1
SISTEM REPRODUKSI WANITA DAN PRIA Ahmad Aulia Jusuf Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2011
PENDAHULUAN
Sistem reproduksi terdiri atas organ reproduksi dan sekelompok organ yang terlibat dalam proses reproduksi. Organ reproduksi wanita terdiri atas genitalia eksterna yang meliputi labium mayus, labium minus, klitoris dan hymen (selaput dara) dan genitalia interna yang meliputi vagina, uterus, tuba uterina Fallopi, dan ovarium. Organ lain yang termasuk dalam sistem reproduksi wanita ialah plasenta yang terbentuk hanya pada saat hamil, kelenjar mamma dan organ endokrin terutama kelenjar hipofisis dan hipotalamus. Organ reproduksi pria terdiri atas testis, saluran kelamin, kelenjar asesoris (vesikula seminalis, prostat dan bulbouretralis. Sedangkan organ lain yang termasuk dalam sistem reproduksi pria yaitu kelenjar hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Untuk melaksanakan fungsi reproduksi dengan baik diperlukan adanya integrasi antara sistem reproduksi dengan sistem endokrin, sistem saraf dan sistem kardiovaskular. Pada proses kehamilan misalnya diperlukan adanya integrasi dengan sistem endokrin dan sistem saraf. saraf. Sebaliknya pada proses ereksi ereksi diperlukan adanya integrasi dengan sistem sistem kardiovaskular dan sistem saraf. Catatan kuliah ini merupakan pengantar untuk memahami struktur histologi organ reproduksi pria dan wanita sebagai dasar untuk memahami fungsi reproduksi wanita dan pria secara keseluruhan.
SISTEM REPRODUKSI WANITA
Organ reproduksi wanita yang akan dipelajari secara mendalam adalah ovarium, tuba fallopii, uterus, plasenta, vagina dan kelenjar mammae. Sedangkan organ genitalia eksterna seperti labium mayus, labium minus dan klitoris akan dibahas secara sepintas.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
2 OVARIUM
Ovarium (Gb-1) merupakan organ yang berbentuk seperti buah kenari berukuran sekitar 3x1.5x1cm dan terletak di dalam rongga panggul disisi kiri dan kanan uterus. Secara histologis ovarium terdiri atas korteks yang terletak disebelah luar dan medula yang terletak dibagian tengah.
Korteks Ovarium
Korteks ovarium (Gb-1) diliputi oleh epitel germinativum berupa epitel selapis kuboid. Penamaan epitel ini tidak tepat karena epitel ini sama sekali tidak berfungsi germinatif , artinya epitel ini tidak membentuk sel benih. Dibawah epitel ini terdapat lapisan jaringan ikat padat yang membentuk kapsul yang dikenal sebagai tunika albuginea. Lapisan ini memisahkan epitel germinativum dari korteks ovarium. Korteks merupakan tempat ovum berkembang di dalam folikel dengan berbagai tingkat perkembangan. Masing-masing folikel ini mengandung sebuah oosit yang dibungkus oleh satu atau lebih sel granulosa atau sel folikel.
Gb-1. Ovarium secaramenyeluruh (over all) (kiri) dan korteks ovarium (kan an)
Folikel Ovarium
Mengenai tingkat perkembangan folikel ovarium terdapat perbedaan pendapat antara beberapa penulis. Sebagian membedakan tingkat perkembangan folikel menjadi folikel primordial, primer, sekunder, tersier, dan folikel Graaf . Sebagian lain menganggap folikel Graaf tergolong foliker tersier. Ada pula yang hanya membagi
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
3 perkembangan folike itu secara sederhana yaitu folikel yaitu folikel primordial dan dan selanjutnya adalah folikel berkembang termasuk di sini folikel Graff yang juga dikenal sebagai folikel matang (siap ovulasi). Pada makalah ini digunakan klasifikasi secara sederhana yaitu folikel primodia, folikel berkembang (folikel primer, sekunder dan tersier) dan folikel matang (folikel De Graff). Selain itu pada korteks juga dapat ditemukan folikel atretik, korpusrubrum, korpus luteum dan korpus albikan.
Gambar-2 Folikel Primordial (kiri (kiri atas), Folikel Sekunder (kanan (kanan atas), Folikel Sekunder (kiri bawah) dan Folikel Tersier atau Folikel De Graaf (kanan bawah)
Folikel Primordial . (Gb-2) merupakan folikel dalam stadium perkembangan
yang paling awal dan pada saat ini folikel tidak aktif. Pada ovarium wanita prapubertas, semua folikel berada dalam fase pekembangan ini (premordial). Folikel ini mengandung
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
4 sebuah oosit primer (oosit (oosit yang berada dalam stadium diploten profase I meiosis) yang dibungkus oleh selapis sel folikel gepeng. Dibawah pengaruh
hormon
FSH
(Follicle
Stimulating
Hormone)
yang
disekresikan oleh hipofisis pars anterior, Folikel Primordial berkembang menjadi Folikel Berkembang .
Epitel folikel berubah menjadi selapis kuboid dan selanjutnya
berproliferasi menjadi berlapis (multilaminar). Bersamaan dengan itu, jaringan ikat stroma yang melingkupinya berdiferensiasi menjadi lapisan teka folikel yang memproduksi hormon Esterogen. Folikel Berkembang ini terdiri atas
1. Folikel primer (Gb-2) Folikel primer terdiri atas oosit primer yang dikelilingi oleh satu atau beberapa lapis sel folikel atau sel granulosa yang berbentuk kuboid. Pada folikel primer belum terdapat antrum Pada folikel primer oosit mulai diliputi zona pelusida yang kaya akan glikoprotein.
2. Folikel sekunder (Gb-2) Folikel sekunder merupakan perkembangan yang lebih lanjut dari folikel primer. Pada tahap perkembangan ini di antara sel-sel folikel telah mulai terbentuk ronggarongga yang berisi cairan disebut liquor folliculi atau cairan folikel yang secara bertahap akan menyatu membentuk rongga yang lebih besar disebut antrum folikel. Bersamaan dengan ini, lapisan teka folikel akan membentuk 2 lapisan yaitu teka interna dan teka eksterna. Teka interna terdiri atas jaring-jaring pembuluh darah dan sel-sel kuboid yang mensekresikan hormon esterogen. Lapisan teka eksterna mengandung jaringan ikat vaskular.
3. Folikel Tersier atau Folikel De Graaf (Gb-2) Folikel Tersier Tersier merupakan folikel yang siap untuk ovulasi . Folikel ini mempunyai ukuran yang sangat besar mencapai 2,5 cm sehingga sehingga dapat dilihat dengan mata biasa. Antrum sangat membesar ukurannya. Oosit terdorong ke salah satu sisi folikel dan dikelilingi sedikit sedikit sel folikel yang membentuk korona radiata yaitu bangunan yang yang terdiri atas sel-sel folikel yang mengelilingi oosit, menyusun diri secara radier
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
5 sehingga mirip mahkota bagi oosit. Oosit duduk di atas kumulus ooforus yaitu kelompokan sel folikel yang membentuk gundukan ke tengah antrum.
Ovulasi
Cairan folikel makin lama makin bertambah jumlahnya, akibatnya ovum berikut zona pelucida dan korona radiata terlepas dari kumulus ooforus dan melayang didalam antrum. Menjelang ovulasi terjadi lonjakan hormon LH yang dilepas dari hipofisis pars anterior. Lonjakan LH ini akan membentuk aktivator plasminogen yang mengaktifkan plasminogen menjadi plasmin yang mampu merusak lamina basal di sekitar folikel dan mengaktifkan prokolagenase menjadi kolagenase. Kolagenase akan menyebabkan , stroma menipis dan menjadi iskemik di daerah antara folikel yang matang dengan permukaan ovarium, dan terbentuklah daerah pucat tipis yang ringkih dan rawan pecah yang disebut stigma. Pada saat pecah, ovum berikut korona radiatanya secara utuh, di dorong oleh semburan cairan folikel dan ditangkap oleh fimbria tuba uterina. Bila tidak dibuahi dalam waktu 24 jam, ovum akan berdegenerasi. Namun demikian beberapa penulis mengatakan bahwa ovum dapat bertahan sampai 48 jam.
Korpus Rubrum, Korpus Luteum dan Korpus Albikans
Pasca ovulasi sisa folikel akan berubah menjadi korpus rubrum yang kemudian akan berubah menjadi Korpus Luteum (Gb-3, kiri). Bangunan ini merupakan kelenjar endokrin yang bersifat sementara yang dibentuk dari folikel sisa ovulasi. Pascaovulasi, folikel menjadi kempis dan dindingnya terdiri atas sel granulosa dan lapisan teka interna.. Sel granulosa menjadi sel lutein granulosa yang lebih besar, berwarna kuning, dan menggetahkan progesteron. Sel teka interna menjadi sel lutein teka yang lebih kecil, terwarna gelap, dan menggetahkan estrogen. Selain progesterone, sel lutein granulosa juga menghasilkan hormon relaksin. Senyawa ini merupakan sebuah hormon polipeptida yang
mampu
mengendurkan
perlekatan
fibrokartilago
simfisis
pubis
sehingga
memungkinkan pintu panggul melunak dan mudah melebar selama persalinan. Ada 2 macam korpus luteum (Gb-3, kiri) yaitu: 1. Korpus luteum menstruasi. Disebut demikian karena bangunan ini akan hilang
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
6 menjelang menstruasi dengan kata lain bangunan ini terbentuk pascaovulasi dan hilang atau segera berdegenerasi bila tidak terjadi fertilisasi. Umurnya pendek, hanya sekitar 14 hari. Angka 14 inilah yang dapat digunakan untuk menghitung masa subur karena nilainya hampir selalu tetap. 2. Korpus luteum kehamilan. Berbeda dengan korpus luteum menstruasi, bangunan ini terbentuk bila terjadi fertilisasi, dan pada keadaan ini ukuran korpus luteum membesar. Korpus luteum ini dipertahankan sampai 6 bulan dan akhirnya akan berdegenerasi secara perlahan, Fungsi korpus luteum akan digantikan oleh plasenta, sampai akhir kehamilan.
Gambar-3 Korpus luteum (kiri) dan korpus albicans
Korpus luteum yang berdegenerasi akhirnya digantikan seluruhnya oleh jaringan ikat dan disebut
korpus
albikans (Gambar-3,kanan).
Korpus
albikans,
akhirnya
akan
dimusnahkan oleh makrofag dan akan hilang dalam beberapa bulan.
Pada satu siklus haid, banyak folikel yang berkembang bersama di bawah pengaruh FSH, akan tetapi hanya satu atau beberapa saja yang dapat menjadi folikel Graaf yang siap ovulasi. Sebagian besar lainnya akan mengalami atresi atau berhenti berkembang dan berdegenerasi. Folikel ini dikenal sebagai folikel atretik (Gb-4). Gambar-4. Folikel Atretik
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
7 Oosit dan Ovum
Sel benih (oosit) berasal dari endoderm kantung kuning telur (yolk sac) yang bermigrasi ke pematang-pematang genital (genital ridge) didinding posterior rongga abdomen. Oosit ini kemudian dikelilingi oleh sel folikel primordial yang berbentuk gepeng. Pada tahapan ini oosit memulai pembelahan meiosis dan berhenti pada stadium profase yaitu sampai oosit primer. Menjelang ovulasi proses meoisis I diselesaikan dan oosit pada tahapa ini dikenal sebagai oosit sekunder. Pada tahap ini terjadi pembelahan kromatin secara seimbang akan tetapi pembelahan sitoplasma terjadi tidak seimbang diantara oosit sekunder yang dihasilkan. Oosit sekunder yang memperoleh hampir seluruh sitoplasmala dikenal sebagai ovum sedangkan yang lainnya yang hanya memperoleh sedikit sitoplasma disebut badan kutub (polar bodi) I. Setelah terbentuk oosit sekunder ovum kemudian akan memulai pembelahan meiosis kedua yang terhenti pada tahap metafase. Proses pembelahan meiosis kedua ini baru akan diselesaikan setelah ovulasi dan terjadi fertilisasi. Pada saat fertilisasi, pembelahan meiosis kedua diselesaikan dan terbentuklah badan kutub (polar bodi) II. Ovum yang telah dibuahi disebut zigot . Bila tidak terjadi fertilisasi, meiosis tidak terselesaikan.
Hormon dan Pengaruhnya Pada Ovarium
Hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) merupakan hormon yang dilepaskan oleh hipofisis pars anterior. Hormon ini akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan folikel mulai dari folikel primer hingga folikel De Graaf. Di bawah pengaruh hormon FSH sel granulosa akan berproliferasi dan meningkatkan jumlah reseptor FSH sambil mengaktifkan enzim aromatase yang penting bagi pembentukan hormon estradiol. Folikel yang berkembang memproduksi estrogen (dalam bentuk estradiol) yang kadar puncaknya pada pertengahan siklus menimbulkan umpan balik negatif pada produksi FSH (Gb-5). Keadaan ini memicu lonjakan kadar LH, yang
mengendalikan
tahap
akhir
pematangan
folikel,
memicu
ovulasi,
dan
mengendalikan pembentukan dan mempertahankan korpus luteum. Korpus luteum membentuk estrogen dan progesteron. Kadar progesteron yang tinggi menghambat pembentukan LH sehingga korpus luteum akan berdegenerasi setelah 14 hari jika tidak terjadi pembuahan. Jika terjadi fertilisasi dan berimplantasi
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
di dalam uterus,
8 sinsitiotrofoblas plasenta yang sedang berkembang akan menghasilkan hormon gonadotropin korion yang akan mempertahankan korpus luteum hingga usia kehamilan 4 bulan. Pada saat itu plasenta telah terbentuk sempurna dan menghasilkan hormon progesteron.
Gambar-5 Regulasi hormon terhadap ovarium
Hormon esterogen mempunyai pengaruh: (1) penebalan epitel vagina, (2) mitosis dan pembentukan silia tuba fallopii, (3) proliferasi endometrium, (4) pengembangan stroma dan duktus serta pembentukan jaringan adiposa payudara, (5) peningkatan aktivitas osteoblas dan (6) penumpukan lemak tubuh. Hormon progesteron akan menyebabkan: (1) fase sekresi endometrium, (2) penurunan kontraksi uterus, (3) peningkatan gerakan silia tuba fallopii, (3) proliferasi alveolus dan sekresi kelenjar payudara dan (6) deposit glikogen
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
9 Medula Ovarium
Medula ovarium disusun oleh jaringan stroma yang merupakan jaringan ikat longgar dan kaya akan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Medula ovarium terletak dibagian tengah ovarium dan dikelilingi oleh korteks.
SALURAN TELUR (TUBA FALLOPII/OVIDUCT)
Tuba fallopii/tuba uterina/oviduct (Gb-6) merupakan tabung muskular yang pangkalnya menyatu dengan uterus dan ujung distalnya terbuka terbuka kedalam rongga peritoneum melingkupi ovarium. Saluran ini bertugas untuk menangkap ovum yang dilepaskan saat ovulasi, menyiapkan suasana yang baik untuk ovum, spermatozoa, tempat pembuahan dan perkembangan zigot serta membawa ovum yang sedang berkembang kedalam uterus. Saluran ini dibagi menjadi 4 bagian yaitu 1. Pars intramural/interstisial yaitu bagian tuba yang menyatu dan menembus dinding rahim. Bagian ini mempunyai lipatan mukosa yang paling sedikit dan pendek. 2. Istmus merupakan bagian saluran yang sempit tidak jauh dari uterus dan juga mempunyai lipatan mukosa yang pendek. 3. Ampula yaitu bagian saluran yang terlebar dan mempunyai lipatan mukosa yang banyak dan bercabang-cabang. Fertilisasi (pembuahan ovum oleh sperma) terjadi pada bagian ini. 4. Fimbriae yaitu bagian ujung saluran yang berbentuk seperti corong dan lipatan mukosa pada bibirnya menjulur seperti jari-jari ke arah ovarium untuk menangkap ovum pada saat ovulasi. Secara histologis tuba uterina tersusun oleh 3 lapisan yaitu 1. lapisan mukosa lapisan ini terdiri atas epitel yang merupakan epitel selapis silindris bersilia yang dialasi oleh lamina propria. . Epitelnya berupa epitel silindris selapis yang terdiri atas dua jenis sel yaitu a. Sel Peg yang akan mensekresikan medium dengan nutrisi untuk sperma dan embrio
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
10 b. Sel silia yaitu sel yang mengandung banyak silia. Silia pada permukaannya akan melecut bergelombang ke arah uterus sehingga sangat membantu transport ovum. Lapisan mukus yang dihasilkannya di do rong ke arah uterus oleh silia sehingga membantu transport ovum dan sekaligus mencegah invasi bakteri ke rongga peritoneum. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat yang mengandun g serat retikular, fibroblas, sel mast dan limfosit 2. lapisan muskularis Lapisan muskularis terdiri atas jaringan otot polos dengan lapisan muskularis interna tersusun melingkar sedangkan lapisan muskularis eksterna tersusun memanjang. Kontraksinya yang mirip gelombang peristaltik bergerak ke arah uterus. 3. lapisan serosa merupakan lapisan paling luar yang terdiri atas peritoneum viseral. Lapisan dibatasi oleh epitel selapis gepeng.
Gambar-6. Tuba Uterina/tuba Fallopii
UTERUS
Uterus (Gb-7) merupakan organ berongga yang dindingnya terutama terdiri atas jaringan otot, terletak di dalam rongga panggul, dan berbentuk seperti buah alpukat.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
11 Dalam keadaan tidak hamil ukurannya kurang lebih sebesar jempol kaki yang akan dapat bertambah sampai sebesar buah nangka besar.
Gambar-7 Uterus
Secara garis besar terdiri atas 3 bagian yaitu: korpus, fundus, dan serviks (leher rahim). Korpus menjadi bagian utama yang membulat bagian tengahnya. Fundus merupakan perluasan korpus di atas muara tuba uterina dan berbentuk seperti kubah. Serviks merupakan leher rahim yang sempit dan ujungnya menjorok ke dalam puncak vagina. Secara
histologis
dinding
uterus
terdiri
atas
3
lapisan
yaitu
mukosa
(endometrium), muskularis (miometrium), dan serosa atau adventisia (perimetrium). 1. Lapisan mukosa (endometrium) Lapisan ini merupakan mukosa uterus (rahim) yang berupa epitel silindris selapis disokong oleh lamina prorpia. Kelenjar endometrium menjulur dari permukaan luminal masuk ke dalam lamina propria yang lebih sering disebut stroma. Epitel kelenjar ini merupakan lanjutan epitel permukaan. Fungsi utama endometrium adalah untuk: a. menyiapkan tempat dan suasana yang baik untuk implantasi
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
12 b. menyediakan nutrisi bagi blastosis c. membentuk plasenta pars maternal. Endometrium dapat dibedakan menjadi 2 lapisan yaitu a. Stratum fungsional. Lapisan ini mencakup dua per tiga atas tebal endometrium yang merupakan lapisan sementara yang berbatasan dengan lumen uterus. Di bawah pengaruh hormon ovarium, lapisan ini menebal dan mengelupas mengikuti irama siklus haid. Pada akhir setiap siklus, jika tidak ada ovum yang dibuahi, lapisan ini mengelupas. Peristiwa itu menyebabkan darah keluar yang bersama serpih kelenjar dan stroma membentuk darah haid. Pengelupasan ini terjadi selama 3-5 hari. Lapisan ini mendapat perdarahan dari arteri yang berkelok (coiled artery) yang berasal dari miometrium. b. Stratum basal. Lapisan ini lebih tipis, hanya mencakup sepertiga tebal endometrium, akan tetapi permanen dan tidak ikut terkelupas pada saat menstruasi. Di dalamnya juga terkandung kelenjar yang epitelnya menjadi sumber regenerasi epitel pascahaid. Epitel kelenjar basal inilah yang berproliferasi menutup permukaan endometrium yang terkelupas pada waktu menstruasi. Proliferasi terjadi segera setelah mengelupas dan terjadi tidak serentak karena pengelupasan endometrium pun tidak terjadi serentak. Dengan kata lain pada saat satu daerah endometrium sedang mengelupas, daerah lainnya sudah mulai regenerasi.Lapisan ini mendapat perdarahan dari arteri tak berkelok (straight artery) yang berasal dari miometrium. Sesuai siklus haid endometrium (Gb-8) dapat dibedakan atas 4 fase yaitu: 1. Endometrium fase menstruasi. Pada fase ini tampak stroma endometrium yang hancur (panah) dan bersama darah tumpah ke permukaan endometrium 2. Endometrium fase proliferasi awal. Pada fase ini tampak epitel permukaan yang masih berupa epitel kuboid selapis. Kelenjar-kelenjar masih tampak lurus 3. Endometrium fase proliferasi lanjut.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
13 Pada fase ini tampak kelenjar-kelenjar sudah mulai berkelok-kelok dengan dindingnya yang masih belum berlipat-lipat. 4. Endometrium fase sekresi awal. Pada fase ini tampak kelenjar yang lumennya melebar dengan dinding berlipatlipat dan mulut kelenjar di permukaan endometrium. 5. Endometrium fase sekresi lanjut Pada fase ini tampak sel epitel kelenjar dan stroma yang sudah tampak lembung karena menyimpan glikogen. Dinding kelenjar tampak berlipatan dan getah kelenjar sudah tampak di dalam lumen kelenjar. 2. Lapisan Miometrium Lapisan miometrium disusun oleh otot polos yang tebal. Lapisan otot ini tersusun dari lapis longitudinal luar dan dalam dengan lapis sirkular di antaranya Ukuran serat otot uterus sangat dipengaruhi estrogen ovarium. Pajangnya berkisar antara 40-90 m, bervariasi sepanjang siklus, dengan yang terpendek terjadi segera setelah menstruasi. Bila tidak ada estrogen otot uterus akan atrofi. Tingginya kadar estrogen pada waktu kehamilan, menjadikan serat otot 10 kali lebih panjang dan volume uterus menjadi 24 kali lebih besar. Hal itu menandakan bahwa pertambahan volume uterus bukan hanya disebabkan hipertrofi dan hiperplasi otot saja melainkan juga pertambahan jaringan ikat di antaranya. Selama kehamilan itu, serat otot miometrium tumbuh sangat pesat secara hipertrofi dan hiperplasi, sekalipun hiperplasinya itu tidak jelas akibat hasil mitosis sel otot polos atau diferensiasi sel mesenkim setempat. Pada saat persalinan lonjakan oksitosin memicu kontraksi miometrium yang kuat untuk mendorong janin ke luar. Pascasalin, miometrium kembali ke ukuran semula dengan pengertian sebagian sel ukurannya mengecil dan sebagian lainnya mengalami apoptosis atau kematian sel yang terprogram secara genetik. Pada uterus tidak hamil, terjadi juga kontraksi lemah berjeda yang tidak menimbulkan sensasi subyektif. Kontraksi yang lebih kuat dapat terjadi pada saat rangsangan seksual atau selama menstruasi yang menimbulkan rasa nyeri kejang. Mekanisme yang mengontrol kontraksi ini masih belum jelas.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
14
(A)
(B)
(C)
(D)
Gambar-8 Fase-fase Endometrium (A) Fase Menstruasi (B) Fase Proliferasi awal (C) Fase Proliferasi lanjut (D) Fase Sekresi awal (E) Fase Sekresi lanjut
(E) Sekalipun belum jelas persarafan yang mengatur kontraksi uterus, agaknya organ ini mempunyai persarafan jenis viseral. Seperti pada dinding usus yang juga mendapat persarafan viseral, di antara sel-sel otot polos terdapat taut imbas atau neksus atau “gap junction”. Neksus ini meningkat jumlahnya menjelang persalinan sebagai persiapan untuk yang memungkinkan gerak kontraksi ritmis dalam upaya mendorong janin ke luar. 3. Lapisan serosa atau adventisia (perimetrium).
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
15 Uterus mempunyai dua jenis pembungkus. Fundus diliputi tudung serosa dan korpus dikelilingi adventisia yang terdiri atas jaringan ikat longgar.
CERVIX
Serviks disebut juga leher rahim (Gb-9). Permukaan luar serviks uterus menyembul ke dalam puncak vagina. Dindingnya terutama terdiri atas jaringan ikat padat dengan sedikit serat otot polos. Mukosanya dilapisi epitel silindris tinggi dan dilengkapi dengan kelenjar serviks yang bercabang. Permukaan luarnya yang menyembul ke dalam vagina dilapisi epitel gepeng berlapis. Perubahan epitel dari silindris selapis menjadi gepeng berlapis terjadi tepat di belakang pintu luar serviks (orificium cervicis externum) yang paling sering menjadi tempat awal tumbuhnya kanker serviks. Mukosa serviks tidak mengelupas pada saat haid, akan tetapi terjadi perubahan yang jelas
Gambar-9 Cervix
pada jumlah dan viskositas lendir yang digetahkan kelenjar serviks. Pada saat ovulasi, lendir sangat encer sehingga memungkinkan spermatozoa untuk menerobosnya. Pada fase luteal dan selama kehamilan, lendirnya banyak dan lebih pekat. Pelebaran serviks menjelang persalinan disebabkan kerja kolagenase yang demikian kuat pada dinding serviks.
PLASENTA
Plasenta (Gb-10 dan 11) merupakan organ yang bersifat sementara yang pembentukannya dimulai pada saat implantasi.Di dalamnya terdapat unsur jaringan embrio (yang berasal dari korion frondosum) dan jaringan maternal (yang berasl dari desidua basalis). Organ ini bertugas menyalurkan nutrien dan oksigen kepada embrio, membersihkan darah fetal, dan memproduksi hormon.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
16
Gambar-10. Pasenta. Bagian maternal (M) berisi sel-sel desidua basalis dan substansi fibrinoid (merah). Ruang intervilius (IV) merupakan ruangan yang dibatasi oleh sinsitiotrofoblas (bagian fetal) tetapi berisi darah maternal. Vilus utama atau stem vilus (SV) bercabang-cabang kecil menjadi vilus korialis (V) yang terbenam di dalam darah maternal. Vilus utama akhirnya berpancang di bagian maternal dan disebut vilus pancang atau “anchoring villus” (AV).
Gambar-11. Plasenta. Pada gambar kiri tampak plasenta sisi fetal yang terdiri atas epitel amnion (kepala panah) dan lempeng khorion (panah). Tampak juga vili khorilais dan ruang intervilar yang terisi darah maternal. Pada gambar kanan tampak vilus khorialis yang disusun oleh sinsitiotrophoblas, sitotrofoblas dan jaringan ikat mesenkima ekstraembrional.Selain itu juga tampak ruang intervilar
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
17 Proses pembentukan plasenta diawali oleh sinsitiotrofoblas yang menyusup ke endometrium dan akan mengelilingi „pulau kecil‟ endometrium yang mengandung pembuluh darah. Peristiwa seperti ini terjadi di banyak tempat di daerah implantasi. Selanjutnya, enzim yang dikeluarkan oleh sinsisitotrofoblas melarutkan pulau-pulau endometrium itu sehingga terbentuklah banyak ruang-ruang kecil yang disebut lakuna . Dalam peristiwa itu pembuluh darah pun ikut dihancurkan. Pembuluh yang pecah itu isinya memenuhi ruang yang berdindingkan sinsisiotrofoblas itu dengan darah maternal. Sejumlah juluran pejal („solid‟) jaringan korion (vilus korilalis) tumbuh ke dalam lakuna dan berkembang secara bertahap. Juluran ini nantinya akan berisi pembuluh darah fetal yang akan mendekatkan darah fetal dengan darah maternal di dalam lakuna untuk memungkinkan pertukaran zat. Sekalipun dekat akan tetapi tetap terdapat jaringan pembatas yang sekaligus sebagai penyaring selektif yang akhirnya menjadi sawar uri atau sawar plasenta. Juluran pejal itu pada awalnya hanya terdiri atas sinsisiotrofoblas dan sitotrofoblas dan disebut vilus primer . Kemudian mensenkim ekstraembrionik menyusupi vilus primer untuk membentuk vilus sekunder yang terdiri atas sinsisiotrofoblas, sitotrofoblas, dan teras („core‟) mesenkim ekstrembrionik. Selanjutnya mesenkim ekstraembrionik tadi berdiferensiasi menjadi pembuluh darah yang kemudian menyatu dengan vena umbilikalis fetus. Dengan demikian terbentuklah vilus tersier yang terdiri atas sinsisiotrofoblas, sitotrofoblas, dan teras mesenkin ekstraembrionik dengan pembuluh darah di dalamnya. Pada stadium akhir pembentukan plasenta sitotrofiblas jumlahnya menyusut sampai habis karena menyatu seluruhnya dengan sinsisiotrofoblas. Plasenta mempunyai fungsi 1. Pertukaran nutrien dan limbah. Pada hari ke 23 kehamilan, darah fetal beredar di dalam vilus tersier. Nutrien darah maternal di dalam lakuna mencapai sirkulasi fetal setelah berhasil melewati: (1) sinsisiotrofoblas, (2) sitotrofoblas, (3) lamina basal trofoblas, (4) teras mesenkim ekstraembrional, (5) lamina basal pembuluh darah vilus tersier, dan (6) sel endotel pembuluh darah fetal. Keenam lapisan itulah yang disebut sawar plasenta.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
18 Batas antara bagian maternal dan fetal kemudian ditandai dengan substansi fibrinoid, yang merupakan lapisan yang terdiri atas jaringan nekrosis yang menjadi sawar non-antigenik yang memungkinkan toleransi maternal terhadap antigen fetal. 2. Hormon plasenta. Banyak hormon yang dihasilkan oleh sinsisiotrofoblas korion dan beberapa hormon dihasilkan oleh sel desidua. Hormon plasenta meliputi: gonadotropin korionik, tirotropin korionik, kortikotropin korionik, estrogen, progesteron, prolaktin, laktogen plasenta, hormon pertumbuhan plasenta.
VAGINA
Vagina (Gb-12) merupakan tabung muskular yang terentang antara serviks sampai genitalia eksterna. Dindingnya tidak mengandung kelenjar dan sebagai pelincirnya berupa mukus (lendir) yang berasal getah kelenjar serviks dan kelenjar Bartholin serta kelenjar mukosa kecil di vestibulum. Dinding vagina terdiri atas 3 lapisan: 1. Lapis mukosa Epitel yang meliputinya berupa epitel gepeng berlapis tanpa lapisan tanduk yang kaya akan glikogen dan dialasi oleh lamina propria yang kaya akan serat elastis. Secara normal di dalam lumen vagina terdapat mikroorganisme komensal. Hasil metabolisme glikogen yang berasal dari sel-sel epitel yang terlepas oleh bakteri vagina, menghasilkan asam laktat sehingga menurunkan pH vagina. Pleksus kapiler yang banyak terdapat di dalam lamina propria juga menghasilkan banyak cairan yang merembes ke dalam lumen selama rangsangan seksual. Mukosa vagina hanya sedikit mengandung serat saraf. 2. Lapis muskularis Lapisan muskular polos dinding vagina bagian luar terutama terdiri atas otot polos yang tersusun memanjang selain juga ada beberapa yang melingkar di dekat lapisan mukosa 3. Lapisa adventisia Vagina diliputi selubung jaringan ikat padat yang kaya akan serat elastis. Di dalamnya terdapat banyak pleksus vena yang luas, berkas saraf dan kelompokan sel neuron.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
19
Gambar-12 Vagina
GENITALIA EKSTERNA
Daerah ini banyak mengandung badan akhir serat saraf sensoris yaitu badan Meissner dan Pacini selain juga ujung saraf bebas. Genitalia eksterna (Gb-13) terdiri atas 1. Klitoris Organ ini homolog dengan bagian dorsal penis, terdiri atas 2 korpus kavernosum kecil yang berakhir di glans klitoris. Selain itu dilengkapi juga dengan prepusium dan semuanya diliputi oleh epitel gepeng berlapis. 2. Vestibulum Secara anatomis vestibulum berupa daerah yang dibatasi oleh labia minora. Pada daerah ini terdapat pintu vagina dan uretra. Daerah ini juga diliputi epitel gepeng berlapis dan dilengkapi dengan 2 jenis kelenjar. Yang besar disebut kelenjar Bartholin atau glandula vestibular mayor yang terdiri atas 2 kelenjar mukosa, besar, tubuloalveolar, terletak berseberangan di pintu vestibulum. Kelenjar ini analog dengan kelenjar bulbouretral Cowper pada pria. Kelenjar vestibular minor ukurannya lebih kecil, yang analog dengan kelenjar Littre pada uretra pria, berupa kelenjar mukosa yang tersebar di sekitar vestibulum. Hampir semua kelenjar tadi terletak di dekat uretra dan klitoris. 3. Labia minora Organ ini merupakan lipatan kulit dengan teras lir-sepon (spongy), bersifat erektil, analog dengan korpus spongiosum pria, dan diliputi epitel gepeng berlapis dengan
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
20
Gambar-13 Genitalia eksterna wanita
sedikit lapisan tanduk pada permukaannya. Sekalipun mempunyai kelenjar keringat dan kelenjar sebasea pada kedua permukaannya, pada labia minora tidak terdapat rambut 4. Labium mayora Lipatan kulit ini mempunyai teras jaringan lemak subkutan dan sedikit lapisan otot. Permukaan medialnya sama dengan labia minora dalam hal mempunyai kelenjar keringat dan kelenjar sebasea tetapi tidak berambut, sedangkan permukaan luarnya berambut kasar serta dilapisi lapisan tanduk yang lebih tebal. Kedua permukaannya tadi kaya akan kelenjar sebasea dan keringat. Labia mayora ini analog dengan skrotum pada pria.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
21 KELENJAR MAMAE (PAYUDARA)
Kelenjar ini (Gb-14) sebenarnya turunan kulit yang dikhususkan untuk memproduksi susu. Setiap payudara mengandung kelenjar tubulo-alveoral kompleks yang terdiri atas 15-25 lobus, yang dipisahkan satu sama lain oleh jaringan lemak dan dibungkus oleh jaringan ikat padat. Setiap lobus mencurahkan sekresinya ke dalam sebuah duktus laktiferus yang ujungnya melebar membentuk sinus laktiferus, sebelum masing-masing bermuara di permukaan puting susu (Gb-15) yang sangat kaya akan saraf. Pada masa prapubertas kelenjar ini sama struktur histologinya pada wanita dan pria. Akan tetapi, pada wanita, saat memasuki masa pubertas dan seterusnya kelenjar ini berubah ukuran dan struktur histologinya seiring dengan status fungsional sistem reproduksi dan usia. Payudara wanita mencapai ukuran terbesar pada usia sekitar 20 tahun dan mulai tampak atrofi pada usia 40 tahun yang selanjutnya disusul regresi pada usia menopause. Secara normal, pada pria kelenjar ini tidak bekembang akan tetapi pada beberapa pria kelenjar ini dapat tumbuh. Keadaan ini disebut ginekomastia.
Gambar-14 Kelenjar Mamae Rehat (kiri) dan Mamae Laktan
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
22 Nipple
(putting
susu)
(Gb-15)
disusun oleh jaringan ikat kolagen tidak beraturan diselilingi oleh serat otot polos yang berfungsi sebagai sfingter.
Pada
nipple
ini
akan
bermuara duktus laktiferus. Daerah sekita puting sus dikenal sebagai nipple yang selama masa kehamilan akan banyak mengandung kelenjar areolar Montgomery
Gambar-15 Nipple
SISTEM REPRODUKSI PRIA
Sistem reproduksi pria terdiri atas organ reproduksi dan sekelompok organ yang terlibat dalam proses reproduksi. Organ reproduksi pria (Gb-16) terdiri atas (1) kelenjar yang terdiri atas testis yaitu organ yang menghasilkan sel-sel benih dan hormon pria dan kelenjar tambahan/assesorius yang terdiri atas (vesikula seminalis, prostat dan bulbouretralis; (2) saluran genitalia baik intratesticular (tubulus rektus, rete testis, dan
Gambar-16 Organ Reproduksi pria
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
23 duktus efferentes) maupun ekstratesticular (epididimis dan vas deferens, duktus ejakulatorius dan uretra) dan kelenjar tambahan/assesorius (vesikula seminalis, prostat, bulbouretralis) dan (3) genitalia eksterna yaitu skrotum (tempat terdapatnya testis) dan penis. Sedangkan organ lain yang termasuk dalam sistem reproduksi pria yaitu kelenjar hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Fungsi organ reproduksi pria adalah untuk menghasilkan spermatozoa, hormon testosteron, cairan semen dan saluran keluar sperma dan urin.
TESTIS
Sel-sel benih primordial berasal dari yolk sacendoderm (kantung kuning telur) yang akan bermigrasi kedinding belakang rongga abdomen dan akan masuk kedalam rigi genital mesoderm yang akan membentuk primitive sex cords. Sel-sel benih primordial ini kemudian berkembang menjadi spermatogonia sedangkan mesoderm akan membentuk sel-sel sertoli, sel interstisial, dan jaringan ikat diantara primitive sex cords. Primitive sexcords ini akan membentuk tubulus seminiferus yang akan beranastomosis dengan tubulus-tubulus mesonefros membentuk saluran genital. Tubulus-tubulus seminiferus ini kemudian akan dibungkus oleh jaringan ikat membentuk testis yang kemudian akan memisahkan diri dari dinding dorsal dan turun k edalam skrotum. Testis
(Gb-17)
merupakan
tempat
berkembangnya
sel-sel
benih
pria
(spermatogenesis) dan juga tempat untuk menghasilkan hormon testosteron. Testis dibungkus oleh beberapa struktur yaitu 1. Kulit 2. Tunika Dartos 3. Fascia scrotalis superfisialis 4. Muskulus cremaster 5. Tunika vaginalis testis 6. Tunika albuginea. 7. Tunika vaskulosa Tunika vaginalis merupakan selapis sel mesotel gepeng dan bagian dari sebuah kantung serosa yang tertutup dan berasal dari peritoneum. Lapisan ini membungkus permukaan lateral dan anterior testis.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
24
Gambar-17 Testis. Gambaran skematis lapisan-lapisan pembungkus testis (kiri) dan Gambaran mikroskopiknya.
Tunika albuginea merupakan lapisan yang tebal disusun oleh jaringan ikat padat fibroelastin. Lapisan ini menebal pada permukaan posterior testis dan menjorok masuk ke dalam testis sebagai mediastinum testis. Sekat-sekat fibrosa yang tipis menyebar dari mediastinum testis kearah simpai testis dan membagi permukaan dalam testis menjadi kira-kira 250 bangunan berbentuk piramid yang disebut sebagai lobuli testis dengan bagian puncaknya menghadap kemediastinum. Tunika vaskulosa merupakan simpai testis yang paling dalam, terdiri atas jala-jala kapiler darah yang terbenam di dalam jaringan ikat longgar. Testis dibentuk oleh struktur-struktur berbentuk piramid yang dikenal sebagai lobulus testis. Satu lobulus terdiri atas 1-4 tubulus seminiferus. Lobulus ini terbenam didalam struktur jaringan ikat longgar yang mengandung pembuluh darah, limf dan serat serat saraf serta sel-sel interstisial Leydig. Lobulus testis dipisahkan satu lain oleh septum testis yang berasal dari mediastinum.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
25 Tubulus Seminiferus
Gambar-18 Tubulus seminiferus bersama dengan saluran keluar.
Tubulus seminiferus merupakan tubulus yang berkelok-kelok dengan garis tengah berukuran kurang lebih 0.2mm dan panjang 30-70cm. Jaringan ini dibungkus oleh jaringan ikat fibrosa. Tubulus seminiferus berakhir sebagai ujung bebas yang buntu atau beranastomosis dengan tubulus-tubulus didekatnya. Pada puncak tubulus tiap tubulus tidak berkelok-kelok lagi dan menjadi lurus disebut tubulus rektus. Tubulus seminiferus akan menghasilkan sperma yang akan diteruskan kedalam tubulus rektus lalu ke rete testis Hallery. Dinding tubulus dapat dibedakan 3 Lapisan: a. Tunika Propria merupakan lapisan fibosa yang tipis b. Lamina basal yang terletak antara tunika propria dan epitel tubulus. c. Epitel bertingkat terdiri atas 2 jenis sel yaitu sel-sel benih dan sel-sel suportif (Sel sertoli) Spermatogenesis
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sperma yang terdiri atas 3 tahap yaitu 1. Spermatositogenesis yaitu perubahan spermatogonia menjadi spermatosit 2. Meiosis yaitu proses pembelahan kromosom dari bentuk diploid pada spermatosit menjadi bentuk haploid pada spermatid. 3. spermiogenesis yaitu proses perubahan spermatid menjadi spermatozoa.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
26 Sel-sel Spermatogenik
Sel-sel benih berasal dari lapisan endoderm. Sel-sel ini kemudian mengalami spermatogenesis, yaitu suatu proses
differensiasi multistep yang diawali oleh sel-sel
yang terletak dekat dengan basal lamina (spermatogenesis) dan berakhir dengan lepasnya spermatozoa kedalam lumen tubulus. Sel-sel benih yang sedang berkembang ini mempunyai nama sesuai dengan ukuran, morfologi inti dan lokasi pada epitelium. Adapun sel-sel tersebut (Gb-19) adalah: 1. Spermatogonia Spermatogonia merupakan sel benih diploid (46, 2n) yang terletak di lamina basal tubulus seminiferus. Sel-sel ini berukuran kecil dan berbentuk bulat. Inti sel bulat dengan heterokromatin. Sel-sel ini kemudian akan membelah. Ada 2 jenis spermatogonia yaitu spermatogonia tipe A yang terang dan spermatogonia tipe A yang pucat.
Gambar-19. Sel-sel Spermatogenik dalam tubulus seminiferus
2. Spermatosit I (Spermatosit primer) Spermatosit primer merupakan sel benih terbesar yang terdapat di dalam tubulus seminiferus. Ini sel berbentuk bulat besar dengan kromatin yang lebih memadat. Sel
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
27 benih pada tahap ini adalah sel diploid dan berada dalam tahap profase meiosis pertama. Sel-sel ini terletak lebih dekat kearah lumen dibandingkan spermatogonia. 3. Spermatosit II Spermatosit sekunder merupakan sel haploid yang hasil pembelahan meiosis pertama dari spermatosit primer. Spermatosit sekunder akan mengalami pembelahan meiosis kedua dan akan segera berkembang menjadi spermatid. Secara histologis tampilan spermatosit primer dan spermatosit sekunder sulit dibedakan. 4. Spermatid Spermatid merupakan sel benih haploid kecil dan terletak dekat lumen tubulus seminiferus. Spermatid ini mempunyai kromatin yang memadat sehingga mudah dibedakan
dengan
spermatosit
berdifferensiasi menjadi
primer
spermatozoa
dan
sekunder.
melalui
proses
Spermatid yang
ini
dikenal
akan
sebagai
spermiogenesis. Ada 4 fase perubahan dari spermatid menjadi spermatozoa (Gb-20) yaitu fase Golgi, fase cap, fase akrosomik dan fase maturasi.
Gambar-20 Spermiogenesis 5. Spermatozoa Spermatozoa merupakan tahap akhir perkembangan sel benih. Secara histologis sel ini mempunyai bentuk seperti kecebong. Spermatozoa kemudian akan bergerak kedalam lumen tubulus seminiferus dan selanjutnya akan menuju ke tubulus rektus.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
28 Sel Sertoli
Sel sertoli merupakan sel penyokong yang jumlahnya relatif sedikit dan tersusun sepanjang tubulus. Sel-sel sertoli merupakan sel-sel tinggi seperti tiang dengan dasarnya terletak di lamina basal tubulus. Bentuk sel tidak teratur dan tidak tampak jelas serta sangat kompleks karena kepala spermatozoa yang matang menempati cekungancekungan sitoplasmanya. Inti selpucat bentuknya lonjong dengan sumbu panjangnya tersusun secara radiar. Membran plasmanya mempunyai reseptor untuk FSH. Antara 2 sel sertoli yang berdekatan terdapat kompleks taut kedap (occluding junction) (Gb-21) yang berfungsi sebagai sawar darah testis (blood testis barrier) yang mencegah masuknya bahan-bahan makanan dan bahan-bahan lainnya dari ruang basal keruang adluminal melalui celah antara 2 sel sertoli yang berdekatan.
Gambar-21 Sawar darah testis Sel sertoli berfungsi untuk 1. menyokong secara fisik sel-sel spermatogenik melalui jembatan sitoplasmiknya 2. pengaturan nutrisi untuk sel-sel spermatogenik
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
29 3. menghasilkan inhibin yaitu hormon penghambat sintesa dan pelepasan FSH oleh kelenjar hipofisis anterior. 4. membentuk sawar darah testis 5. sintesa dan pelepasan hormon anti Mullerian (AMH) yang diperlukan untuk determinasi sifat pria. REGULASI SPERMATOGENESIS
Perkembangan (regulasi) spermatogenesis dipengaruhi oleh 1. Temperatur tubuh 0
Temperatur kritis untuk spermatogenesis adalah 35 C 2. Interaksi hormonal Hormon-hormon yang berperan dalam proses spermatogenesis adalah A. Gonadotrophin Releasing Hormone (GnRH) GnRH merupakan hormon yang dihasilkan oleh neuron di hipotalamus yang akan merangsang pelepasan hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone). FSH akan mempromosikan sintesis Androgen Binding Protein (ABP) oleh sel-sel Sertoli. Sedangkan LH akan merangsang sel-sel interstisial Leydig menghasilkan hormon testosteron. B. Hormon Testosteron Testosteron merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel interstisial Leydig dan berperan dalam proses spermatogenesis dan menampilkan tanda – tanda sex sekunder. Disamping itu hormon ini juga dibutuhkan untuk fungsi vesikula seminalis, prostat dan kelenjar bulbouretralis yang normal. C. Androgen Binding Protein (ABP) ABP merupakan pengikat hormon testosteron dan mempertahankan agar konsentrasinya tetap tinggi di tubulus seminiferus sehingga spermatogenesis dapat berjalan dengan baik. ABP disintesa oleh sel-sel Sertoli. Yang dirangsang oleh hormon FSH. D. Hormon Inhibin Hormon inhibin dihasilkan oleh sel-sel sertoli pada saat kadar testosteron meningkat melebihi kadar yang dibutuhkan. Hormon ini akan menghambat pelepasan hormon FSH oleh hipofisis anterior. Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
30 Regulasi spermatogenesis oleh hormon dilukiskan dalam gambar diba wah ini (Gb-22)
Gambar-22
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
31 SEL-SEL INTERSTISIAL LEYDIG
Sel-sel interstisial Leydig (Gb-23) terletak di daerah interlobulus testis. Sel-sel ini berbentuk bulat hingga poligonal. Intinya besar dan terletak di tengah, sitoplasmanya banyak mengandung mitokondria, kompleks Golgi, tetes lipid prekursor testosteron. Sel-sel ini mendapat suplai darah dari kapiler yang banyak disekitarnya. Fungsi sel-sel ini adalah menghasilkan hormon testosteron. Sintesa hormon testosteron dipicu oleh hormon LH yang berasal dari hipofisis dan aktif setelah Gambar-23. Sel-sel Interstisial Leydig
pubertas.
SALURAN GENITAL INTRATESTICULAR
Saluran genital intratestikular terdiri atas 1. Tubulus Rektus Tubulus merupakan saluran-saluran yang lurus yang terletak didalam testis. Saluran ini dilapisi oleh epitel selapis kuboid yang mengandung mikrovili dan flagel. Saluran ini akan meneruskan spermatozoa dari lumen tubulus seminiferus ke rete testis Halleri. 2. Rete Testis Halleri Rete testis Halleri merupakan kumpulan saluran-saluran yang membentuk jala jala tak beraturan. Lumennya dilapisi epitel selapis kuboid dan mengandung flagel. 3. Duktus Efferentes Saluran ini terletak antara rete testis Halleri dan epididimis. Saluran ini mempunyai 2 macam epitel yaitu sel kuboid tanpa siliar dan sel kolumnar dengan
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
32 siliar. Saluran ini mempunyai lapisan otot polos yang terletak dibawah lamina basal. Duktus efferentes berfungsi untuk reabsorpsi cairan dari semen.
Gambar-24 Saluran genital intratestikular SALURAN GENITAL EKSTRATESTIKULAR
Saluran genital ekstratestikular merupakan saluran genital yang terletak diluar testis yang terdiri atas
Gambar-25 Duktus Epididimis
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
33 1. Duktus Epididimis (Gb-25) Duktus epididmis merupakan saluran yang dibatasi epitel be rtingkat dengan stereosilia. Saluran ini mempunyai lapisan otot polos sirkular yang akan berkontraksi membantu penyaluran sperma ke duktus vas Deferens 2. Duktus Deferens atau vas Deferens (Gb-26) Lumen vas Deferens dilapisi epitel bertingkat dengan permukaan tidak rata. Saluran ini mempunyai 2 lapis otot polos longitudinal dengan lapis sirkular diantaranya.
Gambar-26. Duktus Deferens atau vas Deferens
3. Duktus Ejakulatorius Duktus ejakulatorius merupakan saluran yang pendek dan lurus yang berjalan ditengah prostat. Lumennya dilapisi epitel selapis silindris dan permukaannya tidak rata. Saluran ini tidak mengandung otot polos pada dindingnya. 4. Uretra
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
34 KELENJAR AKSESORIS
Kelenjar aksesoris yang berkaitan dengan sistem saluran testis adalah vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar bulbouretralis. 1. Kelenjar vesikula seminalis (Gb-27) Kelenjar ini mempunyai epitel bertingkat dengan mukosa berlipat-lipat. Lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibroelastik yang dikelilingi oleh lapis otot polos sirkular disebelah dalam dan longitudinal disebelah luar. Tunika adventisia disusun oleh jaringan ikat fibroelastik. Fungsi kelenjar ini menghasilkan cairan bewarna kekuningan agak kental yang mengandung substansia untuk mengaktifkan sperma. Cairan yang disekresikan merupakan penyusun 70% cairan semen
Gambar-27 Kelenjar Vesikula Seminalis
2. Kelenjar Prostat (Gb-28) Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang bercabang-cabang dan mengelilingi uretra pars prostatika. Lumennya dilapisi epitel bertingkat. Lumennya dikelilingi oleh jaringan ikat fibroelastik dan serat-serat otot polos. Kelenjar ini mencurahkan isinya kedalam uretra pars prostatika. Konkremen adalah cairan prostat yang mengkristal karena
glikoproteinnya
mengalami
kalsifikasi.
Pembentukan
konkremen
ini
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Fungsi kelenjar prostat adalah mensekresikan cairan putih yang mengandung ensim proteolitik, asam sitrat, fosfatase
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
35 asam, fibrinolisin dan lemak.cairan ini berperan dalam mengentalkan semen setelah masuk kedalam saluran genital wanita.
Gambar-28 Kelenjar Prostat
3. Kelenjar Bulbouretralis (Cowper) (Gb-29) Kelenjar ini menempel ke uretra pars membransea. Sekretnya dicurahkan ke uretra pars membranasea dan berfungsi sebagai pelumas. Lumen kelenjar dilapisi epitel selapis kuboid atau kolumnar. Lumennya dikelilingi oleh jaringan ikat fibroelatsik dengan serat-serat otot polos dan otot lurik
Gambar-29. Kelenjar Bulbouretralis (Cowper)
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
36 PENIS (Gb-30)
Penis berfungsi sebagai saluran keluar air kemih, cairan semen dan sebagai alat senggama. bangunan
Penis erektil
disusun
oleh
berbentuk
tiga
silindris,
sepasang dibagian dorsal yaitu korpora kavernosa penis dan satu dibagian ventral yaitu korpora kavernosa uretra (korpus spongiosa). Ketiga korpora ini dikelilingi oleh jaringan ikat longgar dan dibungkus oleh
kulit
spongiosum Gambar-30 Penis
tanpa
rambut.
membungkus
Korpus
uretra
pars
kavernosa.
Korpora kavernosa penis merupakan jaringan erektil yang mengandung ronggarongga darah. Tiap-tiap silinder korpus kavernosa penis dibungkus oleh selubung fibrosa tebal yaitu tunika albuginea. Septum pektiniformis yang terdapat diantara kedua silinder ditembus oleh celah-celah terbuka sehingga ruang-ruang kavernosa dikedua sisi
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
37 dapatberhubungan satu sama lain. Trabekula yang merupakan lanjutan dari selubung fibrosa terdiri atas serat-serat kolagen, elastin dan serat otot polos dan menyusun rangka bagian dalam yang padat. Ruang di antara rangka-rangka tersebut dilapisi oleh selapis tipis sel endotel dan merupakan sinus-sinus darah. Pada saat ereksi ruang-ruang vaskular menggelembung terisi darah sebagai reaksi terhadap impuls saraf parasimpatis. Hubungan arteriovenous (AV shunt) akan menutup. Pada saat yang bersamaan terjadi dilatasi arteri helisina sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke kaverna korpora kavernosa penis dan korpus kavernosa uretra. Korpora kavernosa uretra (corpus spongiosum) dikelilingi oleh jaringan ikat yang lebih tipis dan berakhir pada glands penis seb agai meatus uretra.
MEKANISME EREKSI (Gb-31)
Dibawah
pengaruh
rangsang
rangsang
parasimpatik
erotik,
menyebabkan
relaksasi otot polos dan pembuluh helisina akan menjadi lurus sedangkan lumennya melebar. Darah mengalir dengan deras dari arteri
helisina
masuk
kedalam
ruang
kaverna sampai penuh terisi darah. Aliran darah venosa dibagian perifer korpora kavernosa penis berkurang karena tekanan terhadap
vena
berdinding
tipis
yang
terdapat dibawah tunika albuginea oleh pelebaran ruang-ruang trabekula. Korpora Gambar-31 Mekanisme ereksi
kavernosa
menjadi
tegang
dan
membengkak.
Pada korpus spongiosum karena aliran vena lebih kecil dan tunika albugineatidak terlalu kuat daerah ini tidak begitu tegang dan uretradi dalamnya tetap terbuka sehingga memungkinkan cairan semen memancar keluar sewaktu ejakulasi. Pada akhir kegiatan seksual penis kembali lemas dan peristiwa ini dikenal sebagai detumesen. Tonus arteri
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
38 kembali seperti semula karena rangsang simpatis dan jumlah darah yang masuk kedalam sinus berkurang. Kelebihan darah yang terdapat dalam korpora kavernosa perlahan-lahan diperas keluar oleh kontraksi serat-serat otot polos didalam trabekula dan aliran darah melalui organ kembali seperti semula.
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011
39 RUJUKAN
1. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi Wanita dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo), EGC, Jakarta, Indonesia, pp.481-510 2. Tambayong, J. dan Wonodirekso, S. (Penyunting),(1985), Sistem Reproduksi Pria dalam: Buku Ajar Histologi (Terjemahan Leeson and Leeson Papparo), EGC, Jakarta, Indonesia, pp.510-533 3. Wonodirekso, S; Diktat Histologi Sistem Reproduksi Wanita: Untuk pemahaman siklus dan Kesehatan Reproduksi, FKUI Jakarta 4. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Fem ale Reproductive System in Color Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 382-402 5. Gartner, L.P., and Hiatt, J.L. (Ed) (1997), Male Reproductive System in Color Textbook of Histology, W.B. Saunders Company, Philadelphia USA, pp 403-421 6. Kessel, R.G., (1998), Female Reproductive S ystem in Basic Medical Histology: The Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York, USA, pp. 477-494 7. Kessel, R.G., (1998), Male Reproductive S ystem in Basic Medical Histology: The Biology of Cells, Tissues and Organs, Oxford University Press, New York, USA , pp.495-514 8. Young B., Heath, J.W. (2000), Male Reproductive System in Wheater‟s th
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4 ed., Churchill livingstone, London, UK, pp. 328-340 9. Young B., Heath, J.W. (2000), Female Reproductive System in Wheater‟s th
Functional Histology: A Text and Color Atlas, 4 ed., Churchill livingstone, London, UK, pp. 341-371 10. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The male reproductive system in Basic th
Histology: Text and Atlas, 10 Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp 431-448 11. Juncqueira LC and Carneiro J (2003), The female reproductive system in Basic th
Histology: Text and Atlas, 10 Ed, Mc Graw-Hill Companies, North America, pp 449468
Modul Reproduksi/HAAJ/HIstologi FKUI/2011