Bentuk Perbuatan Syirik pada Zaman Modern di Indonesia A. Pengertian Syirik Syirik dari segi bahasa artinya mempersekutukan, secara istilah adalah perbuatan yang mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Orang yang melakukan syirik disebut musyrik. Seorang musyrik melakukan suatu perbuatan terhadap makhluk (manusia maupun benda) yang seharusnya perbuatan itu hanya ditujukan kepada Allah seperti menuhankan sesuatu selain Allah dengan menyembahnya, meminta pertolongan kepadanya, menaatinya, atau melakukan perbuatan lain yang tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah SWT. Perbuatan syirik termasuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa yang dilakukan hambanya, kecuali dosa besar seperti syirik. Firman Allah SWT: Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An-Nisaa’: 48) B. Contoh Syirik di zaman Modern 1. syirik Akbar khafi ialah bedoa kepada orang mati dan kuburan orang-orang besar.
Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shalih, yang terwujud dalam berbagai bentuk di antaranya: Memasukkan kuburan ke dalam masjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya kuburan tersebut. -orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat orang -orang mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai mesjid (tempat ibadah).” Dalam had its its lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, orangorang orang sebelum kalian selalu menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang shalih (di antara) mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai kaum muslimin) menjadikan kuburan sebagai mesjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari perrbuatan tersebut.”
2. Meyakini suatu benda memiliki kekuatan gaib Tauhid tidak bertentangan dengan sebab ciptaan Allah dalam alam ini. Seperti obat untuk penyembuhan, senjata untuk menjaga diri, dll. Tetapi bila menempuh cara lain yang dapat mengakibatkan pengaruh tersembunyi yang tidak disyari’atkan oleh Allah untuk menghilangkan penderitaan atau menjaga diri dari bahaya, maka perbuatan tersebut sudah bertentangan dengan tauhid.
“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, kecuali dalam keadaan menyekutukan Allah.”(QS. Yunus 10:106)
3. Menggantung Azimat
Azimat yaitu benda yang dianggap memiliki kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau menghindarkan pemakainya dari bahaya. Perbuatan seperti ini termasuk syirik karena mengandung unsure meminta terhindar dari bahaya kepada selain Allah.
“Jika Allah menimpakan suatu bahaya kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al- An’am 6:17) Ada pula azimat seperti tulisan atau gambar. Menghilangkan perbuatan ini merupakan kewajiban bagi setiap orang yang mampu. Bila azimat itu ditulis dari ayat-ayat Al-Qur’an atau mengandung Asmaul Husna, apakah termasuk dilarang? Para ulama salaf berbeda pendapat. Tetapi pendapat yang kita terima ialah melarang pemakaian seluruh bentuk azimat, meskipun dibuat dari ayat-ayat Al-Qur’an
4. Ramalan
Salah satu bentuk sihir adalah ramalan. Yaitu anggapan mengetahui dan melihat rahasia-rahasia masa depan berupa kejadian umum atau khusus atau pun nasib seseorang, melalui perbintangan dsb.
“Siapa yang mempelajari salah satu cabang dari perbintangan, maka dia telah mempelajari sihir.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih) 5. Penayangan film-film horor yang merusak keimanan
fenomena kesyirikan di layar televisi yang menayangkan sejumlah acara film horor yang berbau mistis. Akhir-akhir ini film-film semacam itu mulai marak pula di bioskop-bioskop indonesia. Berbagai film horor itu kebanyakan mengkisahkan tentang para hantu yang menakut-nakuti dan meneror manusia, bahkan hantu-hantu itu sampai ingin membunuh. Ini jelas pembodohan sekaligus menebar kesesatan ke tengah-tengah masyarakat. Padahal setiap orang mati tidak mungkin bangkit kembali, mereka terlalu disibukkan dengan urusan besar mereka di alam kubur.
6. Mendatangi Orang Pintar/Dukun
Hukum perdukunan itu adalah haram. Ibnu Abil ‘Izzi rohimahulloh mengatakan: “Bukan satu orang dari ulama telah menukilkan ijma’ tentang keharamannya (keharaman dukun) seperti AlImam Al-Baghawi, Al-Qadhi ‘Iyadh, dan selain mereka.” (Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 341) Maka bertanya (apalagi membenarkan) pun HARAM, dengan ijma’ ulama. Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut: Dari sebagian para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda: Artinya : Barang siapa yang mendatangi dukun lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka sholatnya tidak
“
akan diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2230) Dari Abu Hurairah dan Al Hasan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: Artinya :
Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal kemudian membenarkan apa yang dia katakan, maka dia
“
telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (Alquran).” (HR. Ahmad no. 9171)
7. Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan Nabi Muhammad SAW
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamsendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kalian berlebihan dan melampaui batas dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku adalah hamba (Allah), maka katakanlah: hamba Allah dan rasul-Nya.” Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak mungkin beliau ikut memiliki sebagian dari sifat-sifat yang khusus milik Allah Subhanahu wa Ta’ala, seperti mengetahui ilmu ghaib, memberikan manfaat atau mudharat bagi manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
“
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan seandainya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku akan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman.’” (Qs. al-A’raaf: 188). Diantara bentuk-bentuk pengagungan yang berlebihan dan melampaui batas kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut, Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang ghaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena semua perkara ini adalah khusus milik Allah Ta’ala dan tidak ada seorang makhlukpun yang ikut serta memilikinya. Melakukan safar (perjalanan) dengan tujuan menziarahi kuburan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang perbuatan ini dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh melakukan perjalanan (dengan tujuan ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.”[6] Dan semua hadits yang menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kuburan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallamadalah hadits yang lemah dan tidak benar
penisbatannya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam ahli hadits.
Adapun melakukan perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi, maka ini adalah perkara yang dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang shahih. Meyakini bahwa keutamaan Masjid Nabawi adalah karena adanya kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini jelas merupakan kesalahan yang sangat fatal, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan keutamaan shalat di Mesjid Nabawi sebelum beliau wafat. 8. Menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan
Demikian juga perbuatan ath-thiyarah/at-tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau keberhasilan suatu urusan, padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikannya sebagai sebab. Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebda beliau, “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan.