1
METODE BLOK DAN BASIS DATA METODE ESTIMASI CADANGAN DIKLAT PERENCANAAN dan DESAIN TAMBANG TERBUKA Pusdiklat Mineral dan Batubara, Bandung, 24 AGUSTUS 2013
Dr. Eng. Syafrizal, ST., MT Kelompok Keahlian (KK) Eksplorasi dan Sumberdaya Mineral FTTM - ITB
2
PENDAHULUAN
3
Pendahuluan
4
Pentahapan dan Laju Investasi
5
Tahapan Eksplorasi dan Pengambilan Keputusan (#1) AREAL DAN TARGET EKSPLORASI
KOMPILASI DATA
STUDI LITERATUR
RECONNAISSANCE
MODEL GEOLOGI REGIONAL
MODEL GEOLOGI BATUBARA SECARA REGIONAL
PROSPEK ? YA
DESIGN PROGRAM EKSPLORASI
SELEKSI DAERAH TARGET
TIDAK
BERHENTI
6
Tahapan Eksplorasi dan Pengambilan Keputusan (2) DAERAH TARGET PENERAPAN PROGRAM EKSPLORASI STUDI GEOLOGI BATUBARA PEMASTIAN MODEL ENDAPAN BATUBARA GEOMETRI ENDAPAN BATUBARA SIMULASI dan EVALUASI CADANGAN
YA
KUANTIFIKASI CADANGAN
PROSPEK ?
TIDAK
STUDI KELAYAKAN
BERHENTI
7 JORC
8
KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN (SNI 13-6011-1999 & SNI 5015:2011) • Upaya pengelompokan sumberdaya dan cadangan batubara berdasarkan keyakinan geologi dan kelayakan ekonomi. • Dasar Klasifikasi : ▫ Aspek Geologi : berdasarkan tingkat keyakinan geologi, dimana sumberdaya terukur (measured) harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih besar dibandingkan dengan sumberdaya tertunjuk (indicated), dst. Sumberdaya terukur dan tertunjuk dapat ditingkatkan menjadi cadangan terkira dan terbukti apabila telah memenuhi kriteria layak.
▫ Aspek Ekonomi : ketebalan minimal lapisan batubara yang dapat ditambang dan ketebalan maksimal lapisan pengotor atau dirt parting yang tidak dapat dipisahkan pada saat ditambang, yang menyebabkan kualitas batubaranya menurun karena kandungan abunya meningkat.
9
Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan (SNI 5015:2011) PARAMETER
KONDISI GEOLOGI SEDERHANA
MODERAT
KOMPLEK
I. Aspek Sedimentasi 1. Variasi ketebalan
Sedikit bervariasi
Bervariasi
Sangat bervariasi
2. Kesinambungan
Ribuan meter
Ratusan meter
Puluhan meter
3. Percabangan
Hampir tidak ada
Beberapa
Banyak
1. Sesar
Hampir tidak ada
Jarang
Rapat
2. Lipatan
Hampir tidak terlipat
Terlipat sedang
Terlipat kuat
3. Intrusi
Tidak berpengaruh
Berpengaruh
Sangat berpengaruh
4. Kemiringan
Landai
Sedang
Curam
Sedikit bervariasi
Bervariasi
Sangat bervariasi
II. Aspek Tektonik
III. Aspek Kualitas Variasi kualitas
10
Hubungan Aspek Geologi dengan Klasifikasi Persyaratan jarak titik informasi untuk setiap kondisi geologi dan kelas sumberdaya SUMBERDAYA
Kondisi Geologi
Kriteria
Sederhana
Jarak titik informasi (m)
Tidak Terbatas
1000 < X ≤ 1500 500 < X ≤ 1000
X ≤ 500
Moderat
Jarak titik informasi (m)
Tidak Terbatas
500 < X ≤ 1000
250 < X ≤ 500
X ≤ 250
Komplek
Jarak titik informasi (m)
Tidak Terbatas
200 < X ≤ 400
100 < X ≤ 200
X ≤ 100
Hipotetik
Tereka
Tertunjuk
Terukur
11
Pelaporan (Reserve-Resources Balance) No.
• • • • • •
Lokasi
Jenis Batubara
Sumberdaya Hipotetik
Tereka
Tertunjuk
Cadangan Terukur
Terkira
Terbukti
Sumberdaya batubara hipotetik (hypothetical coal resource): Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap survei tinjau. Sumberdaya batubara tereka (inferred coal resource): Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap prospeksi. Sumberdaya batubara terindikasi (indicated coal resource): Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan. Sumberdaya batubara terukur (measured coal resource): Jumlah batubara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci. Cadangan batubara terkira (probable coal reserve): Sumberdaya batubara terindikasi dan sebagian sumberdaya batubara terukur, tetapi berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak. Cadangan batubara terbukti (proved coal reserve): Sumberdaya batubara terukur yang berdasarkan kajian kelayakan semua faktor yang terkait telah terpenuhi sehingga penambangan dapat dilakukan secara layak.
12
POTENSI – SUMBERDAYA – CADANGAN (SNI 5015:2011) Endapan batubara (coal deposit) adalah : • Endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari bekas tumbuhan yang telah melalui proses penggambutan dan pembatubaraan litifikasi untuk membentuk lapisan batubara. • Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama periode geologis. • Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organik tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture) lebih dari 70%.
Sumberdaya batubara (coal resources) adalah : • Bagian dari endapan batubara dalam bentuk dan kuantitas tertentu serta mempunyai prospek beralasan yang memungkinkan untuk ditambang secara ekonomis. • Lokasi, kualitas, kuantitas, karakteristik geologi dan kemenerusan dari lapisan batubara yang telah diketahui, diperkirakan atau diinterpretasikan dari bukti geologi tertentu. • Sumberdaya batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaan geologi ke dalam kategori tereka, tertunjuk dan terukur.
13
POTENSI – SUMBERDAYA – CADANGAN (SNI 5015:2011) Cadangan batubara (coal reserves) adalah : • Bagian dari sumberdaya batubara tertunjuk dan terukur yang dapat ditambang secara ekonomis. • Estimasi cadangan batubara harus memasukan perhitungan dilution dan losses yang muncul pada saat batubara ditambang. • Penentuan cadangan secara tepat telah dilaksanakan yang mungkin termasuk studi kelayakan. Penentuan tersebut harus telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang berkaitan seperti metode penambangan, ekonomi, pemasaran, legal, lingkungan, sosial dan peraturan pemerintah. • Cadangan batubara dibagi sesuai dengan tingkat kepercayaannya ke dalam cadangan batubara terkira dan terbukti. Keyakinan geologi (geological assurance) adalah : • Tingkat kepercayaan tentang keberadaan lapisan batubara yang ditentukan oleh tingkat kerapatan dan kualitas titik informasi geologi serta interpretasi geologi yang meliputi ketebalan, kemiringan lapisan, kemenerusan, bentuk dan sebaran lapisan batubara, struktur geologi, ketebalan tanah penutup, kualitas dan kuantitas batubara sesuai dengan tingkat penyelidikan.
14
15
JORC
16
BASIS DATA KUALITAS BATUBARA
17
KONVERSI BASIS DATA KUALITAS BATUBARA
18
BASIS DATA KUALITAS BATUBARA • As receive (ar), adalah basis dimana batubara dianalisis dalam kondisi sebagaimana di alam. • Dalam hal ini kandungan air permukaan yang dapat menguap di udara bebas (surface moisture) masih terdapat dalam batubara. • Air dry basis (adb), adalah basis dimana batubara dianalisis dalam kondisi kandungan air permukaannya sudah tidak ada. • Sebelum analisis batubara harus diletakkan dalam kondisi terbuka dengan udara bebas sehingga kandungan air permukaan akan hilang dan berat batubara konstan. • Dry basis (db), adalah basis dimana batubara sudah tidak mempunyai kandungan air termasuk air dalam pori-pori (inherent moisture). • Untuk mencapai basis ini, sebelum analisis dilakukan batubara harus dipanaskan terlebih dahulu pada suhu sekitar 110 oC sehingga semua kandungan air akan terlepas.
19
Perhitungan Sumberdaya Data Singkapan (x y z)
Data Lubang Bor ( x y z )
Rekapitulasi dan Tabulasi Data
Peta Sebaran Titik Bor Klasifikasi Sumberdaya Poligon Pengaruh Lubang (titik) Bor Batas KP Batasan Alamiah
Struktur Geologi Batas Cropline
Sumberdaya Batubara
20
Teknik perhitungan sumberdaya batubara berdasarkan Sistem United States Geological Survey (1983) Perhitungan tonase (W) batubara : W = L x t x BJ dimana : L = Luas daerah terhitung (m2) t = Tebal rata-rata batubara sejenis (m) BJ = Berat jenis batubara (ton/m3)
21
Cara perhitungan sumberdaya batubara dengan kemiringan <300 (a) dan kemiringan >300 (b), (USGS, 1983)
22
Faktor-faktor Pembatas Sumberdaya • Struktur geologi : jika terdapat beberapa struktur geologi (seperti patahan), maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial. • Domain Geologi : jika terdapat blok intrusi, maka blok intrusi tersebut harus ditentukan batasnya untuk pembatas pit potensial. • Kondisi geografis : jika terdapat sungai yang besar dan secara teknis sungai tersebut tidak dapat dipindahkan, maka dapat dipisahkan menjadi beberapa pit potensial. • Kondisi geoteknik : jika diketahui limit (batas) ketinggian lereng maksimum, • Kondisi pembatas lain : misalnya adanya jalan, perkampungan, atau areal lindung, maka dengan memplotkan lokasinya dapat digunakan sebagai batas pit potensial.
23
Mining Losses • Mining Losses ▫ Secara umum, Strip Mining (10%), Tambang Bawah Tanah (Long Wall Rec. 60-70% ; Room & Pillar Rec. 40-60%), Auger Mining (Rec. 30-40%) sesuai dengan spesifikasi peralatannya. ▫ Pada Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor.
• Processing Losses ▫ Bergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut
24
Pit Potensial Peta Poligon Sumberdaya Peta Isopach Overburden Data Geoteknik (Tinggi Lereng Max)
Peta Isopach Thickness
Areal Sumberdaya Terukur
LOKASI PIT POTENSIAL
Peta IsoKualitas Pembatas Lain (Sungai, jalan, dll)
25
Jumlah Cadangan LOKASI PIT POTENSIAL
Sebaran Garis Penampang
Data Geoteknik (Geometri Lereng) Rancangan Awal Penambangan
Penampang Perhitungan Cadangan
Optimasi Cadangan Faktor Losses
Jumlah Cadangan Tertambang Open Pit Jumlah Cadangan Tambang Dalam
Jumlah Cadangan Auger Mining
26
Pit Limit Waste
Ore
Waste
Pit Limit Mineable
Mineral Inventory (Resources)
150
150
S. Lawai
100
100
50
50
0
0
27
Hubungan antara kontinuitas dan homogenitas dengan konsep perhitungan cadangan.
28
Aspek Geologi • Jenis dan komposisi batuan proses mineralisasi dan tipe endapan. • Struktur Geologi : ▫ Patahan (sesar) mengganggu susunan litologi pengetahuan umur penting untuk interpretasi kemenerusan endapan mineral. ▫ Lipatan membuat geometri menjadi lebih kompleks.
• Kerapatan dan arah rekahan/urat dapat mengontrol tatanan spasial mineralisasi. • Urutan fase mineralisasi (paragenesa) dapat berpengaruh pada tingkat kompleksitas endapan.
29
Perbedaan domain akibat keberadaan struktur geologi Domain-1
Domain-2
30
Kerapatan dan arah mineralisasi
Dominasi arah struktur
Kerapatan rekahan (struktur)
Mineralisasi
Non Mineralisasi
31
Fakta dan interpretasi • Fakta : merupakan data dasar dalam pemodelan. • Interpretasi : dibutuhkan untuk membangun model 3D dari fakta-fakta yang ada. ▫ Interpolasi : menghubungkan unsur-unsur geologi diantara titik-titik data (fakta). ▫ Ekstrapolasi : meneruskan unsur-unsur geologi ke arah luar dari titik informasi (fakta).
• Fakta dan interpretasi didasarkan pada tingkat pengetahuan, pengalaman dan imajinasi.
32
Intensitas data dan kondisi geologi berpengaruh besar pada kompleksitas model endapan
KORELASI LUBANG BOR KD-28 ; KD-36 ; KD-14 ; KD-27 ; KD-29 ; KD-30 ; KD-12 160
KD-12
140
KD-30
120 100
KD-14
KD-28
KD-27
KD-29
?
KD-36
80
40
Zona Sesar (ha ncuran)
60
?
?
20 0 -20
?
?
?
-40
Skala Vertikal : Horizontal = 1 : 1
(Seam A2)
(Seam B)
(Seam C)
?
(Diperkirakan)
33
BATAS ORE DAN WASTE MERUPAKAN FUNGSI DARI SKALA
Dari kiri ke kanan batas bijih berubah dari tegas menjadi semakin gradasi, Dari atas ke bawah batas bijih berubah dari bidang sederhana menjadi lebih kompleks (tidak teratur), Kedua fenomena tersebut (tajam/gradasi dan sederhana/tidak teratur) merupakan fungsi skala, Batas bijih semakin kompleks apabila besaran “d” semakin tebal relatif terhadap tebal.
34
Endapan Sedimen Karakteristik
Implikasi
• Kontak dengan batuan samping tegas, • Fluktuasi perubahan kadar gradual, • Rentan dengan kemungkinan sisipan/parting, • Variasi ketebalan gradual, • Anomali-anomali (washout, struktur geologi)
• Sampling (interval), • Design/pola data dapat bervariasi
35
Kontak yang tegas
36
Intensitas sisipan
Parting Parting Parting
37
Gangguan-gangguan selama pengendapan Type Depositional
Subtype
Cross section
Frequency
Due to differenciated rate of coal accumulation
Common
Due to synsedimetary bassin morphology
Common
Due to synsedimetary subsidence (splitting)
Common
Due to synsedimetary erosion
Rather rare
Due to synsedimetary faulting
Rare
Due to synsedimetary karst
Rare
Erosional
Common
Tectonic
Rather rare
Post depositional
VARIASI KETEBALAN LAPISAN BATUBARA
38
Kontinuitas geologi (geometri) dan kontinuitas nilai.
39
Kontinuitas Kontinuitas geologi
Kontinuitas nilai
• Kontinuitas geologi adalah keterdapatan geometri atau fisik dari gejala geologi yang mengontrol lokalisasi dan disposisi endapan. • Bentuk fisik geometri secara spasial dan fenomenanya. ▫ Primer: urat, shear fracture yang termineralisasi, perlapisan yang termineralisasi ▫ Sekunder: perlipatan atau pergeseran badan endapan mineral
• Kontinuitas nilai adalah ukuran karakteristik spasial kadar, kelimpahan mineral, ketebalan, atau nilai kualitas sejenis yang lain. • Merupakan distribusi secara spasial berupa ukuran atau kondisi fisik endapan seperti kualitas, ketebalan dalam zona kontinuitas geologi. • Besaran ditentukan oleh hubungan secara spasial dan arah homogenitas (trend).
40
KONTINUITAS • Kontinuitas Geometri • Kontinuitas Nilai
41
KONSEP HOMOGENITAS dan METODA PERHITUNGAN CADANGAN
42
Proses Pembentukan Batubara itk
an
SKEMA PEMBENTUKAN BATUBARA
Udara Air Tanah
fu s AL LO C M at HT er ia HO ly N an g te r
AUTOCHTHON
in
MATERIAL ASAL Tumbuhan Dan Binatang
RAWA GAMBUT/MOOR Dibedakan berdasarkan macam Lingkungan pengendapan/ Fasies
Air Sedimen
DIAGENESA
PENGGAMBUTAN Perusakan oleh Mikroba dan Pembentukan Humin, Penurunan Keseimbangan Biotektonik
Berkurang Air
Bertambah
METAMORFOSA
BATUAN SEDIMEN ORGANIK BATUBARA GAMBUT LIGNITE SUB - BITUMINOUS HIGH VOL. BITUMINOUS MEDIUM VOL. BITUMINOUS LOW VOL. BITUMINOUS SEMI ANTHRACITE
H2O % VM % (daf) H % (daf) O % (daf)
ANTRHRACITE C % (daf) Rmax CV (af)
43
Konsep-konsep dasar yang perlu dipahami sehubungan dengan penaksiran dan perhitungan cadangan
44
1. Resources vs Reserve • Sumberdaya Mineral (Mineral Resource) adalah endapan mineral yang dapat dimanfaatkan secara nyata. ▫ Sumberdaya mineral dengan keyakinan geologi tertentu dapat berubah menjadi cadangan setelah dilakukan pengkajian kelayakan tambang dan memenuhi kriteria layak tambang.
• Cadangan (Reserve) adalah endapan mineral yang telah diketahui ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, dan kualitasnya dan yang secara ekonomis, teknis, hukum, lingkungan, dan sosial dapat ditambang pada saat perhitungan dilakukan
45
46
2. BIJIH (ORE) vs WASTE • BIJIH (ORE) : ▫ Menurut Kamus Pertambangan Umum (PPPTM, 1997) bijih diartikan sebagai mineral yang mengandung satu logam berharga atau lebih yang dapat diolah dan diambil logamnya secara menguntungkan sesuai dengan kondisi teknologi dan ekonomi pada waktu itu.
• WASTE : ▫ Bagian bahan galian (material) yang bukan bijih.
47
3. Dilusi • Pencampuran material bukan bijih (waste) ke dalam material bijih sehingga dapat menaikkan tonase dan menurunkan kadar rata-rata. • Jenis Dilusi : ▫ Dilusi Internal : material kadar rendah terletak di dalam material kadar tinggi. ▫ Dilusi Eksternal : material kadar rendah terpisah dengan material kadar tinggi.
48 Ilustrasi Dilusi Eksternal DH-01
DH-02
Kontak (batas) dilusi
Batas endapan (interpretasi atau yang direncanakan) Kontak (batas) dilusi
Batas endapan yang sebenarnya (aktual)
Batas Bijih
Batas Bijih
Batas endapan yang sebenarnya (aktual)
49
4. Densitas (Density) • Density : massa per unit volume. • Specific Gravity : density relatif (tanpa satuan). ▫ SG = 2 adalah memiliki berat 2 kali terhadap berat air pada volume yang sama.
• Bulk density : digunakan sebagai dasar dalam menghitung tonnage factor pada suatu endapan.
50
5. LOSSES • Geological losses : faktor koreksi (kehilangan) akibat proses interpretasi badan bijih, • Mining losses : faktor koreksi (kehilangan) akibat proses penambangan, • Processing/metallurgical losses : faktor koreksi (kehilangan) akibat proses pengolahan.
51
6. Stripping Ratio dan Cut off Grade
52
Contoh Sederhana
53
7. VARIABEL TERREGIONAL • Variabel terregional adalah variabel yang terdistribusi dalam ruang yang mempunyai struktur teratur. ▫ Sifat-sifat terstruktur disebut regionalisasi dan dicirikan bahwa sampel-sampel yang dekat lebih mempunyai nilai yang mirip daripada sampelsampel yang terletak lebih berjauhan.
54
7. VARIABEL TERREGIONAL • Umumnya variabel-variabel yang berhubungan dengan endapan mineral adalah variabel yang teregional misalnya tebal urat, kadar, kerapatan rekahan, dll. ▫ Variabel terregional seperti kadar juga mempunyai hubungan erat dengan support sampel.
55
7. VARIABEL TERREGIONAL • Efek smoothing (menurunkan variabilitas) terhadap suatu nilai, atau disebut juga regularisasi, umumnya disertai dengan meningkatkan support
56
7. VARIABEL TERREGIONAL
57
Efek Smoothing melalui komposit
58
Metoda triangular grouping, poligon, isoline, nearest point, inverse distance, penampang.
59
Metoda perhitungan cadangan secara konvensional DATA BASED
DATA DASAR
PEMBOBOTAN (Ply-Ply atau Komposit)
DATA TURUNAN
KORELASI (Section)
PENAKSIRAN (Ply-Ply atau Komposit)
METODA IDS, NP, KRG MODEL BLOK
METODA TG, PLGN
PEMBOBOTAN (Ply-Ply atau Komposit)
PETA-PETA ISOLINE
METODA PENAMPANG
METODA ISOLINE
60
Penyusunan dan evaluasi data DATA
File Design Data Input
Edit Data
Composite
Univariate
Bivariate
Outliners
Multivariate
Back Up Data
61
Konsep Penaksiran • Penaksiran tanpa grid teratur ▫ Data awal : Data individual Data komposit.
▫ Informasi : kadar/kualitas, ketebalan, kadar nilai batas.
▫ Metoda : isoline, triangular grouping, poligon.
▫ Hasil : kadar rata-rata, outline bijih, volume bijih, tonase bijih.
62
Penaksiran tanpa grid teratur
63
Konsep Penaksiran • Penaksiran dengan grid teratur ▫ Data awal : Data individual, data komposit, komposit bench.
▫ Informasi : kadar/kualitas, ketebalan, kadar nilai batas, ukuran grid.
▫ Metoda : Isoline (linier interpolation ?), nearest point, inverse distance
▫ Hasil : kadar rata-rata, outline bijih, volume bijih, tonase bijih.
64
Konsep Penaksiran
65
1. Metoda Isoline • Penerapan (aplikasi) : ▫ Penentuan kadar rata-rata. ▫ Penentuan volume (sumberdaya).
• Data yang diperlukan/dihasilkan : ▫ Data kadar rata-rata, ▫ Luasan dan volume bidang pada interval kadar tertentu
66
Penentuan kadar rata-rata melalui teknik isoline (konturing) Peta Isokadar (Isograde) K1
K2 K3
K3
L3b L4b
L3a
K4
L4a K4
L2 L = luas K = kadar
L1
K2
K1
67
Metoda Isoline (penentuan kadar rata-rata) • Untuk penentuan kadar rata-rata, diperlukan kontur data kadar (gi) dan luasan atau volume (vi) bidang pada interval kadar tertentu. • Kadar rata-rata pada suatu bidang/panel (gp):
gp
(g .v ) v i
i
i
68
Metoda Isoline (penentuan kadar rata-rata) • L1 = adalah luasan areal dengan kadar yang lebih besar daripada K1 tetapi lebih kecil daripada kadar K2. • Digunakan asumsi bahwa kadar pada luasan L1 merupakan kadar rata-rata dari nilai kontur K1 dan K2. • Asumsi yang sama dengan luasan dan nilai kontur yang lain.
Krata-rata =
L1 (½ (k1+k2)) + L2 (½ (k2+k3)) + L3a (k3) + L3b (½ (K3+K4)) + (L4a + L4b) k4 L1 + L2 + L3a + L3b + L4a + L4b
69
Aplikasi metoda isoline untuk penentuan volume (bukit atau lembah)
Persamaan kerucut terpancung :
S1 S2 S1S2 V h 3
70
2. Metoda Segitiga (triangular grouping) • Penerapan (aplikasi) : ▫ Penentuan kadar rata-rata. ▫ Penentuan volume (sumberdaya).
• Data yang diperlukan/dihasilkan : ▫ Data kadar rata-rata dengan pembobotan, ▫ Luasan dan volume bidang pada segitiga.
71
Penentuan luas segitiga (X2,Y2)
A1 A
(X1,Y1)
A3
A2 (X3,Y3)
72
Penentuan luas segitiga • Definisikan koordinat titik data. • Hitung luas batas terluar sebagai luasan persegi panjang. • Hitung luasan A1, A2, dan A3 dengan menggunakan rumus segitiga. • Maka luasan A = (Luas persegipanjang) – (Luas A1 + Luas A2 + Luas A3).
73
Penentuan kadar rata-rata (k2,t2)
(k1,t1)
A
(k3,t3)
K = kadar, dan t = tebal
74
Penentuan kadar rata-rata • Kadar Rata-rata : ▫ Jika ketebalan homogen = (k1 + k2 + k3)/3. ▫ Jika ketebalan tidak homogen = {(k1.t1) + (k2.t2) + (k3.t3)} / (t1 + t2 + t3).
• Penentuan Volume : ▫ Jika tebal tidak homogen, maka : Volume A = Luasan A x Tebal rata-rata.
75
Contoh triangular grouping
76
Kelemahan metoda triangulasi (Sinclair, 2002) • Proses smoothing hanya bersifat empiris. • Pembobotan yang dilakukan berdasarkan 3 (tiga) sampel cukup beresiko, terutama pada heterogenitas tinggi. • Belum memperhitungkan anisotrop. • Sulit diterjemahkan menjadi sistem grid
77
3. Metoda Poligon • Pada endapan-endapan yang relatif homogen dan geometri sederhana. • Kadar pada suatu luasan tertentu ditaksir dengan nilai data yang berada di tengah-tengah poligon. • Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data, • Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi ruang.
Konstruksi Poligon
78
79
80
81
82
83
84
Contoh konstruksi poligon
85
Contoh daerah pengaruh
86
Contoh aplikasi metoda poligon dalam endapan batubara.
87
Contoh aplikasi metoda poligon dalam endapan batubara.
88
Extended dan Included Area
Included Area
Extended Area
89
4. Rule of Nearest Point • Merupakan penyederhanaan (turunan) dari metoda poligon • Pada grid yang teratur, dapat diaplikasikan dalam model blok • Menggunakan nilai titik terdekat sebagai nilai pada titik yang ditaksir. • Umumnya digunakan untuk tipe parameter dengan kemenerusan tinggi. • Contoh penerapan ketebalan, dan kualitas batubara, endapan plaser, endapan laterit, dll.
90
Rule of Nearest Point
91
Rule of Nearest Point
92
Nearest Point vs Poligon 100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
2,100
2,000
2,100
2,100
2,000
2,100
0
2,000
2,000
1,900
1,900
0.53 1.25
1.47
DH-22
DH-21
1,800
1,800
DH-20
1.19
2.06
1.13
1.28
0.42
DH-11
DH-24
DH-12
DH-13
DH-14
1,600
1,600
1,700
1,700
0.65 DH-23
0.96
2.15
2.42
2.67
1.43
0.08
DH-37
DH-36
DH-15
DH-16
DH-35
DH-33
1,400
1,400
1,500
1,500
1.18 DH-38
2.16
3.03
2.68
0.27
0.28
DH-01
DH-17
DH-02
DH-18
DH-19
1,100
1,100
2.50 1.36 DH-26 DH-27
0.31
4.10
2.75
4.01
1.56
0.22
0.12
DH-08
DH-42
DH-09
DH-43
DH-10
DH-44
1,000 900
900
1.93
4.85
2.30
1.40
0.10
DH-29
DH-06
DH-30
DH-45
0.19
1.22
2.99
0.04
DH-31
DH-48
DH-49
DH-50 500
0.68
0.50 DH-47
600
600
1.23 DH-28
1.91 DH-03
700
1.43 DH-39
0.77 DH-46
800
800
DH-07
700
1,000
0.07 DH-41
DH-40
500
1,200
1,200
1,300
1,300
0.69 DH-25
0.67
0.56
1.19
DH-32
DH-04
DH-05
400
400
DH-51
300
300
200
200
0.68 DH-34
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
0
0
100
100
0
93
Nearest Point vs Poligon 100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
2,100
2,000
2,100
2,100
2,000
2,100
0
2,000
2,000
1,900
1,900
0.53 1.25
1.47
DH-22
DH-21
1,800
1,800
DH-20
1.19
2.06
1.13
1.28
0.42
DH-11
DH-24
DH-12
DH-13
DH-14
1,600
1,600
1,700
1,700
0.65 DH-23
0.96
2.15
2.42
2.67
1.43
0.08
DH-37
DH-36
DH-15
DH-16
DH-35
DH-33
1,400
1,400
1,500
1,500
1.18 DH-38
2.16
3.03
2.68
0.27
0.28
DH-01
DH-17
DH-02
DH-18
DH-19
1,100
1,100
2.50 1.36 DH-26 DH-27
0.31
4.10
2.75
4.01
1.56
0.22
0.12
DH-08
DH-42
DH-09
DH-43
DH-10
DH-44
1,000 900
900
1.93
4.85
2.30
1.40
0.10
DH-29
DH-06
DH-30
DH-45
0.19
1.22
2.99
0.04
DH-31
DH-48
DH-49
DH-50 500
0.68
0.50 DH-47
600
600
1.23 DH-28
1.91 DH-03
700
1.43 DH-39
0.77 DH-46
800
800
DH-07
700
1,000
0.07 DH-41
DH-40
500
1,200
1,200
1,300
1,300
0.69 DH-25
0.67
0.56
1.19
DH-32
DH-04
DH-05
400
400
DH-51
300
300
200
200
0.68 DH-34
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1,000
1,100
1,200
1,300
1,400
1,500
1,600
1,700
1,800
1,900
0
0
100
100
0
94
Nearest Point vs Poligon
95
Nearest Point vs Poligon
96
Nearest Point vs Poligon
97
Nearest Point vs Poligon
98
Nearest Point vs Poligon
99
5. Inverse Distance • Merupakan pengembangan dari Constant Distance Weight • Hughes & Davey (1979) : ▫ Faktor bobot untuk jarak yang lebih dekat seharusnya lebih tinggi (besar) daripada jarak yang jauh pembobotan seperjarak.
n
gi 2 i 1 d i g n 1 2 i 1 d i
100
• Aplikasi d (C-7) d (C-41) d (C-8) d (C-46) d (C-47) d (C-28)
C-41 (0.023)
= 260 m = 158 m = 212 m = 158 m = 292 m = 212 m
Dengan menggunakan metoda IDS, maka dapat dilakukan penaksiran kadar terhadap TITIK G. G = 0.411
C-8 (1.365)
C-7 (0.644) G = ?? C-46 (0.258)
C-28 (0.409) C-47 (0.165)
101
Penerapan Inverse Distance • Dalam prakteknya, karena dipengaruhi oleh jarak pengaruh dan kerapatan data, maka Hughes & Davey (1979) membuat aturan (rule of thumb) sebagai berikut: ▫ Harus ada pembatas jarak pengaruh ▫ Derajat (pangkat) yang digunakan m =2 ▫ Sudut pencarian nearest point rule
102
Jarak dalam meter, Kadar dalam % Blok yang ditaksir adalah titik B
103
Inverse Distance Square (IDS) • Contoh Penerapan Aturan : ▫ Jarak pengaruh = 250 m. ▫ Derajat (pangkat) seperjarak yang digunakan m = 2 ▫ Sudut pencarian adalah 18°.
• Konsekuensi : ▫ Titik G1 dan G8 tidak ikut diperhitungkan karena berada di luar radius pencarian data. ▫ Titik G5 dan G3 tidak ikut diperhitungkan karena adanya aturan nearest point untuk titik yang berada dalam bidang pencarian data (sudut pencarian 18°).
104
100 mE
0 mE
200 mE
DH-01
DH-02
2,4%
2,5%
300 mE
400 mE
500 mE
DH-03 1,9%
DH-04 2,6%
DH-05 2,1%
DH-06 2,3%
DH-07 1,9%
100 mN
200 mN
300 mN
400 mN
500 mN
Contoh Penerapan
1,7%
DH-09 1,8%
DH-10 1,4%
100 mE
DH-08
DH-11 1,3%
200 mE
300 mE
400 mE
500 mE
Jika titik yang akan ditaksir (namakan titik G) memiliki koordinat 400 mE ; 150 mN, maka jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini : a. Tentukan nilai taksiran kadar pada titik G dengan menggunakan metoda nearest point. b. Tentukan kadar rata-rata pada titik G tersebut dengan menggunakan metoda triangular grouping. c. Tentukan titik-tik bor yang dapat digunakan sebagai titik bor penaksir untuk titik G dengan menggunakan metoda IDS, jika digunakan radius pencarian data sebesar 150 meter. d. Tentukan titik bor yang akan memiliki faktor bobot terbesar untuk penaksiran titik G dengan menggunakan metoda IDS. e. Jika saudara diminta untuk memperkirakan nilai hasil taksiran pada titik G dengan metoda IDS, maka hasil taksiran tersebut akan berada pada rentang nilai kadar berapa ?
105
Contoh IDS • Nilai taksiran pada Titik G dengan metoda Nearest Point adalah sama dengan nilai kadar pada titik terdekat dengan Titik G, yaitu titik DH-11 = 1,3%. • Titik bor yang dapat digunakan untuk menaksir kadar di Titik G adalah DH-08, DH-09 dan DH11. Kadar rata-rata yang diperoleh untuk mewakili Titik G = (1,7 + 1,8 + 1,3)/3 = 1,6%.
100 mE
0 mE
200 mE
DH-01
DH-02
2,4%
2,5%
300 mE
400 mE
500 mE
• Titik bor yang dapat digunakan untuk menaksir kadar di Titik G dengan metoda IDS jika radius pencarian data = 150 meter adalah DH-6, DH-08, DH-09 dan DH-11. • Titik bor yang akan memiliki bobot terbesar adalah DH-11, karena titik bor ini memiliki jarak terdekat kepada titik taksiran di titik G. • Jika dilakukan penaksiran dengan metoda IDS, maka rentang nilai taksiran akan berada pada rentang 1,3% (DH11) dan 2,3% (GH-06).
DH-03 1,9%
DH-04 2,6%
DH-05 2,1%
DH-06 2,3%
DH-07 1,9%
100 mN
200 mN
300 mN
400 mN
500 mN
106
DH-09 1,8%
DH-10 1,4%
100 mE
DH-08
Titik G
1,7%
DH-11 1,3%
200 mE
300 mE
400 mE
500 mE
107
6. Metoda Penampang • “Badan bijih dibagi dalam beberapa penampang berdasarkan kondisi geologinya di sepanjang lintasan pemboran atau penampang” • Merupakan metode tradisional ▫ ▫ ▫ ▫ ▫
Dapat dilakukan dengan tangan Mudah untuk dimodifikasi Mudah untuk dipahami Mudah untuk dikoreksi Konsumsi waktu yang tinggi
108
Model penampang vertikal Luas Overburden Pada Penampang - 1
Singkapan
1 gn a
p am n e
Lubang bor P
Jarak pengaruh Penampang - 1 (d1)
Jarak pengaruh Penampang - 1 (d2)
109
Konsep Perhitungan • Konsep : ▫ Perhitungan dilakukan dengan mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif (dapat mewakili model endapan pada daerah tsb.)
• Data Awal : ▫ Peta topografi dengan skala peta yang representatif. ▫ Peta model endapan atau distribusi titik bor. ▫ Peta batasan-batasan sumberdaya (struktur geologi, hidrologi, dll.) ▫ Rekomendasi metoda penambangan
110
Prosedur dan Tahapan • Penentuan lintasan penampang • Konstruksi penampang (permukaan, geometri endapan, geometri pit, serta faktor pembatas lainnya) • Perhitungan luas masing-masing elemen • Pemilihan rumus perhitungan • Perhitungan volume dan tonase
359.400
359.600
359.800
360.000
360.200
360.400
111
.600 120
0 10
0 11 120
0 11 0 12
150 140 0 11 20 1
0 10
11 0
P-1 .400 P-2
-B AM 2 SE -A AM SE
AM SE
1 -C
P-3
140 150 160
KD-38
KD-39 KD-37
P-7
150
P-8
KD-09 P-9
180
0 19 0 20
0
0 21
KD-10
1
240 230
P-12
350
KD-11
P-17
0 16
0 15
0 14
P-18 P-19
0 13
0 14 0 13
.600
320 310
P-20
300 0 15
KD-35
0 27 60 2
0 16
1
P-22
0 25
KD-12
P-23
0 23 0 24 220 0 00 0 21 2 19
4
SEAM - B
KD-34
P-25
KD-26 C2 MSEA C1 MSEA
P-28
???
P-29
KD-33
P-30
120
100
P-31
150 P-3
.000
KD-29
KD-14
2
P-3
140
KD-27
90
3
P-34
130
KD-36
SEAM -C
110
150
???
SEAM - B SEAM - A2
.200
160
KD-13
???
P-27
130
18 0 17 0
KD-30
P-26
140
SEAM - A2
P-2
0 29 280
P-2
.400
???
120 110
P-35
100
KD-28
KD-31
P-3
6
90 80 90
130
KD-17 140 150
100
KD-32
M SEA
130
KD-18
120
KD-16
140
150
160
110 120
8 P-4
P
-4 7
7 P-3
110
/B - A2
P-46
4 P-45 P-4
P-4
3
P-42
P-4
1
90 100
.600
330
290
6
300 310
P-1
340
280
P-15
360
P-14
.800
2 50 2 27 0 60
0 14 0 15 0 16
P-13
320
100
0 11 0 12 0 13
P-1
2 20
P-1
100
170
160
P-6
.000
.800
130
0 14
P-5
.200
0 11
120
KD-07 KD-08
P-4
130
130
0
AM SE
2 -C
1 10
0 13
P-38 P-40
P-39
Contoh penentuan garis penampang pada endapan batubara
112
Pendekatan dan Rumus perhitungan • Dapat dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan : ▫ Metoda pindah langkah (step change method) ▫ Metoda berangsur-angsur pindah (gradual change method)
113
Step Change (dengan 1 penampang) Volume = (A x d1) + (A x d2)
Luas Overburden Pada Penampang - 1
p am n e
gn a
1
P
Jarak pengaruh Penampang - 1 (d1)
Jarak pengaruh Penampang - 1 (d2)
114
Gradual Change (dengan 2 penampang) Luas Overburden Pada Penampang - 1
Pe
n
pa m a
Luas Overburden Pada Penampang - 2
-1 g n
Jarak antara Penampang-1 & Penampang-2
n Pe
2 g an p am
115
Pendekatan Gradual Change • Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara kedua penampang tersebut. • Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. • Jika tidak terlalu berbeda, maka dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar maka digunakan rumus obelisk.
116
Persamaan-persamaan • Rumus mean area (A1 A2 ) Volume xd 2
• Rumus kerucut terpancung (A1 A2 A1.A 2 ) Volume xd 3
117
Persamaan-persamaan a2
• Rumus obelisk :
S2
b2
d
a + a b +b 1 2 2 m= 1 2
2
S1
b1
a1
(S 4m S ) 2 xd Volume 1
6
118
Dengan 3 penampang • Digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan. • Digunakan rumus prismoida ▫ (A1 dan A3 adalah luas penampang 1 dan 3; A2 adalah luas penampang antara; d1 dan d2 adalah jarak antar penampang).
(A1 4A2 A3 ) Volume x (d1 d2 ) 6
119
Dengan 3 penampang Luas Overburden Pada Penampang - 1
Luas Overburden Pada Penampang - 2
-1 g an
p am n Pe
Jarak antara Penampang-1 & Penampang-2
P
2 gn a mp a en
Jarak antara Penampang-2 & Penampang-3
Luas Overburden Pada Penampang - 3
3 gn a mp a n Pe
120
Contoh Penerapan
a. Hitunglah masing-masing tonase batubara Seam A dan Seam B dengan menggunakan rumus mean area. Asumsikan SG = 1,3. b. Hitunglah volume overburden beserta nilai stripping ratio jika batubara seam B adalah batubara terbawah yang harus ditambang.
Contoh Sederhana Metoda Penampang
2
Luas Batubara (m ) Penampang Seam A Seam B 1 2 3 4
9,630.00 9,669.00 8,900.00 9,270.00
2
Luas Waste (m ) OB IB TOTAL
21,784.00 12,661.00 20,752.00 11,688.00 20,400.00 10,528.00 20,538.00 10,767.00 TOTAL
70,840.00 70,871.00 68,403.00 69,339.00
83,501.00 82,559.00 78,931.00 80,106.00
Tonase Batubara Seam A
Seam B
627,217.50 603,492.50 590,525.00 1,821,235.00
1,382,420.00 1,337,440.00 1,330,485.00 4,050,345.00 SR =
Volume Waste (BCM) 4,151,500.00 4,037,250.00 3,975,925.00 12,164,675.00 2.07