SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN “
TATA KELOLA PERUSAHAAN DAN DEWAN DIREKSI
”
Dosen Pengampu : Muhammad Ahyaruddin, SE, M. Sc,Ak
Disusun Oleh :
Nelda Febyola
(150301228)
Sondang Efrianti S
(150301132)
Suryani Aprilia
(150301217)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU T.A 2017/2018
DAFTAR ISI Daftar Isi .................................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ............................................................................................... 2 BAB II KAJIAN TEORI A. Tata Kelola Perusahaan ................................................................................. 3 B. Prinsip-Prinsip GCG ....................................................................................... 5 C. Pilar GCG ........................................................................................................ 5 D. Hukum dan Peraturan ................................................................................... 5 E. Undang-Undang Sarbanes-Oxley Tahun 2002 .............................................. 7 F. Dewan Direksi ................................................................................................ 7 G. Komite Audit .................................................................................................. 9 H. Komite Kompensasi ....................................................................................... 12 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan .................................................................................................... 13 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 14
1
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Pada praktiknya, dalam mencapai tujuannya suatu perusahaan tentu tak luput dari banyak permasalahan. Sebuah perusahaan bisa saja dijalankan oleh para manajer professional yang memiliki hanya sedikit atau sama sekali tidak memiliki saham dalam perusahaan tersebut. Karena itu, para manajer bisa saja membuat
keputusan
yang
sama
sekali
tidak
sesuai
dengan
tujuan
memaksimalkan kekayaan para pemegang saham. Hadirnya good coorporate governance dalam pemulihan krisis di indonesia menjadi mutlak diperlukan bahkan menjadi suatu kebutuhan, mengingat good coorporate governance mensyaratkan suatu pengelolaan yang baik dalam sebuah institusi dan organisasi. Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih
dikenal dengan istilah asing “good corporate governance (GCG)” tidak dapat dilepaskan dari maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaanperusahaan besar, baik yang ada di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat.
2
BAB II KAJIAN TEORI
A. TATA KELOLA PERUSAHAAN Good Corporate Governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan serta pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan Perusahaan. Corporate Governance merupakan proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders yang lain. Tata kelola perusahaan merujuk pada seperangkat mekanisme dan proses yang membantu memastikan bahwa perusahaan diarahkan dan dikelola untuk menciptakan nilai bagi pemiliknya sementara secara bersamaan memenuhi tanggung jawab kepada pemegang saham lain (misalnya, karyawan, pemasok, dan masyarakat pada umumnya). Banyak sistem dan lembaga dapat memiliki pengaruh tata kelola perusahaan, dan pengaruh tersebut bisa bervariasi di beberapa negara. Apa pun sumber kekuatan tata kelola perusahaan, sistem tata kelola perusahaan dan sistem pengendalian manajemen (SPM) merupakan sebuah hal yang terkait erat. Fokus tata kelola perusahaan sedikit lebih luas daripada fokus SPM. Fokus SPM mengambil perspektif top management dan bertanya apa yang dapat dilakukan untuk memastikan perilaku yang tepat dari karyawan dalam organisasi.
3
Fokus
perusahaan
adalah
pada
pengendalian
perilaku top
management (para eksekutif) dan juga walaupun secara tidak langsung, semua
karyawan yang lainnya yang ada di perusahaan. Dengan demikian tata kelola perusahaan menambah kontrol manajemen baik perhatian untuk mengendalikan perilaku top management dan khususnya, peran untuk memonitor dewan direksi perusahaan. Namun, hubungan yang ada menjadi lebih jelas. Perubahan dalam tata kelola perusahaan dan praktik biasanya akan memiliki efek langsung dan segera pada praktik SPM dan efektivitas mereka.
Struktur Memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggung jawab antara pihak-pihak yang berkepentingan atas korporasi, mencakup proses control internal dan eksternal yang efektif serta menciptakan keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan eksternal (antar stakeholders).
Proses/Mekanisme (Sistem-Kontrol) Mengatur
bagaimana
korporasi
diarahkan
dan
dikendalikan
untuk
meningkatkan kemakmuran bisnis secara accountable untuk mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya.
Budaya (Etika Bisnis) GCG, budaya atau control? Sebuah kombinasi dari keduanya, budaya menetapkan visi manajemen, dan menunjukkan komitmen manajemen terhadap budaya. Kontrol mengimplementasikan visi dan memberikan efek jera.
4
B. PRINSIP-PRINSIP GCG
Transparancy (Keterbukaan) Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan.
Accountability (Akuntabilitas) Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Responsibility (Pertanggungjawaban) Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
Independency (Kemandirian) Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun.
Fairness (Kewajaran/keadilan) Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders.
C. PILAR GCG 1. Commitment on Governance (Komitmen pada Pemerintahan) 2. Governance Structure (Struktur Pemerintahan) 3. Governance Mechanism/Process (Mekanisme/Proses Pemerintahan) 4. Governance Outcome (Hasil Pemerintahan)
D. HUKUM DAN PERATURAN Perusahaan adalah sebuah badan hukum. Dengan demikian, mereka tunduk pada hukum dan peraturan yurisdiksi pemerintah ketika menjalankan usaha dan orang-orang dari pasar saham ketika sahamnya diperdagangkan. Pendekatan dan mekanisme tata kelola perusahaan bervariasi diseluruh negara.
5
Secara umum, orientasi tata kelola perusahaan di dunia dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Sistem Anglo Amerika Sistem ini berfokus pada keunggulan pemegang saham sebagai penerima manfaat dari kewajiban fidusia. 2. Sistem Eropa Kontinental/Jepang Sistem ini memiliki kepedulian yang lebih besar kepada para pemegang saham lainnya.
Kedua jenis pendekatan memiliki variasi dalam mekanisme tata kelola yang digunakan (misalnya, komposisi dan struktur dewan) dan konteks ketika mekanisme harus bekerja (misalnya hukum, tingkat aktivitas merger dan akuisisi). Sistem hukum di Amerika Serikat menciptakan kewajiban fidusia bagi manajer dan direksi untuk bertindak demi kepentingan terbaik bagi pemegang saham. Para direktur sebagai para wakil terpilih dari para pemegang saham, bertugas mengawasi tindakan manajemen. Oleh karena pemegang saham dipandang sebagai investor, tujuan utama yang harus dicapai adalah untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Di Amerika Serikat, perusahaan yang tergabung dalam negara bagian sendiri terikat oleh hukum dan putusan pengadilan negara itu. Sistem
pemerintahan
Eropa
Kontinental/Jepang
bertujuan
untuk
memastikan bahwa perusahaan dikelola untuk kebaikan perusahaan, beberapa stakeholder , dan masyarakat pada umumnya. Pemegang saham hanya salah satu
dari sekian banyak kelompok stakeholder yang terkena dampak. Salah satu efek penting dari perbedaan hukum ini adalah komposisi dewan direksi. Perusahaan di Jerman misalnya, wajib memiliki struktur dua tingkatan dewan, tingkat satu
6
menyediakan pengawasan strategis dan tingkat dua menyediakan ppengawasan manajemen operasional. Sebagai contoh, undang-undang khusus terkait dengan usaha memperkuat tata kelola perusahaan pada umumnya, seperti yang dilakukan di Amerika Serikat, adalah UU Sarbanes-Oxley tahun 2002.
E. UNDANG-UNDANG SARBANES-OXLEY TAHUN 2002 Pada Juli 2002, sebagai respons beberapa kegagalan perusahaan besar, terutama Enron dan World Com, Kongres Amerika Serikat mengesahkan UndangUndang Sarbanes-Oxley. UU Sarbanes-Oxley memberlakukan persyaratan baru pada perusahaan yang terdaftar di Amerika Serikat dan auditor mereka. Tujuan eksplisit UU Sarbanes-Oxley adalah untuk meningkatkan transparansi, ketepatan waktu dan kualitas pelaporan keuangan. Namun, sejak pengendalian yang ditingkatkan atas pelaporan keuangan juga memiliki pengaruh menguntungkan bagi pengendalian manajemen, pemahaman mengenai unsur-unsur dari UU Sarbanes-Oxley dan juga peraturan pelaporan keuangan lainnya, menjadi penting bagi mereka yang tertarik terhadap SPM. UU Sarbanes-Oxley memiliki pengaruh diluar batas Amerika Serikat. Semua perusahaan yang terdaftar di Securities and Exchange Commission AS (SEC) harus mematuhi UU Sarbanes-Oxley terlepas dari apakah markas mereka berbasis di Amerika Serikat atau di luar negeri. Selain itu, beberapa negara, seperti Kanada dan Jepang, telah mengadopsi peraturan yang mirip dengan UU Sarbanes-Oxley.
F. DEWAN DIREKSI Dalam perusahaan publik, pemegang saham biasanya memvariasikan risiko mereka dan memiliki portofolio saham diberbagai perusahaan. Secara individual, mereka jarang memiliki insentif cukup besar untuk menyediakan sumber daya supaya memastikan bahwa manjemen bertindak demi kepentingan terbaik para
7
pemegang saham. Solusi umum bagi pemegang saham secara kolektif adalah menyerahkan wewenang mereka dalam mengawasi tindakan manajemen kepada dewan direksi. Dewan direksi (dan juga pejabat perusahaan) memiliki kewajiban fidusia untuk mendorong keberhasilan jangka panjang perusahaan bagi kepentingan pemegang saham dan juga kadang-kadang bagi pemegang utang.
Di Amerika Serikat, tugas dasar fidusia terdiri atas beberapa elemen :
a. Kewajiban
pemeliharaan –kewajiban
untuk
membuat/mendelegasikan
keputusan dengan cara yang tepat. b. Kewajiban
loyalitas-kewajiban
untuk
memajukan
perusahaan
diatas
kepentingan pribadi. c. Kewajiban itikad baik-kewajiban untuk memegang komitmen dan loyal kepada kepentingan perusahaan dan pemegang sahamnya. d. Kewajiban
untuk
tidak
“melakukan
pemborosan”–kewajiban
untuk
menghindari kerusakan nilai yang disengaja bagi para pemegang saham.
Dewan direksi memiliki dua tanggung jawab pengendalian yang utama, yaitu :
1. Mereka menjaga kepentingan ekuitas investor, khususnya memastikan bahwa manajemen berusaha untuk memaksimalkan nilai ekuitas saham investor pemegang saham di perusahaan. 2. Mereka melindungi kepentingan stakeholder perusahaan lainnya (seperti karyawan,
pemasok,
pelanggan,
kompetitor,
atau
masyarakat
pada
umumnya) dengan memastikan bahwa karyawan perusahaan bertindak sesuai hukum dan bertanggung jawab secara sosial. Tugas yang mereka lakukan antara lain adalah membantu memastikan pelaporan keuangan, kompensasi dan persaingan yang adil, serta perlindungan terhadap lingkungan, dan perilaku bisnis oleh perusahaan secara keseluruhan.
8
G. KOMITE AUDIT Komite audit memberikan pengawasan independen atau proses pelaporan keuangan perusahaan, pengendalian internal, dan auditor independen. Komite audit meningkatkan kemampuan dewan untuk berfokus secara intensif dan tidak menggunakan biaya relatif mahal (tanpa melibatkan dewan utama secara penuh) pada fungsi pelaporan keuangan yang berkaitan dengan perusahaan. Meskipun peraturan secara rinci bervariasi antar negara, di sebagian besar pasar modal berkembang, komite audit diperlukan dari luar (non-eksekutif) atau direktur independen dengan persyaratan lebih lanjut bahwa mereka harus mengerti halhal yang berkaitan dengan keuangan. Selanjutnya, unit komite audit biasanya mencakup lingkup tanggung jawab komite dan bagaimana melaksanakan tanggung jawab tersebut, termasuk struktur, proses, dan persyaratan keanggotaan. Komite audit juga menetapkan prosedur untuk menangani keluhan mengenai akuntansi, proses audit, dan halhal terkait pengendalian internal, termasuk prosedur rahasia, yakni penyerahan yang tidak diketahui oleh karyawan mengenai praktik akuntansi yang dipertanyakan. Komite audit juga biasanya bertanggung jawab atas penunjukan, kompensasi, retensi, dan pengawasan pekerjaan auditor eksternal. Auditor eksternal, pada gilirannya, membahas dan menunjuk pada kualitas, bukan hanya pada penerimaan prinsip akuntansi perusahaan bersama komite audit. Dengan demikian, komite audit diharapkan untuk bisa menginformasikan, mewaspadai, dan menjadi pengawas yang efektif pada proses pelaporan keuangan dan sistem pengendalian internal perusahaan mereka. Komite audit umumnya menganggap tanggung jawab dewan berkaitan dengan pelaporan keuangan organisasi, tata kelola perusahaan, dan praktik kontrol. Di area pelaporan keuangan, komite audit memberikan jaminan bahwa pengungkapan keuangan perusahaan adalah sebuah hal yang wajar dan akurat. Di area tata kelola perusahaan, komite audit memberikan jaminan bahwa perusahaan telah
9
berjalan sesuai dengan hukum dan peraturan yang bersangkutan, bertindak secara etis, dan memperthankan pengendalian yang efektif terhadap kecurangan dan konflik kepentingan para karyawan. Di area kendali perusahaan, komite audit memonitor manajemen perusahaan dan sistem pengendalian internal yang drancang untuk menjaga aset dan mempekerjakan mereka untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dalam memenuhi tanggung jawab ini, komite audit mempekerjakan audit eksternal
dan
perusahaan
dan
memantau
kinerja
mereka.
Mereka
mempertahankan garis komunikasi antara dewan direksi, auditor eksternal perusahaan, auditor internal, manajemen keuangan, dan konsultan di dalam dan di luar perusahaan. Oleh karena mereka memiliki keterbatasan sumber daya secara langsung, komite audit harus bergantung pada sumber daya dan dukungan dari kelompok-kelompok lain dalam organisasi, dan khususnya pada fungsi audit internal. Penelitian lebih lanjut tentang efektivitas komite audit diperlukan, dan jelas bahwa komite audit dan prosesnya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan sumber daya perusahaan serta dewan. Beberapa praktik umum menunjukkan bahwa komite audit disarankan untuk:
Mendapat dukungan dan arahan dari seluruh jajaran direksi.
Menggunakan agenda dan mengikuti program kerja formal, risalah rapat, dan mendistribusikan jadwal pertemuan ke dewan direksi, jadwal pertemuan disiapkan di awal, sehingga peserta memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan segala sesuatu.
Memiliki setidaknya tiga anggota, namun tidak terlalu banyak, sehingga semua anggota dapat menjadi peserta aktif.
Memastikan bahwa komite terdiri atas individu-individu yang “tepat”. Menetapkan tanggung jawab anggota dan berharap bahwa anggota yang tidak lagi berkeinginan memberikan kontribusi yang bermanfaat untuk
10
mundur dari posisinya. Pastikan bahwa semua anggota mandiri terhadap manajemen, mengerti masalah keuangan, dan terlibat secara aktif dalam semua kegiatan.
Pertemuan setidaknya dirancang empat kali setiap tahun, termasuk pertemuan praaudit dan pascaaudit. (Beberapa ahli mempertimbangkan frekuensi dan durasi pertemu an menjadi indikator yang sangat andal untuk efektivitas komite audit).
Mengirimkan instruksi yang jelas kepada auditor independen dan dewan direksi, sebagai wakil pemegang saham, klien auditor, dan manajemen yang tidak terlibat. (Ini merupakan persyaratan UU Sarbanes-Oxley)
Meninjau semua informasi keuangan, tijauan sementara, serta laporan keuangan tahunan.
Mendiskusikan dengan auditor independen mengenai penilaian kualitatif mereka tentang kesesuaian, tidak hanya mengenai masalah penerimaan dari prinsip akuntansi organisasi dan praktik pengungkapan keuangan.
Melampaui
orientasi
“check-the- box”
untuk
kepatuhan
pemenuhan
persyaratan hukum sehingga mengatasi masalah nyata pengembangan pengawasan yang efektif dan praktik manajemen risiko.
Menjadi proaktif. Berpartisipasi dalam menetapkan kebijakan. Memantau kode perilaku perusahaan dan mematuhinya. Memastikan bahwa keterlibatan audit internal di seluruh proses pelaporan keuangan merupakan hal yang tepat dan secara benar terkoordinasi dengan auditor independen.
Mengamankan akses ke sumber daya yang diperlukan, seperti untuk merespon krisis atau melakukan investigasi khusus.
11
H. KOMITE KOMPENSASI
Aturan beberapa bursa saham mewajibkan perusahaan yang sudah terdaftar untuk memiliki kompensasi bagi top executive yang disetujui oleh mayoritas direksi independen. Sebagian besar perusahaan milik publik menyerahkan masalah tersebut kepada dewan komite kompensasi yang hanya terdiri dari para direksi independen. Bahkan, bursa saham New York memerlukan pembentukan sebuah komite kompensasi tersebut. Komite
kompensasi
menangani
masalah
yang
berkaitan
dengan
kompensasi dan manfaat yang diberikan kepada karyawan, dan khususnya pihak top executive. Dalam beberapa perusahaan, komite kompensasi juga menyediakan pengawasan mengenai desain dan operasi dari rencana pensiun, meskipun dalam perusahaan lain fungsi ini diserahkan kepada komite investasi dewan. Komite kompensasi memiliki tanggung jawab fidusia untuk memastikan bahwa program kompensasi eksekutif perusahaan berjalan adil dan tepat untuk menarik, mempertahankan, dan memotivasi manajer, sehingga membuat tindakan mereka sesuai dengan pandangan ekonomi perusahaan dan relevan terhadap praktik perusahaan. Komite kompensasi biasanya bergantung pada fungsi sumber daya manusia di dalam perusahaan sebagai staf pendukung. Selain itu, karena desain rencana kompensasi dapat menimbulkan masalah yang kompleks, seperti yang berkaitan dengan ukuran kinerja, bentuk, (misalnya, uang tunai, opsi saham), dan hal-hal yang berkaitan dengan struktur (misalnya, ambang batas kinerja, membuat ketentuan) ekuitas kompensasi internal eksternal dan internal, hukum dan pertimbangan pajak, komite kompensasi sering menggunakan konsultaan luar untuk menyediakan data atau keahlian yang tidak dimiliki perusahaan. Konsultan sering melakukan studi banding kompensasi industri atau memberikan saran mengenai desain rencana kompensasi. Komite kompensasi harus mempertahankan tanggung jawab penuh untuk mengawasi kerja dari konsultan kompensasi yang disewa.
12
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Dewan Direksi adalah bagian penting dari system tata kelola perusahaan dan SPM. Hukum dan Peraturan membutuhkan beberapa praktik yang dianggap diinginkan, sepeti kemandirian anggota dewan yang menjadi bagian komite kompensasi dan audit. Akan tetapi, hukum dan peraturan tidak bisa menentukan segalanya. Menyalahkan Dewan Direksi ketika perusahaan mengalami kejanggalan dan penyimpangan etis adalah sebuah hal yang biasa terjadi. Akan tetapi. Direksi yang mandiri hanya melayani organisasi mereka paruh waktu. Mereka tidak dapat bertanggung jawab setiap hari untuk manajemen perusahaan. Mereka hanya bisa memberikan pengawasan. Telah terbukti bahwa fungsi manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien dan baik. Diperlukan
instrumen
baru,
good
coorporate
governance (GCG)
untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Tata Kelola Perusahaan yang baik harus bergantung pada bagaimana cara manajer membangun budaya integritas yang melibatkan hubungan yang terbuka dan jujur dengan Dewan Direksi yang terlibat dan mendukung, sekaligus memberikan tantangan. Suatu kegiatan perusahaan yang terencana baik dan terprogram tentu dapat tercapai dengan sistem tata kelola yang baik pula. Karena itu perusahaan perlu untuk menerapkan Good corporate governance (GCG) atau Tata Kelola Perusahaan.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kenneth A. Merchant dan Win A. Van der Stede (2014). Sistem pengendalian manajemen pengukuran kinerja evaluasi dan insentif. Edisi 3. Jakarta : Salemba
Empat.
14