Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
BAB II DESKRIPSI PROSES PRODUKSI
1.1
PROFIL INDUSTRI PULP DAN KERTAS
2.1.1.
Profil Industri Pulp dan Kertas di Indonesia
Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, namun belum dapat memenuhi semua kebutuhan dalam negeri dan permintaan ekspor yang terus mengalami peningkatan. Kemajuan dan perkembangan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari pembangunan industrinya. Salah satu jenis industri yang dapat menunjang pembangunan Indonesia adalah industri selulosa yang mengolah bahan baku serat alam menjadi produk pulp dan kertas. Bahan baku yang digunakan sebagai bahan baku pulp kertas yaitu kayu (kayudaun dan kayujarum) dan non-kayu seperti jerami/merang, bagas (ampas tebu), bambu, batang jagung dan lainnya.
Pasar dunia pulp dan kertas selama ini didominasi oleh Negara-negara di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan Negara-negara di kawasan Scandinavia, seperti Swedia, Finlandia dan Norwegia. Kelompok Negara-negara tersebut sering disebut sebagai NORSCAN (North America and Scandinavia). Kecenderungan yang akan datang, dominasi pasar pulp dan kertas oleh Negara-negara NORSCAN diperkirakan akan semakin berkurang, akan bergeser ke Asia (seperti Indonesia dan Negara-negara di Asia Timur) dan negara-negara Amerika Latin (seperti Chili, Brazil, dan Uruguay) yang masih memiliki potensi hutan yang cukup besar dengan sistem HTI dan penerapan SFM (Sustainable Forest Management).
Penyebaran industri pulp dan kertas di wilayah Jawa sekitar 57,96% (6.607.200 Ton/tahun), sedangkan di wilayah Sumatera sekitar 37,43% (4.266.000 Ton/tahun) dan wilayah Kalimatan hanya 4,61% (52.500 Ton/tahun). Kapasitas terpasang industri pulp sekitar 7,9 juta ton (2009-2010) dan untuk industri kertas sekitar 12,2-12,9 juta ton (20092010). Kapasitas produksi industri pulp sekitar 5,7 juta ton (2009) sedangkan pada tahun 2010 sekitar 6,3 juta ton. Untuk industri kertas produksinya sekitar 10 juta ton (2009) sedangkan tahun 2010 sekitar 11,5 juta ton. Menurut Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI),
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 8
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
pada umumnya ekspor pulp sekitar 50% dari kapasitas produksi sedangkan ekspor kertas sekitar 40 % dari kapasitas produksi. Industri pulp dan kertas di Indonesia berpotensi menjadi salah satu dari tiga besar industri pulp dan kertas dunia, Indonesia menempati peringkat 9 (Sembilan) dunia untuk industri Pulp dan Kertas. Dengan naiknya peringkat Indonesia sebagai produsen kertas dunia ke9 pada tahun 2010, berarti Indonesia telah menggeser Brazil yang pada tahun 2010 menduduki peringkat ke-10. Dalam tahun 2011 Indonesia masih memiliki potensi naik lagi keperingkatnya sebagai produsen kertas dunia. Tahun 2011 produksi kertas Indonesia diperkirakan mencapai 11,5 juta ton. Apabila Korea Selatan dan Swedia tidak terjadi penambahan produksi kertas secara signifikan, diperkirakan Indonesia bisa menggeser peringkat ke-2 negara tersebut, sehingga Indonesia bisa menduduki peringkat ke-7 produsen kertas dunia. (Buletin APKI, 2011).
Trend pasar pulp bergeser dari pasar barat ke pasar timur yaitu ke Asia. Pasar Asia menjadi tujuan utama ekspor komoditas ini dan memimpin dalam penggunaan kertas tertinggi. Industri pulp dan kertas bisa menjadi penopang pilar pembangunan ekonomi (sumber:Bisnis Indonesia, Harian Ekonomi Neraca, 8 Nopember 2011).
Peringkat Industri pulp dunia tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1, sedangkan peringkat Industri kertas dunia dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1. Peringkat Industri Pulp Dunia 2009 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Negara USA China Kanada Brazil Swedia Finlandia Jepang Rusia Indonesia Chili India Jerman
2010 Produksi
Negara
Produksi
48,329 20,813 17,079 13,315 11,463 9,003 8,506 7,235 5,971 5,000 3,803 2,542
USA China Kanada Brazil Swedia Finlandia Jepang Rusia Indonesia Chili India Jerman
49,243 22,042 18,536 14,062 11,877 10,508 9,393 7,421 6,278 4,114 3,931 2,762
Sumber: Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI, Oktober 2011
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 9
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Tabel 2.2. Peringkat Industri Kertas dan Karton Dunia 2009
No
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
2010
Negara
Produksi
China USA Jepang Jerman Kanada Swedia Finlandia Korea Selatan Brazil Indonesia India Italia
86,391 71,613 26,279 20,902 12,857 10,933 10,602 10,481 9,428 9,363 8,693 8,449
Negara
Produksi
China USA Jepang Jerman Kanada Finlandia Swedia Korea Selatan Indonesia Brazil India Italia
92,599 75,849 27,288 23,122 12,787 11,789 11,410 11,120 9,951 9,796 9,223 9,146
Sumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI, Oktober 2011
Kapasitas terpasang Industri Pulp dan Kertas Indonesia ada diperingkat ke-1 ASEAN, data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan perbandingan konsumsi kertas per kapita di beberapa negara di dunia internasional dapat dilihat pada Tabel 2.3, sebagai berikut:
Tabel 2.3. Kapasitas Terpasang Peringkat ASEAN (Ton), 2007
1
Indonesia
Kapasitas Kertas terpasang 11.825
2
Thailand
5.254
1.144
3
Malaysia
1.600
365
4
Vietnam
1.341
200
5
Filipina
1.100
200
No
Negara
Kapasitas Pulp terpasang 6.483
Sumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI.
Di Indonesia, konsumsi kertas per kapita sangat rendah yaitu 14 kg/kapita pada tahun 1995 meningkat menjadi 25 kg/kapita pada tahun 2007. Konsumsi kertas tersebut sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara di Eropa seperti Belgia yang mencapai 375 kg/kapita, Finlandia 369 kg/kapita dan Jerman 254 kg/kapita (tahun 2007), sedangkan negara-negara non Eropa seperti USA dapat mencapai
288 kg/kapita, Jepang 246
kg/kapita, China 55 kg/kapita (tahun 2007). Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 10
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Tabel 2.4. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negara No.
Negara
Konsumsi (kg/kapita/th)
No.
Negara
Konsumsi (kg/kapita/th)
1
Finlandia
368,6
10
Malaysia
110,8
2
Amerika Serikat
288,0
11
China
54,8
3
Jepang
245,5
12
Thailand
62,1
4
Kanada
206,0
13
Brazil
42,2
5
Italia
204,6
14
Indonesia
26,0
6
Taiwan
204,0
15
Mesir
20,0
7
Inggris
199,5
16
Philippina
17,4
8
Singapura
197,7
17
India
7,7
9 Perancis 182,9 18 Afganistan Sumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI.
0,2
Menurut Directori APKI tahun 2010, perusahaan industri pulp dan kertas di Indonesia berjumlah 81 yang terdiri dari 3 industri pulp dan kertas terpadu, 2 industri pulp, dan 76 industri kertas. Secara keseluruhan industri pulp dan kertas mengkonsumsi energi yang cukup besar, namun dengan perkembangan teknologi untuk melakukan penghematan, konsumsi energi tersebut masih dapat dilakukan penghematan. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang menggunakan energi secara intensif. Jumlah energi yang digunakan bergantung kepada jenis proses yang digunakan. Sebagian besar energi tersebut sekitar 80% merupakan energi termal yang didapatkan dari pembakaran bahan bakar, sedangkan sisanya berupa energi listrik. Energi pada industri pulp dan kertas sebagian besar bersifat self generating. Bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi termal sekitar 56% diperoleh dari produk samping (black liquor), kayu dan biomassa lainnya. Industri pulp dan kertas telah berupaya melakukan penghematan energi dan upaya itu perlu di dukung penuh oleh pemerintah dan berbagai pihak. 2.1.2. Profil Industri Pulp dan Kertas di PT. Riau Andalan Pulp and Paper
PT. Riau Andalan Pulp and Paper ( RAPP ) adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pulp dan kertas yang mulai didirikan tahun 1992 dan beroperasi secara komersial sejak 1995 dengan produk utama yang dihasilkan adalah pulp dan kertas. PT. RAPP tergabung dalam APRIL group dengan pusatnya di Singapura. Jumlah produksi pulp sebesar 2 juta ton/tahun dan kertas adalah 800.000/tahun (tahun 2010). Pabrik ini berlokasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 11
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Gambar 2.1 Letak PT. Riau Andalan Pulp and Paper
Perusahaan ini sudah melakukan kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan mendapatkan sertifikat ISO 14001:2004 dan
kualitas produk telah memenuhi sistem
mutu ISO 9001:2000 serta telah mendapatkan sertifikat OHSAS 18001:2007. PT. RAPP juga telah mendapatkan sertifikat Sustainable Forest Management (SFM) oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).
Sedangkan produk kertasnya mendapatkan sertifikat yang
dikeluarkan oleh Lembaga sertifikasi PaPICs
Dari segi peralatan dan teknologi, PT. RAPP mendatangkan peralatannya dari Finlandia dan Swedia, misalnya pulping superbatch, pencuci dan penyaring pulp, sistem delignifikasi oksigen, bleaching plant dan penyaringan tahap kedua. PT. RAPP menggunakan teknologi canggih yaitu superbatch administrator digester system.
Total kapasitas energi listrik yang tersedia sebesar 552 MW yang berasal dari PLTU sebesar 535 MW, PLTG-Diesel 14 MW dan PLTD 3 MW. Kapasitas Steam dihasilkan dari Multiple Boiler dan Recovery Boiler yang berupa high pressure steam, medium pressure steam dan low pressure steam sebesar 4200 ton/jam dengan total boiler 7 unit. Unit pembangkit listrik di PT. RAPP dapat dilihat pada Gambar 2.2.
PT. RAPP melakukan distribusi pulp keluar negeri sekitar 85% dan sisanya 15% dijual pada perusahaan di dalam negeri. Hasil produksi di ekspor ke berbagai negara seperti Amerika, China, India, Taiwan, Japan, Australia, dan negara-negara di Eropa dan Asia Tenggara. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 12
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Gambar 2.2 PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)
2.2
Deskripsi Proses
2.2.1. Proses Pembuatan Pulp
Pulp di PT. RAPP diproduksi secara kimia dengan proses sulfat ( kraft ). Metoda ini menggunakan cairan pemasak white liquor (lindi putih) yang menggunakan NaOH dan Na2S. Sistem kontrol di perusahaan ini telah masuk ke dalam sistem ISO yang digunakan sebagai tanda untuk menentukan kualitas dunia dari suatu produk. Beberapa bahan kimia yang digunakan di pabrik ini adalah ClO2, Cl2 dan NaCl. Bahan baku untuk pembuatan pulp adalah Mix Hard Wood (MHW). Pada tahun 2003, perusahaan ini telah menggunakan bahan baku 60% dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis akasia yang digunakan yaitu Acacia mangium dan Acaccia crassicarpa. Bahan baku kayu berasal dari jenis akasia dan mix hard wood (MHW). Kayu akasia diperoleh dari Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT RAPP, HTI Group RAPP, hutan tanaman rakyat (HTR )dan kerjasama dengan HTI lain (mitra) serta pembelian dari luar dengan memanfaatkan izin pemanfaatan kayu (IPK) dari kegiatan land clearing di areal perkebunan. Kayu MHW merupakan kayu alami yang berasal dari pembukaan lahan perkebunan. Lokasi HTI-PT. RAPP berjarak sekitar 20 – 160 km dari pabrik.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 13
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Kapasitas produksi PT. Riau Andalan Pulp and Paper dirancang untuk memproduksi pulp 2000.000 ton/tahun. Bahan baku utama untuk pembuatan pulp pada mulanya menggunakan Mixed Hard Wood (MHW), yaitu jenis kayu tropis yang memiliki spesies bervariasi. Pada tahun 2003, perusahaan telah menggunakan bahan baku 60% dari Hutan Tanaman Produksi ( HTI ), yaitu tanaman akasia. Dan pada tahun 2007-2009 perusahaan telah menggunakan 100% bahan baku dari Hutan Tanaman Industri. Adapun
9,000 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 01-Mar-11 02-Mar-11 03-Mar-11 04-Mar-11 05-Mar-11 06-Mar-11 07-Mar-11 08-Mar-11 09-Mar-11 10-Mar-11 11-Mar-11 12-Mar-11 13-Mar-11 14-Mar-11 15-Mar-11 16-Mar-11 17-Mar-11 18-Mar-11 19-Mar-11 20-Mar-11 21-Mar-11 22-Mar-11 23-Mar-11 24-Mar-11 25-Mar-11 26-Mar-11 27-Mar-11 28-Mar-11 29-Mar-11 30-Mar-11 31-Mar-11
Ton
jenis akasia yang digunakan yaitu Acacia mangium dan Acacia crassicarpa.
Waktu
Gambar 2.3. Kapasitas Produksi Pulp bulanan
Gambar 2.4. Produksi Pulp tahunan PT. RAPP Sumber : APRIL Report, 2008
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 14
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
3,500 3,000
Ton
2,500 2,000 1,500 1,000 500 0
Waktu
Gambar 2.5. Produksi Kertas PT. RAPP Bulanan
Gambar 2.6. Produksi Kertas PT. RAPP Tahunan Sumber : APRIL Report, 2008
Tahapan proses pembuatan pulp meliputi penyimpanan dan persiapan bahan baku (wood preparation), pembuatan bubur serat (pulp marking) dan pembuatan lembaran pulp (logistic raw material). Produksi pulp dilakukan 2 line, yaitu line 1 kapasitas produksi saat ini mencapai 2.000.000 ton/tahun yang dioperasikan oleh PT. RAPP dan line 2 berkapasitas terpasang sesuai ijin adalah 700.000 ton/tahun yang dioperasikan oleh PT. Intiguna Primatama.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 15
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Salah satu departemen yang ada di PT. Riau Andalan Pulp adalah Departemen Fiberline, dimana departemen ini terdiri dari empat plant, yaitu Fiberline 1 (FL#1), Fiberline 2 (FL#2), Fiberline 2C (FL#2C), dan Pin Chip Digester (PCD). FL#1 dan FL#2 merupakan line yang memiliki digester dengan sistem Super Batch, sedangkan FL#2 dan PCD menggunakan digester kontinyu. Departemen fiberline merupakan tahapan setelah woodyard. Chips yang dihasilkan dari proses woodyard merupakan input dari fiberline. Departemen fiberline bertujuan untuk merubah chips menjadi bentuk pulp untuk dijadikan kertas.
Fiberline meliputi: 1.
Chip Screening
2.
Cooking
3.
Washing dan Screening
4.
O2 Delignification
5.
Bleaching
2.2.1.1. Chip Screening
Penyiapan bahan baku serpih meliputi proses pengulitan (debarking), pembentukan serpih kayu (chipping), dan pengayakan serpih kayu (screening) dengan ukuran 3 – 5 cm yang disebut sebagai bahan baku serpih. Pada proses pengayakan ini dihasilkan pula kayu serpih dengan ukuran lebih kecil dari 3 cm atau disebut pin chip. Sebelumnya pin chip tersebut digunakan sebagai bahan bakar pada power boiler, namun saat ini telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp sehingga pemanfaatan ini merupakan salah satu faktor penurunan rasio penggunaan kayu terhadap produksi pulp. Proses produksi pulp menggunakan bahan baku utama berupa kayu jenis akasia dan mix hard wood (MHW) sampai tahun 2013, kemudian selanjutnya mulai tahun 2014 seluruhnya menggunakan kayu jenis akasia. Salah satu keuntungan menggunakan kayu jenis akasia adalah menurunnya rasio penggunaan kayu terhadap produksi pulp yang dihasilkan yaitu menjadi 3,75:1, namun disisi lainnya ada penurunan sumber bahan bakar untuk power plant atau boiler. Penggunaan kayu jenis MHW banyak menghasilkan getah dan kulit kayu yang dapat dijadikan bahan bakar, sedangkan penggunaan kayu akasia tidak menghasilkan limbah padat tersebut yang dapat dijadikan bahan bakar, sehingga ada konversi bahan bakar dari getah dan kulit kayu menjadi bahan bakar gas, cangkang sawit dan batubara.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 16
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Chips screening merupakan proses mengklasifikasikan serpih (chips) berdasarkan perbedaan ukuran dari chips dengan cara menyaring serpih tersebut.
Adapun tujuan dari proses Chips Screening adalah untuk mendapatkan kualitas serpih yang diperlukan untuk proses pemasakan agar dispersi penyerapan bahan kimia pada kayu dapat terjadi secara merata dengan memisahkan serpihan serpih yang berukuran accept dengan serpih yang berukuran oversized dan undersized.
Bahan baku yang berupa chips berasal dari proses woodyard yang dikirim ke chips pile dengan menggunakan alat transportasi conveyor. Chips pile berfungsi sebagai tempat penyimpanan serpih sementara sebelum ke proses pemasakan. Chips pile di chip screening terdiri dari : 1. Chip pile #1 to Fiberline 1 atau 2 2. Chip pile #2 to Fiberline 1 atau 2 3. Circular pile to Fiberline 2C 4. Pin chip pile to pin chip digester Serpih pada Chip pile diambil dari bawah dengan menggunakan alat screw reclaimer dan dikirim ke chip screening menggunakan conveyor. Sebelum serpih sampai ke chip screening melewati alat magnetic dengan tujuan untuk menangkap kontaminan besi. Chip screening yang digunakan adalah flat vibration, flat yang berbentuk saringan digetarkan sehingga chip terpisah berdasarkan ukuran. Serpih yang berukuran accept dikirim ke chip silo dan dilanjutkan ke proses pemasakan di digester. Serpih yang berukuran oversize dilanjutkan ke proses re-chipping yang mana serpih dipotong kembali dan dikirim kembali ke chip screening untuk disaring. Sedangkan serpih yang berukuran pin chip dan fines dikirim ke accrowood untuk dipisahkan.
Pin chips dikirim ke pin chip pile kemudian
dilanjutkan ke proses pemasakan di pin chip digester dan serpih berukuran fines dikirim ke bark storage untuk dijadikan bahan bakar di power boiler.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 17
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Gambar 2.7. Persiapan bahan baku Sumber : Sustainability Report, 2004
2.2.1.2. Cooking
Digester merupakan bejana yang digunakan untuk tempat berlangsungnya proses pemasakan serpih menjadi pulp. Adapun tujuan pemasakan adalah untuk melarutkan lignin sebanyak mungkin sehingga selulosa dan lignin terpisah, dengan menggunakan bahan kimia yang disebut lindi putih ( White liquor ). Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam lindi putih adalah NaOH dan Na2S. Serpih yang sudah dimasak berubah menjadi bubur pulp yang masih berwarna coklat, sedangkan cairan pemasak berubah menjadi hitam yang disebut black liquor. Pada fiberline #1 dan #2 digester yang digunakan adalah Super Batch Digester, untuk satu line berjumlah 14 unit digester. Tiap-tiap digester memiliki kapasitas 350 m3 untuk fiberline #1 dan 400 m3 untuk fiberline #2. Sedangkan fiberline #2C dan pin chip digester menggunakan digester kontinyu. Pin chip digester dirancang khusus untuk proses pemasakan pin chips. Jumlah total waktu pemasakan pada digester super batch adalah ± 250 menit dengan temperatur pemasakan 155 170oC. Setiap digester akan menghasilkan pemasakan secara maksimum 5,7 kali pemasakan perhari dan untuk 14 digester adalah 79 kali perhari, dengan catatan tidak ada waktu istirahat untuk tiap digester dalam siklus pemasakan.
Pemasakan serpihan kayu menggunakan larutan pemasak yang mengandung natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na2S) yang akan mengurai serat dan lignin. Kayu serpih tersebut dimasak pada 165OC selama 5 jam pada unit Superbatch Digester sebanyak 28 unit. Proses ini diawali dengan pembukaan struktur serat dalam presteaming vessel. Setelah itu serpih dicampur dengan white liquor (WL) yang kemudian Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 18
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dikirim ke digester. Di dalam digester serpih akan terimpregnasi dengan bahan kimia yang disusul dengan terjadinya proses pelarutan kimia jaringan serpih yang akan menghasilkan bubur kertas berwarna coklat dan lindi hitam yang mengandung air, lignin, Na2CO3, Na2SO4, sisa NaOH dan Na2S yang tidak bereaksi. NaOH dan Na2S pada lindi hitam dikembalikan ke proses untuk digunakan kembali sebagai larutan pemasak. Reaksi kimia yang terjadi pada proses pemasakan secara sederhana adalah sebagai berikut: Kayu Serpih + Larutan Pemasak (NaOHaq+ Na2Saq) bubur kertas + Lignin + Lindi Hitam
Peningkatan efisiensi yang dilakukan saat ini adalah melalui penambahan unit Digester dengan sistem kontinyu (Continuous Digester). Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan proses kontinyu, secara keseluruhan akan mempersingkat waktu pemasakan dan pencucian, temperatur proses lebih rendah dan yield yang dihasilkan lebih tinggi. Berdasarkan rasio kayu terhadap produksi pulp saat ini (eksisting) adalah 4,25 : 1, sehingga untuk memproduksi pulp sebanyak 2.322.000 ton/tahun memerlukan bahan baku utama kayu yaiu sebesar 9.868.500 ton/tahun. Diagram proses Continuous Digester dapat dilihat pada Gambar 2.8. dan diagram proses Pin Chip Digester dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 19
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
PIN CHIPS
LP Steam
MP Steam
PITCH DISPERSANT
M&D DIGESTER To PRIMARY SCREENING POST DIGESTER 2nd POST DIGESTER
BLOW TANK
WL MP Steam
LP Steam
FROM SEC. SCREENING
4 12 T0 2 6
Condensate DD Filtrate Additive
Gambar 2.8. Diagram proses Continuous Digester
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 20
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
PIN CHIPS
LP Steam
MP Steam
PITCH DISPERSANT
M&D DIGESTER To PRIMARY SCREENING POST DIGESTER 2nd POST DIGESTER
BLOW TANK
WL MP Steam
LP Steam
FROM SEC. SCREENING
4 12 T0 2 6
Condensate DD Filtrate Additive
Gambar 2.9. Diagram proses Pin Chip Digester
Serpih yang berasal dari chip pile ditampung di chip silo dengan tujuan agar distribusi serpih kedalam digester berlangsung dengan baik. Chip silo berada diatas digester sehingga serpih keluar dari bagian bawah silo dengan cara membuka valve silo dan serpih jatuh ke screw conveyor yang nantinya dikirim ke digester untuk proses pemasakan. Untuk mencapai kondisi pemasakan yang diinginkan serpih mengalami beberapa tahapan mulai dari proses pengisian serpih sampai pengeluaran pulp. Proses pemasakan terdiri atas beberapa tahap, yaitu :
a. Pengisian Serpih ( Chips Filling ) Chips filling adalah proses pengisian serpihan kayu yang dikirim dari chips storage atau dari chips screening dengan menggunakan belt conveyor ke chips silo. Serpihan dimasukkan kedalam digester menggunakan screw conveyor. Pada waktu pengisian serpih, udara yang ada di dalam digester dihilangkan melalui saringan sirkulasi dengan menggunakan blower dan saat pengisian serpih disertai dengan pemberian tekanan dengan menggunakan steam packer (tekanan 3 - 4,5 bar) untuk pemadatan. Selain itu steam juga berfungsi mengusir udara di dalam pori-pori chips, menggantikan udara Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 21
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dengan steam yang terkondensasi, dan juga untuk pengendalian chaneling. Waktu yang digunakan untuk tahapan chips filling antara 30 - 32 menit.
b.
Pengisian Warm Black Liquor (Impregnation)
Impregnation merupakan pengisian warm black liquor (WBL) ke dalam digester sebagai tahap pemasakan awal. Tujuan dari impregnasi adalah sebagai berikut: a. sebagai pemanasan awal b. dispersi bahan kimia ke dalam serpih mudah dan merata c. untuk menetralkan asam ( acid ) di dalam serpih d. membuang udara di dalam digester dan di dalam pori-pori serpih Mekanisme prosesnya adalah dengan memasukkan WBL ke dalam digester melalui bagian bawah sampai seluruhnya penuh (tekanannya 3 Bar). Temperatur WBL adalah 92 – 95 oC dengan waktu 30 – 32 menit.
c.
Pengisian Hot Liquor
Pada tahap ini terjadi proses pengisian cairan (Hot Black Liquor dan Hot White Liquor) yang bertemperatur tinggi untuk kondisi pemasakan.
Pengisian Hot Black Liquor (HBL) Pengisian HBL bertujuan untuk menaikkan temperatur pemasakan hingga mendekati temperatur pemasakan dan juga sebagai pemanfaatan kembali dari alkali yang terkandung dalam HBL agar penggunaan bahan kimia menjadi lebih efisien. Pada fase ini HBL (suhu 165 oC) yang berasal dari akumulator 1 akan dipompakan dari bagian bawah digester sehingga Warm Black Liquor (WBL) yang ada di dalam digester akan overflow dan akan digantikan oleh HBL. Waktu yang dibutuhkan pada proses ini adalah 20-28 menit.
Pengisian Hot White Liquor (HWL) Hot white liquor merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai larutan pemasak, yang senyawa aktifnya adalah NaOH dan Na2S. Fase ini dilakukan setelah tahapan pengisian HBL. HWL dipompakan dari bagian bawah digester sehingga HBL terjadi overflow. Temperatur white liquor yang digunakan adalah 165 oC dengan waktu yang digunakan adalah 11 - 17 menit.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 22
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
d. Heating dan Cooking Setelah pengisian HWL selesai, suhu digester sebetulnya sudah mendekati suhu pemasakan. Dan untuk mencapai temperatur kondisi pemasakan maka dilakukan proses heating. Heating adalah pemanasan untuk mencapai temperatur pemasakan setelah pengisian HWL selesai, cairan di dalam digester disirkulasi sehingga temperatur dalam digester merata sambil dipanaskan sehingga temperatu mencapai 155 - 170 oC dengan menggunakan steam. Setelah proses heating, dilanjutkan dengan proses cooking ( pemasakan ). Temperatur pada proses cooking adalah 155-170 oC dengan waktu ± 60 menit.*
e. Pendinginan ( Displacement ) Setelah proses pemasakan selesai, pompa sirkulasi dihentikan, kemudian black liquor dengan temperatur 90 oC yang merupakan filtrat dari proses washing dipompakan ke dalam digester sampai temperatur di dalam digester turun di bawah 100 oC. Adapun tujuan dari fase ini adalah untuk menghentikan reaksi pemasakan dan merupakan pencucian awal pulp.
f.
Discharging
Fase ini merupakan tahap akhir dari proses digester. Pulp dengan temperatur dibawah 100oC dipompakan ke discharge tank dengan penambahan pengencer sampai mencapai konsistensi ± 5% untuk pengenceran pulp sehingga siap untuk diproses selanjutnya.
Setelah mengalami tahapan-tahapan selama proses pemasakan, pulp dikirim ke proses washing untuk pemisahan filtrat dan reject yang terkandung di dalam pulp.
2.2.1.3. Washing dan Screening Pencucian ( washing ) dan penyaringan ( screening ) sangat penting dalam operasi pembuatan pulp secara sulfat, yang tujuannya adalah agar pulp yang dihasilkan bebas dari kotoran baik berupa emulsi ( black liquor ) maupun berdasarkan beda ukuran ( berat, dimensi ).
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 23
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
a.
Deknoting Process
Deknoting adalah proses awal yang ada pada area washing, dimana proses ini bertujuan untuk memisahkan pulp dengan knott. Knott adalah serpih yang tidak masak pada saat proses pemasakan di digester. Pulp yang berasal dari discharge tank dipompakan ke knotter, kemudian diencerkan menggunakan cairan pengencer sampai konsistensinya mencapai 4%. Pengenceran ini bertujuan memudahkan proses pemisahan hasil accept dengan sisa (reject).
Knotter merupakan alat pemisah pulp dengan reject yang berupa knott, yang dipisahkan melalui plat berlubang ( perforated ). Knotter terdiri dari primary knotter dan secondary knotter. Pulp dari discharge tank masuk ke primary knotter, dan accept dari primary knotter dilanjutkan ke proses pencucian pada press. Sedangkan reject masuk ke secondary knotter, accept dari secondary dikirim ke press dan reject masuk ke primary knott drainer. Accept dari primary knott drainer dikirim kembali sebagai input pada primary knotter. Sedangkan reject dilanjutkan ke secondary knott drainer untuk memisahkan knott dengan filtrat. Knott yang dihasilkan dikembalikan ke digester dan filtratnya digunakan sebagai dilusi pada primary knotter dan secondary knotter.
b.
Press Bownstock
Setelah melewati proses deknotting, accept dari primary knotter dan secondary knotter dilanjutkan ke proses berikutnya yaitu pencucian dengan menggunakan wash press. Tujuan pencucian untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran yang dapat larut dalam air yang merupakan sisa bahan kimia pemasak yang disebut black liquor dan sebagai pencucian digunakan air panas dengan temperatur 70 oC agar didapat pencucian yang efisien. Selanjutnya pulp dengan konsistensi 4-5 % masuk ke press dan pulp dipress dengan tekanan 145 - 155 bar. Konsistensi pulp keluar dari press adalah 30 – 35 % dan diturunkan kembali menjadi 4 % pada screw dillution. Konsistensi diturunkan agar mudah dipompakan ke proses selanjutnya. Filtrat dari press disalurkan ke displacement tank sebagai liquor untuk tahapan displacement pada proses pemasakan di area digester. Accept dikirim ke LC Tank yang kemudian dipress kembali.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 24
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
c.
Screening
Pulp dari proses pencucian dilanjutkan ke proses penyaringan ( screening ) dengan tujuan memisahkan kotoran-kotoran tak terlarut berdasarkan perbedaan ukuran dan beda berat yang lebih besar dari serat. Sebelum ke proses screening, pulp di diencerkan untuk mencapai konsistensi 4 %. Alat yang digunakan sebagai penyaring adalah screener yang memiliki lubang dengan ukuran 0,3 mm. Serat yang lolos melalui lubang screener merupakan pulp accept, sedangkan yang tertahan atau yang tidak lolos merupakan reject. Proses screening yang dilakukan biasanya mempunyai beberapa tahap yang bertujuan untuk menyaring kembali sisa (reject) dari screen sebelumnya. Screening terdiri dari empat tingkatan, yaitu: Primary screen Tahap primary screen merupakan tahap awal dari proses screening dan accept dari tahapan ini akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Pulp dari screen room dipompa ke primary screen. Accept dari primary screen dilanjutkan ke press. Sedangkan reject dari primary screen yang masih mengandung serat yang lolos dari primary screen disaring kembali di secondary screen. Secondary screen Tujuan dari secondary screen adalah untuk mendapatkan serat yang masih bagus yang terkandung dalam reject dari tahapan primary screen. Reject dari primary screen dialirkan ke secondary screen, accept dari tahapan ini dikembalikan pada input tahap primary screen untuk disaring kembali. Untuk mendapatkan kualitas accept yang baik, maka accept dari secondary screen harus sama atau lebih dari keadaan input dari primary screen, sedangkat reject dari secondary screen dikirim ke tertiary screen untuk disaring kembali. Tertiary screen Tertiary screen merupakan tahapan lanjutan dari tahapan secondary screen. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan serat yang accept, karena reject dari tahapan secondary screen masih mengandung serat yang bagus. Reject dari secondary dialirkan ke tertiary screen. Accept pada tahapan ini digunakan kembali sebagai input dari tahapan sebelumnya atau secondary screen, sedangkan reject dialirkan ke quartenery screen untuk disaring kembali. Quartenery screen Tujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan kembali sejumlah serat yang terikat pada reject tertiary. Reject dari tertiary dialirkan ke quartenery screen. Accept Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 25
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dari tahapan ini digunakan kembali sebagai input dari tertiary screen, sedangkan reject pada tahap ini dikirim ke reject tank.
2.2.1.4.
Delignifikasi Oksigen
Delignifikasi oksigen merupakan kelanjutan dari proses pemasakan yang tujuannya menurunkan kandungan lignin pada pulp sebelum dilakukan proses pemutihan. Dengan penggunaan proses ini dapat mengurangi pemakaian bahan kimia pada proses pemutihan dan mengurangi dampak lingkungan dari proses pemutihan karena penggunaan bahan kimia yang berkurang.
Bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah gas oksigen dan white liquor. Caustic ditambahkan untuk memperoleh suasana basa karena delignifikasi oksigen akan sempurna pada suasana basa yaitu pada pH ±10,8–11,5, selain pH, konsistensi suspensi pulp memegang peranan sangat penting. Hal ini diperlukan karena oksigen yang berbentuk gas maka pulp harus diaduk sedemikian rupa agar diperoleh luas permukaan kontak padatan dengan gas sebesar mungkin. Konsistensi yang digunakan 10-12 %, dengan adanya oksigen delignifikasi, kappa number dapat diturunkan dari 14-16 menjadi 7-8.
Tahapan dalam proses ini adalah sebagai berikut: Pre oxygen displacement press Tahapan ini berfungsi untuk memisahkan senyawa-senyawa alkali yang terbawa bersama pulp. Pulp dengan konsistensi 4% dipompakan masuk pada vat. Air atau larutan keluar melalui lubang-lubang roll dan pulp kental akan terbentuk diatasnya. Dengan putaran roll, pulp akan terbawa ke bagian kedua untuk dicuci dengan air, air pencuci mengganti cairan dalam pulp. Setelah itu masuk ke pre breaker, disini pulp diaduk dan dikirim ke proses selanjutnya. Di pre- breaker ini juga diinjeksikan soda caustic yang bertujuan untuk mengurangi pemakaian white liquor di oksigen delignifikasi. Diharapkan dengan menambahkan soda caustic ini, getah kayu
(
pitch ) yang terbawa bersama pulp dapat dikurangi. Pulp yang meninggalkan prebreaker dengan konsistensi 32 – 35 %, kemudian diencerkan kembali di dalam screw dillution dengan menggunakan air panas.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 26
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Stand pipe Stand pipe merupakan tempat penampungan sementara sebelum pulp dipompakan ke mixer. Pada stand pipe konsistensi diatur dengan stand pipe dillution agar konsistensi terjaga pada 10-12 %, kemudian ditambahakan WL caustic untuk menjaga pulp berada pada kondisi pH 10,8 – 11,5. Selanjutnya pulp dipompakan ke oxygen mixer menggunakan MC-pump. Oxygen mixer Alat ini merupakan alat pencampur oksigen dan pressure steam (MP-steam) di dalam pulp. Oksigen dari steam mengalir ke dalam O2 mixer, sehingga pulp tercampur secara merata dan oksigen pada tahap ini berperan sebagai delignifikasi. Oxygen reactor Setelah semua tercampur dengan menggunakan alat pengaduk yaitu mixer, selanjutnya stock didistribusikan secara merata ke seluruh dasar reaktor. Pulp dipompakan ke atas di dalam tower reactor. Waktu tinggal (retention time) sekitar 60 menit dan temperatur dijaga 95-100 oC pada produksi normal. Tekanan dalam reaktor dikontrol sekitar 7 bar. Konsistensi pulp dalam O2 reaktor berkisar antar 10 – 12 % dengan pH 10,8 – 11,5. Blow tank Setelah pulp keluar dari O2 reaktor, pulp dialirkan ke bagian atas blow tank. Di dalam blow tank konsistensi pulp diturunkan dengan menambahkan air, sehingga konsistensi pulp turun dari 10 – 12 % menjadi 4 %, pulp selanjutnya dipompa keluar dari dasar blow tank. Post O2 delignification Post O2 delignification merupakan alat pencuci sebelum ke high density tower. Tujuan dari proses O2 displacement press setelah reaksi O2 delignification adalah untuk mengurangi terbawanya zat-zat kimia terutama sisa alkali ke proses pemutihan. Pulp dari post O2 delignification dialirkan ke press, kemudian ke stand pipe dengan bantuan MC-pump dan selanjutnya dipompa ke unbleach tower.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 27
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.2.1.5. Proses Bleaching Pulp sulfat sebelum proses pemutihan berwarna cokelat karena adanya senyawa lignin dan turunannya dalam pulp tersebut. Walaupun sebagian besar lignin telah dihilangkan selama proses pemasakan dan O2 delignification. Derajat putih pulp sulfat belum putih lebih rendah daripada derajat putih kayu bahan bakunya. Hali ini dapat terjadi karena peningkatan koefisien absorbsi. Lignin yang tertinggal dalam pulp yang mengakibatkan kenaikan koefisien absorbsi pulp yang bersangkutan. Pemutihan pulp sulfat dapat dilakukan dengan cara penghilangan lignin sisa tersebut. Karena derajat putih pulp yang rendah, maka perhitungan lignin sisa pada pulp dilanjutkan pada proses pemutihan. Tujuan dari proses pemutihan ini adalah untuk mendapatkan derajat putih pada pulp, dengan cara menghilangkan lignin yang tersisa setelah proses pemasakan dan O2 delignification. Proses pemutihan yang digunakan PT. RAPP adalah pemutihan pulp dengan ECF ( Elemental Chlorine Free ) Bleached Acacia Hardwood Pulp dengan kondisi tahapan ( DO – EOP – D1 – D2 ) : 1. Tahap Chlordioksida ( DO ) 2. Tahap Ekstraksi dan Oksidasi ( EOP ) 3. Tahap Chlordioksida 1 ( D1 ) 4. Tahap Chlordioksida 2 ( D2 ) a.
Second Post
Tahapan ini bertujuan mengurangi kandungan soda loss setelah proses di area washing, dengan cara pulp di press. Pengurangan soda loss bertujuan agar pemakaian larutan ClO2 tidak berlebihan. Pulp dari proses sebelumnya dikirim ke 2nd post dan melewati press sehingga konsistensi pulp meningkat yaitu 25 – 30 %. Detelah dari press, pulp melewati screw untuk menurunkan konsistensi sampai 10 – 11 % agar mudah untuk diproses pada tahap DO. Setelah itu pulp dialirkan pada proses pemutihan tahap DO. b.
Tahap Klordioksida ( DO )
Tujuan dari tahap ini adalah untuk merusak dan memisahkan lignin yang terdapat dalam selulosa. Adapun bahan kimia yang digunakan adalah ClO2 ( Chlordioksida ), karena penggunaan chlordioksida lebih selektif terhadap lignin dan senyawa ekstraktif. Selain itu mutu pulp yang dihasilkan lebih baik, derajat putih lebih tinggi, dan penggunaan NaOH Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 28
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dalam ekstraksi lebih rendah. Selain ClO2, bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4. Dimana fungsi dari penambahan H2SO4 adalah agar pulp yang digunakan mempunyai suasana asam dengan nilai pH ± 3 karena ClO2 efektif pada kondisi asam. Parameter pada tahap ini adalah :
c.
Konsistensi
: 10 – 11 %
Suhu
: 60 – 70 oC
Waktu
: 60 menit
pH
: 2,5 – 3,5
Brightness
: 60 % ISO
Tahap ekstraksi dan oksidasi ( EOP )
Pada tahap ini bertujuan untuk melarutkan dan mengoksidasi lignin dan resin yang dipisahkan. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah H2O2, NaOH dan O2. Tujuan dari penambahan H2O2
adalah
untuk meningkatkan derajat
putih pulp,
sedangkan
penambahan NaOH berfungsi untuk menaikan pH, agar proses ekstraksi berlangsung dengan baik. O2 berfungsi untuk mengekstrak lignin yang masih ada di dalam pulp. Parameter pada tahap ini adalah :
d.
Konsistensi
: 10 – 12 %
Suhu
: 80 – 90 oC
Waktu
: < 90 menit
pH
: 11 – 12
Brightness
: 70 – 75 % ISO
Kappa number
: 1 – 1,5
Tahap Klordioksida ( D1 )
Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan brightness pulp. Bahan kimia yang digunakan pada tahap ini adalah NaOH dan ClO2. NaOH berfungsi agar lignin yang tidak bereaksi pada proses sebelumnya dapat bereaksi dengan sempurna pada proses ini, juga sebagai pelindung terhadap pulp. Sedangkan penambahan ClO2 untuk meningkatkan brightness pulp. Parameter pada tahap ini adalah :
Konsistensi
: 10 – 12 %
Suhu
: 80 oC
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 29
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
e.
Waktu
: 180 menit
pH
: 3,6 – 3,8
Brightness
: 88,5 – 90 % ISO
Tahap Klordioksida ( D2 )
Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan brightness pulp. Bahan kimia yang digunakan adalah SO2 dan ClO2. SO2 berfungsi untuk menetralkan residual klordioksida, sedangkan ClO2 berfungsi untuk meningkatkan brightness pulp. Parameter pada tahap ini adalah :
Konsistensi
: 12 %
Suhu
: 79 oC
Waktu
: 180 menit
pH
: 4,8
Brightness
: 89,5 – 91 % ISO
2.2.1.6.
Pulp Machine
Produk akhir bubur kertas ini selanjutnya siap untuk diproses pada mesin bubur kertas untuk menghasilkan lembaran bubur kertas berukuran 84 cm x 80 cm x 2 mm dengan kandungan air tidak lebih dari 10% dan brightness tidak boleh lebih kecil 89%. Untuk mendapat kandungan air yang diharapkan tersebut digunakan unit pengering drier.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 30
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Gambar 2.10. Bagan alir proses produksi pulp dan pengelolaan limbahnya
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 31
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.2.2. Proses Pembuatan Kertas
Proses pembuatan kertas menggunakan proses alkali dimana bahan baku utamanya adalah pulp jenis serat pendek (sekitar 90%) yang disuplai dari pulp mill dan pulp jenis serat panjang ( ± 10%) yang diimpor dari luar negeri.
a.
Stock Preparation
Bagian ini berfungsi untuk memproses bahan baku serat yang diambil dari pengurai dan menghasilkan stock yang akan dikirim ke headbox untuk pembentukan kertas. Stock yang dihasilkan harus homogen, konsistensi dan harus sesuai dengan standar mutu yang diperlukan oleh konsumen. Perlakuan dari persiapan bahan ini adalah :
Penyiapan High Density Chest
Penyiapan Stock Hardwood Chest
Tempat penggilingan Hardwood atau serat pendek
Konsistensi bahan dari serat pendek dikontrol dengan white water. White water diatur melalui konsistensi control valve respunding ke control signal dari pengukur konsistensi dan pengatur kecepatan air pulp yang diencerkan.
b.
Chemical Preparation
Chemical Preparation berfungsi untuk menyiapkan bahan penolong yang bertujuan mendapatkan kualitas kertas yang sesuai standar. Bahan penolong tersebut antara lain:
OBA (Optical Brightening Agent) dan Dyes untuk mengontrol warna kertas
Cationic Starch untuk meningkatkan kekuatan kertas
ASA (Alkenyl Succinic Anhydride) digunakan agar kertas tahan terhadap serapan air atau tinta
Defoamer digunakan untuk menghindari foaming pada sistem
Biocide untuk mencegah mikroorganisme berkembang biak
Bentonite untuk mengontrol drainage
Retention Aid digunakan agar terjadi katan antara serat dengan bahan penolong seperti filler sehingga terbentuk flock (gumpalan)
Filler sebagai bahan pengisi pada kertas, seperti Calsium carbonate (CaCO3)
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 32
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Soda Caustic (NaOH) digunakan untuk cleaning
Bicarbonat digunakan untuk mengontrol pH
Salt sebagai bahan elektrostatis, yang mana untuk kertas jenis copy berfungsi menghilangkan sifat elektromagnetic pada permukaan kertas sehingga kertas tidak lengket antara lembaran satu dengan yang lain dari mesin foto copy sedangkan untuk kertas jenis offset tidak perlu dihilangkn sifat magnetic nya
c.
Headbox
Headbox merupakan komponen dari mesin kertas yang berfungsi mendistribusikan stock selebar mesin kertas dan mengatur kecepatan aliran stock. Headbox harus menghasilkan aliran stock dengan tekanan yang sama selebar mesin kertas. Keseragaman sangat vital dalam kualitas produksi akhir, disamping itu headbox dirancang untuk menentukan kecepatan stock yang mengalir ke wire forming, konsistensi stock di headbox 0,9%.
d.
Forming Section
Forming section berfungsi untuk membentuk lembaran basah dimana air dikeluarkan kertas dan ke bawah atau mengambil stock dari headbox dan mengeluarkan air dari serat. Bersamaan dengan air yang terpisah diantara serat-serat salng mengikat yang akhirnya membentuk suatu lembaran yang basah yang disebut lembaran kertas. Alat utama dari proses pembentukan kertas ini adalah wire yang terbuat dari bahan serat sintetis yang tidak ada ujungnya, kemudian berputar antara breast roll dekat headbox dan couch roll dekat press. Konsistensi wet lab ketika meninggalkan former sekitar 17-22 % dimana diharapkan dengan kensistensi seperti itu wet lab tidak putus saat dipindahkan dari couch roll (forming section) ke pick up roll (press section).Jenis wire yang digunakan adalah twin wire yaitu top wire dan bottom wire. Dimana tujuan penggunaan former jenis ini adalah untuk meminimalkan terjadinya two sides effect pada lembaran, yaitu adanya perbedan permukaan lembaran antara permukaan kertas dengan permukaan bawah (banyak terjadi pada mesin former jenis fourdriner). Pada top wire terdapat roll khusus yaitu forming roll yang berfungsi sebagi tempat pembentukan jaringan kertas (web) sedangkan pada bagian bottom roll terdapat breast roll dan couch roll. Couch roll merupakan roll vacuum yang terdapat pada bagian ujung dari bottom roll yang mentransfer lembaran kertas ke press section. Pada forming section dimulai proses
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 33
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
penghilangan air (dewatering) secara gravitasi (pada awal former) dan vacuum (menggunakan hydrofoil dan flat suction box).
e.
Press Section
Air di dalam kertas selanjutnya dihilangkan dengan proses mekanik yaitu dengan pengempaan atau pengepresan lembaran pada nip (jepitan antara dua roll). Lembaran basah masuk ke press section dengan konsistensi 20% dan keluar dengan konsistensi 50-55 %. Pengepresan juga dapat meningkatkan konsolidasi antar serat karena prosesnya melewati jepitan antara dua roll (nip) sehingga akan meningkatkan kekuatan basah lembaran. Proses pressing juga digunakan untuk mengatur bulky dan thickness (ketebalan) lembaran. Proses secara keseluruhan pembuatan pulp dan kertas dapat dilihat pada Gambar 2.12.
Gambar 2.11. Proses secara keseluruhan pembuatan pulp dan kertas Sumber : Sustainability Report, 2004
f.
Broke System
Tujuan dari broke system adalah mengambil kembali serat dari proses mesin kertas untuk sementara disimpan dan dikembalikan ke stock preparation yang akan digunakan Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 34
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
kembali. Broke adalah serat yang didapat dari lembaran kertas yang setelah dihamparkan di atas mesin kertas. Serat ini dinamakan serat sekunder, karena jumlahnya yang cukup besar (terutama jika terjadi break atau lembaran putus) makan perlu penanganan sendiri. Broke dibagi menjadi dua: Dry Broke Merupakan broke yang didapatkan dari lembaran kertas yang telah kering, sehingga perlu diuraikan kembali dengan air agar menjadi serat individu di dalam hydropulper. Ada 6 titik hydropulper :
Size press pulper : terdapat pada pre dryer dan sym sizer di bagian bawah peralatan ini. Sumber kertasnya dari lembaran kertas yang beak pada pre dryer.
Calender pulper : pulper yang terdapat di bawah antara after dryer dan calender. Sumber broke nya di after dryer maupun kertas yang belum tersambung dari after dryer ke calender.
Reel pulper : pulper yang terdapat di bawah opti reel. Broke nya berasal dari kertas yang belum digulung di spool reel dan kertas reject di sekitar opti reel dan calender.
Winder Pulper : pulper yang terdapat di bagian winder. Broke nya berasal dari kertas reject yang tidak memenuhi standar yang telh digulung pada spool dan kertas broke saat winding.
Broke roll pulper : pulper tersendiri untuk menguraikan serat dari kertas yang telah digulung pada core kertas. Bila kualitas kertas pada core tidak memenuhi standar atau ada kerusakan maka dijadikan reject di pulper.
Finishing pulper : pulper yang menerima reject dan trimming dari finishing. Serat sekunder yang telh terurai ini, selanjutnya dipompakan ke dry broke tower. Selanjutnya dibersihkan atau disaring pada dry broke screen. Selanjutnya dikentalkan ada thickener untuk dimasukkan ke dry broke chest sebelum dipompakan ke mixing chest.
Wet Broke Merupakan broke kertas yang berasal dari lembaran kertas basah. Ada dua sumber: Press section : yaitu broke kertas yang berasal dari pressing akibat break atau lembaran kertas yang belum tersambung dari press ke pre dryer. Lembaran ini cukup kering (konsistensi ± 50%). Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 35
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Couch pit : yaitu serat yang berasal dari wire dan serat yang terambil oleh sistem vacuum dewatering terutama couch roll yang merupakan roll vacuum yang terbesar pada forming section.
g.
White Water System (Fiber Recovery)
Tujuan dari white water system ada dua, yaitu : -
Mengambil kembali serat halus dan chemical dari air dan digunakan kembali pada proses
-
Air yang didapat dikirim ke semua area sebagai pengencer. Air ini diperlukan untuk mengatur konsistensi.
Stock yang lolos dari forming section dikirim ke wire silo, dari wire silo dikirim ke white water tank bersamaan dengan penambahan air. Setelah itu air yang bercampur stock dikirim ke save all dan digunakan juga sebagai pengatur konsistensi proses. Sebelum dimasukkan ke dalam save all, air dari water tank dicampur dulu dengan sweetener stock agar ada ikatan antar bahan kimia. Agar fine dan filler tidak lolos, perlu adanya disc save all. Disc save all ini akan berputar seiring dengan stock yang masuk. Ketika disc berputar, bagian disc yang stock menempel sedikit menandai disc tersebut berada di bagian air yang akan dikirim ke cloudy filtrate tank, sedangkan yang sedikit lebih tebal stocknya berati berada di bagian disc yang airnya akan dikirimkan ke clear filtrate tank, dan stock yang menempel dengan tebal pada disc berarti berada di bagian air yang akan dikirimkan ke super clear filtrate tank.
Stock yang menempel pada disc dilepaskan dengan shower water, dan stock dikirimkan ke recovered stock chest dan diatur konsistensinya dengan white water control untuk dikontrol di mixing chest. Sedangkan air yang dimasukkan ke cloudy filtrate tank dicampurkan dengan dry and wet broke thickener, white water header dan air dari press section untuk selanjutnya dikembalikan lagi ke save all untuk diolah lagi. Adapun air yang masuk ke clear filtrate tank digunakan untuk shower broke thickener, shower bow screen dan ada juga dikirim ke white water storage sebagai dillution tower dan white water header. Air yang masuk ke dalam super clear filtrate tank digunakan untuk shower tank atau semua shower di system dan dillution cat starch.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 36
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
h.
Dryer Section
Proses penghilangan air selanjutnya adalah dengan penguapan karena air yang tersisa merupakan air yang berkaitan hydrogen dengan serat. Air ini sulit dihilangkan dengan gravitasi, vacuum, maupun secara mekanik sehingga perlu dilakukan pemanaan untuk diuapkan. Sebagai pemanasnya adalah steam (low pressure steam). Oleh karena itu proses drying ini memerlukan biaya yang besar dan perlu penanganan yang baik agar tercapai efisiensi yang tinggi dari dryer. Pengeringan kertas melalui dua tahap yaitu pengeringan awal (pre dryer) dan pengeringan setelah surface sizing (after dryer). Kadar air lembaran yang masuk ke pre dryer sekitar 55% dan keluar sekitar 2%.
i.
Sym Sizer
Berfungsi untuk sizing dengan cara pelapisan tipis kedua permukaan kertas dengan bahan starch yang dilewatkan oleh permukaan size press roll pada bagian atas dan bawah. Rotasi roll mesin yng terletak pada applicator beam digunakan sebagain pengatur jumlah aplikasi starch di atas permukaan kertas. Starch film atau lapisan yang telah dihamparkan di atas press roll kemudian ditansfer ke kertas pada nip roll yang berputar searah perpindahan kertas baik top maupun bottom.
j. Calender
Tujuannya untuk memadatkan, menghaluskan dan melicinkan kertas. Kepadatan dan ketebalan lembaran pada bidang mesin harus sama. Calender akan berpengaruh pada gulungan kertas dimana gulungan kertas akan turun sekitar 15-20 %. Calender menggunakan dua jenis roll, bagian top yaitu hard roll (thermo roll) dan bottom (soft roll). Suhu dari thermo roll sekitar 150-180 oC dan sistem pemanasannya electric heating. Pemanasan ini bertujuan untuk mengendalikan smoothness atau roughness pada lembaran kertas. Pada bottom digunakan untuk mengontrol kerataan tebal lembaran pada arah silang mesin.
k. Reel
Reel atau penggulung merupakan operas setelah calender dan unit terakhir dari mesin kertas. Peralatan pada bagian ini akan menggulung selebar kertas yang akan memindahkan ke proses finishing selanjutnya. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 37
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
l. Winder
Peralatan unwind, slitter, dan winder merupakan kesatuan yang ditempatkan setelah reel unuk memotong lembaran kertas menjadi lembaran lebih kecil. Ukuran lebar tegantung permintaan konsumen. Kemudian gulungan kecil tersebut dikirim ke bagian finishing untuk dibungkus dan disiapkan untuk dikirim ke konsumen.
Gambar 2.12. Proses finishing Sumber : Sustainability Report, 2004
Gambar 2.13. Proses finishing Sumber : Sustainability Report, 2004
2.2.2. Chemical Recovery Plant (CRP) Lindi hitam (black liquor) yang berasal dari Brown Stock Washing perlu dipekatkan terlebih dahulu sebelum dibakar di recovery boiler. Proses pemekatan black liquor terjadi di evaporator 5 efek. Keluaran evaporator adalah black liquor pekat yang dinamakan Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 38
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Heavy Black Liquor (HBL) dengan kandungan padatan sekitar 70%. HBL digunakan sebagai bahan bakar di recovery boiler. Gas yang terkumpul berupa NCG dikirim ke incinerator untuk dibakar. Kondensat dari evaporator digunakan diproses dan kondensat dari stripper dialirkan ke effluent untuk mengalami pengolahan limbah. Dalam recovery boiler terjadi pembakaran HBL dimana zat organik yang terkandung dalam HBL dibakar menjadi energi panas yang diambil untuk membangkitkan steam. Zat yang tidak terbakar berupa smelt (lelehan) ditampung di dasar boiler yang kemudian diambil lagi menjadi bahan cairan pemasak dinamakan green liquor. Green liquor kemudian diolah kembali menjadi white liquor yang dapat dipergunakan dalam pemasakan di digester. Flue gas yang terbentuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke udara menggunakan Electronic Static Precipitator yang ditempatkan di ujung keluaran flue gas.
Chemical Recovery Plant terdiri dari empat tahap yaitu: evaporator, recovery boiler, recaustisizing plant, dan lime kiln plant.
2.2.3.1.
Evaporator
Berfungsi untuk memekatkan Weak Black Liquor (WBL) yang merupakan filtrate dari proses washing, mengandung 83% air dan 17% solid, kandungan air yang banyak inilah yang nanti akan dikurangi dengan cara pemanasan. Sistem evaporasi yang digunakan adalah Multiple Effect Evaporator. WBL feed dan steam dialirkan berlawanan arah. Hasil dari evaporator ini berupa HBL (Heavy Black Liquor) yang mengandung solid content diatas 60% dan digunakan sebagai bahan bakar pada Recovery Boiler. Multiple-effect evaporator system dapat dilihat pada Gambar 2.14.
Pengambilan kembali bahan kimia (chemical recovery) tersebut bertujuan untuk memperoleh bahan kimia pemasak, mendapatkan energi dari pembakaran lindi hitam dan memperkecil polutan udara dan air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan serangkaian langkah proses yaitu (a) Pemekatan WBL pada evaporator, (b) Pembakaran Heavy Black Liquor (HBL) pada recovery boiler, (c) recaustisizing dan (d) Kalsinasi CaCO3 pada lime kiln. Proses ini adalah proses pemekatan larutan WBL pada 3 Multiple Effect Evaporator tipe fall film evaporator hingga 71-74% yang disebut sebagai Heavy Black Liquor (HBL) yang mengandung padatan tersuspensi 70% Na2CO3, 30% NaOH dan N2S, dan 52% material Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 39
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
anorganik serta 48% material organic. Pada proses pemekatan WBL, ditambahkan padatan garam (Na2SO4) untuk memperbaiki proses recovery Na2S. CNCG TO INCINERATOR
WARM WATER TO FIBER LINE & RETURN TO WTP
SURFACE CONDENSER
CNCG TO INCINERATOR
MILL WATER
LP STEAM
WBL STORAGE TANK
EFFECT V
EFFECT IV
EFFECT III
EFFECT II AB
STRIPPER CONDENSER
STRIPPER COLUMN
IBL TANK
CONTAMINATED CONDENSATE TANK
STRIPPER CONDENSATE TO EFFLUENT
WBL FROM BSW LP STEAM COMBINE CONDENSATE TANK
PURE CONDENSATE BFW
EFFECT I A,B,C,D (CONCENTRATOR)
COMBINE CONDENSATE TO PROCESS
FOUL CONDENSATE FROM DIGESTER & EVAPS
HBL TANK
LINE STEAM DAN GAS
HBL TO RECOVERY BOILER
LINE LIQUID
Gambar 2.14. Multiple-effect evaporator system
Multiple-effect evaporation plant terdiri atas suatu jumlah evaporator yang dikoneksikan secara seri dengan counter current flow dari vapour dan liquor. Live steam dilewatkan pada heating element dari effect 1. Temperatur liquor di effect ini tergantung pada tingkat LP (low pressure) steam yang terdapat di pabrik dan biasanya dalam range 125-135 °C. Vapour dilepaskan oleh effect I dan dikondensasikan dalam effect II pada temperatur yang lebih rendah, dan seterusnya hingga vapour dari effect terakhir dikondensasi dalam surface condenser pada temperatur 55-65 °C. Hasil pemekatan disebut Heavy Black Liquor (HBL) dengan padatan total (% solid) sekitar 70%. 2.2.3.2.
Recovery Boiler (RB)
Unit pemopres pengambilan kembali bahan kimia (Chemical Recovery Plant) yang diperlukan untuk pembuatan cairan pemasak (white liquor) dengan proses pembakaran HBL. Hasil pembakaran HBL ini akan menghasilkan Green Liquor (GL) dan energi panas yang digunakan untuk menghasilkan uap air (steam) bertekanan tinggi (High Presusure Steam-HPS). Setelah lindi hitam dipekatkan baru dibakar dalam furnace pada sistem Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 40
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
recovery boiler. Pembakaran lindi hitam ini mengasilkan flue gas yang mengalir pada bagian atas recovery boiler (upper part) sebagai hasil dari pembakaran senyawasenyawa organik dalam lindi hitam. Pada bagian bawah dihasilkan suatu lelehan (smelt) yang merupakan Natrium Oksida dan garam-garam Na lainnya. Lelehan ini dilarutkan dalam air sehingga menghasilkan suatu larutan yang disebut dengan green liquor. Lalu green liquor dijernihkan untuk memisahkan pengotor-pengotornya. Unit recovery boiler dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Unit Recovery Boiler Fungsi dari Recovery Boiler adalah: 1. Menguapkan dan mengeringkan Black Liquor yang akan dibakar 2.
Mereduksi Na2SO4 dan senyawa-senyawa natrium, sulfur, oksigen lainnya yang terkandung dalam black liquor menjadi Na2S (Natrium Sulfide)
3.
Memindahkan lelehan (smelt) kedalam smelt dissolving tank. Smelt kemudian diencerkan dengan weak white liquor dan menjadi green liquor yang selanjutnya akan dipompakan ke proses recautisizing.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 41
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
4.
Panas yang dihasilkan dari pembakaran dimanfaatkan untuk menghasilkan steam yang nantinya digunakan ke proses termasuk sebagai pembangkit tenaga listrik.
Output produk evaporator yang berupa HBL yang telah bercampur dengan Na2SO4 selanjutnya dibakar pada recovery boiler untuk mendapatkan kembali Na2S sesuai dengan reaksi. Na2SO4
Na2S + 2O2
Panas yang timbul dari pembakaran HBL digunakan untuk memproduksi uap bertekanan tinggi (steam) dan uap ini dimanfaatkan pada unit pembangkit listrik (turbine) untuk suplai operasi pabrik dan townsite. Dengan reaksi pembakaran material anorganik, lignin, Na2S dan Na2CO3 HBL akan berubah menjadi pasta yang disebut “smelt” yang terdiri dari 30% Na2S dan 70% Na2CO3. Smelt selanjutnya dikirim ke disolving tank untuk direaksikan dengan lindi putih encer (Weak White Liquor sebagai Na2O) yang akan menghasilkan lindi hijau (Green Liquor atau GL). Selanjutnya lindi hijau dijernihkan untuk menghilangkan dreg yang terkandung dalam larutan GL. Gas yang terbentuk dari masing-masing disolving tank RB dibakar di recovery boiler, sehingga jumlah cerobong (stack) berkurang 3 unit karena tidak digunakankan lagi.
2.2.3.3.
Recaustisizing Plant (RC)
Untuk mendapatkan kembali larutan NaOH dan CaCO3(solid) maka GL yang telah jernih direaksikan dengan CaO dengan reaksi sebagai berikut: CaO + H2O
Ca(OH)2 + Na2CO3
Ca(OH)2 + Panas 2NaOH (liquid)+CaCO3 (solid)
(1) (2)
Dari reaksi 1 dihasilkan limbah padat yang disebut grits. Hasil reaksi 2 akan menghasilkan NaOH (white liquor) sebagai larutan pemasak dan padatan CaCO3 atau disebut lime mud.
Unit penghasil cairan pemasak pulp yaitu white Liquor (WL) dengan proses reaksi Green Liquor dari Recovery Boiler dengan kapur tohor (Burn Lime) dari Lime Kiln. Proses ini dinamakan proses Recausticizing. Umpan Recaustizing Plant berasal dari CaCO3 sebagai bahan baku pembuatan lime dan green liquor dari recovery boiler. Di lime kiln terjadi kalsinasi yang mengkonversi CaCO3 menjadi CaO. CaO dari Hot Lime Silo kemudian bertemu dengan green liquor di Slaker yang telah melewati dua proses yang memisahkan dregs dan grits. Dregs dan grits akhirnya dikumpulkan di pengolahan limbah (landfill). Dari Slaker aliran memasuki causticizer dan menghasilkan white liquor. Sebelum Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 42
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dikirim ke digester, white liquor melewati eco filter yang memisahkannya dari weak white liquor. Sementara white liquor dikirim ke digester untuk membantu proses pemasakan, weak white liquor dikirimkan ke recovery boiler. Recausticizing plant terdiri dari 2 bagian proses, yaitu causticizing yang berfungsi untuk mengubah natrium karbonat (Na2CO3) menjadi natrium hidroksida (NaOH), dan calcining yang berfungsi untuk membakar lagi sludge atau lime mud yang dihasilkan pada proses kaustisasi pada rotary kiln sehingga diperoleh lime reburned untuk reaksi di slaker. White liquor untuk pemasak chip pada unit digester dihasilkan pada bagian ini. Proses pembuatan white liquor yang dihasilkan di recovery boiler (RB) dan direaksikan dengan kapur (CaO). Green liquor yang berasal dari RB tersebut mempunyai kandungan TTA (Total Titrable Alkali) yang tinggi (> 128 gpl), sehingga cairan pemasak yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik, dengan indikasi tingginya nilai alkali aktif. Tahapanproses kaustisasi terdiri dari : 1.
Penjernihan green liquor dengan menggunakan green liquor clarifier.
2.
Green liquor yang telah jernih direaksikan dengan kapur (CaO) menjadi white liquor di dalam slaker.
3.
White liquor dijernihkan dengan cara memisahkan lump
2.2.3.4.
Lime Kiln Plant
Proses kalsinasi dapat diartikan sebagai proses pengubahan lime mud menjadi kapur yang reaktif atau CaO yang dilakukan pada lime kiln tipe rotary kiln. Proses yang diinginkan pada proses kalsinasi adalah CaCO3 + Panas
CaO + CO2
CaO yang terbentuk digunakan kembali pada unit rekaustisasi sedangkan gas CO2 sebagai hasil pembakaran lime mud dimanfaatkan pada unit PCC plant. Lime Kiln merupakan tungku berputar (rotary lime kiln) sebagai unit pengolah lumpur kapur (lime mud) dengan proses kalsinasi. Prosesnya adalah pembakaran lime mud didalam tunku berputar pada suhu 900-1000oC sehingga menghasilkan kapur tohor untuk digunakan kembali pada proses recausticizing. Bertujuan untuk membakar lumpur kapur (CaCO3) dari sisa reaksi kaustisasi dan batu kapur (lime stone) untuk memperoleh kembali kapur (CaO). Pembakaran lumpur kapur (lime mud) dan batu kapur (lime stone) dilakukan dengan menggunakan Rotary Lime Kiln.Batu Kapur (CaCO3) atau lime mud dipecah kecil - kecil dan dikeringkan kemudian didistribusikan ke seluruh permukaan lime
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 43
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
kiln dan di panaskan. Terjadi reaksi CaCO3 menjadi CaO selanjutnya CaO yang terbentuk didinginkan.
Lime mud basah yang berasal dari lime mud filter dikeringkan dalam sebuah flash dryer. Lime mud kering tersebut mengandung kalsium karbonat masuk ke dalam rotary kiln, dimana terjadi pemanasan awal di bagian awal kiln dan kemudian dikonversi menjadi lime dengan reaksi yang disebut dengan proses kalsinasi, yaitu terbentuknya kalsium oksida (CaO).Calcination adalah penghilangan karbon dioksida (CO2) dari kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan panas untuk membentuk kalsium oksida (CaO). Diagram alir lime kiln plant dapat dilihat pada Gambar 2.16. Proses pengeringan air (H2O) dari lime mud dan reaksi dapat ditunjukkan sebagai berikut : H2O (Moisture in lime mud) + Heat H2O (Gas evaporated into hot drying gas) CaCO3(Solid) + Heat CaO (Solid) + CO2(Gas)
Exhaust gas to ESP
STACK
ESP
Cyclone LIME STONE MAKE-UP
LIME MUD CAKE
Secondary Air
Flash Dryer
Primary Air
NCG Smoke Chamber
ROTARY KILN
Burnt Lime Silo
Fuel Oil
Oil Tank
Gambar 2.16 Diagram alir lime kiln plant Sumber : APRIL, 2008
Rotary Lime Kiln
Rotary lime kiln merupakan tungku berputar yang berfungsi untuk membakar lime mud yang diumpankan, beroperasi secara counter-current, transfer panas berasal gas pembakaran yang kontak lansung dengan reburned lime. Kecepatan kiln, konsumsi bahan bakar, lime mud feed rate dan exhaust gas dari kiln merupakan parameterparameter operasi yang penting pada lime kiln, yang digunakan untuk mengontrol Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 44
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
produksi dan kualitas. Berikut ini merupakan flowchart lime kiln dapat dilihat pada Gambar 2.17. LIME KILN Calcination Reaction : CaCO3 + Heat -- CaO + CO2
Lime Stone Silo
LMCD Filter
LIME KILN 2
SLAKER tanks
Gambar 2.17 Diagram Alir Lime Kiln Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011
Larutan sisa pemasak pulp berupa Weak Black Liquor (WBL) dari proses pencucian dan penyaringan pulp mengandung bahan bahan kimia bermanfaat untuk digunakan kembali dalam proses pemasakan. Pengambilan kembali bahan kimia (chemical recovery) tersebut bertujuan untuk memperoleh bahan kimia pemasak, mendapatkan energi dari pembakaran lindi hitam dan memperkecil polutan udara dan air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan serangkaian langkah proses yaitu (a) Pemekatan WBL pada evaporator, (b) Pembakaran Heavy Black Liquor (HBL) pada recovery boiler, (c) recaustisizing dan (d) Kalsinasi CaCO3 pada lime kiln. Proses ini adalah proses pemekatan larutan WBL pada 3 Multiple Effect Evaporator tipe fall film evaporator hingga 71-74% yang disebut sebagai Heavy Black Liquor (HBL) yang mengandung padatan tersuspensi 70% Na2CO3, 30% NaOH dan N2S, dan 52% material anorganik serta 48% material organic. Pada proses pemekatan WBL, ditambahkan padatan garam (Na2SO4) untuk memperbaiki proses recovery Na2S.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 45
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.2.3.5.
NaOH dan Cl2 Plant
Bahan baku yang digunakan adalah garam (NaCl) yang dilarutkan dalam air murni, kemudian
dielektrolisa sehingga menghasilkan NaOH, Cl2 & H2.
Reaksi kimia yang
berlangsung adalah : 2NaCl + 2H2O 2NaOH + Cl2 + H2 Gas Cl2 dan H2 sebagian dikirim untuk pembuatan HCl dan sebagian lagi dicairkan untuk penyimpanan. Selanjutnya sebagian NaOH dan Cl2 akan dikirim untuk pemutih (bleaching) pulp. 2.2.3.6.
HCl Plant
Proses pembuatan larutan HCl adalah gas Cl2 dan gas H2 yang dihasilkan dari proses pembuatan NaOH dan Cl2 di atas, dibakar bersama-sama di unit HCl yang kemudian diserap dengan air akan membentuk larutan 32 % HCl.
2.2.3.7.
NaOCI Plant
Unit Sodium Hypochlorite (NaOCI) dibuat untuk menampung gas-gas sisa dari produksi NaOH, ClO2 dan HCl di atas seperti gas H2 dan Cl2. Gas tersebut dikirim ke Hypo Tower untuk diserap dengan larutan soda dan akan terbentuk NaOCl, sehingga tidak ada gas yang terbuang karena dapat dimanfaatkan kembali. 2.2.3.8. ClO2 Plant Proses produksi CIO2 melalui cara mereaksikan Sodium Chlorate (NaCIO3) dengan asam Khlorida (HCI). Larutan NaClO3 kuat (strong chlorate) dan HCl dicampur di dalam generator ClO2 yang akan membentuk gas ClO2, gas Cl2 dan NaCl. Gas ClO2 diserap dengan air untuk menghasilkan larutan ClO2 yang kemudian digunakan di unit pemutihan Pulp (Bleaching). Cairan yang keluar dari generator ClO2 mengandung NaClO3 yang tak bereaksi dan NaCl sebagai hasil samping. Cairan ini dinamakan weak chlorate yang kemudian dikembalikan ke system produksi NaClO3. Hasil samping lainnya yang berupa weak Cl2 dikembalikan ke system produksi HCl untuk pembuatan larutan HCl. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 46
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.2.3.9.
Gas SO2 Plant
Pembuatan gas SO2 adalah dengan meleburkan kepingan-kepingan sulfur dalam Melter (alat pelebur) yang dilengkapi dengan system pemanas steam coil, kemudian dipompakan ke Burner untuk membentuk gas SO2, kemudian didinginkan secara bertahap melalui Quench Vessel dan Secondary Cooler, kemudian gas SO2 tersebut diserap di dalam Absorber menggunakan air sehingga membentuk larutan SO2. 2.2.3.10.
Asam sulfat (H2SO4) Plant
Larutan SO2 tersebut di atas kemudian diubah menjadi gas SO3 di Bed Converter yang berisi katalis Vanadium Pentoxide. Gas SO3 tersebut kemudian diserap dengan Asam sulfat, yang akan terlebur oleum yang mana akan terbentuk kembali asam sulfat setelah penambahan air. 2.2.3.11.
Oxygen (O2), Nitrogen (N2) dan Argon (Ar) Plant
Produksi gas O2 (oksigen) berbahan baku udara bebas yang dilewatkan melalui air filter untuk menyaring kotoran/debu, kemudian dikompresikan pada Air Comp, serta didinginkan pada precooling system yang sama. Udara tersebut didinginkan kembali melewati cooling tower dan refrigerator hingga temperatur mencapai ± 10 0C, kemudian masuk ke purifier system untuk pengeringan dari uap air dan pembersih dari gas CO2 dan CnHn (metan). Udara bersih tersebut selanjutnya masuk ke distillation column dan dipisahkan menurut titik cairnya menjadi gas Nitrogen, Oxygen dan Argon (Ar). Gas Oxygen dari distillation column tersebut selanjutnya dikirim ke proses pembuatan pulp untuk membantu proses deligninasi, sedangkan gas Nitrogen dikirimkan ke bagian yang membutuhkan guna keperluan purging. Crude Argon Gas dari distillation column (±95 %) dimurnikan lagi di Argon purification dengan menggunakan gas H2.
2.2.3.12.
Ca(OH)2 (slaking of lime) Plant
Bahan baku Ca(OH)2 digunakan untuk menghasilkan kalsium karbonat, untuk memenuhi kebutuhan PCC Plant maka Ca(OH)2 tersebut akan diproduksi sendiri di dalam pabrik. Reaksi yang berlangsung dalam proses pembuatan Ca(OH)2 adalah sebagai berikut : Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 47
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
CaO (s) + H2O (l) Ca(OH) 2 (s) + energi Burnt lime (CaO) terlebih dahulu dihaluskan di dalam crusher sampai menjadi powder supaya laju reaksinya dengan air lebih cepat. Debu yang dihasilkan dari proses penghancuran tadi dihisap dan debu yang dihasilkan pada saat memasukkan CaO ke hopper dihisap menggunakan extraction unit fan lalu disimpan di dalam lime silo. Kemudian CaO dari lime silo tadi dimasukan ke dalam slaker compartemenI untuk direaksikan dengan slaker water sehingga terbentuk Ca(OH)2 atau lime slurry beserta energi panas. Untuk mengurangi kotoran (impurities) di dalam lime slurry, maka di dalam lime slurry tadi diinjeksikan HCl. Kemudian kotorannya akan dipisahkan di dalam slaker compartemen II secara gravitasi dan dikumpulkan ke dalam armrool box. Over flow dari slaker compartement II diteruskan melewati coarse screen untuk memisahkan kotoran yang masih terbawa. Kotoran dilewatkan ke dalam waste dewatering classifier dan setelah dikurangi kadar airnya lalu kotoran tersebut ditampung kedalam waste skip. Sedangkan lime slurry atau Ca(OH)2 masuk ke dalam lime slurry tank. Selanjutnya lime slurry dipompakan melewati heat exchanger dan setelah itu masuk dan disimpan didalam lime batch tank dan diaduk secara kontinu dengan menggunakan agitator.
2.2.3.13. CaCO3 (carbonation of slaked lime) Plant Proses carbonation of slaked lime berlangsung di dalam carbonator. Lime slurry dan Carbon Dioksida (CO2) yang merupakan bahan baku pada pembentukan Precipitated Calcium Carbonate. Gas CO2 diambil dari stack pada lime kiln plant yang dihisap melalui suction flue gas compressor. Sebelumnya CO2 akan mengalami penurunan temperatur di dalam quencher karena akan bersentuhan langsung dengan air sehingga temperature air akan menjadi panas. Untuk menaikkan pH, air panas diinjeksikan caustic soda (NaOH), lalu dipompakan ke dalam quencher cooling tower. Gas CO2 yang berada di dalam quencher dihisap melalui suction flue gas compressor dan dialirkan ke dalam carbonator. Gas CO2 yang masuk akan bereaksi dengan lime slurry (Ca(OH) 2) sehingga terbentuk calcium carbonate (CaCO3) dan air serta pelepasan energi. Ca(OH) 2 (l) + CO2 (g)
CaCO3 (l) + H2O (l) +
Energi
Gas CO2 yang berlebih beserta energi hasil reaksi akan keluar dari carbonator dan kemudian masuk serta dibersihkan didalam demister sebelum keluar ke atmosfir. Setelah tercapai waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sempurna, maka hasil dari carbonator dialirkan dan dipompakan ke dalam PCC batch tank lalu diaduk secara Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 48
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
kontinyu menggunakan agitator agar tidak terjadi sedimentasi. Setelah itu carbonator dicuci dengan proces water dan dibuang ke saluran effluent air limbah. Precipitated calcium carbonate (PCC) slurry yang berada di dalam PCC Batch Tank dipompakan ke PCC product screen dengan ukuran diameter screen 45 µm dan 32 µm, lalu dialirkan dan masuk kedalam filler storage tank dan selanjutnya dipindahkan ke filler storage tank di area GCC Plant, lalu masuk ke dalam filler storage Tank di chemical preparation area.
2.2.3.14. Alumunium Sulphate Plant
Bahan baku pembuatan alumunium sulphate adalah air, asam sulphate dan alumunium hidroksida. Ketiga bahan baku tersebut dicampur dalam suatu reaktor, kemudian setelah bereaksi dialirkan ke dalam filter bertekanan. Produk yang dihasilkan dari dari filter bertekanan selanjutnya diencerkan sesuai kebutuhan dalam tanki, kemudian hasil produk ditimbun dalam tanki penimbunan alumunium sulphate. 2.2.3.15. Poly Alumunium Chloride (PAC) Plant
Proses pembuatan PAC adalah dengan melarutkan Al (OH)3 dan HCl dalam Air dalam reactor dan dipanaskan pada temperatur 1.500oC selama 4 jam. Selanjutnya produk yang sudah jadi di blow melewati cooler, kemudian ke pressure filer guna pembersihan dari excess Al(OH)3 dan produk masuk ke adjusting tank untuk proses QC. 2.2.4. Unit Pembangkit Tenaga Listrik
Unit pembangkit listrik (power plant) terdiri dari power boiler (PB) dan turbin generator (TG) dimana boiler berfungsi menghasilkan uap bertekanan (steam) yang akan digunakan sebagai tenaga penggerak turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. Power Boiler terdiri dari PB-1 dan PB-2 yang menghasilkan uap bertekanan untuk menggerakkan TG-1 sampai dengan TG-6 dengan kapasitas terpasang 450,90 MW.
Unit pembangkit tenaga listrik terdiri atas Multi Fuel Boiler (MFB) dan Turbin Generator (TG). MFB adalah unit penghasil uap air bertekanan tinggi (High Pressure Steam-HPS) untuk Turbin Generator sebagai pembangkit listrik. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar bio (Bio Fuel) yaitu kulit kayu, cangkang sawit, LNG/CNG dan gas. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 49
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Steam yang dihasilkan total sebesar 21.557.920 ton/tahun, dengan besaran sebagai berikut:
RB1= RB2 = RB3 masing-masing sebesar 5.235.480 ton/tahun; PB1
memproduksi steam sebesar 1.572.000 ton/tahun, sedangkan PB2 sebesar 4.099.680 ton/tahun dan PB2 sebesar 5.694.000 ton/tahun. Kebutuhan steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler, untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari power boiler berbahan bakar kulit kayu.
Turbin generator (TB) merupakan unit pembangkit listrik tenaga uap yang dipergunakan proses produksi dan juga penerangan listrik di perumahan town site. Diagram Alir Proses Produksi Energi Listrik dapat dilihat pada Gambar 2.18. Coal, Water & Steam System
Belt Conveyor (BC) COAL VIBR SCREEN
GEN
TG House
BC
435 MW
COAL BUNKER
Coal Storage
Decanter
BC
Power Boiler No. 3
Coal impactor
12 bar atau 4,7 bar Exhaust to process
Boiler feed pumps
Sludge from IPAL
Deaerator
Emisi : SO2
Demin Tank
NO2 Debu
Air, Flue Gas and Ash System
Demin Pumps
Boiler SA Fan FDF
E c o n o m I z e r
ESP
IDF
S T A C K
Ash Silo
Legend : --------- : Coal --------- : Steam --------- : Flue Gas
--------- : Air --------- : Water --------- : Ash
Gambar 2.18. Diagram Alir Proses Produksi Energi Listrik
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 50
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Distribusi Power RAPP
Townsite+PLN + Pemda+PTI 2% Paper Mill 18%
Pulp Mill 80%
Gambar 2.19. Distribusi Power di PT.RAPP Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
2.3.
Energi dan Emisi CO2
2.3.1. Steam dan Power Generation Pembangkit tenaga listrik di PT. RAPP menggunakan steam sebagai sumber pengerak turbinnya. Steam dihasilkan dari Multi Fuel Boiler dan Recovery Boiler yang berupa high pressure steam, medium pressure steam dan low pressure steam. Energi steam dan listrik merupakan faktor pendukung utama dalam industri pulp dan kertas. Produksi listrik rata-rata sebesar 40% diperoleh melalui kogenerasi steam dan sistem boiler menggunakan berbagai macam bahan bakar, dengan efisiensi bervariasi.
2.3.2. Penggunaan Bahan Bakar Bahan bakar merupakan senyawa kimia yang dapat menghasilkan energi melalui perubahan kimia. Bahan bakar power boiler terdiri dari biomassa yang berasal dari proses pengulitan dan reject penyaringan serpih kayu (pin chips dan fines chips). Untuk menambahan nilai kalor pada biomassa biasanya dicampur dengan batubara.
Bahan bakar yang digunakan untuk penyediaan energi listrik dan energi panas di PT. RAPP dapat dilihat pada Gambar 2.20. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 51
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
KEBUTUHAN RATA-RATA BAHAN BAKAR CAMPURAN Sludge 2%
Coal 4%
Bark 94%
Gambar 2.20. Sumber bahan bakar PT. RAPP Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
KEBUTUHAN RATA-RATA BAHAN BAKAR RAPP Diesel Oil 0%
MFO 100%
Gambar 2.21. Sumber bahan bakar minyak PT. RAPP Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Pola penggunaan bahan bakar sebagian besar menggunakan biomassa berupa black liqour sebesar 13.802 ton/hari, bark sekitar 3.870 ton/hari, sludge sekitar 173 ton/hari dan coal sekitar 312 ton/hari, sedangkan penggunaan MFO sekitar 530 m3/hari dan Diesel oil sekitar 4,7 m3/hari. Dengan demikian industri pulp dan kertas tersebut telah melakukan Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 52
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
upaya pengurangan emisi CO2 dengan tidak menggunakan bahan bakar fosil hanya sekitar 1,72%.
Bahan bakar fosil umumnya terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). Pada pembakaran sempurna karbon dioksida menjadi karbon dioksida (CO2) dan hidrogen dioksida menjadi H2O dengan melepaskan sejumlah energi. Bila pembakaran berlangsung tidak sempurna maka karbon dioksida (CO2) menjadi karbon monoksida (CO) dan panas pembakaran yang dihasilkan berkurang menjadi sekitar 54% dari energi yang terkandung dalam karbon tersebut. Pada kondisi pembakaran tak sempurna seperti ini sejumlah energi ikut terbuang ke cerobong. Disamping kerugian energi pembakaran tak sempurna juga menimbulkan pencemaran udara yang hebat yaitu CO yang berbahaya bagi manusia.
Panas laten uap air mengubah H2O dari cair menjadi uap pada suhu yang sama, misalnya 100oC memerlukan energi sebanyak 2,3 MJ/kg atau sama dengan 540 kcal/kg. Adanya H2O dalam bahan bakar maupun dari hasil pembakaran H2 yang terdapat dalam bahan bakar akan menambah kerugian energi yang disebut kerugian panas laten H2O. Kerugian energi panas laten H2O ini lebih dominan pada bahan bakar yang mempunyai H2O kandunaha H2 tinggi seperti pada bahan bakar gas. Oleh karena itu adanya unsur hidrogen dalam suatu bahan bakar dapat diketahui dari perbedaan antara Nilai kalor gas dan Nilai kalor Net-nya. Semakin tinggi H2 dalam bahan bakar semakin besar perbedaan Nilai kalori gross (HHV) dan Nilai kalor Net-nya (LHV) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Perbandingan HHV dan LHVuntuk berbagai jenis bahan bakar Bahan bakar
H2 (%)
HHV/LHV
Gas Bumi
78
0,90
BBM
12
0,94
Batu Bara
5
0,98
Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri pulp dan Kertas, 2011
2.3.3.
Konsumsi Energi Listrik dan Konsumsi Energi Panas
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 53
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Mengingat pentingnya peranan energi dalam kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai bangsa, maka perlu untuk mengetahui upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan energi atau biasa disebut dengan konservasi energi. Bagi negara berkembang seperti Indonesia biaya energi sebagai bagian dari biaya proses produksi menjadi penting. Penghematan energi berarti mengurangi biaya produksi, menambah daya saing dan keuntungan untuk program pengembangan produktivitas perusahaan. Komitmen pimpinan puncak atau pengambil keputusan merupakan faktor utama dalam program konservasi energi. Untuk menghemat energi, pimpinan perusahaan pertama-tama harus mengetahui informasi tentang potret penggunan energi tersebut, langkah pertama adalah menyususn rencana kerja konservasi energi dengan memperhatikan urutan prioritas. Data tentang penggunaan energi
tahunan sangat
diperlukan
oleh manajer
untuk
mengetahui
pola
dan
kecenderungan penggunaan energi, serta mengetahui berhasil tidaknya program konservasi energi yang dilakukan. Cara terbaik untuk mengetahui kecenderungan keberhasilan program konservasi energi adalah dengan mengetahui kecenderungan intensitas konsumsi energi spesifik. Konsumsi energi spesifik adalah jumlah energi yang digunakan oleh unit produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi atau perbandingan antara input energi dengan output (produksi) yang dihasilkan.
Intensitas energi dinyatakan sebagai berikut: Intensitas energi = kebutuhan energi bahan bakar (TJ/tahun) /kapasitas produksi (ton /tahun)
Kegiatan audit energi yang dilakukan secara periodik dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu: - dapat memperkirakan konsumsi energi yang akan datang. - dapat digunakan untuk menelusuri kinerja suatu proses atau peralatan produksi. - memperoleh profil konsumsi energi. - mengetahui konsumsi dan biaya energi terhadap kapasitas produksinya. Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2007 Pasal 25 menyatakan bahwa konservasi energi nasional merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat. Legalitas hukum ini diperkuat lagi dengan PP No. 70 Tahun 2009 Pasal 11 dan 12. Secara tegas Pasal 12 PP No. 70 Pasal 12 mewajibkan pemakai energi setara atau lebih besar dari 6.000 TOE wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 54
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang menggunakan energi secara intensif. Jumlah energi yang digunakan industri tersebut bergantung kepada jenis proses yang digunakannya. Sebagian besar energi pada industri pulp dan kertas, sekitar 80% merupakan energi termal dalam bentuk uap yang didapatkan dari pembakaran bahan bakar, sedangkan sisanya berupa energi listrik. Industri pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system), sebagian besar energi tersebut bersifat selfgenerating. Bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi termal sekitar 56% didapatkan dari produk samping yaitu lindi hitam (black liquor), kayu, dan biomassa lainnya. Pada pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu Recovery boiler dan Power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power boiler.
2.3.4. Energi Listrik Konsumsi energi listrik yang digunakan pada unit operasi, seperti yang disajikan dalam Tabel 2.6. Konsumsi energi listrik yang tertinggi di unit Chemical Plant yaitu sebesar 202,495 kWh/ADt,
Digester sebesar 205,956 kWh/ADt, selanjutnya di unit Bleaching
sebesar 191,950 kWh/ADt dan yang terkecil di unit Recausticyzing dan Evaporator, berturut-turut adalah sebesar 14,241 kWh/Adt dan 21,338 kWh/Adt. Distribusi konsumsi energi listrik tersebut disajikan dalam Gambar 2.22. Tabel 2.6. Konsumsi listrik (kWh/ton) No
Unit proses
kWh/ton
1
Chipper
29,72
2
Digester
205,96
3
Bleaching
191,95
4
Pulp machine
116,82
5
Evaporator
21,34
6
Recovery Boiler
81,62
7
Power Boiler
83,08
8
Recausticyzing
14,24
9
Chemical Plant
202,50
10
Water treatment plant
20,16
11
Effluent treatment plant
41,03
12
Lain-lain
11,61
Total
1020
Paper mill
630
14
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 55
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Total
1650
Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010
Gambar 2.22. Distribusi konsumsi energi listrik (kWh/ADt) Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
kWh/ton
Specific Energy Consumption
Penggunaan Total
8,000.0 7,000.0 6,000.0 5,000.0 4,000.0 3,000.0 2,000.0 1,000.0 0.0
Waktu Gambar 2.23. Konsumsi energi listrik spesifik (kWh/ADt) dan Total (MWh) di Pulp Mill Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 56
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
MWh; kWh/ton
Penggunaan Total
Spesifik Energi Spesifik
1,800 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 0
Waktu Gambar 2.24. Konsumsi energi listrik spesifik (kWh/ADt) dan Total (MWh) di Paper Mill Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
2.3.4.1.1. Energi pada Penanganan dan Penyiapan kayu
Penanganan dan penyiapan kayu sebagian besar menggunakan energy listrik, yang digunakan untuk menggerakkan motor pada debarker, chipper, conveyor, dan chip screen. Chipping dan conveying menghabiskan energi paling banyak, sekitar tiga kali lipat energy yang digunakan oleh debarking. Intensitas konsumsi energi listrrik di unit penanganan dan penyiapan kayu sebesar 29,72 kWh/ADt.
Konsumsi energi listrik dari wood yard, yang meliputi log handling, conveying, slasing, debarking, chipping, chip screening, chip storing, bark handling, sekitar 10 kWh/m3 sob (kayu berkulit atau log) atau 45 kWh/ADt (menurut negara Nordic). Konsumsi energi panas rata-rata sekitar 0,3-0,5 GJ/ADt. 2.3.4.1.2. Energi Pada Proses Pembuatan Pulp
Kinerja digester perlu ditinjau melalui data-data terkait, yang mencakup aliran masuk dan keluar digester. Data yang diperoleh merupakan data harian selama bulan Februari 2011. Produksi pulp harian selama bulan Maret 2011 disajikan pada Gambar 2.25. Gambar tersebut menunjukkan bahwa konsumsi energi spesifik harian mengalami fluktuasi yang tidak terlalu jauh dengan nilai rata-rata sebesar 1,37 GJ/Adt.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 57
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.50
GJ/Adt
2.00 1.50 1.00 0.50 0.00
Waktu
Gambar 2.25. Konsumsi Energi Spesifik (GJ/ADt) Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Pada pembuatan pulp, pengguna energi terbesar adalah evaporator. Energi digunakan dalam bentuk steam untuk memekatkan lindi hitam. Pengguna energi terbesar kedua dalam proses pembuatan pulp adalah proses pemasakan. Dalam hal ini energi digunakan dalam bentuk steam untuk memanaskan campuran liquor dan chip. Konsumsi energi listrik di evaporator adalah sebesar 21,34 kWh/ADT.
Selain bahan baku, untuk menghasilkan produk pulp yang sesuai dengan spesifikasi, diperlukan energi untuk melangsungkan proses pemasakan. Energi yang diperlukan terbagi menjadi dua, yaitu steam untuk pemasakan dan energi listrik yang digunakan untuk mengalirkan umpan chips melalui conveyor dan pompa untuk sikulasi cairan pemasak. Produksi pulp memerlukan bahan baku berupa chips dan white liquor sebagai cairan pemasak. Namun demikian, selama pemasakan terjadi sirkulasi black liquor yang bercampur bersama white liquor dalam aliran yang menuju digester. Adapun umpan ratarata yang diperlukan untuk produksi pulp perharinya adalah 1,49 ton chips/ADt dan 1,68 m3 white liquor/ADt.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 58
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Chip (ton)
White Liquor (m3)
Black Liquor (m3)
50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0
Gambar 2.26. Konsumsi Bahan Baku untuk Produksi Pulp Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Pabrik pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi yang disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Di pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu yaitu recovery boiler dan power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power boiler.Bahan bakar recovery boiler diperoleh dari lindi hitam yang merupakan cairan hasil reaksi antara bahan kimia pemasak (lindi putih) dengan bahan baku kayu. Cairan ini diperoleh dari proses pembuatan pulp setelah melalui pemekatan. Penyediaan energi pada recovery boiler merupakan salah satu siklus dari proses pemulihan kembali bahan kimia pada proses pembuatan pulp kraft.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 59
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
LIME KILN
Lime Stone Silo
Calcination Reaction : CaCO3 +
LM CD
HPS
S L
Kondensat
LIME KILN 2 Panas sekunder (air)
LPS Power
o
HPS : high pressure steam (62 – 100 bar, 460 – 500 C) o MPS : medium pressure steam (12,5 bar, 205 C) o LPS : low preessure steam (4,1 bar, 145 C)
Gambar 2.27. Distribusi Energi pada Proses Pembuatan Pulp Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011
Selain bahan baku, untuk menghasilkan produk pulp yang sesuai dengan spesifikasi, diperlukan energi untuk proses pemasakan. Energi yang diperlukan terbagi menjadi dua, yaitu steam untuk pemasakan dan energi listrik yang digunakan untuk mengalirkan umpan chips melalui conveyor dan pompa untuk sikulasi cairan pemasak.
Konsumsi listrik rata-rata harian adalah sebesar 60,44 kWh/ADt, sedangkan konsumsi rata-rata steam tekanan sedang adalah 2,4658 ton/Adt pulp dan steam tekanan rendah 0,4110 ton/Adt pulp.
Menurut negara Nordic konsumsi energi listrik pada pemasakan sistem batch sekitar 3045 kWh/ADt, sedangkan kebutuhan energi panas (steam) sekitar 1,4-1,6 GJ/ADt (MP steam) dan sebesar 0,3-0,4 GJ/ADt (LP steam).
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 60
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.4.3.1.3
Energi pada Proses Bleaching
Energi yang diperlukan untuk proses bleaching bervariasi tergantung pada tipe peralatan dan sistem kontrol yang digunakan. Proses bleaching sebagian besar menggunakan energi dalam bentuk steam untuk mendorong pemutihan pulp dan pemisahan lignin. Sebagian besar energi listrik digunakan untuk pemompaan; pencampuran dan pengadukan serta proses-proses mekanik lainnya.
Intensitas energi listrrik di unit Bleaching sebesar 107,102 kWh/ADt. Konsumsi energi panas (steam) di unit Bleaching sebesar 0,8219 ton steam/ADt untuk Low Pressure Steam (LPS) dengan kebutuhan sebesar 20 ton/jam. Sebagai acuan menurut kajian negara Nordic konsumsi energi listrik di unit Bleaching sekitar 40-50 kWh/ADt dan konsumsi steam 0,4-0,5 GJ/ADt (LP steam). Konsumsi steam tergantung pada sistem bleaching, dengan sistem ECF sebesar 0,4–0,6 GJ/ADt (LP steam) dan konsumsi energi listrik sekitar 80 – 120 kWh/ADt. Konsumsi energi listrik dan konsumsi energi panas untuk sistem ECF lebih besar dibandingkan dengan sistem total chlorine free (TCF). 2.4.3.1.4.
Energi pada Proses Chemical Recovery
Pengguna energi terbanyak pada proses Chemical Recovery adalah evaporator. Sebagai acuan menurut kajian negara lain konsumsi energi spesifik di unit Chemical Recovery dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Konsumsi Energi Spesifik pada Proses Chemical Recovery Unit Proses
Type Energy Fuel
Electricity
Steam
-
0,08
3,78
0,95
0,18
-
-
-
1,02
Calcining
1,98
0,05
-
Total Energy Imtensity
2,93
0,31
4,8
Evaporation Recovery Boiler Recausticizing
Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011
a) Evaporator Pada unit evaporator konsumsi energi listrik sangat kecil hanya untuk menggerakan pompa, yaitu sebesar 28,08 kWh/ADt dan sebagian besar adalah energi panas (steam). Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 61
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Konsumsi energi panas di unit evaporator sebesar 2,7534 ton steam/ADt untuk Low Pressure Steam (LPS) dan total yang digunakan 2,7534 ton steam/Adt, sedangkan kebutuhan total adalah 67 ton/jam.
Konsumsi steam pada evaporator tergantung pada jumlah effect, temperatur weak black liquor (normalnya 90oC) dan kandungan total padatan serta kondisi strong black liquor. Konsumsi steam dapat dikurangi pada multiple effect evaporator dengan meningkatkan jumlah efek pada sistem. Selain itu, penggunaan Falling Film Evaporator lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan Rising Film Evaporator, karena tahanan akibat fouling akan berkurang. Sebagai acuan menurut kajian negara Nordic konsumsi energi listrik dan energi panas di unit Evaporator dapat dilihat pada Tabel 2.8
Tabel 2.8. Kebutuhan listrik pada evaporator Jumlah Efek evaporator
Kebutuhan Listrik
Kebutuhan Listrik
MJ/ton Air
kWh/ton Air
5
530+570
2,1+3,0
6
450+470
2,2+3,0
7
380+420
2,3+3,0
Sumber: Chemical Pulping, Finland, 2000
b) Recovery Boiler
Recovery boiler mengkonsumsi sekitar 1,13 juta Btu per ton pulp dalam bentuk bahan bakar dan listrik. Akan tetapi boiler tersebut memproduksi 9 hingga 15 kali lipat energi dalam bentuk panas, yang digunakan untuk memproduksi steam dan listrik. Recovery Boiler mempunyai kapasitas sebesar 1.300 TDS/hari dan menghasilkan steam sebesar 185 ton/jam steam. Sistem udara adalah Quaternary air system
Intensitas energi listrik di unit Recovery Boiler sebesar 98,3425 kWh/ADt. Konsumsi energi panas di unit Recovery Boiler sebesar 0,4932 ton steam/ADt (MPS) dengan jumlahnya sebesar 12 ton/jam, sedangkan konsumsi steam LPS 0,4110 ton steam/Adt dengan jumlahnya sebesar 10 ton/jam. Dengan demikian total intensitas steam sebesar 0,9041 ton steam/ADt atau steam generation sebesar 3,14 t/tds. Efisiensi Multi Fuel Boiler sebesar 79,04%.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 62
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
c)
Recaustization dan Lime Kiln
Pada Rekaustisasi jumlah energi relatif kecil dibandingkan dengan energi yang digunakan pada unit chemical recovery lainnya. Steam digunakan untuk memanaskan air make up pada pelarutan green liquor, dan pemanasan green liquor pada slaker. Selain itu steam juga digunakan untuk memanaskan white liquor sebelum dialirkan ke digester.
Kalsinasi merupakan proses endotermik yang memerlukan sekitar 2,2 juta Btu bahan bakar per ton pulp. Lime kiln digunakan untuk mengeringkan lumpur kapur (lime mud), memanaskan lime hingga temperatur reaksi, dan mensuplai panas yang diperlukan untuk reaksi. Pada pembakaran di unit Kalsinasi panas disupplay melalui pembakaran langsung bahan bakar yang biasanya berupa gas atau minyak bakar.
Konsumsi energi listrik di unit Recaustization sebesar 18,563 kWh/Adt, sedangkan konsumsi energi panas di unit Recaustization sebesar 0,2055 ton steam/ADt (LPS), sehingga total konsumsi steam sebesar 0,2055 ton steam/Adt dan jumlahnya sebesar 5 ton/jam.
Menurut negara Nordic konsumsi energi listrik pada FD (Forst draft) dan ID (Induced draft) sekitar 15-20 kWh/ton dry solid, sedangkan untuk pompa, agitator, ESP (Electrostatic precipitator) kebutuhan energi panas (steam) sekitar 4-5 kWh/ton dry solid. Total konsumsi listrik adalah sekitar 55 kWh/ADt. 2.4.3.1.5.
Energi pada Unit Chemical Plant
Konsumsi energi listrik di unit Chemical Plant sekitar 271,345 kWh/ADt, sedangkan konsumsi energi panas sebesar 0,2055 ton/ADt denga kapasitas energi panas 5 ton/jam (LPS). Sebagai contoh acuan konsumsi listrik dan panas dapat disajikan pada Tabel 2.9.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 63
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Tabel 2.9. Konsumsi listrik dan panas untuk produksi chemical bleaching Chemical
Power kWh/t (100%)
Steam GJ/t
Peroxide
380
2,0 (MP)
Ozon
12000
0
NaOH
300-2300
0,3
Oxygen
800
0,6
Integrated ClO2
8450-230
9 (MP) + 32 (LP)
ClO2
200
12
SO2
27
0,7
Sumber: Chemical Pulping, Finland, 2000
2.4.3.2.
Energi Panas (Steam)
Selain energi listrik juga digunakan energi panas (steam) yang dihasilkan dari Recovery Boiler dan Power Boiler. Sebagian besar energi panas digunakan untuk keperluan proses produksi (Digester, Pulp Machine, Bleaching dan Paper Machine), Chemical Plant dan Evaporator. Kebutuhan steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler, untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari power boiler berbahan bakar kulit kayu.
Energi panas (steam) yang dihasilkan dari dari Recovery Boiler sebagian besar dalam bentuk high pressure steam paling besar sebesar 286 ton/jam (46,2%) dan medium pressure steam sebesar 154 ton/jam (24,8%), sedangkan low pressure steam sebesar 180 ton/jam (29,0%) . Komposisi steam yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.28, sedangkan distribusi produksi steam dari power plant dapat dilihat pada Gambar 2.29.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 64
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Komposisi steam (ton/jam) LPS 29%
HPS 46%
MPS 25%
Gambar 2.28. Produksi steam Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 0.500 0.000 MPS LPS TOTAL Gambar 2.29. Distribusi Konsumsi Energi Panas (steam) Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Konsumsi steam pada unit Recovery dan utilitas paling tinggi yaitu sebesar 46% (HPS), sementara pada LPS sebesar 29% dan pada MPS sebesar 25%. Untuk penggunaan MPS tertinggi ada pada digester dan brownstock (2,466 ton/Adt pulp), sementara penggunaan LPS tertinggi digunakan pada Evaporator (2,753 ton/Adt pulp). Penggunaan terendah untuk MPS terdapat pada power boiler (0,206 ton/Adt pulp) dan untuk LPS Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 65
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
digunakan pada unit chemical plant, recausticizing dan feed water treatment (masingmasing sebesar 0,206 ton/Adt pulp).
2.4.3.2.1 Energi Panas pada Proses Pembuatan Pulp
Gambar 2.30. Konsumsi Steam (ton steam/ton) di unit Digester Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah
Energi panas pada unit pembuatan pulp (digester) berdasar pengamatan selama satu bulan menunjukkan angka yang hampir konstan baik itu MP steam maupun LP steam. Untuk MP steam berada pada kisaran 2,25 – 2,75 ton/Adt, sedangkan untuk LP steam berada pada kisaran 0,25 – 0,4 ton/Adt.
Secara umum konsumsi panas pada pembuatan pulp di negara Finland adalah sebesar 7-10,0 GJ/ton untuk pulp belum putih (unbleached) dan untuk pulp belum putih yang telah dikeringkan (unbleached dried) sebesar 9,5-13,2 GJ/ton, sedangkan untuk pulp putih 8,511,0 GJ/ton untuk pulp belum putih (unbleached) dan untuk pulp belum putih yang telah dikeringkan (unbleached dried) sebesar 10,9-14,0 GJ/ton.
2.4.3.
Produksi Emisi CO2
Emisi CO2 pada sektor industri sangat berkaitan dengan pembakaran bahan bakar untuk penyediaan energi dan panas yang dibutuhkan dalam proses produksi.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 66
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Selain itu, emisi CO2 juga terbentuknya dari reaksi yang terlibat dalam proses dan dari pengolahan limbah. Semakin besar jumlah bahan bakar dan material penghasil emisi dan limbah yang digunakan dalam proses produksi, semakin besar jumlah emisi CO2 yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk menurunkan emisi CO2, konsumsi bahan bakar dan material yang menghasilkan emisi dan limbah harus diturunkan. Hal ini dapat dicapai dengan cara meningkatkan efisiensi energi dan efisiensi material.
Komitmen pemerintah terkait penggunaan energi telah dinyatakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang Konservasi Energi yang mewajibkan pengguna sumber energi yang sama atau lebih besar dari 6.000 setara ton minyak (TOE) wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi. Sebagai bentuk dukungan terhadap komitmen tersebut, Kementerian Perindustrian telah menyusun Program Konservasi Energi dan Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca di Sektor Industri pada 2010-2020 yang terdiri atas empat tahap, yaitu implementasi konservasi energi dan pengurangan emisi CO2, implementasi Eco-label, promosi pengurangan emisi CO2, dan pembentukan Energy Services Company (ESCO).
Gas yang dikategorikan sebagai Gas Rumah Kaca (GRK) adalah gas-gas yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap efek rumah kaca yang menyebabkan perubahan iklim. Dalam konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention On Climate Change-UNFCCC), ada enam jenis yang digolongkan sebagai GRK yaitu karbondioksida (CO2), gas metan (CH4), dinitrogen oksida (N2O), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCS) dan hidrofluorokarbon (HFCS). Selain itu ada beberapa gas juga termasuk dalam GRK yaitu karbonmonoksida (CO), nitrogen oksida (NOX), klorofluorokarbon (CFC), dan gas-gas organik non metal volatile. Gas-gas rumah kaca yang dinyatakan paling berkontribusi terhadap gejala pemanasan global adalah CO2, CH4, N2O, NOX, CO, PFC dan SF6. Namun, untuk Indonesia dua gas yang disebut terakhir masih sangat kecil emisinya, sehingga tidak diperhitungkan. Dari kelima gas-gas rumah kaca tersebut di atas, karbon dioksida (CO2) memberikan kontribusi terbesar terhadap pemanasan global diikuti oleh gas methan (CH4). United Nation Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menetapkan enam jenis gas rumah kaca yang timbul akibat tindakan manusia: Karbondioksida (CO 2), Metana (CH4), Nitro Oksida (N2O), Hydrofluorocarbons (HFCs), Perfluorocarbons (PFCs) and Sulfur hexafluoride (SF6). Menurut hasil observasi, suhu permukaan bumi sudah naik Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 67
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
rata-rata sebesar 1°C sejak awal revolusi industri dan kenaikan akan mencapai 2°C pada pertengahan abad ini jika tidak ada langkah-langkah drastis yang diambil untuk mengurangi laju pertambahan emisi gas rumah kaca di atmosfer.
Pemanasan global akan berujung pada perubahan iklim yang menyebabkan berubahnya faktor-faktor iklim, seperti curah hujan, penguapan dan temperatur. Perubahanperubahan ini juga akan memacu terjadinya bencana lingkungan yang terkait dengan faktor-faktor iklim untuk lebih sering terjadi, dengan besaran yang lebih dari sebelumnya.Gas Rumah Kaca adalah gas-gas di atmosfer yang memiliki kemampuan menyerap radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali ke atmosfer oleh permukaan bumi. Sifat termal radiasi inilah menyebabkan pemanasan atmosfer secara global (global warming). Di antara GRK penting yang diperhitungkan dalam pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4) dan nitrous oksida (N2O). Dengan kontribusinya yang lebih dari 55% terhadap pemanasan global, CO2 yang diemisikan dari aktivitas manusia (anthropogenic) mendapat perhatian yang lebih besar. Tanpa adanya GRK, atmosfer bumi akan memiliki suhu 30oC lebih dingin dari kondisi saat ini. Namun demikian seperti diuraikan diatas, peningkatan konsentrasi GRK saat ini berada pada laju yang mengkhawatirkan sehingga emisi harus segera dikendalikan. Upaya mengatasi (mitigasi) pemanasan global dapat dilakukan dengan cara mengurangi emisi dari sumbernya atau meningkatkan kemampuan penyerapan.
Protokol internasional telah menetapkan karbon dioksida (CO2) sebagai gas acuan untuk pengukuran potensi pemanasan global (global warming potential atau disingkat GWP) dari gas rumah kaca. Menurut definisi, GWP dari satu kilogram karbon dioksida adalah 1 (disebut bahan referensi). GWP karbon dioksida, metan dan asam nitrat dapat dilihat pada Tabel 2.10 Untuk mengurangi dampak negatif dari fenomena perubahan iklim, perlu menghitung jumlah emisi karbon (CO2) dari kegiatan industri. Tabel 2.10. Potensi pemanasan global berdasarkan berdasarkan pada pengukuran selama 100 tahun
Karbon dioksida
1
Potensi Global Warming (CO2 ekivalen) 1
Metana
1
21
5,67
Nitrogen oksida
1
310
83,7
Gas rumah kaca
Jumlah (kg)
Karbon ekuivalen 0,27
Sumber : US EPA, 1998 dalam Valzano et al, 2001
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 68
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Selain itu perusahaan juga harus menyajikan hasil inventori dari pembakaran biomassa secara terpisah dari emisi langsung. Perhitungan biomassa merupakan salah satu langkah yang dilakukan dalam suatu kegiatan mitigasi perubahan iklim di sektor kehutanan, hanya kegiatan yang bertipe substitusi karbon tidak memerlukan perhitungan biomassa. Pengelolaan sumber daya biomassa yang berkelanjutan dapat diperbaharuhi dan tidak memberikan kontribusi pemanasan global atau perubahan iklim. Gas CO 2 yang dihasilkan dari pembakaran biomassa dikonsumsi oleh tumbuhan sebagai pertumbuhan lagi, sehingga sepanjang pengelolaan sumber daya tersebut berkelanjutan, kontribusi CO2 ke atmosfir adalah nol. Peningkatan konsentrasi gas CO2 di atmosfer terjadi akibat proses pembakaran bahan bakar fosil maupun pembakaran karbon yang masih terikat didalam kayu. Misalnya pada kegiatan pembakaran lahan gambut ataupun pembakaran hutan. Pada proses pembakaran bahan bakar fosil ataupun pembakaran hutan akan menghasilkan 22,02 sampai 25,69 miliar ton CO2 ke atmosfer tiap tahunnnya. Setengah dari jumlah tersebut akan berada dilapisan atmosfer dan setengahnya akan diserap oleh laut, dan tumbuhan darat. Sekitar 20% dari total peningkatan GRK di atmosfer disebabkan oleh emisi CO 2 akibat pembakaran.
Pada proses pembakaran, oksigen (O2) akan mengoksidasi karbon (C) sehingga akan terbentuk karbon dioksida ( CO2). Dalam proses pembakaran proses yang terjadi adalah oksidasi dengan reaksi sebagai berikut: C + O2
H2 + O2 S + O2
CO2 + panas H2O + panas SO2 + panas
Pembakaran diatas dikatakan sempurna apabila campuran bahan bakar dan oksigen mempunyai perbandingan yang tepat (stoikhiometri). Bila oksigen terlalu banyak, pembakaran akan menghasilkan api oksidasi. Sebaliknya bila bahan bakarnya terlalu banyak akan menghasilkan api reduksi. Api reduksi ditandai sebagai lidah api yang panjang kadang-kadang sampai terlihat berasap. Keadaan ini disebut dengan pembakaran tidak sempurna.Oksigen untuk pembakaran, diperoleh dari udara yang terdiri dari 21% O2 dan 79% N2. Gas N2 tidak ikut bereaksi dalam proses pembakaran, namun menghisap panas dari hasil reaksi pembakaran. Untuk menentukan jumlah O 2 yang tepat pada setiap pembakaran merupakan hal yang tidak mudah dan memerlukan pengalaman operasional dan pada umumnya dipakai metoda kelebihan udara (excess air). Keuntungan kelebihan udara adalah menjaga agar pembakaran terjadi sempurna Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 69
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dan tidak boros bahan bakar, tetapi kerugiannya adalah mengurangi panas hasil pembakaran. Kelebihan udara biasanya dijaga pada tingkat optimal. Pada banyak operasi boiler dengan berbagai jenis bahan bakar biasanya dijaga sampai 5 – 15%.
Dalam proses pembakaran udara ditambahkan sebagai udara primer dan udara nonprimer, biasanya dinyatakan sebagai udara sekunder dan kadang-kadang digunakan juga udara tersier. Udara primer dicampurkan dengan bahan bakar di dalam burner (sebelum pembakaran) dan udara sekunder maupun udara tersier dimasukkan ke dalam ruang pembakaran setelah burner melalui ruang sekitar ujung burner atau melalui tempat lain pada dinding burner. Kecuali pada jenis boiler khusus pada pabrik pulp, yaitu Recovery Boiler yang bekerja secara unik dimana udara primer dimasukkan secara terpisah dengan bahan bakarnya (lindi hitam). Proses-proses pembakaran yang terjadi di pabrik pulp dan kertas umumnya adalah pembakaran untuk menghasilkan energi dan terjadi pada sistem di Recovery Boiler; Power Boiler dan Lime Kiln.
Emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil industri pulp dan kertas merupakan emisi yang mayoritas. Emisi CO2 diestimasi dari kandungan karbon atau menggunakan faktor emisi dari bahan bakar fosil yang dibakar. Faktor emisi dari bahan bakar yang dibakar di pabrik lebih baik mendapatkan dari penjual/penyedia bahan bakar tersebut, terutama untuk batu bara karena kandungan karbon, nilai panas untuk berbagai kualitas batubara sangat bervariasi. Faktor emisi CO2 dan informasi kandungan karbon bahan bakar fosil dan karbon tidak teroksidasi dapat dilihat pada Tabel 2.11 memperlihatkan faktor emisi IPCC yang belum terkoreksi dan terkoreksi untuk karbon yang tidak teroksidasi.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 70
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Tabel 2.11. Faktor emisi CO2 IPCC Faktor Emisi Belum Terkoreksi Bahan bakar fosil Minyak mentah Bensin Minyak tanah Minyak diesel Minyak residu LPG Petroleum coke Batubata Anthrasit Batubara Bituminous Batubara Sub-bituminous Lignit Peat Gas alam
Faktor Emisi Terkoreksi
*
kg CO2/TJ
kg CO2/TJ
73.300 69.300 71.900 74.100 77.400 63.100 100.800 98.300 94.600 96.100 101.200 106.000 56.100
72.600 68.600 71.200 73.400 76.600 62.500 99.800 96.300 92.700 94.200 99.200 104.900 55.900
* Faktor-faktor ini diasumsikan karbon tidak teroksidasi Sumber : NCASI, 2005
IPCC merekomendasikan faktor koreksi 0,98 untuk batubara, 0,99 untuk minyak dan produk minyak, 0,995 untuk gas, dan 0,99 untuk peat. Untuk faktor koreksi karbon yang tidak teroksidasi belum ada konsesus dari berbagai pelaporan dan perhitungan GRK protokol seperti ditunjukan pada Tabel 2.12. Total emisi CO2 dari semua sumber pembakaran bahan bakar fosil dapat diestimasi dari masing-masing unit pembakaran secara terpisah. Tabel 2.12. Rekomendasi faktor koreksi karbon yang tidak teroksidasi dari berbagai sumber Sumber IPCC (1997c) Environment Canada (2004) EPA Climate Leaders (USEPA 2003) DOE 1605b (USDOE 1994) EPA AP-42 (USEPA 1996, 1998a,b,c)
Batubara (%) 98
Minyak (%) 99
Gas Alam (%) 99,5
99 99
99 99
99,5 99,5
99 99
99 99
99 99,9
Sumber : NCASI, 2005
Proses pembakaran bahan bakar fosil dalam operasi pabrik pulp dan kertas mengeluarkan emisi (CO2, CH4 dan N2O) langsung dan tidak langsung. Tabel 2.13 menunjukkan faktor emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan bakar fosil. Faktor Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 71
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
emisi ini merupakan acuan yang digunakan oleh industri pulp dan kertas dalam menghitung emisi. Tabel 2.13. Faktor Emisi dari berbagai sumber pembakaran bahan bakar fosil Sumber Gas alam yang digunakan boiler Minyak residu yang digunakan boiler Batubara yang digunakan boiler Bahan bakar kulit kayu dan limbah kayu
Unit kg CO2-eq./TJ kg CO2-eq./TJ kg CO2-eq./TJ
Fosil-CO2 56.100 – 57.000 76.200 – 78.000 92.900 – 126.000
CH4
N2O
(CO2-eq.)
(CO2-eq.)
13 – 357
31 – 620
13 – 63
93 – 1.550
15 – 294
155 – 29.800
kg CO2-eq./TJ
0
21 – 860
310 – 8.060
Lindi Hitam
kg CO2-eq./TJ
0
42 – 630
1.550
Lime kiln
kg CO2-eq./TJ
21 – 57
0
Lime kalsinasi
kg CO2-eq./TJ
tergantung bahan bakar tergantung bahan bakar
21 – 57
1.550
Make-up CaCO3 pabrik pulp Make-up Na2CO3 pabrik pulp Minyak diesel yang digunakan kendaraan Bensin dari sumber bergerak bukan jalan dan peralatan mesin – 4-stroke Bensin dari sumber bergerak bukan jalan dan peralatan mesin – 2-stroke Pengolahan air limbah anaerobik
kg CO2/ton CaCO3 kg CO2/ton Na2CO3
440
0
0
415
0
0
74.000 – 75.300
82 – 231
620 – 9.770
69.300 – 75.300
84 – 30.900
93 – 2.580
69.300 – 75.300
9.860 – 162.000
124 – 861
0
5,25
0
0
3.500
0
Limbah padat landfill
kg CO2-eq./TJ
kg CO2-eq./TJ
kg CO2-eq./TJ kg CO2-eq./kg CODtreated kg CO2-eq./ton limbah padat kering
Sumber : NCASI, 2005
2.4.4.1. Emisi pada proses pemasakan pulp Pada proses pembuatan pulp kraft, bahan kimia pemasak yang terdiri dari NaOH dan Na2S yang disebut lindi putih (white liquor) digunakan untuk memasak serpih kayu dalam digester. Kondisi pemasakan biasanya pada suhu 155 – 170 oC, tekanan 7 – 9 Bar dalam waktu 2 – 5 jam. Pengeluaran gas dilakukan beberapa saat selama proses (gas relief) Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 72
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
dan pada akhir pemasakan (release) untuk menghindari tekanan dalam digester naik secara cepat. Gas-gas yang cukup panas ini digunakan untuk memanaskan air proses. Setelah proses pemasakan selesai, pulp dan lindi hitam (black liquor) dikeluarkan ke dalam blow tank. Uap panas akan terpisah dan mengalir ke bagian atas tangki untuk dimanfaatkan memanaskan air proses. Gas-gas yang terbentuk pada akhir proses pemasakan merupakan sumber emisi bau yang disebut dengan NCG (non condensable gases) yang sebagain besar terdiri dari sulfur tereduksi. NCG dapat diisolasi dan dicairkan kembali dan dimurnikan dengan cara stripping. Gas-gas stripper kemudian dibakar pada insinerator atau burner khusus dan menghasilkan emisi SO2 dan TRS tidak termasuk sebagai emisi pada proses ini.
2.4.4.2.
Emisi pada Recovery Boiler
Bahan bakar recovery boiler diperoleh dari lindi hitam yang merupakan cairan hasil reaksi antara bahan kimia pemasak dengan bahan baku kayu. Cairan ini diperoleh dari proses pembuatan pulp setelah melalui pemekatan. Penyediaan energi pada recovery boiler merupakan salah satu siklus dari proses pemulihan kembali bahan kimia pada proses pembuatan pulp kraft. Tidak terbentuk emisi CO2 pada proses ini, namun GHG inventory menyatakan emisi berupa CH4 dan N2O dan dapat dinyatakan sebagai CO2 ekivalen.
Recovery boiler, merupakan boiler yang unik dimana udara primer terpisah dengan bahan bakarnya. Bahan bakar berupa lindi hitam yang diperoleh sebagai biomassa dari proses pembuatan pulp. Sekitar 70 % energi yang diperlukan untuk mengoperasikan pabrik pulp disuplai dari boiler berbahan bakar renewable ini. Karena karakteristik bahan bakarnya yang unik yaitu mengandung banyak unsur dengan kandungan C yang tidak terlalu besar (C, H,O, N,S, K, Cl, Na, inert) dan karakteristik operasi recovery boiler yang bekerja secara oksidasi-reduksi dalam satu ruang bakar, emisi yang ditimbulkan praktis tidak mengandung CO2, tetapi terdiri dari TRS (total reduced sulfur) SO2, H2, CO. 2.4.4.3. Emisi pada Power Boiler
Bahan bakar power boiler terdiri dari kulit kayu dari proses pengulitan kayu, pin chips, limbah penebangan kayu lainnya dan sedikit dicampur batubara. Bahan bakar power boiler lainnya adalah cangkang sawit, serat sawit dan biomassa lainnya. Untuk pabrik pulp dan kertas terintegrasi bahan bakar power boiler juga dapat berdiri sendiri, bahan bakar dapat berupa batubara, minyak maupun gas dan dibakar pada boiler secara Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 73
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
terpisah. Emisi CO2 tidak dihitung berdasarkan GHG inventory menurut Kyoto Protocol, tetapi emisi lainnya berupa CH4 dan N2O dapat dihitung. Pada power boiler, bahan bakar utamanya adalah kulit kayu yang diperoleh dari proses penyiapan bahan baku kayu. Boiler ini biasanya bekerja secara co-firing, dimana bahan bakar kulit kayu dicampur dengan batu bara atau jenis biomassa lain seperti cangkang sawit, serat sawit, gambut. Emisi gas yang utama dari boiler ini adalah CO2 dan SO2. Emisi GRK dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil
a)
Karbondioksida (CO2)
Emisi CO2 dari pembakaran bahan bakar fosil industri pulp dan kertas merupakan emisi GRK yang mayoritas. Emisi CO2 diestimasi dari kandungan karbon atau menggunakan faktor emisi dari bahan bakar fosil yang dibakar. Dalam beberapa kasus, koreksi (reduksi) dibuat untuk karbon yang tidak teroksidasi. Industri pulp dan kertas dapat menggunakan data dari data bahan bakar yang digunakan di pabrik, data yang ditetapkan pemerintah dan data dari sumber lain seperti dari IPCC. Bila memungkinkan dan lebih baik mendapatkan faktor emisi dari bahan bakar yang dibakar di pabrik dari penjual/penyedia bahan bakar tersebut, terutama untuk batu bara karena kandungan karbon, nilai panas untuk berbagai kualitas batubara sangat bervariasi. Faktor emisi CO 2 dan informasi kandungan karbon bahan bakar fosil dan karbon tidak teroksidasi banyak tersedia di berbagai negara dan bervariasi untuk protokol-protokol yang ada saat ini. IPCC merekomendasikan faktor koreksi 0,98 untuk batubara, 0,99 untuk minyak dan produk minyak, 0,995 untuk gas, dan 0,99 untuk peat. Untuk faktor koreksi karbon yang tidak teroksidasi belum ada konsesus dari berbagai pelaporan dan perhitungan GRK protokol. Dalam beberapa kasus, total emisi CO2 dari semua sumber pembakaran bahan bakar fosil dapat diestimasi dari masing-masing unit pembakaran secara terpisah. Jika suatu pabrik membakar gas alam dalam beberapa boiler dan infrared dryer, emisi CO2 dari pembakaran gas alam tersebut dapat diestimasi dari total gas yang digunakan.
Emisi CO2-fosil dari lime kiln dan kalsinasi pabrik kraft diestimasi menggunakan pendekatan yang sama seperti untuk pembakaran bahan bakar fosil dengan menentukan seberapa banyak bahan bakar fosil yang digunakan di kiln dan menggunakan informasi kandungan karbon bahan bakar atau faktor emisi. Emisi CO2 ini dilaporkan bersama dengan emisi CO2 bahan bakar fosil. Walaupun CO2 yang dilepaskan dari pembakaran CaCO3 di kiln dan kalsinasi, karbon yang lepas dari CaCO3 adalah karbon biomasa yang berasal dari kayu dan ini tidak dimasukan kedalam total emisi GRK tetapi dilaporkan Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 74
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
terpisah sebagai emisi biomasa. Untuk emisi CH4, IPCC menyarankan faktor emisinya 1,0 kgCH4/TJ untuk lime kiln berbahan bakar minyak dan 1,1 kgCH4/TJ untuk lime kiln berbahan bakar gas. Faktor emisi yang disarankan IPCC seperti pada Tabel 2.14.
Tabel 2.14. Faktor emisi untuk Lime Kiln dan Kalsinasi pabrik kraft (Sumber : NCASI, 2005) Emisi (kg/TJ) Fuel
Lime kiln pabrik kraft CO2
CH4
N2O
Minyak residu
76.600*
2,7θ
Minyak distilat
73.400*
Gas alam
55.900*
Biogas
0
Kalsinasi pabrik kraft CO2
CH4
N2O
0χ
76.600*
2,7θ
0,3φ
2,7θ
0χ
73.400*
2,7θ
0,4φ
2,7θ
0χ
55.900*
2,7θ
0,1φ
2,7θ
0χ
0
2,7θ
0,1δ
θ
Dari NCASI 1981 Berdasarkan uraian IPCC pada temperatur untuk emisi N2O δ Asumsi karena komposisi dan kondisi pembakaran untuk biogas sama dengan gas alam χ
b)
Metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O)
Emisi Metan (CH4) dan Nitrogen (N2O) dari pembakaran bahan bakar fosil biasanya sangat kecil dibandingkan terhadap emisi CO2. Perusahaan akan sering menggunakan Tabel 1 untuk melihat bahwa emisi Metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O) dari pembakaran bahan bakar fosil adalah insignifikan dibandingkan dengan emisi CO2. Estimasi emisi Metan (CH4) dan Nitrogen oksida (N2O) biasanya akan mencakup pemilihan faktor emisi yang paling sesuai dengan bahan bakar dan jenis unit pembakarannya. Biasanya untuk pembakaran bahan bakar fosil seperti di boiler, faktor emisi yang direkomendasikan berdasarkan data bahan bakar yang digunakan di pabrik, data yang ditetapkan pemerintah dan data dari sumber lain seperti dari IPCC
Faktor emisi CH4 dan N2O menurut IPCC Tier 1 untuk penghitungan emisi dari semua sumber pembakaran disajikan pada Tabel 2.15.
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 75
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Tabel 2.15. Faktor emisi CH4 dan N2O (IPCC Tier 1) Bahan Bakar
Faktor Emisi CH4
Faktor Emisi N2O
(kg/TJ)
(kg/TJ)
Batubara
10
1,4
Gas alam
5
0,1
Minyak
2
0,6
Kayu dan residu kayu
30
4
Sumber : NCASI, 2005
Faktor emisi untuk CH4 dan N2O baik menurut IPCC Tier 1 dan Tier 2 adalah berdasarkan emisi tidak terkontrol.
2.4.4.4.
Emisi pada Lime Kiln
Lime kiln berfungsi mengkonversi CaCO3 (lime mud) menjadi lime (CaO) melalui proses kalsinasi dengan reaksi : CaCO3(s) + O2 + panas
CaO(s) + CO2(g)
Lime kiln, merupakan tungku putar untuk membakar CaCO3 menjadi CaO yang diperlukan untuk proses kaustisasi mengubah lindi hijau menjadi lindi putih. Selama proses kalsinasi menggunakan bahan bakar cair (minyak bakar), gas (LNG) maupun gas hasil gasifikasi batubara. CO2 dan TRS akan dilepas selama proses kalsinasi. Selain itu ada juga tungku untuk membakar emisi bau pada pabrik pulp yang terbentuk dari proses pamasakan bahan baku (cooking) dan pemekatan lindi hitam. Sumber emisi bau adalah non-condensible gases (NCG).
Emisi CO2-fosil dari lime kiln dan kalsinasi pabrik kraft diestimasi menggunakan pendekatan yang sama seperti untuk pembakaran bahan bakar fosil dengan menentukan seberapa banyak bahan bakar fosil yang digunakan di kiln dan menggunakan informasi kandungan karbon bahan bakar atau faktor emisi. Emisi CO2 ini dilaporkan bersama dengan emisi CO2 bahan bakar fosil. Walaupun CO2 yang dilepaskan dari pembakaran CaCO3 di kiln dan kalsinasi, karbon yang lepas dari
CaCO3 adalah karbon biomassa
yang berasal dari kayu dan ini tidak dimasukkan kedalam total emisi tetapi dilaporkan terpisah sebagai emisi biomassa. Untuk emisi CH4, IPCC menyarankan faktor emisinya
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 76
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
1,0 kgCH4/TJ untuk lime kiln berbahan bakar minyak dan 1,1 kgCH4/TJ untuk lime kiln berbahan bakar gas. 2.4.4.5. Emisi pada Make-up Chemicals
Make-up bahan kimia pada pabrik yang menyebabkan tambahan kontribusi emisi adalah CaCO3 dan Na2CO3. CaCO3 digunakan untuk menambah produksi CaO pada lime kiln agar sesuai kebutuhan kaustisasi dan Na2CO3 digunakan untuk mencukupi konversi lindi hijau menjadi lindi putih.
Emisi CO2 dari tambahan karbonat (make-up carbonates) di pabrik pulp, kehilangan natrium dan kalsium di sistem pemulihan biasanya ditambahkan bahan kimia nonkarbonat dan menggunakan sejumlah kecil CaCO3 dan Na2CO3. Kandungan karbon dalam bahan kimia ini adalah berasal dari bahan bakar fosil. Dalam perhitungan, diasumsikan bahwa karbon dari tambahan bahan kimia ini melepaskan CO2 dari lime kiln atau tungku pemulihan (recovery furnace). Emisi-emisi ini diestimasi dengan asumsi bahwa semua karbon dalam CaCO3 dan Na2CO3 yang digunakan di pemulihan dan kaustisasi lepas ke atmosfir. Faktor konversi untuk estimasi emisi fosil-CO2 yang lepas dari penggunaan tambahan (make-up) CaCO3 dan Na2CO3 di pabrik Pulp ditunjukkan dalam Tabel 2.16.
Tabel 2.16. Faktor emisi dari tambahan (make-up) CaCO3 dan Na2CO3 pabrik Pulp Sumber Faktor Emisi Make-up CaCO3 Make-up Na2CO3
440 kg CO2/ton CaCO3 415 kg CO2/ton Na2CO3
Sumber : NCASI, 2005
2.4.4.6. Emisi CO2 Keseluruhan Emisi CO2 keseluruhan merupakan penjumlahan emisi dari seluruh sumber emisi.Emisi CO2 dari biomassa dianggap sama dengan nol (zero emission) karena CO2 yangdiemisikan akan diserap kembali dalam proses fotosintesis tumbuhan. Berdasarkan hasilperhitungan emisi dari setiap sumber, diperoleh emisi keseluruhan sebagai berikut: Perhitungan faktor emisi maupun intensitas emisi hanya dilakukan untuk gas CO2. Faktor emisi dinyatakan sebagai berikut: Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 77
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Faktor emisi = emisi (ton/tahun) / kebutuhan energi bahan bakar (TJ/tahun)
Perhitungan intensitas emisi adalah sebaga berikut:
Intensitas emisi = emisi (ton/tahun) / kapasitas produksi (ton /tahun)
PT. TPL telah melakukan upaya pengurangan emisi CO2 dengan sedikit menggunakan bahan bakar fosil (MFO dan solar) sekitar 0,1%. Bahan bakar yang digunakan sebagian besar black liquor di unit recovery boiler, selain itu juga menggunakan solid fuel di unit multifuel boiler; bark, palm caul (fiber sawit) dan palm shell (cangkang sawit) serta seleksi solid fuel consumption. Namun masih menggunakan batu bara dalam jumlah sedikit pada unit lime kiln dengan melalui proses gasifikasi batubara. 2.5.
Faktor-Faktor Proses Produksi dan Konsumsi Energi
Kualitas produksi dipengaruhi oleh faktor proses dan teknologi yang dipergunakan. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses produksi antara lain adalah: - Teknologi; Teknologi tinggi yang hemat energi merupakan pilihan dalam penerapan konservasi energi. Dengan pemakaian teknologi yang tepat dapat memperpendek proses yang dapat menghemat energi dan mampu memperbaiki kualitas produksi. - Sumber daya manusia (SDM); SDM yang peduli terhadap konservasi energi dan reduksi emisi CO2 juga merupakan faktor yang tidak dapat diabaikan. - Sistem manajemen energi (SME); Sistem manajemen energi merupakan salah satu langkah penting untuk penerapan konservasi energi dan reduksi emisi CO2. Dengan rekaman data yang baik dapat dilakukan analisis untuk menentukan profil konsumsi energi dan potensi penghematan energi pada suatu proses atau peralatan produksi tertentu. - Peralatan utama industry pulp dan kertas terdiri dari debarker, chipper, chips screen, digester, washer, bleaching plant, chemical plant, chemical recovery plant, power boiler, pulp machine dan mesin packaging. Pemeliharaan dan perawatan peralatan secara terprogram dapat mengurangi konsumsi listrik maupun steam. - Pemanfaatan produk samping dalam proses pulping dan bleaching telah dilakukan oleh PT. LP3I dalam rangka mengurangi limbah polutan yang dihasilkan. - Substitusi bahan bakar batubara dengan bahan bakar lain yang lebih ramah lingkungan seperti Natural Gas akan mengurangi limbah padat dan emisi udara. Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 78
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
2.6.
Monitoring dan Sistem Manajemen Energi dan Emisi
Monitoring dan pelaporan energy dilakukan setiap bulan di PT. Lontar Papyrus Pulp & Paper Industry dan dilakukan oleh tim engineering yang diperoleh dari kompilasi data laporan harian proses produksi maupun laporan bulanan. Jadi pelaporan, pencatatan dan analisanya berlangsung secara periodik. Hasil laporan ini selanjutnya di diskusikan bersama dan dilaporkan ke top manager dan dapat diakses secara online.
Dalam pengendalian proses, selain dilakukan secara manual juga dilakukan di ruang kontrol. Mekanisme pengendalian dilakukan dengan peningkatan kesadaran juga terhadap seluruh pekerja. Misalnya dengan pelatihan maupun adanya stiker hemat energy. Berbagai langkah implementasi telah dilakukan untuk mendapatkan perbaikan intensitas konsumsi energi. Kegiatan audit energi baik dilakukan oleh konsultan luar maupun dilaksanakan secara internal yang bersifat verifikasi. Beberapa peralatan meter portable yang sering digunakan untuk memonitor pemakaian energi dan emisi, antara lain: o
Clamp-on Power Hitester. Instrumen ini digunakan untuk mengukur parameter-parameter kelistrikan pada motor listrik, transformator, dan pemanas elektris. Tidak perlu mematikan peralatan ketika pengukuran dengan menggunakan instrumen ini.
Clamp on Power Hitester
o Combustion Analyzer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur komposisi gas buang setelah proses pembakaran terjadi. Pada dasarnya, peralatan ini digunakan untuk mengetahui prosentase oxygen (O2) atau carbon dioxide (CO2) yang ada dalam gas buang dan kemudian dapat juga digunakan untuk menghitung efisiensi pembakaran. Combustion Analyzer
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 79
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
o Thermometer, merupakan peralatan yang diguankan untuk mengukur suhu fluida, permukaan obyek dan gas.
Infrared Thermometer o Water Flow Meter, yang digunakan untuk mengukur laju aliran cairan khususnya pada aliran air pendingin.
Water flow meter dan macamnya o Tachometer/Stroboscope.Peralatan ini digunakan untuk mengukur kecepatan motor, seperti perubahan frekuensi, pembebanan dan belt slip. Tachometer digunakan bila memungkinkan terjadinya kontak antara sensor dengan obyek yang diukur, sedangkan stroboscope untuk mengukur kecepatan tanpa harus terjadi kontak antara sensor dengan obyek yang diukur.
Perangkat alat ukur putaran
Gambaran secara keseluruhan sistem monitoring dan penerapan sistem manajemen energi di PT. TPL dapat dilihat pada Tabel 2.17 berikut. Tabel 2.17. Matriks Manajemen Energi PT. TPL
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 80
Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3
Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada – 2011
RAPP 2 - 81