Tugas akhir mata kuliah Psikologi Pendidikan :
CRITICAL BOOK REPORT
Disusun Oleh : POPPY WULANDARI NIM. 71333341040
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2016
KATA PENGANTAR Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Critical Book Report ini sebagai tugas akhir mata kuliah Psikologi Pendidikan. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar di bumi. Serta terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampuh mata kuliah Psikologi Pendidikan, Bapak Rafael Lisinus Ginting, S.Pd, M.Pd. yang telah banyak mencurahkan ilmunya pada kelas B Ekstensi prodi Pendidikan Ekonomi 2013. Adapun buku yang menjadi perhatian serius penulis dalam mengkritik buku tersebut yaitu berjudul Bagaimana Siswa Belajar yang ditulis oleh John Holt. Dalam memenuhi tugas akhir ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan yang mungkin tidak penulis sadari secara langsung. Maka dari itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan sebagai bentuk perubahan yang lebih baik kepada penulis. Semoga hasil laporan kritik buku ini bermanfaat bagi pembaca umumnya, dan bagi penulis khususnya. Medan,
Penulis
2
Mei 2016
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
3
BAB I PENDAHULUAN
5
1.1.
Latar Belakang
5
1.2.
Identitas Buku dan Penulis
5
1.2.1.
Keterangan Singkat
5
1.2.2.
Gambar Sampul
6
12.3.
Daftar Isi Buku
7
BAB II RANGKUMAN ISI BUKU
8
Bagian I
8
Bagian II
11
Bagian III
14
Bagian IV
16
Bagian V
19
Bagian VI
21
Bagian VII
24
Bagian VIII
25
Bagian IX
28
BAB II PEMBAHASAN DAN RANGKUMAN BUKU PEDOMAN
29
Bagian I
29
Bagian II
30
Bagian III
32
Bagian IV
34
Bagian V
36
Bagian VI
38
Bagian VII
40
Bagian VIII
42
Bagian IX
44
3
BAB IV KRITIK, KELEMAHAN, KELEBIHAN, KESIMPULAN DAN SARAN 46 4.1.
Kritik
46
Bagian I
46
Bagian II
47
Bagian III
48
Bagian IV
48
Bagian V
49
Bagian VI
50
Bagian VII
50
Bagian VIII
51
Bagian IX
52
4.2.
Kelemahan
53
4.3.
Kelebihan
53
4.4.
Saran
53
4
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Mengkritik sebuah buku adalah salah satu tuntutan kegiatan belajar bagi
mahasiswa di perguruan tinggi. Mengkritik buku merupakan suatu kegiatan yang bukan hanya membandingkan antara satu buku dengan buku lainnya, akan tetapi mahasiswa juga diharapkan mampu untuk menambah wawasan dan kajian keilmuannya dari buku yang di kritiknya. Berangkat dari hal tersebut, dalam Critical Book Report ini berisi mengenai hasil rangkuman, kritik, kelemahan dan kelebihan buku berjudul Bagaimana Siswa Belajar. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1964 oleh Pitman Publishing Company, New York. Edisi revisi pertama kali diterbitkan tahun 1982 oleh Merloyd Lawrence, Delta/Seymour Lawrence, New York. Judul asli buku ini adalah How Children Learn. Hak terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada Penerbit Erlangga berdasarkan perjanjian resmi tanggal 05 Januari 2012. John Holt (1927-1985), salah seorang kritikus pendidikan terkemuka, adalah pengarang 10 buku berpengaruh yang sudah diterjemahkan ke dalam 14 bahasa. Dikenal sebagai pembaru yang gigih dan penuh semangat, serta sebagai "suara akal budi yang lembut" (Majalah Life), John Holt menawarkan kepada kita gagasan-gagasan menarik tentang hakikat pembelajaran yang bahkan lebih relevan lagi dewasa ini daripada sebelumnya. 1.2.
Identitas Buku dan Penulis
1.2.1. Keterangan Singkat Identitas Buku : Judul buku
: Bagaimana Siswa Belajar
Penulis
: John Holt
Pengalih Bahasa
: Fransisca Wahyu Ari Susilowati
5
Editor
: Rikard Rahmat
Desain Cover
: Muhasan
Penerbit
: Erlangga
Tempat terbit
: Jakarta
Tahun terbit
: 2012
Spesifikasi Buku : Kode buku
: 0073700060
ISBN
: 9786022410409
Lebar buku
: 14 cm
Tinggi buku
: 21 cm
Tebal buku
: 376 halaman
Berat buku
: 416 gram
1.2.2. Gambar Sampul
6
1.2.3. Daftar Isi Buku Bagian I
BELAJAR TENTANG ANAK-ANAK
Bagian II
BELAJAR & EKSPERIMEN
Bagian III
BICARA
Bagian IV
MEMBACA
Bagian V
OLAHRAGA
Bagian VI
SENI, MATEMATIKA, DAN HAL-HAL LAIINYA
Bagian VII
KHAYALAN
Bagian VIII
PIKIRAN YANG SEDANG BEKERJA
Bagian IX
BELAJAR DAN CINTA
7
BAB II RANGKUMAN ISI BUKU Bagian I Belajar Tentang Anak-Anak
Pada awal tahun 60-an, saat saya menuliskan sebagian besar naskah awal How Children Learn (Bagaimana Siswa Belajar), baru sedikit psikolog yang menaruh perhatian terhadap pembelajaran kanak-kanak belia (0 sampai 3 tahun). Sebagai ranah penelitian, hal ini dianggap tidak penting atau terkenal, sesuatu yang menjadi alasan mengapa salah seorang teman saya yang bersekolah di sebuah universitas terkemuka, yang saat itu ingin mengambil tesis Ph.D.-nya dengan mengupas karya Piaget, diberitahu oleh pembimbing tesisnya untuk tidak melanjutkan topik itu. Bahkan Piaget sendiri pun, kecuali jika berkaitan dengan anak-anaknya sendiri, melakukan sebagian besar kerjanya dengan melibatkan anak-anak usia empat atau lima tahun bahkan lebih tua lagi dari itu. Para bayi masih dianggap sebagaimana laiknya sebuah gumpalan yang menunggu waktu untuk mengubah mereka menjadi manusia-manusia yang patut mendapat perhatian serius. Sebuah teori yang saat ini sedang ramai-ramainya dibicarakan orang adalah teori otak kanan-otak kiri, yang berpendapat bahwa untuk beberapa bentuk pemikiran kita menggunakan salah satu sisi otak kita, dan untuk beberapa pemikiran lainnya kita menggunakan sisi otak kita yang lain. Pertama-tama, teori itu sendiri berubah lebih cepat dari kemampuan kita mengikutinya. Dalam edisi terbaru majalah Omni terdapat sebuah artikel berjudul “Brainstorms”, yang menyatakan bahwa teori baru tentang otak kanan dan otak kiri sudah tidak diakui lagi dan bahwa jenis-jenis aktivitas mental yang berbeda tidak bisa secara persis ditentukan lokasinya, entah di bagian otang yang satu atau di bagian otak yang lain. Dengan rancangan yang lebih cermat terhadap kondisi-kondisi tes mereka, dan dengan menggunakan analisis pola pengenalan matematis, mereka telah memetakan korelasi pola-pola elektrik yang kompleks dan berubah dengan cepat, 8
yang melibatkan banyak area di dalam otak. Hal ini menunjukkan kepada mereka bahwa tipe-tipe informasi berbeda tidak diproses hanya di beberapa area otak yang terspesialisasi, sebagaimana telah dianut selama beberapa dekade. Melainkan, banyak bagian otak terlibat, bahkan dalam fungsi-fungsi kognitif yang paling dasar sekalipun. Gevind menyatakan, “bahwa tipe tugas-tugas yang berbeda tidak diproses dalam segelintir area yang terspesialisasi, melainkan banyak bagian otak ikut terlibat di dalamnya. Sehingga tidak tepat jika dikatakan bahwa aritmatika, contohnya, berada di salah satu lokasi otak saja hanya karena kerusakan di sana menyebabkan ketidakmampuan melakukan penjumlahan. Yang dapat kita katakan hanyalah bahwa area otak yang rusak sangat penting untuk melakukan aritmatika. Sedari awal teori otak kanan-kiri terlihat menyederhanakan sesuatu yang bagi saya sendiri yang berpengalaman menggunakan pikiran sebenarnya tidak sesederhana itu. Tentunya tidak diragukan lagi bahwa kita memang menggunakan otak kita dengan cara yang berbeda, terkadang dengan cara yang sangat sadar, terarah, linear, analitis, verbal – misalnya saat mobil tidak mau menyala dan kita pun mencoba mencari tahu penyebabnya – dan di saat lainnya (bahkan terkadang pada saat bersamaan) kita menggunakan otak kita dengan cara yang lebih acak, inklusif (memikirkan beberapa hal sekaligus pada waktu bersamaan), intuitif, seringkali agak atau tidak disadari. Sejauh ini saya tidak bermasalah dengan para penganut teori otak. Bahkan mungkin saja kalau beberapa aktivitas mental sebagian besar memang terpusat di beberapa bagian otak dan beberapa aktivitas lain terpusat di bagian yang lain pula. Namun akan terkesan sempit dan aneh jika dikatakan bahwa berbagai jenis pemikiran yang sedemikian rumit dari sebuah pengalaman mental dapat dengan rapinya dibagi ke dalam dua macam, di mana salah satunya dapat secara eksklusif ditetapkan hanya untuk bagian kiri otak,sementara yang lain untuk bagian kanan otak. Seorang psikiater asal Skotlandia, R. D. Laing selama bertahun-tahun telah menulis
dengan
(penyimpangan)
penuh terhadap
amarah
namun
“metode
fasih
ilmiah”
tentang
semacam
distorsi-distorsi ini,
berdasarkan
pengalamannya sendiri bekerja di dunia pengobatan dan psikiatri. Dalam buku
9
terbarunya berjudul The Facts of Life, di sebuah bab yang berjudul “The Scientific Method and Us”, ia menulis: Campur tangan ilmiah merupakan campur tangan yang paling merusak. Hanya seorang ilmuan yang tahu bagaimana melakukan campur tangan yang paling merusak. Cinta menguak fakta-fakta yang, tanpanya, tetap tertutup rapat. Segala sesuatu yang kita pelajari tentang organisme mengarahkan kita pada kesimpulan tidak hanya bahwa organisme dapat dianalogikan dengan mesin, tetapi bahwa organisme itu adalah mesin. Mesin-mesin buatan manusia bukanlah otak, namun otak adalah sebuah jenis mesin perhitungan yang dipahami dengan sangat buruk. Gagasan semacam ini, yang sekarang menjadi populer di universitas-universitas
terkemuka,
yaitu
bahwa
organisme,
termasuk
di
dalmnyamanusia, semata-mata hanyalah mesin, buat saya adalah sebuah gagasan yang paling keliru, paling bodoh, paling merusak, dan paling berbahaya dari semua gagasan buruk yang beredar di dunia saat ini. Kalau saja sebuah gagasan bisa berubah menjadi setan, maka gagasan inilah salah satunya. Hanya dalam kehadiran orang-orang dewasa yang penuh cinta, rasa hormat, dapat dipercaya seperti Millicent Shin atau Glenda Bissex, anak-anak dapat mempelajari semua yang mampu mereka pelajari atau menyingkapkan kepada kita apa yang sedang mereka pelajari. Para pemikir, pembedah, dan manipulator hanya akan mendorong anak-anak pada prilaku artifisial (perilaku yang dibuat-buat dan tak bermakna), kalau tidak mau menyebut tipu muslihat, pengelakan, dan lari dari masalah.
10
Bagian II Belajar dan Eksperimen
Saya sedang duduk di teras rumah seorang teman. Saat itu saya duduk berdekatan dengan Lisa, batita berusia 16 bulan, seorang anak yang cerdas dan pemberani. Ia telah menemukan sebuah semi-wicara (pseudo-speech) yang amat beragam yang selalu ia gunakan sepanjang waktu. Ada beberapa bunyi yang ia ucapkan terus-menerus seakan-akan ia memiliki maksud tertentu. Ia senang memegang dan menyentuh sesuatu, dan mengejutkan bahwa itu dilakukannya dengan tangkas dan terampil; dia juga mampu memasukan baut atau objek kecil lainnya ke dalam lubang yang memang menjadi peruntukannya. Anak-anak kecil ternyata tidak sekikuk yang kita pikirkan. Salah satu permaian favorit Lisa adalah mengambil pulpen saya dari saku saya, mengambil tutup bagian atasnya, lalu mengembalikannya lagi. Ia tidak pernah bosan dengan permainan ini, dan setiap kali melihat saya membawa pulpen tersebut, dia langsung memberikan isyarat kalau ia menginginkan pulpen itu. 11 Agustus 1960 Kemarin saya menggunakan sebuah mesin ketik listrik yang bisa dibawa kemana-mana
di
teras.
Anak-anak
yang
lebih
tua
melihatnya
dan
menggunakannya. Lisa sendiri sedang sibuk makan es krim dan terlihat tidak tertarik. Namun begitu selesai makan, is beranjak untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh orang lain, minta digendong, serta diberikan kesempatan mencoba. Oleh karena ia melihat saya menggunakan mesin itu dengan cara menekan tombolnya satu persatu, ia pun melakukan hal yang sama dan terlihat senang dengan apa yang terjadi. Sesuatu yang menimbulkan bunyi klik yang keras, adanya aktivitas serta pergerakan di dalam mesin, serta hal-hal misterius lainnya yang terjadi di dalam mesin. Saya mengalami kesulitan mematikan mesin tik saat Lisa membuat tomboltombolnya macet. Agar bisa memati-hidupkan mesin tik, saya bardiri dekat dengan mesin tik tersebut. Namun Lisa tak menyukai saya ada di situ karena
11
dianggapnya mengganggu keasyikannya, dan saya pun inginnya begitu juga-saya ingin Lisa merasa bebas menaruh perhatiannnya terhadap mesin di depannya. Masalah ini terpecahkan dengan menyolokkan kabel mesin tik dengan kabel sambung yang memiliki tombol On-Off di sambungannya. Dengan cara ini saya bisa berdiri dengan tenang agak jauh di belakang Lisa, berada di luar jangkauan penglihatannya namun tetap mampu mematikan mesin saat tombol-tombolnya macet, memperbaiki, serta menyalakan mesinnya kembali. Namun tidak lama baginya untuk mencurigai bahwa sayalah di balik semua itu. Setiap kali saya mematikan mesin-tombol On-Off di kabel sambungan itu tidak bersuara Lisa akan berbalik dan menatap saya dengan bingung. 24 Juli 1961 Pagi ini Lisa membungkuk untuk mengambil sebuah balon. Saat ia melakukannya, angin yang bertiup dari arah pintu membuat balon menjauh. Ia mengamati hal ini. Saat balon berhenti bergerak, ia beranjak mendekati dan meniupnya seolah ingin agar balon bergerak lebih jauh. Hal ini mengejutkan saya. Mungkinkan seorang anak mampu membuat hubungan antara kemampuan angin memindahkan objek dan kemampuannya sendiri menggerakkan objek dengan cara meniupnya? Rupa-rupanya mereka bisa. Sebuah permainan yang pasti disukai bayi adalah ketika Anda meniup tangan atau jemari mereka, lalu menggerakkan kepala Anda ke kanan ke kiri sehingga aliran udara terkesan keluar masuk. 25 Juli 1961 Kegaduhan yang terdengar dari ruang tamu menandakan ada lagi benda yang baru saja diobrak-abrik oleh Lisa. Lisa terlihat amat tertarik dengan semua yang dia lihat, selalu berupaya mengamati, mengambil, menguji, dan memisahkannya jika ia bisa. Secara alamiah, ia masih belum memiliki perasaan tentang apa-apa sajayang dianggap berharga atau rapuh atau berbahaya. Setiap saat kita mendapati diri kita mengatakan “tidak, tidak, jangan pegang ini, ini terlalu pans, ini terlalu tajam, ini bisa melukaimu, ini bisa pecah, ini milikku, aku mau pakai.” Setiap saat ia merasa, secara alamiah, bahwa kita telah menyerang apa yang menjadi hak serta kebutuhannya untuk menyelidiki setiap bagian dunia di sekitarnya agar ia jadi lebih paham. Semua orang menyentuh
12
benda itu, lantas mengapa aku tidak boleh? Sangat mudah melihat bahwa pengakuan “serba tidak boleh” itu dapat menghancurkan rasa ingin tahu anak dan membuatnya berpikiran bahwa dunia yang sebelumnya dianggap penuh dengan hal-hal yang amat menarik untuk ditelusuri ternyata penuh dengan bahaya dan masalah tersembunyi. 30 Juli 1961 Banyak permaian kanak-kanak bermula dari ketidaksengajaan. Permaianpermaian itu mengasah perasaan anak akan sebab-akibat, bahwa hal satu akan menyebabkan terjadinya hal berikutnya. Permaianan ini juga mengajarkan kepada anak bahwa ia mampu membuat perubahan, bahwa ia mampu meberikan akibat terhadap dunia di sekitarnya. 1 Agustus 1961 Belakangan ini Lisa memainkan permainan yang menakutkan. Ia menonjolkan gigi-giginya, meraung, mengaum, dan menerjang kea rah saya. Saya berpura-pura ketakutan dan bersembunyi di balik kursi. Permaian ini bisa berlangsung selama beberapa saat.
13
Bagian III Bicara
Pada suatu hari, di sebuah tokoh dekat rumah, sorang bayi berusia kira-kira satu tahun sedang duduk di kereta kecilnya. Ibunya sedang sibuk berbelanja dan bayi itu pun sibuk dengan urusannya sendiri, bermain dengan keretanya, melihatlihat beberapa kaleng buah dan jus. Saya memperhatikannya. Tiba-tiba ia berkata pada dirinya sendiri, “beng-gu.” Setelah beberapa detik ia bicara lagi, lagi, dan lagi, sampai kira-kira sepuluh kali. Apakah ia berusaha mengatakan “Thank you?” mungkin ia tanpa sengaja membuat bunyi itu dan mengulanginya berkali-kali karena ia menyukai bunyinya dan menyukai apa yang terjadi di mulutnya. Seorang psikolog yang penuh perhatian bernama Dr. Herman Witkin, dalam bukunya berjudul psychological differentiation dengan tepat menjelaskan tentang dunia para bayi sebagai sesuatu yang belum terdiferensiasi. Duni mereka tidak dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Kemudian ketika beranjak besar, para bayi mulai melihat ruang tertentu sebagai kumpulan benda-benda yang tepisah. Setiap benda yang ada dalam sebuah ruangan, seperti kursi, lampu, meja, memiliki eksistensi sendiri. Masing-masing benda itu bisa mereka pikirkan secara tersendiri. Ketika masuk dalam tahap ini dikatakan bahwa bayi sedang membuat gagasan atau model mental tentang dunia yang sudah terdiferensiasi. Sebelum mereka bisa menamai benda-benda, misalnya saja kursi, seorang bayi harus mengambil selangkah model mental lagi. Ia tidak hanya harus menyadari bahwa sebuah kursi memang ada karena benda itu ada secara mandiri, terpisah dari apa yang disebut sebagai sebuah ruangan dan bisa saja berada di ruangan lain, tapi juga harus melihat sebuah kursi adalah benda yang mirip dengan benda lainnya di dalam ruangan itu atau di ruangan lainnya. Banyak orang, yang menulis tentang anak-anak yang belajar di sekolah yang kumuh, mengatakan bahwa anak-anak itu mengalami kesulitan bicara karena orang tua mereka tidak pernah membantu membetulkan cara mereka berbicara. Anak-anak bisa, sedang dan akan belajar bicara dalam bahasa yang dipakai kebanyakan orang di sekitarnya. Jika seorang anak tumbuh di lingkungan yang
14
tidak berbicara dalam bahasa inggris standar, kita hanya akan menyakitinya jika berkata ada yang salah dengan cara bicaranya. Akan lebih masuk akal bila mengajarkan bahasa inggris standar sebagai sebuah bahasa asing, mendorong anak berbicara dan menulis tentang hal-hal yang menarik baginya, dalam cara yang paling alami untuk dia, dan memberikan sebanyak mungkin kesempatan memahami bahasa inggris standar sebagaimana mulai di berlakukan di beberapa sekolah. Sebagian besar dari kita bersikap cukup bijaksana terhadap orang lain untuk tidak menunjukan kesalahan mereka, tetapi tidak banyak dari kita yang siap memperluas keutamaan ini kepada nak-anak. Padahal penting sekali kita melakukannya, oleh karena anak –anak sangat mudah menangkap sesuatu dan sensitif, juga mudah terluka, terhina dan patah semangat.
15
Bagian IV Membaca
Suatu hari saya dan Lisa berada di ruang tengah membaca sendiri-sendiri. Ia mengambil empat buku dari bagian bacaan untuk anak-anak di perpusatakaan umum, jumlah maksimal yang diperbolehkan. Ia kemudian memilih buku yang paling menarik baginya, mengatur duduknya di sebuah kursi besar, lalu mulai membaca. Saya bisa mendengar dia membaca sambil menggumam, walaupun saya tidak bisa mendengar dengan jelas kata-katanya. Saya kira dari nada suaranya dan dari jeda dalam membacanya, walaupun ada banyak kata dalam bacaannya yang ia tidak tahu dan kenali, ada beberapa kata yang memaksakannya berhenti sejenak dan mencari tahu apa arti itu. Mungkin dengan menggunakan pengetahuan sederhananya tentang fonetik, mungkin menebak dari konteksnya, atau mungkin kedua-duanya. Ada beberapa kata yang sengaja ia lewatkan, ia tidak merasa harus memahami setiap kata yang ada. Tetapi sesekali ia akan tiba pada sebuah kata yang tidak bisa ia pahami, atau terka, atau lewatkan begitu saja. Hari ini ia menemukan kata semacam itu. Perlahan ia bangkit dari kursinya sambil memegangi bukunya, dan berjalan mendekati saya. Saya menatapnya saat ia mendekat. Wajahnya tampak tegang, ia menunjuk sebuah kata dalam bukunya, dan bertanya, “ini artinya apa?” tatapan matanya terlihat berbeda, seolah berkata, “mohon jangan memberiku pertanyaan konyol seperti :”menurutmu itu apa?” atau pertanyaan sejenis itu. Kalau saya bisa, saya tidak akan datang kesini untuk bertanya. Katakana saja apa artinya, itu sudah cukup. Lalu saya jawab pertanyaannya, ia mengangguk kembali ke kursinya, dan meneruskan bacaannya. Agar memahami masalah belajar orang lain, terutama anak-anak, kita harus berusaha melihatnya melalui cara mereka melihat. Hal ini seringkali sulit dilakukan. Hampir mustahil membayangkan bahwa kita bersikap seolah tidak tahu padahal kenyataannya kita tahu. Kemudian saya tiba-tiba teringat sebuah pengalaman beberapa tahun yang lalu, yang benar-benar terlupakan. Ketika sedang mengajar siswa kelas lima, saya menemukan sebuah iklan perusahaan Inggris yang tersida dalam banyak bahasa oriental. Lalu saya meminta para siswa
16
membawa contoh tulisan cetak dari berbagai bahasa tersebut, dan mereka melakukannya. Saya piker anak-anak akan tertarik melihat bentuk huruf dan tulisan lain dari bahasa yang berbeda. Ternyata Cuma saya yang tertarik,saya tertarik karena dari situ saya bisa mempelajari masalah membaca pada anak-anak. Sebagaimana umumnya anak-anak, mereka perlu waktu agar terbiasa dengan huruf dan kata-kata, agar bisa sampai pada titik di mana mereka dapat melihat sekilas bahwa kata tertentu mirip dengan yang lainnya. Jadi kita perlu member mereka waktu yang banyak dan tidak bersikap kesal atau marah bila mereka terlihat sangat lamban atau bila melakukan kesalahan yang menurut kita konyol. Salah seorang anak sedang memperhatikan dua kata pada halaman yang sama, tidak sadar bahwa ternyata kedua kata itu sebenarnya sama, lalu berteriak “oh, aku tahu, kedua kata itu sama!” kita seharusnya berpikir bahwa itu kejadian yang biasa saja. Kita harus sdar bahwa anak itu telah benar-benar melakukan temuannya yang nyata dan penting. Salah satu alasan mengapa anak-anak yang berasal dari keluarga kurang berpendidikan mengalami kesulitan pada saat mereka belajar membaca, kemungkinannya adalah karena mereka kurang terbiasa dengan bentuk-bentuk huruf dan kata. Ini juga merupakan salah satu alasan mengapa kita perlu memberi mereka waktua agar terbiasa dengan bentuk-bentuk huruf dan kata. Ada satu alasan lain, mungkin yang ini lebih penting, mengapa seorang anak kelihatannya lupa satu kata saat membaca halaman 6 padahal ia kelihatannya tahu kata tersebut di halaman 5. Kita sedemikian terbiasa dnegan perasaan bahwa kita mengetahui apa yang kita tahu, atau berpikir bahwa kita tahu, sehingga lupa abagaimana rasanya saat mempelajari sesuatu yang baru dan asing. Kita cenderung membagi dunia fakta dan gagasan menjadi dua kelas, hal yang kita tahu dan hal yang tidak kita tahu, dan beranggapan bahwa suatu fakta tertentu bergerak secara instan dari “tidak diketahui” menjadi “diketahui”. Kita lupa betapa sering kita tidak yakin akan sesuatu yang baru kita pelajari bahkan sesuatu yang sederhana seperti mama dan nomor telepon. Oleh karenanya kita tidak mengerti mengapa seorang anak bisa mengucapkan dengan benar kata “dia” pada halaman 5 tetapi mengucapkan kata itu dengan bunyi yang berbeda di halaman 6.
17
Apa yang perlu kita pahami adalah saat anak itu menegtahui bahwa kata “dia” pada halaman 5 diucapakan “dia”, ia tidak tahu dalam pengertian yang kita ketahui, ia tidak yakin bahwa hal ini begitu. Banyak anak belajar membaca seperti Scout Finch, pahlawan dalam To Kill a Mickingbird karangan Harper Lee. Ia belajar membaca dengan cara duduk di pangkuan ayahnya yang sedang membaca keras-keras untuknya, mengikuti melalui matanya setiap kata yang dibaca ayahnya. Setelah beberapa waktu ia merasa bahwa ia tahu banyak mengenai kata-kata itu, dan dari apa yang ia tahu ia mendapatkan cukup informasi atau intusis tentang ‘fonetik’ sehingga ia bisa mulai sendiri dengan kata-kataa itu.
18
Bagian V Olahraga
6 Juni 1965 Kami mengajak Tommy ke kolam renang hari ini, perjalanan pertama kami tahun ini. Tetapi pada saat itu ia mengalami kecelakaan, sebuah pengalaman yang untuk anak-anak seusianya bisa-bisa tidak mau berenang lagi. Saat itu ia sedang berdiri di anak tangga pertama dan kedua pada tangga menurun di kolam dangkal. Dia menolak ajakan saya menggendongnya. Ia lebioh memilih menuruni anak-anak tangga, melihat ke air, dan merasakan air dengan tangannya. Tiba-tiba ketika ia sedang berjalan-jalan melangkah turun ke tepi kolam, ia tergelincir sehingga air sampai mengenai kepalanya. Tidak berapa lama setelah keluar Dari air, untuk beristirahat dan mengambil nafas, ia kembali lagi ke kolam. Tapi kali ini ia meu say gendong, yang semula ia tolak. 9 Juni 1965 Hari ini Tommy lebih bersemangat masuk ke dalam air dan memulai latihan berenangnya dan mengambil kesempatan pertamanya digendong. Kemajuannya dalam mengeksplorasi elemen baru dalam berenang tidaklah stabil dan tanpa terputus-putus. Keberanian pada diri anak-anak (dan tidak hanya mereka) timbul tenggelam seperti ombak hanya saja siklusnya berlangsung dalam hitungan menit, bahkan detik. kita bisa melihat hal ini dengan jelas ketika kita memperhatikan seorang bayi berusia dua tahun atau lebih yang sedang berjalan dengan ibunya atau sedang bermain di taman. 10 Juni 1965 Seorang anak lebih mudah belajar untuk sadar ketika hidung dan mulut mereka berada di bawah permukaan air, di sebuah kolam yang tidak terlalu ganas. Tetapi kolam yang ini kecil dan penuh sesak, dan kalau berada di negara yang beriklim kering, tidak ada saluran-saluran sirkulasi yang membantu menurunkan gelombang air itu. Kita haruys menemukan cara untuk mengatasi persoalan tersebut. Suatu permainan yang membantu muncul secara kebetulan. Saya sedang memeganginya erat ketika ia terkejut air mausk kedalam mulutnya, yang dengan
19
cepat dna instingtif langsung ia semburkan ke muka saya. Saya menjadikan peristiwa luar biasa, saya meringis, terbatuk-batuk, tersedak, dan tergagap. Baginya hal ini sangat lucu dan dengan cepat melakukannya lagi, berendam sebentar di dalam air, dankemudia menyemburkannya ke saya. 12 Juni 1965 Hari ini merupakan hari yang paling menantang. Segera setelah kami masuk ke dalam kolam, ia langsung mengajak saya berenang. Jadi saya menariknya sebentar berkeliling kolam dangkal. Ia tidak memegang saya lagi, tetapi mencoba mengibaskan kaki dan mengayuh dengan penuh semanagat.
20
Bagian VI Seni, Matematika, dan Hal-Hal Lainnya
Pada suatu pagi, di dalam sebuah ruang kelas satu, dua orang gadis cilik yang saling bersahabat mendapatkan beberapa lembar kertas besar dan beberapa buah pensil. Mereka duduk mengintari sebuah meja dan bersiap-siap menggambar.
Setelah berpikir lama salah seorang gadis cilik itu mulai
menggambar sebuah pohon yang besar. Kemudian ia membuat sebuah cabang berbentuk garpu di dekat puncak pohon. Selama itu berlangsung gadis cilik yang satu lagi memperhatikan dan tidak melakukan apa-apa. Setelah beberapa lama saya bertanya kepadanya “apa yang akan kamu gambar?” saya tidak mencopba mengarahkannya, saya hanya merasa ingin tahu saja. Ia lalu menjawab “aku tak tahu mau menggambar apa” saya bertanya lagi, :kenapa tidak menggambar pohon juga?” ia menjawab pertanyaan saya tanpa merasa ragu ataupun malu “aku tidak tahu bagaimana caranya.” Hal ini mengejutkan dan memmbuat saya tersadar. Walaupun suka menikmati berbagai gambar dan lukisa, saya hanya tahu sedikit tentang itu semua. Hampir tidak pernah ada pelajaran seni rupa di sekolah saya dulu. Saya hanya dapat mengingat satu kelas seni rupa yang pernah saya masuki dan sebuah gambar yang coba saya lukis sendiri, seekor burung hantu yang bertengger di sebuah dahan pohon yang sudah mati dengan bulan purnama sebagai latarnya. Baut saya ini
merupakan
sebuah
pekerjaan
cukup
ambisius.
Saya
tidak
pernah
menyelesaikannya. Saya sadar, sebuah gambar pohon memiliki hubungan dengan pepohonan yang tedapat di peta kota. Peta memiliki kemiripan dengan kota, dalam banayak hal namun saat kita membuat peta, kita cenderung memasukan beberapa hal ke dalamnya serta meninggalkan beberapa hal yang lain.ini juga berlaku untuk sebuah gambar. Gadis kecil ini, saat ia melihat sebuah benda nyata yang rumit yang kita sebut pohon, yang memiliki berbagai warna, bentuk tekstur, berat, pencahayaan dan bayangan, tidak bisa menentukan bagian mana dari karakteristik tersebut yang bisa diwakili oleh sebuah pensil dan ia juga tidak tahu caranya.
21
Dua atau tiga hari kemudian, saya melihat dua orang gadis cilik yang sama, lagi-lagi sedang duduk mengintari meja dengan beberapa lembar kerta besar di hadapan mereka. Namun kali ini, terdapat dua buah pohon yang serupa di kedua kertas besar itu, di mana akarnya menjulang membentuk batang pohon, batang pohon menyeruak terus sampai ke bagian atas kertas, terdapat dua cabang berbentuk garpu dimana dahan-dahan kecil bermunculan. Saya kemudian berkomentar “ ah, aku lihat kamu sedang menggambar pohon, ya.” Ia memberikan saya senyuman manis dan kemudian seraya mengangguk kea rah sahabatnya, ia berkata, “ dia yang mengajariku.”. ia kemudian melanjutkan pekerjaannya. Anak-anak tentunya tidak sedang menggambar sebuah pohon, namun melukis apa yang mereka pelajari dan kenal sebagai symbol sebuah pohon, yang nyaris menyerupai sebuah huruf hieroglyph yang besar. Garis yang mereka coretkan di atas kertas tidak terlihat seperti pohon bagi
mereka, mereka
bermaksud menunjukan pohon. Suatu hari saat saya sedang berada di sebuah ruang kelas satu, dan itu untuk pertama kalinya saya berada di sana, saya mulai membentuk sebuah boks cardboard yang bagian atasnya dibiarkan terbuka, dengan ukuran sedemikian rupa sehingga cukup untuk menampung berbagai bentuk dan ukurang batang Cuisenaire. Saat saya sudah menyelesaiakan beberapa kotak tersebut, mereka baru bisa melihat apa yang sebenarnya saya kerjakan. Mereka lalu ingin membuat hal yang sama. Saya sempat memperhatikan sebentar saat mereka sedang bekerja, namun tidak selam yang saya inginkan. Walaupun begitu, dalam waktu sesingkat itu, seorang anak laki-laki berhasil menciptakan sebuah karya yang lauar biasa, di luar yang saya pikirkan. Kebetulan pula, ia merupakan bagian dari anak-anak bermasalah dari sbeuah kelas yang bermasalah juga. Setelah membuat beberapa kotak dengan bagian atas yang terbuka, ia mulai berpikir untuk membuat kotak dengan bagianatas yang tertutup. Dalam pekerjaan semacam itu terkandung banyak kemungkinan untuk eksplorasi dan pembelajaran lebih jauh.
22
Gambar isometric biasanya dipergunakan oleh para juru gambar untuk memberikan kesan tiga dimensi pada sebuah objek. Ada sebuah kertas yang disebut kertas isometric, yang penuh dengan kotak-kotak dan garis-garis vertical dan horizontal. Sejak saat itu saya belajar bahwa ada sebuah jenis proyeksi yang serupa yang disebut aksonometrik, yang menurut saya akan lebih memudahkan anakanak (ataupun orang dewasa) untuk digambar, dan juga lebih menarik untuk dilihat.
23
Bagian VII Khayalan
Suatu hari seorang anak perempuan berusia enam tahun mendatangi kantor saya bersama adik laki-laki dan ibunya. Sementara si ibu sedang berbincang dengan saya, dan adik laki-lakinya sedang melihat-lihat buku yang dipajang di rak, gadis kecil inilangsung menghampiri mesin tik listrik sayang yang juga telah dimainkannya sehari sebelumnya. Saya lalu memberikan beberapa lembar kertas dan ia pura-pura “menegtik”, memperhatiakn seberapa cepat ia menggunakan alat itu, barangkali ia sedang menikmati khayalan menjadi seorang yang ahli dan hebat,ibunya adalah seorang juru tik yang mahir dan aank ini sudah sering mendengar tentang kemahiran ibunya. Selama beberapa saat, sewaktu kami berbincang-bincang, saya dan ibunya dapat mendengar suara tuts mesin tik yang berdenting sibuk. Setelah beberapa saat, anak perempuan itu menghampiri kami dan berkata dengan penuh semangat, “awalnya aku hanya mengetik sembarangan, lalu bosan dengan yang itu-itu saja.” Dan kemudian ia memberi kami beberapa “formulir”. Di atas formulir yang diperuntukan bagi saya, ia telah mengetik nama, lalu kode pos rumah, dan nomor teleponnya. Terus kebawah, setiap kata diketik sesuai barisnya, terketik kata “name” (nama), “address”, (alamat). “zip”, (kode pos) dan “number” (nomor). Lalu saya menyakan kepada gadis kecil itu apakah saya perlu menuliskan nomor jaminan sosial saya di bawah kata “number” (nomor). Ia katakana tidak karena yang ia inginkan adalah nomor telepon saya. Ketika formulir itu telah kami isi, ia lalu kembali lagi dengan formulir yang lain, kali ini lebih kelihatan formal, dan meminta kami beberapa informasi baru yang berbeda dari sebelumnya. Anak-anak, paling tidak pada awalnya, tidak bermimpi bisa bergerak lebih cepat dari kecepatan peluru atau melompat ke sebuah bangunan tinggi hany dengan satu kali loncatan. Khayalan-khayalan seperti itu biasanaya dibuat oleh orang-orang dewasa. Butuh waktu bertahun-tahun bagi anak-anak untuk terbiasa dengan khayalan-khayan=lan semacam ini danmembangunnya ke dalam dunai mereka sendiri. 24
Bagian VIII Pikiran Yang Sedang Bekerja
Waktu adalah uang, menurut kita, dan kita selalu merasa bahwa kita tidak punya cukup waktu untuk itu. Waktu begitu cepat berlalu dan sayangnya kita tidak bisa berbuat apa-apa untuk menghentikannya. Tetapi saat saya mengamati anak-anak ini, mereka seperti merasakan bahwa buat mereka waktu bisa berhenti atau bahkan tidak perlu diperhitungkan keberadaannya. Hal itu terjadi ketika liburan musim panas, ketika mereka punya waktu banyak. Mereka terlihat seperti membuat semacam percakapan dengan benda kubus itu. Itu lebih seperti mereka membiarkan si benda kubus itu yang berbicara, dan mereka mendengarkan. Saat ini buku-buku tentang bermain dengan kubus itu telah banyak beredar. Itu sama sekali tidak mengejutkan buat saya, paling tidak ada satu yang ditulis oleh seorang anak kecil. Pada suatu hari, saya melihat TV tanpa suara dari sebuah jendela di sebuah took obat, saya melihat ada seorang anak laki-laki berusia kirakira dua belas tahun yang mampu menyelesaikan kubus itu kurang dari satu menit. Seperti biasa saya tertegun oleh perasaan kekaguman, iri, malu, (“mengapa saya tidak bisa melakukannya?”) termasuk perasaan serba salah. Tetapi rubik adalah sesuatu yang pernah memasuki alam pikiran saya yang paling jauh. Saya sendiri terkejut ketika menyadari bahwa beberapa hari yang lalu saya menyadari bahwa saya terus-menerus memikirkannya, dan maminkan kubus itu di dalam pikiran saya. Pemikiran itu datang ketika saya mampu menempatkan kubus itu di tengah-tengah masing-masing isinya, misalnya persegi biru ada di tengah-tengah Sembilan bujur sangkar lainnya, bujur sangkar kuning ada di tengah Sembilan bujur sangkar kuning dan seterusnya, sebagai sesuatu yang tetap sementara delapan persegi lain bisa dipindah-pindahkan. Pagi ini, rubik itu masih saja menggayuti pikiran saya. Setelah membayangkan saya mulai berpikir, “misalkan saja kita mulai dengan rubik yang sudah dipecahkan. Misalnya kita melihat salah satu sisinya, misalnya sisi berwarna biru, lalu mengubah satu kotak biru di pojok kanan atas, lalu terus mengacaknya sehingga berubah jauh dari posisinya semula. Berapa langkah yang harus diambil untuk membuatnya berada sejauh mungkin dari posisinya smeula?” 25
setelah mencobanya dalam pikiran saya, saya menduga tetapi kemudian saya ketahui ternyata dugaan saya salah, bahwa tidak bisa lebih dari empat langkah dari posisi semula. Beberapa tahun yang lalu saya berkunjung ke rumah Bill Hull bersama dengan beberapa orang yang tertarik dengan pengajaran matematika pada anakanak. Sebagian besar pembicaraan itu adalah tentang apa yang telah kita lakukan, atau apa yang sedang dipikirkan untuk dilakukan. Pada saat tiba waktu nya untuk berbagi dalam kelompok, ada seorang yang paling cerdas yang berasal dari luar negeri memberikan pengakuan yang menarik. Ia mengaku, walaupun ia telah membuat bahan ajar matematiak untuk anak-anak yang sebagian besar berhubungan dengan angka dan bilangan, cinta sejatinya adalah geometri. Geometri yang dimaksudnya bukanlah bentuk-bentuk geometri kuno yang biasa ditemui di sekolah, tetapi lebih seperti geometri eksotik yang lebih canggih. Ingatan saya mengatakan bahwa yang dimaksudnya adalah geometri projektif, walaupun itu bukanlah satu-satunya berbentuk geometri projektif yang pernah say abaca. Lalu saya bertanya kepadanya mengapa ia menyukai salah satu cabang ilmu matematika itu. Ia menjawab bahwa ada keindahan dan kesederhanaan dalam teorema itu. Pada suatu hari seseorang mengadakan kelas seni di kelasnya. Ketika anakanak memasuki ruangan itu mereka melihat ada beberapa kertas prakarya di atas meja. Lalu guru itu mengangkat sebuah kipas kertas, sama seperti yang Anda dan saya sering buat. “tahu apa ini?” “oh, tentu!” “bisakah kalian membuatnya?” “bisa! Bisa!” Setiap anak membuat kipas kertas itu dengan cepat. Lalu guru itu mebacakan intruksi membuat kipas kertas dari sebuah buku. Ia membacanya dengan perlahan, dengan intonasi dan pemenggalan kalimat yang benar. Intruksi sederhana itu memang dirancang sejelas mungkin bagi anak-anak kelas lima. Setelah membaca, guru itu lalu meminta anak-anak untuk membuat kipas kertas lagi. Tidak ada seorang anakpun yang bisa membuatnya. Guru itu duduk di setiap meja mereka dan meminta anak-anak itu untuk kembali membuat kipas kertas itu
26
dengan cara mereka seperti semula (dengan kipas kertas yang masih terletak di atas meja). Mereka tetap tidak bisa. Ada banyak eksperimen dilakukan berhubungan dengan psikologi pendidikan. Sayangnya, hanya sedikit guru dan bahkan sedikit sekolah yang menaggapinya dengan serius.
27
Bagian IX Belajar dan Cinta
Beberapa orang akan berkata, “tetapi kalau kita bisa membuat anak-anak menjadi lebih cerdas, mengapa tidak kita lakukan saja?” ya, mengapa tidak? Tetapi hampir semua gagasan buruk diawali dengan gagasan yang baik, dan saya khawatir dengan gagasan yang kelihatannya baik itu tidak akan butuh waktu lama untuk berubah menjadi gagasan yang buruk, dan dengan demikian kementerian untuk pengembangan kecerdasan melakukan hal-hal yang lebih merusak daripada kementerian pendidikan itu sendiri. Selama ini kita telah dilatih untuk percaya bahwa ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kebijaksanaan adalah hasil dari sekolah, dan oleh karenanya semua orang akan dinilai dan diberikan peringkat berdasarkan seberapa banyak yang bisa diserap oleh mereka selama bersekolah. Lalu tak lama lagi kitapun akan diberi tahu bahwa kecerdasan adalah produk dari pelatihan kecerdasan dan semua orang harus dinilai dan diberi peringkat berdasarkan dari seberapa banyak proses tersebut, seperti halnya semua proses produksi, yang biasanya mahal dan langka, yang mampu mereka beli. Tentunya pelatihan kecerdasan yang diwajibkan yang pasti diukerjakan oleh para pelatih bersertifikat, mungkin akan menjadi praktik yang umum di masa depan. Ketika seorang bayi tidak menerima respons saat melakukan komunikasi sederhananya,
seperti
menangis,
seluruh
integrasi
sensori-motor
secara
keseluruhan berupa penglihatan, pendengaran, keseimbangan, implus motorik dan taktilnya tidak berkembang dalam formasi vestibular dan reticular di dalam otaknya, yang semuanya merupakan fondasi penting bagi perkembangan jalurjalur di otak yang menghubungkan antara hemisfer dan cara-cara memediasi lingkungan eksternalnya. Yang menarik dari anak-anak adalah mereka mampu menciptakan sebuah hal besar dari segala sesuatu atau bahkan dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
28
BAB III PEMBAHASAN DAN RANGKUMAN BUKU PEDOMAN Bagian I Belajar Tentang Anak-Anak
Buku pedoman : Judul
: Learning Methamorphosis Hebat Gurunya Dahsyat Muridnya
Penulis
: H.D. Iriyanto
Penerbit/Tahun : Penerbit Erlangga/2012 Pembahasan Otak Kiri dan Otak Kanan, Halaman 28-29 : Sejak buku Quantum Learning diterbitkan di Indonesia, perhatian para penggiat pendidikan terhadap otak kiri dan otak kanan menjadi semakin besar. Di buku itu, Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, menjelaskan bahwa eksperimen terhadap dua belah otak (kiri dan kanan) menunjukan bahwa masing-masing belahan otak bertanggung jawab terhadap cara berpikir seseorang. Selain itu, masing-masing belahan mempunyai spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, walaupun ada persilangan dan interaksi di antara keduanya. Selanjutnya dikatakan dua penulis tadi bahwa proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Artinya serba urut dan teratur. Cara berpikir otak kiri sesuai untuk tugas-tugas ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Berbeda dengan otak kiri, otak kanan kita dan murid-murid kita memiliki cara berpikir yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic. Cara berpikir ini sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui hal-hal yang bersifat non-verbal, seperti perasaan dan emosi, pengenalan bentuk dan pola, music dan seni, kepekaan warna, serta kretivitas dan visualisasi. Penting untuk Anda ketahui bahwa kedua belahan otak itu harus berfungsi secara seimbang. Belajar akan terasa mudah bagi kita, kalau kita mau memilih bagian otak yang diperlukan dalam setiap aktivitas yang sedang kita kerjakan. Begitupula bagi murid-murid kita. 29
Bagian II Belajar dan Eksperimen
Buku Pedoman : Judul
: Pengantar Psikologi Umum
Penulis
: Prof. Dr. Bimo Walgito
Penerbit/Tahun : Penerbit ANDI/1981 Pembahasan Belajar, Halaman 165-175 : “Living is learning”, merupakan sepenggal kalimat yang dikemukakan oleh Havighurst (1953). Dengan kalimat tersebut memberikan suatu gambaran bahwa belajar merupakan hal yang sangat penting, sehingga tidaklah mengherankan bahwa banyak orang ataupun ahli yang membicarakan masalah belajar. Hampir semua pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku manusia dibentuk, diubah dan berkembang melalui belajar. Kegiatan belajar dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, di rumah, di sekolah, di pasar, di took, di masyarakat luas, pagi, sore, dan malam. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa belajar merupakan masalah bagi setiap manusia. Banyak factor yang mempengaruhi proses belajar. Masukan apabila dianalisis lebih lanjut, akan didapati beberapa jenis masukan, yaitu masukan mentah (raw input), masukan instrumen (instrumental input), dan masukan lingkungan (environmental input). Semua ini berinteraksi dalam proses belajar, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar. Apabila salah satu factor terganggu, maka proses akan terganggu dan hasil juga akan terganggu. Masingmasing factor tersebut saling kait-mengkait satu dengan yang lain, karenanya belajar itu merupakan suatu sistem. Apabila masukan instrumental terganggu, maka proses akan terganggu, hasil akan terganggu. Masukan mentah adalah individu atau organism yang akan belajar. Misalnya siswa, mahasiswa atau anak yang akan belajar. Masukan instrumental adalah masukan yang berkaitan dengan alat-alat atau instrumen yang digunakan dalam proses belajar. Misalnya rumah, kamar, gedung, peraturan-peraturan, peraturan merupakan masukan instrumen yang lunak, sedangkan kamar, rumah, 30
gedung merupakan masukan instrumen yang keras. Masukan lingkungan merupakan masukan dari yang belajar, dapat merupakan masukan lingkungan fisik maupun non-fisik. Misalnya tempat belajar yang gaduh atau ramai merupakan hal yang kurang menguntungkan untuk proses belajar. Dalam masalah belajar pada umumnya yang menjadi persoalan ialah bertitik tolak dari hasil belajar. Apabila hasil belajar baik, maka pada umumnya tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi sebaliknya apabila hasil belajar tidak memuaskan, persoalan akan segera timbul. Karena itu dalam belajar, pada umumnya orang akan melihat terlebih dahulu atau sebagai titik tolaknya adalah hasil belajar. Setelah hasil belajar, orang akan melihat bagaimana prosesnya dan kemudian bagaimana masukannya.
31
Bagian III Bicara
Artikel Pedoman : Judul
: Mengapa Anak Saya Terlambat Bicara ?
Penulis
: dr. Lisna Aniek Farida, Sp.KFR
Situs/Tahun
:
http://www.pdpersi.co.id/content/news.php?catid=9&mid=5&nid=1228 / 2013 Pembahasan Bicara Anak: Bicara adalah salah satu komunikasi yang perkembangannya di tunggu dan diperhatikan oleh para orang tua. Sayang sekali terkadang kemampuan anak tidak sesuai yang diharapkan. Si anak sibuk menunjuk - nunjuk dan mengeluarkan berbagai suara yang kadang tidak dimengerti orang tua apa maknanya, atau anak berbicara dengan pengucapan yang salah. Keterlambatan bicara merupakan keluhan yang sering di jumpai di bagian Rehabilitasi Medik. Terkadang anak dibawa berkonsultasi pada usia lebih dari tiga tahun, meskipun orang tua sudah menyadari keterlambatan bicara anaknya sejak usia kurang dari dua tahun. Mereka sering kali menunggu sehingga anak terlambat di tangani. Bagaimana mengetahui anak kita terlambat bicara ? apabila perkembangan bicaranya tidak sesuai dengan usianya. Untuk perkembangan bicara anak yang normal dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel Pola Normal Perkembangan Bicara
32
Sebetulnya apa yang menyebabkan anak terlambat bicara ? Hal itu yang harus digali oleh dokter, sehingga penanganan yang didapatkan anak juga tepat dan memberikan hasil yang baik. Secara ringkas, penyebab dari keterlambatan bicara adalah : Gangguan perilaku seperti gangguan atensi, konsentrasi, relasi atau emosi yang
tentu saja dapat menganggu kemampuan bicaranya misalnya anak hiperaktif atau autis Pola asuh di rumah. Apabila anak jarang di berikan rangsangan untuk bicara,
tentu saja perkembangannya akan terlambat. Misalnya lebih sering diasuh di depan televisi supaya tenang dan jarang diajak bicara. Kemudian apakah anak di berikan kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya. Ada masalah dengan pusat bahasa di otak Adanya masalah dengan organ bicara anak Adanya masalah sensoris misalnya pendengaran yang kurang atau adanya
masalah dalam mengorganisir input sensoris yang didapat anak (gangguan sensoris integrasi) Selain itu dokter akan mencari adanya masalah lain disamping keterlambatan bicara. Karena bisa jadi, anak mengalami juga keterlambatan dalam bidang perkembangan yang lain. Terkadang gangguan bicara juga disertai gangguan makan. Misalnya anak lambat beralih ke makanan padat ataupun memilih makanan dengan tekstur tertentu (maunya makan bubur yang di blender saja atau maunya makan mi saja). Gangguan bicara juga dapat menyertai anak dengan masalah psikologis. Selain itu, anak dengan keterbelakangan mental juga mengalami keterlambatan bicara.
33
Bagian IV Membaca
Artikel Pedoman : Judul
: Hubungan Motivasi Berprestasi Dengan Minat Membaca Pada Anak
Penulis
: Tri Esti Budiningsih, Ade Irma Nursalina
Situs/Tahun
: Educational Psychology Journal file:///C:/Users/userer/Downloads/4436-9111-1-SM.pdf / 2014
Pembahasan Hasil Penelitian Halaman 5-6: Tingkat minat membaca siswa secara umum yaitu dalam kategori rendah 56,2%. Pada aspek kesadaran akan manfaat membaca ada sebanyak 50% yang tergolong tinggi dan 50% tergolong rendah. Aspek perhatian terhadap membaca buku termasuk dalam kriteria rendah yaitu 59,4%. Aspek rasa senang memiliki kategori rendah yaitu 62,5% dan aspek frekuensi membaca buku memiliki kategori tinggi yaitu sebesar 59,4%. Indikator atau aspek kesadaran akan manfaat mendapatkan mean empiris terbesar, yaitu sebesar 26,16 yang berarti indikator ini mempunyai pengaruh paling besar dalam menentukan tinggi rendahnya minat membaca anak. Kondisi rendahnya minat membaca oleh siswa dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Ester Kartika (2004: 115) yaitu kondisi anak didik saat ini umumnya kurang menyenangi buku, minat baca tidak menonjol, dan mereka lebih suka menonton televisi. Membaca dilakukan terbatas pada buku-buku pelajaran pokok yang digunakan di sekolah. Itu pun bagaikan terpaksa, karena akan diadakan ulangan, atau karena guru memberi pekerjaan rumah. Ketekunan membaca hanya dimiliki beberapa orang anak saja di sekolah. Akibatnya pengetahuan anak sangat terbatas, kemampuan menangkap isi bacaan juga rendah. Ini harus dijadikan suatu tanda dan peringatan bagi guru dan orang tua, bahwa “minat baca” anak harus dipupuk, dikembangkan. Apabila minat baca “tinggi”
34
guru akan lebih mudah dan ringan dalam melaksanakan tugasnya. Anak-anak akan lebih aktif, mencari dan menggali pengetahuan. Rendahnya motivasi berprestasi dan minat membaca pada siswa dapat juga diketahui dari partisipasi siswa di kelas saat mengikuti pembelajaran. Penulis banyak menemui, siswa yang sulit dan enggan untuk bertanya tentang materi yang diberikan guru. Siswa cenderung diam dan menerima semua informasi yang diberikan guru. Mereka jarang memberikan kritik, pendapat ataupun idenya. Pada saat guru menanyakan alasan siswa tidak mau bertanya, kebanyakan siswa merasa bingung dan tidak mampu untuk bertanya (takut pertanyaan tidak bermutu). Di sisi lain, kualitas pertanyaan sebenarnya dapat ditelusuri dari hasil bacaan mereka. Siswa yang tidak mampu bertanya ataupun memberikan pertanyaan tidak berkualitas, kemungkinan karena sebelumnya mereka tidak membaca tentang materi yang diberikan guru.
35
Bagian V Olahraga
Artikel Pedoman : Judul Penulis
: Perbedaan Reaksi Emosional Antara Olahragawan Body Contact dan Non Body Contact : Sukadiyanto
Situs/Tahun
: Jurnal Psikologi Vol 33, No.1, 50-62/ 2015 jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7085/5537
Pembahasan Kesimpulan Halaman 11-12: Berdasarkan hasil analisis data, tidak terdapat interaksi antara jenis olahraga dan jenis kelamin terhadap reaksi emosional. Artinya, jenis olahraga baik itu body contact maupun non body contact tidak mempengaruhi terhadap status reaksi emosional olahragawan, juga jenis kelamin tidak mempengaruhi terhadap status reaksi emosional olahra-gawan. Oleh karena setiap jenis aktivitas olahraga masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, sehingga pemi-natnya pun juga terdiri dari individu yang berbeda. Reaksi emosional setiap individu muncul bisa jadi dikarenakan pengaruh kepribadian setiap olahraga-wan, jadi bukan karena jenis olahraga atau jenis kelamin pelakunya. Sebab kepribadian seseorang sangat ditentu-kan oleh faktor keturunan, lingkungan, dan interaksi antara individu dan lingkungannya. Berdasarkan analisis data, hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan status reaksi emosional antara olahragawan body contact dan non body contact, dan olahragawan body contact memiliki status reaksi emosional yang lebih tinggi daripada yang non body contact. 2. Terdapat perbedaan status reaksi emosional antara olahragawan putra dan putri, dan putra memiliki status reaksi emosional yang lebih tinggi daripada putri. 3. Tidak terdapat interaksi antara jenis cabang olahraga dan jenis kelamin terhadap status reaksi emosional olahragawan. 36
Implikasi dalam penelitian ini bagi para pelatih, pembina, pengurus, dan orang tua yang anaknya menggeluti olahraga prestasi, berikanlah kebebasan anakanak untuk memilih cabang olah-raga yang digeluti sesuai dengan bakat, minat, kondisi, dan kemampuan setiap individu. Tidak perlu memaksakan kepada orang lain untuk melakukan aktivitas olahraga sesuai dengan kehen-dak dirinya, karena setiap orang memi-liki karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu sebagai pelatih, pembina, dan pengurus hanya-lah sebagai fasilitator bagi olahragawan dalam membantu meraih prestasi terbaik. Untuk itu disarankan bagi para pelatih, pembina, dan pengurus olahraga agar memahami lebih dalam lagi tentang materi yang berhubungan dengan psikologi olahraga. Tujuannya agar para pembina mampu mendeteksi, mengarahkan, dan mengoptimalkan setiap perilaku olahragawan guna mencapai prestasi yang diharapkan. Selain itu, dalam memilih psikolog di bidang pembinaan olahraga prestasi, khususnya untuk pembinaan mental olahragawan adalah psikolog memiliki pengalaman dengan olahragawan. Akan lebih baik bila psikolog yang dipilih adalah mantan olahragawan, sehingga berbagai solusi permasalahan yang muncul di sekitar olahragawan dapat mencapai sasaran yang tepat.
37
Bagian VI Seni, Matematika, dan Hal-Hal Lainnya
Buku Pedoman : Judul
: Permainan Cerdas Untuk Anak
Penulis
: Dr. Dorothy Einon
Penerbit/Tahun : Penerbit Erlangga/2005 Pembahasan Seni dan Keterampilan (Halaman 75-80) dan Kata-Kata dan Angka (Halaman 46-49) : Melukis dan menggambar adalah kegiatan menyenangkan bagi anak kecil. Dia mencelupkan kuas dan meletakkannya di atas kertas dan efeknya datang dalam sekejap. Si anak bukan hanya bisa melihat pengaruh gerakannya, tetapi juga bisa mengubah pekerjaannya dengan olesan kuas kedua. Sebagian besar anak-anak tidak butuh banyak bujukan untuk melakukan kegiatan ini. Anak-anak biasanya menyukai cat, kuas, dan selembar kertas. Bahkan jika mereka tak menyukainya atau sedang malas, kegiatan ini dapat membuat mereka senang. Kegiatan ini juga baik bagi anak yang merasa tidak pandai melukis dan merasa tidak memiliki keterampilan. Dia bisa membuat gambar yang menyenangkan sehingga dia merasa bangga akan keberhasilannya dalam kesenian. …….. Belajar menghitung adalah langkah pertama dalam mengerti apa arti angka. Saat anak-anak mulai menghitung, mereka menganggap itu sebagai rima. Mungkin mereka mengerti 1-2-3, tapi tidak dapat membayangkan arti 6-7-8. Bila si anak sduah tau urutan 1-2-3-4-5-6-7-8-9-10, dia bisa mulai mengerti arti angka tersebut. Pengertian ini diperkuat bila anda menambah, mengurangi, dan menunjukan angka selagi menghitung. Anak-anak kecil sering salah membuat urutan, jadi mereka butuh banyak latihan. Untuk memahami arti angka, anak-anak harus memahami arti berhitung terlebih dulu. Dalam hal ini sungguh sulit. Anda bisa menunjuk sebuah pohon dan 38
menyebutkan ‘itu pohon’, tapi bagimana cara menunjukkan ‘tiga’? untuk memahami arti ‘tiga’, anak-anak harus memperhatikan apa persamaan antara tiga kucing dan tiga poci.
39
Bagian VII Khayalan
Artikel Pedoman : Judul Penulis Situs/Tahun
: Pengaruh Bermain Play Dough Terhadap Kreativitas Anak TK : Laelun Hartati, Herlina Siwi Widiana : Jurnal Psikologi Vol 4, No.2 / 2011
Pembahasan Khayalan : Beberapa cara yang paling umum digunakan anak untuk mengekspresikan kreativitas pada berbagai usia dijelaskan oleh Hurlock (Sari, 2005), sebagai berikut: Animisme adalah kecenderungan untuk menganggap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistik dimulai sekitar usia anak dua tahun, mencapai puncaknya antara empat dan lima tahun, kemudian menurun dengan cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah. Bermain drama, sering disebut “permainan pura-pura”, sejajar dengan pemikiran animistik. Permainan ini kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak masuk sekolah. Bila kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada parmainan pura-pura dan mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainya, biasanya permainan yang konstruktif (Sari, 2005). Permaianan konstruktif, bermain konstruktif dimulai sejak awal, seringkali lebih awal dari bermain drama, tetapi permainan ini dikalahkan oleh permainan pura-pura yang lebih menyenangkan. Kemudian apabila permaianan ini kehilangan daya tariknya bagi anak, mereka mengalihkan permainan mereka ke tipe permainan kreatif. Bermain konstruktif awal sifatnya reproduktif. Anak meniru apa saja yang dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari, dengan bertambahnya
usia,
mereka
kemudian
menciptakan
konstruksi
dengan
menggunakan benda dan situasi sehari-hari serta mengubahnya agar sesuai dengan khayalannya.
40
Teman imajiner adalah orang, hewan atau benda yang diciptakan anak dalam khayalannya untuk memainkan peran seorang teman. Banyak permainan membutuhkan teman bermain, supaya menyenangkan, anak yang tidak mempunyai teman sering menciptakan seorang teman imajiner. Melamun merupakan bentuk permaian mental, dan biasanya disebut “khayalan” untuk membedakannya dari ekspresi imajinasi yang lebih terkendali (Sari, 2005).
41
Bagian VIII Pikiran Yang Sedang Bekerja
Artikel Pedoman : Judul Penulis Situs
: Memanfaatkan Potensi Pikiran : Linus Kali Palindangan :
http://www.stikstarakanita.ac.id/files/Jurnal%20Vol.%202%20No.%201/84.%20Memanfaatkan%2 0potensi%20pikiran%20%28linus%29.pdf Pembahasan “Perjalanan” Pikiran halaman 1-3 : Ada semacam pikiran atau akal di dalam setiap hal di semesta kita yang mengarahkannya pada suatu finalitas. Berdasarkan sejarah bagian alam semesta yang kita kenal, yaitu jangka waktu antara dua belas sampai lima belas milyar tahun, kita mengetahui terbentuknya serangkaian bahan-bahan purba baru. Selanjutnya bahan-bahan tersebut muncul dalam kelompok-kelompok yang baru, mulai terbentuknya molekul-molekul, tetap hidupnya molekul-molekul raksasa yang baru terbentuk, munculnya tiap jenis makhluk hidup dan tiap kelompok binatang yang terdapat di setiap masa, dan munculnya manusia di bumi (Leahy, 1993:212). Sejalan dengan perkembangan pandangan ini, Pierre Teilhard De Chardin, seorang imam Jesuit asal Perancis, penggagas teori evolusi bumi, membagi tiga fase perjalanan evolusi untuk kemudian sampai pada fase pikiran. Menurutnya perjalanan evolusi bumi berawal dari bahan purba. Setelah evolusi berlangsung selama miliaran tahun melewati dua fase yakni fase pra-hidup (geosfeer) dan fase kehidupan (biosfeer), akhirnya evolusi tiba pada fase ketiga yaitu fase pikiran (Noosfeer ) (Dähler & Chandra, 1971: 71-75). Tidak ada maksud mengantar Anda masuk ke wilayah yang mengundang banyak perdebatan di antara para ahli ilmu pengetahuan di satu pihak dengan para teolog di pihak lain, dengan mengungkap soal evolusi. Evolusi di sini sekadar kami ungkit, untuk menyajikan bagaimana pikiran atau akal berperan dalam
42
mengarahkan setiap hal di semesta sehingga mereka tidak bergerak sembarangan saja, melainkan bergerak ke suatu tujuan. Hal mana tampak makin eksplisit dalam makhluk-makhluk. Salah satu di antara sekian banyak contoh tentang hal ini adalah ditemukannya Desoksiribonukleik Acid (DNA) yang menunjukkan semacam bahasa instruksi untuk perkembangan dan pertumbuhan suatu makhluk. Bila kita berpikir, “Saya menginginkan secangkir kopi,”tindakan-tindakan yang relevan pun akan menyusul secara otomatis. Tetapi, apakah pikiran merupakan satu-satunya hubungan antara pengalaman dan tindakan? Bagaimana dengan ungkapan, “Berpikirlah sebelum bicara?” Sudah pasti pikiran harus sudah ada, sebelum kita membuka mulut. Kalau begitu, apa maksud ungkapan tersebut? Tampaknya pikiran mempunyai dua aspek dengan fungsinya masing-masing. Pertama, pikiran itu sendiri dapat dikatakan bahwa pikiran jenis pertama ini bekerja sebagian besar di bawah ketidak-sadaran kita. Pada wilayah inilah berlangsung kerja pikiran yang masih menyimpan banyak misteri. Taruhlah sebagai contoh: peng-kode-an serta perealisasian kode yang tersurat pada gen, atau
kemampuan
kognitif
kita
dalam
memperoleh,
menyimpan,
mentransformasikan dan menggunakan pengetahuan. Atau pikiran yang terus bekerja sewaktu kita sedang tertidur atau setengah sadar. Kemampuan pikiran yang terakhir ini misalnya, cukup lazim di kalangan para motivator. Bagaimana cara menggunakannya? Sederhana saja, beritahukanlah ke pikiran pertanyaan atau persoalan yang belum terpecahkan sebelum pergi tidur, kemudian temukan jawabannya di pikiran Anda keesokan harinya. Ini hanyalah salah satu contoh bagaimana secara misterius pikiran itu bekerja untuk kita. Masih tentang misteri pikiran, pada tahun 1986 E.R. Hilgard mengungkapkan apa yang disebutnya hidden observer. Dalam observasinya Hilgard menemukan pada banyak subjek yang dihipnotis bahwa sebagian dari pikiran yang tidak berada dalam kesadaran tampaknya bertindak sebagai penonton terhadap apa yang dialami oleh subjek yang diobservasi(Atkinson, dkk., 1987: 396).
43
Bagian IX Belajar dan Cinta
Artikel Pedoman : Judul
: Motivasi Belajar Dan Perhatian Orang Tua Terhadap Hasil Belajar
Penulis Situs
: Astrid Harera dan Imam Setiyono : ejournal.unesa.ac.id/article/8434/99/article.pdf
Siswa
Pembahasan Motivasi Belajar 193-194: Motivasi memengaruhi sikap apa yang seharusnya dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajarnya. Semakin kuat motivasi yang dimiliki seorang siswa maka semakin tinggi siswa tersebut untuk mencapai tujuan atau cita-citanya. Adapun fungsi motivasi dalam belajar ada 3, yaitu: mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi; menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai; dan menyeleksi perbuatan yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Motivasi merupakan penggerak kemajuan siswa dalam proses belajar. Sehingga pentingnya motivasi bagi siswa antara lain: menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar yang dibandingkan dengan teman sebaya, mengarahkan kegiatan belajar, membesarkan semangat belajar, menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan bekerja yang berkesinambungan, dan menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses, dan hasil akhir (Dimyati & Mudjiono, 2006). Perhatian adalah pemusatan tenaga psikis yang tertuju kepada suatu objek atau perhatian adalah banyak sedikitnya kesadaran yuang menyertai suatu aktivitas yang dilakukan.Perhatian adalah pemusatan tenaga atau kekuatan jiwa tertuju pada suatu objek. Selain itu perhatian merupakan pendayagunaan kesadaran untuk menyertai suatu aktivitas. Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang diarahkan pada suatu objek,baik di dalam maupun di luar dirinya”.
44
Berdasarkan pendapat para ahli psikologi di atas dapat disimpulkan bahwa perhatian merupakan pemusatan energi tertuju pada suatu objek, dan juga sebagai kesadaran yang menyertai suatu aktivitas yang sedang dilakukan.
45
BAB IV KRITIK, KELEMAHAN, KELEBIHAN, KESIMPULAN DAN SARAN 4.1.
Kritik
Bagian I Belajar Tentang Anak-Anak Pada halaman 4 paragraf pertama dan kedua John Holt menuliskan kurang setujunya ia terhadap teori otak kanan dan otak kiri dengan alasan : “ Sebuah teori yang saat ini sedang ramai-ramainya dibicarakan orang adalah teori otak kananotak kiri, yang berpendapat bahwa untuk beberapa bentuk pemikiran kita menggunakan salah satu sisi otak kita, dan untuk beberapa pemikiran lainnya kita menggunakan sisi otak kita yang lain. Pertama-tama, teori itu sendiri berubah lebih cepat dari kemampuan kita mengikutinya. Dalam edisi terbaru majalah Omni terdapat sebuah artikel berjudul “Brainstorms”, yang menyatakan bahwa teori baru tentang otak kanan dan otak kiri sudah tidak diakui lagi dan bahwa jenis-jenis aktivitas mental yang berbeda tidak bisa secara persis ditentukan lokasinya, entah di bagian otang yang satu atau di bagian otak yang lain.” Adapun kritik saya terhadap pembahasan ini dilatar belakangi oleh pendapat dan hasil eksperimen Bobbi DePorter dan Mike Hernacki yang terdapat dalam buku yang ditulis oleh H.D Iriyanto (2012) halaman 28-29 yaitu “Selanjutnya dikatakan dua penulis tadi bahwa proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, dan rasional. Artinya serba urut dan teratur. Cara berpikir otak kiri sesuai untuk tugas-tugas ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Berbeda dengan otak kiri, otak kanan kita dan murid-murid kita memiliki cara berpikir yang bersifat acak, tidak teratur, intuitif, dan holistic. Cara berpikir ini sesuai dengan cara-cara untuk mengetahui hal-hal yang bersifat non-verbal, seperti perasaan dan emosi, pengenalan bentuk dan pola, music dan seni, kepekaan warna, serta kretivitas dan visualisasi. Penting untuk Anda ketahui bahwa kedua belahan otak itu harus berfungsi secara seimbang. Belajar akan terasa mudah bagi kita, kalau kita mau memilih bagian otak yang diperlukan dalam setiap aktivitas
46
yang sedang kita kerjakan. Begitupula bagi murid-murid kita. Dari buku tersebut dapat disimpulkan bahwa teori otak kiri dan otak kanan masih digunakan hingga saat ini bahkan menjadi hal serius bagi para psikolog untuk mengarahkan potensi belajar dan minat anak.
Bagian II Belajar dan Eksperimen Pada halaman 36 pafagraf pertama disebutkan bahwa “Setiap saat kita mendapati diri kita mengatakan “tidak, tidak, jangan pegang ini, ini terlalu pans, ini terlalu tajam, ini bisa melukaimu, ini bisa pecah, ini milikku, aku mau pakai.” Setiap saat ia merasa, secara alamiah, bahwa kita telah menyerang apa yang menjadi hak serta kebutuhannya untuk menyelidiki setiap bagian dunia di sekitarnya agar ia jadi lebih paham. Semua orang menyentuh benda itu, lantas mengapa aku tidak boleh? Sangat mudah melihat bahwa pengakuan “serba tidak boleh” itu dapat menghancurkan rasa ingin tahu anak dan membuatnya berpikiran bahwa dunia yang sebelumnya dianggap penuh dengan hal-hal yang amat menarik untuk ditelusuri ternyata penuh dengan bahaya dan masalah tersembunyi.” Saya setuju apabila orang dewasa terlalu sering melarang anak-anak yang pada dasarnya dalam proses belajar dan menjawab pertanyaan ingin tahunya dengan cara terus-menerus melarangnya dapat menghancurkan rasa ingin tahu anak terhadap hal yang ingin diketahuinya walaupun sebenarnya itu berbahaya baginya, akan tetapi apabila orang dewasa membiarkan anak terlalu dalam dengan rasa ingin tahunya tanpa membimbing dan mengarahkannya untuk menghindari kemungkinan atau risiko yang akan terjadi maka akan berdampak pada kecelakaan dalam proses belajar yang justru akan dapat menghambat proses lainnya. Hal ini dikarenakan arahan atau larangan orang dewasa sebenarnya merupakan salah satu bagian dari proses belajar anak yaitu tergolong dalam instrumen lunak yang dapat membantu anak melalui proses belajarnya. Alasan tersebut sesuai dengan pembahasan mengenai belajar yang tedapat dalam buku pengantar psikologi umum yaitu “Masukan mentah adalah individu atau organism yang akan belajar. Misalnya siswa, mahasiswa atau anak yang akan belajar. Masukan instrumental adalah masukan yang berkaitan dengan alat-alat atau
47
instrumen yang digunakan dalam proses belajar. Misalnya rumah, kamar, gedung, peraturan-peraturan, peraturan merupakan masukan instrumen yang lunak, sedangkan kamar, rumah, gedung merupakan masukan instrumen yang keras. Masukan lingkungan merupakan masukan dari yang belajar, dapat merupakan masukan lingkungan fisik maupun non-fisik. Misalnya tempat belajar yang gaduh atau ramai merupakan hal yang kurang menguntungkan untuk proses belajar.
Bagian III Bicara Menurut saya pembahasan pada bagian Bicara dalam buku John Holt sudah sangat jelas dan ter-arah, hanya saja mengenai pembahasan mengapa anak-anak yang belajar di sekolah yang kumuh kesulitan dalam bicara harusnya ditambahkan alasan-alasan ilmiah yang lebih mendukung misalnya seperti pendapat dr Lisna Aniek Farida, SpKFR yang mengemukakan pentingnya pola asuh orangtua terhadap anak di rumah seperti “Pola asuh di rumah. Apabila anak jarang di berikan rangsangan untuk bicara, tentu saja perkembangannya akan terlambat. Misalnya lebih sering diasuh di depan televisi supaya tenang dan jarang diajak bicara. Kemudian apakah anak di berikan kesempatan untuk bersosialisasi dengan teman sebaya.” Tentu salah satu factor yang menyebabkan mengapa anak-anak yang belajar di sekolah yang kumuh kesilitan belajar tentu karena lingkungan terkedatnya seperti orang tua kurang memberikan rangsangan bicara terhadap anak-anaknya.
Bagian IV Membaca Dalam buku bagaimana siswa belajar ini sangat jelas dipaparkan mengenai segala hal yang berkaitan dengan kemampuan membaca anak, akan tetapi dalam pembahasan mengenai alasan mengapa anak-anak yang berasal dari keluarga kurang berpendidikan mengalami kesulitan pada saat mereka belajar membaca, John Holt menyatakan kemungkinannya adalah karena mereka kurang terbiasa dengan bentuk-bentuk huruf dan kata. Ini juga merupakan salah satu alasan
48
mengapa kita perlu memberi mereka waktua agar terbiasa dengan bentuk-bentuk huruf dan kata. Dalam hal ini sebenarnya bukan hanya mereka kurang terbiasa dengan bentuk-bentuk huruf dan kata, akan tetapi juga kondisi anak-anak pada saat ini yang pada umumnya kurang menyukai buku seperti pendapat dan hasil penelitian dari jurnal pembanding : “Kondisi rendahnya minat membaca oleh siswa dalam penelitian ini sesuai dengan pendapat dari Ester Kartika (2004: 115) yaitu kondisi anak didik saat ini umumnya kurang menyenangi buku, minat baca tidak menonjol, dan mereka lebih suka menonton televisi. Membaca dilakukan terbatas pada buku-buku pelajaran pokok yang digunakan di sekolah. Itu pun bagaikan terpaksa, karena akan diadakan ulangan, atau karena guru memberi pekerjaan rumah. Ketekunan membaca hanya dimiliki beberapa orang anak saja di sekolah. Akibatnya pengetahuan anak sangat terbatas, kemampuan menangkap isi bacaan juga rendah. Ini harus dijadikan suatu tanda dan peringatan bagi guru dan orang tua, bahwa “minat baca” anak harus dipupuk, dikembangkan. Apabila minat baca “tinggi” guru akan lebih mudah dan ringan dalam melaksanakan tugasnya. Anak-anak akan lebih aktif, mencari dan menggali pengetahuan.”
Bagian V Olahraga Dalam buku bagaimana siswa belajar tidak dijelaskan secara rinci cara yang seperti apa untuk mengatasi permasalahan mengenai olah raga pada anak seperti : “Seorang anak lebih mudah belajar untuk sadar ketika hidung dan mulut mereka berada di bawah permukaan air, di sebuah kolam yang tidak terlalu ganas. Tetapi kolam yang ini kecil dan penuh sesak, dan kalau berada di negara yang beriklim kering, tidak ada saluran-saluran sirkulasi yang membantu menurunkan gelombang air itu. Kita harus menemukan cara untuk mengatasi persoalan tersebut.” Sedangkan dalam hasil penelitian pembanding dijelaskan bahwa bagi para pelatih, pembina, pengurus, dan orang tua yang anaknya menggeluti olahraga prestasi, berikanlah kebebasan anak-anak untuk memilih cabang olah-raga yang digeluti sesuai dengan bakat, minat, kondisi, dan kemampuan setiap individu. Tidak perlu memaksakan kepada orang lain untuk melakukan aktivitas olahraga sesuai dengan kehen-dak dirinya, karena setiap orang memi-liki karakter dan kepribadian yang berbeda-beda. Oleh karena itu sebagai pelatih, pembina, dan pengurus hanya-lah sebagai fasilitator bagi olahragawan dalam membantu meraih
49
prestasi terbaik. Dalam hal ini dapat diambil kesimpulan bahwa harusnya orangtua ataupun pelatih mampu memberi kebebasan pada pilihan cabang olahraga mana yang akan anak pilih sesuai dengan keinginannya sehingga akan selalu menimbulkan rasa bahagia pada saat anak menjalankan olahraga tersebut.
Bagian VI Seni, Matematika, dan Hal-Hal Lainnya Cerita dan observasi dalm bagian mengenai seni, matematika, dan hal-hal lainnya sangat menarik dan cukup jelas. Akan tetapi John Holt mengatakan “Walaupun begitu, dalam waktu sesingkat itu, seorang anak laki-laki berhasil menciptakan sebuah karya yang lauar biasa, di luar yang saya pikirkan. Kebetulan pula, ia merupakan bagian dari anak-anak bermasalah dari sbeuah kelas yang bermasalah juga. Setelah membuat beberapa kotak dengan bagian atas yang terbuka, ia mulai berpikir untuk membuat kotak dengan bagianatas yang tertutup.” Dalam hal ini seharusnya kata anak-anak yang bermasalah dan kelas yang bermasalah dapat diganti dengan kata yang tidak menimbulkan ambiguitas dalam pemahaman kata bermasalah tersebut misalnya kelas yang memiliki perbedaan signifikan dengan kelas lainnya, atau istilah lainnya. Selanjutnya bagian ini identik dengan hasil penelitian dan observasi dari artikel pedoman.
Bagian VII Khayalan Dalam bagian mengenai khayalan, Anak-anak, paling tidak pada awalnya, tidak bermimpi bisa bergerak lebih cepat dari kecepatan peluru atau melompat ke sebuah bangunan tinggi hanya dengan satu kali loncatan. Khayalan-khayalan seperti itu biasanaya dibuat oleh orang-orang dewasa. Butuh waktu bertahuntahun bagi anak-anak untuk terbiasa dengan khayalan-khayalan semacam ini dan membangunnya ke dalam dunai mereka sendiri. Dalam hal ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dimuat dalm jurnal psikologi mengenai Pengaruh Bermain Play Dough Terhadap Kreativitas Anak TK yang didalamnya memuat pembahasan mengenai khayalan. Dalam landasan teori penelitian ini diungkapkan “Beberapa cara yang paling umum digunakan anak untuk mengekspresikan
50
kreativitas pada berbagai usia dijelaskan oleh Hurlock (Sari, 2005), sebagai berikut: Animisme adalah kecenderungan untuk menganggap benda mati sebagai benda hidup. Anak kecil mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang terlalu minim untuk mampu membedakan antara hal-hal yang mempunyai sifat hidup dan yang tidak. Pikiran animistik dimulai sekitar usia anak dua tahun, mencapai puncaknya antara empat dan lima tahun, kemudian menurun dengan cepat dan menghilang segera sesudah anak masuk sekolah. Bermain drama, sering disebut “permainan pura-pura”, sejajar dengan pemikiran animistik. Permainan ini kehilangan daya tariknya kurang lebih pada saat anak masuk sekolah. Bila kemampuan penalaran dan pengalaman menjadikan anak mampu membedakan antara kenyataan dan khayalan, mereka kehilangan minat pada parmainan purapura dan mengalihkan dorongan kreatifnya pada kegiatan lainya, biasanya permainan yang konstruktif (Sari, 2005). Dalam hal ini khayalan-khayalan seperti yang diungkapkan oleh John Hold sendiri sebenarnya memang merupakan sebuah kecenderungan yang terjadi pada anak-anak dimana mereka akan menghayal untuk melalui suatu hal atau bermain peran dan kemudia memasukannya dalam dunia nyata mereka.
Bagian VIII Pikiran Yang Sedang Bekerja Dalam pembahasan mengenai pikiran yang sedang bekerja terdapat beberapa kritik saya dalam pembahasan ini, pertama dalam pembahasan ini tidak mengarahkan pembaca pada sebuah kesimpulan yang pasti mengenai pikiran anak yang sedang bekerja sambil melakukan suatu hal. Kedua dalam pembahasan ini dijelaskan bahwa “Setiap anak membuat kipas kertas itu dengan cepat. Lalu guru itu mebacakan intruksi membuat kipas kertas dari sebuah buku. Ia membacanya dengan perlahan, dengan intonasi dan pemenggalan kalimat yang benar. Intruksi sederhana itu memang dirancang sejelas mungkin bagi anak-anak kelas lima. Setelah membaca, guru itu lalu meminta anak-anak untuk membuat kipas kertas lagi. Tidak ada seorang anakpun yang bisa membuatnya. Guru itu duduk di setiap meja mereka dan meminta anak-anak itu untuk kembali membuat kipas kertas itu dengan cara mereka seperti semula (dengan kipas kertas yang masih terletak di
51
atas meja). Mereka tetap tidak bisa. Ada banyak eksperimen dilakukan berhubungan dengan psikologi pendidikan. Sayangnya, hanya sedikit guru dan bahkan sedikit sekolah yang menaggapinya dengan serius.” Hal ini tidak linier dengan hasil penelitian yang diungkapkan artikel pambangding bahwa “Bila kita berpikir, “Saya menginginkan secangkir kopi,”tindakan-tindakan yang relevan pun akan menyusul secara otomatis. Tetapi, apakah pikiran merupakan satu-satunya hubungan antara pengalaman dan tindakan? Bagaimana dengan ungkapan, “Berpikirlah sebelum bicara?” Sudah pasti pikiran harus sudah ada, sebelum kita membuka mulut. Kalau begitu, apa maksud ungkapan tersebut? Tampaknya pikiran mempunyai dua aspek dengan fungsinya masing-masing. Pertama, pikiran itu sendiri dapat dikatakan bahwa pikiran jenis pertama ini bekerja sebagian besar di bawah ketidak-sadaran kita. Pada wilayah inilah berlangsung kerja pikiran yang masih menyimpan banyak misteri. Taruhlah sebagai contoh: peng-kode-an serta perealisasian kode yang tersurat pada gen, atau kemampuan kognitif kita dalam memperoleh, menyimpan, mentransformasikan dan menggunakan pengetahuan. Atau pikiran yang terus bekerja sewaktu kita sedang tertidur atau setengah sadar. Kemampuan pikiran yang terakhir ini misalnya, cukup lazim di kalangan para motivator. Bagaimana cara menggunakannya? Sederhana saja, beritahukanlah ke pikiran pertanyaan atau persoalan yang belum terpecahkan sebelum pergi tidur, kemudian temukan jawabannya di pikiran Anda keesokan harinya. Ini hanyalah salah satu contoh bagaimana secara misterius pikiran itu bekerja untuk kita.”
Bagian IX Belajar dan Cinta Dalam pembahasan mengenai belajar dan cinta sudah cukup jelas dan terarah, akan tetapi dalam pembahsan ini tidak dipaparkan mengenai bagaimana bentuk hal besar dar apa yang diciptakan oleh seorang anak seperti yang diungkapkan oleh John Holt : “Yang menarik dari anak-anak adalah mereka mampu menciptakan sebuah hal besar dari segala sesuatu atau bahkan dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada.”
52
4.2.
Kelemahan
Adapun beberapa kelemahan dalam buku ini yaitu :
Dalam sistematika penulisan, terdapat beberapa tanda baca yang tidak sesuai dengan fungsinya digunakan dalam pembahasan seperti tanda garis hubung yang digunakan sebagai tanda baca koma.
Terdapat tanda baca titik yang pengetikkannya lebih dari satu kali.
Pada beberapa kutipan yang diambil dari penelitian ahli lain, tidak terdapat tanda baca kutip atau kalimat yang menyatakan sebuah kutipan sehingga menyulitkan bagi pembaca untuk mengetahui apakah kalimat tersebut benar-benar merupakan sebuah kutipan atau gagasan dari penulis itu sendiri.
Terdapat beberapa hasil observasi yang pemaparan dalam bentuk cerita beruntun waktu yang tidak menunjukan sebuah kesimpulan dan solusi.
Buku ini tidak memuat daftar pustaka dari kutipan yang termuat didalamnya.
4.3.
Kelebihan
Beberapa kelebihan dalm buku ini yaitu :
Buku ini memberikan gambaran yang tepat kepada seluruh pembaca mengenai bagaimana cara dan sistematika anak ketika belajar.
Ada beberapa pengetahuan mengenai belajar pada anak yang sulit ditemukan dalam buku atau jurnal lain akan tetapi terdapat dalam buku ini.
Buku ini berhasil membawa pembaca pada bayangan imajinatif yang menarik menganai anak-anak.
4.4.
Saran
Beberapa saran saya untuk buku ini yaitu:
Penulis seharusnya mencantumkan daftar pustaka atau referensi sehingga pembaca mampu melihat teksbook yang menjadi referensi penulisan buku ini. Bagi editor seharusnya teliti dalam meletakkan tanda baca dan beberapa kutipan-kutipan peneliti lain.
53