C ase R epor por t Session ssi on
KEJANG DEMAM
Oleh: Amalia Amelina Azmy
1010313022
Preseptor: dr. Eva Chundrayetti, Sp.A (K)
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUP DR M DJAMIL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi Kejang Demam pada Anak
Kejang demam ( febrile febrile seizure) seizure) adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38oC, dengan metode pengukuran suhu apapun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.1
1.2 Klasifikasi Kejang Demam pada Anak
Berdasarkan ICD-10, kejang demam dimasukkan ke dalam kode R56.0.2 Klasifikasi kejang demam pada anak dapat dibedakan menjadi:1 a. Kejang demam sederhana, adalah kejang demam yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum (tonik dan atau klonik), serta tidak berulang dalam waktu 24 jam. Jenis ini merupakan 80% di antara seluruh kejang demam. Sebagian besar jenis ini berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri. b. Kejang demam kompleks, dapat berupa kejang lama, kejang fokal, atau kejang berulang. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Jenis ini terjadi pada 8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, dan di antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Jenis ini terjadi pada 16% anak yang mengalami kejang demam.
2
1.3 Epidemiologi Kejang Demam pada Anak
Sekitar 2-5% bayi dan anak-anak yang sehat mengalami kejang demam sebanyak satu kali, biasanya kejang demam sederhana.3 Kejang demam terjadi pada 2 - 5% anak berumur 6 bulan - 5 tahun.Anak berumur antara 1 - 6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat. Bayi yang berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi kejang demam melainkan termasuk ke dalam kejang neonatus.4 Sebuah penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Anak RSMH Palembang periode Januari 2006 - Januari 2008 menunjukkan bahwa kejang demam adalah penyakit saraf dengan insiden tertinggi yang dirawat. Kelompok usia 1-2 tahun dan laki-laki paling sering menderita kejang demam. Demam yang terjadi paling disebabkan oleh infeksi saluran napas atas. Sebagian besar penderita mengalami kejang selama kurang dari 15 menit dan frekuensi kejang terbanyak adalah lebih dari 1 kali kejang dalam 1 periode demam. Kejang yang paling sering terjadi adalah kejang yang bersifat umum dan jenisnya didominasi oleh kejang tonik-klonik. Mayoritas kejang yang dialami penderita tergolong ke dalam kejang demam kompleks.5
1.4 Etiologi dan Faktor Risiko Kejang Demam pada Anak
Pada kejang demam, terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu imaturitas otak dan termoregulator, demam sehingga kebutuhan oksigen meningkat, serta predisposisi genetik (poligenik, autosomal dominan).6
3
Faktor risiko kejang demam pada anak adalah:7 a. Demam, yang dapat disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan, infeksi saluran pencernaan, infeksi telinga, hidung, dan tenggorok (THT), infeksi saluran kemih, roseola infantum/infeksi virus akut lainnya, dan pascaimunisasi. b. Usia, yaitu usia 6 bulan-6 tahun dengan puncak tertinggi pada usia 17-23 bulan. Kejang demam sebelum usia 5-6 bulan mungkin disebabkan oleh infeksi SSP. Kejang demam di atas umur 6 tahun, perlu dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+) c. Gen. Risiko akan meningkat 2-3x bila saudara kandung mengalami kejang demam. Risiko akan meningkat 5% bila orang tua mengalami kejang demam.
1.5 Patogenesis Kejang Demam pada Anak 8
Otak memerlukan energi untuk energi untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel yang diperoleh dari proses metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme yang terpenting adalah glukosa melalui proses oksidasi. Proses tersebut akan menghasilkan CO2 dan air. Sel dilapisi oleh suatu membran yang bersifat lipoid pada permukaan dalam dan ionik pada permukaan luar. Dalam keadaan normal, membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K + dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah sedangkan kondisi di luar sel neuron pada kondisi sebaliknya. Perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel menyebabkan adanya perbedaan potensial yang disebut sebagai potensial membran sel neuron. Oleh karena itu, untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
4
Keseimbangan potensial membran ini dapat berubah pada beberapa kondisi. Penyebab pertama adalah adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Selain itu, perubahan juga dapat terjadi akibat rangsangan mendadak yang datang, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik, dan sebagainya. Penyebab lainnya adalah perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1oC akan meningkatkan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu, dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu singkat, ion kalium maupun ion natrium akan berdifusi melalui membran sel sehingga lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik sangat besar sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan kejang terjadi. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda. Kejang pada seorang anak ditentukan oleh tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Kejang demam berulang lebih sering terjadi pada anak ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang.
1.6 Patofisiologi Kejang Demam pada Anak 8
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi, pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skeletal sehingga terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arteri disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
5
semakin meningkat akibat meningkatnya aktivitas otot. Selanjutnya, metabolisme otak akan meningkat. Rangkaian proses di atas merupakan penyebab terjadinya kerusakan neuron otak saat kejang berlangsung lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang merusak sel neuron otak. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi.
1.7 Manifestasi Klinis Kejang Demam pada Anak
Gejala yang dapat ditemukan pada kejang demam adalah kejang disertai demam. Karakteristik kejang pada kejang demam adalah kejang terjadi pada usia 6 bulan sampai 5 tahun, demam mendahului kejang, kejang terjadi dalam 24 jam setelah anak mulai demam, anak tetap sadar sebelum dan sesudah kejang, tidak ada kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang, serta pasien tidak pernah mengalami kejang tanpa disertai demam. Gejala lainnya yang ditemukan adalah gejala sistemik akibat penyebab demam, misalnya keluarnya cairan dari telinga (otitis media), batuk (bronkitis akut), dan lain-lain. Tanda yang ditemukan adalah demam, tidak ada penurunan kesadaran, dan tanda-tanda infeksi penyebab demam.7
6
1.8 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam pada Anak 6,7 1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam. Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan atas indikasi misalnya darah perifer, elektrolit, dan gula darah.
1.8.2
Punksi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti terbaru, pemeriksaan punksi lumbal tidak dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana dengan keadaan umum baik. Indikasi punksi lumbal adalah:
Terdapat tanda dan gejala rangsan meningeal
Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis
Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapatkan antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
1.8.3
Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal. EEG hanya dilakukan pada kejang fokal untuk menentukan adanya fokus kejang di otak yang membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
7
1.8.4 Neuroimaging
Pemeriksaan neuroimaging (CT-Scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak dengan kejang demam sederhana. Pemeriksaan tersebut dilakukan bila terdapat indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap, misaln ya hemiparesis atau paresis nervus kranialis.
1.9 Diagnosis Kejang Demam pada Anak
Diagnosis kejang demam ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.7 Pada anamnesis, keluhan utama berupa kejang. Informasi lainnya berupa jenis kejang, kesadaran, lama kejang, suhu sebelum atau saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, dan keadaan anak pasca kejang. Selanjutnya, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat perlu dicari (gejala infeksi saluran napas akut, infeksi saluran kemih, otitis media akut, dan lain-lain). Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam, dan epilepsi dalam keluarga juga perlu ditanyakan. Penyebab kejang lain harus disingkirkan, misalnya diare atau muntah yang mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak napas yang mengakibatkan hipoksemia, dan asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia.6 Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada penurunan kesadaran. Suhu tubuh dapat meningkat. Pemeriksaan rangsang meningeal, nervus kranial, peningkatan tekanan intrakranial (ubun-ubun besar dan papil optikus), tonus, motorik, refleks fisiologis, dan refleks patologis memberikan hasil yang normal. Selain itu, tanda-tanda infeksi di luar susunan saraf pusat perlu dicari untuk menentukan sumber demam.6
8
1.10 Diagnosis Banding Kejang Demam pada Anak
Diagnosis banding kejang demam pada anak adalah meningitis, epilepsi, dan gangguan metabolik.7
1.11 Penatalaksanaan Kejang Demam pada Anak
Tatalaksana Saat Kejang 1,9
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua di rumah (prehospital ) adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit.Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena. Pada umumnya, kejang berlangsung singkat (rerata 4 menit) dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti.Apabila saat pasien datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit. Dosis maksimal diazepam yang diberikan adalah 10 mg. Bila kejang tidak berhenti, berikan dosis inisial fenitoin 10-20 mg/kgBB dengan kecepatan pelan 1 mg/kgBB/menit, maksimum 50 mg/menit. Karena bersifat basa dan dapat mengiritasi vena bila terlalu pekat, fenitoin harus diencerkan terlebih dahulu dengan NaCl 0,9%, dosis inisial maksimal adalah 1 gram. Bila kejang berhenti, 12 jam kemudian lanjutkan dengan dosis rumatan fenitoin 5-7 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis.
9
Gambar 1.1. Algoritma Penatalaksanaan Kejang pada Anak
Bila kejang tidak berhenti dengan fenitoin, berikan dosis inisial fenobarbital 20 mg/kgBB secara intravena dengan kecepatan 20 mg/menit, dosis inisial maksimal 1 gram. Setelah kejang berhenti, lanjutkan dengan dosis rumatan 4-6 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 2 dosis yang diberikan 2 jam kemudian. Bila kejang tidak kunjung berhenti, lakukan knock down dengan midazolam, thiopental atau propofol dan pasien harus dirawat di unit rawat intensif. Indikasi rawat pada kasus kejang demam adalah kejang demam kompleks, hiperpireksia, usia di bawah 6 bulan, kejang demam pertama kali, dan terdapat kelainan neurologis.6
10
Pemberian Obat pada Saat Demam 1
Antipiretik tidak terbukti mengurangi risiko terjadinya kejang demam.Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap dapat diberikan. Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan yang hanya diberikan pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko berikut berupa kelainan neurologis berat (serebral palsi), berulang 4 kali atau lebih dalam setahun, usia< 6 bulan, bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39oC, dan apabila episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat dengan cepat. Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kgBB/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg) sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi. Pemberian obat antikonvulsan rumatan hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek karena kejang demam tidak berbahaya dan penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan berdasarkan bukti ilmiah. Indikasi pengobatan rumatan adalah pada kasus kejang fokal, kejang lama >15 menit, atau terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya serebral palsi, hidrosefalus, serta hemiparesis. Obat yang diberikan untuk penggunaan rumatan adalah fenobarbital atau asam valproat setiap hari dan obat ini efektif dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian
11
fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 4050% kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan rumatan diberikan selama 1 tahun. Penghentiannya tidak membutuhkan tapering off , namun dilakukan pada saat anak tidak sedang demam.
Edukasi pada Orangtua 1
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orang tua. Pada saat kejang, sebagian besar orang tua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara di antaranya meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik, memberitahukan cara penanganan kejang, memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali, serta mengatakan bahwa pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat. Saat kejang terjadi, orangtua tetap tenang dan tidak boleh panik. Orangtua harus melonggarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher. Bila anak tidak sadar, anak diposisikan miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di mulut atau hidung. Walaupun terdapat kemungkinan lidah tergigit, jangan memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Ukur suhu observasi, dan catat bentuk serta lama kejang. Orangtua harus tetap bersama anak selama dan sesudah kejang. Diazepam rektal dapat diberikan bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40oC, kejang tidak
12
berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar atau terdapat kelumpuhan.
Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan riwayat kejang demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Suatu studi kohort menunjukkan bahwa risiko relatif kejang demam terkait vaksin (vaccine-associated febrile seizure) dibandingkan dengan kejang demam tidak terkait vaksin (non vaccine-associated febrile seizure) adalah 1,6 (IK95% 1,27 sampai 2,11). Angka kejadian kejang demam pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten dan parasetamol profilaksis.4 1.12
Komplikasi Kejang Demam pada Anak 1
Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang berulang, baik umum maupun fokal. Suatu studi melaporkan terdapat gangguan recognition memory pada anak yang mengalami kejang lama. Kejang demam juga dapat menyebabkan epilepsi. Faktor risikonya berupa terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung, serta kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun. Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%. Kombinasi dari faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.
13
1.13 Prognosis Kejang Demam pada Anak 1
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kejang demam dapat berulang pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah adanya riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga, usia kurang dari 12 bulan, suhu tubuh kurang dari 39oC saat kejang, interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang, dan apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks. Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80% sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut, kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%. Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama. Kematian langsung karena kejang demam tidak pernah dilaporkan. Angka kematian pada kelompok anak yang mengalami kejang demam sederhana dengan perkembangan normal dilaporkan sama dengan populasi umum.
14
BAB 2 LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama
: AAG
Umur
: 1 tahun 4 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: Mata Air, Padang
Agama
: Islam
Nomor MR
: 976003
ANAMNESIS (Alloanamnesis dari ibu kandung)
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 1 tahun 4 bulan sejak tanggal 13 April 2017 di RSUP Dr M Djamil Padang dengan : Keluhan Utama:
Kejang berulang sejak 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat Penyakit Sekarang:
Batuk sejak 1 hari yang lalu, tidak berdahak, tidak disertai pilek, tidak ada sesak nafas.
Demam sejak 1 hari yang lalu, tinggi, terus menerus, tidak menggigil.
Kejang berulang 4 jam yang lalu, frekuensi 3 kali, lama kejang 3-15 menit/kali, interval
5-15 menit, kejang pertama ±15 menit, seluruh tubuh dengan mata melihat ke atas, saat kejang anak sedang dipangku oleh paman dan tiba-tiba terjatuh dengan posisi tertelungkup dan dahi terbentur ke lantai, kejang berhenti sendiri, anak menangis setelah kejang, ini adalah episode kejang pertama.
15
Mual dan muntah tidak ada.
Buang air kecil jumlah dan warna biasa.
Buang air besar warna dan konsistensi biasa.
Pasien sebelumnya dibawa berobat ke Rumah Sakit Swasta (Siti Hawa), saat disana anak
mengalami kejang kedua dan ketiga dengan interval ±5 menit, kejang berhenti setelah diberikan stesolid supp 10 mg. Pasien mendapat IVFD KaEN 1B 12 tts/menit makro dan dirujuk ke RSUP Dr M Djamil Padang dengan keterangan kejang demam komplek.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien tidak pernah menderita kejang dengan atau tanpa demam sebelumnya.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Ayah pasien memiliki riwayat kejang demam waktu kecil.
Riwayat Persalinan :
Anak tunggal, lahir operasi caesar ditolong oleh dokter atas indikasi fetal distress,
cukup bulan, berat lahir 3200 gram, panjang lahir 52 cm, langsung menangis.
Riwayat Nutrisi:
Diberi ASI sampai usia 3 bulan.
Susu formula dari 3 bulan sampai usia 6 bulan.
Bubur susu usia 6-12 bulan.
Nasi lembek usia 12-13 bulan.
16
Nasi biasa 13 bulan-sekarang, frekuensi 2-3x sehari, porsi setengah piring dewasa, lauk pauk selang seling dalam seminggu.
Kesan minuman dan minuman : kualitas kurang dan kuantitas cukup. Riwayat Imunisasi:
BCG
: umur 1 bulan, scar (+)
DPT
: umur 2, 3, 4 bulan
Polio
: umur 0, 2, 3, 4 bulan
HiB
: umur 2, 3, 4 bulan
Hepatitis B
: umur 0, 2, 3, 4 bulan
Campak
: umur 9 bulan
Kesan
: Riwayat imunisasi dasar lengkap.
Riwayat Higiene dan Sanitasi Lingkungan:
Rumah semi permanen
Jamban di dalam rumah
Pekarangan cukup luas
Sumber air minum dari PDAM
Sampah dibakar di belakang rumah
Kesan : Higiene dan sanitasi lingkungan cukup baik.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Pertumbuhan gigi pertama: 4 bulan
Perkembangan psikomotor:
17
o
Tengkurap
: 3 bulan
o
Duduk
: 6 bulan
o
Berdiri
: 10 bulan
o
Berjalan
: 12 bulan
o
Bicara
: 14 bulan
o
Membaca & menulis : -
Kesan: Riwayat perkembangan normal PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran
: sadar
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
: 112 x/menit
Napas
: 27 x/menit
Suhu
: 37,8oC
Sianosis
: Tidak Ada
Edema
: Tidak Ada
Anemis
: Tidak ada
Ikterus
: Tidak ada
Tinggi badan
: 77 cm
Berat Badan
: 9,4 kg
BB/U
: 83 %
TB/U
: 96 %
18
BB/TB
: 88 %
Kesan
:Gizi kurang
Pemeriksaan Khusus:
Kulit
: teraba hangat, hematom di regio frontalis sinistra ukuran 1 cm x 1 cm.
KGB
: teraba pembesaran KGB di regio coli sinistra ukuran 0,5 cm x 0,5 cm x 0,5 cm.
Kepala
: bentuk bulat simetris, rambut hitam dan tidak rontok, lingkar kepala 45 cm (normal standar Nellhouse), ubun ubun sudah menutup.
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, Pupil isokor diameter 2 mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal,
Telinga
: tidak ditemukan kelainan
Hidung
: tidak ditemukan kelainan
Mulut
: mukosa mulut dan bibir basah.
Tenggorokan
: Tonsil T2 – T2 hiperemis, detritus tidak ada, kripti tidak melebar, faring hiperemis.
Leher
:JVP sukar dinilai.
Thoraks: Paru: Inspeksi : normochest, simetris, retraksi (-) Palpasi
: fremitus kiri=kanan
Perkusi
: sonor
Auskultasi : suara nafas bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada Jantung: Inspeksi : iktus tidak terlihat
19
Palpasi
: iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: batas jantung atas : RIC II batas jantung kanan : linea sternalis dekstra, batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada Abdomen: Inspeksi
: distensi tidak ada
Palpasi
: Supel. hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal Punggung
: tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin : tidak ada kelainan, status pubertas A1P1G1 Anus
: rectal toucher tidak dilakukan
Ekstremitas
: akral hangat, refilling kapiler baik, Refleks fisiologis +/+ normal, refleks patologis tidak ada.
Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-) Brudzinski I (-) Brudzinski II (-) Kernig (-)
20
PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Laboratorium (13 April 2017)
Hb
: 11,7 gr/dl
Leukosit
: 18.750/mm3
Hitung jenis
: 0/0/0/72/23/5
Trombosit
: 345.000/mm3
Diagnosis Kerja
-
Kejang demam kompleks
-
Tonsilofaringitis akut
Tatalaksana
O2 1L/menit nasal kanul IVFD KaEN 2A 105cc/kg/hr = 12 tts/menit makro Diazepam 3x1,5 mg po Paracetamol 4x100 mg po Amoxicillin 3 x 1 ½ cth
Edukasi
Kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik
Memberitahukan cara penanganan kejang
Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali
Memberitahukan bahwa pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat adanya efek samping obat.
21
Follow Up Tanggal
Perjalanan Penyakit
13 April 2017
S/ Demam ada tidak tinggi, kejang tidak ada Mual dan muntah tidak ada BAK dan BAB biasa
O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran: sadar, HR: 108 x/menit, RR: 28 x/menit, , suhu: 37,6oC. Mata: konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikte rik Thoraks: cord dan pulmo tidak ditemukan kelainan Abdomen: distensi (-), supel. hepar tidak teraba, BU (+) normal. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A/ -
Kejang demam kompleks
-
Tonsilofaringitis akut
-
O2 1L/menit nasal kanul
-
IVFD KaEN 2A 105cc/g/hr = 12 tts/menit makro
-
Diazepam 3x1,5 mg po
-
Paracetamol 4x100 mg po
-
Amoxicillin 3 x 1 ½ cth
P/
22
14 April 2017
S/ Demam tidak ada, kejang tidak ada Sesak napas tidak ada Batuk pilek tidak ada Mual dan muntah tidak ada BAK dan BAB biasa
O/ KU: tampak sakit sedang, kesadaran: sadar, HR: 104 x/menit, RR: 28 x/menit, , suhu: 36,7oC. Mata: konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikte rik Thoraks: cord dan pulmo tidak ditemukan kelainan Abdomen: distensi (-), supel. hepar tidak teraba, BU (+) normal. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik A/ -
Kejang demam kompleks
-
Tonsilofaringitis akut
-
Diazepam 3x1,5 mg po
-
Paracetamol 4x100 mg po
-
Amoxicillin 3 x 1 ½ cth
-
ML 1000 KKL
P/
23
BAB 3 DISKUSI
Seorang anak berusia 1 tahun 4 bulan, dibawa ibunyake RSUP Dr M Djamil Padang dengan keluhan utama k ejang berulang sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Diagnosis banding pada pasien dengan keluhan kejang adalah kejang demam, epilepsi, infeksi susunan saraf pusat, dan gangguan metabolik. Pada pasien ini, kejang yang dialami merupakan kejang berulang karena kejang terjadi 3 kali dalam 1 hari dan di antara bangkitan kejang anak tetap sadar. Pada anak terdapat demam sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit sehingga dapat mengarahkan diagnosis kekejang demam. Hal ini juga didukung dengan usia anak yaitu 1 tahun 4 bulan di mana kejang yang sering terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun adalah kejang demam. Kondisi pasien diawali dengan adanya batuk sejak 1 hari yang lalu. Demam akibat infeksi pada system saluran pernapasan sering menjadi penyebab kejang demam. Riwayat persalinan normal, makanan dan minuman kualitas kurang kuantitas cukup. Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap sesuai umurnya. Riwayat tumbuh kembang anak normal sesuai usia. Riwayat perumahan dan lingkungan menunjukkan kesan higienitas yang baik. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan tidak ada penurunan kesadaran. Tidak ada tandatanda neurologis yang dialami pasien ini.Ubun-ubun besar anak datar, refleks pupil masih normal, tanda rangsang meningeal tidakada, reflex fisiologis
normal, dan reflex patologis
negatif. Oleh karena itu, diagnosis kerja pada pasien ini yaitu kejang demam kompleks.
24
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah IVFD KaEN 2A 105 cc/kgBB/hari = 12 tetes makro sebagai terapi nutrisi, amoxicillin sebagai antibiotik, paracetamol sebagai antipiretik, diazepam 3 x 1,5 mg oral sebagai anti kejang.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handryastuti S, editor. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2016. 2. WHO. International Classification of Diseases and Related Health Problems – 10 th Revision. Malta: World Health Organization. 2011. 3. Kliegman RM, Stanton BF, St Geme JW, Schor NF.. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-20. Philadelphia: Elsevier. 2016 4. Pudjiadi AH, Latief A, editor. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. 5. Nindela R, Dewi MR, Ansori IZ. Karakteristik Penderita Kejang Demam di Instalasi Rawat Inap Bagian Anak Rumah Sakit Muhammad Hoesin Palembang. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. 2014; 1(1): 41-5. 6. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoniati ED, editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. 7. IDI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Layanan Kesehatan Primer. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia. 2014. 8. Hassan R, Alatas H. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 9. Arief RF. Penatalaksanaan Kejang Demam. Continuing Medical Education. 2015; 42(9): 658-61.
26