MERINGKAS BUKU YANG BERKORELASI DENGAN DELIK DELIK KHUSUS ”CYBERCRIME” PEMAHAMAN DAN UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN BERTEKNOLOGI Diajukan untuk Memenuhi Tugas, Mata Kuliah Delik-Delik Khusus, Semester Ganjil, Tahun Akademik 2010 / 2011 Dosen Pembimbing : - Hj. Tien S. Hulukati, S.H.,M.Hum. - Gialdah Tapiansari B., S.H. Oleh: Rudi Pradisetia Sudirdja NPM : 091000299 Kelas : D
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PASUNDAN JALAN LENGKONG BESAR NO 68 BANDUNG Telp. (022) 4205945, 4262226 www.hukum.unpas.ac.id 2010 / 1431
”CYBERCRIME” PEMAHAMAN DAN UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN BERTEKNOLOGI Teknologi informasi memegang peran yang penting, baik di masakini maupun masa yang akan datang. Internet adalah salah satu bagian dari perkembangan teknologi informasi yang telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia. Internet dapat diartikan sebuah ruang informasi dan komunikasi yang menembus batas-batas antarnegara dan mempercepat penyebaran ilmu pengetahuan serta memepermudah segala kegiatan yang dilakukan manusia (cyberspace). Teknologi selain membawa keuntungan berupa semakin mempermudahnya hidup manusia, juga membawa kerugian-kerugian berupa semakin mudahnya penjahat melakukan kejahatan. Permasalahan keamanan jaringan komputer atau keamanan jaringan internet menjadi hal yang sangat penting dalam era global ini. Sistem keamanan yag terhubung ke internet harus direncanakan dan dipahami dengan baik agar informasi yang berharga dapat terlidungi secara efektif. Keamanan komputer melimputi 4 (empat aspek), yaitu privacy, integrity, authentication dan availability. Aspek privacy atau confidentality adalah usaha untuk menjaga informasi dari orang yang tidak berhak mengakses. Aspek integrity menekankan bahwa informasi tidak boleh diubah tanpa seizin pemilik informasi. Aspek authentication berhubungan dengan metode untuk menyatakan bahwa informasi betul-betul asli atau orang yang mengakses betul-betul orang yang dimaksud. Aspek availability berhubungan dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan. Hacker adalah orang-orang yang mempelajari seluk-beluk sistem komputer dan bereksperimen dengannya. Orang-orang yang berperan dalam pengrusakan jaringan internet / pelaku kejahatan disebut hacker (hitam) / craker. Craker menggunakan kemampuannya untuk melakukan kejahatan seperti, pencurian nomor kredit, perusakan website milik orang lain, pencurian password, dll. Namun tidak semua hacker adalah cracker (hacker hitam), ada juga yang dinamakan white hacker (hacker putih) yang berperan memerangi hacker hitam. Perusakan-perusakan sistem teknologi yang dilakukan oleh hacker disebut dengan hacking. Hacking dilakukan dengan cara, pertama mempelajari sistem operasi target sasaran. Kedua, menyusup masuk jaringan komputer. Ketiga, menjelajah sistem komputer dan mencari akses yang lebih tinggi (informasi yang ingin didapat) atau (merubah isi dari sebuah website) dan yang terakhir meninggalkan tempat yang telah dimasuki disertai dengan tindakan menghapus log file atau data-data penting. Di negara-negara lain craker yang mengacau-balaukan sistem informasi mereka dipenjarakan. Dengan dalih melanggar ketetuan undang-undang (seperti Computer Fraud and Abuse Act di Amerika atau The Information Teknology Act 1999 di India). Kejahatan di duia cyber tidak hanya terbatas pada kejahatan hacking, melainkan terdapat juga bentuk dan jenis yang lain seperti cyber terrorism, cyber pornography, cyber gambling, cyber frau, cyber smuggling, cyber blackmail, cyber threatening, cyber aspersion,
manipulasi data, sabotase, provokasi, moneylaundring dan sebagainya. Namun untuk melakukan kejahatan-kejahatan itu perlu memiliki kemampuan hacking yang baik. Mengingat sifat internet yang melampaui batas negara, memecahkan masalah waktu dan tempat serta tempat beroprasi di dunia maya. Internet melahirkan berbagai bentuk kegiatan yang tidak sepenuhnya diatur oleh hukum yang berlaku saat ini. Kenyataan ini telah menyadarkan masyrakat akan perlunya regulasi yang mengatur aktivitas di internet. Urgensi pengaturan hukum nasional atas kegiatan-kegiatan cyberspace dilandasi oleh 3 (tiga) pemikiran utama yaitu : 1. perlunya kepastian hukum bagi para pelaku kegiatan cyberspace disebabkan belum diakomodasi secara memadai di dalam regulasi yang telah ada. 2. upaya mengantisipasi implikasi-implikasi yang ditimbulkan akibat pemanfaatan teknologi informasi; dan 3. adanya variabel global, yaitu persaingan bebas dan pasar terbuka (WTO/GATT) Mieke Komar Kantaatmaja dan Ahmad M Ramli dalam makalah ”Kajian dan Evaluasi Hukum Nasional Dalam Pemanfaatan Teknologi Informasi” menunjukan beberapa permasalahan hukum yang perlu dicemati dalam persiapan regulasi pada kegitan cyberspace yaitu : 1. 2. 3. 4.
Aspek hukum perjanjian dan tanda tangan digital Pelanggaran hukum dalam bentuk akses ilegal terhadap jaringan komputer Penyalahgunaan Password dalam era ekonomi digital; dan Keterkaitan hak atas kepemilikan intelektual (HAKI) dengan sistem informasi (Hak Cipta, Merek, Paten, Informasi Rahasia / Rahasia Dagang/ Trade Secret dan Dunia Industri)
Ruang lingkup cyberlaw dapat dilihat sebagai berikut : A. Aspek Hukum Publik : 1. Juridiksi dan Kopetensi Badan Peradilan serta aspek pembuktianya 2. Etika kegiatan dalam cyberspace 3. Perlindungan konsumen 4. Anti Monopoli 5. Persaingan Sehat 6. Perpajakan 7. Regulation body 8. Perlindungan Electronic Database 9. Cybercrimes B. Aspek Hukum Privat : 1 . Intellectual Property Right (HAKI) 2 . E-Commerce 3 . Kontrak dalam Internet (Cyber Contract) 4 . Privacy 5. Domain Name
DAFTAR PUSTAKA Raharjo, Agus (2002), CYBERCRIME : Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan Berteknologi, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti