: Akses Air Minum dan Sanitasi untuk Semua Warga
TEMA 1
Masyarakat SUB TEMA 1.1. TUJUAN
S anitasi Nasional : Target Air Minum dan Sanitasi
:
Setelah selesai pembelajaran peserta dapat:
Menjelaskan kebijakan kebijakan nasional tentang target pencapaian air minum minum dan sanitasi sesuai RPJMN 2019 Menjelaskan konsep kolaborasi AMS Perdesaan Merumuskan strategi kolaborasi AMS Perdesaan sebagai perwujudan gerakan bersama dari seluruh pihak tingkat desa Menjelaskan peran Fasilitator dalam pencapaian UA 2019
WAKTU
: 2 x 45 menit ( 2 JPL)
TARGET AIR MINUM DAN SANITASI NASIONAL Pemerintah Indonesia telah mencanangkan target capaian 100% akses air minum dan sanitasi untuk semua pada akhir 2019 (RPJMN 2015-2019). Pada akhir tahun 2019, setiap masyarakat di Indonesia baik yang tinggal di perkotaan maupun perdesaan harus sudah memiliki akses terhadap sumber air minum aman dan fasilitas sanitasi layak. BAPPENAS menyatakan target 2019 universal akses air minum aman adalah:
Minimal 85% penduduk Indonesia mendapatkan layanan air minum yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 60 liter/orang/hari;
15% penduduk Indonesia mendapatkan layanan yang memenuhi kebutuhan pokok minimal untuk masak dan minum yaitu y aitu sebesar 15 liter/orang/hari.
Sedangkan untuk akses sanitasi layak:
Minimal 85% penduduk Indonesia mendapatkan layanan sanitasi yang memenuhi SPM yaitu penduduk mendapatkan akses terhadap fasilitas sanitasi yang memadai (jamban permanen).
15% penduduk Indonesia memiliki fasilitas dan perilaku sanitasi dasar yang layak (memiliki sarana sanitasi sanitasi dasar: jamban sehat semi permanen atau sharing). sharing).
Pada tahun 2019 penduduk Indonesia diproyeksikan berjumlah 268.074.000 jiwa, dimana sejumlah 117.674.363 hidup di perdesaan (Sumber: BPS). Sesuai target UA pada tahun 2019 seluruh penduduk tersebut harus sudah mengakses Air Minum Aman dan Sanitasi Layak.
PAMSIMAS II 2013-2015
PAMSIMAS III 2016-2020
Perhitungan antara target pemanfaat air minum Program Pamsimas III dengan target UA (Universal Access) dapat dilihat dari gambar dibawah ini: Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2015 - 2019 TAHUN
Perdesaan
Perkotaan
JUMLAH
Penduduk
%
Penduduk
%
2015
119.018.460
46.6
136.443.226
53.4
255.461.686
2016
118.780.658
45.9
139.924.328
54.1
258.704.986
2017
118.476.144
45.2
143.414.728
54.8
261.890.872
2018
118.106.883
44.6
146.908.430
55.4
265.015.313
2019
117.674.363
43.9
150.400.202
56.1
268.074.565
Jumlah Penduduk Perdesaan Indonesia Yang Telah Akses Air Minum Aman dan Sanitasi Layak Tahun 2015 dan 2019 TAHUN
Jumlah Penduduk Perdesaan
2015 2019
119.018.460 117.674.363
Akses SAM dan SAN
Penduduk 70.018.560 117.674.363
% 58.83 100
Sesuai proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2019, terdapat sebanyak 47.655.803 jiwa pemanfaat yang harus dilayani akses air minum dan sanitasi didalam pencapaian UA. Pamsimas III (2017-2019) sebagai platform atau strategi utama untuk mencapai target akses untuk semua (100% akses) di perdesaan akan menyumbang sebanyak 10.500.000 jiwa pemanfaat. Untuk itu masih diperlukan sebanyak 37.155.803 jiwa pemanfaat yang harus dicarikan alternatif sumber dana lainnya. KOLABORASI
PERENCANAAN
DAN
PENDANAAN
UNTUK
PENCAPAIAN
AKSES
UNIVERSAL AIR MINUM DAN SANITASI
Pembangunan air minum dan sanitasi harus dilaksanakan melalui kolaborasi yaitu perpaduan berbagai upaya multipihak. Hal ini merupakan implementasi dari Perpres No. 185 Tahun 2014 tentang percepatan penyediaan air minum dan sanitasi. Pelaksanaan kolaborasi harus memiliki dasar atau platform sebagai pondasi untuk berkolaborasi.
Saat ini ada berbagai peluang dana untuk dikolaborasikan dengan PAMSIMAS, seperti dana desa, corporate social responsibility (CSR), (CSR), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Ziswaf dari MUI, dan sebagainya. Total alokasi dana desa tahun 2018 sebesar Rp 60 trilyun (Data Kemenkeu 2017). Corporate social responsibility (CSR), atau tanggung jawab sosial perusahaan yang dialokasikan perusahaan swasta dan badan usaha milik negara yang dapat digunakan untuk membiayai kegiatan PBL di masyarakat desa, diperkirakan mencapai Rp10 triliun per tahun. (Data dari Forum CSR tahun 2015). Alokasi Dana APBN untuk Pembangunan Air minum Perdesaan 200 milyar, 100.000 SR (Data Kementrian PU Tahun 2016). Contoh kolaborasi penyediaan air minum dan sanitasi di tingkat desa
Skema pembiayaan mikro merupakan salah satu skema pembiayaan alternatif bagi masyarakat yang ingin membanguan sarana air minum dan sanitasi namun tidak mempunyai kemampuan kemampuan untuk membayar membayar di awal. awal. Program WASH (Water (Water Sanitation Sanitation Hygiene) yang dilakukan oleh KOPERASI BAIK di Bogor merupakan salah satu contoh kolaborasi di tingkat desa. Manajemen Koperasi meyakini bahwa program mikro sanitasi tidak hanya memberikan kebaikan tapi juga memberikan keuntungan finansial.
Tahap persiapan yang dilakukan adalah edukasi kepada masyarakat/anggota, yang dilakukan bersama dengan dengan stakeholder stakeholder terkait, terkait, yaitu Dinas Kesehatan. Kesehatan.
Sedangkan
program yang dilaksanakan adalah Produk PASS (Pembiayaan Air dan Sanitasi Syariah), berupa water connection, water filter dan dan sanitasi. sanitasi. Sumber: KSAN, 2017.
Contoh lain adalah yang dilakukan oleh Water.org. Water.org bisa memberikan bantuan kepada individu yang ingin memiliki sarana air minum dan sanitasi, baik untuk masyarakat di desa maupun kota, bekerjasama dengan BPSPAMS.
Water.org akan menyiapkan lembaga keuangan untuk bisa memberikan pinjaman kepada BPSPAMS yang ingin meningkatan investasi infratrukturnya. menyiapkan
rencana
pengembangan
berikut
pembiayaannya,
dan
BPSPAMS melengkapi
persyaratan yang diperlukan diperlukan untuk mendapatkan mendapatkan pinjaman. pinjaman. Kemudian, Water.org akan akan mendampingi BPSPAM untuk mendapatkan mendapatkan pinjaman tersebut. Selanjutnya, BPSPAMS BPSPAMS yang akan menyalurkan kepada anggota yang memerlukannya.
Skema ini telah diikuti oleh banyak BPSPAMS. Salah satunya adalah BPSPAMS Tirto Makmur di Desa Manggar Wetan, Kecamatan Godog, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Kabupaten Grobogan merupakan merupakan salah satu dari 7 kabupaten di Jawa Tengah yang mengikuti skema ini. Sumber: Water.org, 2018.
Perhatikan film singkat tentang pentingnya Kolaborasi berikut ini. https://www.youtube.com/watch?v=_F5a549eDhw Lokakarya Nasional Kolaborasi Program & Pendanaan Menuju Akses Universal AMS Perdesaan
Setelah mengamati video tersebut, lakukan diskusi dalam kelompok (5-6 orang) untuk membahas pertanyaan diskusi sebagai berikut: 1. Apa saja tantangan yang dihadapi di tingkat desa dalam mencapai akses air minum dan sanitasi untuk semua? Jelaskan.
2. Apa saja peluang pelu ang yang dimiliki desa dan masyarakat dalam mencapai akses air minum dan sanitasi untuk semua? Jelaskan
3. Apa saja peran fasilitator masyarakat dalam melakukan pendampingan untuk mencapai akses air minum dan sanitasi untuk semua?
Bahan Diskusi KAMI DANANYA… ANDA FASILITASI MASYARAKATNYA… MASYARAKATNYA…
Salah satu program Kementerian Kesehatan yang bertujuan untuk menyediakan air minum yang lebih berkualitas dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat adalah PAM STBM yang berupa Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan Subbidang Pelayanan Kesehatan Dasar. Pada tahun 2016, sasaran PAM STBM adalah pembangunan teknologi tepat guna Sarana Air Minum di 127 desa yang tersebar di 34 Kabupaten dan pada 20 Provinsi. Untuk membiayai pembiayaan kegiatan fisik, komposisi pembiayaannya adalah sebagai berikut : - 95% dari total nilai proyek termasuk pajak berasal dari DAK Fisik Bidang Kesehatan - 4 % berupa in kind dari masyarakat ditambah 1 % berupa in cash masyarakat (yang digunakan untuk Operasional TKM). Salah satu visi Bupati Kabupaten Kuta adalah menyediakan pelayanan dasar bagi seluruh masyarakatnya, dimana khusus untuk bidang air minum ditargetkan bahwa 100% masyarakat dapat mengakses pelayanan air minum perpipaan dan non-perpipaan pada tahun 2018.
Untuk mendukung visi Bupati tersebut, Pokja AMPL merasa berkepentingan untuk mengerahkan berbagai upaya agar program pembangunan air minum di kabupatennya dapat bersinergi. Proses perencanaan kegiatan PAM STBM di tingkat desa difasilitasi oleh sanitarian dan petugas keliling Puskesmas, sementara itu untuk rancangan teknis akan dilakukan oleh Konsultan Perencana yang dikontrak oleh Dinas Kesehatan. Sedangkan pelaksanaan kegiatan fisik dilakukan oleh pihak ketiga. Untuk membantu proses kegiatan PAMSTBM, Pokja AMPL bersepakat dengan DPMU agar fasilitator Pamsimas membantu proses fasilitasi perencanaan di tingkat masyarakat dan Pakem akan membantu agar desa tersebut ditetapkan sebagai lokasi program Pamsimas. Dengan strategi ini, Pokja AMPL berharap dapat mendukung visi Bupati khususnya dalam pencapaian target akses universal di tingkat kabupaten.
Gunakan kasus di atas untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut: 1.
Apakah
bentuk-bentuk
kolaborasi
yang
dapat
dimanfaatkan
untuk
mendukung
pencapaian Akses Universal di desa tersebut?
2.
Bagaimana Pamsimas dapat mendorong terjadinya kolaborasi untuk mendukung pencapaian Akses Universal di desa tersebut?
3.
Peran apa saja yang dapat dilakukan oleh stakeholder di desa dalam mendukung tercapainya universal accses dalam kasus diatas
Pelaku 1. Pemerintah Desa
Peran yang dilakukan a. b. c. d.
2. Organisasi Masyarakat (KKM, dll)
a. b. c. d.
3. Kader Masyarakat
a. b. c. d.
4. Tokoh Masyarakat
a. b. c. d.
5. Anggota Masyarakat
a. b. c. d.
BAHAN BACAAN PERBEDAAN
ANTARA
KERJASAMA,
JEJARING,
KOORDINASI,
KOOPERASI
DAN
KOLABORASI
Kerjasama adalah suatu bentuk umum interaksi sosial antara perorangan atau kelompok/unit untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Jejaring (Networking)
Berbagi informasi yang dapat membantu mitranya untuk bekerja lebih baik, seperti pengalaman (best practices), pelajaran yang disimpulkan dari pengalaman masingmasing, dsb. Beberapa pihak yang terlibat dalam jaringan ini tidak perlu melakukan satu pekerjaan bersama. Koordinasi (Coordination)
Berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yang lain, agar tidak bersaing atau konflik, misalnya tidak melakukan kegiatan yang pesertanya sama dalam waktu yang bersamaan, atau tidak mendudukkan klien/konsumer untuk terpaksa memilih yang satu terhadap yang lain. Kooperasi (Cooperation)
Berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yg lain dan secara nyata ada beberapa aspek pekerjaan yang dilakukan bersama. Contohnya dua organisasi yg bekerjasama untuk melakukan satu kali kunjungan lapangan yang memenuhi tujuan masing-masing. Jadi dapat saja berbagi sumberdaya, menyamakan agenda, dsb tetapi hasilnya untuk kepentingan masing-masing. Kolaborasi (Collaboration)
Berbagi informasi, melakukan penyesuaian agar dapat mengakomodasi yg lain, beberapa aspek
dari
pekerjaan
tetap
tanggung
jawab
masing-masing
sesuai
bidang
keahlian/keunikan dan akhirnya berbagi hasil bersama. Jadi berbagi segalanya termasuk risiko untuk dapat mencapai hasil bersama yang lebih baik (sinergi) (sin ergi) karena masing-masing tidak mampu mencapai hasil yang ingin dicapai bersama tersebut. Jadi secara bersamasama juga bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai bersama. Kerjasama dalam bentuk kolaborasi inilah yang ingin dibangun dalam PAMSIMAS. Catatan
Ada perbedaan yang hakiki antara kolaborasi dan bentuk kerjasama lainnya. Secara ekstrem dapat dikatakan bentuk kerjasama dapat dilakukan dengan lawan untuk mencapai tujuan yang saling menguntungkan sementara kolaborasi justeru berangkat dari pengakuan bahwa kita satu dengan kata lain seseorang ada untuk yang lain atau suatu OPD/Dinas ada karena melengkapi OPD yang lain jadi sudah seyogyanya mereka
kolaborasi sehingga tercapai kesempurnaan. Dalam kolaborasi tidak ada aku atau kamu yang ada adalah “KITA”
Bentuk Kolaborasi dapat berupa Kolaborasi Program, Pendanaan, dsb yang intinya saling melengkapi.
GELIAT
BARU
DANA
DESA
UNTUK
MENDUKUNG
PEMBANGUNAN
SANITASI PEDESAAN DI KABUPATEN ALOR
09 Oktober 2017 Dibaca : 233 kali kali
Sampai dengan tahun 2016, akses masyarakat terhadap STBM – Stop Buang Air Besar Sembarang di Kabupaten Alor telah mencapai 92,87% atau 43.735 Kepala Keluarga (KK) dari total 47.094 KK. Dari sisi akses di jamban ini termasuk tinggi namun dari sisi kualitas jamban (Jamban Sehat Permanen) prosentasenya masih dalam kategori sedang yakni 58,31%. Hal ini banyak dijumpai di daerah pedesaan baik yang terletak dekat perkotaan, desa yang jauh di pelosok maupun desa yang berada di kepulauan. Masih 25,58% atau 11.189 KK yang mengakses di Jamban Sehat Semi Permanen dan 16,11% atau 7.043 KK yang masih akses di Jamban sharing/numpang juga Jamban Cemplung yang kurang layak; sedangkan KK yang masih BABS sebanyak 3.359 KK. Permasalahan umum diatas telah mendorong sebagian pemerintahan desa untuk menjadikan pembangunan sanitasi - jamban untuk peningkatan kualitas dan kepemilikan jamban menjadi salah satu kegiatan yang perlu diperhatikan dan masuk dalam prioritas pembangunan di desa. Pada tahun 2017, tercatat tercatat dari 158 desa di Kabupaten Alor Alor terdapat 16 desa yang mengalokasikan mengalokasikan dana desa untuk stimulan pembangunan jamban dengan bentuk kolaborasinya adalah pemerintah desa mensupport bahan non lokal seperti Kloset, Seng, Paralon atau semen dan KK menyiapkan bahan lokal. tentunya KK yang dibantu harus memiliki kriteria khusus yakni KK yang kurang mampu, belum/sudah memiliki jamban tapi belum/kurang layak, sudah menyiapkan lubang. Sedangkan persyaratan lainnya adalah menyiapkan bahan baku lokal seperti pasir, batu, kayu dan material lokal lainnya serta tenaga kerja. Dari jumlah Dana Desa di Kabupaten Alor Tahun 2017 sebesar Rp.122.521.750.000,(seratus dua puluh dua milyar lima ratus dua puluh satu juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah);1,77% diantaranya yakni Rp. 2.170.869.962,- dimanfaatkan untuk bidang kesehatan - STBM khususnya untuk peningkatan kualitas dan akses jamban. Secara kwantitas jumlah ini tidak besar namun jika dilihat dari banyaknya kebutuhan pembangunan infrastruktur di desa maka 1,77% merupakan prosentase yang cukup luar biasa. Kesadaran masyarakat dan pemerintahan desa dalam merubah pola perilaku BABS dan komitment untuk menjalankan STBM – Stop Buang Air Besar Sembarang yaitu KK akses terhadap jamban sebagai salah satu titik pembangunan, perlu mendapat apresiasi yang
positif dan menjadi pembelajaran baik bagi desa lainnya yang memiliki permasalahan yang sama. Dari 16 (enam belas) desa desa yang mengalokasikan mengalokasikan Dana Desa di bidang kesehatan - STBM untuk mendukung pembangunan jamban, ada 8 desa Stop BABS yang penggunaan dana desa untuk peningkatan kualitas jamban. Ke delapan desa tersebut adalah Desa Motongbang, Desa Batu, Desa Baolang, Desa Likwatang, Desa Tanglapui Timur, Desa Padang Panjang, Desa Alaang dan Desa Oamate. 8 desa lainnya adalah desa yang masih BABS untuk peningkatan peningkatan akses jamban yakni Desa Fanating, Taman Mataru, Desa Welai Selatan, Desa Elok, Desa Kolana Selatan, Desa Tubbe, Desa Mauta serta Desa Otvai. Dari 8 desa BABS yang berupaya untuk peningkatan akses jamban salah satunya yakni desa Otvai di Kecamatan Alor Alor Barat Laut Laut yang menganggarkan menganggarkan Rp. 112.100.392,- untuk stimulan jamban (bahan non lokal), dimana telah berdampak pada adanya peningkatan prosentase akses akses yakni tahun 2016 : 91,04% dan sampai dengan 31 Juli 2017 telah mencapai 100% (klaim SBS) siap di verifikasi dan dideklarasikan. Begitu juga dengan desa Elok dan Kolana Selatan di Kecamatan Alor Timur yang pada pertengahan bulan Agustus 2017 telah mencapai 100% (klaim SBS) dan siap di verifikasi; sedangkan desa lainnya yang sangat optimis untuk klaim SBS adalah Desa Taman Mataru dan 4 desa lainnya yang sampai dengan saat ini terpacu untuk mencapai 100% dan target pada akhir september sudah klaim SBS. Untuk mendukung pelaksanaan program STBM di Kabupaten Alor sebagai dasar Legalitas dan Payung Hukum serta Kebijakan; pada tataran tingkat Nasional telah ada Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM; maka pada tingkat kabupaten Alor telah ada ada Peraturan Bupati Alor nomor 14 Tahun Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di Kabupaten Alor; ada Instruksi Bupati Alor nomor 01/BAPPEDA/ 2015 tentang Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat; ada Roadmap STBM Kabupaten Kabupaten Alor Tahun 2015 -2019 dan ada Instruksi Instruksi Bupati Alor Nomor 1 Tahun 2017 tentang Percepatan Pencapaian Desa Stop Buang Air Besar Sembarangan Bagi Desa/ Kelurahan Di Kabupaten Alor Belajar pengalaman dari desa lainnya bahwa bahwa kesadaran masyarakat masyarakat yang akan menentukan perubahan perilakunya dengan pembangunan jamban dan pemanfaatannya, kesadaran masyarakat akan Pola Hidup Bersih dan Sehat terbentuk dalam proses pemicuan CLTS, sosialisasi PHBS dan pemberdayaan masyarakat,dll yang cukup lama dari semua pihak terkait terutama pelaku langsung yakni para sanitarian, petugas kesehatan, kader posyandu/kesehatan, Fasilitator AMPL serta OPD terkait lainnya. Namun yang menjadi entri point adalah pemerintah desa telah melirik bidang kesehatan - STBM ini dengan kebijakannya kebijakannya yang pro kegiatan pembanguan jamban jamban untuk peningkatan kualitas dan akses jamban. Semoga pengalaman ini juga dapat terdesiminasi pada desa-desa lainnya menggunakan anggaran dana desa untuk kegiatan di bidang kesehatan – STBM, di mana tidak saja kegiatan support pembangunan jamban untuk peningkatan kualitas akan tetapi juga untuk kegiatan pelatihan STBM bagi (kader kesehatan desa, aparat desa, PKK desa),
Monitoring Desa Pasca SBS, Sosialisasi/ Promosi 4 pilar lainnya, rekrut kader sanitasi desa, monev STBM tingkat tingkat desa, rakor STBM tk desa yang bekerja sama dengan Puskesmas/sanitarian Puskesmas/sanitarian dan Fasilitator AMPL Kecamatan. Langkah-langkah strategi yang dilakukan oleh semua pihak semoga dapat berdampak pada semakin baiknya pembangunan sanitasi di desa terutama peningkatan kualitas dan akses di jamban oleh seluruh masyarakat di Kabupaten Alor sehingga termotivasi untuk dapat di deklarasikan sebagai sebagai Kabupaten ODF. (Aisyah (Aisyah A Ima & Yosef Yusran)