CORPORATE GOVERNANCE “PENGUNGKAPAN TATA KELOLA PERUSAHAAN DI BIDANG INDUSTRI DASAR DAN KIMA”
Mutiara Madelia (P2C315018)
Dosen Pengampu: Dr. Mukhzarudfa, SE., M.Si., Ak
MAGISTER ILMU AKUNTANSI PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS JAMBI 2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat (Nadya, 2015). Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan system ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di seluruh dunia. System ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju penganut system ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta. Dalam perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi batas-batas suatu Negara. Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu mempengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin politik suatu Negara untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan uangnya. Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah berkembang dari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia yang amat dominan. Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga telah menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita, mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kita hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang seharusnya menjadi kekeuatan terakhir sebagai pengawas, penegak hokum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang berpengaruh tersebut. Sistem perbankan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi, politik, dan sosial yang sangat kompleks.Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat menjalankan praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate governance).Contohnya antara lain: bankbank pemerintah yang telah dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan Indonesia-Bapindo, 1
Bank Dagang Negara- BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah pabrik kertas di Sumatra Utara); PT Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung); dan PT Lapindo Brantas (Sebuah pabrik eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa Timur). Kejatuhan bank pemerintah pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh kebijakan ekspansi kredit direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit policy). Kredit diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa melalui suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan karena kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya. Kebangkrutan PT Indorayon, sebuah perusahaan pabrik kertas yang tergolong besar,lebih disebabkan oleh tata kelola yang buruk oleh perusahaan tersebut dalam mengelolah hutan pinus di sekitar danau Toba yang menjadi sumber utama bahan baku kertas perusahaan ini.Akibat pengelolahan hutan pinus yang buruk itu telah menimbulkan kerusakan lingkungan htan dan mengganggu system tata air disekitar danau Toba.Permukaan air danau Toba sempat mengalami penurunan tajam sehingga memengaruhi penghasilan masyarakat ternak ikan di sekitar danau Toba.Masyarakat sekitar danau Toba menjadi marah dan mereka menghentikan secara paksa aktivitas perusahaan di sekitar danau Toba tersebut.Akibatnya,PT Indorayon tidak dapat beroperasi karena hubungan yang tidak baik dengan masyarakat di sekitar lokasi pasokan bahan baku. Hal yang sama terjadi pada kasus PT Lapindo Brantas. Kecerobohan PT Lapindo Brantas dalam melakukan eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo bukan saja menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup pada area yang sangat luas,tetapi juga mematikan sumber pencarian sebagaian besar masyarakat di daerah yang tercemar tersebut.Hal ini dapat saja menimbulkan potensi tuntutan hukum dari masyarakat,yang pada gilirannya dapat mengancam keberadaan perusahaan. Pada intinya, timbulnya krisis ekonomi di Indonesia ini disebabkan oleh tata kelola perusahaan yang buruk (bad corporate governance) dan tata kelola pemerintahan yang buruk pula (bad government governance) sehingga memberi peluang besar timbulnya praktikpraktik korupsi,kolusi,dan nepotisme (KKN). Hal ini dapat ditunjukan pada beberapa fakta berikut : a.
Mudahnya para spekulan mata uang untuk mempermainkan pasar valuta asing karena tidak adanya alat kendali yang efektif. Sifat para spekulan ini selalu mementing diri sendiri tanpa peduli kepentingan masyarakat ataupun Negara. 2
b.
Mudahnya para konglomerat memperoleh dana pinjaman dari perbankan. Hal ini dimungkinkan karena para konglomerat itu sekaligus juga menjadi pemilik bank-bank swasta ternama. Melalui rekayasa studi kelayakan dan laporan keuangan, para konglomerat ini menarik pinjaman dari bank miliknya untuk membiayai proyek-proyek usaha yang masih berada dalam kelompok usahanya. Para direksi bank ini tidak dapat bersikap independen karena ditempatkan di bank tersebut oleh para konglomerat tersebut. Para konglomerat ini banyak yang sekaligus merangkap fungsi sebagai pemegang saham,komisaris,dan direksi di kelompok usaha mereka.
c.
Banyak direksi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk di bank-bank pemerintah juga tidak independen. Dalam mengambil berbagai kebijakan selalu ada campur tangan dari oknum pejabat pemerintahan. Hal ini tidak mengherankan karena para direksi ini sering kali merupakan kepanjang tangan kepentingan kelompok oknum pejabat tertentu. Kalaupun mereka bersifat professional, mereka sering mendapat tekanan oknum pejabat.
d. Para komisaris di BUMN sering kali bukan orang yang professional, melainkan oknumoknum birokrasi yang telah memasuki usia pension. Mereka ditempatkan bukan karena kemampuan dan pengalaman mereka dalam mengelola perusahaan,tetapi lebih karena sekedar balas jasa setelah memasuki usia pension. e.
Banyaknya profesi yang terkait dengan kegiatan bisnis ini- seperti: akuntan publik,perusahaan penilai,konsultan keuangan,dan sebagainya-
yang mudah diajak
bekerja sama untuk merekayasa laporan audit,laporan keuangan,dan laporan penilaian harta (asset) perusahaan untuk berbagai keperluan-
seperti: tender,aplikasi kredit
bank,penerbitan saham di bursa,dan sebagainya. f.
Pada saat timbul krisis moneter,Bank Indonesia mengucurkan dana berupa bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang mencapai triliunan rupiah kepada sector perbankan nasional dalam upaya membantu perbankan agar tidak ambruk akibat penarikan dana nasabah secara besar-besaran. Namun itikad baik BI ini banyak disalahgunakan oleh pemilik bank dengan memindahkan dana ini ke rekening pribadinya dan membiarkan bank mereka sendiri tetap ambruk. Kalaupun para pemilik bank ini mempunyai itikad baik,merka tidak mampu lagi untuk mengembalikan dana BLBI tersebut.Sampai saat ini belum ada penyelesaian tuntas tentang kasus BLBI ini. Berbagai permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya membuat pengungkapan
tata kelola perusahaan dirasa penting bagi pemakai laporan keuangan, sehingga dalam makalan ini penulis akan menganalisis pengungkapan tata kelola perusahaan yang terdaftar di 3
bursa efek. Makalah ini akan membahas pengungkapan tata kelola perusahaan yang bergerak di bidang industri dasar dan kimia.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah makalah ini adalah: 1. Bagaimana konsep good corporate governance? 2. Bagaimana pengungkapan tata kelola perusahaan yang bergerak di bidang industri dasar dan kimia yang terdaftar di bursa efek?
4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Good Corporate Governance Laporan tahunan merupakan sumber utama dalam melakukan penelitian mengenai pengungkapan corporate governance. Hal ini dikarenakan laporan tahunan berisi tentang berbagai macam informasi mengenai perusahaan termasuk praktik good corporate governance. Karim et al. (dalam Bhuiyan dan Biswas, 2007) berpendapat bahwa laporan tahunan harus dipertimbangkan sebagai sumber informasi paling penting mengenai perusahaan. Selain itu, Bushman dan Smith (dalam Bhuiyan dan Biswas, 2007) berpendapat bahwa tujuan yang mendasari adanya penelitian mengenai corporate governance dalam akuntansi adalah untuk menyediakan bukti sejauh mana informasi yang diberikan dalam sistem akuntansi dapat mengurangi masalah keagenan. Menurut YPPMI (2002), GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Menurut Aldrige (2005), the Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) mendefinisikan Corporate Governance adalah sistem yang dipergunakan untuk mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance mengatur pembagian tugas, hak, dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap kehidupan perusahaan, termasuk pemegang saham, Dewan Pengurus, para manajer, dan semua anggota the stakeholders non-pemegang saham. Dapat disimpulkan bahwa GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk mencapai kinerja bisnis yang optimal. Menurut Moeljono (2005:19), ada lima karakteristik GCG. Pertama, Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Kedua, Kemandirian, yaitu keadaan tempat perusahaan dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi 5
yang
sehat.
Ketiga,
Akuntabilitas,
yaitu
kejelasan
fungsi,
pelaksanaan,
dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Keempat, Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Kelima, Kewajaran, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Good Corporate Governance (GCG) merupakan isu sentral dalam pengelolaan perusahaan pada saat sekarang ini. Dengan terjadinya rentetan peristiwa yang menimpa banyak perusahaan besar, yang kemudian beberapa diantaranya dinyatakan bangkrut, di Amerika Serikat, telah menyadarkan banyak pihak di seluruh dunia mengenai pentingnya pelaksanaan pengelolaan perusahaan yang baik dan benar. Untuk itu, berbagai cara ditempuh oleh banyak pihak untuk mendapatkan kesepakatan mengenai parameter-parameter apa yang digunakan untuk mengukur pelaksanaan konsep GCG ini di dalam perusahaan. Tak terkecuali juga di negara kita, proses penyadaran terhadap pentingnya GCG dan proses pencapaian kesepakatan mengenai konsep GCG itu sendiri juga terus berkembang. Perkembangan ini terjadi semenjak krisis ekonomi dan semakin terpicu dengan merebaknya mega skandal perusahaan-perusahaan besar di AS (Utama, 2004). Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) merumuskan dan mengklasifikasikan prinsip-prinsip corporate governance ke dalam 13 prinsip, yaitu: 1. Hak-hak pemegang saham dan prosedur RUPS 2. Komisaris 3. Direksi 4. Sistem Audit 5. Sekretaris perusahaan 6. Pihak-pihak yang berkepentingan 7. Keterbukaan 8. Kerahasiaan 9. Informasi orang dalam 10. Etika berusaha dan anti korupsi 11. Donasi 12. Kepatuhan pada perundang-undangan tentang proteksi kesehatan, keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan. 13. Kesempatan kerja sama
6
Prinsip yang dihasilkan oleh KNKCG ini merupakan prinsip-prinsip GCG yang pertama kali dihasilkan oleh institusi yang dibentuk secara resmi oleh pemerintah.
2.1 Pengungkapan Corporate Governance di Perusahaan di Bidang Industri Dasar dan Kimia Perusahaan yang akan penulis analisis di bidang Industri Dasar dan Kimia dibagi kedalam beberapa sub sektor, yaitu: 1) Sub sektor semen 2) Sub sektor keramik,porselen dan kaca 3) Sub sektor logam dan sejenisnya 4) Sub sektor kimia 5) Sub sektor plastik dan kemasan 6) Sub sektor pakan ternak 7) Sub sktor kayu dan pengolahannya 8) Sub sektor pulp dan kertas Dari total 65 data perusahaan di atas, penulis mengambil 32 perusahaan dengan ketentuan perusahaan yang memilki laba tertinggi di sub sektornya masing-masing. Sub Sektor Semen No 1 2 3 4
Kode Saham INTP SMCB SMGR WTON
Sub Sektor Keramik,Porselen dan Kaca No Kode Saham 1 IKAI 2 KIAS 3 MLIA 4 TOTO Sub Sektor Logam dan Sejenisnya No Kode Saham 1 CTBN 2 LION 3 PICO 4 TBMS Sub Sektor Kimia No Kode Saham 1 BRPT 2 BUDI 3 SRSN 4 UNIC
Nama Emiten Indocement Tunggal Prakasa Tbk Holcim Indonesia Tbk Semen Indonesia (Persero) Tbk Wijaya Karya Beton Tbk
Nama Emiten Intikeramik Alamasri Industri Tbk Keramika Indonesia Assosiasi Tbk Mulia Industrindo Tbk Surya Toto Indonesia Tbk
Nama Emiten Citra Tubindo Tbk Lion Metal Works Tbk Pelangi Indah Canindo Tbk Tembaga Mulia Semanan Tbk
Nama Emiten Barito Pacific Tbk Budi Acid Jaya Tbk Indo Acidatama Tbk Unggul Indah Cahaya Tbk
7
Sub Sektor Plastik dan Kemasan No Kode Saham 1 AKKU 4 BRNA 9 SIAP 10 SIMA Sub Sektor Pakan Ternak No Kode Saham 1 CPIN 2 JPFA 3 MAIN 4 SIPD Sub Sektor Kayu dan Pengolahannya No Kode Saham 1 TIRT Sub Sektor Pulp dan Kertas No Kode Saham 1 ALDO 2 FASW 3 INKP 4 INRU 5 KBRI 6 SPMA 7 TKIM
Nama Emiten Alam Karya Unggul Tbk Berlina Tbk Sekawan Intipratama Tbk Siwani Makmur Tbk
Nama Emiten Charoen Pokphand Indonesia Tbk JAPFA Comfeed Indonesia Tbk Malindo Feedmill Tbk Sierad Produce Tbk
Nama Emiten Tirta Mahakam Resources Tbk
Nama Emiten Alkindo Naratama Tbk Fajar Surya Wisesa Tbk Indah Kiat Pulp & Paper Tbk Toba Pulp Lestari Tbk Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk Suparma Tbk Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk
Untuk mengukur tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan, maka dibuat tabel checklist yang berpedoman pada Keputusan Ketua BAPEPAM dan Lembaga Keuangan dalam Peraturan X.K.6 Nomor: Kep-134/BL/2006 dan pedoman Umum Corporate Governance Indonesia (KNKG,2006) NO 1.
ITEM POINT Pemegang Saham
ITEM PENGUNGKAPAN 1. Uraian mengenai hak pemegang saham 2. Pernyataan mengenai jaminan perlindungan hak atas pemegang saham perlakuan yang setara terhadap semua pemegang saham 3. Tanggal pelaksanaan RUPS 4. Hasil RUPS
2.
Dewan Komisaris
1. Nama-nama anggota dewan komisaris 2. Status setiap anggota (komisaris 8
independen atau komisaris bukan independen) 3. Latar belakang pendidikan dan karier dewan komisaris 4. Uraian mengenai tugas dan tanggung jawab dewan komisaris 5. Kebijakan dan jumlah remunerasi anggota dewan komisaris 6. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assestment) tentang kinerja masingmasing anggota dewan komisaris 7. Jumlah rapat yang dilakukan 8. Jumlah kehadiran setiap anggota dewan komisaris dalam rapat 9. Mekanisme pengambilan keputusan 10. Program pelatihan dewan komisaris 3.
Dewan Direksi
1. Nama-nama anggota direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing 2. Uraian mengenai tugas dan tanggung jawab direksi 3. Latar belakang pendidikan dan karier anggota direksi 4. Ruang lingkup pekerjaan dan tanggung jawab masingmasing anggota direksi Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja direksi: 5. Mekanisme pengambilan keputusan 6. Mekanisme pendelegasian wewenang 7. Kebijakan dan jumlah remunerasi anggota direksi 8. Jumlah rapat yang dilakukan oleh direksi 9. Jumlah kehadiran setiap anggota direksi dalam rapat 10. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota direksi 11. Program pelatihan dalam rangka 9
meningkatkan kompetensi direksi 4.
Komite Audit
1. Nama dan jabatan anggota komite audit 2. Riwayat hidup singkat setiap anggota komite audit 3. Uraian tugas dan tanggung jawab komite audit 4. Jumlah pertemuan yang dilakukan oleh komite audit 5. Jumlah kehadiran setiap anggota dalam rapat 6. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite audit 7. Independensi anggota komite audit 8. Keberadaan piagam komite audit (Audit Commitee Charter)
5.
Komite Nominasi Dan Remunerasi
1. Nama dan jabatan anggota komite nominasi dan remunerasi 2. Riwayat hidup singkat setiap anggota komite nominasi dan remunerasi 3. Uraian tugas dan tanggung jawab komite nominasi dan remunerasi 4. Jumlah pertemuan yang dilakukan oleh komite nominasi dan remunerasi 5. Jumlah kehadiran setiap anggota dalam rapat 6. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite nominasi dan remunerasi 7. Independensi anggota komite nominasi dan remunerasi
6.
Komite Manajemen Risiko
1. Nama dan jabatan anggota komite manajemen risiko 2. Riwayat hidup singkat setiap anggota komite manajemen risiko 3. Uraian tugas dan tanggung jawab komite manajemen risiko 4. Jumlah pertemuan yang dilakukan oleh komite 10
manajemen risiko 5. Jumlah kehadiran setiap anggota dalam rapat 6. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite manajemen risiko 7. Independensi anggota komite manajemen risiko 7.
Komite-Komite Lain yang Dimiliki Perusahaan
1. Nama dan jabatan anggota komite 2. Riwayat hidup singkat setiap anggota komite 3. Uraian tugas dan tanggung jawab komite 4. Jumlah pertemuan yang dilakukan oleh komite 5. Jumlah kehadiran setiap anggota dalam rapat 6. Laporan singkat pelaksanaan kegiatan komite 7. Independensi anggota komite
8.
Sekretaris Perusahaan
1. Nama sekretaris perusahaan 2. Riwayat singkat sekretaris perusahaan 3. Uraian mengenai tugas dan tanggung jawab sekretaris Perusahaan
9.
Pelaksanaan Pangawasan dan Pengendalian Internal (InternalAudit and Control)
1. Informasi tentang keberadaan SPI (Satuan Pengawas Internal) 2. Jumlah anggota SPI 3. Jabatan masing-masing anggota SPI 4. Uraian mengenai tugas dan tanggung jawab SPI 5. Uraian mengenai aktivitas SPI selama setahun 6. Penjelasan mengenai audit internal perusahaan
10.
Manajemen Risiko Perusahaan
1. Penjelasan mengenai risiko-risiko yang dihadapi oleh perusahaan 2. Upaya untuk mengelola risikorisiko tersebut
11.
Perkara Penting yang sedang Dihadapi oleh
1. Pokok perkara/gugatan 2. Posisi kasus 3. Status penyelesaian perkara/gugatan 11
Perusahaan, Anggota Dewan Direksi, dan Anggota Dewan Komisaris
4. Pengaruhnya terhadap kondisi keuangan perusahaan
12.
Akses Informasi dan Data Perusahaan
1. Uraian mengenai tersedianya akses informasi dan data perusahaan kepada publik, misal: melalui website, media massa, mailing list, buletin, dan sebagainya 2. Daftar penyebaran informasi kepada publik
13.
Etika Perusahaan
1. Keberadaan pedoman perilaku (code of conduct) 2. Isi code of conduct 3. Penyebaran code of conduct kepada karyawan dan upaya penegakannya 4. Pernyataan mengenai budaya perusahaan (corporate culture) yang dimiliki perusahaan
14.
Tanggung Jawab Sosial
1. Uraian mengenai pengakuan hakhak karyawan 2. Uraian mengenai persamaan kesempatan kepada seluruh karyawan 3. Uraian mengenai jaminan terciptanya lingkungan kerja yang kondusif 4. Komitmen perusahaan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja 5. Manajemen keselamatan kerja kerja 6. Deskripsi mengenai komitmen perusahaan terhadap perlindungan konsumen 7. Program kemitraan yang dilakukan oleh perusahaan (program kemitraan dan pembinaan usaha kecil) 12
8. Biaya yang dikeluarkan dalam program kemitraan Program Bina Lingkungan yang meliputi: 9. Bantuan korban bencana alam atau bantuan sosial lainnya 10. Bantuan pendidikan (beasiswa) dan pelatihan 11. Pengembangan sarana umum 12. Biaya yang dikeluarkan
15
Pernyataan Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
16.
Informasi Penting Lainnya yang Berkaitan dengan Penerapan Good Corporate Governance (GCG)
13. Komitmen perusahaan terhadap pelestarian lingkungan 14. Program pelestarian lingkungan yang dilakukan perusahaan 1. Keberadaan prinsip-prinsip GCG 2. Keberadaan pedoman pelaksanaan GCG (Manual GCG) dalam perusahaan 3. Kepatuhan terhadap pedoman GCG 4. Keberadaan Board Manual (Panduan bagi komisaris dan direksi dalam melaksanakan tugas) 5. Struktur tata kelola perusahaan 6. Hasil penilaian penerapan GCG dalam setahun 7. Audit GCG (jasa atestasi) oleh eksternal auditor 1. Visi perusahaan 2. Misi perusahaan 3. Nilai-nilai perusahaan 4. Kepemilikan saham oleh anggota dewan komisaris dan direksi beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan lainnya 5. Uraian mengenai kepatuhan terhadap peraturan perundangan peraturan pasar modal 6. Uraian mengenai transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan 7. Uraian mengenai etika bisnis dalam perusahaan 13
Hasil checklist terhadap item pengungkapan akan diperoleh tingkat/ persentasi pengungkapan dengan menggunakan rumus:
( )
sub sektor
semen dan keramik, porselen dan kaca
logam dan sejenisnya dan kima
plastik dan kemasan dan pakan ternak
kayu dan pengolahannya dan pulp dan kertas
PT IKAI KIA MLIA SMCB SMGR TOTO WIKA INTP CTBN LION PICO TBMS BRPT BUDI SRSN UNIC AKKU BRNA SIAP SIMA CPIN JPFA MAIN SIPD ALDO TIRT TKIM INRU KBRI SPMA FASW INKP
2010 33,66 15,84 12,87 12,87 94,06 90,10 84,16 92,08 48,5 48,5 36,6 53,5 51,5 36,6 21,8 37,6 33,66 29,29 21,78 0 30,69 32,67 10,19 21,78 81,25 62,5 81,25 68,75 93,75 68,75 75 68,75
2011 33,66 15,84 12,87 14,85 94,06 93,07 85,15 92,08 47,5 54,5 27,7 57,4 46,5 33,7 25,7 35,6 26,73 29,70 21,78 11,11 33,66 0 0 34,65 87,5 75 75 75 100 56,25 75 87,5
2012 33,66 36,63 13,86 24,75 96,04 93,07 89,11 93,07 52,5 59,4 34,7 59,4 45,5 37,6 42,6 46,5 24,75 29,70 21,78 0 33,66 33,66 39,60 35,64 81,25 87,5 75 75 87,5 62,5 75 100
2013 33,66 36,63 14,85 24,75 97,03 94,06 91,09 93,07 66,3 60,4 34,7 56,4 68,3 39,6 40,6 44,6 26,73 29,70 21,78 11,11 33,66 29,70 44,55 43,56 87,5 87,5 75 62,5 93,75 56,25 75 81,25
2014 33,66 36,63 14,85 26,73 97,03 94,06 96,04 95,05 67,3 56,4 43,6 59,4 67,3 44,6 41,6 51,5 26,73 29,70 36,63 11,11 33,66 29,70 45,54 42,57 87,5 87,5 75 75 93,75 75 75 87,5
14
Tahun2010
Minimum 12,87
Maximum 94,06
Mean 59,7075
Tahun2011
12,87
100,00
61,0650
Tahun2012
13,86
100,00
62,4669
Tahun2013
14,85
97,03
63,9888
Tahun2014
14,85
97,03
64,4625
Berdasarkan tabel diatas pengungkapan tata kelola perusahaan paling tinggi terdapat pada tahun 2011 dan 2012 yaitu pada PT KBRI dan PT INKP.
Sub Sektor Keramik, Porselen, Kaca dan Sub Sektor Semen Grafik tingkat pengungkapan corporate governance PT. IKAI, PT. KIA, PT. MLIA, PT. SMCB, PT. SMGR, PT. TOTO, PT. WIKA, PT. INTP 100 90 80 70
2010
60
2011
50
2012
40
2013
30
2014
20
10 0 IKAI
KIA
MLIA
SMCB SMGR TOTO
WIKA
INTP
Dari grafik di atas dapat dilihat tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan paling rendah terdapat pada PT MLIA tahun 2010 dan 2011 dan PT SMCB tahun 2010. Analisis berdasarkan beberapa teori: a. Stakeholder Theory Berdasarkan stakeholder theory, PT. IKAI, PT. KIA, PT. MLIA, dan PT. SMCB tidak menerapkan accountability perspective berkaitan dengan prinsip GCG yaitu akuntabilitas dan prinsip tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Board). Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaan 15
perusahaan terlaksana secara efektif. Sedangkan tanggung jawab pengurus perusahaan merupakan pengawasan dewan komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh direksi. Perspektif ini menegaskan adanya pengawasan dari corporate boards membuat manajemen bekerja secara efektif, disertai tuntutan strategik, serta akuntabilitas dan loyalitas manajemen terhadap hak seluruh stakeholder. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan PT. IKAI, PT. KIA, PT. MLIA, dan PT. SMCB yang dibawah 50%. Sedangkan PT. SMGR, PT. TOTO, PT. WIKA, PT. INTP sudah menerapkan menerapkan accountability perspective berkaitan dengan prinsip GCG yaitu akuntabilitas dan prinsip tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Board). Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun memberikan manfaat bagi stakeholder – nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Aktivitas yang dilakukan perusahaan mempengaruhi banyak pihak (stakeholder), sehingga manajemen perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapkan stakeholder dan melaporkannya kepada stakeholder. Teori ini menyarankan semua stakeholder mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana dampak aktivitas organisasi terhadapnya.
b. Signalling Theory Signaling Theory mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Signaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang dari pada pihak luar (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetri informasi yaitu melalui pemberian sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi sukarela yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang.
16
Namun pada PT. IKAI, PT. KIA, PT. MLIA, dan PT. SMCB tidak memberikan sinyal baik kepada pengguna laporan keuangan sehingga kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan. Sedangkan pada PT. SMGR, PT. TOTO, PT. WIKA, PT. INTP sudah memberikan sinyal baik kepada pengguna laporan keuangannya yang ditandai dengan tingginya tingkat pengungkapan corporate governance sehingga menaikkan nilai perusahaan.
c. Legitimacy Theory Teori legitimasi bersandar pada dugaan bahwa ada suatu “kontrak sosial” antara perusahaan dan masyarakat di mana perusahaan beroperasi. Kontrak sosial digunakan untuk mewakili sejumlah besar harapan–harapan masyarakat yang berakibat pada operasional organisasi. Teori ini menyatakan bahwa perusahaan akan berusaha meyakinkan masyarakat bahwasannya nilai–nilai perusahaan sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi. Konsekuensi dari harapan masyarakat tersebut akan berdampak baik bagi perusahaan karena perusahaan mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar. Namun pada praktiknya, perusahaan sering tidak dapat atau kurang optimal dalam mewujudkan keinginan masyarakat sehingga dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat kepada perusahaan. Dengan pengungkapan sukarela, perusahaan dapat menginformasikan
kepada
masyarakat
alasan
mengapa
perusahaan
tidak
bisa
mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakat Pada PT. IKAI, PT. KIA, PT. MLIA, dan PT. SMCB tidak melakukan pengungkapan secara baik sehingga perusahaan tidak menginformasikan kepada masyarakat alasan mengapa perusahaan tidak bisa mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakat yang berarti bahwa nilai–nilai perusahaan tidak sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi atau terdapat gap antara nilai perusahaan dan nilai dalam masyarakat. Sedangkan pada PT. SMGR, PT. TOTO, PT. WIKA, PT. INTP sudah melakukan pengungkapan secara baik sehingga perusahaan dapat menginformasikan nilai–nilai perusahaan
sudah sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi.
Sub Sektor Logam Sejenisnya dan Sub Sektor Kimia Grafik pengungkapan tata kelola perusahaan PT. CTBN, PT. KRAS, PT. BTON, PT. NIKL, PT. BRPT, PT. BUDI, PT. SRSN, PT. EYMH
17
70 60
50
2010
40
2011 2012
30
2013 20
2014
10 0 CTBN
KRAS
BTON
NIKL
BRPT
BUDI
SRSN
EYMH
Dari grafik di atas dapat dilihat tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan paling rendah terdapat pada PT SRSN tahun 2010 dan 2011 dan PT BTON tahun 2011. Analisis berdasarkan beberapa teori: a. Stakeholder Theory Berdasarkan stakeholder theory, tidak menerapkan accountability perspective berkaitan dengan prinsip GCG yaitu akuntabilitasdan prinsip tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Board).Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secaraefektif. Sedangkan tanggung jawab pengurus perusahaan merupakanpengawasan dewan komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh direksi.Perspektif ini menegaskan adanya pengawasan dari corporate boards membuat manajemen bekerja secara efektif, disertai tuntutan strategik, sertaakuntabilitas dan loyalitas manajemen terhadap hak seluruh stakeholder. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan PT. CTBN, PT. EYMH, PT. KRAS, PT. NIKL, PT. SRSN, PT. BTON, dan PT.BUDI. Sedangkan PT. BRPT sudah menerapkan menerapkan accountability perspective berkaitan dengan prinsip GCG yaitu akuntabilitasdan prinsip tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Board) dengan kelengkapan ke anggota manajemen yang mengelola perusahaan ini. Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yanghanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun memberikan manfaat bagistakeholder – nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah,masyarakat, analis dan pihak 18
lain). Aktivitas yang dilakukanperusahaan mempengaruhi banyak pihak (stakeholder), sehingga manajemen perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapkanstakeholder dan melaporkannya kepada stakeholder. Teori ini menyarankan semua stakeholder mempunyai hak untuk mendapatkaninformasi tentang bagaimana dampak aktivitas organisasi terhadapnya.
b. Signalling Theory Signaling Theory mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal iniberupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untukmerealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasilain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaanlain. Signaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai doronganuntuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karenaterdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent)mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datangdari pada pihak luar (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak luarmengenai perusahaan menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan.Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetriinformasi yaitu melalui pemberian sinyal pada pihak luar, salah satunya berupainformasi sukarela yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastianmengenai prospek perusahaan yang akan datang. Namun pada PT. SRSN dan PT. BTON kurang memberikan sinyal baik kepada pengguna laporan keuangan sehingga kurangnya informasi pihak luar rmengenai perusahaan menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan. Sedangkan pada PT. CTBN, PT. BRPT sudah memberikan sinyal baik kepada pengguna laporan keuangannya yang ditandai dengan tingginya tingkat pengungkapan corporate governance sehingga menaikkan nilai perusahaan.
c. Legitimacy Theory Teori legitimasi bersandar pada dugaan bahwa ada suatu “kontrak sosial”antara perusahaan dan masyarakat di mana perusahaan beroperasi. Kontrak sosialdigunakan untuk mewakili sejumlah besar harapan–harapan masyarakat yang berakibat pada operasional organisasi. Teori ini menyatakan bahwa perusahaanakan berusaha meyakinkan masyarakat bahwasannya nilai–nilai perusahaan sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar
19
dimana perusahaan beroperasi. Konsekuensi dari harapan masyarakat tersebut akan berdampak baikbagi perusahaan karena perusahaan mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar. Namun pada praktiknya, perusahaan sering tidak dapat atau kurangoptimal dalam mewujudkan keinginan masyarakat sehingga dapat mempengaruhitingkat kepercayaan masyarakat
kepada
perusahaan.
Dengan
pengungkapansukarela,
perusahaan
dapat
menginformasikan kepada masyarakat alasan mengapaperusahaan tidak bisa mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakat Pada PT. BTON, PT.SRSN, PT. BUDI, PT EYMH tidak melakukan pengungkapan secara baik sehingga perusahaan tidak menginformasikan kepada masyarakat alasan mengapa perusahaan tidak bisa mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakatyang berarti bahwa nilai–nilai perusahaantidak sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaanberoperasi atau terdapat gap antara nilai perusahaan dan nilai dalam masyarakat. Sedangkan pada PT. CTBN, PT. KRAS, PT.NIKL, PT.BRPT, dan PT. EYMH sudah melakukan pengungkapan secara baik dengan tingkat pengungkapan diatas 50% sehingga perusahaan dapat menginformasikan nilai–nilai perusahaansudah sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaan beroperasi.
Sub Sektor Plastik dan kemasan dan Sub Sektor Pakan Ternak Grafik pengungkapan tata kelola perusahaan PT. AKKU, PT. BRNA, PT. SIAP, PT. SIMA, PT. CPIN, PT. JPFA, PT. MAIN, PT. SIPD 50 45 40 35
2010
30
2011
25
2012
20
2013
15
2014
10 5 0 AKKU
BRNA
SIAP
SIMA
CPIN
JPFA
MAIN
SIPD
20
Dari grafik di atas dapat dilihat tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan paling rendah terdapat pada PT MAIN tahun 2010 dan PT. SIMA tahun 2010. Analisis berdasarkan beberapa teori: a. Stakeholder Theory Berdasarkan stakeholder theory, PT. AKKU, PT. BRNA, PT. SIAP, PT. SIMA, PT. CPIN, PT. JPFA, PT. MAIN dan PT. SIPD tidak menerapkan accountability perspective berkaitan dengan prinsip GCG yaitu akuntabilitas dan prinsip tanggung jawab pengurus perusahaan (Corporate Board).Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Sedangkan tanggung jawab pengurus perusahaan merupakan pengawasan dewan komisaris terhadap pengelolaan perusahaan oleh direksi.Perspektif ini menegaskan adanya pengawasan dari corporate boards membuat manajemen bekerja secara efektif, disertai tuntutan strategik, serta akuntabilitas dan loyalitas manajemen terhadap hak seluruh stakeholder. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pengungkapan tata kelola perusahaan PT. AKKU, PT. BRNA, PT. SIAP, PT. SIMA, PT. CPIN, PT. JPFA, PT. MAIN dan PT. SIPD yang dibawah 50%. Stakeholder theory mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun memberikan manfaat bagi stakeholder – nya (pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah,masyarakat, analis dan pihak lain). Aktivitas yang dilakukan perusahaan mempengaruhi banyak pihak (stakeholder), sehingga manajemen perusahaan diharapkan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan yang diharapkan stakeholder dan melaporkannya kepada stakeholder. Teori ini menyarankan semua stakeholder mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang bagaimana dampak aktivitas organisasi terhadapnya.
b. Signalling Theory Signaling
Theory
mengemukakan
bagaimana
seharusnya
sebuahperusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal iniberupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untukmerealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Signaling theory menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal, karenater dapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar. Perusahaan (agent) mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datangdari pada pihak luar (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan 21
menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan.Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi asimetriinformasi yaitu melalui pemberian sinyal pada pihak luar, salah satunya berupainformasi sukarela yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastianmengenai prospek perusahaan yang akan datang. Namun pada PT. AKKU, PT. BRNA, PT. SIAP, PT. SIMA, PT. CPIN, PT. JPFA, PT. MAIN dan PT. SIPD tidak memberikan sinyal baik kepada pengguna laporan keuangan sehingga kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan undervaluation terhadap nilai perusahaan. c. Legitimacy Theory Teori legitimasi bersandar pada dugaan bahwa ada suatu “kontrak sosial”antara perusahaan dan masyarakat di mana perusahaan beroperasi. Kontrak sosialdigunakan untuk mewakili sejumlah besar harapan–harapan masyarakat yangberakibat pada operasional organisasi. Teori ini menyatakan bahwa perusahaanakan berusaha meyakinkan masyarakat bahwasannya nilai–nilai perusahaansejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaanberoperasi. Konsekuensi dari harapan masyarakat tersebut akan berdampak baikbagi perusahaan karena perusahaan mendapatkan dukungan dari masyarakat sekitar. Namun pada praktiknya, perusahaan sering tidak dapat atau kurangoptimal dalam mewujudkan keinginan masyarakat sehingga dapat mempengaruhitingkat kepercayaan masyarakat
kepada
perusahaan.
Dengan
pengungkapansukarela,
perusahaan
dapat
menginformasikan kepada masyarakat alasan mengapaperusahaan tidak bisa mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakat Pada PT. AKKU, PT. BRNA, PT. SIAP, PT. SIMA, PT. CPIN, PT. JPFA, PT. MAIN dan PT. SIPD tidak melakukan pengungkapan secara baik sehingga perusahaan tidak menginformasikan kepada masyarakat alasan mengapaperusahaan tidak bisa mengakomodasi harapan dan kepentingan masyarakatyang berarti bahwa nilai–nilai perusahaantidak sejalan dengan nilai yang berlaku di masyarakat sekitar dimana perusahaanberoperasi atau terdapat gap antara nilai perusahaan dan nilai dalam masyarakat.
Sub Sektor Kayu dan pengolahannya dan Sub Sektor Pulp dan Kertas Grafik pengungkapan tata kelola PT. ALDO, PT. TIRT, PT.TKIM, PT. INRU, PT. KBRI, PT. SPMA, PT. FASW, PT. INKP
22
100 90 80 70
2010
60
2011
50
2012
40
2013
30
2014
20 10 0 ALDO
TIRT
TKIM
INRU
KBRI
SPMA FASW
INKP
23
BAB III SIMPULAN
3.1 Simpulan Laporan tahunan merupakan sumber utama dalam melakukan penelitian mengenai pengungkapan corporate governance. Hal ini dikarenakan laporan tahunan berisi tentang berbagai macam informasi mengenai perusahaan termasuk praktik good corporate governance GCG adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk mencapai kinerja bisnis yang optimal. Menurut Moeljono (2005:19), ada lima karakteristik GCG. Pertama, Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan. Kedua, Kemandirian, yaitu keadaan tempat perusahaan dikelola secara profesional, tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan pihak mana pun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Ketiga, Akuntabilitas, yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Keempat, Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Kelima, Kewajaran, yaitu kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan prinsip korporasi yang sehat. Dari hasil pembahasan perusahaan sektor industri dasar dan kimia yang listing di BEI tingkat pengungkapan rata-rata masih di atas 50% namun masih ada beberapa perusahaan yang masih rendah tingkat pengungkapannya dan perlu menjadi perhatian untuk meningkatkan nilai perusahaan.
24
Referensi Rini, Amilia Kartika. 2010. Analisis Luas Pengungkapan Corporate Governance dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Skripsi Universitas Diponegoro OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). 1999. OECD Principles of Corporate Governance. OECD Publications Service. France: 9-19
25