1. PENDAHULUAN Hukum Adat sebagai cabang ilmu ilmu hukum yang berdiri sendiri dilahirkan oleh alam pikiran Barat bukan oleh alam pikiran Indonesia sendiri. Istilah Hukum Adat itu sendiri tidak dikenal di desa-desa, tapi mereka hanya berbicara soal adat-istiadat yang harus dipatuhi, yang kadang-kadang mempunyai sanksi-sanksi tertentu terhadap pelanggarannya. Penemuan Hukum Adat itu memang terpengaruh oleh faktor-faktor politik dan ekonomi struktur masyarakat jajahan pada waktu itu. Penemuan Hukum Adat disebabkan: desakan-desakan politik hukum yang mau memaksakan rakyat Indonesia tunduk pada hukum Barat, penundukan itu terutama berpokok pangkal pada pikiran, bahwa Hukum Adat sama sekali tidak memenuhi tuntutan-tuntutan abad modern (yakni abad XX). Para sarjana hukum pada umumnya mengakui bahwa Hukum Adat Indonesia belum lama menjadi obyek Ilmu Pengetahuan Hukum Adat sebagaimana ilmu hukum lain-lainnya, mempunyai sistem sendiri, sistim yang berurat berakar pada sikap hidup dan alam pikiran bangsa Indonesia. A. Prof. Mr. C. Van Vollenhoven:
yang pertama-tama memasukkan pelajaran hukum adat ke dalam Ilmu Pengetahuan Hukum. membela rakyat Indonesia, terutama akan adanya penerapan hukum Barat oleh Pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Menentang penyatuan hukum (unifikasi) dan menentang desakan secara lain terhadap Hukum Adat oleh Hukum Barat. Membela agar supaya arti peradilan adat diakui. Menentang pengingkaran hak-hak masyarakat hukum Bumiputera (asli) dan hak-hak perseorangan atas tanah. Menentang pengingkaran terhadap watak masyarakat-masyarakat Pribumi sendiri.
B. Prof. Mr. B. Ter Haar Bzn : diberi julukan sebagai pemerinci hasil penemuan Prof. C. Van Vollenhoven yang dikenal sebagai “ahli hukum yang menemukan Hukum Adat (Bapak Hukum Adat)” C. Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje : yang pertama kali memakai istilah Hukum Adat (adatrecht) dalam (adatrecht) dalam ilmu hukum dalam bukunya “De Atjehers” tahun Atjehers” tahun 1893 Dalam perundang-undangan Pemerintah Hindia Belanda istilah Hukum Adat baru dipakai pada tahun 1929 tatkala pasal 134 I.S diubah. Setelah diubah maka redaksi ayat-ayat dari pasal 134 itu menyebut kata Hukum Adat. Sebelum tahun 1929 istilah yang biasa dipakai untuk menyatakan Hukum Adat ialah „Undang-undang „Undang-undang Agama, lembaga kebudayaan bangsa dan kebiasaan” (godsdienstige wetten, volks instellingen en gebruiken) sebagaimana gebruiken) sebagaimana yang tercantum dalam pasal 11 A.B. atau “peraturan hukum mengenai agama dan kebiasaan mereka” yang tercantum dalam pasal 131 ayat 2 sub b I.S.
2. TUJUAN MEMPELAJARI HUKUM ADAT Tujuan praktis: Hukum adat masih digunakan dalam lapangan hukum perdata, khususnya dalam perkara waris. Secara faktual, masih banyak terdapat eksistensi kehidupan indigenous people di pelosok pedalaman nusantara. Tujuan strategis: Hukum adat sebagai hukum asli bangsa merupakan sumber serta bahan potensial untuk pembentukan hukum positip Indonesia dan pembangunan tata hukum Indonesia. 3. ISTILAH HUKUM ADAT Adat ialah Kebiasaan Masyarakat Adat ialah kebiasaan yang pada umumnya harus berlaku tertentu/bersangkutan. Adat Jawa ialah kebiasaan berprilaku dalam masyarakat Jawa. •
•
dalam masyarakat
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Adat berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “ADAH”, yang berati kebiasaan-kebiasaan dari masyarakat. Adat aturan yang sudah menjadi kebiasaan atau wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari budaya, norma, hukum dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi satu sistem. Adat Istiadat kebiasaan atau tradisi yang baik dan hidup dalam suatu masyarakat yang selalu diikuti, diamalkan dan dipatuhi serta ditaati. Istilah Hukum Adat ialah Istilah teknis ilmiah, yang menunjukkan aturan-aturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat yang tidak berbentuk peraturan perundangan yang dibentuk oleh penguasa pemerintahan. Hukum Kebiasaan Kebiasaan yang dibenarkan (diakui) di dalam perundangan. Hukum Adat Hukum kebiasaan di luar perundangan. Hukum Adat Aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Hukum Adat Adat yang diterima dan harus dilaksanakan dalam masyarakat bersangkutan.
4. TERBENTUKNYA ADAT a. Cara (usage) ialah suatu bentuk perbuatan yang dilakukan orang di dalam mengadakan perhubungan pamrihnya
b. Kebiasaan (folkways) ialah Cara yang dilakukan orang dalam mengadakan perhubungan pamrihnya itu terjadi secara berulang-ulang c. Tata Kelakuan (mores) ialah Menata kelakuan orang dengan suatu pola tertentu, artinya menghendaki agar para warga masyarakat melakukan conformity (penyesuaian diri) dengan tata kelakuan d. Adat (customs) ialah Tata kelakuan yang telah melembaga atau telah sampai pada proses institusionalisasi (meng”adat”).
Ada tiga prasyarat untuk menjadikan kebiasaan sebagai hukum yaitu : 1. masyarakat meyakini adanya keharusan yang harus dilaksanakan, 2. pengakuan atau keyakinan bahwa kebiasaan tersebut bersifat mengikat (kewajiban yang harus ditaati) atau dikenal dengan pri nsip opi ni o necessitas, dan 3. adanya pengukuhan yang dapat berupa pengakuan dan/atau penguatan dari keputusan yang berwibawa (atau pendapat umum, yurisprudensi dan doktrin) sehingga timbul harapan agar dapat dilekatkan sanksi terhadap pelanggaran-pelanggaran atas kebiasaan tersebut. Istilah dalam perundang-undangan Hindia Belanda Dalam A.B. (Algemene Bepalingen van Wetgeving = Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan) pasal 11 dipakai istilah : Godsdientige Wetten, Volkinstelingen En Gebruiken (Peraturan-peraturan Keagamaan, Lembaga-lembaga Rakyat dan Kebiasaankebiasaan). Dalam R.R. 1854 pasal 75 ayat 3 : Godsdientige Wetten, Instellingen En Gebruiken (Peraturan-peraturan Keagamaan, Lembaga-lembaga dan Kebiasaan). Dalam I.S. (Indische Staatregeling = Peraturan Hukum Negara Belanda semacam Undang-undang Dasar Bagi Hindia Belanda) pasal 128 ayat 4 : Instellingen des Volks (Lembaga-lembaga dari Rakyat). Dalam I.S. pasal 131 ayat 2 sub b : Met Hunne Godsdiensten en Gewoonten Samenhengende Rechts Regelen (Aturan-aturan Hukum yang berhubungan dengan Agama-agama dan Kebiasaan-kebiasaan mereka). Dalam R.R. 1854 pasal 78 ayat 2 : Godsdientige Wetten En Oude Herkomsten (Peraturan peraturan Keagamaan dan Naluri-naluri). S. 1929 No. 221 jo No. 487 : Adat Recht (Hukum Adat). •
•
•
•
•
•
1. Pengertian Hukum Adat
Istilah “Hukum Adat” secara akademis pertama kali merupakan istilah asing, hasil terjemahan dari istilah “Adatrecht” Dikenalkan pertama kali oleh Prof.Dr.Christiaan Snouck Hurgronje dalam bukunya yang berjudul “De Atjehers” Dikembangkan lebih lanjut oleh Prof.Mr.Cornelis van Vollenhoven dalam tulisantulisannya antara lain “Het Adatrecht van Ned Ned-Indie (1901 1901-1933) 1933)”, “Een Adatwetboekje voor heel Indie (1910) 1910)”, “De Ontdekking van het Adatrecht (1928) 1928)”. ”.
a. Menurut Van Vollenhoven “Hukum adat adalah aturan-aturan perilaku yang berlaku bagi orang-orang pribumi dan timur asing, yang di satu pihak mempunyai sangsi (maka dikatakan hukum) dan di lain pihak tidak dikodifikasi (maka dikatakan adat) [Hilman Hadikusuma, “Pengantar Ilmu Hukum Adat”] atau dalam kata lain “Hk.Adat sama dengan adat / kebiasaan yang bersangsi” b. Menurut Mr.B.Ter Haar Bzn “Hukum adat adalah aturan adat /kebiasaan yang mendapat sifat hukum melalui keputusan-keputusan atau penetapan-penetapan petugas hukum seperti Kepala Adat, Hakim, dll baik di dalam maupun di luar persengketaan” (Teori “Keputusan”/“Beslissingenleer” ) c. Menurut Kusumadi .P Hukum adat adalah adat yang telah mendapatkan sifat hukum melalui penetapan yang dikeluarkan oleh para petugas hukum baik di dalam maupun di luar sengketa (sama dengan Ter Haar). Sama-sama mendasarkan titik batasan antara adat dan hukum adat pada keputusan atau penetapan petugas hukum. Kusumadi menyebut adanya penetapan petugas hukum ini sebagai exi stenti al moment dari hukum adat.
Perbedaan antara Kusumadi dan Ter Haar:
Perbedaan yang ada hanyalah bersifat gradatif Konsep Kusumadi “memperhalus” konsep Ter Haar Menurut Ter Haar, jika tidak ada keputusan, maka belum bisa dikatakan sebagai hukum Menurut Kusumadi, ketiadaan keputusan /penetapan bukan berarti ketiadaan aturan hukum. Tetapi baru pada saat ada penetapanlah aturan tingkah laku adat menjadi tegas berwujud dalam hukum positif
d. Menurut Soepomo Hukum adat adalah hukum non-statutair yang sebagian besar adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil hukum Islam. Hukum adat itu pun melingkupi hukum yang berdasarkan keputusan-kepitusan hakim yang berisi asas-asas hukum dalam lingkungan,
di mana ia memutuskan perkara. Hukum adat berurat berakar pada kebudayaan tradisional. Hukum adat adalah suatu hukum yang hidup, karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitrahnya sendiri, hukum adat terus menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri e. Menurut Bushar Muhammad Sependapat dengan Soepomo Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, yang tidak hanya meliputi hukum yang hidup dan dipertahankan sebagai aturan adat dalam masyarakat (hukum adat dalam arti sempit / customary law), melainkan juga kebiasaan dalam lapangan ketatanegaraan (convention) dan kehakiman atau peradilan Soepomo dan Bushar Muhammad memberikan pengertian yang sama bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam hidup bermasyarakat maupun dalam lapangan ketatanegaraan f.
Menurut Djojodigoeno Hukum adat berpangkal tolak dari konsepsi hukum yang umum. Hukum itu rangkaian ugeran (norma) yang mengatur perhubungan kemasyarakatan. Hukum itu adalah rangkaian ugeran yang mengatur hubungan pamrih (kepentingan). Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber pada peraturan.
g. Menurut Dr.Sukanto Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan/dikodifisir, bersifat paksaan dan memiliki sangsi, sehingga mempunyai akibat hukum
h. Menurut Dr.Hazairin Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat, yakni hukum yang berasal dari dan memiliki kesesuaian langsung dengan kesusilaan masyarakat. Hukum adat lebih menguatkan pemeliharaan kaidah-kaidah kesusilaan melalui ancaman hukum/ penguatan hukum. HAZAIRIN Bertumpu pada pendirian ada persesuaian antara hukum dan kesusilaan. Dan dalam sistem hukum yang sempurna tidak ada tempat bagi sesuatu yang tidak selaras dengan kesusilaan. i.
Menurut Mr.J.H.P. Bellefroid Hukum adat adalah aturan-aturan yang hidup meskipun tidak diundangkan oleh penguasa tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat karena meyakini bahwa aturanaturan tersebut berlaku sebagai hukum
Dua kategori sumber hukum, 1. yang dari kekuasaan negara :
perundangan, sebagai keputusan legislatif, keputusan pejabat, seperti keputusan eksekutif atau yudikatif (yurisprudensi),
keputusan kekuasaan tertinggi dalam negara seperti perjanjian internasional, pernyataan perang, perjanjian perdamaian;dan lainnya. yang dari kekuasaan rakyat : adat kebiasaan, seperti berbagai perilaku anggota masyarakat dalam hubungan pamrih,
2.
keputusan kelembagaan, seperti keputusan rukun tetangga, keputusan rukun tani,
Menurut Prof.Dr. M. Koesnoe Koesnoe, terdapat , perbedaan tentang konsep hukum antara pemikiran barat dan adat. Konsep pemikiran barat: • Memandang individu sebagai makhluk yang merdeka • Setiap individu memiliki kepentingan yang diusahakan untuk selalu dipenuhi secara maksimal • Perlu diadakan penertiban atas usaha pemenuhan kepentingan tersebut • Diperlukan sangsi untuk menjamin dilaksanakannya p enertiban tersebut Konsep pemikiran Adat: • Individu adalah bagian yang tak terpisahkan dari masyarakatnya • Individu adalah bagian dari masyarakat yang mempunyai fungsi masing masing-masing untuk melangsungkan dan kelangsungan masyarakat. • Tidak ada ketentuan adat yang memerlukan syarat yang menjamin berlakunya dengan menggunakan paksaan (sanksi) • Sangsi berfungsi sebagai upaya pengembalian keseimbangan yang terganggu akibat adanya pelanggaran PERBEDAAN HUKUM ADAT DENGAN TRADISI
HUKUM ADAT 1. Berorientasi pada hal-hal yang baik 2. Rational 3. Bersifat dinamis dan progresif (plastis) TRADISI 1. Tidak berorientasi pada hal itu baik atau tidak baik untuk dilakukan 2. Irrasional dan didasarkan pada legenda atau mitos. 3. Bersifat statis.
Karakteristik Hukum Adat 1. Wujud Hukum Adat • Sebagian besar tidak tertulis / non statutair / ius non scriptum • Sebagian kecil berupa hukum tertulis seperti peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh raja-raja • Uraian-uraian hukum secara tertulis, seperti hasil penelitian yang dibukukan • Dikarenakan wujud di luar tidak tertulis hanya merupakan bagian kecil, maka hukum adat cenderung selalu disebut sebagai hukum tidak tertulis 2. Hukum adat bersifat dinamis (tidak statis) 3. Hukum adat berasal langsung dari kebudayaan rakyat, yakni berupa kebiasaan-kebiasaan serta nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Dua Unsur Berlakunya Hukum Adat 1. Unsur kenyataan : (pada kenyataannya) adat itu dalam keadaan yang sama selalu diindahkan oleh rakyat 2. Unsur psikologis : terdapat adanya keyakinan rakyat bahwa adat tersebut mempunyai kekuatan hukum, sehingga menimbulkan adanya kewajiban hukum ( opinio juris necessitatis necessitatis) Faktor Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Proses Perkembangan Hukum Adat: 1. Faktor magis dan animisme 2. Faktor agama 3. Faktor kekuasaan kekuasaan-kekuasaan yang lebih tinggi dari persekutuan hukum adat 4. Hubungan dengan orang orang-orang ataupun kekuasaan asing
DASAR BERLAKUNYA HUKUM ADAT
1. Secara Yuridis Dalam Batang Tubuh UUD 1945, tidak satupun pasal yang mengatur tentang hukum adat. Oleh karena itu, aturan untuk berlakunya kembali hukum adat ada pada Aturan Peralihan UUD 1945 Pasal II yang berbunyi demikian “Segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut UndangUndang Dasar ini”. Aturan Peralihan Pasal II ini menjadi dasar hukum sah berlakunya hukum adat. Dasar berlakunya hukum secara umum kembali diatur dalam Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU No. 14 Tahun 1970). Menurut Pasal 23 ayat 1, “Segala putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar-dasar peraturan itu, juga harus memuat pula pasal-pasal tertentu dari
peraturan-peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum tidak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.” Dalam UUDS 1950 Pasal 104 disebutkan bahwa segala keputusan pengadilan harus berisi alasan-alasannya dan dalam perkara hukuman menyebut aturanaturan Undang-Undang dan aturan adat yang dijadikan dasar hukuman itu. UUDS 1950 ini pelaksanaannya belum ada, maka kembali ke Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal 27 (1) menyatakan, “Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.” Nilainilai hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksudkan dalam pasal tersebut adalah nilai-nilai hukum masyarakat termasuk nilai-nilai Hukum Adat. Oleh karena itu pasal inipun merupakan dasar yuridis berlakunya Hukum Adat. Setelah dilakukan amandemen UUD 1945 hal tersebut diatur dalam Pasal 18 B ayat 2 dan Pasal 28 I ayat 3. 2. Secara Sosiologis Hukum Adat mempunyai dasar berlaku sosiologis, karena Hukum Adat merupakan hukum yang tumbuh, berkembang dan tanpa paksaaan dari negara. Berlakunya Hukum Adat di dalam masyarakat semata-mata karena kemauan dan paksaan dari masyarakatnya sendiri, agar hak dan kewajiban dalam masyarakat berjalan menurut prinsip-prinsip keadilan yang disetujui bersama. Berlakunya hukum yang didasarkan kepada kemauan dan paksaan masyarakat sebagaimana halnya Hukum Adat, maka hukum itu disebut mempunyai dasar berlaku sosiologis. 3. Secara Filosofis Hukum Adat sebagai hukum yang tumbuh dari pancaran pikiran dan perasaan merupakan hukum yang lahir dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat bersangkutan. Dipertahankannya Hukum Adat sebagai tatanan hidup bermasyarakat oleh masyarakat Indonesia, karena kaidah-kaidah Hukum Adat sesuai dengan pandangan hidup mereka. Berlakunya Hukum Adat dalam masyarakat disebabkan adanya nilai-nilai pandangan hidup atau filosofisnya masyarakat Indonesia.
Hukum Adat = hukum tidak tertulis yang merupakan pedoman bagi sebagian besar orangorang Indonesia dan dipertahankan dalam pergaulan hidup sehari-hari baik di kota maupun di desa. Istilah Hukum Adat (Adatrecht ) berasal dari Bahasa Belanda = Snouck Hurgronje kemudian dilanjutkan Cornelis van Vallenhoven (Bapak Hukum Adat Indonesia) sebagai istilah teknis juridis. Unsur Hukum Adat 1. UNSUR ASLI pada umumnya tidak tertulis, hanya sebagian kecil saja yang tertulis, tidak berpengaruh dan sering dapat diabaikan saja. 2. UNSUR TIDAK ASLI yaitu yang datang dari luar sebagai akibat persentuhan dengan kebudayaan lain dan pengaruh hukum agama yang dianut. Van den Berg (Teori Receptio in Complesen) = hukum adat suatu golongan/masyarakat adalah hasil penerimaan bulat-bulat/resepsi seluruhnya dari hukum agama yang dianut oleh golongan masyarakat itu. Snouck Hurgronje = tidak semua hukum bagian hukum agama diterima, diresepsi dalam hukum adat. Seperti hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukun waris. Ter Haar = hukum waris merupakan hukum adat asli yang tidak dipengaruhi oleh hukum agama. Contoh hukum waris di daerah Minangkabau. Van Vollen Hoven = hukum adat mempunyai unsur-unsur asli maupun unsur-unsur keagamaan, walaupun pengaruh agama itu tidak begitu besar dan terbatas pada beberapa daerah saja.