DEFINISI DAN DASAR HUKUM JUAL BELI SALAM DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Fiqh Mu’amalah Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I
Disusun Oleh: Reni Ratna Sari (1502100207)
Kelas C PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO METRO 2016
A. DEFINISI JUAL BELI SALAM
Jual beli dalam bahasa Arab disebut dengan al-bay’. Secara etimologi adalah pertukaran. barang dengan barang (barter). Sementara itu secara terminologi, ada beberapa ulama yang mendefinisikan jual beli. Salah satunya adalah imam hanafi, beliau menyatakan bahwa jual beli adalah tukar menukar harta atau barang.1
Sedangkan Al-Bujairami menjelaskan makna salam secara etimologi sebagai berikut: “lafaz salam dan salaf adalah isim masdar lafaz aslama dan lafaz aslaf. Adapun masdar lafaz aslama dan aslafa adalah lafaz ilam dan lafaz islaf.berbeda dengan lafaz aslafa yang digunakan dalam bab salam dan bab qard, lafaz salam ini khusus untuk bab salam saja”. Jadi arti salam adalah memberikan “Al-I’thaau” atau Al-Taslif. Jual beli salam atau salaf adalah jual beli dengan sistem pesanan, pembayaran dimuka, sementara barang diserahkan di waktu kemudian. Dalam hal ini pembeli hanya memberikan rincian spesifikasi barang yang dipesan. Pasal 22 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ayat 34 mendefinisikan “salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersama dengan pemesanan barang.” Sebagai contoh, Pak Ali memesan sejumlah pakaian kepada toko Arto. Pak Ali menjelaskan spesifikasi pakaian yang dipesannya dan membayar harga pakaian tersebut. Setelah pakaian ada, toko Arto mengirim pakaian kepada Pak Ali.2
1
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2016), hal. 21.
2
Ibid hal. 85
2
Para ulama fikih menamakan jual beli salam dengan istilah al- Mahawi’ij. Artinya, adalah sesuatu yang mendesak, karena jual beli tersebut barangnya tidak ada di tempat, sementara dua belah pihak yang melakukan jual beli dalam keadaan terdesak. Pihak pemilik uang membutuhkan barang, dan pemilik barang memerlukan uang, sebelum barang berada di tempat. Uang dimaksud untuk memenuhi kebutuhannya. Ada pendapat yang mengartikan jual beli salam adalah pembiayaan terkait dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. Jual beli salam ini, biasanya berlaku untuk jual beli yang objeknya adalah agrobisnis. Misalnya, gandum, padi, tebu dan sebagainya.
Dalam jual beli salam, spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Bank Syariah dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari risiko yang merugikan Bank. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.3
Definisi yang kedua dari jual beli salam yaitu akad jual beli pesanan (mushlam fiih) dengan pengiriman di kemudian hari oleh penjual (mushlam ilaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat tertentu. Jika penjual untuk memenuhi pesanan pembeli juga memesan pihak lain maka hal ini disebut dengan salam pararel.4 3
Siti Mujiatun,”Jual Beli dalam PISI”, dalam Jurnal RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Volume 13 No. 2 Tahun 2013 Edisi September, (206-207), h. 4
Muhammad Nizarul Alim., Muhasabah Keuangan Syariah,(Solo: PT Aqwam Media Profetika, 2011), hal. 83.
3
Definisi ketiga salam (Jual Beli dengan Pembayaran di Muka) yaitu salam sinonim dengan salaf. Dikatakan aslama ats-tsauba lil khiyath, artinya ia memberikan atau menyerahkan pakaian untuk dijahit.dikatakan salam karena orang yang memesan menyerahkan harta pokoknya dalam majelis. Dikatakan salam karena ia menyerahkan uangnya terlebih dahulu sebelum menerima barang dagangannya. Salam termasuk kategori jual beli yang sah jika memenuhi persyaratan keabsahan jual beli pada umumnya. Adapun salam secara terminologi adalah transaksi terhadap sesuatu yang dijelaskan sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang diberikan kontan ditempat transaksi. Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, salam adalah jasa pembiayaan yang dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang.5
Definisi ke empat jual beli salam merupakan bentuk jual beli dengan pembayaran dimuka dan penyerahan barang dikemudian hari (advanced payment atau forward buying atau future sales) dengan harga, spesifikasi jumlah, kualitas, tanggal dan tempat penyerahan yang jelas, serta disepakati sebelumnya dalam perjanjian.
Barang yang diperjual belikan belum tersedia pada saat transaksi dan harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk pertanian dan produk-produk fungible (barang yang dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran,dan jumlahnya) lainnya. Barang-barang non-fungible seperti batu mulia, lukisan berharga, danlain-lain yang merupakan barang langka tidak dapat dijadikan objek salam (Al-Omar dan Abdel-Haq. 1996). Risiko terhadap barang yang diperjual belikan masih berada pada penjual sampai waktu penyerahan barang. Pihak pembeli berhak untuk meneliti dan dapat menolak barang yang akan diserahkan apabila tidak sesuai dengan spesifikasi awal yang disepakati.
5
Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 113.
4
Salam diperbolehkan oleh Rasullullah Saw. dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Tujuan utama dari jual beli salam adalah untuk memenuhi kebutuhan para petani kecil yang memerlukan modal untuk memulai masa tanam dan untuk menghidupi keluarganya sampai waktu panen tiba. Setelah pelanggaran riba’, mereka tidak dapat lagi mengambil pinjaman ribawi untuk keperluan ini sehingga diperbolehkan bagi mereka untuk menjual produk pertaniannya dimuka. Sama halnya dengan para pedagang arab yang bisa mengekspor barang ke wilayah lain dan mengimpor barang lain untuk keperluan negerinya. Mereka membutuhkan modal
untuk menjalankan
usaha perdagangan ekspor-impor itu. Untuk kebutuhan modal perdagangn ini, mereka tidak dapat lagi meminjam dari para rentenir setelah dilarangnya riba. Oleh sebab itulah, mereka diperbolehkan menjual barang dimuka. Setelah menerima pembayaran tunai tersebut, mereka dengan mudah dapat menjalankan usaha perdagangan mereka.
Salam bermanfaat bagi penjual karena mereka menerima pembayaran dimuka. Salam juga bermanfaat bagi pembeli karena pada umumnya harga dengan akad salam lebih murah dari pada harga dengan akad tunai. Transaksi salam sangat populer pada zaman Imam Abu Hanifah (80-150 AH/699-767 AD).6
Definisi ke lima jual beli salam. Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya
ialah
perjanjian
yang
menyerahkan
barang-barangnya
ditangguhkan hingga maa tertentu,sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad. Adapun syarat jual beli salam sebagai berikut: (1) Ketika melakukan akad salam, disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau pembeli baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang, dan diukur. (2) Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bisa mempertinggi dan memperendah harga barang itu. 6
Ascarya., Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 90-91.
5
(3) Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapatkan dipasar. (4) Harga hendaknya dipegang ditempat akad berlangsung.7
Definisi yang ke enam pembiayaan salam, salam secara etimologi artinya pendahuluan, dan secara mu’amalah adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang yang dibeli
masih
dalam
tanggungan
penjual,
dimana
syaratnya
ialah
mendahulukan pembayaran pada waktu akad. Salam adalah akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan pada saat akhir kontrak. Barang pesanan harus jelas spesifikasinya.
Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah di sepakati. Jika barang pesanan yang dikirim tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertuang dalam akad, maka bank syariah dapat mengembalikannya kepada penjual. Bila barang pesanan pada saat diterima oleh bank harganya lebih rendah dibanding harga pada saat akad, maka selisihnya merupakan kerugian pembeli (bank syariah). Sebaliknya, bila harga barang pesanan pada saat diterima lebih tinggi, maka selisihnya diakui sebagai keuntungan salam.8
Definisi ke tujuh jual beli salam yaitu kata salama dengan salafa artinya sama. Disebut salam karena pemesan barang menyerahkan uangnya ditempat akad. Disebut salaf karena pemesan barang menyerahkan uangnya terlebih dahulu. Definisi salam yang menjurus adalah akad pesanan barang yang disebutkan sifat-sifatnya yang dalam majelis itu pemesan barang menyerahkan uang seharga barang pesanan yang barang pesanan tersebut menjadi tanggungan penerima pesanan.9 7
H.Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hal.76.
8
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 152 – 153.
9
Heri Sudarsono., Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2013), hal. 72.
6
Definisi ke delapan jual beli salam adalah jual beli dengan sistem pesanan.10 Definisi ke sembilan jual beli salam adalah proses jual beli dimana pembayaran dilakukan secara advance manakala penyerahan barang dilakukan dikemudian.11 Definisi ke sepuluh jual beli salam adalah dalam pengertian sederhana, ba’I as-salam berarti pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan dimuka.12
Definisi ke sebelas jual beli salam adalah menjual sesuatu yang tidak dilihat artinya hanya ditentukan dengan sifat barang itu ada didalam pengakuan tanggungan penjual. Misalnya si penjual berkata, “Saya jual kepadamu atu meja tulis dari jati, ukurannya 140 x 100 cm, tingginya 75 cm, sepuluh jati dengan harga Rp.100.000.000.”pembeli pun berkata, “Saya beli meja dengan sifat tersebut dengan harga Rp.100.000.000. dia membayar uangnya sewaktu akad itu juga, tetapi mejanya belum ada. Jadi, salam ini merupakan jual beli utang dari pihak penjual, dan kontan dari pihak pembeli karena uangnya telah dibayarkan sewaktu akad.
Keterangannya yaitu firman ALLAH S.W.T. Surat Al-baqarah : 282 “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.” (Al-Baqarah: 282).13
Definisi ke dua belas jual beli salam yaitu berasal dari kata as-salaf yang artinya pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. Para fuqaha menamainya al-mahawi’ij (barang-barang mendesak) 10
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, ( Metro: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung bekerjasama dengan Kaukaba Dipantara, 2014), hal. 71. 11
Muhammad., Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah edisi revisi, (Yogyakarta: Tim UII Press, 2000), hal. 31. 12
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani bekerjasama dengan Tazkia Cendekia, 2001), hal. 108. 13
H. Sulaiman Rasjid., Fiqh Islam, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung, 2013), hal. 294-295.
7
karena ia sejenis jual beli yang dilakukan mendesak walaupun barang yang diperjual belikan tidak ada ditempat. “Mendesak”, dilihat dari sisi pembeli karena ia sangat membutuhkan barang tersebut dikemudian hari sementara dari sisi penjual, ia sangat membutuhkan uang tersebut. Salam dapat didefinisikan sebagai transaksi atau akad jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada ketika transaksi dilakuakan
dan pembeli
melakukan pembayaran dimuka sedangkan penyerahan barang baru dilakukan dikemudian hari. PSAK 103 mendefinisikan salam sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) dengan pengiriman dikemudian hari oleh penjual (muslam ilaihi) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli (al muslam) pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat - syarat tertentu.14 B. DASAR HUKUM JUAL BELI SALAM
Yang menjadi dalil pelaksanaan jual beli salam yaitu: Dasar hukum yang pertama: 1. QS. Al-baqarah/2:282 sebagai berikut: “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kalian menuliskannya.” 2. Al – hadist sebagai berikut: “Ibnu Abbas meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW datang ke madinah dimana penduduknya melakukan salaf (salam) dalam buah - buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata “barang siapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang ditentuka”. Dalam hadist lain: “Dari Shihab r.a, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “tiga hal keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk di jual”. (HR. Ibnu Majah)15
s 14
Sri Nurhayati Wasilah, Akuntansi syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), hal. 180.
15
Mardani., Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muammalah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hal. 115.
8
Dasar hukum yang kedua: 1. Ibnu Abbas berkata: “aku bersaksi bahwa salam yang dijamin untuk waktu tertentu benar-benar dihalalkan oleh Allah dan diizinkan.” 2. Ibnu Abbas r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tiba dimadinah dimana mereka melakukan salaf untuk penjualan buah-buahan dengan jangka waktu satu tahun atau dua tahun, lalu Beliau bersabda: “Barang siapa yang melakukan salaf hendaknya melakukannya dengan jelas.”16 Dasar hukum yang ketiga: 1. Al-Qur’an: Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu bermuammalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (QS.albaqarah(2): 282). 2.
Al-Hadist: Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual (HR. Ibnu Majah)17 Dasar hukum yang keempat: Jual beli salam dilaksanakan berdasarkan kepada ayat al-quran dan assunah juga ijma’. Ayat yang menjadi landasan pelaksanaan jual beli salam adalah surat al-baqarah ayat 282 yang berbunyi: “wahai orang-orang yang beriman apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempo hingga kesuatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu”
Berkaitan dengan ayat diatas sebagai dasar hukum jual beli salam atau salaf, Ibnu Abbas mengatakan:
16
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 153 – 154.
17
Heri Sudarsono., Bank & Lembaga Keunagan Syariah, (Yogyakarta: Ekonisia,2013), hal. 73.
9
“Aku bersaksi bahwa salaf (salam) merupakan bagian dari hutang dengan tempo (ajalin musamma) yang diizinkan dan dihalalkan oleh Allah.”18 Dasar hukum yang kelima: 1. Al-quran. Hai orang-orang yang beriman,apabila kamu bermuammalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (QS.al-baqarah(2): 282). 2. Hadist. Ibnu Abbas berkata: Manakala Rasulullah SAW. Datang ke madinah ia mendapatkan para penduduknya melakukan transaksi secara as – salam dalam tanam-tanaman dalam jangka waktu 2 – 3 tahun. Maka ia pun bersabda: barang siapa yang melakukan transaksi as salam dalam tanam-tanaman, maka lakukanlah dengan takaran yang jelas, timbangan yang jelas, waktu yang jelas. 3.
Ijma’. Berkata ibnu mudhir bahwa semua pakar ilmu yang saya ketahui telah berkonsensus keabsahan as salam karena kebutuhan manusia terhadapnya.19 RAHASIA SALAM Orang yang mempunya perusahaan sering membutuhkan uang untuk
keperluan
perusahaan
mereka,
bahkan
sewaktu
waktu
kegiatan
perusahaannya sampai terhambat karena kekurangan bahan pokok. Sedangkan si pembeli, selain akan mendapat barang yang sesuai dengan yang diinginkannya, ia pun sudah menolong kemajuan perusahaan saudaranya. Maka untuk kepentingan tersebut Allah mengadakan peraturan salam.20
18
Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Metro: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung bekerjasama dengan Kaukaba Dipantara, 2014), hal. 72. 19
Muhammad., Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah edisi revisi, (Yogyakarta: Tim UII Press, 2000), hal. 31. 20
H. Sulaiman Rasjid., Fiqh Islam, (Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung, 2013), hal. 295.
10
KESIMPULAN Bai As-Salam adalah memberikan “Al-I’thaau” atau Al-Taslif. Jual beli salam atau salaf adalah jual beli dengan sistem pesanan, pembayaran dimuka, sementara barang diserahkan di waktu kemudian.
Dasar Hukum Jual Beli Salam
11
DAFTAR PUSTAKA Imam Mustofa, 2016. Fiqih Mu’amalah Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Siti Mujiatun. 2013. Jual Beli dalam perspektif islam: salam dan istisna. dalam Jurnal RISET AKUNTANSI DAN BISNIS Volume 13. Muhammad Nizarul Alim. 2011. Muhasabah Keuangan Syariah. Solo: PT Aqwam Media Profetika. Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Ascarya. 2013. Akad & Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. H.Hendi Suhendi. 2013. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ismail, 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Heri Sudarsono. 2013. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta: Ekonisia. Muhammad. 2000. Sistem & Prosedur Operasional Bank Syariah edisi revisi. Yogyakarta: Tim UII Press. Muhammad Syafi’I Antonio, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani bekerjasama dengan Tazkia Cendekia. H. Sulaiman Rasjid. 2013. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung. Sri Nurhayati Wasilah, 2008. Akuntansi syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
12