Konsep fungsi transfer
Analisis fungsi transfer merupakan salah satu alternatif untuk menyelesaikan permasalahan apabila terdapat lebih dari satu deret berkala, dimana keadaan ini sering disebut multivariate deret waktu dalam statistika. Menurut Makridakis dkk. (1999) model fungsi transfer adalah suatu model yang menggambarkan nilai dari prediksi masa depan dari suatu deret berkala (disebut deret output atau Yt) didasarkan pada nilai-nilai masa lalu dari deret itu sendiri (Yt) dan didasarkan pula pada satu atau lebih deret berkala yang berhubungan (disebut deret input atau Xt) dengan deret output tersebut. Model fungsi transfer merupakan fungsi dinamis yang pengaruhnya tidak hanya pada hubungan linier antara deret input dengan deret output pada waktu ke-t, tetapi juga pada waktu t+1, t+2, …, t+k. Hubungan seperti ini pada fungsi transfer dapat menimbulkan delai (waktu senjang) antara variable input dan variabel output.
Wei (1994) menjelaskan bahwa di dalam fungsi transfer terdapat deret berkala output (Yt) yang diperkirakan akan dipengaruhi oleh deret berkala input (Xt) dan input-input lain yang digabungkan dalam satu kelompok yang disebut gangguan (noise) nt. Seluruh sistem merupakan sistem yang dinamis. Dengan kata lain deret input Xt memberikan pengaruhnya kepada deret output melalui fungsi transfer yang mendistribusikan dampak Xt melalui beberapa waktu yang akan datang. Hal ini dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
Deret input (Xt)FungsiTransferDeret Output (Yt)Seluruh pengaruh lain, disebut gangguan (noise),nt
Deret input
(Xt)
Fungsi
Transfer
Deret Output (Yt)
Seluruh pengaruh lain, disebut gangguan (noise),
nt
Gambar 1 Konsep fungsi transfer
Tujuan pemodelan fungsi transfer adalah untuk menetapkan model yang sedehana, yang menghubungkan Yt dengan Xt dan nt. namun tujuan utama pemodelan jenis ini adalah untuk menetapkan peranan indikator penentu (leading indicator) deret input dalam rangka menetapkan variabel yang dibicarakan (deret output).
Menurut Makridakis dkk. (1999) model fungsi transfer bivariat ditulis dalam 2 bentuk umum, bentuk pertama adalah sebagai berikut:
Yt = v(B)Xt + nt (1)
di mana;
Yt = deret output
Xt = deret input
nt = Pangaruh kombinasi dari seluruh factor yang mempengaruhi Yt , dan disebut dengan gangguan (noise)
v(B) = fungsi dari bobot respons impuls.
v(B) = (v0 +v1B +v2B2 +….+vkBk), dimana k adalah orde fungsi transfer.
vk = bobot respons impuls pada lag k.
B = operator mundur
Orde fungsi transfer adalah k (menjadi orde tertinggi untuk proses pembedaan) dan ini kadang-kadang dapat menjadi lebih besar, sehingga model fungsi transfer dapat dituliskan dalam model yang kedua sebagai berikut:
yt = xt-b + nt (2)
atau
yt = xt-b + at (3)
dimana;
(B) = 0 -1B - 2B2-….-kBk
(B) = 1- 1B- 2B2-……..- rBr
(B) = 1- 1B- 2B2-……..- qBq
(B) = 1- 1B- 2B2-……..- pBp
yt = nilai Yt yang telah ditransformasikan dan dibedakan
xt = nilai Xt yang telah ditransformasikan dan dibedakan
at = nilai gangguan acak
r, s, p, q dan b adalah konstanta.
Pernyataan (B) dan (B) menyatakan operator rata-rata bergerak atau moving average dan operator autoregresif (AR) untuk gangguan nt. Sedangkan untuk r,s,b menunjukkan penentuan parameter (parameterisasi) model fungsi transfer yang menghubungkan yt dengan xt dan p,q menunjukkan pembentukkan parameter dari model gangguan (noise model).
Pembentukkan model fungsi transfer untk deret input (Xt) dan deret output (Yt) tertentu dalam bentuk data mentah meliputi 4 tahap utama dan beberapa sub utama dan beberapa sub tahap. Empat tahap utama tersebut yaitu identifikasi model fungsi transfer, penaksiran parameter model fungsi transfer, dan penggunaan model fungsi transfer untuk peramalan (Makridakis dkk., 1999).
b. Identifikasi model fungsi transfer
Langkah – langkah yang perlu dilakukan dalam pengidentifikasian model fungsi transfer terdiri atas 8 tahap, yaitu :
Mempersiapkan Deret Input dan Deret Output
Makridakis dkk. (1999) menjelaskan tantang beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan deret input dan deret output adalah memeriksa :
apakah transformasi perlu dilakukan terhadap deret input dan deret output karena transformasi yang tepat dapat mengatasi ragam yang tidak stasioner,
berapa tingkat pembedaan yang harus diterapkan untuk deret input dan deret output supaya menjadi stasioner,
apakah pengaruh musiman pada deret input dan deret output perlu dihilangkan, karena menyebabkan nilai – nilai (r,s,b) menjadi lebih kecil dibandingkan dengan jika tidak dilakukan pengujian terhadap musiman (walaupun bukan merupakan persyaratan dari fungsi transfer ).
Dengan demikian, deret data yang telah ditransformasi dan telah sesuai disebut dengan xt dan yt.
Pemutihan Deret Input
Menurut Makridakis dkk. (1999), deret input dapat dibuat lebih mudah diatur dengan pemutihan. Maksudnya adalah dengan menghilangkan seluruh pola yang diketahui sehingga yang tertinggal hanya white noise. Sebagai contoh, jika deret input dapat dimodelkan sebagai proses ARIMA, misalnya ARIMA (px,0,qx), maka dapat didefinisikan sebagai :
(4)
dimana adalah operator autoregresif, x(B) adalah operator rata-rata bergerak dan t adalah galat acak yaitu white noise.
Pemutihan deret input xt didapatkan melalui persamaan (5) yang diperoleh dengan mengubah persamaan (4) dengan menyusun kembali suku – sukunya, sebagai berikut:
αt = xt (5)
Deret αt inilah yang disebut dengan pemutihan deret input xt.
Pemutihan Deret Output
Transformasi pemutihan untuk deret input xt seperti pada persamaan (2.17) harus diterapkan juga terhadap deret output yt untuk mempertahankan integritas hubungan fungsional karena fungsi transfer memetakan xt ke dalam yt seperti dalam skema berikut:
Input (xt) fungsi transfer Output (yt)
Input fungsi transfer Output
Makridakis dkk. (1999) menyatakan bahwa transformasi pada deret output yt tidak harus mengubah yt menjadi white noise. Deret yt yang telah diputihkan disebut dengan deret βt, yaitu:
βt, = (6)
Perhitungan Korelasi silang dan Autokorelasi untuk Deret Input dan Deret Output yang telah Diputihkan
Abraham dan Ledolter (1983) menjelaskan, pada proses stasioner:
E(Xt) = μxt, E(Yt) = μyt, ragam xt = σxt2 , ragam yt = σy2
Fungsi autokovarian γx(k) = E(xt - μt)(xt+k – μt) dan γy(k) = E(yt - μt)(yt+k – μt) dengan time lag k.
Kovarian silang antara x dan y pada lag k (γxy) dan kovarian silang antara y dan x (γyx) sebagai berikut:
γxy (k) = {(xt – μx)(yt+k – μy)} (7)
γyx (k) = {(yt – μy)(xt+k – μx)} (8)
Oleh karena γxy (k) = E(xt – μx)(yt+k - μ) = E(yt+k – μy)(xt – μx) = γxy (-k) maka hanya perlu mendefinisikan satu fungsi γxy (k) untuk k = 0, ± 1, ± 2, … yang disebut sebagai fungsi kovarian silang antara x dan y pada lag k adalah
Ρxy(k) = , k = 0, ± 1, ± 2, … (9)
penduganya adalah
, k = 0, ± 1, ± 2, … (10)
di mana:
Cxy(k) = (11)
Sx = , Cxx (0):ragam x (12)
Sy = , Cyy (0) : ragam y (2.25)
= rata – rata deret input yang telah disesuaikan
= rata – rata deret output yang telah disesuaikan.
Dengan demikian, korelasi silang antara deret input (t) dan deret output (t) yang telah diputihkan dan disesuaikan adalah
(13)
Menurut Wei (1994), fungsi korelasi silang tidak hanya mengukur kekuatan hubungan, tetapi juga mengukur arah hubungan itu,sehingga untuk melihat hubungan antara deret input (Xt) dan deret output (Yt) secara grafik, perlu menghitung CCF (Cross Correlation Function), untuk kedua lag baik positif maupun negatif.
Untuk deret input Xt yang telah diputihkan (deret αt) seharusnya tidak terdapat beberapa autokeralasi yang signifikan, tetapi pada deret output Yt yang telah diputihkan (deret t) terdapat beberapa pola dan inilah yang diharapkan dari fungsi transfer (Makridakis dkk., 1999).
Penaksiran langsung bobot repons impuls
Menurut Makridakis dkk. (1999), dasar pemikiran teoritis untuk mendapatkan penaksir bobot respons impuls berawal dari mengasumsikan b = 0 sehingga model fungsi transfer dapat ditulis sbb;
yt = v(B)xt + nt (14)
Jika xt ditransformasi dengan x(B)/x(B) maka dari persamaan (14) diperoleh:
= = (15)
jadi, hanya suku vk yang terlihat karena t-k bebas dari pengaruh t lainnya.
Dengan mensubstitusikan persamaan di atas, maka didapatkan bobot respons impuls (impulse response weights) sebagai berikut;
k = 0, 1, 2,…. (16)
(Abraham dan Ledolter, 1983).
6. Penetapan r, s, b untuk model fungsi transfer
Tiga parameter kunci dalam membentuk model fungsi transfer adalah (r,s,b) dimana:
r = derajat fungsi (B)
s = derajat fungsi (B)
b = keterlambatan yang dicatat dalam subskrip dari Xt-b
Untuk mendapatkan nilai r, s, b merupakan suatu tugas peramal. Sehingga diperoleh persamaan berikut ini;
(17)
Jika pernyataan tersebut diperluas dan koefisien dibandingkan, akan diperoleh persamaan berikut ini;
vk = 0 untuk k b-1 (18a)
vk = 1vk-1+ ... + rvk-r +0 untuk k = b (18b)
vk = 1vk-1+ ... + rvk-r +k-b untuk k = b+1,..., b+s (18c)
vk = 1vk-1+ ... + rvk-r untuk k b+s+1 (18d)
Makridakis dkk.(1999), menyatakan bahwa jika berfikir secara intuitif tentang arti (r, s, b) maka:
Nilai b menyatakan bahwa y tidak dipengaruhi oleh nilai xt sampai pada periode t+b atau yt = 0xt+0xt-1+0xt-2+ ...+0xt-b
Nilai s menyatakan untuk berapa lama deret output (y) secara terus menerus dipengaruhi nilai baru dari deret input (xt), atau yt dipengaruhi oleh nilai xt-b,xt-b-1,… xt-b-s
Nilai r menyatakan bahwa yt berkaitan dengan nilai-nilai masa lalunya.
Kenyataan-kenyataan ini biasanya disimpulkan ke dalam tiga bentuk prinsip petunjuk, yang ditunjukkan untuk membantu seorang peramal dalam menentukan nilai yang tepat untuk (r,s,b) yaitu sebagai berikut:
sampai lag waktu ke-b, korelasi silang tidak akan berbeda nyata dari nol.
untuk s time lag selanjutnya, korelasi silang tidak akan memperlihatkan adanya pola yang jelas.
untuk r time lag selanjutnya, korelasi silang akan memperlihatkan suatu pola yang jelas.
Wei (1994), memberikan suatu petunjuk dalam menentukan nilai r, s dan b yang jelas
Untuk kasus r = 0, fungsi transfer hanya mengandung sejumlah bobot respons impuls yang dimulai dari vb = 0 dan vb+s = -s
Untuk kasus r = 1, bobot respons impuls menunjukkan pola menurun secara eksponensial dari vb jika s = 0, dari vb+1 jika s =1 dan dari vb+2 jika s = 2.
Untuk kasus r = 2, bobot respons impuls menunjukkan pola gelombang sinus teredam.
Menurut Wei (1994), dalam praktek pada umumnya nilai r dan s tidak lebih dari 2, sehingga untuk nilai r dan s dipilih dari kombinasi r=0,1,2 dan s=0,1,2.
7. Pengujian pendahuluan deret gangguan (noise series)
Penaksiran langsung bobot respons impuls memungkinkan dilakukannya perhitungan nilai taksiran pendahuluan dari deret gangguan nt, maka:
(18)
di mana g adalah nilai praktis yang dipilih oleh peramal.
Penetapan (pn, qn) untuk model ARIMA (pn, 0, qn) dari deret gangguan
Makridakis dkk. (1999) menjelaskan bahwa penetapan parameter deret gangguan (p,q) dilakukan dengan menganalisa nilai-nilai nt menggunakan metode ARIMA bisa untuk menemukan apakah terdapat model ARIMA (pn, 0, qn) yang tepat untuk menjelaskan deret tersebut. Fungsi dan untuk deret gangguan nt diperoleh dengan metode ARIMA seperti pada bagian 2.3.6 untuk mendapatkan
(19)
c. Penaksiran parameter model fungsi transfer
Menurut Wei (1994), setelah melakukan identifikasi model fungsi transfer secara tentatif maka dilanjutkan dengan penaksiran parameter-parameter model fungsi transfer yaitu dan .
Seperti penaksiran parameter pada model ARIMA, penaksiran parameter model fungsi transfer juga menggunakan metode Conditional Least Square. Makridakis dkk (1999) menyatakan bahwa tahap penaksiran parameter ini terbagi menjadi dua bagian yaitu taksiran awal dan iterasi dalam rangka mendapatkan taksiran yang lebih baik. Hal ini melibatkan sejumlah besar perhitungan dan penaksiran parameter sehingga biasanya dilakukan dengan komputer.
d. Diagnostik model
Diagnostik model bertujuan untuk menguji apakah asumsi bahwa at merupakan white noise dan bebas terhadap deret input yang telah diputihkan dan disesuaikan, , telah terpenuhi. Jika asumsi ini terpenuhi maka model fungsi transfer yang telah diuji ini merupakan model fungsi transfer yang layak digunakan untuk peramalan (Wei,1994).
Abraham dan Ledolter (1983) menyatakan bahwa model fungsi transfer yang telah dipilih dapat menjadi model yang tidak layak karena permodelan deret noise, pemodelan fungsi transfer, atau kedua pemodelan ini yang salah, sehingga terdapat dua macam pemeriksaan dan pengujian dalam diagnostik yaitu:
Pemeriksaan Korelasi Silang
Menurut Makridakis dkk (1999) dalam proses perkiraan bobot fungsi transfer terdapat asumsi bahwa deret input yang telah diputihkan () adalah bebas dari komponen noise (at).
Wei (1994) menjelaskan bahwa untuk sebuah model fungsi transfer yang layak maka koefisien korelasi silang antara at dengan seharusnya tidak menunjukkan suatu pola tertentu dan berada diantara dua kesalahan standar 2(n-k)-1/2.
Sebuah uji Ljung-Box dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan model fungsi transfer di bawah hipotesis nol yaitu korelasi silang antara dan at tidak berbeda nyata dari nol, dengan statistik uji sebagai berikut :
(20)
Dimana :
m = n – t0 +1
n = banyaknya pengamatan
t0 = mx {p+r+1,b+p+s+1}
K : lag maksimum
: Koefisien korelasi silang antara deret dan at pada lag k
Statistik Q menyebar mengikuti sebaran chi-kuadrat dengan derajat bebas (K+1-r-s). Jika Q lebih kecil dari 2(k+1-r-s) maka dapat dikatkan bahwa model fungsi transfer sudah layak.
Menurut Wei (1994), tahap pemeriksaan ini sangat penting dalam pemeriksaan diagnostik sehingga pemeriksaan korelasi silang harus dilakukan pertama sebelum memeriksa autokorelasi nilai sisa akhir.
Pemeriksaan Autokorelasi
Box dan Jenkins (1976) menyatakan bahwa jika fungsi autokorelasi nilai sisa menunjukkan suatu pola dapat dikatakan model fungsi transfer tidak cukup layak atau jika korelasi silang menunjukkan ketidaklayakan model fungsi transfer kemungkinan kerena kesalahan dalam mengidentifikasi model untuk noise (nt).
Model untuk noise dikatakan layak jika koefisien ACF dan PACF dari noise tidak menunjukkan suatu pola tertentu (Wei, 1994).
Uji Ljung-Box digunakan untuk menguji kelayakan model noise di bawah hipotesis nol yaitu autokorelasi nilai sisa (at) tidak berbeda nyata dari nol, dengan menghitung statistik Q sebagai berikut:
(21)
dimana;
m = n – t0 +1
rk = Koefisien autokorelasi at pada lag k
t0 = max (p+r+1,p+s+1)
K = lag maksimum
m = jumlah parameter yang diduga dalam model.
Statistik Q menyebar mengikuti sebaran chi-kuadrat dengan derajat bebas (K-p-q), dimana (p,q) merupakan parameter model noise. Jika nilai statistik Q lebih kecil daripada 2(k-p-q) maka dapat dikatakan model untuk deret noise nt sudah layak.
Peramalan dengan fungsi transfer
Wei (1994) menjelaskan, ketika Yt dan Xt stasioner dan dihubungkan dalam suatu model fungsi transfer:
(22)
Dan
(23)
Di mana dan adalah bentuk dari polinomial B. Deret at dan αt adalah deret white noise yang saling bebas dengan rata-rata nol masing-masing ragamnya adalah dan .
Jika
(24)
Dan
(25)
Maka persamaan (2.36) dapat ditulis sebagai
(26)
Di mana = 1, sehingga:
(27)
Jika
(28)
Akan menjadi ramalan yang optimal l periode ke depan dari .
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder tentang tingkat inflasi nasional (%) secara bulanan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistika dalam kurun waktu Januari 2000 – Desember 2004 dengan data berinfokan tentang peredaran mata uang (miliar rupiah) dan nilai tukar rupiah terhadap USD (rupiah).
Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Peredaran mata uang (X1t) dan nilai tukar rupiah terhadap USD (X2t) sebagai deret input.
Tingkat inflasi nasional (Yt) sebagai deret output.
3.3 Langkah-Langkah Penelitian
Secara lebih rinci langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Studi pendahuluan
Pada tahapan ini akan mengidentifikasi masalah dan pengumpulan informasi.
Pemodelan fungsi transfer
Tahap pertama yaitu mengidentifikasi model fungsi transfer antara lain :
Mempersiapkan deret input dan deret output.
Prewhitening deret input (xt)
Prewhitening deret output (yt)
Tahap kedua yaitu pembentukan model awal
Menghitung fungsi korelasi silang (CCF)
Menetapkan nilai (r, s, b) pada model fungsi transfer
Mengindentifikasi model ARIMA untuk deret noise
Tahap ketiga yaitu menaksir parameter model fungsi transfer
Tahap keempat yaitu pemeriksaan model fungsi transfer, dengan
Pemeriksaan autokorelasi untuk residual model
Pemeriksaan Crosscorrelation antara at dan αt
Penggunaan model fungsi transfer untuk peramalan.