TUGAS MANDIRI MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM MUSKULOSKELETAL KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA AKTIVITAS DAN MOBILISASI
Oleh : Brahmayda Wiji Lestari (151.0006)
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2017 1
DAFTAR ISI
No 1 2 3 4
Cover …………………………………………………………………. Daftar isi ……………………………………………………………… BAB I : LATAR BELAKANG ………………………………………. BAB II : TINJAUAN TEORI 2.1 Teori Kebutuhan Dasar Manusia Aktivitas dan Mobilisasi …..…… 2.2 Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Aktivitas dan Mobilisasi …. 2.3 Patient Safety ……………………………………………………… 2.4 Legal Etik pada Gangguan Aktivitas dan Mobilisasi ……………... 5 BAB III : PEMBAHASAN 6 Daftar Pustaka ………………………………………………………...
Hal 1 2 3 4 14 20 20 23 25
2
BAB I LATAR BELAKANG Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang di buruhkan oleh semua manusia dan kebutuhan tersebut essensial agar seseorang itu dapat bertahan hidup. Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia dapat memenuhi secara mandiri ataupun dengan bantuan orang lain. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan dasar seseorang menentukan tingkat kesehatan seseorang dan posisinya dalam rentang sehat-sakit. Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh. Umumnya tingkat kesehatan seseorang dinilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya berdiri, berjalan, bekerja, makan dan minum. Kemampuan beraktivitas menjadi kebutuhan dasar yang diharapkan oleh setiap manusia sehingga gangguan dalam kemampuan beraktivitas dapat memengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang. Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilitas dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit (terutama penyakit degeneratif) dan untuk aktualisasi diri. Osteoartritis (OA, dikenal juga sebagai artritis degeneratif, penyakit degeneratif sendi), adalah kondisi di mana sendi terasa nyeri akibat inflamasi ringan yang timbul karena gesekan ujung-ujung tulang penyusun sendi. Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan dengan degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada usia lanjut. Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri osteoarthritis karena jahe memiliki sifat pedas, pahit, dan aromatik dari oleoresin seperti zingeron, gingerol dan shogaol. Oleoresin memiliki potensi antiinflamasi dan antioksidan yang kuat. Kandungan air dan minyak yang tidak menguap pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin untuk menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer.
3
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 TEORI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA AKTIVITAS DAN MOBILISASI A. Konsep Dasar Aktivitas Aktivitas tubuh merupakan kegiatan atau kerja yang dilakukan oleh bagian-bagian tubuh. Umumnya tingkat kesehatan seseorang dinilai dari kemampuannya untuk melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya berdiri, berjalan, bekerja, makan dan minum. Kemampuan beraktivitas menjadi kebutuhan dasar yang diharapkan oleh setiap manusia sehingga gangguan dalam kemampuan beraktivitas dapat memengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang. B. Sistem Tubuh Yang Berperan Dalam Kemampuan Beraktivitas Kemampuan beraktivitas secara umum berhubungan dengan sistem musculoskeletal dan sisten saraf di dalam tubuh. 1. Sistem Muskuloskeletal Sistem musculoskeletal terdiri dari tulang, otot, ligamen dan sendi. Kerjasama antara ketiganya menyebabkan tubuh dapat bergerak dan beraktivitas. a. Tulang Beberapa tulang akan terangkai dengan tulang yang lain sehingga membentuk sebuah rangka dan tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu : -
Menyokong atau mendukung jaringan tubuh.
-
Memberi bentuk tubuh.
-
Melindungi bagian-bagian tubuh yang lunak, missal : otak, paruparu, hati, dan medulla spinalis.
4
-
Sebagai tempat penyimpanna mineral, khususnya kalsium dan fosfor, yang bisa dilepaskan setiap saat sesuai kebutuhan.
-
Berperan dalam proses produksi sel darah (hematopoiesis). Terdapat 3 jenis tulang, yaitu :
-
Tulang pipih. Contoh tulang pipih : tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebra dan tulang tarsalia.
-
Tulang panjang. Contoh tulang panjang : tulang femur dan tulang tibia.
-
Kartilago. Kartilago adalah lapisan bagian ujung tulang panjang dan secara otomatis terdiri dari : epifisi, metafisi, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang yang terpisah dan lebih elastis pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa dewasa.
b. Otot Otot merupakan bagian tubuh yang berperan sebagai alat gerak aktif. Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon, yaitu suatu jaringan ikat yang melekat dengan sangat kuat pada tempat inseri tulang. Terputusnya tendon akan mengakibatkan kontraksi otot tidak dapat menggerakan organ di tempat insersi tendon, sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi kembali. Selain berperan dalam proses pergerakan, otot juga berperan membentuk postur tubuh dan menghasilkan panas melalui kontraksi otot.
5
c. Ligamen Ligament merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Contoh ligament adalah ligament yang terdapat pada lutut. Ligament ini berfungsi sebagai struktur yang menjaga kestabilan. d. Sendi Sendi atau artikulasi merupakan tempat pertemuan antara dua atau lebih ujung tulang dalam kerangka. Sendi membuat segmentasi dari kerangka tubuh dan memungkinkan gerakan antarsegmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat berbagai jenis sendi, yaitu : 1) Sendi Berdasarkan Arah Gerakannya. -
Sendi Engsel Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan satu arah maju atau mundur. Contoh : persendian pada siku, lutut dan antar ruas jari tangan.
-
Sendi Peluru Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan ke segala arah. Contoh : persendian antara tulang paha dan tulang gelang panggul, persendian pangkal lengan atas dan gelang bahu.
-
Sendi Putar Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan tulang yang satu mengelilingi tulang lainnya. Contoh : persendian antara tulang tengkorak dan tulang atlas, persendian tulang hasta dan tulang pengumpul.
-
Sendi Geser Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan tulang yang satu menggeser tulanag lain. Contoh : persendian antar tulang karpal.
6
-
Sendi Pelana Hubungan antar tulang yang memungkinkan gerakan tulang ke dua arah yang saling tegak lurus. Contoh : persendian tulang tumit dan tulang kering.
2) Sendi Berdasarkan Sifat. -
Sinartosis (Synarthosis) Sinartrosis atau sendi mati merupakan hubungan antar tulang yang tidak memungkinkan terjadinya gerakan. Contoh : persendia tulang tengkorak.
-
Amfiartrosis (Amphiarthrosis) Amfiartrosis atau sendi kaku merupakan hubungan antar tulang yang hanya sedikit memungkinkan terjadinya gerakan. Contoh : persendian tulang pergelangan kaki, persendian ruas tulang belakang.
-
Diartrosis Diartrosis atau sendi gerak merupakan hubungan antar tulang yang memungkinkan terjadinya gerak.
3) Sendi Berdasarkan Strukturnya. -
Sendi Fibrosa Sendi yang terdiri atas serat-serat kolagen yang sebagian besar dari sendi fibrosa tidak dapat digerakkan sama sekali karna jarak antar tulang sangat dekat yang dipisahkan selapis jaringan ikat fibrosa. Contoh : sutura pada antara tulang tengkorak.
-
Sendi Kartilaginosa Persendian yang arahnya gerakannya kurang atau terbatas. yang hubungkan oleh tulang rawan hialin. Contohnya Tulang iga.
-
Sendi synovial Sendi yang arah gerakannya leluasa atau bebas, sendi sinovial adalah sendi yang paling banyak pada tubuh manusia. Contohnya
7
sikut dan lutut, bahu dan panggul, pergelangan tangan dan kaki, sendi pada tulang jari tangan dan kaki. 4) Sendi Berdasarkan Anatomi Lokasi -
sendi artikulasi tangan.
-
Sendi pergelangan.
-
Sendi siku.
-
Sendi Bahu aksila (Glenohumeral dan sendi akromioklavikularis).
-
Sendi sternoklavikularis.
-
Sendi artikulatoris vertebra.
-
Sendi Sakroiliaka panggul.
-
Sendi temporomandibular rahang.
-
Sendi artikulasi Kaki.
-
Sendi pinggul.
-
Sendi lutut
2. Sistem Saraf Sistem saraf merupakan sistem yang berfungsi mengatur kerja alat tubuh, salah satunya adalah alat-alat tubuh yang terdapat pada musculoskeletal yang berperan dalam kebutuhan aktivitas. Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki bagian somatic dan otonom. Bagian somatic berfungsi : sensorik dan motoric. Kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum. Kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diineversi. Kerusakan saraf radial mengakibatkan drop hand atau gangguan sesorik di daerah radial tangan.
8
C. Kebutuhan Mobilitas Dan Imobilitas 1. Mobilitas a. Definisi Mobilitas Mobilitas merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah dan teratur sehingga dapat beraktivitas untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilitas dibutuhkan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit (terutama penyakit degeneratif) dan untuk aktualisasi diri. b. Jenis mobilitas 1) Mobilitas penuh Kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. 2) Mobilitas sebagian Kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motoric dan sensorik pada area tubuhnya. Mobilitas ini dibagi jadi 2, yaitu : a) Mobilitas sebagian temporer Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Disebabkan oleh trauma reversible, contoh : dislokasi sendi dan tulang. b) Mobilitas sebagian permanen Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversible, contoh : hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motoric dan sensorik.
9
c. Faktor yang mempengaruhi mobilitas Dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1) Gaya hidup, gaya hidup dapat berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari. 2) Proses penyakit/cidera, dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh, contoh : orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan gerak pada ekstremitas bawah. 3) Kebudayaan, contoh : orang yang memiliki budaya jalan jauh maka memiliki mobilitas yang kuat. 4) Tingkat energi, sumber untuk melakukan mobilitas dan dibutuhkan energi yang cukup agar dapat melakukan mobilitas dengan baik. 5) Usia
dan
status
perkembangan,
kemampuan
atau
kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia. 2. Imobilitas a. Definisi Imobilitas Imobilitas merupakan keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cidera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas. b. Jenis Imobilitas 1) Imobilitas Fisik Pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan. 2) Imobilitas Intelektual Keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
10
3) Imobilitas Emosional Keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. 4) Imobilitas Sosial Keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya. c. Dampak Imobilitas a. Perubahan Metabolsme b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit c. Gangguan Perubahan Zat Gizi d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal e. Perubahan Sistem Pernapasan f. Perubahan Kardiovaskular g. Perubahan Sistem Musculoskeletal h. Perubahan Sistem Integument i. Perubahan Eliminasi j. Perubahan Perilaku 3. Pengaturan Posisi Tubuh Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti : a. Posisi Fowler. b. Posisi Sim. c. Posisi Trendelenburg. d. Posisi Dorsal Recumbent. e. Posisi Litotomi. f. Posisi Genu Pectoral
11
4. Latihan Rom Pasif Dan Aktif Pasien yang mobilitasnya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Jenis gerakan dalam mobilisasi : a. Abduksi : Gerakan menjauh garis tubuh b. Aduksi : Gerakan mendekati garis tubuh c. Fleksi : Membengkokan sendi sehingga sudut dari sendi tidak ada lagi. d. Ekstensi : Gerakan kembali dari posisi fleksi e. Rotasi : Gerakan membalik atau mengerakkan suatu bagian tubuh pada porosnya. f. Dorsifleksi :Gerakan yang memfleksikan/ membengkokkan lengan kearah belakang kearah tubuh/ kaki ke arah tungkai. g. Inversi : Gerakan memutar telapak kaki ke arah dalam h. Eversi : Gerakan memutar telapak kaki ke arah luar. 5. Nilai-Nilai Normal a. Tingkat kemampuan aktivitas Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilitas 0 1 2 3
Mampu merawat sendiri secara penuh Memerlukan penggunaan alat Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
4
peralatan Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
12
b. Derajat kekuatan otot Skala
Persentase Kekuatan
Karakteristik
0 1
Normal (%) 0 10
Paralisis sempurna Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
25
palpasi atau dilihat Gerakan otot penuh melawan gravitasi
50 75
dengan topangan Gerakan yang normal melawan gravitasi Gerakan penuh yang normal melawan
100
gravitasi dan melawan tahanan minimal Kekuatan normal, gerakan penuh yang
2 3 4 5
normal melawan gravitasi dan tahanan penuh
13
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN AKTIVITAS DAN MOBILISASI “OSTEOARTHRITIS” A. Pengkajian 1. Anamnesa a. Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b. Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: 1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. 2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. 3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. 4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa
jauh
rasa
sakit
mempengaruhi
kemampuan fungsinya. 5) Time:
berapa lama
nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. c. Riwayat Penyakit Sekarang Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
14
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain. d. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. e. Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetic. 2. Pemeriksaan fisik a. Aktivitas/istirahat -
Gejala : nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang memburuk dengan stress pada sendi, kekakuan sendi pada pagi hari.
-
Tanda : malaise, keterbatasan ruang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur atau kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskular -
Gejala : fenomena Raynaud jari tangan/kaki, missal pucat intermitten, sianotik kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
c. Integritas ego -
Gejala : factor-faktor stress akut/kronis missal finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, factor-faktor hubungan social, keputusasaan dan ketidakberdayaan. Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas diri missal ketergantungan pada orang lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.
d. Makanan / cairan -
Gejala
:
ketidakmampuan
untuk
menghasilkan
atau
mengonsumsi makanan atau cairan adekuat, anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah. 15
-
Tanda : penurunan berat badan, dan membrane mukosa kering.
e. Hygiene -
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri, ketergantungan pada orang lain.
f. Neurosensory -
Gejala : kebas/ kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan. Tanda : pembengkakan sendi asimetri.
g. Nyeri/kenyamanan -
Gejala : fase akut dari nyeri ( disertai/ tidak disertai pembengkakan jaringan lunak pada sendi ), rasa nyeri kronis dan kekakuan ( terutama pada pagi hari).
h. Keamanan -
12 Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodus subkutaneus. Lesi kulit,
ulkus
pemeliharaan
kaki,
kesulitan
rumah
tangga,
dalam demam
menangani ringan
tugas/
menetap,
kekeringan pada mata, dan membrane mukosa. i. Interaksi social -
Gejala : kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain, perubahan peran, isolasi
B. Diagnose 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis, distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi. 2. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri, ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot. 3. Defisit perawatan diri : mandi/hygiene berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi. 4. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi efektor.
16
C. Intervensi Keperawatan No Diagnose Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil 1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan
Intervensi 1. Pantau tingkat nyeri pada punggung, nyeri terlokalisasi
agen cedera biologis, distensi keperawatan selama 2x24 jam
atau menyebar pada abdomen atau pinggang. Skala nyeri
jaringan
7-9 yaitu nyeri berat.
oleh
cairan/proses
akumulasi diharapkan nyeri berkurang inflamasi, dengan kriteria hasil :
distruksi sendi.
1. Pasien dapat memperlihatkan pengendalian nyeri. 2. Pasien dapat mengekspresikan nyeri. 3. Pasien dapat tenang dan istirahat yang cukup
2. Rencanakan pada klien tentang periode istirahat adekuat dengan berbaring dalam posisi telentang selama kurang lebih 15 menit 3. Ajarkan pada klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya. 4. Kolaborasi dengan dokter dan farmasi dalam pemberian analgesic.
4. Pasien dapat menunjukan 2
Hambatan
Mobilitas
tingkat nyeri. Fisik Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan deformitas keperawatan selama 2x24 jam skeletal, ketidaknyamanan, kekuatan otot.
nyeri, diharapkan pasien dapat penurunan melakukan mobilitas fisik dengan kriteria hasil : 1. Pasien dapat meningkatkan
1. Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada. 2. Rencanakan tentang pemberian program latihan : - Bantu klien jika diperlukan latihan - Ajarkan klien tentang aktivitas hidup sehari hari yang dapat dikerjakan - Ajarkan pentingnya latihan.
17
mobilitas fisik 2. Pasien mampu melakukan aktivitas hidup sehari-hari 3
Defisit
perawatan
:mandi/hygiene dengan
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam
perubahan
ketergantungan
secara mandiri. diri Setelah dilakukan tindakan
fisik
dan diharapkan pasien mampu dalam serta perawatan diri : mandi/hygiene
psikologis yang disebabkan oleh dengan kriteria hasil : penyakit atau terapi.
1. Pasien dapat menunjukan perawatan diri : mandi. 2. Pasien mampu mengucapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral.
3. Bantu kebutuhan untuk beradaptasi dan melakukan aktivitas hidup sehari hari. 4. Bantu perawatan diri dalam berpindah. 1. Pantau kebersihan kuku, sesuai kemampuan perawatan pasien. 2. Dukung kemandirian dalam melakukan mandi dan hygiene oral, bantu pasien jika diperlukan. 3. Berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan diri. 4. Letakkan sabun, handuk, deodorant, alat cukur dan peralatan lain yang dibutuhkan disamping tempat tidur atau kamar madi. 5. Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternative untuk mandi dan hygiene oral. 6. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan. 7. Gunakan ahli fisioterapi dan terapi okupasi sebagai sumber dalam merencanakan tindakan keperawatan
4
Resiko
cedera
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
pasien. 1. Identfiikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan
18
dengan disfungsi efektor
keperawatan selama 3x24 jam diharapkan resiko cedera tidak timbul dengan kriteria hasil : 1. Pasien mampu mengenali resiko. 2. Pasien menunjukan resiko cedera menurun. 3. Pasien dapat menunjukan pengendalian resiko.
keamanan pasien. 2. Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko terjatuh. 3. Bantu ambulansi pasien, jika diperlukan. 4. Sediakan alat bantu berjalan. 5. Gunakan restrain fisik untuk membatasi resiko jatuh, bila diperlukan. 6. Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapis. 7. Edukasi pasien tentang strategi dan tindakan untuk mencegah cedera.
19
2.3 PATIENT SAFETY Keselamatan pasien (Pasient safety) adalah suatu sistem dimana membuat asuhan keperawatan pada pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko (Paduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Depkes R.I 2006). Tujuan pasient safety menurut Joint Commission International : 1. Mengidentifikasi pasien dengan benar. 2. Meningkatkan komunikasi secara efektif. 3. Meningkatkan keamanan dari obat yang perlu diwaspadai. 4. Memastikan benar tempat, benar prosedur, dan benar pembedahan pasien. 5. Mengurangi risiko infeksi dari pekerjaan kesehatan 6. Mengurangi risiko terjadinya kesalahan yang lebih buruk pada pasien. 2.4 LEGAL ETIK PADA GANGGUAN AKTIVITAS DAN MOBILISASI Prinsip – Prinsip Legal Dan Etik dalam keperawatan adalah : 1. Autonomi ( Otonomi ) Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya. 2. Beneficience ( Berbuat Baik ) Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang 20
lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi. 3. Justice ( Keadilan ) Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. 4. Non-maleficience ( Tidak Merugikan ) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/ cedera fisik dan psikologis pada klien. 5. Veracity ( Kejujuran ) Prinsip ini berarti penuh dengan kebenaran. Nilai diperlukan oleh pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. 6. Fidellity (Metepati Janji) Prinsip ini dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. 7. Confidentiality ( Kerahasiaan ) Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasi klien. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. 8. Accountability ( Akuntabilitas ) Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.
21
9. Informed Consent “Informed Consent” terdiri dari dua kata yaitu “informed” yang berarti telah mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan “consent” yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi “informed consent” mengandung pengertian suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian “informed consent” dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang berkaitan dengannya.
22
BAB III PEMBAHASAN Osteoarthritis menimbulkan berbagai masalah kesehatan yaitu penurunan kemampuan fisiologis, perubahan psikologis, keterbatasan interaksi sosial, keterbatasan
dalam
melaksanakan
kebutuhan
spiritual
dan
menurunnya
produktifitas kerja. Masalah fisiologis pada lanjut usia dengan osteoarthritis adalah nyeri. Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oleh synovial dan degradasi kartilago berkaitan dengan degradasi kolagen dan proteoglikan oleh enzim autolitik seluler. Osteoarthritis merupakan penyakit sendi yang paling banyak dijumpai (60%) dibandingkan dengan penyakit sendi lain seperti arthritis gout atau arthritis rheumatoid. Dampak nyeri pada osteoarthritis adalah penurunan kualitas harapan hidup seperti kelelahan yang hebat, menurunkan rentang gerak tubuh dan nyeri pada gerakan. Kekakuan bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur, nyeri yang hebat pada awal gerakan akan tetapi kekauan tidak berlangsung lama yaitu kurang dari seperempat jam. Kekakuan dipagi hari menyebabkan kekurangannya kemampuan gerak dalam melakukan gerak ekstensi, keterbatasan mobilitas fisik, dan efek sistemik yang ditimbulkan adalah kegagalan organ dan kematian. Ada banyak terapi yang dilakukan untuk mengurangi nyeri padapasien osteoarthritis. Salah satu terapi yang diberikan untuk mengatasi nyeri subakut dan kronis pada lanjut usia adalah terapi kompres hangat rebusan jahe. Efektifitas kompres hangat meningkatkan aliran darah untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksasi otot sehingga proses inflamasi berkurang. Terapi kompres hangat dilakukan pada stadium subakut dan kronis pada osteoarthritis untuk mengurangi nyeri, menambah kelenturan sendir, mengurangi penekanan (kompresi) dan nyeri pada sendi, melemaskan otot dan melenturkan jaringan ikat (tendon ligament extenbility). Kandungan jahe bermanfaat untuk mengurangi nyeri osteoarthritis karena jahe memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic dari oleoresin seperti zingeron, gingerol dan shogaol. Kandungan air dan minyak yang tidak menguap pada jahe berfungsi sebagai enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas oleoresin 23
untuk menembus kulit tanpa menyebabkan iritasi atau kerusakan hingga ke sirkulasi perifer. Kandungan rizoma jahe segar dan zat aktifnya dari oleoresin yang terdiri dari gingerol, songaol dan zingeberence yang merupakan homolog dari fenol melalui proses pemanasan. Komponen jahe mampu menekan inflamasi dan mampu mengatur proses bioklmia yang mengaktifkan inflamasi akut dan kronis seperti osteoarthritis dengan menekan proinflamasi sitokinin dan kemokin yang diproduksi oleh sinoviosit, kondrosit dan leukosit. Jahe secara efektif mampu menghambat ekspresi kemokin. Dari hasil uji statistic didapatkan p value (α) = 0,000, dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Responden yang mendapat kompres di lutut kanan sebanyak 13 responden, lutut kiri 4 responden, lutut kanan dan kiri sebanyak 3 responden dan responden yang mengalami nyeri lutut dengan osteoarthritis lebih dari 6 bulan sebanyak 12 responden. Skala nyeri sebelum kompres hangat rebusan jahe pada lanjut usia dengan osteoarthritis lutut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, meroko, basal metabolic index (BMI), jenis pekerjaan, lama penyakit, riwayat terapi dan riwayat trauma lutut. Tingkat skala nyeri tertinggi sebelum tindakan adalah 8 sedangkan skala nyeri tertinggi setelah tindakan adalah skala 5. Secara keseluruhan rata-rata penurunan skala nyeri sebesar 2,75. Dari hasil uji statistic dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh kompres hangat rebusan jahe terhadap penurunan tingkat nyeri sendi pada pasien lanjut usia dengan osteoarthritis lutut.
24
DAFTAR PUSTAKA Hidayat, A. A. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia Buku 1. Jakarta : Salemba Medika. Hidayat, A. A. (2012). Buku Ajae Kebutuhan Dasar Manusia : Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Surabaya : Health Book Publishing. Hidayat, A. A. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Ed. 2 Buku 1. Jakarta: Salemba Medika. Judith, W. M. (2015). Diagnosis Keperawatan : NANDA, Intervensi NIC, Hasil NOC Ed 10. Jakarta: EGC. Masyhurrosyidi, Hadi, dkk. (2014). Pengaruh Kompres Hangat Rebusan Jahe Terhadap Tingkat Nyeri subakut dan kronis pada lanjut usia dengan osteoarthritis lutut di puskesmas arjuna kecamatan klojen malang jawa timur. Makalah Kesehatan FKUB vol. 1 no. 1 Pratintya, Ani Dwi. (2014). Kompres hangat menurunkan nyeri persendian osteoarthritis pada lanjut usia. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, vol.1 no. 1 : 1-7. Saputra, L. (2013). Catatan Ringkas Kebuthan Dasar Manusia. Tangerang: Binarupa Aksara. Wartonah, T. I. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.
25