Beban Kerja Fisik Vs Beban Kerja Mental " 1
Beban Kerja Fisik Vs Beban Kerja Mental
(Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Pelajaran Ergonomi II)
Dosen Pengampu:
Tarwaka, PGDip.Sc.,M.Erg.,
(Kelas B)
Ira Pracinasari
R0012048
PROGRAM DIPLOMA III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aktifitas-aktifitas manusia memerlukan energi yang besarnya tergantung pada besar dari beban kegiatan yang dilakukan dan kemampuan fisik dari masing-masing individu. Hal ini dikarenakan keterbatasan kemampuan manusia sehingga menyebabkan manusia akan mengalami fatigue, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikologis, yang akan berakibat pada penurunan performance kerja.
Ketika manusia melakukan aktivitas yang melebihi kemampuannya dapat mengakibatkan seseorang mengalami fatigue, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikologis, yang dapat mengakibatkan penurunan work performance. Maka dari itu, agar dapat mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu memperhatikan pengeluaran dan pemulihan setidaknya dapat diseimbangkan dengan pemulihan energinya, dan waktu istirahatnya. Dengan demikian diharapkan dapat mengevaluasi dan merancang kembali tata cara kerja yang harus diaplikasikan agar dapat memberikan peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja serta kenyamanan maupun keselamatan kerja bagi manusia pada umumnya dan pekerja pada khususnya.
Keberhasilan kerja dipengaruhi oleh salah satu faktor diantaranyaa dalah faktor kerja fisik (otot). Kerja fisik ( beban kerja) mengakibatkan pengeluaran energi, sehingga berpengaruh pada kemampuan kerja manusia. Dengan kerja fisik seseorang akan mengeluarka energi karena pekerjaan yang dilakukannya tersebut. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu diperhatikan pengeluaran energi pemulihan energi selama proses kerja berlangsung. Faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran energi selama bekerja antara lain adalah cara pelaksanaan kerja, kecepatan kerja, sikap kerja dan kondisi lingkungan kerja. Faktor yang mempengaruhi pemulihan energi antara lain adalah lamanya waktu istirahat, periode istirahat, dan frekuensi istirahat.
Faktor pemulihan energi sangat penting diperhatikan karena selama proses kerja terjadi kelelahan. Hal ini diakibatkan oleh dua hal yaitu kelelahan fisiologis dan kelelahan psikologis. Yang dimaksud kelelahan fisiologis adalah kelelahan yang timbul karena adanya perubahan faal tubuh. Perubahan faal tubuh dari kondisi segar menjadi letih akan mempengaruhi keoptimalan kinerja pekerja. Pemulihan kondisi faal tubuh untuk kembali pada kondisi segar selama beraktivitas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemulihan energi adalah istirahat. Pekerja yang bekerja dengan beban kerja berat tentunya membutuhkan periode dan frekuensi yang berbeda dengan pekerja yang bekerja dengan beban kerja ringan.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud beban kerja?
Apa yang dimaksud dengan beban kerja fisik dan mental?
Bagaimana penilaian beban kerja fisik dan beban kerja mental?
Tujuan
Untuk mengetahui apa yang dimaksud beban kerja
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan beban kerja fisik dan mental
Untuk mengetahui bagaimana penilaian beban kerja fisik dan beban kerja mental
BAB II
ISI
Beban Kerja
Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi "permintaan" dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu.
Selain beban kerja fisik ,beban kerja yang bersifat mental harus pula dinilai. Namun demikian Tunjungsarilaian beban kerja mental tidaklah semudah menilai beban kerja fisik. Pekerjaan yang bersifat mental sulit diukur melalui perubahan fungsi faal tubuh. Secara fisiologis, aktivitas mental terlihat sebagai suatu jenis pekerjaan yang ringan sehingga kebutuhan kalori untuk aktivitas mental juga lebih rendah. Padahal secara moral dan tanggung jawab, aktivitas mental jelas lebih berat dibandingkan dengan aktivitas fisik, karena lebih melibatkan kerja otak (white-collar) daripada kerja otot (Blue-collar). Dewasa ini aktivitas mental lebih banyak didominasi oleh pekerja-pekerja kantor, supervisor dan pimpinan sebagai pengambil keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar. Menurut Grandjean (1993) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsure persepsi, interpretasi dan proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh organ sensor untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi yang lampau.
Dalam suatu kerja fisik, manusia akan menghasilkan perubahan dalam konsumsi Oksigen, Heart Rate, Temperatur tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh.
Kerja fisik ini dikelompokkan oleh Davis dan Miller :
1. Kerja total seluruh tubuh, yang menngunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua per tiga atau tiga seperempat otot tubuh.
2. Kerja otot yang membutuhkan energi Expenditure karena otot yang digunakan lebih sedikit.
3. Kerja otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot
Metode Pengukuran kerja fisik dilakukan dengan menggunakan standar :
1. Konsep Horse-Power oleh Taylor, tetapi tidak memuaskan.
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi Oksigen.
Studi Pengukuran fisiologis ditujukan untuk mengatasi :
1. Pengetahuan baru tentang performans manusia
2. Lebih memantau perilaku / sifat para atlit juara.
3. Membantu kendala fisik seseorang
Tiffin mengemukakan kriteria yang dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap manusia dalam suatu sistem kerja, yaitu : Kriteria Faali, kriteria kejiwaan dan kriteria hasil kerja. Kriteria Faali meliputi: Kecepatan denyut jantung, konsumsi Oksigen, Tekanan darah, Tingkat penguapan, Temperatur tubuh, komposisi kimiawi dalam darah dan air seni. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui perubahan fungsi alat-alat tubuh. Kejiwaan yang timbul selama bekerja. Kriteria Kejiwaan meliputi: pengujian tingkat kejiwaan pekerja, seperti tingkat kejenuhan, emosi, motivasi, sikap dan lain-lain. Kriteria kejiwaan digunakan untuk mengetahui perubahan Kriteria Hasil Kerja meliputi: hasil kerja yang diperoleh dari pekerja. Kriteria ini digunakan untuk mengetahui pengaruh seluruh kondisi kerja dengan melihat hasil kerja yang diperoleh dari pekerja tersebut.
2.1.1 Manifestasi Kerja Berat
Dengan bertambah kompleksnya aktivitas otot, maka beberapa hal yang patut dijadikan pokok bahasan dan analisa terhadap manifestasi kerja berat tersebut antara lain :
Denyut Jantung ( heart rate )
Tekanan darah ( blood pressure )
Cardiac Output ( Keluaran paru dengan satuan liter per menit )
Komposisi kimia darah ( kandungan asam laktat )
Temperatur darah ( body temperature )
Kecepatan berkeringat ( Sweating rate )
Pulmonary vebtilation ( kecepatan membuka atau menutupnya vebtilasi paru dengan satuan liter per menit )
Konsumsi energi
Selain dimanfaatkan untuk evaluasi dan perancangan tata cara kerja, hasil pengukuran energi yang dikonsumsi untuk kerja juga bisa diaplikasikan untuk beberapa alasan yang berkaitan dengan permasalahanpermasalahansebagai berikut:
Keselamatan (safety)
Pengaturan jadwal istirahat (scheduling breaks)
Spesifikasi jabatan (job spesification) dan seleksi personil
Evaluasi jabatan (job evaluation)
Tekanan dari faktor lingkungan (environment stress)
( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995)
2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Beban Kerja
Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas kerja seharihari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir lebih dari separuh barat tubuh, memungkinkan kita untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan pekerjaan. Pekerjaan disatu pihak mempunyai arti penting bagi kemajuan dan peningkatan prestasi. Di pihak lain , dengan pekerjaan berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain bahwa setiap pekerjaan merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban tersebut dapat berupa beban fisik maupun beban mental. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja diterima oleh seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik, kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban tersebut. Menurut Suma'mur (1984) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari tingkatan keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari pekerjaan yang bersangkutan.
Menurut Rodahl (2000), bahwa secara umum sehubungan dengan beban kerja dan kapasitas kerja dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat kompleks, baik faktor eksternal dan internal.
2.1.2.1 Beban Kerja Karena Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah beban kerja yang berasal dari luar tubuh pekerja, yang termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) itu sendiri, organisasi dan lingkungan kerja. Ketiga faktor tersebut disebut stressor.
1. Tugas (Task)
a. Bersifat fisik seperti stasiun kerja, kondisi, medan, atau sikap kerja.
b. Bersifat mental seperti tingkat kesulitan kerja yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, atau kompleksitas pekerjaan.
Tugas-tugas yang (tasks) yang dilakukan baik yang bersifat fisik, seperti stasiun kerja, kondisi atau medan, sikap kerja, dll. Sedangkan tugas-tuigas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan, atau tingkat kesulitan pekerjaann yang mempengaruhi tingkat emosi pekerja, tanggung pekerja, dll.
2. Organisasi Kerja
Organisasi kerja yang dapat mempengaruhi beban kerja seperti lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja malam, sistem pengupahan, sistem keerja, musik kerja, pelimpahan dan wewenang kerja, dll
3. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja fisik seperti : mikroklimat, intensitas kebisinga, intensitas cahaya, vibrasi mekanis, dan tekanan udara. Lingkungan kerja kimiawi seperti debu, gas-gas pencemar udara. Lingkungan kerja biologis, seperti bakteri, virus, parasit. Lingkungan kerja fisiologis seperti penempatan dan pemiliha karyawan, hubungan sesame pekerja, pekerja dengan atasan,pekerja dengan lingkungan sosial.
2.1.2.2 Beban Kerja Karena Faktor Internal
Faktor internal beban kerja adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh itu sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari beban kerja eksternal. Reaksi tersebut disebut strain, besar-kecilnya strain dapat dinilai baik secara obyekstif maupun subyektif. Secara obyektif yaitu melalui perubahan reaksi fisiologis, secara subyekstif dapat melalui perubahan fisiologis dan perubahan perilaku. Secara singkat faktor internal meliputi :
Faktor somatic (jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan, kondisi kesehatan)
Faktor psikis (motivasi, persepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan, dll)
2.2 Kerja Fisik
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga manual operation dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja. Kerja fisik juga dapat dikonotasikan dengan kerja berat atau kerja kasar karena kegiatan tersebut memerlukan usaha fisik manusia yang kuat selama periode kerja berlangsung.Dalam kerja fisik konsumsi energi merupakan factor utama yang dijadikan tolak ukur penentu berat / ringannya suatu pekerjaan. Secara garis besar, kegiatan-kegiatan manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik dan kerja mental. Pemisahan ini tidak dapat dilakukan secara sempurna, karena terdapatnya hubungan yang erat antar satu dengan lainnya. Kerja fisik akan mengakibatkan perubahan fungsi pada alat-alat tubuh, yang dapat dideteksi melalui :
1. Konsumsi oksigen
2. Denyut jantung
3. Peredaran udara dalam paru-paru
4. Temperatur tubuh
5. Konsentrasi asam laktat dalam darah
6. Komposisi kimia dalam darah dan air seni
7. Tingkat penguapan
8. Faktor lainnya
Kerja fisik akan mengeluarkan energi yang berhubungan erat dengan konsumsi energi. Konsumsi energi pada waktu kerja biasanya ditentukan dengan cara tidak langsung, yaitu dengan pengukuran :
1. Kecepatan denyut jantung
2. Konsumsi Oksigen
Pengeluaran energi relatif yang banyak dan pada jenis tersebut dapat dibedakan dalam beberapa kerja sesuai fisik yaitu:
a. Kerja Statis, yaitu:
1. Tidak menghasilkan gerak.
2. Kontraksi otot bersifat isometris (tegang otot bertambah sementara tegangan otot tetap).
3. Kelelahan lebih cepat terjadi.
b. Kerja Dinamis, yaitu:
1. Menghasilkan gerak.
2. Kontraksi otot bersifat isotonis (panjang otot berubah sementara tegangan otot tetap).
3. Kontraksi otot bersifat ritmis (kontraksi dan relaksasi secara bergantian).
4. Kelelahan relatif agak lama terjadi
2.2.1 Penilaian Beban kerja Fisik
Menurut Rodahl (1989) bahwa penilaian beban fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif , yaitu penelitian secara langsung dan metode tidak langsung. Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur oksigen yang dikeluarkan (energyexpenditure) melalui asupan energi selama bekerja. Semakin berat kerja semakin banyak energi yang dikeluarkan. Meskipun metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, namun hanya mengukur secara singkat dan peralatan yang diperlukan sangat mahal. Lebih lanjut Christensen (2001) menjelaskan bahwa salah satu pendekatan untuk mengetahui berat ringannya beban kerja adalah dengan menghitung nadi kerja, konsumsi energi, kapasitas ventilasi paru dan suhu inti tubuh. Pada batas tertentu ventilasi paru, denyut jantung, dan suhu tubuh mempunyai hubungan yang linear dengan konsumsi oksigen atau pekerjaan yang dilakukan. Kemudian Konz (1996) mengemukakan bahwa denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan konsodilatasi. Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme respirasi, suhu tubuh, dan denyut jantung menurut Christensen, dapat dilihat pada table di berikut ini :
Tabel 2.1Kategori berat ringannya beban kerja didasarkan pada metabolisme respirasi, suhu tubuh, dan denyut jantung
Kategori
Konsumsi Oksigen
( liter/ menit )
Temperatur Rectal
o C
Energi
Kkal/ Menit
Denyut Jantung
Lung Ventilation
Liter / menit
Sangat Ringan
0.25 – 0.3
37.5
< 2.5
< 60
6 – 7
Ringan
0.5 - 1
37.5
2.5-5.0
60 – 100
11 - 20
Moderat
1.0 - 1.5
37.5 – 38
5.0-7.5
100 – 125
20 – 31
Berat
1.5 - 2.0
38 – 38.5
7.5-10.00
125 – 150
31 - 43
Sangat Berat
2.0 – 2.5
38.5 – 39
10.00-12.5
150 – 175
43 - 56
Berat Ekstrim
> 2.5
> 39
> 12.5
> 175
60 - 100
( Sumber : Christensen, 1991 )
Berat ringannya beban kerja yang diterima oleh seorang tenaga kerja dapat digunakan untuk menentukan berapa lama seorang tenaga kerja dapat melakukan aktivitas kerjanya sesuai dengan kemampuan atau kapasitas kerja yang bersangkutan. Di mana semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis yang berarti atau sebaliknya.
Kerja fisik dikelompokkan oleh David dan Miller :
a. Kerja total seluruh tubuh, yang mempergunakan sebagian besar otot biasanya melibatkan dua pertiga atau tiga perempat oleh otot tubuh.
b. Kerja sebagian otot, yang membutuhkan lebih sedikit energi expenditure karena otot yang dipergunakan lebih sedikit.
c. Kerja otot statis, yaitu otot yang dipergunakan untuk menghasilkan gaya, tetapi tanpa kerja mekanik membutuhkan kontraksi sebagian otot.
Namun, sampai saat ini metode pengukuran fisik dilakukan dengan menggunakan standar :
1. Konsep Horse – Power (Foot-Pounds of Work Per Minute) oleh Taylor, tapi tidak memuaskan.
2. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
3. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen (dengan metode terbaru).
( Sritomo Wignjosoebroto,Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu, 1995 )
Menurut Rodhal (1989) dalam Tarwaka, dkk bahwa penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.
2.2.2 Metode Penilaian Langsung
Metode pengukuran langsung yaitu dengan mengukur energi yang dikeluarkan (energy expenditure) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja akan semakin banyak energi yang diperlukan untuk dikonsumsi. Meskipun metode pengukuran asupan oksigen lebih akurat, namun hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dandiperlukan peralatan yang mahal. Berikut adalah kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung menurut Christensen (1991) pada tabel berikut:
Tabel 2.2kategori beban kerja yang didasarkan pada metabolisme, respirasi suhu tubuh dan denyut jantung menurut Christensen (1991)
Tabel 2.3 Konsumsi Oksigen Maksimum (VO2 max) mL/(Kg-min)
Dalam penentuan konsumsi energi biasanya digunakan suatu bentuk hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung yaitu sebuah persamaan regresi kuadratis sebagai berikut:
Y = 1.80411 - 0.0229038 + 4.70733 x 10-4X2
Dimana:
E = Energi (Kkal/menit)
X = Kecepatan denyut jantung/nadi (denyut/menit)
2.2.3 Metode Penilaian Tidak Langsung
Metode penilaian tidak langsung adalah dengan menghitung denyut nadi selama bekerja. Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992) dimana dengan metode ini dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut:
Denyut Jantung (Denyut/Menit) =
Denyut Jantung (Denyut/Menit) =
Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringannya beban kerja mempunyai beberapa keuntungan, selain mudah, cepat, sangkil dan murah juga tidak diperlukan peraltan yang mahal serta hasilnya pun cukup reliabel dan tidak menganggu ataupun menyakiti orang yang diperiksa.
Denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis yaitu:
1. Denyut Nadi Istirahat (DNI) adalah rerata denyut nadi sebelumpekerjaan dimulai
2. Denyut Nadi Kerja (DNK) adalah rerata denyut nadi selama bekerja
3. Nadi Kerja (NK) adalah selisih antara denyut nadi istirahat dengan denyut nadi kerja.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peranan yang sangat penting didalam peningkatan cardiat output dari istirahat sampai kerja maksimum. Peningkatan yang potensial dalam denyut nadi dari istirahat sampai kerja maksimum oleh Rodahl (1989) dalam Tarwaka, dkk (2004:101) didefinisikan sebagai Heart Rate Reverse (HR Reverse) yang diekspresikan dalam presentase yang dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
% HR Reserve =
% HR Reserve =
Denyut Nadi Maksimum (DNMax) adalah: (220 – umur) untuk laki-laki dan (200 – umur) untuk perempuan. Lebih lanjut untuk menentukan klasifikasi beban kerja bedasarkan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maksimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasculair load = % CVL) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
% CVL=
% CVL=
Dari hasil perhitungan % CVL tersebut kemudian di bandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 2.4 Klasifikasi Berat Ringan Beban Kerja Berdasar % CVL
Selain cara tersebut diatas cardivasculair strain dapat diestimasi menguunakan denyut nadi pemulihan (heart rate recovery) atau dikenal dengan Metode Brouba. Keuntungan metode ini adalah sama sekali tidak menganggu atau menghentikan pekerjaan, karena pengukuran dilakukansetelah subjek berhenti bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik menit pertama, kedua dan ketiga (P1, P2, P3). Rerata dari ketiga nilai tersebut dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika P1 – P3 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal
Jika rata-rata P1 tercatat 110, dan P1 – P3 10, maka beban kerja tifak berlebihan
Jika P1 – P3< 10, dan jika P3> 90 perlu redesain pekerjaan
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolute denyut nadi pada ketergantungguan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness), dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai maka diperluakan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasai kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban tugas tambahan. (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004)
2.2.4 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori
Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakkan otot adalah kebutuhan akan oksigen yang dibawa oleh darh ke otot untuk pembakaran zat dalam menghasilkan energi. Sehingga jumlah oksigen yang dipergunakan oleh tubuh merupakan salah satu indikator pembebanan selama bekerja. Dengan demikian setiap aktivitas pekerjaan memerlukan energi yang dihasilkan dari proses pembakaran. Berdasarkan hal tersebut maka kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan besar ringannya beban kerja. Berdasarkan hal tersebut mentri tenaga kerja, melalui keputusan no 51 tahun 1999 menetapkan kebutuhan kalori untuk menentukan berat ringannya pekerjaan.
Beban kerja ringan : 100-200 Kilo kalori/jam
Beban kerja sedang : > 200-350 Kilo kalori/ jam
Beban kerja berat : > 350-500 Kilo kalori/ jam
Kebutuhan kalori dapat dinyatakan dalam kalori yang dapat diukur secara tidak langsung dengan menentukan kebutuhan oksigen. Setiap kebutuhan oksigen sebanyak 1 liter akan memberikan 4.8 kilo kalori (Suma'mun, 1989)Sebagai dasar perhitungan dalam menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan oleh seseorang dalam melakukan aktivitas pekerjannya, dapat dilakukan melalui pendekatan atau taksiran kebutuhan kalori menurut aktivitasnya.
Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam ditentukan oleh tiga hal :
Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal, dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia.
Kebutuhan kalori untuk kerja, kebutuhan kalori sangat ditentukan dengan jenis aktivitasnya, berat atau ringan.
Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain-lain di luar jam kerja.
Kalori didapatkan dari sumber energy yang terdiri dari pada karbohidrat , lemak, protein. Sumber sumber energy ini akan diolah dalam tubuh menghasilkan ATP , O2 dan H2O dan sisa sisa metablisme. Salah satu kebutuhan utama dalam pergerakan otot adalah kebutuhanakan oksigen yang dibawa darah ke ototuntuk pembakaran zat dan energi. jumlah kalori yag dibutuhkan dalam melakukan aktifitas berbanding lurus dengan beratnya aktifitas yang dilakukan. Maka berdasarkan hal tersebut diatas maka besarnya jumlah kebutuhan kalori dapat digunakan sebagai petunjuk dalam menentukan berat ringannya satu pekerjaan.
Tabel 2.4 Kebutuhan Kalori Perjam Menurut Jenis Aktifitas
No.
Jenis Aktifitas
Kilokal/jam/Kg Berat Badan
1
Tidur
0,98
2
Duduk dalam keadaan Istirahat
1,43
3
Membaca dengan intonasi keras
1,50
4
Berdiri dalam keadaan tenang
1,50
5
Menjahit dengan tangan
1,59
6
Berdiri dengan konsentrasi terhadapsatu objek
1,63
7
Berpakaian
1,69
8
Menyanyi
1,74
9
Menjahit dengan mesin
1,93
10
Mengetik
2,00
11
Menyetrika dengan berat setrika ±2,5 kg
2,06
12
Mencuci peralatan dapur
2,06
13
Menyapu lantai dengan kecepatan ±38 x/mnt
2,41
14
Menjilid buku
2,43
15
Politian Ringan
2,43
16
Jalan Ringan dengan kecepatan ±3,9km/jam
2,86
17
Pekerjaan kayu,logam dan pengecatan dalam industri
3,43
18
Politian sedang
4,14
19
Jalan agak cepat dengan kecepatan ±5,6 km/jam
4,28
20
Jalan turun tangga
5,20
21
Pekerjaan tukang batu
5,71
22
Politian berat
6,43
23
Penggergajian kayu secara manual
6,86
24
Berenang
7,14
Kebutuhan kalori per jam tersebut merupakan pemenuhan kebutuhan energi yang dikeluarkan akibat beban kerja utama , sehingga masih diperlukan tambahan kalori apabila terdapat beban kerja tambahan seperti, stasiun kerja yang tidak ergonomis, sikap paksa waktu bekerja , suhu lingkungan yang panas dll.
Contoh: Seorang pekerja dengan berat badan sekitar 65 kg bekerja sebaga tukang batu dibawah terik matahari , maka berdasarkan data tersebut diatas maka dapat diperoleh jumlah kalori yang dibutuhkan adalah 5,71x65 kg = 371 Kilocal / jam. Beban kerja ini termasuk dalam kategori beban kerja berat (> 350- 500 Kilokal /jam). Namun demikian perhitungan tersebut belum memperhitungkan faktor tekanan panas yang memberikan beban kerja tambahan.
Contoh tersebut baru menggambarkan kebutuhan kalori seseorang pekerja selama waktu kerja. Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seorang pekerja selama 24 jam sehari ditentukan oleh tiga hal:
Kabuuhan kalori untuk metabolisme basal
Dimana seorang laki-laki dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ± 100 Kilo Joule (23.87 Kilo kalori) per 24 jam per kg-BB. Sedangkan wanita dewasa memerlukan kalori untuk metabolisme basal ±98 Kilo Joule (23.39 Kilo kalori) per 24 jam per kg-BB. Sebaga contoh: seorang laki-laki dewasa dengan berat badan 60 kg akan memerlukan kalori untuk metabolisme basal sebesar ±6000 Kilo Joule (1432 Kilo kalori) per 24 jam.
Kebutuhan kalori untuk kerja
Kebutuhan kalori kerja sangat ditentukan dengan jenis aktivitas kerja yang dilakukan atau berat ringannya pekerjaan, seperti yang telah ditentukan sebelumnya.
Kebutuhan kalori untuk aktivitas-aktivitas lain diluar jam kerja
Rerata kebutuhan kalori untuk aktivitas diluar jam kerja adalah ±2400 kilo Joule (573 Kilo kalori) untuk laki-laki dewasa dan sebesar 2000-2400 Kilo Joule (477-425 Kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa.
Berdasarkan uraian tersebut dapat digaris bawahi, penentuan kategori beban kerja fisik berdasarkan kebutuhan oksigen melalui penaksiran kebutuhan kalori belum dapat menggambarkan beban sebenarnya yang diterima oleh seorang pekerja. Hal tersebut disebabkan karena masih banyak faktor yang mempengaruhi kebutuhan kalori. Selain berat ringannya pekerja itu sendiri, juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat bekerja, cara dan sikap kerja serta stasiun kerja yang dugunakan selama kerja. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan penilaian beban kerja yang dapat menggambarkan secara keseluruhan beban yang diterima seorang pekerja.
2.2.5 Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja
Pengukuran denyut jantung selama bekerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Derajat beban kerja hanya tergantung pada jumlah kalori yang dikonsumsi, akan tetapi juga bergantung pada pembebanan otot statis. Sejumlah konsumsi energi tertentu akan lebih berat jika hanya ditunjang oleh sejumlah kecil otot relative terhadap sejumlah besar otot. Beberapa hal yang berkaitan dengen pengukuran denyut jantung adalah sebagai berikut :
Astrand dan Christensen meneliti pengeluaran energi dari tingkat denyut jantung dan menemukan adanya hubungan langsung antara keduanya. Tingkat pulsa dan denyut jantung permenit dapat digunakan untuk menghitung pengeluaran energi.
Secara lebih luas dapat dikatakan bahwa kecepatan denyut jantung dan pernapasan dipengaruhi oleh tekanan fisiologis, tekanan oleh lingkungan, atau tekanan akibat kerja keras, di mana ketiga faktor tersebut memberikan pengaruh yang sama besar. Pengukuran berdasarkan criteria fisiologis ini bisa digunakan apabila faktor-faktor yang berpengaruh tersebut dapat diabaikan atau situasi kegiatan dalam keadaan normal. ( Retno Megawati, 2003 )
Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
Merasakan denyut jantung yang ada pada arteri radial pada pergelangan tangan.
Mendengarkan denyut jantung dengan stethoscope.
Menggunakan ECG ( Electrocardiograph ), yaitu mengukur signal elektrik yang diukur dari otot jantung pada permukaan kulit dada.
Salah satu yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan ElectroardioGraph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia dapat memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Kilbon, 1992). Dengan metode tersebut dapat dihitung denyut nadi kerja sebagai berikut
Denyut Jantung (Denyut/Menit) =
Denyut Jantung (Denyut/Menit) =
Selain metode denyut jantung tersebut, dapat juga dilakuakan penghitungan denyut nadi dengan menggunakan metode 15 atau 30 detik. Penggunaan nadi kerja untuk menilai berat ringanya beban kerja memiliki beberapa keuntungam. Selain mudah, cepat, dan murah juga tidak memerlukan peralatan yang mahal, tidak menggangu aktivitas pekerja yang dilakukan pengukuran. Kepekaan denyut nadi akan segera berubah dengan perubahan pembebanan, baik yang berasal dari pembebanan mekanik, fisika, maupun kimiawi. Denyut nadi untuk mengestimasi index beban kerja terdiri dari beberapa jenis, Muller ( 1962 ) Memberikan definisi sebagai berikut :
Denyut jantung pada saat istirahat ( resting pulse ) adalah rata-rata denyut jantung sebelum suatu pekerjaan dimulai.
Denyut jantung selama bekerja ( working pulse ) adalah rata-rata denyut jantung pada saat seseorang bekerja.
Denyut jantung untuk bekerja ( work pulse ) adalah selisish antara senyut jantung selama bekerja dan selama istirahat.
Denyut jantung selama istirahat total ( recovery cost or recovery cost ) adalah jumlah aljabar denyut jantung dan berhentinya denyut pada suatu pekerjaan selesai dikerjakannya sampai dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya.
Denyut kerja total ( Total work pulse or cardiac cost ) adalah jumlah denyut jantung dari mulainya suatu pekerjaan samapi dengan denyut berada pada kondisi istirahatnya ( resting level ).
( Nurmianto, 1998 )
Denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja dapat dilihat dengan grafik antara hubungan denyut jantung dengan waktu sebagai berikut :
Gambar 2.2Denyut jantung pada berbagai macam kondisi kerja
Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa seseorang dalam "keadaan normal"
a. Waktu sebelum kerja (rest) kecepatan denyut jantung dalam keadaan konstan / stabil walaupun ada perubahan kecepatan denyutnya tetapi tidak terlalu jauh perbedaannya.
b. Waktu selama bekerja (work) kecepatan denyut jantung dalam keadaan cenderung naik.Semakin lama waktu kerja yang dilakukan maka makin banyak energi yang keluar sehingga kecepatan denyut jantung bertambah cepat naik.
c. Waktu setelah bekerja / waktu pemulihan / recovery kecepatan denyut jantung dalam keadaan cenderung turun. Kondisi kerja yang lama maka perlu dibutuhkan waktu istirahat yang digunakan untuk memulihkan energi kita terkumpul kembali setelah mencapai titik puncak kelelahan.
Peningkatan denyut nadi mempunyai peran yang sangat penting di dalam peningkatan cardio output dari istirahat samapi kerja maksimumk, peningkatan tersebut oleh Rodahl (2000) didefinikan sebagai heart rate reserve (HR reserve). HR reserve tersebut diekspresikan dalam presentase yang dihitung dengan menggunakan rumus :
% HR Reserve = 1.2
% HR Reserve =
Lebih lanjut Manuaba & Vanwonterghem (1996) menentukan klasifikasi beban kerja berdasakan peningkatan denyut nadi kerja yang dibandingkan dengan denyut nadi maskimum karena beban kardiovaskuler (cardiovasiculair = %CVL) yang dihitung berdasarkan rumus di bawah ini :
1.3
Di mana denyut nadi maskimum adalah (220-umur) untuk laki-laki dan (200-umur) untuk wanita. Dari perhitungan % CVL kemudian akan dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :
< 30% = Tidak terjadi kelelahan
0-<60% = Diperlukan perbaikan
60-<80 = Kerja dalam waktu singkat
80-<100% = Diperlukan tindakan segera
>100% = Tidak diperbolehkan beraktivitas
Selain cara-cara tersebut di atas, Kilbon (1992) mengusulkan bahwa cardiovasculair strain dapat diestimasi denjgan menggunakan denyut nadi pemulihan (hearth rate recover) atau dikenal dengan metode 'Brouba'. Keuntungan dari metode ini adalah sama sekali tidaj mengganggu atau menghentikan aktivitas kegiatan selama bekerja. Denyut nadi pemulihan (P) dihitung pada akhir 30 detik pada menit pertama, ke dua, dan ke tiga. P 1, 2, 3 adalah rata-rata dari ketiga nilai tersebut dan dihubungkan dengan total cardiac cost dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika P1 – P3 10, atau P1, P2, P3 seluruhnya < 90, nadi pemulihan normal
Jika rata-rata P1 tercatat 110, dan P1 – P3 10, maka beban kerja tifak berlebihan
Jika P1 – P3< 10, dan jika P3> 90 perlu redesain pekerjaan
Laju pemulihan denyut nadi dipengaruhi oleh nilai absolute denyut nadi pada ketergantungguan pekerjaan (the interruption of work), tingkat kebugaran (individual fitness), dan pemaparan panas lingkungan. Jika nadi pemulihan tidak segera tercapai maka diperluakan redesain pekerjaan untuk mengurangi tekanan fisik. Redesain tersebut dapat berupa variabel tunggal maupun keseluruhan dari variabel bebas (tasks, organisasai kerja, dan lingkungan kerja) yang menyebabkan beban tugas tambahan. (Tarwaka, Solichul, H.A Bakri, 2004)
2.3 Beban Kerja Mental
Beban kerja mental yang merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkutan.
Beban kerja yang timbul dari aktivitas mental di lingkungan kerja antara lain disebabkan oleh :
keharusan untuk tetap dalam kondisi kewaspadaan tinggi dalam waktu lama
kebutuhan untuk mengambil keputusan yang melibatkan tanggung jawab besar
menurunnya konsentrasi akibat aktivitas yang monoton
kurangnya kontak dengan orang lain, terutama untuk tempat kerja yang terisolasi dengan orang lain.
Menurut Henry R. Jex dalam bukunya "Human Mental Workload", definisi beban kerja mental yakni:
"Mental workload is the operator's evaluation of the attentional load margin (between their motivated capacity and the current task demands) while achieving adequate task performance in a mission relevant context".
Seiring dengan berjalannya waktu, kemampuan seseorang dapat saja berubah sebagai akibat dari praktek terhadap pekerjaan (Kemampuan meningkat), kelelahan yang ditimbulkan (kemampuan menurun), dan kebosanan terhadap pekerjaan dan kondisi (kemampuan menurun). Kemampuan seseorang akan berbeda dengan orang lain karena perbedaan dukungan fisk dan mental, perbedaan latihan, dan perbedaan pekerjaan.
Hubungan antara beban kerja dengan kinerja dapat dilihat dalam bentuk kurva U terbalik. Kinerja manusia pada tingkat beban kerja rendah tidak juga baik. Jika tidak banyak hal yang dapat dikerjakan maka orang tersebut akan mudah bosan dan cenderung kehilangan ketertarikan terhadap pekerjaan yang dilakukan. Dalam keadaan ini (underload), galat akan muncul dalam bentuk kehilangan informasi sebagai akibat dari menurunnya konsentrasi.
2.3.1 Metode Pengukuran Objektif
Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif). Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan pusat kesadaran. Pendekatan yang bisa dilakukan antara lain :
Pengukuran variabilitas denyut jantung
Pengukuran selang waktu kedipan mata (eye blink rate)
Flicker test
Pengukuran kadar asam saliva
dll
2.3.2 Metode pengukuran secara Subjektif
Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subyektif responden/pekerja.
Berikut ini merupakan beberapa jenis metode pengukuran subjektif :
Metode dengan menggunakan Teknik Pengukuran Beban Kerja Subjektif (Subjective Workload Assessment Technique - SWAT)
Metoda SWAT merupakan multidimensional scale. Dalam model SWAT, performansi kerja manusia terdiri dari tiga dimensi ukuran beban kerja yang dihubungkan dengan performansi, yaitu :
Time load atau beban waktu yang menunjukan jumlah waktu yang tersedia dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tugas
Mental effort atau beban usaha mental, yang berarti banyaknya usaha mental dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
Psychological stress atau beban tekanan psikologis yang menunjukkan tingkat resiko pekerjaan, kebingungan, dan frustasi.
Metode dengan menggunakan Indeks Bahan Tugas dari National Aeronautics & Space Administration - NASA Task Load Index – TLX. Langkah pengukuran dengan menggunakan NASA TLX adalah sebagai beriku (Meshkati, 1988):
Pembobotan. Responden/pekerja diminta untuk membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15. Jumlah perhitungan untuk masing-masing dimensi inilah yang akan menjadi bobot dimensi.
Pemberian Rating. Dalam tahap ini responden diminta memberikan penilaian/rating terhadap keena, dimensi beban mental. Skor akhir beban mental NASA TLX diperoleh dengan dijumlahkan dan dibagi 15. Namun dalam perkembangannya, tahap pembobotan dinilai memiliki banyak kelemahan, sehingga hanya dengan memberikan nilai pada masing-masing dimensi (tahap 2) dan menunjukan nilai keseluruhan dimensi (Byers, 1989; Hart, 2006), dengan hasil yang valid.
Metode dengan menggunakan skala rating/skor dari pekerjaan mental (Rating Scale Mental Effort - RSME)
Rating scale mental effort (RSME) merupakan metode pengukuran beban kerja subyektif dengan skala tunggal. Dikembangkan oleh Zijlstra dkk (Zijlstra & Van Doorn, 1985; Zijlstra & Meijman, 1989; Zijlstra 1993; lihat de Waard, 1996). Responden diminta untuk memberikan tanda pada skala 0-150 dengan deskripsi pada beberapa titik acuan (anchor point).
Gambar 1. Rating scale mental effort
Metode dengan menggunakan skala Cooper-Harper yang dimodifikasi (Modified Cooper-Harper scale).
Metode dengan menggunakan penilaian diri secara instam (Instaneous Self Assessment - ISA).
Metode dengan menggunakan skala beban kerja yang dikembangkan oleh The Defemce Research Agency (DRA Workload Scales - DRAWS).
Metode penilaian terhadap tingkat ketelitian, kecepatan maupun konstansi kerja dengan ''Bourdon Wierma Test''.
Metode Pengukuran Beban Kerja Mental secara Fisiologis/Biomekanis. Diantaranya adalah:
Metode pengukuran aktivitas otak dengan menggunakan signal (Event-Related Potentials - ERPs): P300.
Metode pengukuran denyut jantung (Heart Rate).
Metode pengukuran denyut jantung pada aktivitas yang bervariasi (Heart Rate Variability - HRV).
Metode dengan menggunakan respon pada pupil mata (Pupillary response).
Pengukuran selang waktu kedipan mata (Eye Blink).
Metode Pengukuran Beban Kerja Mental berdasarkan Performansi (Performance – Based Measures. meliputi:
Waktu reaksi (Reaction Time-RT) merupakan waktu antara terjadinya rangsangan atau stimuli dan respon yang diberikan oleh responden. Untuk tugas dengan RT tidak lebih dari beberapa detik, maka di catat dalam satuan terdekat dengan milidetik.
Akurasi (accuracy): akurasi sering diekspresikan dalam bentuk persentase (%) atau proporsi kesalahan (proportion of errors).
Metode Pengukuran tugas sekunder (Primary-task measures. Pada metode ini yang diukur biasanya meliputi:
Produksi interval (Interval Production). Dalam hal ini responden diminta untuk mengetuk pada rate ketukan tertentu. Sebagaimana beban kerja meningkat, maka interval antara ketukan akan meningkat.
Estimasi waktu (Time Estimation1. Dalam hal ini responden diminta untuk mengestimasi beberapa banyak waktu yang telah berlalu (misalnya; sejak dimulainya sesi stimulasi). Secara umum, interval waktu akan berada di bawah estimasi secara progresif sebagaimana beban kerja yang meningkat, dll.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Workload atau beban kerja merupakan usaha yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk memenuhi "permintaan" dari pekerjaan tersebut. Sedangkan kapasitas adalah kemampuan/kapasitas manusia. Kapasitas ini dapat diukur dari kondisi fisik maupun mental seseorang. Beban kerja yang dimaksud adalah ukuran (porsi) dari kapasitas operator yang terbatas yang dibutuhkan untuk melakukan kerja tertentu.
Kerja fisik adalah kerja yang memerlukan energi fisik otot manusia sebagai sumber tenaganya (power). Kerja fisik disebut juga manual operation dimana performans kerja sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber tenaga (power) ataupun pengendali kerja.
Beban kerja mental yang merupakan perbedaan antara tuntutan kerja mental dengan kemampuan mental yang dimiliki oleh pekerja yang bersangkutan.
Penilaian beban kerja dapat dilakukan dengan dua metode secara objektif, yaitu metode penilaian langsung dan metode penilaian tidak langsung.
Metabolisme
Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Jumlah Kebutuhan Kalori
Penilaian Beban Kerja Berdasarkan Denyut Nadi Kerja
Penilaian beban kerja mental yaitu dengan:
Metode Pengukuran Objektif
Beban kerja mental dapat diukur dengan pendekatan fisologis (karena terkuantifikasi dengan dengan kriteria obyektif, maka disebut metode obyektif). Kelelahan mental pada seorang pekerja terjadi akibat adanya reaksi fungsionil dari tubuh dan pusat kesadaran.
Metode pengukuran secara Subjektif
Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran beban kerja mental berdasarkan persepsi subyektif responden/pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Materi Workshop Analysis Beban Kerja oleh Tajuddin Idris, S.Si. M.T
Suma'mur. 1982. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. PT. Gunung Agung.
Jakarta.
Sastrowinoto, Suyatno. 1985. Meningkatkan Produktivitas Dengan Ergonomi. PT.
Pustaka Binaman Pessindo. Jakarta.
Tarwaka, 2011. Ergonomi Industri. Solo : Harapan Press Solo
Tarwaka, Solichul H, Bakri A, dan Sudiajeng Lilik. 2004. Ergonomi Untuk
Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Produktivitas. UNIBA Press. Surakarta
Theresia L, Sudri N.M, dan Yusnita E. 2006. Penentuan lamanya waktu istirahat
berdasar beban kerja. ITI. Serpong Tangerang.