Dampak Pembangunan Perumahan di Wilayah Suburban terhadap Ruang Terbuka Hijau, Alih Fungsi Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan
Disusun untuk memenuhi tugas individu pada Mata Kuliah Ekologi Sosial
Disusun Oleh :
Citra Amelia
NIM 4825131347
SOSIOLOGI PEMBANGUNAN (A)
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah pada mata kuliah Ekologi Sosial yang berjudul "Dampak Pembangunan Perumahan di Wilayah Suburban terhadap Ruang Terbuka Hijau, Alih Fungsi Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan". Penulisan makalah ini dimaksudkan dalam rangka untuk memenuhi salah satu tugas individu.
Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Eko Siswono, M.Si. selaku dosen pembimbing mata kuliah Ekologi Sosial dan kepada segenap pihak yang telah memberikan arahan dan serta bimbingan.
Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah ini yang masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan kemampuan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang positif dan membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Jakarta, November 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehidupan manusia tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan maupun lingkungan sosial. Manusia dan lingkungan hidup (alam) memiliki hubungan sangat erat. Keduanya saling memberi dan menerima pengaruh besar satu sama lain. Pengaruh alam terhadap manusia lebih bersifat pasif, sedangkan pengaruh manusia terhadap alam lebih bersifat aktif. Manusia memiliki kemampuan eksploatif terhadap alam sehingga mampu mengubahnya sesuai yang dikehendakinya. Dan walaupun alam tidak memiliki keinginandan kemampuan aktif-eksploatif terhadap manusia, namun pelan tapi pasti, apa yang terjadi pada alam, langsung atau tidak langsung, akan terasa pengaruhnya terhadap bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu manusia atau masyarakat Indonesia pada khususnya mempunyai kewajiban untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup demi kelangsungan hidup umat manusia.
Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebabkan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam arti, Negara mempunya wewenang dan kewajiban untuk memanfaatkan seluruh sumber daya alam akan hasil dari sumber daya alam tersebut ditujukan untuk mensejahterakan rakyat. Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang seharusnya dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan tanggung jawab setiap orang. Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan lingkungan hidup di sekitar kita sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Sekecil apappun usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya lingkungan yang baik.
Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan hidup sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang tersebut merupakan suatu sistem yang meliputi lingkungan alam hayati, lingkungan alam nonhayati, lingkungan hidup, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial. Semua komponen tersebut disebut ruang.
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang masih menghadapi permasalahan besar dalam perkembangan kota-kotanya. Fenomena urbanisasi yang terjadi di kota-kota besar mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan ruang kota, seperti fasilitas perumahan, sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia. Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, merumuskan bahwa: Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Sedangkan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Hunian merupakan kebutuhan dasar manusia dan sebagai hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau. Dalam kerangka hubungan ekologis antara manusia dan lingkungan pemukimannya terlihat jelas bahwa kualitas sumberdaya manusia di masa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas perumahan dan permukiman di mana masyarakat tinggal menempatinya (Djoko Kirmanto, 25 Maret 2002).
Permasalahan permukiman yang dihadapi kota besar semakin kompleks. Tingginya tingkat kelahiran dan migrasi penduduk yang terbentur pada kenyataan bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan nilai lahan yang semakin meningkat serta mayoritas penduduk dari tingkat ekonomi rendah sampai tingkat ekonomi menengah atas, menimbulkan permukiman-permukiman padat di kawasan yang dianggap strategis yaitu kawasan pusat kota, industri dan perguruan tinggi. Perumahan dan permukiman sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, memiliki fungsi strategis sebagai pusat pendidikan keluarga, persemaian budaya, dan peningkatan kualitaas generasi yang akan datang. Seperti yang kita ketahui seiring dengan perkembangan jaman di era modernisasi ini, kebutuhan akan tempat tinggal semakin meningkat yang di ikuti dengan meningkatnya angka kependudukan . Kebutuhan tempat tinggal tersebut terealisasikan dengan maraknya pembangunan perumahan dan pemukiman di daerah suburban baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun swasta. Namun, pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut kini juga menjadi permasalahan bagi masyarakat suburban yang terkait dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan alih fungsi lahan.
Pembangunan yang terus berkembang yang terjadi di wilayah suburban seperti Bogor, Depok, tangerang, dan Bekasi sangatlah berpengaruh terhadap kestabilan kondisi lingkungan. Dalam arti disini pembangunan sangat berpengruh penting dalam menyumbang kerusakan lingkungan, karena dengan pertambahan jumlah penduduk yang diiringi dengan pembangungan yang tinggi/pesat maka otomatis akan terjadi perluasan lahan perumahan, kebutuhan akan tempat tinggal tentu semakin meningkat. Akibatnya, terjadi perubahan penggunaan lahan. Lahan pertanian yang tadinya luas, sedikit demi sedikit berubah fungsi menjadi pemukiman. Dengan dibangunnya perumahan mengakibatkan berkurangnya hutan dan lahan pertanian yang menyebabkan perubahan kondisi lingkungan. Perlu diketahui semakin meningkatnya upaya pembangunan akan menyebabkan semakin meningkatnya dampak terhadap lingkungan. Keadaan ini mengidentifikasikan diperlukannya upaya pengendalian dampak lingkungan hidup dapat ditekan sekecil mungkin. Pihak pemerintah daerah maupun swasta yang mengelola pembangunan perumahan hendaknya menyediakan sarana yang mendukung perkembangan pembangunan perumahan penduduk dan menganalisis dampak yang diakibatkan dari pengembangan pembangunan tersebut.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah digunakan untuk merumuskan masalah-masalah yang ada terhadap pembangunan perumahan di wilayah suburban, adapun perumusan masalah tersebut yaitu:
Bagaimana dampak yang disebabkan oleh pemabangunan perumahan kawasan suburban dengan lingkungan
Apa saja dampak yang ditimbulkan
Apa dampak pembangunan perumahan terhadap ruang terbuka hijau
Apa dampak suburbanisasi dan alih fungsi lahan
Bagaimanakah kebijakan atau solusi untuk menangani masalah pembangunan pemukiman dalam kaitannya dengan lingkungan hidup?
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh pembangunan perumahan kawasan suburban dengan lingkungan
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari pembangunan perumahan wilayah suburban
Untuk mengetahui dampak pembangungan perumahan terhadap ruang terbuka hijau
Mengetahui dampak suburbanisasi dan alih fungsi lahan
Mengetahui kebijakan atau solusi untuk menangani masalah pembangunan pemukimam dalam kaitannya dengan lingkungan hidup
BAB II
PEMBAHASAN
Penyebab Dampak Pembangunan Perumahan Wilayah Suburban Terhadap Lingkungan
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk kota, ketersediaan lahan untuk permukiman masyarakat semakin sempit, sehingga penyediaan ruang terbuka dalam suatu lingkungan terkadang diabaikan. Faktor penting dalam penyebab permasalahan lingkungan ini adalah besarnya populasi manusia. Pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman dan kebutuhan prasarana atau sarana perkotaan. Dampak lingkungan yang mangakibatkan kurangnya ruang terbuka bagi masyarakat didalam lingkungan yang berfungsi sebagai wadah interaksi sosial, ruang terbuka hijau yang berfungsi ekologis, ditambah lagi dengan tindakan masyarakat yang menimbulkan perubahan langsung terhadap sifat-sifat fisik atau hayati lingkungan, yang mengakibatkan kerusakan lingkungan.
Sejumlah teori tentang struktur perkotaan menyebutkan tentang persaingan antara pengguna lahan dan aksesibilitas lahan. Orang lebih memilih tinggal di dekat pusat kota disebabkan oleh kemudahan akses untuk menjangkau seluruh wilayah kota terutama ke pusat-pusat kegiatan ekonomi dan jasa. Akibatnya terjadi persaingan untuk memperoleh lokasi tersebut karena dapat mengurangi biaya perjalanan untuk bekerja, berbelanja dan sebagainya. Lahan di dekat pusat kota umumnya mahal akan tetapi dengan tinggal di pusat kota akan menurunkan biaya perjalanan. Sebaliknya lokasi yang jauh dari pusat kota, harga lahan relatif lebih murah akan tetapi biaya perjalanan yang dikeluarkan menjadi lebih tinggi. Ketika lahan-lahan di pusat kota semakin terbatas, penduduk semakin padat, perlahan-lahan terjadi pergeseran pengembangan permukiman ke arah pinggiran perkotaan. Daerah suburban yang memiliki ruang yang relatif lebih terbuka, sedikit demi sedikit berkembang menjadi daerah pemukiman baru dan pengembangan pusat-pusat industri. Sebagai contoh adalah proses suburbanisasi yang terjadi pinggiran di Jakarta. Wilayah-wilayah di sekitar Jakarta seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Di wilayah-wilayah tersebut banyak dibangun permukiman-permukiman baru serta pusat-pusat industri. Selain itu juga didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai dan tersedianya alat transportasi umum yang cepat (rapid mass transportation) yang menghubungkan wilayah-wilayah tersebut ke pusat Kota Jakarta.
Selain itu, tumbuh dan berkembangnya perumahan tidak diimbangi dengan keinginan developer untuk memperhatikan masalah lingkungan yang diakibatkannya, konsentrasi developer pada umumnya hanya sebatas membuat perumahan yang laku, model rumah yang unik, dan menyediakan fasilitas cukup lengkap dengan garansi harga relatif diterima di masyarakat.
Saat ini hampir di setiap kawasan permukiman padat diperkotaan tidak terdapat lahan terbuka, karena dipenuhi oleh perumahan. Hal tersebut terjadi hampir di semua kota-kota besar di Indonesia. Dengan persoalan yang sama, yaitu menurunnya luas dan kualitas ruang terbuka juga terjadinya pengahlihan fungsi lahan. Upaya nyata untuk menanggulangi permasalahan ini belum ada, meski sudah berlangsung secara terus menerus. Dalam sebuah kota menjadi akar dari permasalahan tersebut adalah buruknya pengelolaan dan tata ruang, misalnya banyak jalur hijau yang sudah beralih fungsi.
Dampak Yang Ditimbulkan
Keberadaan kompleks perumahan tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif. Dari sisi positifnya, pembangunan kawasan perumaan oleh pihak swasta membawa manfaat yang tidak kecil terhadap masyarakat, pemerintah, dan pengusaha. Manfaat bagi masyarakat selain tersedianya perumahan yang layak huni bagi semua strata sosial ekonomi masyarakat juga dapat memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, khususnya pengadaan sarana dan prasarana seperti jalan, jembatan, listrik, air minum, telepon, dan lain-lain dapat dilaksanakan secara terpadu. Selain itu juga pembangunan yang merata dari sarana termasuk jalan sistem drainase biasanya juga ikut terbangun, penerangan jalan secara umum juga akan ditata, artinya secara umum dampak positifnya bagi masyarakat adalah semakin baiknya insfrastruktur yang ada. Demikian pula dari segi keuangan Negara dalam bentuk pajak dan retribusi. Manfaat yang diperoleh oleh pengembang selain laba adalah adalah terjadinya efisiensi biaya pembangunan perumahan skala besar. Di samping itu nilai tambah yang terjadi dari pengembangan kawasan dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk membiayai pembangunan misalnya melalui penjualan rumah, kontribusi dan lain-lain. Selain itu juga terjadi keteraturan lokasi dan penempatan serta pengelompokan pemukiman penduduk.
Tetapi di sisi negatifnya banyak daerah-daerah yang tidak saharusnya dibangun, ternyata telah berdiri beragam perumahan-perumahan mulai dari kelas menengah hingga kelas elit, di samping itu keberadaan kompleks tersebut ternyata menimbulkan dampak bagi lingkungan sekitar. Terjadinya masalah banjir, pengelolaan sampah, dan masalah lingkungan lainnya ternyata memerlukan perhatian khusus, karena tidak sedikit biaya yang harus disediakan untuk merehabilitasinya.
Selain itu, tumbuh dan berkembangnya perumahan tidak diimbangi dengan keinginan developer untuk memperhatikan masalah lingkungan yang diakibatkannya, konsentrasi developer atau pengembang pada umumnya hanya sebatas membuat perumahan yang laku, model rumah yang unik, dan menyediakan fasilitas cukup lengkap dengan garansi harga relatif diterima di masyarakat.
Beberapa masalah pokok permasalah lingkungan dalam pembangunan perumahan antara lain:
1. Berkurangnya Resapan Air dan Meningkatnya Run Off Air.
Sebagai akibat pembangunan terjadi perubahan terhadap lingkungan awal. Daerah yang tadinya terbuka dan ditumbuhi pepohonan sehinga dapat menyerap air, kerana adanya pembangunan tersebut akan ditutupi oleh bangunan, jalan dan perkerasan lain. Sehingga mengurangi daerah resapan air yang dapat mempengaruhi ketersediaan air tanah. Selain itu, run off akan terjadi dan aliran air akan masuk ke badan sungai. Hal ini menyebabkan volune air sungai akan meningkat yang dapat menyebabkan banjir di wilayah yang lebih rendah.
2. Limbah Cair.
Pembuangan limbah cair khususnya limbah domestic (Individual Septic Tank) pada setiap rumah akan menyebabkan terjadinya pencemaran air tanah. Semakin padat satuan hunian dalam kawasan tersebut, semakin tinggi pula pencemaran yang terjadi. Bahkan akan mempengaruhi air bersih yang berasal dari air tanah.
3. Limbah Padat
Seringkali perumahan elit memberikan limbah rumah tangga dalam jumlah yang tidak sedikit. Limbah padat atau sampah ini memerlukan penanganan khusus. Sampah dan limbah padat akan merugikan lingkungan baik berupa pencemaran tanah, pencemaran udara (bau), dampak visual, sensori, dan sebagainya.
4. Peningkatan Volume Lalu lintas Jalan dan Kemacetan Jalan
Pembangunan perumahan didaerah pinggiran/sekitar kota besar akan mengakibatkan meningkatnya arus komuter (ulang alik) dari perumahan-perumahan tersebut ke kota induk sehingga mengakibatkan kemacetan lalu lintas baik di sekitar perumahan tersebut maupun pada jalan-jalan memasuki kota.
5. Perubahan Iklim Mikro
Dampak lain dari pembangunan perumahan terutama bila kondisi tapak sebelumnya merupakan kawasan yang ditumbuhi pepohonan adalah pengaruhnya terhadap iklim mikro yaitu meningkatnya suhu udara di kawasan tersebut.
6. Perubahan Hak Atas Tanah
Sebagai akibat dari rencana pembangunan perumahan adalah masalah pelaksanaan pembebasan tanah. Tanah yang sebelumnya dimiliki oleh masyarakat setempat berganti kepemilikan melalui proses ganti rugi. Masalah yang muncul adalah belum siapnya masyarakat untuk melepaskan kepemilikan tanah sebagai tempat sumber penghidupannya untuk berganti/alih pekerjaan. Berubahnya pola hidup sosial masyarakat setempat dari masyarakat petani menjadi masyarakat industri/jasa, dan sebagainya.
Dampak pembangunan perumahan terhadap Ruang Terbuka Hijau
Pembangunan yang cukup pesat lebih berdampak pada kerusakan lingkungan. Pertama, kenaikan suhu di wilayah suburban, terhadap studi kasus Bekasi dan Depok misalnya. Kenaikan suhu ini didukung oleh banyak faktor. Selain karena dampak pemanasan global, banyaknya pembangunan perumahan dan ruko di hampir semua kawasan membuat berkurangnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan. Kedua, pertumbuhan ruang terbuka hijau seperti hutan kota sepertinya cenderung stagnan. Kawasan hutan kota hanya dapat ditemui di daerah Jalan Jakarta dan sekitarnya yang sudah ada sejak lama. Ketiga, menurunnya kualitas lingkungan hidup di kawasan kota dan di lingkungan permukiman warga. Keempat, perubahan perilaku sosial masyarakat yang cenderung kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas. Kelima, rendahnya kualitas air tanah. Keenam, tingginya polusi udara dan, ketujuh, kebisingan di perkotaan. Penyebab kerusakan lingkungan lainnya adalah pertumbuhan kendaraan pribadi yang cukup tinggi. Hal ini tentunya berdampak pada naiknya polusi udara dan kemacetan. Salah satu permasalahan dalam pembangunan perumahan disuatu kawasan adalah faktor lingkungan terutama keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) yang selalu menjadi bagian terkecil dari keberadaannya didalam lokasi perumahan. Ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai nilai estetika dan mampu membantu masyarakat sehingga ketika berada di daerah ruang terbuka hijau dapat membantu secara psikologis untuk mendapat ketenangan dan keluasan pandangan. Namun ruang terbuka hijau telah dialih fungsikan menjadi perumahan di beberapa kota. Hal ini menjadi ancaman kelangsungan hidup di kota tersebut karena suhu udara akan terus naik, iklim tak menentu, kadar oksigen berkurang sedangkan gas karbondioksida terus meningkat. Hal ini terjadi karena ruang terbuka hijau (RTH) yang ditumbuhi pohon besar seharusnya dapat memproduksi oksigen (O2) dan menyerap karbondioksida (CO2) telah dialihfungsikan.
Banyak pemikiran bahwa keberadaan ruang terbuka hijau tersebut hanya bagian dari suatu sistem keindahan dan estetika belaka. Padahal, fungsi RTH dalam suatu kawasan memberikan konstribusi menjaga keseimbangan lingkungan dan justru akan menambah nilai eksternalitas kawasan yang berdampak pada harga riel produk "rumah" yang semakin tinggi. Dasar dari kebijakan pemerintah tentang penataan ruang terbuka hijau berlandaskan pada Permendagri N0 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan dengan tujuan adalah, pertama, meningkatkan mutu lingkungan hidup perkotaan yang nyaman, segar, indah, bersih dan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan, kedua, menciptakan keserasian lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna bagi masyarakat banyak. Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 26 Tahun 2007 tentang tata ruang menyebutkan luas areal ruang terbuka setidaknya 30% dari total luas wilayah yakni meliputi 20% ruang publik dan 10% untuk ruang privat. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Dampak Suburbanisasi dan Alih Fungsi Lahan
Semakin padatnya penduduk perkotaan menyebabkan ruang lahan yang tersedia semakin sempit sehingga mendorong pengembangan wilayah perkotaan bergerak ke arah pinggiran kota yang memiliki ruang lahan lebih luas. Karena keterbatasan lahan di kota menyebabkan peningkatan pembangunan perumahan di daerah suburban untuk menyediakan kebutuhan akan perumahan. Di samping pengembangan wilayah pemukiman penduduk, wilayah suburban juga menjadi sasaran pengembangan kawasan industri melalui pembangunan pabrik-pabrik, sehingga mendorong perpindahan tenaga kerja di perkotaan ke wilayah-wilayah suburban. Dengan dukungan sarana dan prasarana transportasi yang memadai seperti jalan raya, rel kereta api, kendaraan umum dan lain sebagainya, akan memberikan kemudahan bagi penduduk yang tinggal di daerah suburban dan juga pelaku usaha untuk mengakses pusat kota yang merupakan pusat aktivitas ekonomi.
Pengembangan pemukiman penduduk dan kawasan industri di wilayah-wilayah suburban menyebabkan semakin banyak lahan di wilayah suburban yang mengalami alih fungsi baik itu lahan produktif, tidak produktif atau bahkan kawasan hutan. Hal ini tidak dapat dihindari mengingat kebutuhan akan lahan semakin tinggi disebabkan semakin terbatasnya lahan-lahan di kota utama yang memicu tingginya harga lahan di kota utama. Wilayah suburban menyediakan ruang lahan yang lebih luas dengan harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan dengan kota utama atau kota-kota di sekitarnya. Permintaan yang tinggi akan lahan di pinggiran mendorong kebijakan terkait dengan alih fungsi lahan di daerah suburban. Peran pemerintah merupakan faktor kunci dalam pengaturan alih fungsi lahan. Meskipun di satu sisi, alih fungsi lahan mendorong berkembang sektor usaha baru yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah suburban, akan tetapi tetap harus mempertimbangkan dampak negatif yang mungkin dihasilkan oleh proses konversi tersebut.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan pemukiman dan kawasan industri tidak sedikit yang menyasar lahan-lahan produktif di daerah suburban terutama lahan pertanian. Hal ini didukung oleh umumnya lokasi lahan-lahan pertanian produktif berada di kawasan dengan akses jalan yang lebih baik. Semakin banyaknya lahan-lahan pertanian yang mengalami alih fungsi akan menyebabkan penurunan produktifitas pertanian di daerah suburban. Selain lahan pertanian, kawasan hutan juga tidak menjadi sasaran pengembangan perumahan dan kawasan industri sebagai akibat semakin tingginya suburbanisasi. Akibatnya wilayah-wilayah resapan air berkurang dan juga mengakibatkan menurunnya kualitas tanah.
Sebagai contoh adalah Kabupaten Bekasi pada tahun 1990-an. Rustiadi et.al (1999) menyebutkan bahwa pada tahap kedua suburbanisasi di wilayah Kabupaten Bekasi, terjadi penurunan luasan lahan sawah seiring dengan semakin pesatnya pertambahan jumlah penduduk dan meluasnya lahan urban khususnya perumahan ber-areal luas tipe real-estate dan areal industri. Dengan semakin banyaknya lahan produktif yang mengalami konversi menjadi permukiman dan areal industri seakan-akan menjadi kontraproduktif dengan upaya mempertahankan sentra-sentra produksi pertanian seperti beras. Sitorus (2004) menyebutkan bahwa antara tahun 1992 hingga 2000, wilayah Bekasi mengalami perkembangan areal urban sebesar 23.274 hektar, lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah Bogor dan Tangerang. Sitorus (2004) juga menyebutkan bahwa sebagian besar lahan yang mengalami konversi adalah lahan pertanian dimana di Bekasi mencapai 54,7 persen. Hasil penelitian Domiri (2003) di Kabupaten Bekasi bahwa antara tahun 1996 – 2000 telah terjadi konversi lahan sawah di Kecamatan Cibitung dan Kecamatan Tambun menjadi permukiman dan industri. Konversi lahan sawah tersebut menyebabkan rasio luas lahan sawah terhadap luas total kecamatan pada tahun 2000 tersisa 34 persen di Kecamatan Cibitung dan 35 persen di Kecamatan Tambun.
Dampak Suburbanisasi Terhadap Lingkungan
Frumkin (2002) menjelaskan setidaknya ada beberapa aspek suburbanisasi yang berdampak terhadap lingkungan seperti semakin tingginya intensitas penggunaan kendaraan bermotor dan alih fungsi lahan. Suburbanisasi sering dikaitkan dengan peningkatan intensitas penggunaan kendaraan bermotor yang berkontribusi dalam peningkatan polusi udara, dimana polusi udara dapat mengakibatkan sesak napas, batuk, dan aneka penyakit mata. Daerah suburban yang sangat tergantung pada kendaraan bermotor, polusi udara bisa mecapai level yang berbahaya, sehingga penggunaan kendaraan bermotor menjadi faktor utama penyumbang emisi. Dengan tinggal di daerah suburban, maka waktu tempuh kendaraan mereka ke pusat kota menjadi lebih lama daripada mereka yang tinggal di pusat kota (Kahn, 2000) sehingga zat gas kendaraan yang terbuang menjadi lebih banyak. Hal ini dapat dihindari dengan mengembangkan kendaraan yang rendah emisi dan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Salah satu permasalah besar pada perumahan yaitu bencana banjir besar. Pengembang perumahan dituding sebagai penyebab banjir, terutama karena permasalahan sistem drainase tidak menjadi prioritas utama untuk diperhatikan, sehingga proyek perumahan harus dievaluasi dan yang melanggar ketentuan dihentikan. Tanggung jawab moral kalangan pengembang juga dituntut oleh masyarakat konsumen, karena pada saat transaksi jual beli disebutkan bebeas banjir. Bahkan ada pengembang yang bersedia memberikan garansi bebas banjir. Namun, pada kenyataannya faktor alam sulit ditebak dan banjir besar pun datang tanpa bisa dihindari. Di sisi lain, suburbanisasi juga bisa mengancam kuantitas dan kualitas persediaan air. Hutan yang tadinya menutupi kawasan akhirnya dialihfungsikan untuk dibangun perumahan dalam areal yang luas. Akibatnya, air hujan yang turun tidak terserap secara efektif dan langsung masuk ke tanah dan mengalir ke dataran yang lebih rendah. Kualitas air juga bisa tercemar oleh polusi yang diantaranya disebabkan limbah pabrik (yang dibangun di daerah suburban), sampah tanaman, dan yang sejenisnya. Selain itu, air bisa terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia dari pupuk kimia, herbisida, insektisida, pestisida, minyak, oli, dan sebagainya yang dibawa oleh air hujan masuk ke dalam tanah ataupun yang mengalir ke danau, sungai, daerah lembab dan ke pantai. Di daerah suburban, penebangan pohon untuk perumahan dan pembangunan konstruksi jalan raya menyebabkan suhu udara naik. Selain itu, jarak yang cukup jauh dengan pusat kota, membuat konsumsi bahan bakar meningkat yang mengakibatkan polusi udara dari gas karbondioksida meningkat yang berkontribusi dalam pemanasan global.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan ekonomi yang cepat di daerah suburban menyebabkan peningkatan konsumsi lahan. Sebagai contoh adalah yang terjadi di daerah-daerah suburban di sekitar Jakarta, dimana terjadi perubahan fungsi lahah pertanian menjadi pemukiman penduduk, pabrik dan sebagainya. Dalam tiga dekade terakhir, lahan di pulau Jawa dalam jumlah yang cukup besar telah beralih fungsi untuk kepentingan industri dan wilayah pemukiman penduduk, terutama di wilayah Jakarta dan suburbannya. Alih fungsi lahan perdesaan untuk perkotaan di wilayah suburban Jakarta terutama untuk lahan dan pengembangan sektor swasta yang dapat dibagi menjadi pengembangan formal dan informal. Pengembangan real estate mengambil bagian terbesar dalam pengembangan formal. Pengembangan informal yang tidak terdaftar dan di luar sistem tata guna lahan, mengambil tempat di sekitar kampung yang ada atau pemukiman perkotaan dan sepajang jalan umum.
Suburbanisasi juga meningkatkan konsumsi akan energi. Hal yang paling menonjol yang berpengaruh besar terhadap konsumsi energi adalah pembangunan jalan raya yang menghubungkan daerah suburban sebagai sarana lalu-lintas bagi kendaraan bermotor. Struktur masyarakat yang luas di daerah suburban yang dihubungkan oleh jalan raya tersebut akan meningkatkan konsumsi energi. Akan tetapi dampak lingkungan yang disebabkan oleh peningkatan konsumsi energi ini tergantung pada teknologi yang digunakan. Sebagai contoh, jika rumah tangga menggunakan kendaraan dengan mesin yang lebih bersih atau yang mencapai beberapa mil lebih per galon, maka peningkatan tambahan jarak tempuh kendaraan tidak akan memiliki konsekuensi yang besar terhadap lingkungan.
Analisis dan Kebijakan Dalam Menghadapi Masalah
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk kota, ketersediaan lahan untuk permukiman masyarakat semakin sempit, sehingga penyediaan ruang terbuka dalam suatu lingkungan terkadang diabaikan. Populasi yang tumbuh terus dan melampaui daya dukung akan memberikan tekanan pada daya dukung tersebut. Tekanan yang terlalu tinggi terhadap daya dukung menyebabkan berkurangnya kemampuan daya dukung untuk menyokong kehidupan sehingga jumlah populasinya menurun. Dari uraian tersebut, tampak jelas bahwa peran linkgungan terhadap kehidupan itu tidak boleh dipaksakan. Apabila melebihi kemampuan daya dukungnya akan menyebabkan kehancuran lingkungan.
Keterbatasan daya dukung itulah yang dinamakan keterbatasan ekologi. Keterbatasan ekologi tersebut akan semakin terasa seiring dengan pertumbuhan penduduk dan semakin berkurangnya sumber daya alam. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi keterbaatsan ekologi maka harus dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Menjaga kelestarian lingkungan yang masih tersisa agar tetap terpelihara dan menghasilkan manfaat bagi manusia
2. Menghemat sumber daya alam agar tidak cepat habis melalui penciptaaan teknologi yang canggih dan hemat energi
3. Perencanaaan pembangunan yang berwawasan lingkungan
Walaupun pembangunan kita perlukan untuk mengatasi banyak masalah termasuk masalah lingkungan, namun pengalaman menunjukkan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif. Pada satu pihak kita tidak boleh takut untuk melakukan pembagunan karena tanpa pembangunan kita pasti ambruk. Di pihak lain kita harus memperhitungkan dampak negatif dan berusaha untuk menekannya menjadi sekecil-kecilnya. Berdasarkan hasil pembangunan perumahan di wilayah suburban menyatakan bahwa dari pembangunan tersebut berdampak positif dan negatif. Dampak negatif yang dihasilkan dalam pembangunan perumahan yaitu terjadinya masalah banjir, pengelolaan sampah, dan masalah lingkungan lainnya ternyata memerlukan perhatian khusus dan juga beberapa masalah pokok permasalah lingkungan dalam pembangunan perumahan. Terlebih lagi berbagai faktor-faktor dari berbagai dampak-dampak perubahan seperti dampak terhadap Ruang Terbuka Hijau, dampak suburbanisasi dan alih fungsi lahan, serta dampak suburbanisasi terhadap lingkungan.
Pembangunan itu harus berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada waktu operasi pembangunan itu. Dengan pembangunan berwawasan lingkungan, pembangunan dapat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai "pembangunan yang memenuhi kebutuhannya sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka". Pembangunan berkelanjutan mengandung arti, lingkungan dapat mendukung pembangunan dengan terus menerus karena tidak habisya sumber daya yang menjadi modal pembangunan. Modal itu sebagian berupa modal buatan manusia, seperti ilmu dan teknologi, pabrik, dan prasarana pembangunan. Lingkungan sosial budaya pun merupakan komponen penting yang ikut menentukan pembangunan berkelanjutan, salah satunya ialah kesenjangan.
Jelaslah, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, pembangunan itu haruslah berwawasan lingkungan. Dengan kata lain, pembangunan berwawsan lingkungan adalah syarat yang harus dipenuhi agar pembangunan dapat berkelanjutan. Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) merupakan salah satu alat dalam upaya dapat dilakukan pembangunan berwawasan lingkungan.
Pembangunan Berkelanjutan dirancang untuk mencapai tiga tujuan (dimensi) sekaligus, yaitu
(1) dimensi ekonomi untuk peningkatan pendapatan masyarakat, pendapatan daerah dan juga pendapatan negara,
(2) dimensi sosial untuk menjamin terciptanya rasa aman, nyaman dan damai sehingga terwujud solidaritas sosial yang harmonis, bebas dari konflik,
(3) dimensi ekologi untuk menjamin tetap terpeliharanya kelestarian fungsi lingkungan dan produktivitas ekosistem.
Pada saat pembangunan di sektor perumahan sangat berkembang, karena kebutuhan yang utama bagi masyarakat, perumahan juga harus memenuhi syarat bagi kesehatan baik ditinjau dari segi bangunan, drainase, pengadaan air bersih, pengelolaan sampah domestik yang dapat menimbulkan penyakit infeksi dan ventilasi untuk pembuangan asap dapur. Salah satu permasalah besar pada perumahan yaitu bencana banjir besar. Pengembang perumahan dituding sebagai penyebab kerusakan lingkungan, misalnya dalam hal banjir, terutama karena permasalahan sistem drainase tidak menjadi prioritas utama untuk diperhatikan, sehingga proyek perumahan harus dievaluasi dan yang melanggar ketentuan dihentikan
Secara umum, ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah, terutama terhadap rencana penggunaan lahan untuk perumahan yaitu : Komposisi penggunaan lahan adalah 60% dari luas keseluruhan lahan yang dikuasai dimanfaatkan untuk sarana perumahan dan komersial yang dikelola developer dan 40% untuk prasarana, sarana umum, sosial, jalur hijau/taman.
Dalam rangka mewujudkan pembangunan perumahan dan pemukiman yang berwawasan lingkungan pemerintah telah mengundangkan undang-undang nomor 23 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH). Khusus menyangkut perumahan dan pemukiman pemerintah mengundangkan Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Undang-Undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. mengarahkan pemenuhan kebutuhan pemukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan pemukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan secara bertahap. Disamping itu juga mengarahkan bahwa penataan perumahan dan pemukiman berlandaskan pada azas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan pada diri sendiri, keterjangkauan dan kelestarian lingkungan hidup.
Demikian juga dalam Undang-Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan tujuan penataan ruang yaitu terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan, terselenggaranya pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya, serta tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas.
Sementara itu Undang-Undang nomor 23 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menuliskan bahwa pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumber daya, kedalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Dengan mengacu pada perundang-undangan dan peraturan mengenai lingkungan hidup serta memperhatikan masalah utama dalam pembangunan perumahan dan pemukiman, maka upaya mewujudkan pembangunan kawasan perumahan yang berwawasan lingkungan adalah melaksanakan pembangunan yang terpadu dan terencana yang dapat mengatasi masalah tersebut dan menghasilkan pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemungkinan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya.
Pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Dari perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadap lingkungan hidup, baik fisik maupun non fisik, termasuk sosial budaya, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam kasus ini proyek pembangunan perumahan itu mesti dilengkapi dengan dokumen amdal.
Dalam ketentuan pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang menyatakan "Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
Pada dasarnya izin usaha dan/atau kegiatan dikeluarkan setelah dilengkapi dengan izin lingkungan, dan izin lingkungan diterbitkan harus dilengkapi dengan Amdal. Berarti izin usaha yang diberikan tersebut tidak dilengkapi dengan izin lingkungan dan izin tersebut juga telah dikeluarkan tanpa adanya amdal. Dalam kasus ini izin usaha dan/atau kegiatan yang diberikan dalam proyek pembangunan perumahan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan, tentunya pejabat pemberi izin tersebut sudah sepantasnya mendapat hukuman pidana sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 111 ayat (2) yang menyatakan "Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Instrumen hukum mengenai perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup telah jelas diatur dalam bentuk peraturan perundang-undangan di negara kita yang tercinta ini, oleh karena itu pejabat negara, pemangku kepentingan, dan seluruh masyarakat dituntut tindakannya untuk bersama menjaga dan melestarikan fungsi lingkungan hidup dimasa sekarang untuk kehidupan dimasa yang akan datang.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pertambahan jumlah penduduk merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan pemukiman. Ketika lahan-lahan di pusat kota semakin terbatas, penduduk semakin padat, perlahan-lahan terjadi pergeseran pengembangan permukiman ke arah pinggiran perkotaan yang disebut "daerah suburban".
Berdasarkan hasil pembangunan perumahan di wilayah suburban menyatakan bahwa dari pembangunan tersebut berdampak positif dan negatif. Dampak negatif yang dihasilkan dalam pembangunan perumahan yaitu terjadinya masalah banjir, pengelolaan sampah, dan masalah lingkungan lainnya ternyata memerlukan perhatian khusus dan juga beberapa masalah pokok permasalah lingkungan dalam pembangunan perumahan. Terlebih lagi berbagai faktor-faktor permasalahan dari berbagai dampak-dampak perubahan seperti dampak terhadap Ruang Terbuka Hijau, dampak suburbanisasi dan alih fungsi lahan, serta dampak suburbanisasi terhadap lingkungan.
Peran Amdal dalam mewujudkan Pembangunan Berwawasan Lingkungan merupakan salah satu cara pengendalian yang efektif, karena AMDAL pada hakekatnya merupakan penyempurnaan suatu proses perencanaan proyek pembangunan. Dampak negatif yang sering ditimbulkan oleh proyek pembangunan dapat diminimalisir dengan adanya AMDAL. Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah dengan melakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu direncanakan sampai pada operasi pembangunan itu, sehingga dengan adanya pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan dapat berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Eko Siswono, M.Si . 2015. Ekologi Sosial, Penerbit Ombak. Yogyakarta
Jurnal Beraja Niti Volume 2 Nomor 11 (2013)
2009. Pengembangan Industri Dan Manufaktur Berwawasan Lingkungan.
elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/6118.pdf
Purba. 2010. Kebijakan Pembangunan Dan Strategi Penanganan Masalah Lingkungan.
http://digilib.its.ac.id/ITS-Master-3100010039726/11419.pdf
Rahmah. 2011. Bab 1.
ppsub.ub.ac.id/download_file.php?id=277
Wonorahardjo, Surjamanto. 2009. Alih Fungsi Lahan Terbuka Hijau menjadi Perumahan.
www.slideshare.net/alih-fungsi-lahan-terbuka-hijau-menjadi-perumahan
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.