kendali jika paling sedikit ada tiga titik yang letaknya berurutan pada garis kecenderungan proses yang terletak di bawah atau paling sedikit ada tiga titik yang berurutan terletak di atas garis rata-rata, walaupun garis kecenderungan proses masih berada di antara garis batas kendali atas dan batas kendali bawah. Sekali lagi, penyebab khusus dikaitkan pada tipe kecenderungan seperti ini.
Garis batas kendali bukan merupakan suatu standar atau suatu ambang batas. Batas kendali adalah ukuran yang menggambarkan perjalanan atau karakter suatu proses. Oleh karena itu, suatu proses yang dikendalikan tidak selalu berarti merupakan suatu proses yang baik, dan suatu proses yang tidak dikendalikan tidak selalu merupakan suatu proses yang buruk.
New 7 tools atau dikenal juga dengan 7 management tools mulai diperkenalkan sekitar tahun 1970-an. Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan teknik-teknik pengendalian kualitas dengan menggunakan pendekatan desain. New 7 tools ini dikembangkan untuk dapat mengorganisasikan data-data verbal secara terstruktur. Berbeda dengan basic 7 tools yang digunakan untuk mengorganisasikan data numerik. Penggunaan new 7 tools ini tidak bertentangan dengan basic 7 tools, melainkan saling mendukung. Ketujuh alat manajemen kualitas yang masuk kelompok ini antara lain:
Interrelationship Diagram
Disebut juga sebagai diagram keterkaitan masalah, adalah alat untuk menganalisis hubungan sebab dan akibat dari berbagai masalah yang kompleks sehingga kita dapat dengan mudah membedakan persoalan apa yang merupakan driver (pemicu terjadinya masalah) dan persoalan apa yang merupakan outcome (akibat dari masalah).
Affinity Diagram
Affinity diagram adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan sejumlah besar gagasan, opini, masalah, solusi, dan sebagainya yang bersifat data verbal melalui sesi curah pendapat (brainstorming), kemudian mengelompokkannya ke dalam kelompok-kelompok yang sesuai dengan hubungan naturalnya. Metode ini diciptakan pada tahun 1960-an oleh Jiro Kawakita, seorang antropolog Jepang, sehingga sering disebut juga metode KJ (sesuai inisial penemunya, Kawakita Jiro).
Metode ini biasa digunakan untuk menentukan dengan akurat (pinpointing) masalah dalam situasi yang kacau (chaotic) dengan harapan dapat menghasilkan strategi solusi untuk penyelesaian masalah tersebut. Oleh karena itu, metode ini membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam organisasi. Affinity diagram selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk membuat sebuah fishbone diagram.
Tree Diagram
Tree diagram adalah teknik yang digunakan untuk memecahkan konsep apa saja, seperti kebijakan, target, tujuan, sasaran, gagasan, persoalan, tugas-tugas, atau aktivitas-aktivitas secara lebih rinci ke dalam sub-subkomponen, atau tingkat yang lebih rendah dan rinci. Tree Diagram dimulai dengan satu item yang bercabang menjadi dua atau lebih, masing-masing cabang kemudian bercabang lagi menjadi dua atau lebih, dan seterusnya sehingga nampak seperti sebuah pohon dengan banyak batang dan cabang.
Tree Diagram telah digunakan secara luas dalam perencanaan, desain, dan pemecahan masalah tugas-tugas yang kompleks. Alat ini biasa digunakan ketika suatu perencanaan dibuat, yakni untuk memecahkan sebuah tugas ke dalam item-item yang dapat dikelola (manageable) dan ditugaskan (assignable). Penyelidikan suatu masalah juga menggunakan tree diagram untuk menemukan komponen rinci dari setiap topik masalah yang kompleks. Penggunaan alat ini disarankan jika risiko-risiko dapat diantisipasi tetapi tidak mudah diidentifikasi. Tree diagram lebih baik ketimbang interrelationship diagram untuk memecah masalah, yang mana masalah tersebut bersifat hirarkis. Oleh karena itu, gunakan alat ini hanya untuk masalah-masalah yang dapat dipecahkan secara hirarkis.
Matrix Diagram
Matrix diagram adalah alat yang sering digunakan untuk menggambarkan tindakan yang diperlukan untuk suatu perbaikan proses atau produk. Matrix diagram selalu terdiri dari baris dan kolom yang menggambarkan hubungan dua atau lebih faktor untuk mendapatkan informasi tentang sifat dan kekuatan dari masalah sehingga kita bisa mendapatkan ide-ide untuk memecahkan masalah.
Matrix Data Analysis
Matrix data analysis adalah alat yang digunakan untuk mengambil data yang ditampilkan dalam matrix diagram dan mengaturnya sehingga dapat lebih mudah diperlihatkan dan menunjukkan kekuatan hubungan antar variabel. Hubungan antara variabel data yang ditampilkan pada kedua sumbu diidentifikasi dengan menggunakan simbol-simbol untuk derajat kepentingan atau data numerik untuk evaluasi.
Arrow Diagram / Activity network diagram
Activity network diagram adalah alat yang digunakan untuk merencanakan atau menjadwalkan proyek. Untuk menggunakannya, kita harus mengetahui urutan tugas-tugas beserta durasinya. Beberapa versi activity network diagram yang luas pemakaiannya adalah: CPM (critical path method), PERT (program evaluation and review technique), dan PDM (precedence diagram method)
PDPC (Process Decision Program Chart)
PDPC adalah diagram untuk memetakan rencana kegiatan beserta situasi yang mungkin terjadi sehingga PDPC bukan saja dibuat untuk tujuan pemecahan akhir dari suatu masalah, tetapi juga untuk menanggulangi kejutan risiko yang mungkin terjadi. Dengan kata lain PDPC digunakan untuk merencanakan skenario, jika pada situasi tertentu terjadi masalah, kita telah merencanakan bagaimana kemungkinan penyelesaian masalahnya sehingga kita siap untuk menanganinya.
Selanjutnya Methodology of Seven Steps terdiri dari:
Menentukan Pokok Masalah
Memahami Situasi dan Menentukan Target/ Sasaran/ Tujuan
Menyusun Rencana Aktvitas
Menganalisa Faktor-Faktor dengan tahapan Investigasi Penyebab dan Efek, Investigasi Kondisi saat ini dan masa lalu, Percobaan Stratifikasi, Melihat perubahan dengan berjalannya waktu, Melihat Keterkaitan
Menyusun dan Mengimplementasikan Aktivitas perbaikan
Memastikan efektivitas dan efisiensi
Melakukan Standardisasi dan Pola Kontrol
Setiap tahapan dalam metodologi 7 langkah membutuhkan analisa-analisa yang bisa dibantu oleh tools-tools ini. Perbedaan keduanya adalah jika 7 basic tools lebih ke eksplorasi kuantitatif (statistik) sedangkan 7 new tools lebih ke eksplorasi kualitatif. Aplikasi alat-alat bantu tersebut di atas, tidak hanya terbatas dalam lingkup QMS (Quality Management System) saja. Karena, kalau saja para pakar yang menekuni disiplin ilmu lainnya, seperti misalnya : ahli politik, ahli ekonomi, ahli pemasaran dan lain sebagainya, berkenan untuk mempelajari secara massif penggunaan alat-alat bantu ini dan memahaminya secara baik, mereka dapat memanfaatkannya untuk melengkapi keilmuan dan kemampuan analisisnya.
Kemampuan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah yang dahsyat dalam mengemukakan fakta/fenomena inilah yang menyebabkan para pakar dalam setiap proses kegiatan mutu sangat tergantung pada alat-alat bantu ini. Meskipun demikian, keberhasilan dalam menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah sangat dipengaruhi oleh seberapa massif pengetahuan si pengguna akan alat bantu yang dipakainya. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki, akan semakin tepat dalam memilih alat bantu yang akan digunakan.
Itulah sebabnya, ada 2 hal pokok yang perlu menjadi pedoman, sebelum menggunakan 7 basic tools dan 7 new tools dalam metodologi 7 langkah, yaitu : efisien (tepat) dan efektif (benar). Efisien, maksudnya adalah ketepatan dalam memilih alat bantu yang sesuai dengan karakteristik persoalan yang akan dibahas. Efektif, artinya bahwa penggunaan alat bantu tersebut dilakukan dengan "benar", sehingg persoalan menjadi lebih jelas, mudah dimengerti dan memberikan peluang untuk diperbaiki.
Pengelompokkan 7 alat pertama dapat dikatakan brillian, karena mempermudah proses analisa dengan tetap mengacu kepada prinsip manajemen kualitas yaitu berbicara dengan fakta. 7 basic tools merupakan koleksi alat-alat statistik yang berbasis matematika, tetapi masih mudah untuk diajarkan, sehingga 7 alat kualitas bisa diimplementasikan ke bidang non-engineering dan diajarkan tanpa harus membutuhkan tingkat pendidikan tinggi.
Pengelompokkan 7 alat kedua (7 New Tools) timbul karena adanya kebutuhan untuk memecahkan permasalahan kualitatif pada tingkatan manajemen. Apa permasalahan kualitatif? Misalnya,
Ketidaksamaan cara pandang yang berujung kepada perdebatan yang berlebihan, (affinity diagram)
Perlunya alat bantu untuk mengelompokkan permasalahan atau solusi, (affinity diagram)
bagaimana caranya mengetahui resiko pelaksanaan? (PDPC)
bagaimana kita tahu ada pekerjaan yang paralel dan ada pekerjaan yang genting sehingga tidak boleh mundur? (arrow diagram)
Apakah permasalahan ini berdiri sendiri atau berhubungan yang lain? kok coba disolusikan selalu berulang kembali timbul masalah yang sama? (interrelationship diagraph dan matrix diagram)
DAFTAR PUSTAKA
Muninjaya, MPH, A.A. Gde (2010). Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wagner, Cordula, etc (1999). A Measuring Instrument for Evaluation of Quality Systems. International Jurnal for Quality in Health Care Vol.11 Number 2; pp 119-130
Al-Assaf, A. F. (2009). Mutu Pelayanan Kesehatan : perspektif internasional. Jakarta : EGC.
Buchbinder, Sharon B. (2014). Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta : EGC
Goetsch, David L. (2002). Manajemen Mutu Total. Jilid 1. Jakarta : PT. Prenhallindo
Jumlah Kunjungan Rawat Jalan