1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dismenore primer Dismenore primer merupakan nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat-alat genital yang nyata. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat pula dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2009). Dismenore Dismenore primer merupakan sebuah kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya aktivitas uterus
yang
disebabkan
karena
meningkatnya
produksi
prostaglandin
(Lowdermilk,2012). Prevalensi wanita yang mengalami dismenorea dismenorea di Indonesia diperkirakan 55% wanita wanita usia produktif tersiksa oleh nyeri selama menstruasi. Angka kejadian dismenorea dismenorea tipe primer di Indonesia adalah sekitar 54,89% yang menyebabkan mereka tidak mampu melakukan kegiatan apapun dan ini akan menurunkan kualitas hidup pada individu masing-masing (Proverawati, 2009). Dismenorea Dismenorea merupakan salah satu masalah ginekologi yang paling sering terjadi dan dapat mempengaruhi lebih dari 50% wanita yang menyebabkan ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas
harian
selama
1
sampai
3
hari
setiap
bulannya.
Ketidakhadiran remaja disekolah adalah salah satu akibat dari dismenorea dismenorea primer mencapai kurang lebih 25% (Reeder, 2011).
1
2
Penelitian yang dilakukan Alatas (2016) ditemukan bahwa bentuk dismenore primer yang banyak dialami oleh remaja adalah kekakuan atau kejang di bagian bawah perut. Rasanya sangat tidak t idak nyaman sehingga menyebabkan mudah marah, gampang tersinggung, mual, muntah, kenaikan berat badan, perut gembung, punggung terasa nyeri, sakit kepala, tegang, lesu, dan depresi . Alatas (2016) dismenore primer dismenore primer telah menjadi suatu kondisi yang merugikan bagi banyak wanita dan memiliki dampak besar pada kualitas hidup terkait kesehatannya. Akibatnya, dismenore dismenore juga memegang tanggung jawab atas kerugian ekonomi yang cukup besar karena biaya obat, perawatan medis, dan penurunan produktivitas. produktivitas. Penelitian yang dilakukan Tanna (2016) menyatakan terdapat beberapa dampak
dari
dismenore dismenore diantaranya,
mengganggu
aktivitas
sehari-hari,
ketidakhadiran mahasiswi dalam perkuliahan,absensi perkuliahan,absensi kerja pada wanita sehingga memiliki efek negatif pada kualitas hidup, menurunnya aktivitas fisik, menurunnya konsentrasi belajar, dan mengalami hubungan sosial yang buruk. Situasi ini tidak hanya memiliki dampak signifikan terhadap kualitas hidup dan pribadi kesehatan tetapi juga dapat memiliki dampak ekonomi global. (Tanna, 2016). Abbaspour, Z (2006) dalam penelitiannya didapatkan sebagian wanita merasakan nyeri hebat yang sangat menyiksa bahkan menyebabkan kesulitan berjalan ketika haid menyerang. Banyak wanita terpaksa harus berbaring karena nyeri hebat yang dirasakan sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun. Beberapa wanita bahkan pingsan dan muntah yang menyebabkan penderita
2
Penelitian yang dilakukan Alatas (2016) ditemukan bahwa bentuk dismenore primer yang banyak dialami oleh remaja adalah kekakuan atau kejang di bagian bawah perut. Rasanya sangat tidak t idak nyaman sehingga menyebabkan mudah marah, gampang tersinggung, mual, muntah, kenaikan berat badan, perut gembung, punggung terasa nyeri, sakit kepala, tegang, lesu, dan depresi . Alatas (2016) dismenore primer dismenore primer telah menjadi suatu kondisi yang merugikan bagi banyak wanita dan memiliki dampak besar pada kualitas hidup terkait kesehatannya. Akibatnya, dismenore dismenore juga memegang tanggung jawab atas kerugian ekonomi yang cukup besar karena biaya obat, perawatan medis, dan penurunan produktivitas. produktivitas. Penelitian yang dilakukan Tanna (2016) menyatakan terdapat beberapa dampak
dari
dismenore dismenore diantaranya,
mengganggu
aktivitas
sehari-hari,
ketidakhadiran mahasiswi dalam perkuliahan,absensi perkuliahan,absensi kerja pada wanita sehingga memiliki efek negatif pada kualitas hidup, menurunnya aktivitas fisik, menurunnya konsentrasi belajar, dan mengalami hubungan sosial yang buruk. Situasi ini tidak hanya memiliki dampak signifikan terhadap kualitas hidup dan pribadi kesehatan tetapi juga dapat memiliki dampak ekonomi global. (Tanna, 2016). Abbaspour, Z (2006) dalam penelitiannya didapatkan sebagian wanita merasakan nyeri hebat yang sangat menyiksa bahkan menyebabkan kesulitan berjalan ketika haid menyerang. Banyak wanita terpaksa harus berbaring karena nyeri hebat yang dirasakan sehingga tidak dapat mengerjakan sesuatu apapun. Beberapa wanita bahkan pingsan dan muntah yang menyebabkan penderita
3
mengalami kelumpuhan aktivitas untuk sementara waktu. Kelainan ini meskipun tidak menyebabkan kematian namun akan sangat mengganggu bagi penderita dismenore. dismenore. Menurut penelitian Fitriana (2013), mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan dismenore dismenore primer adalah psikologis (stres), status gizi,dan usia menarche. menarche. Selain faktor tersebut, Maryam (2016) menyebutkan bahwa riwayat keluarga yang mengalami dismenore dismenore juga menjadi salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap dismenore primer. dismenore primer. Salah satu penyebab dismenore dismenore adalah faktor psikologis, salah satu faktor psikologis adalah stres. Stres dapat mengganggu kerja sistem endokrin sehingga dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit saat menstruasi atau dismenore ( dismenore ( Hawari, 2008). Dismenorea Dismenorea secara umum terjadi karena faktor ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Kemungkinan lain,
dismenorea dismenorea dapat
dihubungkan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, stres, serta fungsi serotonin yang dialami penderita (Lubis, 2013). Wangsa (2010) mengatakan tingkat insiden tertinggi dismenore dismenore terjadi pada perempuan yang mempunyai tingkat stres sedang hingga stres berat. Menurut Puji (2009), saat stress tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostagalandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan. Peningkatan estrogen secara berlebihan dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri. Selain itu,
4
hormon adrenalin juga meningkat sehingga menyebabkan otot tubuh menjadi tegang termasuk otot rahim dan dapat menimbulkan nyeri ketika menstruasi. Penelitian yang dilakukan Naik (2014) di India menyebutkan prevalensi dismenorea pada wanita mencapai 33% sampai 79,67%. Dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara tingkat stres dengan dismenorea. Pada penelitian yang dilakukan Maryam (2016) terhadap 136 mahasiswi dengan rentang usia 19-22 tahun didapatkan bahwa ada hubungan antara stress dengan dismenore. Penelitian tersebut mengatakan bahwa wanita yang memiliki tingkat stres tinggi memiliki 79% kemungkinan untuk mengalami dismenore yang lebih parah. Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Nagma (2015) di India tentang mengevaluasi efek stres terhadap fungsi menstruasi menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara stres dengan dismenorea. Status gizi merupakan salah satu faktor dari dismenore primer. Kelebihan berat badan dapat mengakibatkan dismenore primer, karena di dalam tubuh orang yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembulih darah (terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi terganggu dan timbul dismenore primer (Widjanarko, 2006). Untuk pertumbuhan yang normal, seorang remaja putri memerlukan kecukupan nutrisi, energi, protein, lemak, dan suplai semua nutrien yang menjadi basis pertumbuhan. Makanan yang bergizi tinggi dan berlemak tinggi yang berasal dari hewan menyebabkan pertumbuhan berat badan
5
pada remaja putri, sehingga kadar estrogen meningkat. Kadar hormon yang meningkat ini mempengaruhi usia menarche. Usia menarche yang cepat adalah < 12 tahun yang menjadi faktor risiko terjadinya dismenorea primer (Danielle, 2011). Faktor resiko terjadinya dismenore primer selanjutnya adalah riwayat keluarga dismenore. Ehrenthal (2006) mengungkapkan bahwa riwayat keluarga (ibu
atau
saudara
perempuan
kandung)
yang
mengalami
dismenorea
menyebabkan seorang wanita untuk menderita dismenorea parah, hal ini berhubungan karena kondisi anatomis dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Maryam (2016) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dismenore merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian dismenore primer. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 21 April 2017 pada 10 orang mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas angkatan 2013 menemukan, sebanyak 8 orang yang mengalami stres sedang dan 2 orang yang mengalami stres berat karena berbagai faktor seperti, masalah keuangan, kesulitan dalam penyusunan skripsi, serta kesulitan dalam memahami jurnal bahasa asing. Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas angkatan 2013 merupakan mahasiswa tahun akhir yang sedang menyelesaikan tugas akhir berupa skripsi. Masalah-masalah yang umum dihadapi oleh mahasiswa dalam menyusun skripsi adalah banyaknya mahasiswa yang tidak mempunyai kemampuan dalam tulis menulis, adanya kemampuan akademis yang kurang memadai, serta kurang adanya ketertarikan mahasiswa pada penelitian (Slamet, 2003).
6
Masalah dalam penyusunan skripsi juga disebabkan oleh adanya kesulitan mahasiswa dalam mencari judul skripsi, dana yang terbatas, serta adanya kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing (Riewanto, 2003). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shenoy (2000) tekanan yang dialami mahasiswa dalam akademik berupa penyusunan proposal skripsi, hidup mandiri, dan pengaturan keuangan yang bisa merupakan faktor yang potensial menghasilkan stres. Mahasiswi yang mengalami stres sedang memiliki keluhan diantaranya otototot terasa tegang serta mengalami gangguan tidur. Kemudian mahasiswi yang mengalami stres berat memiliki keluhan seperti penurunan konsentrasi, keletihan meningkat,gangguan tidur serta perasaan takut yang meningkat. Selain itu, mahasiswa Fakultas Keperawatan angkatan 2013 merupakan angkatan dengan jumlah yang banyak yaitu 135 mahasiswa yang terdiri dari 130 mahasiswi dan 5 mahasiswa. Dengan jumlah yang banyak tersebut, permasalahan mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas angkatan 2013 menjadi meningkat, seperti: semakin sulitnya mahasiswa mencari judul skripsi karena banyaknya peluang judul skripsi yang sama. Banyak mahasiswa yang sedang menyusun skripsi merasa diberi beban berat, akibatnya kesulitan-kesulitan yang dirasakan tersebut berkembang menjadi perasaan negatif yang akhirnya dapat menimbulkan ketegangan, kekhawatiran, stres, rendah diri dan frustasi (Andarini & Fatma, 2013). Dari hasil studi pendahuluan tersebut terdapat 2 mahasiswi yang mengalami tingkat stres berat juga mengalami derajat dismenore berat. Kemudian 8 mahasiswi yang mengalami tingkat stres sedang mengalami derajat dismenore primer yang berbeda-beda, diantaranya : 1 mahasiswi mengalami derajat
7
dismenore ringan, 5 mahasiswi mengalami derajat dismenore sedang, dan 2 mahasiswi mengalami derajat dismenore berat. Beberapa mahasiswi mengalami keluhan seperti meningkatnya rasa nyeri di bawah perut sebelum dan saat menstruasi, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, sebagian aktivitas menjadi terganggu, serta tidak dapat berkonsentrasi saat belajar. Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 memiliki rentang usia 21-22 tahun. Hasil penelitian Novia (2016) didapatkan dismenore primer paling banyak terjadi pada wanita dengan golongan umur 21-25 tahun. Hal ini karena pada usia ini terjadi optimalisasi fungsi saraf rahim sehingga sekresi prostaglandin meningkat, yang akhirnya timbul rasa sakit ketika menstruasi yang disebut dismenore primer. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat stres dengan derajat dismenorea primer pada mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan tingkat stres dengan derajat dismenorea primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017.
8
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan
dengan
derajat
dismenorea
primer
pada
Mahasiswi
Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi derajat dismenorea primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 b. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat stress pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 c. Mengetahui
distribusi
frekuensi
status
gizi
pada
Mahasiswi
Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 d. Mengetahui distribusi frekuensi usia menarche pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 e. Mengetahui distribusi frekuensi riwayat keluarga dismenorea pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 f.
Mengetahui hubungan tingkat stres dengan derajat dismenore primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017
g. Mengetahui hubungan status gizi dengan derajat dismenore primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 h. Mengetahui hubungan usia menarche dengan derajat dismenore primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017.
9
i.
Mengetahui hubungan riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai tambahan kepustakaan dan pengetahuan ilmiah bagi mahasiswa dan institusi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas terutama dalam bidang medikal bedah mengenai hubungan tingkat stres dengan derajat dismenore primer. 2. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan peneliti tentang Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat Dismenore Primer pada Mahasiswa Keperawatan Universitas Andalas 3. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan tingkat stres dengan derajat dismenorea primer pada mahasiswi di Fakultas Keperawatan Unand tahun 2017.
10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Dismenorea Primer 1. Definisi Dismenore Primer
Dismenorea primer adalah nyeri haid yang dijumpai tanpa kelainan pada alat genital yang nyata (Winkjosastro, 2009). Dismenore primer adalah menstruasi yang sangat nyeri dan tidak adanya penyebab patologis (Dawood, 2007). Menurut Lowdermilk (2012), Dismenore primer merupakan sebuah kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya aktivitas
uterus
yang
disebabkan
karena
meningkatnya
produksi
prostaglandin. Dismenore atau nyeri haid yang dirasakan sebelum atau saat menstruasi adalah salah satu dari masalah ginekologi yang paling umum pada wanita dari segala usia. Banyak remaja mengalami dismenore primer di 3 tahun pertama setelah menarke. Paling banyak ditemukan wanita dewasa muda berusia 17 sampai 24 tahun yang mengalami keluhan nyeri menstruasi yang menyakitkan (Lowdermilk, 2012). Dismenore primer secara langsung berkaitan dengan terjadinya ovulasi sebelumnya serta ada hubungan antara kontraksi otot uterus dan sekresi prostaglandin (Wong, 2009).
11
2. Klasifikasi Dismenore Primer
Setiap wanita mempunyai pengalaman nyeri dismenore yang berbeda-beda, dimana hal itu muncul rasa tidak nyaman, letih, sakit yang dapat mengganggu aktifitas sehari-hari. Nyeri akan berkurang setelah menstruasi, namun ada beberapa wanita nyeri bisa terus dialami selama periode menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009). Klasifikasi dismenore primer bedasarkan derajat nyeri menurut Wijayarini (2004), adalah : a. Dismenore ringan Dismenore yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari dan biasanya berlangsung antara 1 sampai 2 hari dengan terasa nyeri pada perut, jarang memerlukan obat anti nyeri dan jarang mengganggu aktifitas. b. Dismenore sedang Dismenore ini membuat klien memerlukan obat penghilang rasa nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktifitas, terasa nyeri pada perut, dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Dismenore ini biasanya nyeri berlangsung antara 3 sampai 4 hari. c. Dismenore berat Dismenore berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual.
12
3. Etiologi Dismenorea Primer
Menurut
Prawirohardjo
(2005),
banyak
teori
yang
telah
dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Ternyata beberapa faktor dianggap berperan sebagai penyebab dismenore primer yaitu : a. Faktor Kejiwaan Pada
faktor
kejiwaan
ini
penyebab
timbulnya
dismenore
disebabkan karena rasa bersalah, konflik dengan kewanitaannya dan tidak dapat penerangan
tentang proses haid yang baik sehingga
timbulah dismenore. Pada remaja yang secara emosional tidak stabil, apabila mereka tidak mendapatkan penerangan yang baik tentang proses haid maka mudah timbul terjadinya dismenore. Ketidaksiapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenore (Hurlock, 2007). Remaja dan ibu-ibu yang emosinya tidak stabil lebih mudah mengalami nyeri menstruasi (Proverawati & Misaroh, 2009). b. Faktor Konstitusi Maksud dari faktor ini adalah faktor yang menurunkan ketahanan tubuh terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor yang termasuk dalam ini adalah anemia, dan lain-lain. c. Faktor obstruksi kanalis servikalis
13
Faktor obstruksi kanalis merupakan teori yang paling tua yang menjelaskan proses terjadinya dismenore. Biasanya faktor obstruksi kanalis servikalis ini biasanya terjadi pada wanita dengan uterus hiperenefleksi. d. Faktor endokrin Dismenore primer merupakan akibat dari kontraksi uterus yang berlebihan. Hal yang paling utama yang menyebabkan dismenore primer oleh faktor endokrin adalah hormon estrogen, progesteron, dan prostaglandin. Hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, dan hormon progesteron menghambat
terjadinya
dismenore.
Teori
menyatakan bahwa nyeri menstruasi timbul karena peningkatan produksi prostaglandin (oleh
dinding
rahim)
saat
menstruasi.
Anggapan ini mendasar pengobatan dengan anti prostaglandin untuk meredakan nyeri menstruasi (Proverawati & Maisaroh, 2009). 4. Manifestasi Dismenore Primer
Rasa nyeri dismenore primer timbul tidak lama sebelumnya atau bersama-sama dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat rasa nyeri ialah kejang berjangkit-jangkit, biasanya terbatas pada perut bawah, tetapi dapat menyebar ke daerah pinggang dan paha. Bersamaan dengan rasa nyeri dapat dijumpai rasa mual, muntah, sakit kepala, diare, iritabilitas, dan sebagainya (Winkjosastro, 2009).
14
Berikut ini gejala-gejala umum pada dismenore primer (Dito, 2008) yaitu : a. Malaise (rasa tidak enak badan) b. Fatigue (lelah) c. Nausea (mual) dan Vomiting (muntah) d. Diare e. Nyeri punggung bawah f.
Sakit kepala
g. Kadang-kadang dapat disertai dengan vertigo, perasaan cemas, gelisah hingga jatuh pingsan. h. Nyeri perut Gejala lain dismenore primer (Mansjoer, 2005) adalah sebagai berikut : a. Usia lebih muda b. Nyeri perut atau panggul bawah biasanya berhubungan dengan onset aliran menstruasi dan berlangsung selama 8-27 jam c. Dapat menjadi nyeri pada paha dan punggung, sakit atau nyeri kepala, diare, mual, muntah d. Tidak dijumpai kelainan pada pemeriksaan fisik 5. Patofisiologis
Sampai saat ini patofisiologi terjadinya dismenore masih belum jelas karena banyak faktor yang menjadi penyebabnya (Junizar, 2001).
15
Namun saat ini yang paling dipercaya dalam meningkatkan rasa nyeri pada dismenore primer adalah Prostaglandin (Harel, 2006). Pada dismenore primer akan dijumpai peningkatan produksi prostaglandin oleh endomatrium dengan produksi terbanyak selama menstruasi. Selama menstruasi, sel-sel endomatrium yang terkelupas melepaskan prostaglandin, prostaglandin merangsang otot uterus (rahim) dan mempengaruhi pembuluh darah. Peningkatan prostaglandin di endomatrium yang mengikuti penurunan progesteron pada akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miomatrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan nyeri pada saat menstruasi (Hillard, 2006). Pada dasarnya dismenore primer memang berhubungan dengan prostaglandin. Setelah terjadi proses ovulasi sebagai respon peningkatan produksi progesteron, asam lemak akan meningkat dalam fosfolipid membran sel (Guyton, 2007). Kemudian asam arakidonat dan asam lemak omega-7 lainnya dilepaskan dan memulai suatu aliran mekanisme prostaglandin dalam uterus. Kemudian berakibat pada termeditasinya respons inflamasi, tegang saat menstruasi atau menstruasi kram (Hillard, 2006). Hasil metabolisme asam arakidonat adalah prostaglandin (PG) F2alfa,
yang
merupakan
suatu
Syclooxygenase
(COX)
yang
dapat
mengakibatkan hipertonus dan vasokonstriksi pada miometrium sehingga terjadi iskemik dan juga terdapat PGE-2 yang turut serta menyebabkan
16
dismenore. Dimana peningkatan level PGF-2 alfa dan PGE2 jelaskan meningkatkan rasa nyeri pada dismenore primer (Hillard, 2006). 6. Dampak dari Dismenore
Dismenore dapat menimbulkan dampak berupa terganggunya aktivitas dan kegiatan para wanita. Dismenore membuat wanita tidak bisa beraktifitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita. Sebagai contoh seorang pelajar yang mengalami dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005). Menurut
Woo
dan
McEneaney
(2010)
dismenore primer
mempengaruhi kualitas hidup sebesar 40-90% wanita, dimana 1 dari 13 yang mengalami dismenore tidak hadir bekerja dan sekolah selama 1-3 hari per bulan. Dalam penelitian yang dilakukan Tanna (2016) menyatakan terdapat beberapa dampak dari dismenore diantaranya, mengganggu aktivitas sehar-hari, ketidakhadiran mahasiswi dalam perkuliahan,absensi kerja pada wanita sehingga memiliki efek negatif pada kualitas hidup, menurunnya
aktivitas
fisik,
menurunnya
konsentrasi
belajar,
dan
mengalami hubungan sosial yang buruk. Situasi ini tidak hanya memiliki dampak signifikan terhadap kualitas hidup dan pribadi kesehatan tetapi juga dapat memiliki dampak ekonomi global. (Tanna, 2016).
17
7. Skala Pengukuran Tingkat Nyeri Dismenore
Pengukuran intensitas nyeri haid pada penelitian ini menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Alat ini lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata nyeri (Visual Descriptor Scale). Numeric Rating Scale menggunakan angka 0 pada garis paling kiri dan angka 10 pada garis paling kanan (Potter & Perry, 2006). Angka 0 berarti tidak ada keluhan nyeri haid kram pada perut bagian bawah, 1-3 berarti nyeri ringan (terasa kram pada perut bagian bawah, masih dapat ditahan, masih dapat beraktivitas, masih bisa berkonsentrasi belajar), 4-6 berarti nyeri sedang (terasa kram pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, kurang nafsu makan, aktivitas dapat terganggu, sulit/susah berkonsentrasi belajar), 7-9 berarti nyeri berat (terasa kram berat pada perut bagian bawah, nyeri menyebar ke pinggang, paha atau punggung, tidak mau makan, mual, muntah, sakit kepala, badan tidak ada tenaga, tidak bisa berdiri atau bangun dari tempat tidur, tidak dapat beraktivitas, bahkan sampai pingsan). Numeric Rating Scale (NRS) merupakan skala yang mudah dipahami dan digunakan. Alat ini juga sudah teruji validitasnya adalah 0,56-0,90, dan nilai konsistensi interval dengan menggunakan rumus Alpha-Cronbach untuk skala ini adalah 0,75-0,89 (reliabel).
18
B. Faktor- faktor yang berhubungan dengan dismenore primer 1. Stres
a. Definisi Stress diawali dengan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi pula tingkat stress yang dialami individu, dan akan merasa terancam (Yosep,2009). Stres merupakan hasil dari proses penilaian individu berkaitan dengan sumber-sumber pribadi yang dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan (Taylor,2009). Stres merupakan bentuk interaksi antara individu sebagai sesuatu yang membebani
atau
melampaui
kemampuan
yang
dimiliki
serta
mengancam kesejahteraan (Lubis, 2013). Dari beberapa pendapat para ahli mengenai pengartian stres maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stres merupakan kondisi yang menekan psikis seseorang dalam mencapai sesuatu yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimiliki. b. Sumber Stres Stimulus yang mengakibatkan terjadinya stres disebut stresor. Varcarolis & Halter (2010) mendefinisikan bahwa stresor merupakan stimulus fisik atau psikologis yang bertentangan dengan fungsi yang seharusnya dan adaptasi yang diperlukan. Pendapat lain dikemukakan oleh Scheid & Brown (2010) yang berpendapat bahwa, stresor mungkin tidak selalu bersifat mengancam terhadap seseorang seperti yang
19
lainnya karena mereka telah memiliki pengalaman menghadapi stresor yang sama sebelumnya. Menurut Nasir & Muhith (2011), terdapat berbagai sumber-sumber stres yang biasa terjadi dalam kehidupan yaitu : 1) Sumber stres dari individu Terkadang sumber stres berasal dari individunya sendiri. Salah satu yang dapat menimbulkan stres dari diri sendiri adalah melalui penyakit yang diderita oleh seseorang. Menjadi sakit memberikan pengaruh pada sistem biologis dan psikologis dan tingkatan stres yang dihasilkan oleh pengaruh tersebut tergantung kepada keseriusan penyakit dan usia dari orang tersebut. Hal lain yang dapat menimbulkan stres dari individu sendiri adalah melalui penilaian atau dorongan motivasi yang bertentangan, ketika terjadi konflik dalam diri seseorang dan biasanya orang tersebut berada dalam suatu kondisi dimana dia harus menentukan pilihan dan pilihan tersebut saa pentingnya. 2) Sumber stres dalam keluarga Perilaku, kebutuhan, dan kepribadian dari tiap anggota keluarga yang mempunyai pengaruh dan berinteraksi dengan anggota keluarga lainnya. Konflik interpersonal dapat timbul sebagai akibat dari masal ah keuangan, atau tujuan yang bertolak belakang. 3) Sumber stres dalam komunitas dan lingkungan Jika kita terlepas dari stres akibat pekerjaan. Sangatlah penting untuk mengevaluasi gaya bekerja. Kepuasan kerja dan kecocokan
20
antara kita dengan atasan atau bawahan, serta organisasi. Mereka yang merasakan sedikit stres adalah mereka yang bekerja di lingkungan dimana mereka dapat berkembang dibandingkan mereka yang bekerja di lingkungan yang sulit untuk berkembang. Memberitahukan pandangan atau minat anda kepada atasan atau bawahan dapat menolongnya. Namun, bila tidak ada perubahan, meninggalkan organisasi bagi seseorang adalah lebih baik. Hubungan yang dibuat seseorang di luar lingkungan keluarganya dapat menghasilkan banyak sumber stres. Salah satunya adalah bahwa hampir semua orang pada suatu saat dalam kehidupannya mengalami stres yang berhubungan dengan pekerjaan. c. Tingkatan Stres Menurut Potter dan Perry (2005), stress dibagi menjadi tiga tingkat yaitu : 1) Stres ringan Stres ringan adalah stresor yang dihadapi seseorang secara teratur, seperti terlalu banyak tidur, kemacetan lalu lintas, kritikan dari orang lain. Situasi ini biasanya berlangsung beberapa menit atau jam. 2) Stres sedang Stres tingkat sedang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, seperti perselisihan dengan teman, biasanya tak merusak fisiologi.
21
3) Stres berat Stres berat adalah situasi kronis yang dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan perkawanan terus menerus, penyakit fisik jangka panjang. Dengan meningkatnya stres individu perilaku stres meningkat secara bertahap yang menurunkan energi dan respon adaptif. Tingkat stres itu sendiri sangat dipengaruhi oleh respon stres seseorang yang bisa dikategorikan menjadi dua bentuk yaitu respon fisik dan respon emosional. Setelah hubungan seseorang dengan lingkungannya terbangun dan seorang individu menilai suatu situasi menjadi ancaman dan bahaya, maka secara otomatis respon internal akan muncul. Respon tersebut bisa diamati dalam dua bentuk
yaitu
respon
fisik
dan
respon
psiologis/emosional
(Boyd,2012). Menurut Rasmun (2004), stres dibagi menjadi tiga tingkatan. Stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan biasanya hanya terjadi dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus. Stres sedang dan stres berat dapat memicu terjadinya penyakit. Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa
22
hari. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang lama. Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa
tahun.
Contoh
dari
stresor
yang
dapat
menimbulkan stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama. d. Pengukuran Tingkat Stres Tingkat stres diukur dengan menggunakan alat ukur yaitu Perceived Stress Scale (PSS). Instrumennya dibuat dalam bentuk pernyataan yang terdiri dari 10 item. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan skala likert yaitu mulai dari angka terendah 0 sampai 4 sehingga rentang skornya adalah 0-40. Kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut: Tidak pernah
=0
Jarang
=1
Kadang-kadang
=2
Sering
=3
Selalu
=4
Kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) yang dipublikasikan oleh Cohen (1983) dan dimodifikasi oleh Paramitha MN.M (2012). Alat ukur yang digunakan sudah valid dan sudah lulus uji reliabilitas
23
dengan skala 0.85. Sehingga dapat dinyatakan bahwa alat ukur Perceived Stress Scale merupakan alat ukur yang valid dalam mengukur tingkat stres (Yuni, 2015). Tingkat stres dikategorikan menjadi tiga level yaitu stres ringan, stres sedang, dan stres berat. Dikatakan stres ringan apabila total skor yang diperoleh 1-14, stres sedang apabila total skor 15-26, stres berat apabila total skor > 26. Skor bisa diperoleh dengan mengisi kuesioner dengan cara menceklis pada kolom yang dianggap sesuai dengan apa yang dirasakan (Katsarou,2012). Kuesioner terlampir. e. Hubungan antara tingkat stres dengan Dismenore primer Hubungan antara stres dengan dismenorea adalah stres merupakan suatu respon alami dari tubuh kita ketika mengalami tekanan dari lingkungan. Dampak dari stres beraneka ragam, dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik. Salah satu dampak dari stress terhadap kesehatan adalah dismenorea (Wangsa, 2010). Saat seseorang mengalami stres terjadi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) yang merupakan regulator hipotalamaus utama menstimulasi sekresi Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH). ACTH akan meningkatkan sekresi kortisol adrenal. Hormon-hormon tersebut menyebabkan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) terhambat sehingga perkembangan folikel terganggu. Hal ini menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar
24
progesteron yang rendah meningkatkan sintesis prostaglandin F2ά dan E2. Ketidakseimbangan antara prostaglandin F2ά dan E2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi PGF2ά. Peningkatan aktivasi menyebabkan iskemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan kontraksi yang berlebihan menyebabkan dismenorea (Hendrik, 2006). Menurut (Wijayanti, 2011) Salah satu penyebab dismenorea adalah faktor psikologis. Pendapat ini sejalan dengan (Hawari, 2008) bahwa stres dapat mengganggu kerja sistem endokrin sehingga dapat menyebabkan menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit saat menstruasi atau dismenorea . Menurut (Puji, 2009) tanda pertama yang menunjukan keadaan stres adalah adanya reaksi yang muncul yaitu menegangnya otot tubuh yang menyebabkan tekanan darah, detak jantung, suhu tubuh, dan pernafasan meningkat. Disisi lain saat stres, tubuh akan memproduksi hormon adrenalin, estrogen, progesteron serta prostaglandin yang berlebihan. Estrogen dapat menyebabkan peningkatan kontraksi uterus secara berlebihan. Peningkatan kontraksi secara berlebihan ini menyebabkan rasa nyeri. 2. Status Gizi
a. Pengertian Status Gizi Status gizi merupakan keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti,
25
absorpsi, tranfortasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zatzat
yang
tidak
digunakan
untuk
mempertahankan
kehidupan,
pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi (Thaniez, 2009).
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tersebut (Setiabudi, 2007). b. Peran gizi pada pertumbuhan wanita Pada remaja perempuan saat memasuki masa pubertas berat badan mencapai kira-kira 60% berat badan dewasa. Mencapai puncak kecepatan berat badan sekitar 8 kg/tahun. Pertumbuhan otot terjadi bersamaan dengan pacu tumbuh tinggi berat badan dan otot. Rata-rata kecepatan pertumbuhan berat badan sekitar 9 kg/tahun. Butrisi menentukan pertumbuhan berat badan. Bila asupan nutrisi dalam jumlah yang kurang optimal akan berdampak pada perlambatan proses pertumbuhan
dan
perkembangan
maturasi/pematangan
seksual.
Sebaliknya bila asupan nutrisi terlalu berlebih akan terjadi percepatan proses pertumbuhan perkembangan seksual. Remaja membutuhkan nutrisi lebih dibandingkan dengan waktu anak-anak. Kebutuhna nutrisi mencapai puncaknya terutama pada saat pacu tumbuh mencapai maksimal (Setiabudi, 2007). Status gizi dikatakan baik, apabila nutrisi yang diperlukan baik protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin, maupun air digunakan oleh tubuh sesuai kebutuhan (Paath, 2008). c. Pengkuran status gizi
26
Antropometri artinya ukuran tubuh manusia ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh akan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Menurut Sulistyowati (2009) status gizi seseorang ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya kebutuhan akan zatzat gizi. Keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat gizi menentukan kriteria status gizi seseorang dan merupakan gambaran tentang apa yang dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Cara yang sederhana untuk menentukan status gizi dewasa adalah dengan menggunakan IMT (Indeks Masa Tubuh). Status gizi dapat ditentukan melalui pemeriksaan laboratorium maupun secara antropometri. Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah dan murah. Indeks masa tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai indicator yang baik untuk menentukan status gizi remaja (Thaniez, 2009). Rumus pengukuran IMT adalah sebagai berikut : IMT = BB TBxTB Keterangan : IMT : Indeks Masa Tubuh BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (m)
27
Rumus ini hanya digunakan pada rentang usia 19-70 tahun, berstruktur tulang normal, bukan wanita hamil atau menyusui (Arisman, 2007). Tabel 2.1 Kategori Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT < 18, 5 ≥18,5 - <24,9 ≥25,0 - <27,0 ≥27,0 Sumber : Depkes RI (2013)
KAREGORI Kurus Normal Berat Badan Lebih obesitas
d. Hubungan status gizi obesitas dengan dismenore primer Masalah gizi pada remaja timbul karena perilaku gizi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konstitusi gizi dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Remaja putri sering melewatkan dua kali waktu makan dan lebih memilih kudapan. “Makanan Sampah” (junk foo d) kini semakin digemari oleh remaja, baik sebagai kudapan maupun “makan besar” (Kristina, 2010). Menurut Sudjana (2005) menyatakan semakin banyak lemak semakin banyak pula prostaglandin yang dibentuk, sedangkan peningkatan kadar prostaglandin dalam sirkulasi darah
diduga
sebagai
penyebab
dismenore.
Prostaglandin
menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsangan nyeri. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebih ke dalam peredaran darah, maka selain dismenore timbul pula diare, mual dan muntah.
28
e. Hubungan status gizi kurang dengan dismenore primer Faktor konstitusi merupakan penyebab nyeri haid. Faktor ini, yang erat
hubungannya
dengan
faktor
tersebut
diatas,
dapat
juga
menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit menahun dan sebagainya dapat mempengaruhi timbulnya dismenore (Nugraha, 2008). Masalah status gizi makro dan mikro menyebabkan tubuh menjadi kurus, berat badan turun, anemia dan mudah sakit. Status gizi merupakan gambaran secara makro akan zat gizi tubuh kita. Termasuk salah satunya adalah zat besi, bila status gizi tidak normal dikhawatirkan status zat besi dalam tubuh juga tidak baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya anemia (Kristina, 2010). 3. Umur menarche
a. Pengertian Menarche adalah haid yang pertama terjadi, yang merupakan ciri khas kedewasaan seseorang wanita yang sehat dan tidak hamil (Paath, 2008). Menarche menurut Hincliff (2003) adalah periode menstruasi yang pertama terjadi pada pubertas seorang wanita. Menarce merupakan pertanda adanya sesuatu perubahan status sosial dari anakanak ke dewasa. b. Umur saat menstruasi Mentruasi pertama dalam bahasa kedokterannya menarche yang berasal dari bahasa yunan yang berarti “Permulaan Bulan”. Berlaku
29
pada kisaran umur 12 tahun atau bahasa agama akil baligh. Pendarahan (mentruasi) untuk pertama kali disebut menarche pada umur 12 – 13 tahun (Proverawati, 2009). Menarche merupakan menstruasi pertama kalinya mendapat haid, bervariasi lebar yaitu antara 10 – 16 tahun, tetapi rata-rata usia 12 – 13 tahun. Statistik menunjukkan bahwa usia menarce dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi dan kesehatan umur (Sudjana, 2005). Proses menstruasi bermula sekitar umur 12 atau 13 tahun walaupun ada yang lebih cepat sekitar umur 9 tahun dan selambat-lambatnya umur 16 tahun. Salah satu faktor resiko terjadinya dismenore primer adalah menstruasi pertama pada usia amat dini (earlier age at menarche). Telah mencatat faktor resiko pada dismenore primer antara lain usia saat mentruasi pertama < 12 tahun (Sulistyowati, 2009). 4. Riwayat keluarga dismenore
Ehrenthal (2006) mengungkapkan bahwa riwayat keluarga (ibu atau saudara perempuan kandung) yang mengalami dismenorea menyebabkan seorang wanita untuk menderita dismenorea parah, hal ini berhubungan karena kondisi anatomis dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orang tua dan saudara-saudaranya. Riwayat keluarga (ibu atau saudara perempuan kandung) merupakan salah satu faktor risiko dismenorea, dikarenakan kondisi anatomis dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orang tua dan saudarasaudaranya, riwayat keluarga dismenore
menyebabkan seseorang wanita
30
untuk menderita dismenorea parah jika ibunya atau saudara perempuannya telah mengalaminya. jika sebelumnya anggota keluarganya pernah mengalami faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan dismenorea berat, maka anggota selanjutnya juga akan mengalami faktor-faktor risiko tersebut dan menyebabkan nantinya akan mengalami dismenorea berat (Ehrenthal, 2006). Penelitian Novia (2008), dismenore primer sebagian besar dialami oleh responden yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat keluarga atau keturunan mempunyai pengaruh terhadap kejadian dismenore primer. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya dismenore primer. Dua dari tiga wanita yang menderita dismenore primer mempunyai riwayat dismenore primer pada keluarganya. Banyak gadis yang menderita dismenore primer dan sebelumnya mereka sudah diperingatkan oleh ibunya bahwa kemungkinan besar akan menderita dismenore primer juga seperti ibunya (Coleman, 1991). Hasil penelitian Novia (2008) ternyata sesuai dengan teori yang ada yaitu ada pengaruh riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer terhadap kejadian dismenore primer. Dengan kata lain, responden yang mengalami dismenore primer sebagian besar terjadi pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer pula. Responden yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer mempunyai risiko 0,191 kali untuk terkena dismenore primer dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer.
31
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka teoritis
Menurut Lowdermilk (2012) dismenore primer merupakan sebuah kondisi yang berhubungan dengan meningkatnya aktivitas uterus yang disebabkan karena meningkatnya produksi prostaglandin. Menurut Prawirohardjo (2009), banyak teori yang telah dikemukakan untuk menerangkan penyebab dismenore primer, tetapi patofisiologinya belum jelas dimengerti. Ternyata beberapa faktor dianggap berperan sebagai penyebab dismenore primer yaitu, faktor kejiwaan, faktor obstruksi kanalis servikalis, faktor endokrin. Rasa nyeri dismenore primer timbul bersamaan dengan permulaan haid dan berlangsung untuk beberapa jam, walaupun pada beberapa kasus dapat berlangsung beberapa hari. Sifat nyeri yang dirasakan seperti kejang yang berjangkit-jangkit terjadi pada perut bagian bawah menjalar ke pinggang dan paha. Gejala lain timbulnya rasa mual, muntah, sakit kepala dan diare (Simanjuntak, 2008). Dismenore dapat menimbulkan dampak berupa terganggunya aktivitas dan kegiatan para wanita. Dismenore membuat wanita tidak bisa beraktifitas secara normal dan memerlukan resep obat. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita. Sebagai contoh seorang pelajar yang mengalami dismenore primer tidak dapat berkonsentrasi dalam belajar dan motivasi belajar menurun karena nyeri yang dirasakan (Prawirohardjo, 2005).
32
Menurut penelitian Fitriana (2013), mengatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan dismenore primer adalah status gizi,usia menarche, psikologis (stres). Selain faktor tersebut, Maryam (2016) menyebutkan bahwa riwayat keluarga yang mengalami dismenore juga menjadi salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap dismenore primer.
33
Faktor-faktor penyebab Dismenore Primer : 1. Faktor Kejiwaan 2. Faktor Konstitusi 3. Faktor obstruksi kanalis servikalis 4. Faktor endokrin 5. Status Gizi 6. Usia Menarche 7. Stress
Stress
Peningkatan produksi hormon adrenalin, progesteron, prostaglandin
Peningkatan Kontraksi Uterus secara berlebihan
Dismenore
rimer Bagan 3.1 Kerangka Teori
Sumber : Fitriana (2013), Martini (2014), Winkjosastro (2009)
34
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan uraian dari latar belakang dan teori maka peneliti mendapatkan variabel independen meliputi tingkat stres, status gizi, usia menarche, dan riwayat keluarga dismenore dan variabel dependen adalah derajat dismenore.
Variabel Independen
Variabel Dependen
Tingkat stres Status gizi Usia menarche
Derajat Dismenore Primer
Riwayat keluarga dismenore
Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian
Keterangan : variabel yang akan diteliti
C. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha : ada hubungan antara tingkat stres dengan derajat dismenore primer mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 Ha : ada hubungan antara status gizi dengan derajat dismenore primer mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 Ha : ada hubungan antara usia menarche dengan derajat dismenore primer
35
mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 Ha : ada hubungan antara riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore primer mahasiswa Andalas tahun 2017
Fakultas Keperawatan Universitas
36
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional . Rancangan cross sectional adalah suatu penelitian dimana faktor risiko atau penyebab dan efeknya diambil pada saat bersamaan (Supardi, 2013). Desain penelitian ini bertujuan untuk mempelajari hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen yaitu tingkat stres dengan derajat dismenore dengan pengambilan data yang dilakukan pada saat yang bersamaan atau menggunakan pendekatan satu waktu. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswi tahun akhir program A 2013 Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang berjumlah 130 orang. 2. Sampel
Pengambilan Sampel dalam penelitian ini adalah dengan teknik Total Sampling. Jumlah populasi pada penelitian ini adalah 130 orang, namun telah dilakukan studi pendahuluan terhadap 10 sampel pada penelitian ini menjadi 120 orang. Kriteria dalam pengambilan sampel sebagai berikut:
orang
maka
37
a. Kriteria Inklusi Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang bersedia menjadi responden dan menandatangani surat pernyataan bersedia menjadi responden. b. Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah: responden yang sudah didiagnosa menderita penyakit gangguan saluran reproduksi, seperti : endometriosis, adenomiosis, obstruksi saluran genitalia, dysuria. C. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Penelitian dilaksanakan mulai dari penyusunan proposal dari bulan Februari-Mei 2017 dan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni 2017. D. Variabel Penelitian Variabel adalah karakteristik dari subyek penelitian atau fenomena yang dapat beberapa nilai. Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh anggota kelompok tersebut (Supardi, 2013). Setiap penelitian memiliki variabel independen atau varibel bebas dan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Supardi, 2013). Dalam penelitian ini variabel dependen pada penelitian ini adalah derajat dismenore primer, sedangkan variabel independennya adalah tingkat stres.
38
E. Defenisi Operasional
Defenisi operasional adalah batasan dan cara pengukuran variabel yang akan diteliti. Defenisi operasional (DO) variabel disusun dalam bentuk matrik (Supardi, 2013). Tabel 4.1. Defenisi Operasional
Variabel
Defenisi Operasional
Variabel Hasil dari independen: proses Tingkat penilaian Stres individu berkaitan dengan sumbersumber pribadi yang dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan Variabel Proses independen Makanan yang : Status Gizi dikonsumsi secara normal melalui proses absorpsi
Cara Ukur
Alat Ukur
Skala Ukur
Hasil Ukur
Angket
Kuesioner. Perceived Stress Scale
Ordinal
Hasil diklasifikasikan menjadi : a. Stres ringan (Total skor 114) + Stres sedang (total skor 15-26) b. Stres berat (total skor >26)
Meteran dan timbangan Berat Badan
Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan
Ordinal
Angket
Ordinal
Hasil diklasifikasikan menjadi : a. Kurus (IMT : < 18,5 b. Normal ( IMT : 18.5 – 22.9) c. Berat Badan Lebih (IMT : ≥ 23.0) + Obesitas (IMT ≥ 27,0 Hasil diklasifikasikan menjadi : a. < 12 tahun b. ≥ 12 tahun
Variabel Usia saat Kuesioner independen mengalami : Umur haid yang Menarche pertama
39
Variabel independen : Riwayat Keluarga dismenore Variabel dependen: derajat dismenore primer
Ibu atau Kuesioner saudara kandung yang mengalami dismenore primer Sensasi rasa Angket nyeri haid yang dirasakan oleh mahasiswa
Angket
Ordinal
Kuesioner Ordinal ( Numeric Rating Scale) NRS merupakan alat untuk mengukur derajat nyeri seseorang.
Hasil diklasifikasikan menjadi : a. Ya b. Tidak Dinyatakan dalam tingkatan : a. Nyeri ringan (1-3) b. Nyeri sedang (4-6) + Nyeri berat (7-10)
F. Instrumen Penelitian
Instrumen
penelitian
merupakan
alat
bantu
bagi
peneliti
dalam
mengumpulkan data (Nursalam, 2011). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah suatu daftar yang berisi rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu hal untuk mendapatkan informasi penting dari responden (Supardi, 2013) 1) Data demografi responden yang terdiri dari nomor responden, nama, dan umur. 2) Kuesioner Derajat Dismenore Penilaian derajat dismenore, menggunakan Numeric Rating Scale (NRS). Numeric Rating Scale menggunakan angka 0 pada garis paling kiri dan angka 10 pada garis paling kanan (Potter & Perry, 2006). Angka 1-3 berarti nyeri ringan , 4-6 berarti nyeri sedang ,7-9 berarti nyeri berat dan 10 berarti nyeri sekali. Numeric Rating Scale (NRS)
40
merupakan skala yang mudah dipahami dan digunakan (Ningsih, 2011). Alat ukur ini juga telah teruji validitas dan reliabilitasnya berdasarkan hasil penelitian Flaherty (2008) didapatkan bahwa nilai validitasnya adalah 0,56-0,90, dan nilai konsistensi interval dengan menggunakan rumus Alpha-Cronbach untuk skala ini adalah 0,75-0,89 (reliabel) sehingga dapat dinyatakan bahwa alat ukur NRS alat ukur yang valid dalam mengukur derajat dismenore. 3) Kuesioner Tingkat Stres Penilaian tingkat stres, menggunakan kuesioner Perceived Stress Scale yang dipublikasikan oleh Cohen (1983) dan dimodifikasi oleh Paramitha MN.M (2012). Alat ukur yang digunakan sudah valid dan sudah lulus uji reliabilitas dengan skala 0.85. Sehingga dapat dinyatakan bahwa alat ukur Perceived Stress Scale merupakan alat ukur yang valid dalam mengukur tingkat stres (Yuni, 2015).Pada kuesioner tingkat stres jumlah pertanyaan ada 10 buah pertanyaan dengan jawaban selalu dengan kode 4, sering dengan kode 3, kadangkadang dengan kode 2, jarang dengan kode 1, dan tidak pernah dengan kode 0. Maka terdiri dari 3 kategori,yaitu : -
Stres ringan (total skor 1-14)
-
Stres sedang (total skor 15-26)
-
Stres berat (total skor >26)
4) Penilaian status gizi, melakukan pengukuran tinggi badan dengan menggunakan meteran dan berat badan dengan menggunakan
41
timbangan, hasil pengukuran diisikan kedalam kuesioner yang telah disediakan sebelum mahasiswi menjawab pertanyaan untuk variabel berikutnya. Untuk menginterpretasikan data, maka nilai responden pada variabel status gizi akan dihitung untuk mendapatkan nilai IMT. 5) Penilaian usia menarche dan riwayat keluarga dismenore dengan menggunakan pertanyaan yang telah disediakan sebelum mahasiswi menjawab pertanyaan untuk variabel berikutnya. G. Etika penelitian
Etik dapat diartikan nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Etik penelitian adalah prinsip moral yang diterapkan dalam penelitian (Supardi, 2013). Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu mengurus surat izin pada institusi dan lembaga tempat penelitian yang akan dituju oleh peneliti yaitu Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Prinsip dasar etik penelitian: 1) Prinsip menghormati harkat dan martabat manusia a) Peneliti menjelaskan maksud, tujuan, dan cara pengumpulan data kepada responden, serta hal apa saja yang akan dialami oleh responden sebelum pengumpulan data dilakukan dengan tujuan menghormati otonomi responden. b) Peneliti meminta persetujuan setelah penjelasan (PSP) disebut juga inform consent . Resonden mempunyai hak untuk memutuskan apakah mereka bersedia menjadi responden ataupun tidak.
42
Kesediaan
responden
dinyatakan
dengan
menandatangani
pernyataan bersedia menjadi responden. 2) Prinsip etik berbuat baik (beneficience), yang menyangkut upaya manfaat maksimal dan kerugian minimal a) Peneliti
dapat
melaksanakan
penelitian
dengan
menjaga
kesejahteraan responden. b) Peneliti tidak merugikan responden 3) Prinsip etik keadilan (justice), yaitu keadilan antara beban dan manfaat yang diperoleh responden dari keikutsertaannya dalam penelitian. H. Metode Pengumpulan Data
1) Data yang dikumpulkan Data penenlitian ini merupakan data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari responden baik melalui melalui pengisian kuisioner yang berkaitan dengan tingkat stres dan derajat dismenore. 2) Cara pengumpulan Data Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data primer: a) Langkah pertama yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data adalah memasukkan surat izin penelitian pada resepsionis Fakultas Keperawatan Universitas Andalas b) Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti mulai mencari responden mahasiswi tahun akhir program A 2013 Fakultas
43
Keperawatan Universitas Andalas yang merupakan anggota populasi. c) Responden dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eklusi yang telah peneliti tentukan dengan melakukan wawancara untuk mengidentifikasi kembali responden . d) Sebelum
kuesioner
diberikan
kepada
responden,
peneliti
memberikan penjelasan tentang tujuan pernelitian, isi kuesioner dan hak-hak responden. Setelah responden memahami tujuan penelitian, maka responden diminta kesediaanya untuk mengisi kuesioner. e) Kemudian
peneliti
memberikan
informed
consent
untuk
ditandatangani oleh responden. Jika responden telah menyatakan bersedia
dan
informed
consent
ditandatangani,
peneliti
membagikan kuesioner kepada responden dan dijelaskan cara pengisiannya. f) Kemudian responden mengisi lembar identitas yaitu inisial nama dan umur. g) Selanjutnya penelitian melakukan wawancara terpimpin kepada responden mengenai nyeri haid (dismenore) pada haid Maret dan April. h) Kemudian responden diminta mengisi kuesioner Perceived Stress Scale untuk mengukur tingkat stres responden.
44
i) Setelah
kuisioner
diisi
oleh
responden,
maka
kuesioner
dikumpulkan pada peneliti. I. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data adalah upaya mengubah data yang telah dikumpulkan menjadi infomasi (Supardi,2013). Setelah data terkumpul kemudian diolah dengan bantuan komputer yaitu pengolahan SPSS dengan tahapan sebagai berikut: 1) Pemeriksaan data (editing) Editing data adalah meneliti kembali apakah isian pada kuesioner yang dilakukan responden sudah cukup dan benar sesuai dengan petunjuk yang ada. Editing dilakukan langsung pada saat responden mengembalikan kuisioner yang sudah diisi dengan harapan apabila ada kekurangan data atau kesalahan dalam pengisian dapat segera diperbaiki. 2) Pengkodean data (coding) Coding adalah kegiatan merubah data dalam bentuk huruf angka. Peneliti mengklasifikasi data dan memberi kode untuk setiap masingmasing informasi yang telah terkumpul agar memudahkan pengolahan data.
Data
yang
sudah
diterima,
kemudian
diperiksa
dan
ditransformasikan dari data yang berbentuk huruf menjadi angka atau bilangan. Peneliti memberi nilai pada pilihan jawaban yang telah dipilih subyek penelitian.
45
3) Pemasukan data (entry) Data yang telah ada di coding kemudian diolah ke dalam computer dengan menggunakan program komputer. 4) Pembersihan data (Cleaning) Pembersihan data yakni melakukan pengecekan kembali data yang sudah dientri. Data yang telah dimasukkan ke program komputer, dicek kembali untuk menghindari terjadinya kesalahan data atau ketidaklengkapan data. 5) Penabulasian data (tabulating) Setelah semua data dibersihkan, maka data kemudian di tabulasikan dan disajikan dalam bentuk variabel distribusi. Data dalam bentuk variabel distribusi kemudian diolah secara univariat dan bivariat. J. Analisa data 1) Univariat
Analisa univariat atau analisis satu variabel dapat disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi, ukuran penyebaran dan nilai rata-rata (Supardi, 2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat stres,status gizi, usia menarche, dan riwayat keluarga dismenore, sedangkan yang menjadi variabel terikat adalah derajat dismenore primer. 2) Bivariat
Analisis bivariat atau analisis 2 variabel dilakukan pada dua variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi. Analisis bivariat dapat
46
disajikan dalam bentuk tabel silang atau kurva untuk melihat hubungan kedua variabel tersebut (Supardi, 2013). Data dalam penelitian merupakan data kategorik sehingga untuk membuktikan adanya hubungan antara dua variabel yang digunakan uji statistik Chi-square. Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui kemaknaan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan variabel independen dengan dependen dilihat dari nilai signifikansi kepercayaan 95% . Jika p value ≤ 0,05 ini berarti ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen, tapi jika p value > 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen.
47
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Penelitian
Pengumpulan data dilakukan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas yang berlokasi di Limau Manih kota Padang mulai tanggal 20 Juni 2017 sampai tanggal 2 Juli 2017. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan metode Total Sampling yaitu seluruh Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan 2013. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 120 sampel. B. Analisa Univariat Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Derajat Dismenore Primer Derajat Dismenore Primer derajat ringan derajat sedang + derajat berat Jumlah
Frekuensi 42 78 120
% 35 65 100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 120 responden ditemukan lebih dari separuh (65%) mengalami derajat dismenore sedang + derajat dismenore berat.
48
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan tingkat stres, status gizi, usia menarche, riwayat keluarga dismenore No
1
Faktor-faktor derajat dismenore primer Tingkat stres
2 Status Gizi
Kategori
f
%
ringan + sedang berat
108 12
90 10
Kurus Normal Berat badan lebih + obesitas
18 89 13
15 74,2 10,8
19 101
15,8 84,2
69 51
57,5 42,5
3 Usia Menarche
< 12 tahun ≥ 12 tahun
4 Riwayat keluarga dismenore
Ya Tidak
Berdasarkan Tabel 5.2 dari distribusi tingkat stres dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (90%) mengalami tingkat stres ringan + stres sedang. Dari distribusi status gizi dapat diketahui bahwa lebih dari separuh responden (74,2%) memiliki status gizi normal. Dari distribusi usia menarche dapat diketahui bahwa sebagian besar responden (84,2%) mengalami usia menarche ≥ 12 tahun. Dari distribusi riwayat keluarga dismenore dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (57,5%) responden memiliki riwayat keluarga dismenore.
49
C. Analisa Bivariat Tabel 5.3 Hubungan Tingkat stres dengan Derajat Dismenore Primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 Derajat dismenore primer Total Tingkat stres Derajat Derajat p value Ringan Sedang + f %
Ringan+ Sedang Berat
f 41
% 38
derajat berat f % 67 62
108
100 0,044
1
8,3
11
91,7
12
100
Dari 108 responden yang mengalami tingkat stres ringan + stres sedang memiliki derajat dismenore lebih banyak pada kategori derajat dismenore sedang + derajat berat (62%), dari 12 responden yang mengalami tingkat stres berat memiliki derajat dismenore lebih banyak pada kategori derajat dismenore sedang + derajat berat (91,7%). Didapatkan nilai p=0,044 (p< 0,05) yang berarti ada hubungan signifikan antara tingkat stres dengan derajat dismenore primer.
50
Tabel 5.4 Hubungan Status Gizi dengan Derajat Dismenore Primer pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017
Derajat dismenore primer Status Gizi
Kurus Normal BB Lebih + obesitas
Derajat Ringan f 10 29 3
% 55,6 32,6 23,1
Derajat Sedang + f derajat berat f % 8 44,4 18 60 67,4 89 10 76,9 13
Total %
100 100 100
p value
0,112
Dari 18 responden dengan status gizi kurus memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat ringan (55,6%), dari 89 responden dengan status gizi normal memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (67,4%), dari 13 responden dengan status gizi berat badan lebih + obesitas memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (76,9%). Didapatkan nilai p=0,112 ( p > 0,05) maka tidak ada hubungan signifikan antara status gizi dengan derajat dismenore primer.
51
Tabel 5.5 Hubungan usia menarche dengan derajat dismenore pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017
Derajat dismenore primer Usia Menarche
< 12 tahun ≥ 12 tahun
Derajat Ringan f % 5 26,3 37 36,6
Total
Derajat Sedang + derajat berat f f % 14 73,7 19 64 63,4 101
% 100 100
p value 0,387
Dari 19 responden yang usia menarche < 12 tahun memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (73,7%), dan dari 101 responden yang usia menarche ≥ 12 tahun memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (63,4%). Didapatkan nilai p=0,387 (p > 0,05) maka tidak ada hubungan signifikan antara usia menarche dengan derajat dismenore primer.
52
Tabel 5.6 Hubungan riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore pada Mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017
Derajat dismenore primer Riwayat keluarga dismenore Ya Tidak
Derajat Ringan f 15 27
% 21,7 52,9
Derajat Sedang + f derajat berat F % 54 78,3 69 24 47,1 51
Total %
100 100
p value
0,000
Dari 69 responden yang mengalami riwayat keluarga dismenore memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (78,3%), sedangkan dari 51 responden yang tidak mengalami riwayat keluarga dismenore memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat ringan (52,9%). Didapatkan nilai p=0,000 (p< 0,05) maka ada hubungan signifikan antara riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore primer.
53
BAB VI PEMBAHASAN A. Derajat Dismenore Primer
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan derajat dismenore primer ringan + derajat dismenore sedang lebih banyak dibandingkan dengan derajat dismenore primer berat. Dari 120 responden ditemukan sebagian besar (44,2%) responden mengalami derajat
dismenore ringan +
dismenore sedang. Responden
yang
mengalami
dismenore sedang
mengeluh
merasakan kram di perut bagian bawah pada saat sehari sebelum haid dan sampai hari kedua haid, mengalami penurunan nafsu makan, serta sebagian aktivitas terganggu. Responden yang mengalami derajat dismenore berat mengeluh terasa kram berat pada perut bagian dalam, nyeri menyebar ke pinggang atau punggung, tidak ada nafsu makan, badan lemas, tidak kuat beraktivitas, dan terkadang memerlukan obat untuk menurunkan rasa nyeri haid. Dan responden yang mengalami derajat dismenore ringan merasakan nyeri dalam intensitas ringan yang masih dapat ditahan tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari. Hasil penelitian Savitri (2015) menyebutkan bahwa hal ini disebabkan karena pada saat proses menstruasi memasuki fase sekresi, uterus
akan
mengakibatkan
mengeluarkan hiperaktivitas
hormon
prostaglandin
miometrium.
Ketika
yang
terjadi
akan
aktivitas
miometrium, uterus akan mengalami ischemia jaringan dikarenakan aliran
54
darah tidak lancar akibat adanya prostaglandin yang berlebihan sehingga menyebabkan dismenore atau nyeri haid (Sukarni, 2013). Hasil penelitian (Unsal, 2010) pada mahasiswi Universitas Dumlupinar Turki bahwa dari 623 responden terdapat (66,2%) responden yang mengalami derajat dismenore sedang. Penelitian tersebut juga menggunakan skala intensitas nyeri numerik sehingga penjabaran nyeri lebih cermat dan sesuai dengan pengalaman nyeri setiap individu yang berbeda-beda. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Maryam (2016), dimana derajat dismenore primer yang banyak dialami responden adalah derajat dismenore berat. Maryam (2016) menyatakan jumlah derajat dismenore primer yang dialami mahasiswi kedokteran Universitas Padjajaran pada kategori berat mencapai 38 responden (51,4%) , kategori sedang 27 responden (36,5%), dan kategori ringan 9 responden (12,1%). Maryam (2016) menyatakan bahwa intensitas nyeri setiap individu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh deskripsi individu tentang nyeri, persepsi, dan pengalaman nyeri dari masing-masing individu. Nyeri haid atau dismenore merupakan masalah umum yang sering dikeluhkan. Derajat rasa nyerinya bervariasi mencakup derajat ringan yang berlangsung beberapa saat dan masih dapat meneruskan aktivitas seharihari, derajat sedang yang memerlukan obat untuk menghilangkan rasa sakit tetapi masih dapat meneruskan pekerjaannya, dan berat yang
55
memerlukan istirahat dan pengobatan untuk menghilangkan nyerinya (Manuaba, 2008). Wanita yang mengalami dismenore dalam rentang nyeri sedang akan mengalami dampak berupa terganggunya aktivitas, baik aktivitas fisik maupun psikis (Manuaba, 2009). Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya dismenore primer yaitu usia menarkhe, riwayat keluarga dismenore, status gizi, dan stres (Fitriana, 2013). B. Tingkat Stres
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden lebih banyak mengalami tingkat stres ringan + stres sedang dibandingkan dengan tingkat stres berat. Dari 120 responden ditemukan sebagian besar (90%) responden mengalami tingkat stres sedang, sedangkan responden yang mengalami tingkat stres berat sebanyak (10%). Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan penyusunan skripsi atau tugas akhir. Pada penelitian ini yang menjadi salah satu faktor pemicu timbulnya stres adalah mengerjakan tugas akhir berupa skripsi. Hasil penelitian Shenoy (2000) tekanan yang sering dialami mahasiswa yaitu berupa penyusunan proposal skripsi, hidup mandiri, dan pengaturan keuangan dapat menjadi faktor yang potensial menghasilkan stres. Gunawati (2006) mengatakan bahwa mahasiswa yang sedang menyusun skripsi merupakan individu yang rentan mengalami stres. Mahasiswa yang mengalami stres cenderung mengalami gangguan dalam
56
fungsi fisik, emosi, kognitif, dan tingkah laku. Terdapat beragam hal yang menjadi penghambat dalam pengerjaan skripsi, antara lain proses yang lama dalam pencarian data dan pengumpulan data, kesulitan dalam menuangkan pikiran ke dalam bentuk tulisan, dan kesulitan dalam menganalisis masalah yang diteliti. Beberapa hal dialami responden yang mengalami tingkat stres sedang antara lain : sakit kepala, gangguan tidur, mudah marah, serta kurang nafsu makan. Responden yang memiliki tingkat stres berat mengalami gangguan tidur, mudah marah, kurang nafsu makan, serta kecemasan yang berlebihan terhadap segala sesuatu. Hal ini didukung Dickson (2006) dalam penelitiannya bahwa stres pada mahasiswa dapat meningkatkan resiko mengalami berbagai gangguan mental dan penyakit fisik yang meliputi kecemasan, depresi, kekebalan tubuh menurun, serta sakit kepala. Menurut Hawari (2008) dan Wangsa (2010) Gejala fisiologis seseorang yang mengalami stres sedang dan berat antara lain jantung berdebar-debar,
muka
pucat,
gangguan
gastrointestinal,
gangguan
pernafasan, gangguan pada kulit (timbul jerawat, kedua telapak tangan dan kaki berkeringat), sering buang air kecil, mulut dan bibir terasa kering, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot serta gangguan tidur. Tingkat stres dapat diatasi dengan mempersiapkan diri menghadapi stressor, misalnya dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis atau
57
mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok social (Chomaria, 2009). C. Status Gizi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian responden memiliki status gizi normal (74,2%), sedangkan responden yang memiliki status gizi kurus sebanyak (15%) dan responden yang memiliki status gizi berat badan lebih + obesitas sebanyak (10,8%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Beddu (2015) bahwa sebagian responden memiliki status gizi normal. Menurut Jones (2008), status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian (Novia, 2008) didapatkan status gizi responden paling banyak status gizi normal , dan paling sedikit dengan status gizi overweight . Sebagian besar responden status gizinya normal (88,0%). Gizi adalah makanan yang dapat memenuhi kesehatan. Status gizi merupakan keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Gizi adalah suatu proses organism menggunakan makanan yang dikonsumsi
58
secara normal melalui proses digesti, absorpsi, tranfortasi, penyimpanan, metabolism dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organorgan, serta menghasilkan energi (Thaniez, 2009). Faktor lingkungan seperti psikologi dan budaya, status sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan status gizi. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh (Huriah, 2010). Menurut (Ruslie, 2012) terdapat beberapa faktor
yang mempengaruhi status gizi remaja antara lain asupan makan, aktivitas fisik, body image, dan gender. Sedangkan faktor depresi tidak mempengaruhi status gizi remaja. D. Usia Menarche
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian responden mengalami usia menarche ≥ 12 tahun (84,2%), sedangkan responden yang mengalami usia menarche < 12 tahun sebanyak (57,5%). Menarche adalah periode menstruasi yang pertama terjadi pada masa pubertas seorang wanita. Usia menarche yang ideal adalah 12 sampai dengan 14 tahun dan dikatakan menarche dini jika usia di bawah 12 tahun (Proverawati & Misaroh , 2009). Menarche menurut Hincliff (2003) adalah periode menstruasi yang pertama terjadi pada pubertas seorang wanita. Menarche merupakan pertanda adanya sesuatu perubahan status sosial dari anak-anak ke dewasa. Usia menarche pada penelitian ini bervariasi dari rentang 11 tahun – 15
59
tahun. Akan tetapi usia menarche dapat dikatakan normal apabila terjadi pada usia 12-14 tahun (Sunarto, 2012). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian (Beddu, 2015) bahwa usia menarche responden sebagian besar memiliki usia menarche ideal (normal) sebanyak (63,2%). Menarche terjadi pada usia yang bervariasi, dalam penelitian ini didapatkan bahwa usia menarche responden berada dalam rentang normal. Usia gadis remaja pada waktu pertama kalinya mendapat haid (menarche) bervariasi, yaitu antara 10-16 tahun, tetapi ratarata 12,5 tahun. Statistik menunjukan bahwa usia menarche dipengaruhi faktor keturunan, keadaan gizi, dan kesehatan umur (Hanifa, 2005). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi usia menarche yaitu status gizi remaja, faktor usia yang terjadinya menarche, aktivitas fisik, dan status ekonomi(Mitayani & wiwi sartika, 2010). E. Riwayat Keluarga Dismenore Primer
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar responden
memiliki
riwayat
keluarga
dismenore primer
(57,5%),
sedangkan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga dismenore primer sebanyak (42,5%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Handayani (2014) bahwa sebagian responden (95%) memiliki riwayat keluarga dismenore. Riwayat keluarga (ibu atau saudara perempuan kandung) merupakan salah satu faktor risiko dismenore, dikarenakan kondisi anatomis dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orangtua dan saudara-
60
saudaranya, riwayat keluarga dismenore menyebabkan seseorang wanita untuk menderita dismenore parah jika ibunya atau saudara perempuannya telah mengalaminya (Ethernal, 2006). Dalam
ilmu
genetika
riwayat
keluarga
diartikan
sebagai
terdapatnya faktor-faktor genetik dan riwayat penyakit dalam keluarga. Riwayat penyakit dalam keluarga dapat mengidentifikasi seseorang dengan resiko lebih tinggi untuk mengalami suatu penyakit yang sering terjadi. Dengan mengetahui salah satu riwayat penyakit keluarga, seseorang dapat melakukan pencegahan serta menurunkan resiko untuk mengalami suatu penyakit tertentu (Rahmawati,2009). Hal ini dikarenakan riwayat kesehatan keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan anggota keluarga itu sendiri dan merupakan faktor resiko yang sangat mendukung terjadinya suatu penyakit yang sama di lingkungan keluarga tersebut (Novia, 2008). F. Hubungan Tingkat Stres dengan Derajat Dismenore Primer
Tingkat stres dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu stres sedang dan stres berat. Berdasarkan tabel 5.3 diketahui bahwa proporsi responden yang mengalami stres sedang sebagian besar mengalami derajat dismenore sedang (70,2%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Fisher’s Exact Test didapatkan nilai P sebesar 0,044 (p < 0,05). Yang berarti Ha diterima dengan kata lain bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat stres
61
dengan derajat dismenore pada mahasiswi Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017. Dismenorea ditandai dengan nyeri panggul kram dimulai sesaat sebelum atau pada awal menstruasi dan berlangsung 1-3 hari. Sekitar 2-4 hari sebelum menstruasi dimulai, prostaglandin melanjutkan ke otot rahim di mana prostaglandin diproses dengan cepat di awal menstruasi dan bertindak sebagai kontraktor otot halus yang membantu dalam peluruhan endometrium (Ehrenthal, 2006). Hasil penelitian Saputri (2015) juga menyatakan bahwa ada hubungan signifikan antara tingkat stres dengan tingkat dismenore. Stres merupakan suatu respon alami dari tubuh kita ketika mengalami tekanan dari lingkungan. Dampak dari stres beraneka ragam, dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik. Salah satu dampak dari stres terhadap kesehatan adalah dismenorea (Wangsa, 2010). Saat seseorang mengalami stres terjadi respon neuroendokrin sehingga menyebabkan Corticotrophin Releasing Hormone (CRH) yang merupakan
regulator
hipotalamaus
utama
menstimulasi
sekresi
Adrenocorticotrophic Hormone (ACTH). ACTH akan meningkatkan sekresi kortisol adrenal. Hormon-hormon tersebut menyebabkan sekresi Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) terhambat
sehingga
perkembangan
folikel
terganggu.
Hal
ini
menyebabkan sintesis dan pelepasan progesteron terganggu. Kadar progesteron yang rendah meningkatkan sintesis prostaglandin F2ά dan E2.
62
Ketidakseimbangan antara prostaglandin F2ά dan E2 dengan prostasiklin (PGI2) menyebabkan peningkatan aktivasi PGF2ά. Peningkatan aktivasi PGF2ά menyebabkan iskemia pada sel-sel miometrium dan peningkatan kontraksi uterus. Peningkatan kontraksi yang berlebihan inilah yang akan menyebabkan dismenorea (Hendrik, 2006). Penyebab dari Dismenore menurut Hillard (2006), terjadi karena kontraksi uterus yang berkepanjangan dan penurunan aliran darah ke miometrium. Pada saat mengalami stres, kadar prostaglandin meningkat di
cairan
endometrium
wanita
yang
mengalami
menstruasi
dan
berhubungan lurus dengan derajat nyeri. Peningkatan prostaglandin endometrium sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler ke fase luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi. Peningkatan
prostaglandin
di
progesterone pada akhir fase
endometrium luteal berakibat
setelah
penurunan
peningkatan tonus
miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan derajat dismenore pada wanita yang mengalami stres. Berdasarkan uraian tersebut, stres merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya dismenore primer. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi tingkat stres seseorang maka kadar prostaglandinnya semakin meningkat. Derajat dismenore primer dapat diminimalkan bila kita dapat mencegah stres. Penjelasan yang benar tentang proses haid membuat
63
kondisi emosi lebih stabil sehingga dapat mencegah timbulnya stres. Hal ini dapat meminimalkan timbulnya derajat dismenore yang lebih parah. G. Hubungan Status Gizi dengan Derajat Dismenore Primer
Status gizi dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu status gizi kurus, status gizi normal, dan status gizi berat badan lebih. Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 18 responden dengan status gizi kurus memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat ringan (55,6%), dari 89 responden dengan status gizi normal memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang (67,4%), dari 13 responden dengan status gizi berat badan lebih memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang (76,9%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square pada α= 0,05 didapatkan nilai p sebesar 0,112 (p > 0,05). Yang berarti Ha ditolak dengan kata lain bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan derajat dismenore primer pada mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017. Pada penelitian ini responden yang mengalami derajat dismenore primer sedang sebagian besar bukan termasuk dalam status gizi obesitas. Hal ini menunjukkan status gizi tidak berpengaruh terhadap kejadian dismenore primer. Hasil penelitian ini tidak sesuai teori yang menyatakan bahwa kelebihan berat badan dapat mengakibatkan dismenore primer, karena di dalam tubuh orang yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang berlebihan yang dapat mengakibatkan
64
hiperplasi pembuluh darah (terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi terganggu dan timbul dismenore primer (Widjanarko, 2006). Sedangkan status gizi yang kurang atau terbatas selain akan mempengaruhi pertumbuhan, fungsi organ tubuh, juga akan menyebabkan terganggunya fungsi reproduksi. Hal ini akan berdampak pada gangguan haid, tetapi akan membaik bila asupan nutrisinya baik. Pada remaja wanita perlu mempertahankan status gizi yang baik, dengan cara mengkonsumsi makanan seimbang karena sangat dibutuhkan pada saat haid. Pada saat fase luteal akan terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi. Dan bila hal ini diabaikan
maka
dampaknya
akan
terjadi
keluhan-keluhan
yang
menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama siklus haid (Paath, 2004). Mulastin (2011) mendapatkan (53%) responden memiliki status gizi normal, (45,5%) responden memiliki status gizi kurus, dan (1,5%) responden memiliki status gizi berat badan lebih. Peneliti tersebut juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan dismenore primer. Menurut Almatsier (2001) status gizi normal ini dikarenakan pola makan yang teratur dan asupan gizinya seimbang dan sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa status gizi memiliki hubungan dengan kejadian dismenore. Menurut Trimayasari (2014), hal ini disebabkan karena status gizi bukan satu-satunya faktor
65
yang mempengaruhi dismenore. Terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi dismenore, antara lain faktor fisik dan psikis seperti stres, pengaruh hormon prostaglandin dan progesteron. Faktor fisik yang mempengaruhi dismenore salah satunya faktor hormonal. Hormon yang berbeda-beda pada setiap orang menimbulkan efek yang ditimbulkan juga berbeda pula (Silvana, 2012). Dismenore dipengaruhi oleh hormon estrogen, progesterone dan prostaglandin. Selama menstruasi kadar hormon estrogen tinggi dan kadar progesteron rendah sampai berakhirnya masa menstruasi. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya prostaglandin yang banyak sehingga kontraktilitas otot uterus meningkat dan menyebabkan dismenore (Hudson, 2007). Adapun faktor lainnya yang biasa memperburuk dismenore adalah dismenore adalah stres (Robert& David, 2004). Hal ini sesuai yang dinyatakan oleh Robert & David (2004) bahwa dismenore atau dismenore atau nyeri haid adalah normal, namun dapat berlebihan apabila dipengaruhi oleh faktor fisik dan psikis seperti stres serta pengaruh dari hormon prostaglandin dan progesteron. Selama dismenore, dismenore, terjadi kontraksi otot rahim akibat peningkatan prostaglandin sehingga menyebabkan vasospasme dari arteriol uterin yang menyebabkan terjadinya iskemia dan kram pada abdomen bgian bawah yang akan merangsang rasa nyeri disaat datang bulan.
66
M enarche narche dengan Derajat D i sme smenor nor e Primer H. Hubungan Usia Me
Usia menarche menarche dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu usia menarche < menarche < 12 tahun dan usia menarche ≥ 12 tahun. tahun. Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa dari 19 responden yang usia menarche menarche < 12 tahun memiliki derajat dismenore dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (73,7%), dan dari 101 responden yang usia responden ≥ 12 tahun juga memiliki derajat dismenore dismenore lebih banyak pada derajat sedang + derajat berat (63,4%). Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan chi square pada α= 0,05, didapatkan nilai p sebesar 0,387 (p > 0,05). Yang berarti Ha ditolak dengan kata lain bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menarche menarche dengan derajat dismenore dismenore primer pada mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas pada t ahun 2017. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyuny (2014) bahwa responden yang mengalami usia menarche ≥ 12 tahun mencapai (69,4%). Wahyuny (2014) menyimpulkan bahwa menarche pada menarche pada usia awal tidak ada hubungan dengan kejadian dismenore dismenore primer. Hasil penelitian Novia (2008), umur menarche responden yang paling banyak berumur ≥ 12 tahun (90%) dan paling sedikit berumur < 12 tahun (10%). Berdasarkan teori menarche menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi ke uterus terhenti dan terjadi dismenore dismenore ( Bare & Smeltzer, 2002). Usia
67
menarche pada menarche pada penelitian ini bervariasi dari rentang 11 tahun – 15 15 tahun. Akan tetapi usia menarche menarche dapat dikatakan normal apabila terjadi pada usia 12-14 tahun (Sunarto, 2012). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan umur menarche yang normal ternyata masih mengalami dismenore primer. dismenore primer. Namun berbeda dengan pendapat Wijayakusuma (2003) bahwa menarche menarche pada usia lebih awal dapat meningkatkan kejadian dismenore dismenore primer, sedangkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umur menarche menarche yang normal masih cukup banyak pula mengalami dismenore primer. dismenore primer. Hasil penelitian ini berbeda dengan pendapat Widjanarko (2006) yang menyatakan bahwa menarche pada menarche pada usia lebih awal merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian dismenore primer. dismenore primer. Widjanarko (2006) menyatakan bahwa alat reproduksi wanita harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun bila menarche terjadi menarche terjadi pada usia yang lebih awal dari normal, dimana alat reproduksi belum siap untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher rahim, maka akan timbul rasa sakit saat menstruasi. Tetapi teori ini tidak dapat diterapkan pada responden penelitian dikarenakan usia menarche menarche responden rata-rata 12-15 tahun. Dan oleh karena usia menarche menarche pada responden dalam batas normal maka tidak terjadi hubungan yang signifikan antara usia menarche dengan menarche dengan dismenore primer.
68
I. Hubungan Riwayat Keluarga Dismenore dengan Derajat Dismenore Primer
Riwayat keluarga dismenore dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu ke ada riwayat keluarga dismenore dan tidak ada riwayat keluarga dismenore. Berdasarkan tabel 5.6 dari 69 responden yang mengalami riwayat keluarga dismenore memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat sedang (78,3%), sedangkan dari 51 responden yang tidak mengalami riwayat keluarga dismenore memiliki derajat dismenore lebih banyak pada derajat ringan (52,9%). Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden memiliki riwayat keluarga dismenore. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-Square pada α= 0,05, didapatkan nilai P sebesar 0,000 (P < 0,05). Yang berarti Ha diterima dengan kata lain bahwa secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore primer pada Mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Maryam (2016) dimana 66% responden memiliki riwayat keluarga dismenore. Maryam (2016) menyatakan bahwa riwayat keluarga dismenore sangat berpengaruh terhadap dismenore primer. Hal ini sesuai dengan penelitian Andriani (2013) bahwa riwayat keluarga mempunyai peran untuk terjadinya dismenore primer. Riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya dismenore primer.
69
Riwayat
keluarga
(Ibu
atau
saudara
perempuan
kandung)
merupakan salah satu faktor dismenore, dikarenakan kondisi anatomis dan fisiologis dari seseorang pada umumnya hampir sama dengan orangtua dan saudara-saudaranya, riwayat nyeri keluarga menyebabkan seorang wanita mengalami
dismenore primer
yang
lebih
parah
jika
ibu/saudara
perempuannya telah mengalaminya (Ehrenthal, 2006). Penelitian Retnoningrum (2014), bahwa dari 9 responden yang memiliki riwayat dismenore berat dalam keluarga terdapat 7 responden (77,8%) juga mengalami kejadian dismenore berat dan hanya 2 responden (22,2%) yang tidak mengalami dismenore berat. Hal ini menunjukkan bahwa responden yang memiliki riwayat dismenorea berat dalam keluarganya berisiko lebih besar mengalami kejadian dismenore berat. Penyakit biasanya menurun mengikuti garis ibu. Seseorang yang memiliki anggota keluarga yang terkena suatu penyakit, maka keturunannya memiliki resiko penyakit yang sama dengan ibunya (Hawari, 2004). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Novia (2008) bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat keluarga dismenore dengan dismenore primer. Novia (2008) menyatakan responden yang mengalami dismenore primer sebagian besar terjadi pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga atau keturunan dismenore primer pula. Responden yang mempunyai riwayat keluarga
dismenore primer,
mempunyai
dismenore primer
resiko
0,191
kali
untuk
terkena
70
dibandingkan dengan responden yang tidak memiliki riwayat keluarga dismenore.
71
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebagian besar mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017 mengalami derajat dismenore primer sedang. 2. Sebagian besar mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017 mengalami tingkat stres sedang. 3. Sebagian besar mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017 memiliki status gizi normal. 4. Sebagian besar mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017 memiliki usia menarche ≥ 12 tahun. 5. Lebih dari setengah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017 memiliki riwayat keluarga dismenore. 6. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat stres dan riwayat keluarga dismenore dengan derajat dismenore primer mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017.
72
7. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dan usia menarche dengan derajat dismenore primer mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas Angkatan A 2013 tahun 2017. B. SARAN
1. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai penanganan dismenore primer pada mahasiswi guna mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh nyeri menstruasi yang dialami mahasiswi yang dapat mengganggu aktivitasnya. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk penelitian selanjutnya, terutama dalam masalah yang terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan derajat dismenore primer. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor resiko lain yang dapat mempengaruhi derajat dismenore primer. 3. Bagi peneliti Diharapkan peneliti dapat meningkatkan pemahaman tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan derajat dismenore primer pada mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas tahun 2017 pada khususnya dan pemahaman tentang keperawatan pada umumnya. 4. Bagi Responden
73
Diharapkan bagi responden yang mengalami dismenore primer mampu mengontrol stres serta mengantisipasi agar tidak mengalami derajat dismenore yang lebih parah, serta mampu melakukan upaya preventif terhadap dismenore primer yang sering terjadi saat wanita mengalami menstruasi terutama bagi wanita yang mempunyai riwayat keluarga positif dismenore primer.
74
DAFTAR PUSTAKA Abbaspour, Z., Rostami, M. & Najjar,S. H. (2006). The effect of exercise on primary dysmenorrhea. J Res Health Sci, 6(1), 26-31. Abdulghani, H. M., Alkanhal. (2011). Stress and its effects on medical students: a cross-sectional study at a college of medicine in Saudi Arabia. Journal of Health, Population and Nutrition, 29(5):516-22 Alatas, F., & Larasati, T. A,. (2016). Dismenore primer dan faktor risiko dismenore primer pada remaja. Majority, 5(3), 79-84. Aljadidi, M.K . (2016). The influence of exam stress on menstrual dysfunctions in Saudi Arabia. Journal of Health Education Research & Development , 4(4), 1-4. Almatsier, S., Soetardjo, S & Soekarti, M. (2011). Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Andarini, S. R. & Fatma, A. (2013). Hubungan antara Distres dan Dukungan Sosial dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa dalam Menyusun Skripsi. Talenta Psikologi. 2(2) Bare, Smeltzer, Suzanne, C. & Brenda, G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC Beddu, S., Mukkaramah, S. & Lestahulu,V. (2015). Hubungan Status Gizi dan Usia Menarche dengan Dismenore Primer pada Remaja Putri. The Southeast Asian Journal of Midwifery, 1(1): 16-21 Boyd, Ann. (2012). Psychiatric nursing contemporary practice. USA: Aptara, Inc. Chomaria, Nurul. (2009). Tips Jitu Dan Praktis Mengusir Stress. Jakarta. Diva Press. Cohen, S. & Williamson,G.(1988). Perceived Stress in a Probability Sample of the United States.Spacapan,S and Oskamp,S.(Eds.) The social Psychologiy of Health Newbury Park, CA: Sage. Colbert, D. (2011). Stress : Cara Mencegah dan Menanggulanginya . Bali: Udayan University Press. Dawood, M.Y., Khan, D. & Firyal S. (2007). Clinical efficacy and differential inhibition of menstrual fluid prostaglandin F2a in a randomized, doubleblind, crossover treatment with plasebo, acetaminophen, and
75
ibuprofen in primary dysmenorrhea. American Journal of Obstetric & Gynecology, 196(1), 35-39. Dickson, W. L. (2006). Increasing Coping resource: an experimantal intervention apprroach. Diakses pada tanggal 16 Juli 2017 dari http://scholarworks.gsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1005&context=cp s_diss Ditto, Anurogo. (2008). Segala Sesuatu Yang Tentang Nyeri Haid. Diakses pada tanggal 1 Mei 2015 dari http://www.kabarindonesia.com/beri_ta.php? Ehrenthal, D.B. (2006). Woment healthy menstrual disorders. USE : The American College of Physicians Fitriana, W., & Rahmayani. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian dismenore pada mahasiswi di akademi kebidanan meuligo meulaboh tahun 2013. Diakses pada tanggal 22 April 2017 dari https://www.scribd.com/doc/284863431/WAHYU-FITRIANA skripsi-ka ayu Gunawati, R., Hartati, S., & Listiara, A. (2006). Hubungan Antara Efektivitas Komunikasi Mahasiswadosen Pembimbing Utama Skripsi Dengan Stres Dalam Menyusun Skripsi Pada Mahasiswa Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro, 3(2), 57-62 Guyton, A.C. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Harel, Z. (2006). Dysmenorrhea in adolescents and young adults . Etiologi and management Journal Of Pediatric and Adolescent Gynecology, 19(6),363. Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Balai Penerbit FK UI : Jakarta. Hendrik, H. (2006). Problema haid: Tinjauan syariat islam dan medis. Jakarta: Tiga Serangkai. Huriah, T. (2006). Hubungan Perilaku Ibu dalam Memenuhi Kebutuhan Gizi dengan Status Gizi Batita di Kecamatan Beji Kota Depok. Diakses pada tanggal 5 Desember 2012 dari http://eprints.ui.ac.id/308/ Hurlock B.E. (2007). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Penerbit Erlangga: Jakarta
76
Hillard, P. (2006). Dysmenorrhea. Journal Occupation and imvironment medicine, 108(2), 784-786. Holder, A, Edmundson L.D, & Erogul M. (2016). Dysmenorrhea. Diakses pada tanggal 24 April 2017, dari http://emedicine.medscape.com/article/253812 overview. Jones. (2001). Dasar-dasar Obstetri & Ginekologi. Jakarta: Hipokrates Junizar, Sulianingsi. (2001). Pengobatan Dismenore secara Akupuntur. Jakarta: KSMF Akupuntur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangun Kusumo. Katsarou, A. (2012). Validation of a Greek Version of PSS-14; Global Measure of Perceived Stress. Cen Eur Journal Public Health, 20(2): 104-109 Kelly, Tracey. (2007). 50 Rahasia Alami Meringankan Sindrom Pramenstruasi. Jakarta: Erlangga. Lowdermilk, P., & Cashion,A. (2012). Maternity and women’s health care. 10th edition. United States of America: Elsevier mosby. Lubis N. L. (2013). Psikologi Kespro : Wanita & Perkembangan Reproduksinya Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologinya. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Mansjoer, A. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. 3rd ed. Vol 1. Jakarta: Media Aesculapius. Manuaba. (2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC Martini, R., Mulyati,S. & Fratidhina, Y. (2014). Pengaruh stres terhadap dismenore primer pada mahasiswi kebidanan di Jakarta. Diakses pada tanggal 11 April 2017 dari http://ejurnal.poltekkesjakarta3.ac.id/index.php/JITEK/article/view/56/49 Maryam, Ritonga, M.A. & Istriati. (2016). Relationship between Menstrual Profile And Psychological Stress with Dysmenorrhea. Althea Medical Journal , 3(3), 382-387. Mitayani., Sartika,W. (2010). Buku Saku Ilmu Gizi. Trans Info Media, Jakarta. Mulastin. (2011). Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Dismenorea Remaja Putri di SMA Islam Al- Hikmah Jepara. Diakses pada tanggal 12 Juli 2017 dari
77
http://www.akbidalhikmah.ac.id/artikel/Jurnal%20%20penelitian%20edisi %201.pdf Naik, P., Tanna, A. S., et al. (2015). Variations of dysmenorrhea during stress and Non Stress condition in college going girls in Belgaum City : A cross sectional study. International Journal of Physiotheraphy and Research, 3(2), 1012-1016. Nagma, S. & Kapoor, G. (2015). The evaluate the effect of Perceived stress on menstrual function. Journal of Clinical and Diagnostic Research, 9(3),1-3. Nasir, A., Muhith. (2011). Dasar -dasar Keperawatan jiwa, Pengantar dan Teori.Jakarta: Salemba Medika. Novia, I., Puspitasari, N. (2008). Faktor Resiko yang Mempengaruhi Kejadian Dismenore Primer. The Indonesian Journal of Public Health, 4(2), 96-104. Paath., Rumdasih., Heryati. (2004). Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. EGC. Jakarta Paramitha, Nadia. (2012). Hubungan tingkat stress dan faktor Lainnya dengan konsumsi makanan mahasiswa Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia Tahun 2012. Program Studi Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Patruno.(2006). Dysmenorrhea. In : Ehrenthal, D.B. Woment Healthy Menstrual Disorders. USE : The American College of Physicians Potter, & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik, edisi 4, Volume.2. Jakarta: EGC. Proverawati, Maisarah. (2009). Menarche menstruasi pertama penuh makna. Yogyakarta: Nuha Medika. Puji, Istiqomah. (2009). Efektivitas Senam Dismenore dalam Mengurangi Dismenore pada Remaja Putri di SMU N 5 Semarang. Diakses pada tanggal 6 Februari 2017 dari http://www.ARTIKEL_SKRIPSI1234.pdf Prawirohardjo, R. (2005). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta: EGC. Rasmun. (2004). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta : Sagung Seto Reeder. (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi Dan Keluarga. Edisi. Jakarta: EGC.
78
Ruslie, R. H., Darmadi. (2012). Analisis Regresi Logistik Untuk Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Remaja. Majalah Kedokteran Andalas, 1(36), 62-72 Safaria, T & Saputra, N, E. (2012). Manajemen emosi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Saputri,N.H., Musfiroh, M. & Ropitasari. (2015). Peningkatan stres berhubungan dengan derajat dismenore pada siswi SMP Prosiding Nasional APIKES AKBID Citra Medika Surakarta. Diakses pada tanggal 3 Mei 2017 dari http://cfp.apikescm.ac.id/files/Novida.pdf Savitri, R. (2015). Gambaran Skala Nyeri pada Usia Remaja. Jurnal Keperawatan ‘Aisyiyah. 2(2): 25-29 Scheid, Teresa L., Brown, Tony N. (2010). A Handbook for Study of Mental Health: Social Contexts, Theories, and Systems 2nd Edition. New York: Cambridge University Press. Shenoy , Uma A. (2000). College Stress and Symptom-expression in International Students A comparative study. Virginia: Universitas Virginia Politeknik. Simanjuntak, P. (2008). Gangguan Haid dan Siklusnya . Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Stuart, G.W. (2013). Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed 5. EGC: Jakarta. Sukarni, I., Wahyu, P. (2013). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika Supardi, S. (2013). Metodologi riset keperawatan. Jakarta: Trans Info Media. Tanna, A., dkk. (2016). Prevalence of dysmenorrhea and it’s effects on quality of life in college going girls. International Journal of Current Advanced Reasearch, 5(7),1093-1096. Taylor, E., Shelley., Dkk. (2009). Psikologi Sosial Edisi Kedua Belas. Jakarta: Kencana. Trimayasari, D., Kuswandi, K. (2013). Hubungan usia menarche dan status gizi siswi SMP kelas 2 dengan kejadian dismenore. Jurnal Obstretika Scientia, 2(2): 196 Unsal, A., Atranci, U., et al . (2010). Prevalences of dysmenorrhea and it’s effect on quality of life among a group of female university students. Upsala Journal of Medical Sciences, 115(2):138-45