Konflik dalam Perusahaan
Selasa, 24 November 2009 Diposkan oleh Felix The Flexi Perusa Perusahaan haan manapun manapun pasti pasti pernah pernah mengal mengalami ami konfli konflik k intern internal. al. Mulai Mulai dari dari tingka tingkatt individu, kelompok, sampai unit. .Mulai dari derajat dan lingkup konflik yang kecil samp sampai ai yang yang besar besar.. Yang Yang rela relati tiff keci kecill sepe sepert rtii masa masala lah h adu mulu mulutt tent tentan ang g prib pribadi adi antarkaryawan, sampai yang relatif besar seperti beda pandangan tentang strategi bisnis di kalangan manajemen. Contoh lainnya dari konflik yang relatif besar yakni antara karyawan dan manajemen. Secara kasat mata kita bisa ikuti berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak konflik dalam bentuk demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan besarnya besarnya kompensasi, kompensasi, kesejahteraan, kesejahteraan, keadilan keadilan promosi promosi karir, karir, ataukah ataukah karena tuntutan hak asasi manusia karyawan. Konflik itu sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif. Faktor-faktor kondisi konflik (Robbins, Sthepen ,2003, Perilaku Organisasi): • •
• •
Harus dirasakan oleh pihak terkait Merupakan masalah persepsiAda oposisi atau ketidakcocokan tujuan, perbedaan dalam penafsiran fakta, ketidaksepakatan pada pengharapan perilaku Interaksi negatif-bersilangan Ada peringkat konflik dari kekerasan sampai lunak.
Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik: •
•
•
Konfli Konflik k vertik vertikal al yang yang terjad terjadii antara antara tingka tingkatt hirark hirarki,s i,seper eperti ti antara antara manaje manajemen men puncak puncak dan manaje manajemen men meneng menengah, ah, manaje manajemen men meneng menengah ah dan penyel penyelia, ia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa bagaimana mengalokasi sumber sumberday dayaa secara secara optimu optimum, m, mendes mendeskri kripsi psikan kan tujuan tujuan,, pencapa pencapaian ian kinerj kinerjaa organisasi, manajemen kompensasi dan karir. Konflik Horizontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran. Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divi divisi si keuan keuanga gan n mengh menghen endak dakii juml jumlah ah yang yang lebi lebih h kecil kecil kare karena na terb terbat atas asny nyaa anggar anggaran. an. Misal Misal lainny lainnyaa antara antara divisi divisi produk produksi si dan divisi divisi pemasa pemasaran ran.. Divisi Divisi pem pemas asar aran an memb membut utuhk uhkan an produ produk k yang yang bera beraga gam m sesu sesuai ai perm permin inta taan an pasa pasar. r. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara
•
terbatas karena langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang tepat. Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang. Konflik bisa terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.
Dalam konteks bekerja untuk hal-hal yang sesuai dengan tujuan perusahaan, maka konflik akan muncul, antara lain, karena beda kepentingan organisasi (departemen) dalam melakukan proses untuk mencapai tujuan perusahaan tersebut. Namun demikian, jika “tujuan perusahaan” dipersepsikan lain-lain oleh masing-masing individu pelaku konflik, maka konflik yang terjadi menjadi demikian sulit karena tidak lagi bisa diantisipasi dengan batasan-batasan aturan perusahaan. Konflik ini telah memasuki ranah ego individu, dan tergantung (serta dikendalikan oleh) masing-masing tingkatan etika yang dimiliki oleh individu-individu bersangkutan. Pada beberapa kasus yang di temui, “ketidaketisan” individual ini, sekalipun dimafhumi bersama sebagai “tidak etis”, kerap kali bisa tetap eksis karena memang dengan sengaja dimanfaatkan oleh individu-individu dengan otoritas yang lebih tinggi yang menginginkan agar konflik tetap berlangsung, untuk tujuan-tujuan lain di luar konflik itu sendiri. Karena itu, konflik organisasi, bisa saja terjadi bukan karena “tercipta” oleh dinamika organisasi, tetapi “sengaja diciptakan”, atau juga bahkan “sengaja dikelola” untuk tujuantujuan lain yang sifatnya individual dan tidak berkorelasi dengan tujuan organisasi perusahaan. Konflik jenis ini telah menjadi “tantangan” yang tidak mudah bagi banyak pelaku organisasi dalam memastikan berjalannya proses organisasi dan berorganisasi yang “sesuai aturan”.
MENGELOLA KONFLIK Model pendekatan pengelolaan konflik begitu beragam bergantung pada jenis lingkup, bobot, dan faktor-faktor penyebab konflik itu sendiri. Ada yang menerapkan pendekatan negosiasi, dinamika kelompok, pendekatan formal dan informal, pendekatan gender, pendekatan kompromi, pendekatan mediasi, dsb. Dalam prakteknya ternyata tidak semudah ucapan. Apalagi kalau konflik itu diciptakan seseorang dengan maksud tidak untuk membangun organisasi yang sehat. Melainkan untuk kepentingan pribadi dan klik, misalnya dalam membangun kekuasaan, kekuatan dan pengaruh. Kepentingan individu dan klik ditempatkan di atas kepentingan perusahaan. Ketika itu terjadi maka keteganganketegangan akan timbul mulai dari ketidaksepakatan misalnya tentang suatu tujuan dan kebijakan perusahaan, pertanyaan-pertanyaan sinis terhadap orang-pihak lain, serangan verbal yang keras, ancaman dan ultimatum, serangan fisik, dan bahkan penghancuran atau pembunuhan karakter orang lain. Lalu mengapa konflik perlu dikelola? Apa untungnya? Bukankah nanti akan reda dengan
sendirinya? Tidak juga, karena kalau tidak dikelola bakal menjadi semakin parah. Bahkan berkembang menjadi kekerasan fisik dan non-fisik.Tak ada ujung solusi. Proses produksi, distribusi, dan transaksi bisnis akan sangat terganggu. Persoalan pribadi pun akan berkembang menjadi kebencian dan dendam mendalam. Yang rugi adalah karyawan, manajemen, dan tentu saja perusahaan. Kalau dikelola dengan baik maka secara bertahap ketegangan konflik diharapkan semakin mereda dan pada gilirannya suasana akan pulih kembali. Yang menjadi pertanyaan, dimulai dari segi mana pengelolaan konflik seharusnya dilakukan. Dan bagaimana pendekatannya?. Uraian berikut lebih menggambarkan prinsip-prinsip pendekatan ketimbang uraian beragam jenis pendekatan secara teknis. Ada tiga pendekatan yakni : (a) Pendekatan Pencegahan, 1. Meningkatkan partisipasi seluruh elemen pelaku organisasi khususnya subordinasi dalam perumusan kebijakan dan perencanaan perusahaan, 2. Melakukan sosialisasi dan internalisasi strategi dan kebijakan perusahaan, 3. Penyediaan sumberdaya yang dibutuhkan dalam proses produksi dan distribusi secara lengkap dan bersinambung, 4. Membangun struktur organisasi yang fleksibel dalam mengembangkan komunikasi dan koordinasi yang efektif serta dinamika kelompok, 5. Membangun suasana kekeluargaan dan kebersamaan secara psikologis. (b) Pendekatan Penghindaran o Menarik diri secara ikhlas dari konflik sebelum datangnya konflik yang parah, o Setiap yang berkonflik siap menghilangkan keegoannya masing-masing, o Kesediaan membuka pintu maaf. (c) Pendekatan Pemecahan konflik. • •
• •
Yang berkonflik saling mengidentifikasi penyebab konflik secara terbuka, Memperkecil perbedaan-perbedaan; sebaliknya menumbuhkan pemahaman bersama tentang kerugian adanya konflik yang berkepanjangan, Mengembangkan tujuan dan kepentingan bersama di antara yang berkonflik,Menggunakan peran mediator yang netral, obyektif, akhli, dan berpengalaman.
KONFLIK DALAM SUATU PERUSAHAAN ANTAR KARYAWAN November 28th, 2009 • Related • Filed Under
Konflik dapat saja terjadi tidak hanya karena kepentingan antar individu, keluarga dan antar kelompok sosial yang berbeda, melainkan banyak kepentingan yang bertentangan, sehingga mereka berupaya untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan mereka sendiri dan jelas berupaya untuk mengalahkan kepentingan dan kebutuhan orang lain. oleh karenanya Solusi merupakan jalan yang terbaik untuk diambil, solusi merupakan suatu tindakan memilih dimana kita bisa menyelesaikan suatu masalah dengan cara yang terbaik dengan berbagai macam cara yang positif tentunya dan mendukung. disini saya mengambil satu contoh konflik dengan karyawan dalam perusahaan/organisasi. Jika saja ada salah satu karyawan anda, yang mengeluh karena kurangnya kerjasama antar rekan kerja yang selama ini anda bilang bagus yang disatu tugaskan dengannya, dengan penuh emosi si karyawan tersebut mengungkapkan kekecewaannya pada anda akan keluh kesah dengan rekan kerjanya. lalu meminta anda untuk segera melakukan tindakan ?? Berikut ini adalah langkah yang dapat Anda ambil untuk mengatasi konflik antar karyawan. 1. Dengarkan kedua belah pihak. Untuk memberikan solusi yang tepat sasaran,sebelumnya Anda harus tahu persoalan dari berbagai sisi. Dengarkan versi masalah dari tiap karyawan yang terlibat. Membiarkan mereka mengeluarkan pendapat dan perasaan, membantu menenangkan mereka agar lebih siap untuk berkompromi dan negosiasi. 2. Tunjukkan empati kepada kedua belah pihak. Tunjukkan bahwa Anda mengerti situasi yang sedang terjadi. Hal ini tidak berarti Anda harus setuju dengan pendapat karyawan, tapi tunjukkan bahwa Anda memahami duduk persoalan. 3. Fokus pada masalah, bukan pada pribadi yang bermasalah. Ingatkan dan jaga agar mereka tetap fokus pada masalah yang sedang dihadapi pada saat ini, tanpa mengaitkan masalah dengan hal-hal yang tidak relevan. Hal ini juga berlaku untuk diri Anda sebagai seorang pemimpin. 4. Tanyakan pendapat mereka. Tanyakan apa menurut mereka yang diperlukan untuk memecahkan masalah. Apakah mereka bersedia untuk mendiskusikan masalah mereka? Apakah mereka bersedia untuk melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain? Apa solusi yang diusulkan dari masing-masing pihak? 5. Buat keputusan. Setelah solusi didapat, buatlah keputusan yang jelas dan tegas, lalu tetap monitor situasi dan perkembangan pasca konflik. 6. Be a good sheperd. Tuntun tiap pihak untuk mendapatkan consensus akan konflik mereka. Yakinkan mereka bahwa negosiasi dan kompromi adalah hal yang harus dilakukan untuk mendapatkan win-win solution.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai pendapat, ialah bahwa konflik adalah suatu proses yang bermula dari konflik lama yang masih terpendam. Jika tidak diselesaikan akan semakin membesar dan membahayakan organisasi. Kemudian Untuk menyelesaikannya, Solusi lah yang tepat untuk diambil dalam membereskan suatu masalah. karena tanpa solusi masalah tidak akan selesai dan malah akan berakibat panjang untuk kedepannya baik dalam kehidupan sosial maupun dalam Organisasi/Perusahaan.
Konflik Agraria Pada Masa Prakemerdekaan June 3rd, 2010 Konflik Agraria Pada Masa Prakemerdekaan Hubungan Agraris Penguasa Versus Rakyat Periode Prakolonial Konflik Agraria di Indonesia pada masa prakolonial tidak lepas dari hubungan hubungan agraris antara penduduk yang satu dan penduduk yang lain,antara komunitas yang satu dan komunitas yang lain,antara penduduk dan elite (desa),antara elite ( kerajaan ) yang satu dengan yang lainnya.Pembahasan tentang hubungan hubungan agraris tidak dapat di lepaskan dari pembahasan tentang awal mula penguasaan tanah,karena dasar hubungan agraris akan selalu berkaitan dengan pola pola penguasaan tanah yang ada.Menurut Van Setten van der Meer,hak menguasai tanah pada awalnya bersumber dari kerja seseorang membuka hutan atau tanah tanah yang semula tak tergarap.Van der Meer kemudian menyatakan bahwa tanah yang baru saja di buka di kenal sebagai tanah bakalan.Pembukaan tanah dan percetakan sawah di lakukan oleh beberapa orang bersama sama menjadikan tanah tersebut milik gabungan.Jikalau seluruh penduduk desa bekerja bersama membuka tanah bagi kepentingan semua warga masyarakat desa,tanah bukaan tersebut menjadi kolektif sebagai sawah desa ( Van Setten van der Meer ). Pendapat diatas mengasumsikan bahwa rasio manusia dan tanah masih tak terbatas,sehingga memungkinkan orang untuk memiliki atau menguasai tanah seluas mungkin sesuai dengan kemampuannya membuka lahan.Penguasaan tanah bukanlah suatau hal yang dominan dalam hubungan agraris.Hal yang lebih penting adalah penguasaan atas sumber daya manusia karena seberapa besar seseorang mampu menguasai sumber daya manusia,sebesar itu pulalah penguasaan tanah akan bermakna. Menurut Burger di lihat dari pola hubungan produksi,menyatakan bahwa masyarakat bahwa masyarakat jawa prakolonial sampai tahun 1800an terbagi menjadi dua kondisi.Pertama,di desa desa terdapat kehidupan ekonomi yang sederhana ( subsistence ).Kedua,kehidupan masyarakat yang terikat pada hubungan hubungan kekuasaan dan ketaatan kepada kekuasaan raja raja,bupati bupati,dan kepala kepala yang berada diatas kekuasaan desa (feodal ).Dalam sistem feodal,ada tiga pihak yang msing masing berkepentingan dalam sistem penguasaan tanah,yaitu raja,priyayi dan rakyat atau petani ( wong cilik ).Selain tanah sebagai lambang struktur kekuasaan raja,untuk memperkuat posisi kerajaan,penguasaan terhadap sumber daya manusia,dalam hal ini adalah jumlah rakyat,sangat di perlukan dalam upaya memperluas wilayah.Demikian pula apabila membutuhkan banyak tenaga kerja untuk pembangunan,raja membentuk penguasa tanah yang bertanggung jawab terhadap sumbangan pajak dan kerja bakti.Semakin banyak raja membutuhkan tenaga kerja,semakin banyak pula pembentukan sikep baru.Hal ini mengakibatkan terjadinya pengambilan tanah tanah yang sebelumnya di kuasai sikep lama oleh pihak kerajaan untuk di berikan kepada sikep baru. Akibatnya,konflik konflik agraria yang terjadi pada masa itu berhubungan dengan diambilnya tanah tanah yang semula di kuasakan kepada petani.Konflik ini juga merupakan manifestasi kegelisahan petani akibat pengambilalihan tanah tanah mereka secara paksa oleh pihak kerajaan yang di sebut potong ( pancasan ) dari sikep lama kepada sikep baru(Mackenzie dalam Onghoklam ).Implikasi dari konflik konflik yang sering
terjadi di beberapa bagian kerajaan menyebabkan timbulnya ketidakstabilan ini bisa dilihat dari luasnya wilayah sebuah kerajaan melalui penaklukan kerajaan kerajaan kecil.Penaklukan ini otomatis berbanding lurus dengan kumlah penduduk ( cacah ) yang berhasil dikuasai. Masa imperialisme diawali dengan ketertarikan bangsa bangsa eropa untuk mencari sumber rempah rempah yang sudah sejak lama menjadi mata dagangan dunia.Pada masa itu,Nusantara sudah terkenal sebagai wilayah yang kaya akan rempah rempah.Setelah bangsa Portugal berhasil menguasai Malaka,maka munculah dorongan untuk mulai menguasai pasaran rempah rempah Nusantara yang sebelumnya di kuasai kerajaan kerajaaan Jawa. Mulailah berbagai konflik yang muncul akibat perebutan pasaran sember daya rempah rempah.Portugis mulai meluaskan monopoli perdagangan rempah rempah,khususnya ke wilayah timur,seperti ambon,ternate tidore dll,dan portugis juga menguasai aceh,sehingga timbul banyak perlawanan dari berbagai kerajaan di tanah air dan merugikan kedua belah pihak,menyebakan keadaan ekonomi kerajaan itu menjadi lemah,kondisi semakin memburuk saat Belanda datang ke Indoensia pada akhir abad ke 16.Melalui VOC,mereka melakukan monopoli juga.Untuk melagenggkan kekuasaan,VOC berusaha menggabungkan diri dengan raja raja yang dianggap sangat berpengaruh dengan cara membantu otokrasi raja raja dan kaum bangsawan. Pada masa prakolonial dan kolonial,konflik agraria yang muncul bersifat vertikal dan sangat tergantung dari berlakunya sistem dan mekanisme aturan yang ada.Jauh sebelum masa kolonialisme,konflik agraria yang terjadi berdampingan erat dengan aturan feodal yang mengikat bahwa tanah adalah milik raja sehingga hampir semua konflik agraria bermuara pada kepentingan vertikal antara raja dan rakyat.Dalam masa prakolonial,yang terlibat dalam konflik adalah semua lapisan masyarakat yang memiliki kepentingan sama dalam menentang struktur feodal yakni melawan kelas pemilik tanah feodal. Periode Kolonial Pada masa kolonial,penjajah menggantikan kedudukan raja untuk menguasai tanah dengan cara berperang melawan kerajaan dan kesultanan.Peraturan feodal yang mengikat sering menyebabkan konflik agraria antara petani yang di beri hak apanage dan raja sebagai pemilik tanah.Sementara itu,peraturan dan kebijakan agraria yang di terapkan pemerintah kolonial menyebabkan konflik konflik agraria antara pihak pemerintah kolonial yang lebih sering bersekongkol dengan raja melawan kaum elite pedesaan yang bersatu dengan massa rakyat yang semuanya bermuara pada persoalan siapa yang lebih berkuasa atas tanah. Kolonialisme telah menandai masuknya kapitalisme ke pedesaan,dan gerakan petani timbul manakala terjadi penguasaan tanah oleh dominasi asing.Pola pola konflik yang terjadi menunjukkan adanya gerakan yang tidak semata mata berasal dari s atu kelas sosial tetapi bahkan hampir semua gerakan petani di pimpin oleh kaum elit yang merasa di rugikan oleh sistem pemerintahan kolonial.Kolonialisme ternyata semakin mempertajam konflik antar golongan yang terjadi di dalam masyarakat feodal.Akibatnya,konflik antar golongan terjadi karena masing masing pihak menganut norma dan nilai yang bertentangan. Ciri dari gerakan petani secara keseluruhan menampakkan pola yang sama yakni berupa aktivitas perlawanan dan penolakan terhadap dominasi asing dan struktur kelembagaan modern yang menyertainya,pada masa itu,kaum tani merupakan pendukung kekuatan fisik yang potensial.Pada masa Daendels,seperti dilaporkan Vam der Broek (1891 ),pemberontakan-pemberontakan petani yang di pimpin sultan sultan secara berturut turut antara tahun 1808-1818 menelan korban jiwa hampir seperlima dari jumlah penduduk.Sampai dengan dimulainya masa tanam paksa pada tahun 1830,pemberontakan petani di daerah ini tidak pernah surut.Dibawah sistem tanam paksa,pemberontakan pemberontakan petani terus terjadi dan mengganggu kedamaian.Pemberontakan petani tahun 1830 meletus ketika penanaman nila dijalankan di karesidenan Cirebon,diikuti denghan proses proses petani di desa desa karerna di paksa menyerahkan sepertiga sampai setengah luas sawah untuk memenuhi kebutuhan tanaman dan pelipatgandaan kerja wajib Vitalis.Disinilah permasalahan agraria muncul,yakni ketika seluruh tanah milik pemegang apanage telah diambil alih kolonial.Kedudukan mereka menjadi seperti pemegang apanage di
areal yang di sewa oleh raja.Akibat kebutuhan tenaga kerja dalam sistem tanam paksa meningkat,Belanda tidak lagi berminat terhadap pajak berupa hasil bumi atau uang seperti halnya pemegang apanage terhadap tuan tanah dalam sistem feodal,tetapi meminta areal tanah beserta penggarapnya.Seperti yang dikatakan Sartono,pada abad ke 19 di daerah pedesaan seperti Banten bermunculan konflik konflik agraria yang diakibatkan oleh eksploitasi tenaga petani yang melampaui batas. Konflik konflik Berlevel Lokal Dilihat dari pola umum,konflik yang terjadi bersifat lokal dan cenderung mewakili reaksi reaksi lokal terhadap keresahan khusus.Ini di bukukan dengan fenomena munculnya reaksi sama dalam wilayah tertentu dalam waktu yang singkat tetapi dengan frekuensi aksi pemberontakan petani yang tinggi pada setiap masanya. Rakyat versus Raja,Bangsawan dan Kolonial Dalam struktur masyarakat feodal,paling tidak ada 3 faktor yang mempunyai kepentingan terhadap tanah yaitu raja.bangsawan dan rakyat.Pada masyarakat ini,dilihat dari sisi pihak yang terlibat,konflik dapat dilkasifikasikan menjadi konflik struktral dan horisontal.Konflik struktural terjadi antara masyarakat dan pihak kerajaan sebagai akibat penerapan berbagai kewajiban,sementara konflik horisontal banyak berkaitan dengan konflik yang terjadi antar sikep akibat kebijakan kerajaan dalam hal pancasan.Walaupun demikian,dari beberapa sumber di peroleh keterangan bahwa k onflik struktural lebih dominan dari pada horisontal.Setelah dikeluarkannya Undang Undang Agraria 1870,aktor yang terlibat konflik mulai bergeser dengan hadirnya pemilik modal perkebunan.Banyaknya tanah yang dikuasai,terlebih lagi terjadinya pengambilan tanah tanah penduduk untuk kemudian digunakan sebagai perkebunan serta adanya perkebunan di sekitar atau di tengah perkampungan penduduk,menyebabkan banyak konflik antara rakyat dan pihak perkebunan.
Penerapan Sistem E-Office Menandai Era Baru Pelayanan Keimigrasian Ditulis oleh Agato P.P. Simamora Selasa, 12 Agustus 2008
Saat ini Ditjen Imigrasi telah memasuki era baru dalam memberikan pelayanan keimigrasian. Sistem pelayanan yang selama ini manual mulai awal juni lalu mulai ditinggalkan dengan diterapkannya sistem e-office. Peluncuran system Eoffice dilakukan oleh Dirjen Imigrasi pada 2 Juni 2008 di Ditjen Imigrasi. Pada kesempatan itu Dirjen Imigrasi mengirimkan prasasti elektronis berupa Instruksi Direktur Jenderal Imigrasi sebagai tanda dimulainya penerapan secara serentak sistem E-office yang digelar melalui interkoneksi di 103 kanim dan 33 Divisi Imigrasi di 33 propinsi diseluruh Indonesia, 1 Unit Khusus, 1 AIM dan 1 Ditjenim. Aplikasi sistem E-office dapat dipergunakan untuk melayani, memantau, serta mengidentifikasi setiap Perpanjangan dan alih status Ijin Tinggal ; Permohonan baru, perpanjangan, konversi, duplikat, alih jabatan, alih sponsor bagi pemegang KITAS/KITAP ; Kewarganegaran Ganda Terbatas ; ERP/MERP/EPO ; sampai pada perubahan nama, alamat, status sipil dan kewarganegaraan orang asing. Melalui aplikasi yang tersedia, pelayanan jasa keimigrasian bagi warga negara asing dilakukan melalui transaksi elektronis, baik prosedur mekanisme tiap tahapan proses dan, alur kerja. Sistem E-office memiliki delapan k eunggulan. Pertama, sebagai paltform pengembangan sistem keimigrasian yang berkelanjutan, karena aplikasi yang ada dapat menampung pengembangan terstruktur dari Enhance Cekal System (EHS), Border Control Mangement (BCM), Passanger Management System (PMS) dan E-Passport. Dalam konteks ini Basyir mengungkapkan bahwa para Direktur Jenderal Imigrasi terdahulu telah meletakan rencana dasar grand design berupa Sistem Informasi dan Manajemen Keimigrasian (SIMKIM), sistem E-Office merupakan wujud nyata tindak lanjut secara bertahap dengan penyempurnaanpenyempurnaan sesuai perkembangan kemajuan tehnologi dan tutuntan kebutuhan masyarakat. Kedua, menciptakan standarisasi pelayanan keimigrasian. Melalui prosedur dan mekanisme setiap tahapan
penerimaan, pemeriksaan, serta penyelesaian berkas, suatu persetujuan dan penerbitan keputusan hanya dapat dikeluarkan berdasarkan otoritas yang secara limitatif (terbatas) ditetapkan dalam program aplikasi. Kebijakan yang didasarkan atas keputusan subjektif petugas dapat minimalisir karena proses dilakukan by system. Efek domino yang diharapkan adalah konflik kepentingan petugas dengan pemohon dapat ditekan. Masarakat dan petugas sama-sama didorong oleh sistem melakukan hak dan kewajiban masing-masing. Ketiga, pelayan keimigrasian menjadi lebih cepat karena bekerja secara manual digantikan secara elektronis. Kalau sebelumnya permohonan diajukan dari Merauke harus dilayangkan m elalui surat ke Kantor Wilayah di Jayapura dan kemudian diteruskan ke Ditjenim di Jakarta, dan ketika mendapat persetujuan maka dilakukan melalui pengiriman surat ke Jayapura dan diteruskan ke Merauke. Dengan sistem baru proses administrasi dapat dilakukan secara elektronis, karena input data dari Merauke dapat ditampilkan secara real time di Jayapura dan Jakarta begitu sebalikya. Contoh lainnya ketika kantor imigrasi di Sabang mendeportasi orang asing maka kantor wilayah di propinsi serta kantor pusat di ibukat dapat mengakses identitas, alasan pedeportasian, alasan dimasukkan dalam daftar cekal atau tidak. Hal ini sangat membawa dampak positif bahwa setiap unit pelaksana di daerah akan tau bahwa kinerjanya diawasi dengan demikian diharapkan akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan t ugas. Keempat, dimilikinya data base WNA terpusat berupa identitas pribadi, ijin keimigrasian, data sponsor, jabatan, jenis pekerjaan, perubahaan alamat sampai dengan perubahan nama dan k ewarganegaraan akan terekam di Pusat Data Keimigrasian (Pusdakim). Keberadaan orang asing di Indonesia ak an terdata dengan akurat bahkan tahun 2009-2010 melalui Border Control Mangement (BCM), Passanger Management System (PMS) setiap orang yang keluar masuk wilayah dapat diketahui secara pasti. Bahkan historical kapan orang asing itu masuk, keluar, lama tinggal, alamat tinggal dapat diketahui secara akurat. Sebelumnya sangat sulit mencari data kapan dan dari mana seseorang masuk atau keluar wilayah Indonesia, karena harus mencari satu persatu lemba E/D Card dan passanger list yang ada di 126 pelabuhan laut dan udata yang menjadi Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Kedepan dengan semakin banyak input data orang asing serta integrasi BCM dan PMS maka dengan mudah dan cepat dapat ketahui data orang asing. Dalam perspektif keamanan nasional kelengkapan data base dapat dipergunakan instansi terkait untuk meminimalkan dampak negatif keberadaan orang asing, sedangkan dalam perspektif ekonomi dapat diketahui sentra-sentra orang asing disuatu wilayah, berapa jumlah, jenis pekerjaan, anggota keluarga sehingga pemerintah daerah dan pelaku bisnis dapat memaksimalkan dampak posistif kehadiran orang asing diwilayah tersebut. Kelima, memiliki document management system. Alur proses penyekesaian berkas setiap tahapan dilakukan oleh sistem. Peromohonan yang tidak lengkap tidak dapat mengikuti proses lanjuta. Petugas yang tidak memiliki otorisasi tidak dapat melakukan verifikasi berkas. Hal yang membawa perbedaan signifikan adalah data orang asing dapat diolah menjadi berbagai informasi baik berupa inventarisasi, rekapitulasi, sistem pelaporan internal menjadi lebih efektif dan efisien karena kompilasi data-data yang diperlukan dapat segera disajikan oleh program dapat digunakan sebagai bahan analisa pengambilan keputusan. Keenam, proses digitalisasi file. Setiap lampiran permohonan berupa persyaratan dan atau data pendukung disimpan dalam bentuk file digital memudahkan proses penemuan kembali. Data digital tersebut dapat diakses oleh kantor didaerah, wilayah, dan pusat. Masalah klasik tentang penyimpan puluhan juta lembar kertas akibat penambahan arsip namun tidak diikuti dengan penambahan ruangan dapat diatasi. Ribuan meter persegi ruangan dikantor-kantor imigrasi dan rumah detensi, TPI laut dan Udara dapat dimaksimalkan. Ketujuh, integrasi sistem cekal. Sebelumnya sistem cekal memiliki sistem terpisah sehingga dalam alur proses kerja dilakukan oleh petugas Akhusus. Sekarang sistem cekal telah treintegrasi dalam sistem E-office. Keuntungannya mata rantai birokrasi dapat dipangkas. Sistem ini juga dapat digunakan sebagai intrumen penyebaran informasi penambahan dan/atau pengurangan daftar cekal secara real time. Hal ini akan memberikan jaminan kepasatian hukum bagai seseorang bilamana sesoarang masuk dalam daftar cekal atau hilang dalam daftar cekal. Kedelapan, komunikasi via voip. Melalui sistem E-office komunikasi internal antar petugas imigrasi diseluruh Indonesia sampai ke pelosok dapat terjangkau dan tanpa biaya sambungan t elekomunikasi. Pengunaan anggaran keuangan negara akan lebih dapat ditekan.
Sistem Baru Pembuatan Paspor Tidak Hambat Imigrasi Awasi cegah Tangkal Ditulis oleh Admin Jumat, 29 Agustus 2008
Jakarta, Menanggapi pemberitaan sebuat surat kabar nasional mengenai pergantian peralatan lama ke sistem baru pembuatan paspor bisa menjadi celah bagi seseorang yang masuk dalam daftar cekal untuk meloloskan diri l, yang sayangnya hanya berupa statement narasumber tanpa dijelaskan bagaimana hal itu dapat terjadi. Dapat dijelaskan
bahwa tidak benar seseorang yang masuk dalam daftar cegah tangkal dapat membuat paspor dalam masa peralihan sistem penerbitan paspor. Dasar pernyataan ini melalui konstruksi pemikiran sebagai berikut : 1.
Bahwa konsepsi pembangunan sistem informasi tehnologi keimigrasian yang dikembangkan dijajaran Imigrasi merupakan suatu konsep integral dan holistik. Sedangkan strategi perencanaan dan pelaksanaannya menggunakan konsepsi pengembangan dan pembangunan yang berkesinambungan dengan langkah pelaksanaan secara parsial (terpisah) namun semuanya menuju satu kesatutan (integrasi) kesisteman. 2. Saat ini imigrasi memiliki sistem aplikasi Cekal yang secara kesisteman merupakan aplikasi sistem yang mandiri (terpisah) yang dikelola secara terpusat oleh Pusat Data Keimigrasian pada Ditjen Imigrasi. Penambahan dan pengurangan daftar cegah tangkal sepenuhnya dilakukan terpusat yang manghasilkan suatu data base cekal. Data base cekal ini dapat terkoneksi dengan semua sistem aplikasi keimigrasian yang ada, baik sistem pelayanan WNA maupun WNI. 3. Sistem aplikasi penerbitan paspor dan sistem aplikasi cekal merupakan sistem yang berbeda dan terpisah. Namun sistem penerbitan paspor baru yang dibangun dapat diintegrasikan dengan data base sistem cekal. Aplikasi sistem penerbitan SPRI/paspor (sistem baru) meliputi keseluruhan rangkaian tahapan pembuatan paspor sejak penerimaan berkas sampai pada pencetakan paspor. Integrasi/koneksi database cekal terjadi pada tahap ke-4 yaitu tahapan penerimaan berkas, tahapan entry data pemohon, tahapan pemindaian (scanning) persyaratan yang dilampirkan, dan tahapan verifikasi data base cegah tangkal. 4. Pada tahapan verifikasi data base cegah tangkal, ketika petugas melakukan entry data, maka sistem secara otomatis akan terkoneksi dengan data base cegah tangkal. Apabila tahapan ini tidak dapat dilaksanakan maka sistem tidak akan beralih ke tahap selanjutnya. Oleh karena ini kekhawatiran bahwa sistem baru dapat meloloskan orang yang ada dalam sistem cekal terkait dengan peralihan peralatan baru adalah kurang tepat. Jelas bahwa tahapan verivikasi cekal adalah termasuk bagian dari tahap awal dari sistem pembuatan paspor. Tanpa melewati tahapan aplikasi cekal permohonan paspor tidak dapat melanjutkan tahapan berikut apalagi sampai pada tahapan pencetakan paspor. Bagi Imigrasi, pemeriksaan cegah tangkal itu sudah harga mati yang harus muncul dalam setiap proses pelayanan keimigrasian. ***