1
AGROFORESTRY, UPAYA KONSERVASI TANAH DAN AIR DALAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) (Bentuk Pengelolaan Lahan dalam rangka memperbaiki kesuburan tanah dan pengaturan tata air) Oleh: Abdul Razak 1 2008
Abstrak Pengelola Pengelolaan an sumberday sumberdaya a alam untuk kepenetin kepenetingan gan ekonomi ekonomi terkadang terkadang mengabaikan faktor lingkungan suatu yang berdampak pada kerusakan DAS. DAS.Sa Sala lah h satu satu satu satu cont contoh oh adal adalah ah defo defore rest stas asii yang yang terja terjadi di tela telah h meny menyeb ebab abka kan n bany banyak akny nya a laha lahan n krit kritis is dan dan tida tidak k dapa dapatt di olah olah,, yang yang akhirnya ditelantarkan. Bentuk usaha perekonomian ini telah menyebabkan menurunnya kualitas tanah dan air, sehingga berdampak pada kekeringan dan banjir. Untuk mengatasi hal ini diperlukan upaya konservasi dengan penekanan pada pemulih lihan kualita itas ling ingkungan (tanah dan air), r), namun tetap memperhatikan ekonomi masyarakat disekitarnya. Agroforestr Agroforestry y salah satu cara konservasi konservasi tanah tanah dan air secara secara vegetatif vegetatif dinilai mampu untuk mengatasi permasalahan penurunan kualitas lahan, dan dan peni pening ngka kata tan n ekon ekonom omi. i. Deng Dengan an pene penera rapa pan n sist sistim im agro agrofo fore rest stry ry dihara diharapk pkan an mamp mampu u menge mengemb mbali alikan kan fungsi fungsi konser konservas vasii tanah tanah dan dan air sebagai sistim penyangga kehidupan. Kata Kunci ; Agroforestry, Konservasi tanah dan air, Daerah Aliran Sungai
1. Mahasiswa Pascasarjana / S2, MKSDAL, Kehutanan UGM
2
Pendahuluan Perusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan, puluhan daerah aliran sungai atau DAS masuk kategori kritis. Data dalam buku laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2006 itu sekaligus juga diartikan kondisi ke-60 DAS memprihatinkan. "Beberapa parameter daerah aliran sungai itu berarti di bawah standar," kata Kepala Bidang Sungai Deputi III Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan
Konservasi
Sumber
Daya
Alam
dan
Pengendalian
Kerusakan Lingkungan Hermono Sigit di Jakarta. (Kompas, 2007) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan DAS tersebut sangat merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi, menurunnya kesuburan tanah, produksi pertanian menurun, dan sebagainya. Kerusakan DAS tersebut perlu segera ditangani secara komprehensif melalui perencanaan pengelolaan DAS yang baik sehingga kerusakan lingkungan dapat segera diminimumkan dan pada gilirannya dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan penduduk. Bagian hulu adalah zona terpenting yang perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian Daerah Aliran sungai. Pengelolaan sumberdaya alam di daerah ini akan berdampak pada kualitas tanah dan air sekitar DAS tersebut. Usaha-usaha pertanian disini haruslah diupayakan mengadopsi teknologi-tenologi yang mangacu pada prinsip-prinsi konservasi, karena perubahan vegetasi seperti keterbukaan lahan, maka akan berdampak kepada peningkatan erosi, dan dampak-dampak lain yang berkaitan dengan degradasi lahan. Menurut Zulrasdi et, al (2005) Kerusakan daerah aliran sungai sangat erat hubungannya sebagai
daerah
dengan
tangkapan
kelestarian
hujan. Apabila
hutan
di daerah hulu
hutan
mengalami
kerusakan, maka dapat dipastikan terjadi banjir pada daerah aliran
3
sungai. Untuk itu berusaha tani di daerah DAS, harus diikuti konservasi lahan.
Foto : Zulrasdi et,al (2005).
Gambar 1 : Degradasi bagian hulu suatu DAS
Agar kelestarian
sumber
daya
alam
dan keserasian
ekosistem dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan maka pengelolaan
DAS
harus
dilakukan
sebaik mungkin, yang meliputi :
1.
Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2.
Kelestarian
3.
Pemenuhan
4.
Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam
dan
keserasian
kebutuhan
ekosistem (lingkungan hidup)
manusia
yang berkelanjutan
dengan manusia Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi et, al. 2005): 1. Pengelolaan lahan •
Sesuai kemampuan lahan
•
Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
•
Melindungi
lahan
dari
tanaman penutup tanah •
Penggunaan mulsa.
ancaman
erosi dengan menanam
4
2.
Pengelolaan Air Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya air dalam hal : •
Jumlah air yang memadai
•
Kwalitas air
•
Tersedia air sepanjang tahun
3. Pengelolaan Vegetasi Pengelolaan
vegetasi
pemeliharaan
vegetasi
pada
hutan
tangkapan
air
maupun
sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh
dengan cara: •
Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti: yang
sangat
dianjurkan
dengan rumput
bambu
di pinggiran sungai, kemudian diikuti seperti:
Rumput gajah,
Rumput Setaria, Rumput Raja, dan lain-lain
sebagainya.
Penanaman
makanan
ternak
ini dimaksudkan untuk
penghalang terjadinya
erosi pada tanah. •
Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki kemiringan Pembuatan teras.
•
Bila
pada lahan tersebut terdapat
kemiringan, maka perlu dibuat teras.
4. Usaha Tani Konservasi Usaha
tani
konservasi
adalah
penanaman lahan
dengan
tanaman pangan serta tanaman yang berfungsi untuk mengurangi erosi (aliran permukaan) dan mempertahankan kesuburan tanah. Prinsip usaha tani konservasi : •
Mengurangi
sekecil
mungkin
aliran
air permukaan dan
meresapkan airnya sebesar mungkin ke dalam tanah. •
Memperkecil pengaruh negatif air hujan yang jatuh pada
5
permukaan tanah •
Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian.
Sistim difokuskan
pengelolaan pada
bentuk
lahan upaya
dengan
pendekatan
konservasi
tanah dan
konservasi air
guna
penanggulangan erosi permukaan dan menjaga hilangnya kesuburuan tanah. Tanpa adanya teknik-teknik penanaman yang menitik beratkan pada konservasi, maka akan semakin banyak lahan yang kritis, dan hanya dapat dikelola dalam jangka pendek, sementara untuk jangka panjang, produktifitasnya akan menurun. Lahan kritis adalah lahan yang karena tidak sesuai penggunaan tanah
dan
kemampuannya,
telah
mengalami
atau dalam
proses
kerusakan fisik-kimia-biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidroorologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya. Lahan kritis dan marjinal di Indonesia
mencapai
hidroorologisnya
43
dan
juta
setiap
ha,
diantaranya
tahunnya
masih
20
juta
terus
ha
kritis
bertambah
(Soewandito, et al 2002). Untuk memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak, maka dapat dilakukan upaya konservasi tanah, dengan rekayasa-rakayasa teknis. Namun upaya konservasi tanah dan air ini dalam memperbaiki serta meningkatkan produkstifitas lahan, haruslah benar-benar tepat sesuai dengan kondisi lahan pemilihan vegatasi serta iklim. Menurut Sinukaban (1995), seperti yang dikutip Marwah (2001), dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut : 1.
Produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah
melanjutkan usahanya 2.
Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat
mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.
6
3.
Teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun
teknologi konservasi dapat diterima dengan senang hati dan diterapkan sesuai kemampuan petani sendiri sehingga sistem usahatani tersebut dapat diteruskan tanpa intervensi dari luar. 4.
Komoditi yang diusahakan cukup beragam, sesuai kondisi
biofisik, sosial dan ekonomi 5.
Erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga
produksi yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan fungsi hidrologis tetap terpelihara dengan baik. 6.
Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan
investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk tetap berusahatani. Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) dalam Suhardi (2003) yaitu : 1.
Agronomi
yang
meliputi
teknis
agronomis
seperti
TOT,
minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman, dll. 2.
Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
3.
Struktur/konstruksi yaitu
bangunan konservasi seperti teras,
tanggul, cek dam, Saluran, dll. 4.
Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan. Agroforrestry merupakan suatu konsep yang dianggap tepat untuk
memadukan konsep-konsep usaha tani dalam rangka peningkatan ekonomi dan konservasi.
7
Agroforestry sebagai suatu Sistim Pengelolaan Lahan
Pengertian Agroforestry Hudges Agroforestry
(2000)
sebagai
dan bentuk
Koppelman
dkk.,(1996)
menumbuhkan
mendefinisikan
dengan
sengaja
dan
mengelola pohon secara bersama-sama dengan tanaman pertanian dan atau makanan ternak dalam sistem yang bertujuan menjadi berkelanjutan secara ekologi, sosial dan ekonomi. Secara sederhana adalah menanam pohon dalam sistem pertanian. (Sa’ad, 2002) Reijntjes, (1999), menyatakan Agroforestry sebagai pemanfaatan tanaman kayu tahunan secara seksama (pepohonan, belukar, palem, bambu) pada suatu unit pengelolaan lahan yang sama sebagai tanaman yang layak tanam, padang rumput dan atau hewan, baik dengan pengaturan ruang secara campuran atau ditempat dan saat yang sama maupun secara berurutan dari waktu ke waktu.(Sa’ad, 2002) King and Chandler, (1978) dalam Andayani, (2005) mendefinisikan agroforestry adalah ; Suatu system pengelolaan lahan yang lestari untuk meningkatkan hasil, dengan cara memadukan produksi hasil tanaman pangan (termasuk hasil pohon-pohonan) dengan tanaman kehutanan dan/atau kegiatan peternakan baik secara bersama-sama maupun berurutan pada sebidang lahan yang sama, dan menggunakan cara-cara pengelolaan yang sesuai dengan pola kebudayaan penduduk setempat. King (1978) dan Koppelman dkk., (1996) seperti yang dikutip Sa’ad (2002) menyebutkan bahwa sistem agroforestry dapat dikelompokkan menurut struktur dan fungsi, sebagaimana agroekologi dan adaptasi lingkungan, sifat sosio ekonomi, aspek budaya dan kebiasaan (adat), dan cara pengelolaannya.
8
Implementasi Sistem Agroforestry
Ada berdasarkan
beberapa
cara
kombinasi
klasifikasi
komponen
agroforestry pohon,
diantaranya
tanaman,
:
padang
rumput/makanan ternak dan komponen lain yang ditemukan dalam agroforestry (Sa’ad 2002) 1. Agrosilviculture
:
Campuran
tanaman
dan
pohon,
dimana
penggunaan lahan secara sadar untuk memproduksi hasil-hasil pertanian dan kehutanan.
sumber : Sabarnurdin, 2004
Gambar 2 : Pola tumpang sari Perpaduan kehutanan dan pertanian
2. Silvopastoral : Padang rumput/makanan ternak dan pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil kayu dan sekaligus memelihara ternak.
9
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 3 : Perpaduan Hutan pinus dan peternakan 3. Agrosilvopastoral : tanaman, padang rumput/makanan ternak dan pohon, pengelolaan lahan hutan untuk memproduksi hasil pertanian dan kehutanan secara bersamaan dan sekaligus memelihara hewan ternak. 4.
Sistem lain , yang meliputi :Silvofishery : pohon dan ikan Apiculture
: pohon dan lebah Sericulture : pohon dan ulat sutera Selain praktek-praktek sistem agroforestry diatas Marseno (2004), juga menyajikan bentuk lain sistem agroforestry yang berbasis pelestarian lingkungan yaitu ; 1.
Riperian Buffer Forest (Hutan Penyangga tepi sungai) ; fungsinya
menjaga kondisi alami di sepanjang sungai, menjaga erosi dan meningkatkan biodiversitas. Sistim penyangga tidak hanya untuk ekosistim tepi sungai, namun juga memberikan perlindungan terhadap pengeolahan tanah disekitarnya. (lihat Gambar 4).
10
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 4 : Hutan Penyangga Tepi Sungai
2. Windbreaks Fungsinya
untuk
melindungi
tanaman-tanaman
pertanian
yang
sensitive terhadap angina seperti gandum dan sayuran (gambar.5). Pola-pola ini hampir menyerupai pola penanaman dalam agroforestry yaitu trees along border yaitu penanaman tanaman kehutanan di sekitar tanama pertanian (Sabarnurdin,2004)
Sumber : Marseno, 2004
Gambar 5 : Hutan Pemecah Angin
11
Agroforestry dalam upaya Konservasi Tanah dan Air
Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Prof Dr. Ir. Muhjidin Mawardi MEng, bahwa terdapat paling tidak empat faktor utama yang menentukan keberhasilan rekayasa konservasi tanah dan air, yaitu sifat-sifat fisik tanah dan lahan, sifat hujan, interaksi antara hujan dengan tanah dan lahan yang menghasilkan air limpasan permukaan dan infiltrasi, serta simpanan air dalam tanah. (Ujianto,2006). Agroforestry dalam konservasi tanah dan air adalah bagaimana pengaruh kondisi vegetasi suatu hamparan lahan didalam mengatur tata air memperbaiki kesuburan lahan. Bagaimana perpaduan pola tanam dan kolaborasi antar macam kegiatan ekonomi yang berbasis agroforestry yang mengarah perbaikan kondisi lingkungan, sehingga manfaat multi fungsi dapat dirasakan. Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk (Noordwijk, et al. 2004 ) : 1.
Intersepsi air hujan. Selama
mengintersepsi
kejadian hujan, tajuk pohon dapat
dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk
lapisan tipis air. 2.
(waterfilm) pada permukaan daun dan batang yang selanjutnya
akan mengalami evaporasi sebelum jatuh ke tanah. Banyaknya air yang dapat diintersepsi dan dievaporasi
tergantung pada indeks luas daun
(LAI), karakteristik permukaan dau n,
dan
kar akt eri sti k
huj an.
In te rs ep si merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah, tetapi dapat diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi, peran intersepsi pohon penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir. 3.
Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindun gi
permukaan tanah dari pukulan langsu ng tetesa n air hujan yang da pat menghancurkan agregat tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan menyebabkan penyumbatan pori
12
tanah makro sehin gga mengha mbat infi ltr asi air tana h, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran lapi san seresah dalam melindungi ketahan annya
permukaan terhada p
tanah
sangat
pelapu kan;
dipengaruhi
seresa h
berkualitas
oleh tinggi
(mengandung hara, terutama N tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak bertahan lama. 4.
Infiltrasi air . Proses infiltrasi tergantung pada struktur tanah pada
lapisan permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur tanah juga dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya tergantung kepada bahan organic (seresah di permukaan, eksudasi organik oleh akar, dan akar-akar yang mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama cacing tanah), penting
untuk mengantisipasi adanya
proses peluruhan dan penyumbatan pori makro tanah. 5.
Serapan air . Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai
lapisan tanah untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan daun. Faktor– faktor yang mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi pohon, distribusi akar dan terhadap cekaman parsial air tersedia.
respon fisiologi pohon
Serapan air oleh pohon
diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat disimpan dari kejadian hujan beri kutnya,
seh ingga
akan
dan
mempengaruhi
proses
infiltrasi
aliran
selanj utnya permukaan.
Serapan air pada musim kemarau, khususnya dari lapisan tanah bawa h akan mempengaruhi jumlah air tersedia untuk ‘aliran lambat’ (slow flow ). 6.
Drainase lansekap.
lahan)
dipengar uhi
permukaan tanah,
Besarnya drainase suatu lansekap (bentang oleh beberapa faktor antara lain kekasaran relief
permukaan
tanah
yang
memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama sehingga mendorong terjadi nya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran permukaan yang dapat memicu terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow ).
13
Peran Agroforestry dalam konteks hidrologi lebih pada skala Lansekap (Widianto,2004) : 1.
Infiltrasi à Peresapan
2. Evapotranspirasi 3. Penyaringan (filter) sedimen, hara 4.
Limpasan permukaan
5.
Menjaga base-flow à Kekeringan
à
Banjir
Kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman, pada kondisi iklim dan lingkungan yang sesuai. Untuk mempertahankan produksi memelihara
atau
tetap
mempertahankan
lestari, maka cara untuk
kesuburan
adalah
dengan
memciptakan penggunaan lahan dalam kondisi ekosistem alami (Barrow, 1991, cit Maylinda et al, 2003). Menurut
Sitanala
Arsyad
(1989),
konservasi
tanah
adalah
penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukkannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Konservasi tanah mempunyai hubungan yang erat dengan konservasi air. (Beydha, 2002) Keberlanjutan sistem penggunaan lahan sangat tergantung pada fleksibilitasnya dalam keadaan lingkungan yang terus berubah. Adanya keanekaragaman sumberdaya genetik yang tinggi pada tingkat usahatani akan menunjang fleksibilitas ini (Reijntjes, 1999). Beberapa tindakan mendekati sasaran
pertanian berkelanjutan
(Padmowijoto, 2004) ; 1. Lebih mendekati pada proses alami, seperti siklus hara, dan fixasi N atmosfer. 2. Mengurangi penggunaan input eksternal yang potensial
yang tidak bisa diperbarui,
merusak lingkungan atau mengancam
petani dan konsumen.
kesehatan
14
3. Lebih produktif dalam menggunakan potensi biologi dan genetik tanaman dan
species ternak.
4. Produksi lebih menguntungkan dan efisien dengan menekankan pada manajemen usaha secara integrasi, dan konservasi tanah, air, energi dan sumber biologi. Menurut
FAO
(1989),
agroforestri merupakan
suatu
sistem
penggunaan lahan yang tepat untuk mendukung pertanian berkelanjutan, karena disamping memiliki konstribusi produksi yang nyata dan beragam, juga fungsi konservatif terhadap lingkungan dan keadaan sosial sehingga menjamin ekonomi yang lebih luas dan keamanan pangan lebih tinggi. Agroforestry pada dasarnya
adalah pola pertanaman yang
memanfaatkan sinar matahari dan tanah yang `berlapis-lapis` untuk meningkatkan produktivitas lahan. Ambil contoh berikut ini. Pada sebidang tanah, seorang petani menanam sengon (Paraserianthes falcataria) yang memiliki tajuk (canopy) yang tinggi dan luas. Di bawahnya, sang petani menanam tanaman kopi (Coffea spp) yang memang memerlukan naungan untuk berproduksi. Lapisan terbawah di dekat permukaan tanah dimanfaatkan untuk menanam empon-empon atau ganyong (Canna edulis) yang toleran/tahan terhadap naungan. Bisa dimengerti bahwa dengan menggunakan pola tanam agroforestry ini, dari sebidang lahan bisa dihasilkan beberapa komoditas yang bernilai ekonomi. Akan tetapi sebenarnya pola tanam
agroforestry sendiri
tidak
sekedar untuk
meningkatkan produktivitas lahan, tetapi juga melindungi lahan dari kerusakan
dan
mencegah
penurunan
kesuburan
tanah
melalui
mekanisme alami. Tanaman kayu yang berumur panjang diharapkan mampu memompa zat-zat hara (nutrient ) di lapisan tanah yang dalam, kemudian ditransfer ke permukaan tanah melalui luruhnya biomasa (Budiadi,2005). Manfaat
Lingkungan
Agroforestry (Sabarnurdin, 2004) ;
yang dapat
diperoleh
dari
sistem
15
1. Mengurangi tekanan terhadap hutan, sehingga fungsi kawasan hutan tidak terganggu (tata air, keanekaragaman hayati dll); 2.
Lebih efisien dalam recicling unsur hara melalui pohon berakar dalam di lokasi tsb.;
3. Perlindungan yang lebih baik terhadap sistem ekologi daerah
hulu
DAS; 4.
Mengurangi aliran permukaan, pencucian hara dan erosi tanah ;
5.
Memperbaiki
iklim mikro,
mengurangi
suhu permukaan
tanah,
mengurangi evapotranspirasi karena kombinasi mulsa dari tanaman setahun/semusim dan naungan pohon; 6.
Meningkatkan hara tanah dan struktur tanah melalui penambahan yang kontinyu hasil proses dekomposisi bahan organik ; Dari teori-teori yang dikemukakan diatas, dapat diartikan bahwa
sistem agroforestry cukup flexible untuk diterapkan di bagian hulu sungai yang mengalami kekritisan lahan, dalam rangka pemulihan kondisi lahan tersebut. Hanya yang perlu diatur adalah ; 1.
Pemilihan perpaduan atau kombinasi sistem agroforestry
yang tepat yang disesuaikan dengan karakteristik lahan. 2.
Pemilihan jenis yang tepat didalam rangka pengembalian
kesuburan tanah dan terbentuknya kembali sistim hidrologi lahan. 3.
upaya pembentukan strata yang tepat dalam rangka
rekayasa konservasi tanah dan air, tanpa mengeyampingkan fungsi ekonomi dari kegiatan agroforestry tersebut.
Pemillihan Jenis Tanaman, dan Perpaduan Agroforestry terkait upaya konservasi Peran agroforestry dalam mengatasi
Kegiatan
Dalam
lahan yang marginal,
Padmowijoto (2004), menyebutkan bahwa tanaman leucaena (lamtoro) yang ditanam rapat dengan jarak antara baris
satu meter, mampu
menghasilkan pupuk hijau sebanyak 120 ton/ha/tahun,
sehingga dapat
memberikan 1000 kg nitrogen, 200 kg asam fosfat dan 800 kg potasium,
16
berturut-turut setara dengan 100 sak (50 kg) ammonium sulfat, 20 sak (50 kg) super fosfat dan 24 sak (50 kg) potasium muriate Fixaksi n atmosfer menambah kesuburan, murah dan tidak mengganggu lingkungan. Penambahan pupuk hijau gliricidia maculata meningkatkan kandungan phosphorus sekitar 26-37% pada berbagai tipe tanah serta meningkatkan N, Fe dan Mn. Akar legume dalam sistem alley cropping (penanaman sistem jalur) berfungsi sebagai pompa mineral. Batang legume yang berada diatas tanah dalam bentuk alley cropping mampu menahan run off dan mampu menurunkan besaran erosi tanah miring dari 96,9 ton/ha menjadi hanya 0,8 ton/ha dan setelah tiga tahun program berjalan, balance hara tanah jadi positif artinya lebih banyak hara yang kembali kedalam tanah dibanding yang hilang. Menurut Oosterling (1927), yang berperan langsung bukanlah keadaan tegakan hutan, melainkan kemampuan serasah menyerap air dan kesarangan tanah hutan. Meskipun hutan berada dalam keadaan utuh, akan tetapi seresah tidak terbentuk atau hilang dan tanah bersifat mampat, penyaluran permukaan pada waktu hujan deras tetap besar (Notohadiprawiro,1981). Dengan demikian pemilihan jenis sangat diperlukan didalam perpaduan tanaman pada sistem agroforestry. Kombinasi agroforestry dalam upaya konservasi lebih di konsentrasikan pada komposisi jenis, dan strata tajuk yang dibentuk. Hal ini terkait dengan penutupan lahan yang sangat berpengaruh terhadap hidrologi suatu lahan. Selain itu dalam rangka mengembalikan kesuburan tanah maka diperlukan jenis-jenis dan pola perpaduan kegiatan yang mampu meningkatkan produktifitas lahan, seperti tanaman legume yang mampu mengikat N di udara, serta sistem agrosilvopasoral (kombinas tanaman pertanian, kehutanan dan peternakan) yang dapat meningkatkan unsur hara tanah, dan porositas tanah yang memudahkan terjadinya infiltrasi, sehinggga memperbaiki sistem hidrologi.
17
Kesimpulan dan Saran
1. Pengelolaan
sumberdaya
alam
di
bagian
hulu
DAS
telah
menyebabkan kualitas lahan menurun (banyaknya lahan kritis dan perlu upaya perbaikan) 2.
Upaya untuk memperbaiki kualitas DAS dapat diterapkan bentuk
pertanian berkelanjutan melalui sistem agroforestry dengan kombinasi berbagai kegiatan usaha. 3.
Agroroforestry dengan input teknologi yang lain dan didukung oleh
kearifan
lokal
(indigeneous
knowledge)
dapat
mengembalikan
kesuburan dan kondisi tata air suatu lingkungan DAS dengan mempertimbangkan perpaduan kegiatan agroforestry dan pemilihan jenis tanaman, tanpa mengabaikan tatanan sosial dan ekonomi masyarakat.
Tinjauan Pustaka/Sumber Referensi Marwah Sitti, 2001. Daerah Aliran Sungai (Das) Sebagai Satuan Unit Perencanaan Pembangunan Pertanian Lahan Kering Berkelanjutan Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. www.tumoutou.net Soewandito, Hasmono et.al 2002. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Permukaan, Sedimen Dan Unsur Hara, Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.4, No.5, www.iptek.net.id Suhardi, 2003. Efektifitas Vegetatif Dalam Konservasi Tanah Dan Air Pada Suatu Das, Makalah Pengantar Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. www.tumoutou.net Ujianto, Bambang, 2006. Faktor Penentu Rekayasa Konservasi Tanah dan Air. Suara Merdeka Cybernews. Sa'ad, Asmadi. 2002, Agroforestry Sebagai Salah Satu Alternatif Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Di Indonesia. Makalah
18
Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Download www.tumoutou.net Anonim, 2007. 60 DAS di Indonesia Minta Prioritas Penanganan, Kompas Online. www.terranet.com Anonim, 2007 Indonesia kenalkan Agroforestry ke Jepang Suara Merdeka publication by www.bainahsaridewi.wordpress.com Padmowijoto, Soemitro 2004 Pengembangan Model Pertanian Terpadu, Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Marseno Djagal W. 2004. Post Harvest Technology Development And Dissemination Of Agroforestry-Based Products, Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Andayani, Wahyu. 2005. Ekonomi Agroforestry, DEBUT Press, Jogjakarta. Budiadi, 2005. Agroforestry, mungkinkah mengatasi permasalahan sosial dan lingkungan?. Inovasi Online. Download www. mio.ppi.jepang.org Zulrasdi. Noer, .Sjofjendi, 2005. Pertanian di Daerah Aliran Sungai, Lembaga Informasi Pertanian, BPPT Sumatera Barat Maylinda, Sucik et al. 2003. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Dengan Sistem Agroforestri. Makalah Falsafah Sains, Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor. Download www.tumoutou.net Widianto. 2004. Agroforestry for Upland Husbandry : a Farmers’ Friendly. Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Noordwijk, Meine van, et al. 2004. Peranan Agroforestri Dalam Mempertahankan Fungsi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS). Download www.worldagroforestrycentre.org Sabarnurdin, M. Sambas. 2004. Agroforestry : Konsep, Prospek Dan Tantangan Presentasi Workshop Agroforestry 2004, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta