BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak permasalahan yang muncul dalam penguasaan tata bahasa Indonesia. Padahal, penggunaannya begitu lekat dengan kehidupan seharihari, terutama sebagai alat komunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Penggunaan bahasa yang tidak baku lebih dominan digunakan dalam masyarakat. Masalah ini pun menjadi masalah yang serius karena penggunaan penggunaan EYD kurang begitu diperhatikan. Di dalam bahasa Indonesia sendiri memiliki aturan yang berlaku seperti berupa struktur, gramatikal, intonasi dll. Sebelum membuat suatu kalimat, diperlukan pemahaman tentang bagian-bagian dari kalimat serta dapat membedakan antara satu unsur dengan unsur lainnya, seperti kata, frasa dan klausa. B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penerapan kaidah ejaan? 2. Bagaimanakah Bagaimanakah perbedaan dari penerapan kaidah ejaan? 3. Apakah yang dimaksud dengan kata? 4. Apakah yang dimaksud dengan frasa? 5. Bagaimanakah Bagaimanakah pembagian kelas frasa? 6. Apakah yang dimaksud dengan klausa? 7. Bagamanakah Bagamanakah pembagian kelas klausa dalam kalimat?
1
C. Tujuan
1. Untuk memahami tentang penerapan kaidah ejaan dan pembagiannya. pembagiannya. 2. Untuk memahami tentang kata, frasa dan klausa dalam kalimat. 3. Untuk mengetahuan penggunaan kaidah ejaan, kata, frasa, klausa dalam kalimat dengan tepat.
2
BAB II PEMBAHASAN
1. Penerapan Kaidah Ejaan 1.1
PENGERTIAN EJAAN
Yang
dimaksud
bagaimana
dengan
ejaan
melambangkan
antarhubungan
antara
adalah
bunyi
keseluruhan
ujaran
lambang-lambang
itu
dan
peraturan bagaimana
(pemisahan
dan
penggabungannya dalam suatu bahasa). Secara teknis yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.
1
1.2 DARI EJAAN VAN OPHUIJSEN HINGGA EYD 1.2.1 Ejaan Van Ophuijsen
Pada tahun 1901 ditetapkan ejaan bahasa Melayu dengan huruf latin yang disebut Ejaan Van Ophuijsen. Van Ophuijsen merancang ejaan itu yang dibantu oleh engku Nawawi Gelar Soetan Ma‟moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Hal-hal yang menonjol dalam ejaan Van Ophuijsen adalah sebagai sebagai berikut.
1
2
a.
sajan g. Huruf j untuk menuliskan kata-kata jang, pajah, sajang
b.
Huruf oe untuk menuliskan kata-kata goeroe, itoe, oemoer .
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Akademika Pressindo, 2006) h.187 2
Ibid., h.187
3
c.
Tanda diakritik, seperti koma, ain, dan tanda trema, untuk menuliskan kata-kata ma’moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamai’ . dinamai’ .
1.2.2 Ejaan Soewandi
Pada
tanggal
19
Maret
1947
ejaan
Soewandi
diresmikan
menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Ejaan baru itu oleh masyarakat diberi julukan ejaan Republik. Hal-hal yang perlu diketahui.
3
a.
Huruf oe diganti dengan u, seperti pada guru, itu
b.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak ditulis dengan k , seperti pada katakata tak, pak, maklum, rakjat .
c.
Kata ulang boleh ditulis dengan angka-2, seperti anak2, berjalan2, kebarat2an.
d.
Awalan di- dan kata depan di kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti kata depan di pada dirumah, dikebun, disamakan dengan imbuhan di- pada ditulis, dikarang.
1.2.3 Ejaan Melindo
Pada
akhir
1959
sidang
perutusan
Indonesia
dan
Melayu
(Slametmulyana-Syeh Nasir bin Ismail, ketua) menghasilkan konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu-Indonesia).
Perkembangan
politik
berikutnya mengurungkan peresmian ejaan itu.
3
Ibid., h.188
4
dari
tahun-tahun
1.2.4 Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
Pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia telah diresmikan pada tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal
12
Oktober 1972,
Panitia
Pengembangan
Bahasa
Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas.p0-Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan 4
Istilah".
1) Perubahan huruf Ejaan soewandi
Ejaan yang Disempurnakan
dj
djalan, djauh
j
jalan, jauh
j
pajung, laju
y
payung, layu layu
nj
njoja, bunji
ny
nyonya, bunyi
sj
isjarat, masjarakat
sy
isyarat, masyarakat
tj
tjukup, tjutji
c
cukup, cuci
ch
tarich, achir
kh
tarikh, akhir
4
Ibid ., h.188
5
2) Huruf-huruf pinjaman abjad asing diresmikan dir esmikan pemakaiannya f
maaf
v
valuta
z
zeni
3) Huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai. a:b=p:q Sinar-X 4) Penulisan awalan di- dan ke- ditulis serangkai, sedngkan di- dan kesebagai kata depan ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya. di- (awalan)
di- (kata depan)
ditulis
di kampus
dibakar
di rumah
dilempar
di jalan
dipikirkan
di sini
ketua
ke kampus
kekasih
ke luar negeri
kehendak
ke atas
5) Kata ulang ditulis penuh sengan huruf, tidak boleh digunakan angka 2. Anak-anak, berjalan-jalan, meloncat-loncat. meloncat-loncat. Hal-hal yang berkaitan dengan ejaan:
6
1.2.4.1
Pemakaian Huruf
Berikut ini disajikan pembahasan (1) nama-nama huruf, (2) lafal singkatan dan kata, (3) persukuan, dan (4) penulisan nama diri.
5
1) Nama-Nama Huruf Dalam
buku
Pedoman
Umum
Ejaan
Bahsa
Indonesia
yang
Disempurnakan disebut bahwa abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa
Indonesia terdiri atas huruf-huruf yang berikut. Huruf
Nama
Huruf
Nama
A
a
N
en
B
be – be – bukan bukan bi
O
o
C
ce – ce – bukan bukan se
P
pe
D
de
Q
ki bukan kyu
E
e
R
er
F
ef
S
es
G
ge bukan ji
T
te bukan ti
H
ha
U
u
I
I
V
fe – fe – bukan bukan fi
J
je
W
we
K
ka
X
eks – eks – bukan bukan ek
L
el
Y
ye – ye – bukan bukan ey
M
em
Z
zet
5
Ibid., h.191
7
Catatan: Huruf e dapat dilafalkan menjadi e benar, seperti terdapat dalam kata-kata lele, beres, materi, merah, dan kaget, dan dapat dilafalkan menjadi e lemah atau e pepet, seperti beras, benar, dan cepat. 2) Lafal Singkatan dan Kata Singkatan/Kata
Lafal Tidak Baku
Lafal Baku
AC
[a se]
[a ce]
TVRI
[ti vi er i]
[te ve er i]
MTQ
[em te kyu]
[em te ki]
makin
[mangkin]
[makin]
logis
[lohis]
[logis]
Akronim singkatan bahasa asing (singkatan yang dieja seperti kata). Misalnya: Kata
Lafal Tidak Baku
Lafal Baku
Unesco
[u nes tjo]
[yu nes ko]
Unicef
[u ni tjef]
[yu ni sef]
Sea Games
[se a ga mes]
[se ge ims]
3) Persukuan Persukuan diperlukan pada saat kita harus memenggal sebuah kata dalam tulisan. Apabila memenggal sebuah kata harus membubuhkan tanda hubung (-) di antara suku-suku itu tanpa jarak
8
Beberapa kaidah persukuan 1. Pemenggalan kata dasar dilakukan sebagai berikut. a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di di antara kedua huruf vokal vokal itu. Misalnya: bu-at
ru-ang
ku-li-ah
b. Jika berbentuk diftong, pemenggalannya tidak pernah dipisahkan. Misalnya: au-la
sau-da- ra
am-boi
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, vokal, pemenggalan dilakukan dilakukan sebelum huruf konsonan. Misalnya: ba-pak
ba-rang
mu-ta-khir
d. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara dua konsonan itu. it u. Gabungan huruf konsonan tidak pernah dipisahkan. di pisahkan. Misalnya: man-di
swas-ta
Ap-ril
e. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yan kedua.
9
Misalya: in-stru-men
ul-tra
bang-krut
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk t ermasuk awalan yang mengalami perubahan perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya: main-an
mem-buat-kan
buang-lah
3. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat mungkin tidak dipenggal jika pergantian baris. Misalnya: pergi-lah
bukan
per-gi-lah
me-rasa-kan
bukan
me-ra-sa-kan
4. Akhiran – Akhiran – i tidak dipenggal jika pergantian baris. Misalnya: cintai bukan cinta-i tulisi 5.
bukan tulis-i
Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat ber- gabung dengan unsur lain, pemenggalan itu dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu. Misalnya: bio-grafi
atau
bi-o-gra-fi
intro-speksi
atau
in-tro-spek-si
10
4) Penulisan Nama Diri Penulisan nama diri, nama sungai, gunung jalan dan sebgainya disesuaikan dengan kaidah yang berlaku. Penulisan nama orang, badan hukum, dan nama diri lain yang sudah lazim, disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, kecuali apabila ada
pertimbangan khusus. Pertimangan khusus itu misalnya: Universitas Padjadjaran Dji Sam Soe Widjojo Nitisastro 1.2.4.2 Penulisan Huruf
Dalam Ejaan Bahasa Indonesia
yang
Disempurnakan, dalam
penulisan huruf menyangkut dua masalah, yaitu (1) penulisan huruf besar atau huruf kapital dan (2) penulisan huruf miring.
6
Kapita l 1) Penulisan Huruf Besar atau Huruf Kapital
Dalam penulisan penulisan huruf huruf besar besar atau kapital, sering sering kali kali dijumpai di di berbagai media bacaan. Tidak jarang ditemukan kesalahan dalam penulisan huruf besar atau kapital. Kaidah penulisan huruf kapital itu adalah sebagai berikut: a.
Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama kalimat
berupa petkan langsung. l angsung.
6
Ibid., h.199
11
Misalnya:
Dia bertanya, “ Kapan kita pulang.”
Archimedes berkata, “Setiap benda yang dimasukkan ke dalam zat
cair akan mendapat tekanan ke atas sehingga beratnya berkurang seberat zat cair yang dipindahkannya.” dipindahkannya.” b. Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama yang berhubungan
dengan
hal-hal
keagamaan.
Kata-kata
yang
menunjukkan nama jenis, seperti jin, iblis, surge, malaikat, mahsyar, zakat, dan puasa- meskipun berhubungan dengan keagamaan-tidak diawali dengan huruf kapital. Misalnya:
Limpahkan rahmar- Mu, ya Allah.
Tuhan akan menolong hamba- Nya.
Semoga E ngkau ngkau menerima arwah kedua orang tua saya.
Kata-kata keagamaan lainnya yang harus ditulis dengan huruf kapital adalah nama agama dan kitab suci. c. Huruf besar atau kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar ,jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang. Misalnya:
Pergerakan itu dipimpin oleh Haji Agus Salim.
Kepala
Lembaga
Administrasi
Negara,
Prof.
Bintoro
Tjokroamidjojo, M.A. berpendapat bahwa peningkatan imbalan gaji
12
pegawai negeri harus diimbangi oleh kualitas pegawai negeri itu sendiri. Jika tidak diikuti oleh nama orang atau nama wilayah, nama gelar, jabatan dan pangkat itu harus dituliskan dengan dengan huruf kecil. Misalnya:
Calon jemaah haji DKI tahun ini berjumlah 525 orang.
Seorang presiden akan diperhatikan oleh rakyatnya.
Akan tetapi jika mengacu kepada orang tertentu nama orang, nama gelar, jabatan dan pangkat itu harus dituliskan dengan huruf capital Misalnya:
Pagi ini M enteri enteri Perindustrian dan Perdagangan terbang ke Nusa
Penida.
Dalam seminar itu
Presidan Susilo Bambang Yudhoyono
memberikan sambutan. Catatan:
Kita
harus
menghilangkan
perasaan
ingin
memberikan
penghargaan kepada kata-kata yang dianggap tinggi jika kata-kata itu hanya menunjukkan suatu jenis, bukan suatu nama. Biasanya, penghargaan itu dilakukan dengan cara menuliskan huruf kapital pada huruf-huruf pertamanya. Kebiasaan ini merupakan kebiasaan yang salah karena menyalahi kaidah ejaan yang berlaku. Kata-kata yang biasa ingin kita hargai dengan menuliskan huruf pertamanya kapital, antara lain, haji, presiden, nasional, perguruan tinggi, internasional,
13
panglima dan jenderal. Padahal, kata-kata tersebut tidak perlu ditulis
dengan kapital. d. Kata-kata van, den, da, de, di, bin, dan ibnu yang digunakan sebagai nama orang tetap ditulis dengan huruf kecil, kecuali jika katakata digunakan sebaga sebagaii nama pertama atau terletak pada awal kalimat. Misalnya:
Tanam Paksa di Indonesia diselenggarakan diselenggarakan oleh van den Bosch
Harta yang melimpah milik Jufri ibnu Sulaiman sebagian besar
akan disumbangkan ke panti asuhan. e. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa. Misalnya:
Dalam bahasa Sunda terdapat kata lahan.
Kami bangsa Indonesia, harus bertekad untuk menyukseskan
pembangunan.
Kehidupan suku Piliang sebagian besar bertani.
Akan tetapi, jika nama bangsa, suku, dan bahasa itu sudah diberi awalan dan akhiran sekaligus, kata-kata itu harus ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:
Kita harus bisa mengindonesiakan kata-kata asing.
Kita tidak perlu kebelanda-belandaan karena sekarang sudah
merdeka.
14
Demikian juga kalau tidak membawa nama suku nama itu harus dituliskan dengan huruf kecil. Misalnya:
petai cina
jeruk
bali
dodol garut
f. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya:
Tahun 1998 Masehi adalah tahun yang suram bagi perekonomian
kita.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 dikumandangkanlah Proklamasi
Kemerdekaan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Dahulu pernah terjadi Perang Paregreg di tanah Sunda.
Setiap tanggal 1 Syawal umat Islam merayakan hari Lebaran.
Akan tetapi, perhatikan penulisan yang berikut. Sukarno-Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. g. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama khas geografi. Misalnya:
Tahun 1985 Provinsi S umatra umatra Barat mendapat anugerah Prasamnya
Purnakarya Nugraha.
15
J akarta Di T eluk eluk J akarta telah dibangun suatu proyek perikanan laut
Jika menunjukkan nama khas geografi ditulis dengan huruf kecil. Misalnya: Nelayan itu berlayar sampai ke t eluk. eluk. h. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama resmi badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumentasi resmi. Misalnya:
Pemimpin Kerajaan Iran pada saat itu adalah S yah yah Reza Pahlevi.
Semua anggota PBB harus memahami isi oiagam Perserikatan
Bangsa- Bangsa.
Jika tidak menunjukkan badan resmi, ditulis dengan huruf kecil Misalnya:
Iran dalah suatu negara yang berbentuk k erajaan. erajaan.
i. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata partikel seperti di, ke, dari, untuk, dan yang, yang terletak pada posisi awal. Misalnya :
Idrus mengarang buku dari Ave Maria ke Jalan lain ke Roma.
Buku
Pedoman
Umum
Ejaan
Bahasa
disempurnakan disempurnakan diterbitkan oleh balai pustaka.
16
Indonesia
yang
Untuk mengetahui seluk-beluk pabrik kertas, Saudara dapat
membaca buku Nusa dan Bangsa yang Membangun. j. Huruf besat atau huruf kapital dipakai dalam singkatan nama gelar dan sapaan, kecuali gelar dokter. Misalnya :
Proyek itu dipimpin oleh Dra. Jasika Murni.
Hadi Nurzaman, M.A. diangkat menjadi pimpinan kegiatan itu.
Penyakit ayah saya sudah dua kali diperiksa oleh dr. Siswoyo. Catatan :
Ada perbedaan antara gelar Dr. dan dr. (doctor dituliskan dengan D kapital dan r kecil, jadi Dr., sedangkan dokter, yang memeriksa penyakit dan mengobati orang sakit, singkatannya ditulis dengan d dan r kecil, jadi dr.). k. Huruf besar atau huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungn kekerabatan, sepert bapak, ibu, saudara, adik, dan paman yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan. Singkatan pak, bu, kak, dik, dan sebagainya hanya digunakan sebagai sapaan atau jika diikuti oleh nama orang/nama jabatan. Kata Anda juga dawali huruf kapital. Misalnya :
Surat Saudara sudah saya terima.
Ibunya men jawab pertayaan Samsi, „Pagi tadi Ibu menjemput
pamanmu di pelabuhan,”
17
Kepala sekolah berkata kepada saya, “Tadi saya menerima berita
bahwa Ibu sri sakit keras di bandung,” bandung,”
Saya mengharap kehadiran Anda pada pertemuan yang akan
diselenggarakan diselenggarakan besok pukul 8.00. Akan tetapi, jika tidak dipakai sebagai kata ganti atau sapaan, kata penunjuk hubungan kekerabatan kekerabatan itu dituls dengan huruf kecil. Misalnya :
Kita harus menghormati ibu kita dan bapak kita.
Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
Semua camat dalam kabupaten itu hadir.
Ketika mengikuti kuliah di Jakarta, ia tinggal bersama pamannya di
Kalibata. 2) Penulisan Huruf Miring a. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskann nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam karangan. Dalam tulisan tangan atau ketikan, kata yang harus ditulis dengan huruf miring di tandai dengan ggaris bawah satu. Misalnya :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa menerbitkan majalah
Bahasa dan Kesusastraan.
Buku Negarakertagama dikarang olehh Mpu Prapanca.
Berita itu sudah say abaca dalam surat kabar Angkatan Bersenjata
dan republika.
18
Catatan
Garis bawah satu, sebagai tanda kata yang diceta miring, harus terputus-putus, kata demi kata. b. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata. Misalnya :
Kata
daripada
digunakan
secara
tepat
dalam
kalimat
penyelenggaraan pemilu 1999 lebih baik daripada pemilu-pemilu sebelumnya.
Buatlah kalimat dengan kata dukacita.
Huruf pertama kata ubah ialah u. Jadi, jika kata ubah ditambah
awalan me-akan muncul mengubah, bukan merubah. c. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata namanama ilmiah atau ungkapan bahasa asing atau bahasa daerah, kecuali yang di sesuaikan ejaannya. Misalnya :
Apakah tidak sebaiknya kita menggunakan kata penataran untuk
kata upgrading?
Nama ilmiah buah manggis ialah carcinia mangestana.
Weltanschauung diterjemahkan menjadi „ pandangan dunia „. Catatan
Sebenarnya, banyak penulisan huruf miring yang lain ataupun penandaan suatu maksud dengan memakai bentuk huruf tertentu
19
(ditebalkan dan sebagainya). Akan tetapi, soal itu lebih menyangkut masalah tipografi pencetakan. 1.2.4.3
Penulisan Kata
Kita mengenal bentuk kata dasar, kata turunan atau kata berimbuhan, kata ulang, dan gabungan kata. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan yang berdiri sendiri, sedangkan pada kata turunan, imbuhan (awalan,sisipan atau akhiran) dtuliskan serangkai dengan kata dasarnya. Kalau gabungan kata, hanya mendapat awalan atau akhiran, awalan atau akhiran itu dituliskan serangkai dengan kata yang bersangkutan bersangkutan saja.
7
Misalnya : Bentuk Tidak baku
Bentuk Baku
Di didik
dididik
Di suruh
disuruh
Di lebur
dilebur
Ke sampingkan
kesampingkan kesampingkan
Hancurleburkan Hancurleburkan
hancur leburkan
Berterimakasih
berterima kasih
Bertandatangan
bertanda tangan
Beritahukan
beri tahukan
Lipatgandakan Lipatgandakan
lipat gandakan
Sebarluaskan
sebar luaskan
7
., h.209 Ibid .,
20
Kalau gabungan katta sekaligus mendapat awalan dan akhiran, bentuk kata turunannya itu harus dituliskan serangkai. Misalnya : Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Menghancur leburkan
menghancurleburkan menghancurleburkan
Pemberi tahuan
pemberitahuan
Mempertanggung jawabkan
mempertanggungjawabkan mempertanggungjawabkan
Kesimpang siuran
kesimpangsiuran kesimpangsiuran
Ketidak adilan
ketidakadilan
Dianak-tirikan
dianaktirikan
a. Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung. Pemakaian
angka
dua
untuk
menyatakan
bentuk
perulangan,
hendaknya dibatasi pada tulisan cepat atau pencatatan saja. Pada tulisan yag memerlukan keresmian, kata ulang ditulis secara lengkap. Kata ulang, tidak hanya berupa pengulangan kata dasar dan sebagian lagi kata turunan, mungkin pula pengulangan kata itu sekaligus mendapat awalan dan akhiran. Kemungkinan yang lain, salah satu bagiannya adalah bentuk yang dianggap berasal dari kata dasar yang sama dengan ubahan bunyi. Mungkin pula, bagian itu sudah agak jauh berbeda dari bentuk dasar (bentuk asal). Namun, apabila ditinjau dari maknanya, maknanya, keseluruhan itu menyatakan perulangan.
21
Misalnya : Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Jalan2
jalan-jalan
Sayur mayur
sayur--mayur
Bolak balik
bolak-balik
Ramah tamah
ramah-tamah
Porak poranda
porak-poranda
Terus menerus
terus-menerus
Berkejar kejaran
berkerjar-kejaran
b. Gabungan kata termasuk yang lazim disebut majemuk bagianbagiannya dituliskan terpisah. Misalnya : Bentuk Tdak Baku
Bentuk Baku
Dayaserap
daya serap
Tatabahasa
tata bahasa
Kerjasama
kerja sama
Dutabesar
duta besar
Mejatulis
meja tulis
Orangtua
orang tua
Gabungan kata yang sudah dianggap sbagai satukata dituliskan serangkai.
22
Misalnya : Bentuk Tidak Baku
Bentuk Baku
Mana kala
manakala
Sekali gus
sekaligus
Bila mana
bilamana
Dari pada
daripada
Apa bila
apabila
Segi tiga
segitiga
Pada hal
padahal
Selain itu, kalau salah satu unsurnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata yang mengandung arti penuh, hanya muncul dalam kombinasi, unsur itu harus dituliskan serangkai dengan unsur lainnya. Misalnya : Bentuk Tidak Baku
bentuk Baku
a moral
amoral
antar warga
antarwarga
catur tunggal
caturtunggal
dasa darma
dasadarma
ekstra kurikuler
ekstrakurikuler
Catatan : 1. Bila bentuk tersebut diikuti oleh kata yang huruf awalnya huruf besar, di antara kedua unsure itu dituliskan dit uliskan tanda hubung (-). Misalnya :
23
Non-RRC Non-Indonesia Pan-Islamisme Pan-Afrikanisme 2. Unsur maha dan peri dalam gabungan kata ditulis serangkai dengan unsur berikutnya, yang berupa kata dasar. Akan tetapi, jika diikuti kata berimbuhan, kata maha dan peri itu ditulis terpisah. Ada ketentuan khusus, yaitu kata maha yang diikuti oleh esa ditulis terpisah walaupun diikiti kata dasar. Misalnya : 1. Semoga Yang MahaKuasa merahmati kita semua. 2. Jik Tuhan Yang Maha Esa mengizinkan, saya akan ujian sarjana bulan. Depan. 3. Kita harus memperhatikan perilaku yang baik. 4. Marilah kita berdoa kepada Tuhan Yang Maha Penyayang. c. Kata ganti ku dan kau- yang ada petaliannya dengan aku dan engkau – ditulis serangkaidengan kata yang mengikutinya; kata ganti ku, mu, dan nya – yang ada pertaliannya dengan aku, kamu, dan dia – ditulis serangkai dengan yang mendahuluinya. Misalnya : 1. Pikiranmu dan kata-katamu berguna untuk memajukan negeri ini. 2. Kalau mau, boleh kauambil buku itu. 3. Apa yang kulakukan boleh kaukritik.
24
d. Kata depan, di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya, kecuali jka berupa gabungan kata yang sudah dianggap padu benar, seperti kepada dan daripada. Misalnya : 1. Saya pergi ke beberapa daerah untuk mencarinya, tetapi belum berhasil. 2. Ketika truk Belanda sudah bergerak ke timur, gerilyawan yang bersembunyi di bawah kaki bukit lari ke arah barat. e. Partikel pun dipisahkan dari kata yang mendahuluinya karena pun sudah hampir seperti kata lepas Misalnya: 1. Ia sudah sering ke desa ini, tetapi sekali pun ia belum pernah singgah ke rumah saya. 2. Jika saya pergi, dia pun ingin pergi. Ada kata yang sudah dianggap padu benar, sehingga ditulis serangkai. Yaitu adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun (yang berarti walaupun), sungguhpun, dan walaupun. Misalnya: 1. Walaupun tidak mempunyai uang, ia tetap gembira. 2. Biarpun banyak rintangan, ia berhasil menggondol gelar sarjana. f.
Partikel per yang berarti „mulai‟, „demi‟, dan „tiap‟ ditulis terpisah dari bagian-bagian bagian-bagian kalimat yang mendampinginya. mendampinginya.
25
1. Harga kain iru Rp10.000,00 per meter 2. Semua orang yang diduga mengetahui peristiwa itu dipanggil satu per satu. g. Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, dan isi, (b) satuan waktu, dan dan (c) nilai uang. uang. Selain itu, angka lazim juga dipakai untuk menandai nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat dan digunakan untuk menomori karangan atau bagianbagiannya. Misalnya: 1. Hotel Sahid Jaya, Kamar 125 2. 5 cm 3. 10 kg 4. 15 jam h. Penulisan lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut. Misalnya: 1. dua ratus tiga puluh lima (235) 2. tiga dua pertiga (3 2/3) i.
Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan tiga cara yang berikut. Misalnya: 1. Abad XX ini dikenal juga sebagai abad teknologi. 2. Abad ke dua puluh ini dikenal juga sebagai abad teknologi
26
j.
Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran – an an mengikuti cara yang berikut. 1. Sutan Takdir Alisyahbana adala pujangga tahun 30-an. 30 -an. 2. Angkatan Balai Pustaka sering disebut Angkatan Tahun 20-an.
k. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis, dengan huruf, kecuali jka beberapa lambang dipakai secara berurutan, seperti berikut. 1. Dia sudah memesan dua ratus bibit cengkeh. 2. Kendaraan yang beroperasi di DKI Jakarta terdiri atas 1000 bajai, 500 bemo, 200 oplet, 100 metro mini, dan 50 bus kota. l.
Lambang bilangan pada awal kalimat dituliis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, tidak terdapat lagi pada awal kalimat. 1. 12 orang menderita luka berat dalam kecelakaan itu. 2. 350 orang pegawai mendapat penghargaan dari pemerintah. Penulisah angka yang benar seperti perbaikan berikut. 1. Dua belas orang menderita luka berat dalam kecelakaan itu. 2. Sebanyak
350
orang
pegawai
mendapat
penghargaan
dari
pemerintah. m. Kecuali didalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi, bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam t eks.
27
Bentuk Tidak baku
Jumlah pegawai di perusahaan itu 12 (dua belas) orang. Bentuk baku
Jumlah pegawai di perusahaan itu 12 orang. 1.2.4.4 Pemakaian Tanda Baca
A. Tanda Titik (.) 1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat bukan pertanyaan atau 8
seruan.
Misalnya: Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. 2. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya: a. III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa B. Direktorat Jenderal Agraria 1. … b. 1. Patokan Umum 1.1 Isi Karangan 1.2 Ilustrasi 1.2.1 8
Gambar Tangan
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan, (Jakarta:Balai Pustaka,2005). h 53
28
1.2.2
Tabel
1.2.3
Grafik
Catatan: Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf. 3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan waktu. Misalnya: Pukul 1.35.20 ( pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukan jangka waktu. Misalnya: 1.35.20 jam ( 1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam ( 20 menit, 30 detik) 5. Tanda titik dipakai diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya: Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka. 6a. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
29
Misalnya: Desa itu berpenduduk 24.200 orang 6b. Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. 6. Tanda titik tidak di di pakai pada akhir judul yang merupakan merupakan kepala kepala karangan atau kepada ilustrasi, table, dan sebagainya. Misalnya : Acara Kunjungan Adam Malik Salah Asuhan 7. Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat. Misalnya : Jalan Diponogoro 82 Jakarta 1 April 1985 Tanda Koma (,) 1. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya: Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
30
2. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim 3. a. Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat kalimat itu mendahului induk kalimatnya. kalimatnya. Misalnya: Kalau hari hujan, saya tidak akan dating. c. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya : Saya tidak akan datang kalau hari hujan Dia tau bahwa soal soal itu penting. penting. 4. Tanda koma dipakai dibelakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya : … Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. berhati -hati. … Jadi, soalnya tidak semudah itu. 5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat didalam kalimat.
31
Misalnya : O, begitu? Wah, bukan main! 6. Tanda koma dipakai dipakai untuk memisahkan petikan petikan langsung dari dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya : Kata Ibu, “Saya gembir sekali.” 7. Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya : Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. 8. Tanda koma dipakai untuk menceritakan bagian nama yang dibalik susunannya susunannya dalan daftar pustaka. Misalnya : Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltevreden: Balai Poestaka. 9. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya : Ny. Khadijah, M.A
32
10. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya : W.J.S.
Poerwadarminta,
Bahasa
Indonesia
untuk
Karang-
mengarang (Yogyakarta: (Yogyakarta: UP Indonesia, Indonesia, 1967), hlm. 4. 11. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya : 12,5 m Rp.12,50 11. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya : Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. 12. Tanda
koma
dipakai-untuk
menghindari
salah
baca-di
belakang
keterangan yang terdapat pada awal kalimat. misalnya : dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-sungguh. 13. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu brakhir dengan tanda Tanya atau tanda seru. Misalnya : “Di mana Saudara tinggal?” Tanya Karim.
33
Tanda titik koma (;) 1. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya : Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga. 2. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya : Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sbuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “PIlihan Pendengar” Tanda Titik Dua (:) 1. a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pamerian. Misalnya: Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. b. tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya : Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. 2. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
34
Misalnya : a. Ketua
: Ahmad Wijaya
Sekretaris : S. Handayani Handayani Bendahara : B. Hartawan 3. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. percakapan. Misalnya : Ibu : “Kamu sedang apa Mir!” Amir : “Sedang mengerjakan tugas Bu.”
4. Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya : Horison, XLIII, No. 8/2008: 8 Surah Yasin: 9 Dari Pemburu ke Terapeutik:Antologi Cerpen Nusantara Pedoman Umum Pembentukan Istilah Edisi Ketiga.Jakarta: Pusat Bahasa Tanda Hubung (-) 1. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris.
35
Misalnya : Di samping cara-cara lama itu ada juga cara yang baru. 2. Tanda
hubung
menyambung
awalan
dengan
bagian
kata
di
belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya : Kini ada cara yang baru untuk mengUkur panas. 3. Tanda hubung menyambung unsure-unsur kata ulang. Misanya : anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan 4. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian bagian-bagian tanggal. Misalnya : p-a-n-i-t-i-a 5. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagianbagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya : Ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000), tanggung jawabdan kesetiakawanan-sosial kesetiakawanan-sosial
36
6. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan hufur capital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan – dengan – an an (iv) singkatan berhuruf capital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya : Se-Indonesia, se-Jawa Barat, Hadiah ke-2, tahun 50-an, memPHK-kan, Hari-H, Sinar-X; Menteri-Sekretaris Negara. 7. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahan asing. Misalnya : di-smash, pen-tackle-an tanda pisah (_) 1. Tanda pisah membatas penyisipan kata atau kalimat yang member penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya : Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri. 2. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya : Rangkaian temuan ini-evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom-telah mengubah konsepsi kit tentang alam semesta.
37
3. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti‟sampai ke‟ atau‟sampai dengan‟. Misalnya : 1910-1945 Tanggal 5-10 April 1970 Tanda ellipsis (…) 1. Tanda ellipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya : Kalau begitu … ya, marilah kita bergerak 2. Tanda ellipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya : Sebab-sebab Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut. Tanda Tanya (?) 1. Tanda Tanya dipakai pada akhir kalimat Tanya. Misalnya : Kapan ia berangkat? Saudara tau, bukan? 2. Tanda Tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk untuk menyatakan bagian bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya : Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?)
38
Uangnya sebanyak sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang. Tanda Seru (!) 1. Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan
atau
perintah
yang
menggambarkan
kesungguhan,
ketidkpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat. Misalnya : Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Tanda Kurung ((…)) 1. Tanda kurung mengapit tambahan t ambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya : Bagian perancanaan sudah selesai menyusun DIK (Dafrat Isian Kegiatan) kantor itu. 2. Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya : Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) di tulis pada tahun 1962. 3. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya : Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
39
4. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu ukuran keterangan. Misalnya : Factor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal. Tanda kurung siku ( [ … ] ) 1. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya : Sang Purba men [ d] engar bunyi gemerisik. 2. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya : Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II ( lihat halaman 35-38) perlu dibentangkan di sini. Tanda Petik (“…”) 1. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya : “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebebntar!” Pasal 36 UUd 1945 berbunyi, “Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia.”
40
2. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atatu bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya : Bacalah “Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa,dari Suatu Tempat. 3. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai art khusus. Misalnya : Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba “coba dan ralat” saja. 4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya : Kata Tono, „ Saya juga minta satu.” 5. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya : Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Tanda Petik Tunggal („…‟) 1. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya : Tanya Basri, “Kau dengar bunyi „kring„kring -kring‟ tadi?”
41
2. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahn, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya : Feed- back back „balikan‟ Tanda Garis Miring 1. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwin. Misalnya : No. 7/Pk.1973 Jalan Kramat III/10 Tahun anggaran 1985/1986 2. Tanda garis miring dipakai sebagai sebagai pengganti pengganti kata atau, tiap. tiap. Misalnya : „dikirim
Dikirim lewat darat/laut
lewat
darat
atau
lewat laut‟ Harganya Rp25,00/lembar
„harganya
rp25,00
tiap
lembar‟ Tanda Penyingkat atau Apostrof („) 1. Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya : p
Ali „ kan kusurati. („ kan = akan)
42
Penulisan Unsur Serapan
1.2.4.5
Unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia, dapat di bagi atas dua golongan besar. Pertama, unsur yang belum terserap penuh ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, I‟exploitation de I‟homme par I‟homme, unsure-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya pengucapannya masih mengikuti m engikuti cara asing. Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya penulisan nya disesuaikan disesuaika n dengan kaidah bahasa Indonesia diusahakan agar ejaan asing hanya diubah
seperlunya
hingga
bentuk
Indonesianya
masih
dapat
dibandingkan dibandingkan dengan bentuk asalnya. Disamping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, implementasi dan objektif diserap secara utuh disamping kata standar, implemen, dan 9
objek.
Kata asing yang diserap diserap kedalam kedalam bahasa Indonesia adalah sebagai sebagai berikut. Kata Asing
9
Penyerapan yang
Penyerapan yang
Salah
Benar
risk
resiko
risiko
system
sistim
system
November
Nopember
November
E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi (Jakarta:
Akademika Pressindo, 2006) h.221
43
1.
taxi
taxi
taksi
apotheek
apotik
apotek
Kata 1.1
Pengertian Kata Kata adalah suatu bentuk terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri sehingga memiliki makna. Kata terdiri atas beberapa fonem. Kata terdiri atas beberapa kelas, yaitu nomina (kata benda), numeralia (kata bilangan), verba (kata kerja), konjungsi (kata sambung), adjektiva (kata sifat), artikel (kata sandang), pronomina (kata ganti), interjeksi (kata seru), adverbia (kata keterangan) dan preposisi (kata depan).
2. Frasa 2.1
Pengertian Frasa Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa.
10
Frasa berpotensi
untuk menjadi kalimat namun belum sempurna. Frasa paling sedikit harus terdiri dari dua kata dan tidak memiliki subjek-predikat. Contohnya : rumah baru itu, akan datang, tadi malam, dll.
10
Ida Bagus Putrayasa, Analisis Analisis Kalimat ,(PT. Refika Aditama. Bandung),2007, h.2
44
2.2
Pembagian Kelas Frasa 2.2.1
Frasa Nominal Frasa nominal adalah frasa yang terdiri dari nomina sebagai induk atau sebagai pusat dan unsur lain sebagai modifikator atau penjelasnya.
11
Frasa nomina merupakan frasa yang
dibentuk dengan memperluas kata benda. Contoh : sosok lelaki terpandang, mobil yang baru saja dibeli, penari lemah gemulai. 2.2.2
Frasa Pronominal Frasa yang menggunakan pronomina sebagai induknya, sedangkan sedangkan unsur lainnya l ainnya menjadi penjelas atau modifikator. Contoh : saudara sekalian, mereka itu, saya sendiri, kalian semua.
2.2.3
Frasa Verbal Frasa verbal meupakan gabungan antara verba dan verba, verba dengan adverbia atau yang lainnya.
12
Dapat dikatakan,
verba menjadi induk dari frasa ini dan unsur lain merupakan modifikator atau penjelasnya. penjelasnya. Contoh : berangkat ke sekolah, naik jabatan, pergi tanpa tujuan.
11
R. Kunjana Rahardi, Bahasa Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi,(Erlangga. Jakarta),2009, h.68
12
., h.68 Ibid .,
45
2.2.4
Frasa Adjektiva Frasa yang merupakan antara unsur adjektival sebagai unsur
utamaya
dan
unsur
lain
sebagai
penjelas
atau
modifikatornya. Contoh : sangat indah, gelap gulita, riang gembira, amat megah. 2.2.5
Frasa Numeral Dalam frasa ini, numeralialah yang menjadi unsur utama sedangkan sedangkan unsur lain l ain sebagai penjelas atau modifikator. Contoh : kesempatan kedua, dua-tiga kali, lima orang saudara.
2.2.6
Frasa Interogativa Frasa interogativa menggunakan unsur-unsur introgativa sebagai unsur utamanya. Contoh : mengapa dan bagaimana, siapa dan kenapa, kapan dan dimana.
2.2.7
Frasa Demonstrativa Frasa ini menggunakan menggunakan demonstrativa sebagai induknya. Contoh : sana dan sini, ini dan itu.
2.2.8
Frasa Preposisional Frasa yang induknya berupa unsur preposisi. Contoh : di depan, dari oleh dan untuk.
3. Klausa
46
3.1
Pengertian Klausa Klausa adalah kelompok kata satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat.
13
Dapat
juga dikatakan, bahwa klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kalimat majemuk.
14
Pada dasarnya, klausa
merupakan unsur dasar pembentuk kalimat. Penulisan klausa memiliki suatu ciri khas, yakni tidak diawali dengan huruf besar melainkan diawali dengan huruf kecil dan tidak diakhiri tanda baca seperti tanda titik, tanda seru maupun tanda tanya. 3.2
Pembagian Klausa dalam Kalimat 3.2.1
Klausa pada kalimat majemuk setara Klausa-klausa pada kalimat majemuk setara memiliki kedudukan yang sama sehingga bersifat koordinatif dan tidak saling menerangkan. Hubungan yang sifatnya koordinatif demikian
itu
menghasilkan
klausa-klausa
yang
sama
kedudukannya, kedudukannya, tidak memiliki hierarki karena klausa yang satu tidak lebih tinggi dari klausa lainnya.
15
Konjungsi yang
terdapat diantara klausa-klausaa tersebut hanya berfungsi sebagai penghubung untuk menyatukan klausa-klausa yang ada.
13
Ida Bagus Putrajasa. Op.Cit. Analisis , Analisis Kalima. Bandung, 2007, h.2
14
., h.12 Ibid .,
15
R. Kunjana Rahardi. Op.Cit . Bahasa Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, 2009, h.72
47
Contoh : Teman harus terus ditambah namun teman yang ada dilupakan jangan. Dosen sedang mengajar dan mahasiswa memperhatikan. 3.2.2
Klausa pada kalimat majemuk bertingkat Kalimat
majemuk
bertingkat
yang
dibangun
secara
subordinatif oleh klausa yang berfungsi menerangkan klausa lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hubungan antarklausa bersifat hierarkis, yaitu klausa yang satu menjadi induk sedangkan klausa lainnya menjadi klausa anak. Contoh : Dia tidak masuk kuliah hari ini karena dirawat di rumah sakit Kecelakaan tersebut terjadi akibat pengemudi bus yang ugalugalan. 5. Kalimat 5.1
Pengertian Kalimat Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa.
16
Kalimat tidak ditentukan dari banyak sedikitnya kata yang menjadi unsur pembentuknya, melainkan intonasinya. Kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda dan diakhiri [8]
dengan intonasi akhir . Secara fisik, kalimat ditulis dengan 16
Ida Bagus Putrajasa. Op.Cit. Analisis , Analisis Kalima. Bandung, 2007, h.2
48
menguunakan awalan huruf kapital dan diakhiri tanda baca seperti tanda titik, tanda seru maupun tanda tanya. Pada umumnya, kalimat dibangun atas beberapa unsur pembentuk, yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap dan keterangan. 5.2
Jenis Kalimat Berdasarkan Klausa 5.2.1
Kalimat Tunggal Kalimat tunggal, atau kalimat dasar, atau kalimat sederhana adalah kalimat yang hanya memiliki satu subjek dan satu 17
predikat. Contoh :
Sekawanan burung sedang terbang. 5.2.2
Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat yang tediri atas dua klausa atau lebih (Verhaar, 1996:275). Kalimat majemuk terdiri atas kalimat majemuk setara, kalimat majemuk bertingkat dan kalimat majemuk campuran. 5.2.2.1 Kalimat Majemuk Setara Kalimat majemuk setara adalah gabungan dari beberapa kalimat tunggal yang unsur-unsurnya sama atau kedudukannya setara. Contoh :
17
R. Kunjana Rahardi. Op.Cit Bahasa .Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta, 2009, h.87
49
Matahari terbit di ufuk timur dan para petani pergi menuju ladang. Ayah
sedang
membaca
koran
sedangkan
adik
menyapu halaman. 5.2.2.2 Kalimat Majemuk Bertingkat Jenis kalimat majemuk kedua ialah kalimat majemuk bertingkat atau kalimat maejum tak setara. Di dalam kalimat majemuk bertingkat atau tidak setara itu hubugan antara klausa yang satu dengan klausa lainnya adalah sebagi induk dan anak.
18
Contoh : Saya akan pergi jika ia tidak t idak datang. Mahasiswa itu lulus dengan nilai baik karena ia belajar keras. 5.2.2.3 Kalimat Majemuk Rapatan Kalimat majemuk rapatan adalah kalimat majemuk yang terjadi dari penggabungan beberapa kalimat tunggal yang unsur-unsurnya sama dirapatkan atau dituliskan sekali saja. Contoh :
18
., h.20 Ibid .,
19
., Ibid .,
h.5
50
19
Benteng itu ditembaki, dibom bertubi-tubi, dan diratakan dengan tanah.
51
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa. Satuan kalimat terdiri atas kata, frasa dan klausa. Setiap unsur dalam kalimat memiliki perbedaan. Kata merupakan suatu bentuk terkecil dari kalimat yang dapat berdiri sendiri sehingga memiliki makna. Frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Sedangkan klausa adalah kelompok kata satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat. 2. Saran Setelah membaca dan memahami isi dari makalah ini, diperlukan pengkajian yang lebih dalam terhadap kata, frasa dan klausa dalam kalimat. Sumber-sumber referensi lain yang mendukung pun diperlukan. Hal ini semata-mata bertujuan untuk menyempurnakan pemahaman penuh terhadap materi ini.
52
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal Zaenal dan Tasai, Tasai, S. Amran. Cermat Berbahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Akademika Pressindo.
Dewabrata, A.M. Kalimat Jurnalistik Panduan Mencermati Penulisan Berita. Jakarta : Kompas. 2004
di Hs, Widjono. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta : Grasindo. 2007.
Kridalaksana, Harimurta. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia.1986 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang ya ng Disempurnakan, Jakarta:Balai Pustaka.2005
Putrayasa, Ida Bagus. Analisis Kalimat . Bandung:PT Refika Aditama.2007. Unt uk Perguruan Tinggi. Rahardi, Kunjana. Bahasa Indonesia Untuk
Jakarta:Erlangga. 2009.
53