BAB I BANGUNAN TINGGI
1.1.
PENDAHULUAN. Bangunan Tinggi merupakan salah satu bentuk bangunan yang mempunyai
jumlah lantai yang banyak, hal ini disebabkan oleh adanya kebutuhan ruang dalam bangunan tersebut.
Bangunan Tinggi ini biasanya terdapat pada lahan yang
terbatas, sehingga untuk mencukupi kebutuhan ruangnnya maka dilalukan pembangunan ke atas (vertikal).
Dalam pokok bahasan ini, mahasiswa
diharapkan mampu mengetahui tentang Bangunan Tinggi, sehingga nantinya dapat dan mampu merancang bangunan berlantai banyak ini .
1.2.
PENYAJIAN
Bangunan Bertingkat Rendah Tinggi bangunan yang terdiri dari 1-5 lantai, sistem strukturnya masih sederhana, tidak menggunakan alat transportasi vertikal, cukup dengan menggunakan tangga sebagai alat penghubung antar lantai.
Bangunan Bertingkat Sedang. Tinggi bangunan terdiri dari 5-10 lantai dan sistem struktur rangka murni, sudah menikgunakan alat transportasi vertikal, dan sistem pemadam kebakaran aktif (sprinkler).
Bangunan Bertingkat Tinggi. Tinggi bangunan lebih dari 10 lantai, sudah menggunakan sistem struktur yang beraneka ragam, seperti struktur rangka dipadukan dengan struktur lain. Menggunakan sistem utilitas yang lengkap seperti alat transportasi vertikal, alat
1
pemadam kebakaran dengan sistem sprinkler, alat pembersih bangunan gondola dan lain-lainnya.
Gambar 1.1. Bangunan Tinggi
Ada beberapa definisi untuk suatu bangunan bertingkat tingg, yaitu : 1. Ketinggian bangunan melampaui panjangnya tangga terpanjang dari regu pemadam kebakaran. 2. Perbandingan antara luas total lantai terbangun (KLB) dengan luas lahan terbangun adalah tinggi. 3. Perbandingan tinggi dibanding dengan lebar bangunan melampaui 5 : 1.
2
Gambar 1.2. Bangunan bertingkat rendah, sedang dan tinggi.
Agar dapat disebut sebagai Bangunan Pencakar Langit (Skyscrapers) definisi pokok tergantung dari tiap negara karena banyak faktor yang memenearuhinya. Selain mempunyai ciri-ciri seperti yang telah diuraikan pada suatu bangunan bertingkat tinggi, juga ada beberapa bentuk bangunan yang dapat menunjang sebagai bangunan bertingkat tinggi.
Secara horizontal bentuk bangunan bertingkat tinggi dapat berupa: 1. segitiga, segiempat, bujur sangkar, 2. bulat, elips, trapesium; 3. segilima, segienam, segidelapan, dan segi banyak. 4. kombinasi antara bentuk-bentuk di atas.
Secara vertikal bentuk bangunan bertingkat tinggi dapat berupa : 1. makin ke atas tetap sama besar; 2. makin ke atas mengecil, 3. masa yang stabil.
Selain
itu
bentuk-bentuk
bangunan
tinggi
disesuaikan
dengan
lingkungannya, site tanah dan lain sebagainya. Bentuk masa bangunan bertingkat tinggi juga hams memperhitungkan selain fungsi dan kegunaannya juga hal-hal lain sang berhubungan dengan beban/gaya yang terjadi serta kestabilan
3
bangunannya. Hal itu karena makin tinggi bangunan, perigaruh beban angin dan gempa menjadi masalah yang hams lebih mendapatkan perhatian
Beban/Gaya pada bangunan. Beban/gaya yang bekerja pada bangunan dan langsung berpengaruh pada struktur bangunan, ditimbulkan secara langsung oleh gaya-gaga bangunannya sendiri dan gaya-gaya yang timbul dari pengaruh lain. Beban/gaya yang timbul dari bangunan sendiri terdiri dari beban-bahan konstruksi ditambah denean beban yang lain sebagai pelengkap bangunan yang sifatnya tetap, seperti bagian dari finishing bangunan dan semua kelengkapan utilitas bangunan. Gaya/beban ini disebut sebagai gaya gravitasi. Gaya gravitasi ini merupakan berat bangunan sendiri yang dalam struktur dinamakan "beban mati". Gaya lain disebut gaya meteorologi Gaya ini berubahubah sesuai dengan waktu dan tempat, akibat pengaruh iklim (angin, suhu, kelembapan, hujan, salju dan es). Gaya-gaya ini dalam struktur disebut juga gaya/beban hidup Gaya yang disebut sebagai gaya seismologi atau beban seismik dihasilkan oleh gerakan dalam tanah seperti gempa, yang dapat dihasilkan dari gempa tektonik dan gempa vulkanik Gaya lain merupakan gaya/pembebanan yang sumbernya dari perbuatan manusia berupa ragam kejutan yang ditimbulkan oleh gerak manusia, juga barangbarang yang selalu bergerak, kendaraan bermotor, elevator berjalan, mesin-mesin dan pompa yang dapat juga disebut sebagai gaya/beban hidup Seorang perancang struktur harus mengetahui macam-macam gaya yang timbul dalam bangunan, baik beban mati maupun beban hidup, sehingga dalam perhitungan besaran struktur dapat dihasilkan rancangan yang tepat.
Beban Mati Beban mati, disebut juga sebagai beban/gaya gravitasi. adalah besar gaya tarik bumi terhadap bangunan Besarnya sesuai dengan berat konstruksi bangunan, seperti berat konstruksi atap, kolom, balok, dan lantai (dari lantai atas sampai
4
lantai paling bawah), ditambah dengan semua finishing arsitektur yang berupa seluruh dinding, dinding-dinding partisi/penyekat ruangan, dan lantai. Selain itu semua kelengkapan utilitas, baik pemipaan (plambing) sanitasi air bersih dan air kotor, juga bak penampung air yang bersih maupun kotor, instalasi listrik dan fixture lampu, mesin dan pemipaan pengudaraan buatan, eskalator maupun elevator, dan beberapa mesin/pompa yang bekerja untuk semua peralatan pada bangunan, yang semua sifatnya tetap.
Gambar 1.3. Beban Mati
Beban Hidup Beban hidup mempunyai sifat berubah-ubah dan ada kesulitannya untuk perkiraan. Beban ini berubah-ubah dalam waktu yang tidak dapat diperkirakan, dapat sementara, tetapi dapat juga sepanjang waktu tertentu Beban hidup ini dapat berupa beban manusia yang tinggal dalam bangunan yang jumlahnya berubah-ubah, beberapa kelengkapan, seperti meja, kursi dan perlengkapan lain yang tidak dapat tetap sepanjang hari. Selain itu beberapa pembatas ruangan yang tidak permanen/tetap dengan lemari arsip atau rak buku beserta buku-buku dan peralatan lain, misalnya komputer dan kelengkapan yang sifatnya bergerak seperti elevator, eskalator, dan lain-lainnya
5
Gambar 1.4. Beban Hidup
Beban Hujan dan Angin Beban hidup yang disebabkan oleh adanya air hujan terganlung dari tempat dan lokasi bangunan, dan dihitung berdasarkan besar curah hujan pada daerah tersebut. Dalam perhitungan akan digunakan besar curah hujan sebesar 5-8 liter/menit untuk wilayah Jakarta dengan berat jenis I (satu) Beban air hujan ini juga akan tergantung dari atap bangunan atap datar akan lebih besar beban air hujannya dibandingkan dengan atap miring, dan tergantung lamanya waktu hujan turun. Beban
hidup yang disebabkan oleh hujan salju dan hujan es hanya
terdapat pada bangunan yang terletak di daerah subtropis akan timbul pada saat musim dingin. Beban hujan salju dan hujan es dalam perkiraan perhitungannya akan jauh lebih besar dibandingkan beban air hujan
Gambar 1.5. Beban Air Hujan, Es dan Salju
6
Beban Angin Beban hidup yang discbabkan adanya angin akan memberikan pengaruh besar pada bangunan yang terletak di daerah subtropis karena kekuatan dan kecepatan angin lebih besar dibandingkan di daerah tropis Beban angin ini akan membenkan pengaruh terhadap gerakan horizontal (dalam sistem struktur disebut beban/gaya lateral) Sifat angin banyak variasinya, karena angin bersifat dinamis data banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti kekasaran permukaan dan bentuk bangunan, kerampingan dan tekstur dari fasade struktur sendiri, serta perletakan bangunan terhadap lingkungan bangunan yang berdekatan.
Selain itu
kecepatan/kekuatan angin juga dipengaruhi dengan ketinggian bangunan serta letak bangunan di dekat pantai atau jauh di daerah pedalaman.
Gambar 1.6. Beban Angin
Kecepatan Angin Kecepatan dan kekuatan angin selain dipengaruhi oleh tempat/lokasi bangunan di daerah subtropis dan daerah tropis juga tergantung letak kedekatan dengan pinggir pantai atau jauh di daerah kota pedalaman. Lebih jelas lagi oleh tinggi rendahnya bangunan. Untuk bangunan bertingkat tinggi, gaya lateral kekuatan angin akan berpengaruh besar terhadap gaya lateral pada bangunan tersebut. Kecepatan dan kekuatan angin rata-rata bertambah dengan bertambahnya ketinggian bangunan. Beban Seismik.
7
Beban hidup yang disebabkan adanya gempa/seismik dapat memberikan pengaruh terhadap gerakan lateral yang cukup besar. Beban gaga ini disebabkan adanya pengaruh gempa tektonik yaitu gerakan tanah di antara lempengan yang berbeda dengan terjadinya gerakan pergeseran susunan tanah. Selain itu adanya gerakan tanah yang disebabkan oleh gempa vullcanic (yaitu kegiatan gunung berapi yang masih aktif). Gerakan ini mudah untuk ditanggulangi karena sumber gempa dapat diketahui dengan cukup akurat.
Gambar 1.7. Beban Seismik
Pada suatu daerah tertentu yang akan didirikan bangunan biasanya gerakan gempa yang sudah pernah terjadi ada lacakan dan data lengkapnya. Struktur atau bangunan yang tahan gempa akan lebih gampang dapat dikendalikan melalui penyelesaian perhitungan bangunan tahan gempa dengan penekanan pada sistem pondasinya. Struktur bangunan bagian bawah juga perlu mendapat perhatian agar dapat menanggulangi kalau terjadi beban dari tekanan air tanah dan desakan tanah. Gaya-gaya ini bekerja tegak lurus pada dinding dan lantai substruktur. Substruktur inilah yang harus memikul tekanan lateral karena gerakan/desakan tersebut. Besar tekanan air maupun tanah sebanding dengan kedalaman basement bangunan. yang makin dalam makin besar tekanannya.
8
Gambar 1.8. Beban Air Tanah
Beban Konstruksi Selain beban hidup dan beban mati yang memengaruhi sistem struktur, perlu juga diperhatikan adanya beban konstruksi. Beban konstruksi ini timbul pada waktu pelaksanaan pembangunan, ketika kontraktor meletakkan dan menumpuk bahan bangunan untuk struktur maupun bahan finishing yang tidak terencana sehingga akan mengakibatkan beban dari berat bahan bangunan tersebut (biarpun sifatnya hanya sementara). Selain itu juga ada beban perancah dan bahan baja yang sebelum diadakan pengecoran, serta beban pada waktu pelaksanaan pengecoran. Dengan sistem struktur beton komposit maupun beton pracetak juga akan timbul beban yang memengaruhi sistem konstruksinya.
Gambar 1.9. Beban Konstuksi
9
Beban Lain Selain beban mati, beban hidup, tanah, air, dan beban konstruksi terdapat juga beban yang diakibatkan oleh perubahan bahan karena adanya perubahan panas dan dingin dari iklim, khususnya di daerah subtropis. Juga beban dari dampak gerakan dinamis serta beban ledakan dari bahan-bahan yang dapat meledak yang berdekatan dengan bangunan yang akan dibangun. Selain itu karena adanya beban bergerak/pindah oleh kendaraan atau bagian bangunan yang selalu bergerak seperti adanya mesin-mesin (elevator).
Gambar 1.10. Beban Lain
10
Gambar 1.11. Bangunan Tinggi dengan Pengaruh-pengaruhnya
Penyaluran Beban Atau Gaya Struktur bangunan terdiri dari bagian-bagian bangunan yang mengarah pada garis/bidang yang vertikal/tegak dan horizontal/datar, dan juga garis/bidang yang miring. Beban/gaya yang timbul pada bangunan, baik beban mati, beban hidup dan beban-beban lain, akan memberi pengaruh besar terhadap struktur sebelum bebangaya tersebut sampai ke pondasi.
Penyaluran Beban/Gaya Vertikal/Tegak Beban vertikal/tegak merupakan beban gravitasi atau berat strukturnya sendiri yang berasal dari atap, lantai paling atas sampai dengan lantai paling bawah dengan kolom/tiang penyangganya, termasuk semua peralatan dan barangbarang yang tetap keberadaannya.
11
Beban tersebut sementara ditampung oleh plat yang diteruskan pada balok menuju kolom penyangga (kolom struktur) ditambah beban sendiri balok dan kolom untuk disalurkan ke dalam fondasi. Penyaluran beban vertikal ini dapat melalui kolom atau melalui bidang tegak, baik bidang padat maupun bidang rangka, yang bekerja sebagai penahan/pemikul beban vertikal.
Gambar 1.12. Pengaruh Beban Vertikal.
Penyaluran Beban/Gaya Horizontal/Datar Behan/gaya horizontal ini dipengaruhi oleh behan hidup, sedangkan angin, gempa maupun beban-beban lain harus diperhitungkan dalam merancang sebuah bangunan tinggi. Pengaruh beban horizontal akan menyebabkan struktur melengkung, bengkok apalagi patah dan tumbang Untuk menanggulangi beban/gaya tersebut harus dibuat bidang-bidang yang dapat menahan heban horizontal/lateral yang merupakan bidang padat/rangka sebagai bidang geser, yang disebut dengan istilah "dinding geser" Dinding geser (shear wall) tidak dapat menahan behan dari atas, hanya untuk menahan gaga geser. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah bentuk/masa dan bangunan yang bentuknva menghilangkan beban angin sebanyak rnungkin.
12
Gambar 1.13. Pengaruh Beban Horisontal.
1.3. RINGKASAN Yang disebut sebagai bangunan rendah, bangunan sedang, dan bangunan tinggi dapat dibedakan dari luas, besar, dan ketinggian bangunan, serta sistem struktur, dan kelengkapan utilitasnya. Beban/gaya yang bekerja pada bangunan berlantai banyak meliputi : beban mati, beban hidup, beban hujan angin, beban angin, beban seismic, beban tekanan air dan tanah, beban konstruksi dan beban lain.
13
1.4. PENUTUP TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1.
Jelaskan Pengertian tentang Bangunan bertingkat.
2. Jelaskan Beban/gaya yang bekerja pada bangunan tinggi.
14
BAB II MENGOLAH DENAH
2.1. PENDAHULUAN. Di dalam proses perancangan bangunan, rancangan denah, tampak dan potongan bangunan merupakan tiga hal yang saling mempengaruhi dan saling melengkapi, sampai akhirnya diperoleh suatu sarat
dengan pertimbangan-
pertimbangan denah, potongan dan tampak, menjelma menjadi suatu ujud bangunan. Dalam bab ini dibahas tentang mengungkapkan kejelasan atas konsepkonsep pemikirannya, maka sebuah bangunan yang kita rancang tersebut, dalam hal ini mahasiswa harus mampu menunjukan ANATOMI yang JELAS, baik anatomi denahnya, anatomi penampangnya, maupun anatomi tampaknya.
2.2. PENYAJIAN. Penyusunan denah akan relatif menjadi lebih mudah bila keanekaragaman fungsi dan besaran ruang tersebut dapat disederhanakan permasalahannya. Salah satu cara adalah dengan pengelompokan ruangan-ruangan menurut fungsi-fungsi yang sejenis kemudian kelompok-kelompok ruangan tersebut kita susun tata letaknya di dalam denah yang dimaksud menurut suatu pola atau aturan tertentu sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk suatu denah besar dengan anatomi yang baik pula.
15
Gambar 2
Gambar 1
Gambar 4
Gambar 3
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7 Gambar 8
Gambar 2.1. Pengolahan denah
Kita simak gambar 1,2,3,4,5,6,7 dan 8 untuk mendapatkan gambaran proses perancangan yang menyangkut FUNGSI dan BENTUK. 1. Kepada kita diberikan tugas untuk merancang bangunan pada site pojok, seperti gambar 1.
16
2. Melalui proses pemikiran atas FUNGSI, akhirnya dipilih BENTUK DENAH yang berupa bujur sangkar (gambar 2). 3. Dari denah ini, dilakukan perancangan BENTUK BANGUNAN, berlantai tiga dengan sosok bangunan seperti gambar 3. 4. Proses perancangan berjalan terus, sampai akhirnya muncul pertimbangan detail hubungan bangunan dengan ruang luar pada pertigaan jalan di depan bangunan. Dengan sosok bangunan seperti gambar 3, maka dirasakan adanya “ketegangan hubungan” antara sudut bangunan dengan ruang pojok tersebut (gambar 4). 5. Setelah terus diolah, akhirnya dimabil keputusan untuk “memperlunak” hubungan pojok tersebut, dengan jalan memotong pojok bangunan seperti yang terdapat pada gambar 5. -
Hubungan pojok bangunan dengan pojok pertigaan jalan, menjadi sangat lunak dan manis.
-
Kualitas ruang pada lokasi pojok itu juga menjadi sangat baik, ditinjau dari segi lalulintas maupun daya tarik masuk ke bangunan kita itu.
-
Secara fisik bangunan, dengan pemotongan pojok bawah bangunan kita itu, maka bangunan kita menjadi lebih menarik, lebih bermain dalam bentuk, memiliki ciri tersendiri dan menambah kesan lega pada daerah pintu masuk, berarti lebih “mengundang”.
6. Kemudian kita kembangkan rancangan ini ke dalam DENAH dan STRUKTUR (gambar6 dan 7). 7. Akhirnya terciptalah hasil akhir perancangan seperti yang terdapat di gambar 8.
17
Dalam proses perancangan ini, FUNGSI dan BENTUK mendapat porsi kepentingan yang seimbang, saling mempengaruhi dan saling mendukung.
Gambar 2.2. Alternatif Pemikiran Desain.
Gambar di atas menunjukan beberapa alternatif pemikiran, sehubungan dengan sosok bangunan persegi.
2.2.1. BENTUK DENAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN STRUKTUR BANGUNAN
Dalam kaitannya dengan DENAH, maka struktur yang kita pilih hendaknya merupakan hal yang sinkron dengan beberapa hal mendasar dari denah kita itu, misalnya: 1. Bentuk Denah 2. Sosok Bangunan dan Tampak Luar 3. Bentangan-bentangan Denah 4. Pengolahan Denah, Tampak, Struktur di dalam penampilan
18
Gambar-gambar berikut menunjukan alternatif bagi bentuk denah persegi, dikaitkan dengan truktur kolom dan dinding pemikul.
Gambar 2.3. Bentuk denah persegi
19
Bentuk Denah Segitiga juga memberikan kemungkinan yang cukup luas bagi variasi struktur kolom dan dinding pemikul. Gambar di bawah ini mengolah GRID dalam sudut 60 derajat.
Kemudian pola GRID bersudut 90 derajat
Gambar 2.5. Bentuk denah sudut 90 derajat
20
Seperti halnya denah berbentuk segitiga, maka denah berbentuk lingkaran pun memberikan kemungkinan variai yang luas bagi pengolahan struktur kolom dan dinding pemikul.
Gambar 2.6. Bentuk denah Lingkaran 21
Gambar-gambar di bawah berikut menunjukan betapa berbagai bentuk tersebut dapat memberikan kemungkinan yang sangat luas pula bagi bentuk-bentuk gabungan, dan masih dalam pola yang bik bagi pengolahan strukturnya.
Gambar 2.7. Bentuk denah Kombinasi 22
Struktur
dan
Tampak
Luar Bangunan. Gambar disebelah kiri ini adalah sebuah
denah
dengan
struktur kolom. Tampak luar yang terjadi menunjukan suatu karakter sederhana, ringan , tetapi menunjukan anatomi tampak
yang
jelas.
Gambar 2.8. Struktur dan Tampak Luar Bangunan
Dengan kedua contoh ini jelaslah bahwa tampak luar bangunan, struktur dan denah dapat diolah di dalam suatu keterpaduan yang beranatomi jelas pula.
Gambar 2.9. Pengolahan denah dan Tampak
23
2.2.2. Anatomi Denah dalam berbagai Bentuk Denah Bentuk suatu denah, lebih-lebih bila bangunannya bertingkat, sangat terikat kepada beberapa hal seperti jarak bentang kolom-kolom, sistem truktur utama, istem-sistem sirkulasi dan utilitas, dan ebagainya. Oleh karena adanya halhal yang mengikat ini, maka masalah penyusunan ruang-ruang ke dalam sebuah denah tertentu menuntut penyesuaian-penyesuaian, baik penyesuaian terhadap bentuk denah, struktur bangunan, jarak bentang dan sebagainya, sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang mengikat tersebut. Anatomi suatu denah sebenarnya sudah merupakan hal yang harus terjadi dengan sendirinya, sesuai dengan bentuk-bentuk denah yang bersangkutan. Setiap bentukan denah sudah memberikan kemungkinan-kemungkinannya sendiri bagi penyusunan ruang-ruang di dalamnya, sehingga perletakan ruangn-ruangan secara benar akan dengan sendirinya pula menghasilkan denah dengan anatomi yang jelas dan baik. Tugas kita tinggallah memperhalus atau memperlunak penyelesaian akhir dalam detail-detail denah tersebut sehingga hasil akhirnya benar-benar meyakinkan. Sketsa-sketsa berikut ini memperjelas hal tersebut.
DFU: Daerah Fungsi-fungsi Umum DFK: Daerah Fungsi-fungsi Khusus
Gambar 2.10. Ragam Bentuk denah 1 24
Bentuk-bentuk yang netral, bujur sangkar, lingkaran, segitiga dan persegipanjang justru tidak menentukan lokasi/zoning bagi fungsi-fungsi.di dalam penyusunan tata letak ruangan-ruangan, kitalah yang harus menentukan zoning bagi fungsi-fungsi utama fungsi-fungsi penunjang maupun fungsi-fungsi lain berdasarkan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penempatan fungsi-fungsi tersebut. Dengan demikian kemungkinan-kemungkinan penyusunan tata letak ruangan justru menjadi lebih terbuka luas.
Gambar 2.11. Ragam Bentuk denah 2
25
Gambar 2.12. Ragam Bentuk denah 3
26
Gambar 2.13. Ragam Bentuk denah 4
27
2.3. RINGKASAN. Dalam penyusunan tata ruang pada denah akan menjadi lebih mudah bila keanekaragaman fungsi dan besaran ruang tersebut dapat disederhanakan permasalahannya. Yaitu dengan mengelompokan ruangan-ruangan menurut fungsi-fungsi yang sejenis kemudian kita susun tata letaknya di dalam denah. Dalam proses desain harus diperhatikan : Bentuk Denah, Sosok Bangunan dan Tampak Luar, Bentangan-bentangan Denah, Pengolahan Denah, Tampak, Struktur di dalam penampilan.
2.4. PENUTUP TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1.
Bagaimana cara yang efektif dalam menyusun tataruang dalam sebuah denah bangunan.
2. Apa kaitan antara bentuk denah dan hubungannya dengan struktur bangunan. 3. Berikan contoh Anatomi Denah dalam berbagai Bentuk Denah.
28
BAB III SISTEM SIRKULASI
3.1. PENDAHULUAN. Sebelum membahas sistem struktur, lebih dahulu baik dipelajari beberapa sistem sirkulasi yang pokok dalam penyusunan ruang-ruang bertumpuk ke atas. Pada bab ini dibahas masalah sirkulasi vertikal dan horizontal sangat menentukan sistem denah bangunan bertingkat sehingga diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang sistem sirkulasi dalam bangunan dan mampu mengaplikasikannya pada rancangan desain bangunan tinggi. Secara arsitektural lokasinya dapat memberi kepribadian pada gedungnya (identity, identitas). 4
3.2. PENYAJIAN. 3.2.1. SIRKULASI HORIZONTAL 1.
Lorong Melayani Dua Arah (Double Loaded Corridor System) Kemungkinan pertama adalah sistem lorong yang melayani dun
arah (double loaded corridor system). Sistem ini sangat ekonomis. Banyak digunakan untuk proyek-proya perkantoran. pendidikan. flatflat. rumah sakit dan sekolah-sekolah/bangunan-bangunan pendidikan.
2.
Lorong Melayani Satu
Arah (Single Loaded Corridor
System) Sistem ini kurang ekonomis. Banyak digunakan untuk hotel-hotel, flat dan sekolah/bangunan pendidikan.
29
3. Lorong Pinggiran (Perimeter Corridor/Exterior Corridor) Bila ruang yang dilayani bentangnya besar. maka sistem ini banyak dipakai. Kecuali itu ada alasan aklimatisasi ialah bahwa lorong pinggiran sekaligus berfungsi sebagai penahan sinar matahari. Sistem ini banyak dipakai untuk bangunan pendidikan.
Gambar 3.1. Sirkulasi Horisontal Struktur Portal Bertingkat (Struktur Rangka)
30
Gambar 3.2. Sirkulasi Horisontal Struktur Portal Bertingkat (Struktur Rangka)
31
Gambar 3.3. Sirkulasi Horisontal Struktur Portal Bertingkat (Struktur Rangka)
32
Gambar 3.4. Bentuk Sirkulasi Pada Denah.
33
3.2.2. SIRKULASI VERTIKAL Sarana sirkulasi vertikal dalam bangunan bertingkat sangat menentukan keamanan bangunan tersebut, terutama pada waktu terjadi kebakaran dan gempa. Beberapa buku standar menentukan jarak maksimum yang diizinkan terhadap tempat yang terjauh dalam suatu denah.
Buku
patokan di negara lain menentukan 40 meter scbagai jarak maksimum. Di Indonesia atau negara-negara sedang berkembang yang perlengkapan penolong kebakarannya masih belum sempurna atau memadai, perlu diambil jarak maksimum yang lebih kecil misalnya 30 meter. Di dalam sarana sirkulasi vertikal terdapat sarana-sarana untuk lalu lintas orang, barang dan benda (kotoran padat dan cair, air bersih). hawa bersih/AC, dan instalasi listrik, telpon.
Untuk lalu lintas orang digunakan: tangga. eskalator dan lift.
Untuk lalu lintas barang digunakan: lift. conveyor.
Untuk lalu lintas benda padat/cair: pipa-pipa dalam tabung pemipaan.
Untuk lalu lintas hawa bersih: tabung-tabung/koker/ducts.
Dalam sarana sirkulasi vertikal juga ditempatkan ruang-ruang pelayanan seperti: toilet. gudang, dapur kccil. kamar pemeliharaan dan kamar-kamar mesin penghawaan mekanis/AC (Ruang mekanikal). AHU (ruang pengolahan udara).
Untuk membuat prarencana. luas denah untuk sirkulasi vertikal ditaksir sekitar 20-25% dari luas denah per lantai, tergantung tinggi gedung dan fungsi gedung. Di negara lain orang menaksir hanya 1520%.
34
Telah diterangkan bahwa sistem sirkulasi horizontal dan posisi sirkulasi vertikal dalam hubungannya dengan sirkulasi horizontal menentukan iidentitas suatu bangunan.
SistemTunggal (Single Core System) Dalam sistem ini semua sarana sirkulasi vertikal dan ruang-ruang pelayanan disimpan dalam suatu inti gedung yang melayani sirkulasi horizontal dalam jarak tempat yang aman ialah sekitar 30 meter. Bila gedungnya panjang gepeng vertikal atau denahnya luas, disediakan beberapa inti yang jaraknya diatur sedemikian sehingga masih dalam batas jarak pencapaian maksimum (+ 30 meter). Dengan demikian akan terjadi sistem inti banyak (multi-core system).
Gambar 3.5. Sirkulasi Vertikal 35
3.3. RINGKASAN. Sirkulasi horizontal dan Vertikal sangat menentukan sistem denah bangunan bertingkat. Sirkulasi Horisontal meliputi sirkulasi lorong melayani dua arah, sirkulasi Lorong Melayani satu Arah dan Sirkulasi lorong pinggiran. Sedangkan sirkulasi vertikal meliputi sarana-sarana untuk lalu lintas orang, barang dan benda (kotoran padat dan cair, air bersih). hawa bersih/AC, dan instalasi listrik, telpon.
3.4. PENUTUP TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1.
Sebutkan sisten sirkulasi horizontal dan berikan visual gambarnya.
2. Sebutkan macam-macan dan fungsi yang ada pada sirkulasi vertikal.
36
BAB IV SISTEM PONDASI BANGUNAN TINGGI
4.1. PENDAHULUAN. Pondasi adalah salah satu bagian dari suatu sistem struktur bangunan, yang berfungsi rnenahan semua beban bangunan untuk dapat memberikan kekuatan dan kestabilan bangunan tersebut. Pondasi dapat disebut juga sebagai: Substructure, Struktur atas sebagai Upper Structure. Dimensi dan tipe Pondasi ditentukan oleh besarnya bangunan, sistem struktur yang digunakan dan keadaan kekuatan tanah yang mendukung bangunan tersebut.
4.2. PENYAJIAN. 4.2.1. TEMPAT PONDASI DAN SISTEM PONDASI Sebuah Pondasi bangunan gedung haruslah memadai supaya konstruksi tersebut mempunyai daya guna yang memuaskan dan aman untuk ditempati. Hampir setiap konstruksi yang layak dapat dibangun dan ditopang oleh konstruksi Pondasi dengan pembiayaan yang mahal, dikarenakan bangunan tersebut dibangun di tempat yang keadaan tanahnya jelek (daya dukung tanah rendah). Untuk itu ada beberapa persyaratan penggunaan Pondasi.
Persyaratan umum Pondasi: 1. Kedalaman Pondasi harus mencapai tanah keras sesuai dengan penyelidikan tanah. 2. Pilihan tipe atau jenis
Pondasi
hares
tepat
sesuai dengan hasil
evaluasi perhitungan berdasarkan penyelidikan tanah. 3. Sistem harus aman terhadap korosi/karat yang disebabkan oleh bahan berbahaya yang terdapat dalam tanah. 4. Sistem harus memadai untuk menahan beberapa perubahan di dalam tempat yang terkemudian atau geometri konstruksi.
37
5. Pondasi harus ekonomis dalam metode pemasangan. 6. Pondasi dan konstruksinya harus memenuhi standar untuk perlindungan lingkungan.
4.2.2. JENIS PONDASI Dalam
menentukan
jenis
Pondasi
yang
akan
digunakan
untuk
pembangunan bangunan bertingkat tinggi/bentang lebar akan dipengaruhi langsung oleh: fungsi dan kegunaan bangunannya sistem struktur bangunannya jenis dan kondisi tanahnya lahan/tapak dan lingkungannya
Dengan dasar pertimbangan itu semua, maka jenis dan macam Pondasi perlu dipelajari. 1. Pondasi Tiang Tiang pancang adalah bagian struktur Pondasi yang dapat terbuat dad bahan:
kayu/balok kayu (wood pile)
baja H atau baja pipa (steel pipe)
beton (concrete)
Tiang Pancang Kayu Penggunaan kayu sebagai tiang pancang masih terbatas pads penggunaan kayu cerucuk untuk bangunan rendah pada Canal kyang .leinbek dan berlumpur karena panjang kayu terbatas
Tiang Pancang Baja Baja yang digunakan baja H dan baja bulat, dengan ukuran bervariasi dengan panjang 12 meter sampai lebih (sesuai dengan pemesanan).
38
Biaya relatif lebih mahal dibanding bahan beton, perlu bahan pelindung untuk menghindari karat kalau terjadi kekurang-panjangan dalam pelaksanaan, dapat dengan mudah dilakukan penyambungannya. Tiang Pancang Beton Bahan yang digunakan dari beton dengan pembesian untuk tiang pancang dengan bentuk: bulat, segiempat, dan segidelapan. Tiang pancang dapat dibuat setempat (cast in site), di mana lokasi proyek cukup luas dan memungkinkan untuk dibuat di tempat, dengan ukuran panjang bebas sesuai dengan kebutuhan panjang tiang pancang Precast reinforced concrete dibuat di pabrik dengan panjang terbatas karena ada masalah pengangkutan dari pabrik ke site.
Gambar 4.1. Tiang Pancang dari Beton dan Baja
2. Pondasi Bor Pondasi yang menggunakan sistem pengcboran tanah dengan alat bor yang bcsarnya antara 50-120 cm dengan kedalaman mencapai tanah keras. Pengccoran beton dilaksanakan, setelah pembesian selesai. Untuk tanah yang lembek, pengeboran akan mengalami kesulitan, maka diperlukan alat bantu yaitu pipa besi (casing) dimasukkan ke dalarn pengeboran bersamaan pada waktu melaksanakan pcngeboran. Setelah selesai pemasangan pembesian maka diadakan pengecoran dan bersamaan mengangkat besi casing ke atas.
39
Pelaksanaan pengeboran dan pengecoran tidak membcrikan pengaruh suara dan gctaran, sehingga sistem bor dapat dilaksanakan pada lingkungan padat bangunan.
Gambar 4.2. Pondasi Bor
3. Pondasi Franki Sistem pelaksanaan sama dengan sistem Pondasi bor. Diameter lubang pengeboran 30-70 cm, dengan menumbukkan beton ke dalam tanah sampai kedalaman tanah keras, kemudian dipasang pembesian dan pengecoran bersamaan pengangkatan besi pipa casing ke atas secara perlahan-lahan Pondasi Franki dapat dilaksanakan pada tanah yang lunak (tidak lembek), hanya saja tidak dapat untuk menahan bangunan yang lebih tinggi dari 16 lantai.
4. Pondasi Kaison (Caisson Foundation) Pondasi Kaison adalah jenis Pondasi yang terletak pada lapisan pendukung, yang terbenam ke dalam tanah karena beratnya sendiri dan dengan mengeluarkan tanah galian dari dasar bangunan bulat, yang terbuat dari beton bertulang. Jenis ini dapat dibedakan antara kaison terbuka (open caisson) dan kaison tekanan (pneumatic caisson). Kaison dapat digunakan sebagai Pondasi bangunan yang besar.
40
5. Pondasi Rakit (Raft Foundation) Sebuah Pondasi rakit adalah pelat beton yang besar dan luas yang digunakan untuk menghubungkan permukaan (interface) antara satu atau lebih kolom dalam beberapa garis atau jalur dengan tanah basis. Pondasi rakit dapat digunakan untuk:
Pada kedalaman 15 meter dan lapisan tanah keras cukup tebal sehingga tidak menyebabkan mums yang berarti.
Kondisi tanah basis mempunyai kapasitas dukung yang rcndah/beban kolom besar.
Pada Pondasi rakit, daya dukung akan bertambah dengan adanya penambahan lebar dan dalamnya Pondasi. Selain itu, perbedaan penurunan Pondasi menjadi berkurang karena adanya penggabungan pelat menjadi satu sehingga momen sekunder yang ditimbulkan menjadi berkurang dan waktu pelaksanaannya lebih singkat, tetapi biaya pelaksanaannya cukup besar. Kedalaman telapak/pelat ditentukan dengan mendasarkan pada geseran tegangan diagonal. Gaya-gaya dari atas diimbangi oleh daya pikul tanah seluas alas Pondasi berupa plat penuh.
Beberapa macam Pondasi rakit: Pondasi Rakit Datar (Flat Slab)
Dapat digunakan apabila beban lantai sebanding dengan tekanan tanah
Petal yang datar dan tcbal sama
Tebal pelat lebill kecil dari bentang pelat terkecil.
Beban bekerja dalain arab tegak lams pelat
Jarak antar kolom maksimal S meter.
Beban kolom tidak besar
Pondasi Rakit Balok dan Plat Pondasi rakit balok dan plat lebih kuat dibanding dengan Pondasi rakit datar, hanya pelaksanaannya lebih lama dan biaya lebih mahal. Sistem plat dapat dibagi dalam:
41
pelat dipertebal di bawah pada kolom.
pelat dibcri balok di bawah &nail dua natl.
pelat dipertcbal di atas pada kolom. Pondasi rakit ini dapat jugs didukung pancang,
jikalau air tanah cukup tinggi.
Gambar 4.3. Pondasi Rakit dan Plat
6. Pondasi Mengapung (Floating Foundation) Pondasi mengapung dapat digunakan untuk menahan beban yang lebih besar dari beban pada Pondasi rakit. Juga dapat mcnahan tanah yang tinggi kompresibilitasnya.
Gambar 4.4. Pondasi Mengapung.
42
4.3. RINGKASAN. Pengertian PondasiPondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk menempatkanbangunan dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar pondasi yangcukup kuat menahannya tanpa terjadinya differential settlement pada sistem strukturnya.Untuk memilih tipe pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Pada bangunan tinggi aplikasi pondasi yang diterapkan sangat beragam, tentunya disesuaikan dengan kondisi lokasi setempat. Pondasi tiang, pondasi bor, pondasi, pondasi franki, pom\ndasi kaison, pondasi rakit merupakan jenis-jenis pondasi yang biasanya dipakai untuk bangunan tinggi.
4.4. PENUTUP. TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas!
1.
Sebutkan Persyaratan umum Pondasi pada sebuah bangunan.
2. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis pondasi untuk bangunan tinggi.
43
BAB V SISTEM STRUKTUR BANGUNAN TINGGI
5.1. PENDAHULUAN Unsur-unsur struktur adalah tulang punggung yang penting untuk “badan” bangunan, dan seorang arsitek yang mampu mengendalikan unsur-unsur struktur dan menampilkannya untuk mengungkapkan hakikat bangunanlah yang dapat mengidentifikasi dan mencerminkan tujuan pembangunannya sebagai suatu wadah untuk interaksi berbagai sistem kegiatan yang berbeda. Bangunan harus mampu menghadapi gaya-gaya vertikal gravitasi dan gaya-gaya horizontal angin di atas tanah serta gaya-gaya gempa di bawah tanah. Kulit bangunan harus menahan perbedaan suhu, tekanan udara, dan kelembapan antara lingkungan luar dan dalam bangunan. Dalam ban ini akan dibahas tentang jenis sistem struktur pada bangunan tinggi sehingga mahasiswa mampu untuk mengetahui dan mengaplikasikan sistem struktur pada rancangan bangunan berlantai banyak.
5.2. PENYAJIAN. Beberapa tipe sistem struktur bangunan bertingkat tinggi yang lazim dikenal:
1.
SISTEM RANGKA (FRAME SYSTEMS) Sistem rangka terdiri dan plat lantai balok, dinding memikul dan kolom
yang tersusun beraturan, saling tegak lurus, dan beban gaya vertikal dan horizontal disalurkan melalui tiang/kolom untuk disalurkan menuju pondasi. Sistem rangka ortogonal dapat diklasifikasikan menurut jumlah lapisan layer) horizontal dalam sebuah sistern struktur. Sistern satu lapis (one layer) Plat Lantai langsung menumpang pada kolom (contoh scperti flat slab,
flat plate dan waffel) plat lantai menumpang pada
dinding rnemikul. 44
Sistem dua lapis (two layer) Plat lantai, yang didukung oleh balok yang bertumpu pada kolom plat lantai menumpang pada balok yang ditumpu oleh balok memikul Sistem tiga lapis (three layer) Plat lantai, yang didukung oleh balok-balok anak yang ditumpu oleh halok induk yang menyalurkan bebannya ke kolom.
Gambar 5.1. Sistem Rangka Menurut Lapisan Penyusunannya.
Stabilitas lateral. Suatu sistem struktur selalu akan menghadapi suatu persoalan dari beban/gaya yang timbul. Beban lateral (beban angin dan gempa) merupakan suatu beban yang selalu mendapatkan perhatian untuk mendapatkan kestabilan. Secara umum kestabilan ini dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu atau lebih dari prinsip-prinsip: 1. Titik hubung yang kaku (joint rigidity) Menciptakan sambungan yang kaku (rigid) antara bagian-bagian rangka
Gambar 5.2. Sambungan yang kaku (rigid)
2. Triangulasi (triangulation) Memecah rangka menjadi sistem-sistem segitiga yang lebih kecil secara alamiah.
45
Gambar 5.3. Triangulasi (triangulation)
3.
Dinding geser (shear wall) Mengakukan rangka dengan mengisi dinding pengaku.
Gambar 5.4. Stabilitas Lateral.
Dari beberapa sistem untuk memberikan kestabilan sistem struktur rangka maka akan didapat sistem struktur rangka murni (rangka kaku/rigid frame).
Rangka Kaku (Rigid Frame) Struktur rangka kaku adalah struktur yang terdiri atas elemen-elemen horizontal (lateral) dari plat, balok dan kolom yang disusun saling tegak lurus dengan memberikan hubungan yang menggunakan titik hubung (joints) yang dapat mencegah terjadinya perputaran pada titik hubung tersebut. Sifat-sifat sistem rangka kaku (Rigid Frame) Sistem rangka kaku mempunyai kelebihan dan kekurangan untuk membangun bangunan bertingkat tinggi.
46
Dengan keterbatasan sistem rangka kaku terhadap beban horizontal/lateral, maka paling ekonomis hanya dapat digunakan pada bangunan bertingkat tinggi dengan ketinggian 20 lantai dengan menggunakan struktur beton, dan 25-30 lantai dengan struktur baja. Dalam perancangan bangunan arsitektur, sistem struktur rangka ini akan mempermudah pengaturan ruang, termasuk pengaturan pintu dan jendela, baik di lantai dasar maupun di lantai tipikal. Sistem struktur rangka kaku dapat dibagi dalam beberapa tipe: a. Rangka Melintang Sejajar (Paralel Cross Frame) Susunan rangka yang sejajar dan membentuk persilangan sehingga dapat mengelitninasikan beban angin/gempa yang datang bersilangar,
Gambar 5.5. Sistcm Struktur Rangka Melintang Scjajar
b. Rangka Selubung (Envelope Frame). Susunan rangka yang membentuk selubung, sehingga akan dapat mengatasi beban angin/gempa yang datang bersilangan. Bentuk selubung merupakan bentuk yang simetris.
Gambar 5.6. Sistem Struktur Rangka Selubung.
47
a.
Rangka Melintang Dua Arah (Twoways Cross Frame) Susunan rangka yang membentuk kolom-kolom dengan balokbalok yang mclintang dengan jarak yang teratur.
Garnhar 5.7. Sistem Struktur Melintang Dua Arah
b. Rangka Grid Segi Banyak (Frame on Polygonal Grids) Susunan rarigka yang membentuk kolom dari bentuk yang bebas (segi banyak) dan beraturan maupun tidak beraturan bentuknya.
Gambar 5.8. Sistem Struktur Grid Segi Banyak
Balok Dinding (Wall Beam) Balok dinding dapat berupa rangka batang (truss) dari beton atau baja. Dinding beton didukung oleh deretan kolom pada dinding eksterior. Berdasarkan cara perletakan: (1) sejajar dengan sumbu memanjang bangunan; (2) membentuk selubung; (3) membentuk sangkar tiga dimensi.
48
Berdasarkan cara penyusunan : a. Batang Interspasial (Interspatial Truss) Batang Interspasial (Truss Inlerspalial) atau rangka batang antar ruang adalah balok yang disusun setiap dua lantai, sehingga menghasilkan suatu lantai yang bebas kolom. Setiap balok dinding menahan dua lantai di atas dan di bawahnya. b. Batang Berselang-Seling (Staggered Truss) Batang berselang-seling (Truss Staggered) atau rangka batang berselangseling adalah balok yang disusun setiap lantai, hanya saja perletakannya berselang-seling seperti menyusun batu bata. Keuntungannya, bentangan slab dapat dikurangi menjadi setengahnya daripada sistem antarruang. Sistem ini lebih efisien sampai 25 persen daripada menggunakan batang interspasial dan juga mempunyai kekakuan lebih. Sistem Balok Dinding (Wall Beam Structures) ini sangat cocok untuk struktur bangunan hotel atau apartemen yang bersifat mempunyai sekat.
Gambar 5.9. Rangka Batang antar Ruang dan Rangka Batang Bersilang.
Gambar 5.10. Perletakan Rangka Batang. 49
Plat Datar (Flat Slab) Plat datar (flat slab) terdiri dari pelat beton (slab) dijadikan lantai dan disangga oleh kolom. Dengan menghilangkan rangka balok maka dimensi ketebalan menjadi lebih tebal dari standar pelat lantai pada umumnya (20-25 cm). Segala beban akan disalurkan dari pelat langsung ke kolom, sehingga ketinggian lantai ke lantai dapat rendah. Letak kolom dapat fleksibel. Penggunaan drop panel atau kolom yang besar akan sering terlihat untuk dapat menahan beban lateral yang timbul. Selain itu untuk menjaga ketebalan, pelat dibuat tidak melebihi 25 cm, maka jarak antar kolom diusahakan tidak melebihi 10-11 meter. Untuk itu perlu ada perkuatan guna menahan beban lateral. Flat slab termasuk sistem two way slab, karena beban akan disalurkan melalui dua arah menuju kolom, pembesaran atau penebalan plat di sekitar penemuan plat dan kolom. Selain itu untuk membuat suatu sistem yang terlihat lebih indah maka dibuat sistem wafel (waffle flat slab).
Gambar 5.11. Flat Plate, Flat Slab dan Waffle Slab
Plat Terkantilever (Cantilevered Slab) Kantilever adalah plat dan balok yang didukung oleh satu sisi kolom atau dinding yang akan menyalurkan semua beban yang terdapat pada pelat dan kolom tersebut. Sehingga akan memungkinkan ruang bebas kolom, yang batas kekuatan
50
pelatnya adalah batas besar ukuran bangunan. Diperlukan banyak tulangan besi, terutama apabila proyeksi platnya berukuran besar. Kekuatan pelat dapat ditingkatkan dengan mcnggunakan sistem pratekan. Panjang kantilever tergantung dari tinggi balok dan jarak balok penyangga serta keseimbangan dari kiri-kanan kolom pendukungnya.
Gambar 5.12. Plat Terkantilever
Gambar 5.13. Contoh Bangunan dengan sistem Rangka dan Kombinasi
51
SISTEM DINDING (WALL SYSTEMS) Dinding dalam sistem struktur bangunan bertingkat tinggi dibuat dari bahan beton bertulang maupun rangka baja. Dinding ini dapat berfungsi sebagai dinding memikul/menahan beban vertikal dan juga dapat berfungsi sebagai menahan beban horizontal. Dari fungsi dinding terhadap beban yang terjadi pada suatu bangunan maka penekanannya pada sistemnya:
Dinding Memikul (Bearing Wall) Dinding memikul (bearing wall) adalah bidang tekan menerus pada satu arah yang mendistribusikan beban-beban venikal (gravitasi) yang tersebar secara bertahap menuju dasar bangunan. Kemampuan dinding memikul (bearing wall) untuk menyalurkan beban secara menyebar sepanjang bentangannya yang membedakan struktur hearing wall dengan barisan kolom berdekatan yang menerus, juga kemampuan menahan gaya dari samping pada bidang dinding. Kedua aksi tersebut diliasilkan dari gaya tegang geser internal yang berkembang dalam dinding. Hal yang perlu diperhatikan dalam mengantisipasi dinding memikul (bearing wall) adalah bahwa beban yang disalurkan tidak hanya beban lantai di atasnya saja, tetapi harus dialcumulasikan berat beban dari seluruh lantai yang berada di atasnya. Karena beban mengalami akumulasi maka terjadi peningkatan beban. Mendekati bagian bawah ketebalan dinding juga hams ditambah untuk menyalurkan beban yang bertambah tersebut sekaligus menjaga kestabilan. Tebal dinding memikul memerlukan aturan tertentu yang disesuaikan dari jarak bentang yang terjadi antara dinding-dinding tersebut. Secara prinsip dasar ketebalan minimum dinding memikul adalah 10-12 inch atau sekitar 25-30 cm untuk dinding beton. Dengan aturan akumulasi beban ke bawah maka makin ke bawah ukuran tebal dinding tersebut makin menebal. Menebalnya dinding memikul dapat mengarah ke satu atau ke dua arah.
52
Gambar 5.14. Membesar (menebalnya) Dinding Memikul.
Dengan menebalnya dinding pada lantai di bawahnya, maka akan terjadi dinding yang tebal sekali. Hal ini akan menimbulkan masalah berkurangnya ruang yang berada paling bawah pada bangunan bertingkat tinggi. Untuk menghindari semakin tebalnya dinding memikul ini diperlukan cara memberikan penambahan kekuatan seperti: 1. memperbesar dimensi ketebalan di bawah dinding memikul atau diberikan alas/kaki (fooling). Tetapi penggunaan bahan akan boros dan mengurangi besaran ruang di bawah. 2. memperkaku dinding dengan rangka atau bracing atau dibuat pilaster (pembesaran/penebalan pada dinding yang langsung menerima beban). 3. menekuk secara melengkung atau patah-patah (V-shaped). 4. semakin ke bawah diberi kekuatan beton (K) yang lebih besar.
53
Klasifikasi Dinding Memikul.
Long Wall Dinding penumpu beban utama sejajar dengan panjang bangunan dan membentuk dinding fasade luar dan koridor dalam. Balok lantai membentang tegak lurus terhadap penumpu utama, mengikuti gaya aksi kantilever pada bagian luar dinding penumpu utama. Selain memikul beban lantai, dinding fasade juga berperan sebagai dinding tirai (curtain walls) seperti aksi balok vertikal untuk menyalurkan angin ke diafragma lantai, yang kemudian memindahkan gaya-gaya lateral ke dinding terdekat.
Cross Wall Terdiri dari sederetan dinding yang tegak lurus terhadap panjang gedung dan tidak memengaruhi perubahan dinding fasade. Dinding memikul beban tegak lurus arah panjang bangunan. Balok lantai membentang di antara dinding. Kestabilan dari arah panjang bangunan dipengaruhi oleh shaft elevator dan dinding koridor.
Cellular Wall Terdiri dari dinding memikul beban pada arah transversal dan longitudinal atau merupakan kombinasi. Balok lantai menygunakan bentang satu arah atau dua arah tergantung dari penampilan bangunan.
Bukaan pada Dinding Memikul Pada dinding memikul dapat diadakan bukaan sesuai dengan ruangan-ruangan yang terjadi. Bukaan akan memberikan efek penulangan yang sesuai dengan beban/gaya yang terjadi. Perlu diperhatikan bahwa bukaan dinding juga mengakibatkan kemampuan dinding penumpu memikul beban berkurang, sehingga perlu dicarikan jalan lain untuk memperkecil bukaan pada dinding memikul. Untuk merencanakan suatu bangunan bertingkat tinggi perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan dinding memikul (bearing wall) perlu ada kombinasi sistem struktur dengan sistem lain, misalnya dengan sistem struktur rangka. Dinding memikul dibuat pada inti (core) bangunan supaya dapat menampung beban-beban vertikal pada semua fasilitas utilitas bangunan, dan akan
54
bermanfaat sebagai penahan beban lateral (angin dan gempa) yang selalu terjadi pada bangunan bertingkat tinggi. Besar dan tebal dinding memikul merupakan kumpulan kolom-kolom bangunan yang menahan beban vertikal. Maka dengan ketebalan tertentu sudah dapat menahan gaya vertikal dan dapat juga menahan beban horizontal/lateral. Dinding memikul dibuat pada inti (core) bangunan agar dapat menampung beban-beban vertikal yang terkumpul dalam inti bangunan, dan dapat menampung dalam satu ruang semua fasilitas utilitas bangunan serta akan bermanfaat sebagai penahan beban lateral (angin dan gempa) yang selalu teijadi pada suatu bangunan bertingkat tinggi.
Gambar 5.15. Dinding Memikul pada Inti Bangunan
Dinding Geser (Shear Wall) Dinding geser (shear wall) adalah pengaku vertikal berupa bidang (dinding) beton atau baja, dirancang supaya dapat menahan gaya lateral yang ditimbulkan beban hidup dari angin atau gempa pada suatu sistem struktur bangunan bertingkat tinggi. Beban yang timbul dapat ditahan oleh bangunan tersebut, supaya bangunan tidak melengkung, bergeser atau puntir. Dinding tersebut mempunyai sifat hanya untuk menahan gaya geser dan tidak dapat berfungsi sebagai penahan gaya vertikal sehingga perlu menggunakan kombinasi dengan sistem lain yang dapat menahan beban vertikal.
55
Susunan Dinding Geser. Susunan dinding geser sangat bervariasi,
tergantung pada bentuk
bangunan dan gaya-gaya yang tetjadi pada bangunan serta dinding geser tersebut. Bentuk dan penempatan dinding geser mempunyai akibat yang besar terhadap perilaku struktural apabila bangunan tersebut dibebani secara horizontal. Secara umum dinding dapat disusun secara terbuka atau tertutup. 1. Tertutup: susunan dinding-dinding melingkupi ruang simetris seperti persegi panjang, bujur sangkar, segitiga, bulat, membentuk inti (core). Susunan tertutup memberi perlawanan optimal terhadap torsi mencegah bangunan dad kemungkinan berpuntir. Namun kalau terdapat belahan/bukaan pada dinding akan mengurangi kekuatan. 2. Terbuka: susunan dinding-dinding terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometris.
Gambar 5.16. Bentuk Dasar Dinding Geser
Dinding geser akan dapat berfungsi kalau berada di antara kolom, sehingga kalau terjadi beban lateral akan bekerja bersama dengan kolom yang berdekatan. Dinding geser dapat disusun secara: 1. Simetris: supaya dapat menahan gaya torsi dengan baik, karena bekerja pada titik berat masa bangunan. Reaksi yang terjadi adalahreaksi translasi.
56
Gambar 5.17. Bentuk Simetrris.
2. Asimetris: akan menerima beban lentur, geser dan torsi lebih berat pada suatu bagian. Karelia beban tidak melalui titik berat kekakuan bangunan, maka reaksi yang terjadi adalah reaksi translasi dan rotasi.
Gambar 5.18. Bentuk Asimetrris.
57
SISTEM KOMBINASI RANGKA DINDING GESER (FRAME SHEAR WALL INTERACTION SYSTEMS) Kombinasi dari sistem rangka dan dinding geser merupakan perpaduan untuk menyelesaikan suatu sistem struktur bangunan bertingkat tinggi yang melebihi 30 lantai, karena sistem struktur rangka murni akan tidak efisien lagi pada ketinggian tersebut. Dinding uga merupakan kumpulan kolom-kolom yang berjejer sehingga dapat juga menahan beban vertikal dan horizontal, sehingga kalau dikombinasikan dengan sistem rangka akan dapat memberikan sistem dengan berbagai bentuk masa bangunan. Beberapa bentuk dinding geser di dalam rangka bangunan: 1. Inti interior tertutup dalam bangunan. 2. Dinding yang susunannya sejajar di dalam bangunan. 3. Rangka fasade vertikal pada bangunan.
Sistem inti (core) yang disesuaikan dengan beberapa bentuk denah akan memberikan per :bedaan dengan menentukan: 1. Letak inti (core) dalam bangunan: - inti fasade eksterior letak inti di luar denah ruang utama
(a) -
Inti Fasade interior.
Inti fasade.
(b)
58
Inti fasade di dalam bangunan inti pusat tertutup, lebih banyak pada bangunan system gantung terkantilever, rangka keliling dan inti pusat terbuka rangka di ujung.
-
Inti eksentris: terletak inti di pinggir Bangunan, sehingga tidak simetris.
-
(c) Gambar 5.19. a,b,c, Letak Inti Bangunan.
2. Jumlah inti (core) dalam bangunan : -
Inti tunggal : dalam bangunan hanya mempunyai satu core yang terletak di tengah atau di pinggir.
(a) -
Inti terpisah : dalam bangunan terdapat dua inti yang terpisah sehingga mempunyai ruang kerja yang menyatu.
59
(b)
-
Inti banyak : jumlah inti lebih dari 2 inti.
(c) Gambar 5.20. a,b,c, Jumlah Inti
3. Bentuk inti : bentuk inti sebagian besar disesuaikan dengan bentuk bangunan. -
Bentuk inti yang tertutup, apakah berbentuk bulat, bujur sangkar maupun persegi panjang.
(a)
60
-
Bentuk inti yang terbuka.
(b)
-
Bentuk inti yang disesuaikan dengan bentuk bangunan.
(c) Gambar 5.21. a,b,c, Bentuk Inti
Sistm rangka dinding geser (frame shear wall interaction system) dikelompokan menurut reaksinya aterhadap beban geser yang dapat dimasukan ke salah satu diantara tipe berikut :
Rangka Bersendi Dinding Geser (Hinged Frame Shear Wall) Karena balok rangka diberi persendian, maka rangka hanya dapat memikul beban gravitasi/vertikal, inti (core) akan berlaku sebagai free cantilever dan bebas berputar, sehingga diperlukan penahan terhadap gaya putar. Untuk bangunan yang lebih tinggi dari 30 lantai perlu tambahan struktur outrigger truss yang akan diikatkan pada inti (core) dengan kolom-kolom pinggir di antara truss terdapat balok pengisi untuk menopang lantai akan berfungsi sebagai penyalur gaya.
61
Rangka Bersendi Rangka Vierendeel dan Dinding Geser (Hinged Frame Vierendeel and Shear Wall)
Rangka Bersendi Vierendeel Rangka-rangka balok yang cukup kaku yang dapat menahan beban gravitasi dan beban lateral tanpa menggunakan penguat diagonal, karena di setiap persendian sudah memiliki kekakuan.
Gambar 5.22. Rangka Vierendeel
Beban-beban lateral ditahan oleh sistem dinding geser, dan rangka kaku dengan sistem vierendeel pada kedua dinding fasade arah pendek pada bangunan akan menahan setengah beban angin. Sedangkan setengah beban lainnya akan ditahan oleh inti (core). Rangka fasade mernanjang hanya menahan beban vertikal saja.
Rangka Kaku dan Dinding Geser (Rigid Frame and Shear Wall) Rangka kaku adalah rangka yang terdiri dari balok-balok horizontal dan kolom yang tegak/vertikal yang dihubungkan ke suatu bidang dengan menggunakan sambungan kaku (rigid). Sistem struktur rangka kaku ini cukup baik untuk dapat menahan gaya vertikal saja, dan penggunaan rangka kaku ini terbatas pada suatu sistem struktur bangunan tinggi karena tidak rnampu menahan beban lateral. Dinding geser adalah suatu bidang tegak yang dapat menahan beban horizontal/lateral pada suatu bangunan. Dengan adanya beban vertikal maka dinding geser akan membentuk bidang yang menebal ke arah bawah. Mengingat tinggi bangunan lebih dari 20 lantai, ketebalan dinding tidak akan dapat memberikan ruang yang cukup bagi fasilitas utilitas maupun ruang-ruang lain, maka sistem struktur ini harus dikombinasikan dengan sistem struktur lain.
62
Kombinasi struktur dinding geser dengan struktur rangka kaku akan memberikan suatu kombinasi yang baik karena kekurangan suatu sistem akan diisi oleh kelebihan sistem lainnya. Sudut deformasi paling besar ada pada bagian dasar struktur di mana terjadi geser maksimum. Sedangkan pada bangunan tinggi beban lateral di bagian atas ditahan rangka kaku. Sudut lendutan paling besar terdapat pada bagian atas bangunan sehingga dinding geser kurang memberikan sumbangan kekokohan. Dinding geser hanya berfungsi menahan beban lateral. Adanya perbedaan defleksi (lendutan) pada setiap sistem struktur menyebabkan dinding ditarik oleh rangka pada bagian atas dan didorong di bagian bawah. Untuk suatu bangunan dengan ketinggian di atas 50 lantai interaksi antara dinding geser dan rangka kaku dapat diabaikan, kecuali kekakuan dinding yang terjadi 6 kali kekakuan total kolom di setiap lantai.
SISTEM TABUNG (TUBULAR SYSTEMS) Struktur tabung yang dipikirkan dan dikembangkan oleh Myron Goldsmith, murid Mies Van der Rohe, yang bekerja sama dengan Dr. Fazlur Khan ahli struktur dari SOM, dibantu oleh Bruce Graham hendak mewujudkan sistem struktur tabung (tube structure). Struktur tabung merupakan struktur yang mirip tabung dan berdiri seperti cerobong amp. Untuk suatu bangunan tinggi struktur tabung ini merupakan struktur yang paling baik digunakan untuk menahan beban lateral.
Struktur
tabung ini lebih kuat dan lebih kaku dibandingkan dengan sistem rigid frame. Dengan sistem yang menggunakan filosofi Goldsmith, yang diilustrasikan seperti sebuah kaleng yang dapat berdiri dengan selimut luarnya, struktur tabung ini mampu mencapai ketinggian yang fantastis. Pada struktur tabung, beban lateral yang timbul disalurkan melalui dinding luar/eksterior dengan deretan kolom yang rapat. Jarak kolom pada bangunan dengan sistem struktur tabung terhitung dekat antara 1,5-3 meter. Balok pada sistem tabung berketinggian 0,6-1,5 meter dengan memperhatikan proporsi kolom dan balok, tergantung dari ukuran, ketinggian, fungsi serta modul bangunan.
63
Terlihat dari luar seakan-akan merupakan dinding yang dilubangi. Kekakuan dinding fasade ditingkatkan dengan menambah pengaku diagonal tambahan yang menghasilkan aksi serupa rangka. Kekakuan tabung sedemikian tingginya sehingga perlakuannya terhadap pembebanan lateral menyerupai balok kantilever. Pengkakuan dinding eksterior akan menambah kekuatan, sehingga beban lateral dapat disesuaikan dengan mudah. Sistem struktur tabung dikembangkan dengan berbagai cara, sehingga terbagi menjadi beberapa macam tipe. Sampai saat ini penggunaan sistem struktur tabung bermacam-macam itu dapat dikelompokkan sebagai berikut :
Tabung Berongga (Hollow Tube) Tabung berongga dibagi dalam beberapa tipe: a. Tabung Rangka (Frame Tube) Tabung Rangka merupakan penerapan pertama konsep struktur tabung, yang pertama kali digunakan pada bangunan Dewitt Chestnut Apartment dengan ketinggian 43 lantai di Chicago, Amerika Serikat. Bangunan dengan menggunakan sistem Vierendeel tube dengan kolom dan balok membentuk grid segi empat yang rapat, dan dihubungkan secara kaku untuk menahan beban lateral. Sistem Vierendeel merupakan pengembangan sistem rangka kaku. Selain memiliki kekakuan terhadap beban lateral, juga memiliki kekakuan terhadap momen atau torsi.
Gambar 5.23. Tabung Rangka
64
b. Tabung Pengikat (Trusses Tube) Karena Struktur Tabung Rangka masih mempunyai kelemahan, maka diperlukan penambahan rangka diagonal. Sistem ini menggunakan rangka diagonal di samping kolom dan balok luar Diagonal-diagonal tersebut meneruskan beban-beban lateral langsung menuju l'ondasi.
Tabung Pengikat ini dibagi dalam: Tabung Rangka Kolom Diagonal (Column Diagonal Trussed Tube) Sistem ini menggunakan rangka diagonal di samping kolom dan balok. Batang diagonal dengan balok seperti dinding kaku yang menahan beban lateral. Bentukan kolom yang miring beserta kolom tegak akan menahan beban gravitasi. Fungsi ganda kolom miring ini sangat efisien pada bangunan tint4gi, sehingga jarak kolom tegak/vertikal akan dapat menjadi lebih lebar dibandingkan dengan tabung rangka. Sistem tabung rangka kolom diagonal ini dapat digunakan untuk mendirikan bangunan dengan ketinggian sampai 100 lantai dengan menggunakan struktur baja.
Gambar 5.24. Bangunan Tabung Rangka Kolom Diagonal.
Tabung Berkisi-Kisi (Lattice Trussed Tube) Tabung dibuat dari beberapa kolom diagonal yang miring disusun rapat tanpa menggunakan kolom vertikal. Bidang diagon berfungsi sebagai penyalur beban vertikal dan memperkuat penyaluran beban lateral. Penyaluran beban vertikal 65
sedikit lebih jauh daripada kalau menggunakan kolom vertikal. Sambungansarnbungan kolom diagonal membuat kesulitan dalam pembuatan finishing kaca jendela.
Gambar 5.26. Tabung Berkisi-kisi.
Tabung Penguat Dalam (Interior Braced Tube) Rangka tabung eksterior dapat juga diperkuat dengan dinding geser (shear wall) atau inti interior (interior core), sehingga dapat dibagi menjadi beberapa sistem: a. Tabung Dinding Pendukung/Geser Sejajar (Tube with Parallel Shear Wall) Tabung eksterior dapat diperkaku dengan menambah dinding interior (shear wall) dengan menggunakan dua cara yaitu: Jarak kolom eksterior yang lebar ditambah dengan shear wall pada tiap kolom.
Gambar 5.27. Tabung Dinding Pendukung/Geser Sejajar.
66
Jarak kolom eksterior yang rapat ditambah dengan dua dinding geser (shear wally
Gambar 5.28. Tabung Penguat Dalam
b Tabung Dalam Tabung (Tube in Tube) Untuk memberikan kekakuan, sistem tabung kosong dikembangkan dengan cara memberikan kekuatan dengan menambah inti (core), yang tidak hanya berfungsi sebagai bagian yang menahan beban vertikal namun juga akan membatu menahan beban horizontal (lateral) Struktur lantai mengikat tabung eksterior secara bersama dan memberikan jawaban terhadap beban lateral sebagai satu kesatuan.
Gambar 5.29. Struktur Tabung Dalam Tabung
Bentuk bangunan dengan sistem Tabung dalam Tabung (Tube in 'Tube) akan lebih tepat kalau menggunakan bentuk-bentuk segitiga sama sisi, bujur sangkar, persegi panjang yang mendekati bujur sangkar, dan bulat.
67
Gambar 5.30. Bangunan Tabung dalam Tabung.
c. Tabung yang Dimodifikasi (Modified Tube) Jika bentuk bangunan segiempat atau segi lain yang sudah berbeda jauh dengan bentuk bujur sangkar, maka sistem siiuktur tabung juga mengalami perkembangan (dimodifikasi) yang dapat menyelesaikan bentuk-bentuk tersebut. Sistem struktur tabung yang dimodifikasi dibagi dalam:
Tabung Rangka dengan Rangka Kaku (Frame Tube with Frame) Dengan bentuk yang berbeda (segienam, segidelapan) akan membentuk titik
kolom sudut yang jauh dari inti (tabung dalam) seperti pada bangunan di North Carolina, Amerika Serikat, dengan ketinggian 40 lantai, maka akan terjadi pergeseran yang tidak lancar (shear lag). Maka perlu penyelesaian dengan menambah kolom-kolom rangka kaku (frame) untuk memperpendek bentang antara kolom sudut dengan Tabung Dalam.
Gambar 5.31. Struktur Rangka dengan Rangka Kaku.
68
Tabung dalam Semi Tabung (Tube in Semi Tube) Bentuk masa bangunan memang tidak dapat dibatasi, sehingga kalau ada suatu bangunan seperti Bangunan Western National Bank di Pittsburgh, maka akan diadakan pengembangan sistem struktur tabung yang lain, yaitu sistem Struktur Tabung dalam Semi tabung. Tabung dibagi dalam tiga bagian, tabung di tengah dan dua tabung di pinggir. Tabung di luar merupakan sebuah semi tabung (tabung yang tidak penuh). Semi tabung tersebut dijadikan penguat dengan sistem rangka dinding serupa kanal. Beban angin akan ditahan oleh gabungan tabung interior dan kanal yang besar pada ujungujung dinding.
Gambar 5.32. Strukthr Tabung Dalam Semi Tabung
d. Tabung Berkas/Modular (Modular/Bundled Tube) Sistem struktur tabung modular seperti pada semua sistem struktur untuk bangunan tinggi akan dapat menyelesaikan semua beban/gaya yang akan timbul pada bangunan tersebut. Beban mati/beban gravitasi sebagai beban standar untuk suatu bangunan bertingkat dapat diselesaikan dengan mudah yaitu dengan menggunakan balok dan banyak kolom yang menerus ke bawah. Dengan menggunakan sistem struktur tabung modular beban mati/gravitasi dapat disebar ke seturuh bidang bawah yang membesar dan luas. Dengan demikian substruktur/pondasi dapat digunakan dengan pondasi dangkal rakit atau fondasi dalam/ bang pancang/bor, tergantung dad jenis tanah yang menahannya.
69
Beban/gaya tersebut dapat diatasi dengan:
Tabung rangka eksterior diperkaku oleh diafragma melintang interior pada kedua arah, maka terbentuklah sekumpulan tabung sel. Tabung-tabung yang berdiri sendiri ini masingmasing kuat sehingga dapat disusun dan ditambah atau dapat disusun di tingkat mans saja.
Tabung modular akan menggunakan sistem zone untuk perkuatan kedudukan terhadap beban lateral. Tabung satu 'nodal sudah dapat menahan beban lateral; dengan tabung beberapa modal akan jault lebih kuat menahan beban lateral.
Gambar 5.33. Beban pada Struktur Tabung Rangka dan Modular
Dari semua gambaran mengenai penyelesaian gaya/beban yang timbul pada suatu bangunan, dengan menggunakan sistem struktur tabung modular dapat diatasi dengan penyelesaian yang cukup optimal, seperti kestabilan struktur yang tinggi maupun ruang yang diperoleh cukup luas. Salah satu bangunan yang menggunakan sistem struktur Tabung Modular (Bundled Tube) adalah Sears /bwer di Chicago, USA, yang dibangtm pada tahun 1974 dengan arsitek SOM, yang merupakan salah satu bangunan yang tertinggi di dunia dengan jumlah lantai 110 lantai (443 meter) tanpa menara.
70
Gambar 5.34. Sistem Struktur Tabung Modular.
Gambar 5.35. Bangunan Tabung Modular.
71
e. Bangunan Komposit Bangunan komposit merupakan perkembangrai inutakhir pada struktur bangunan bertingkat tinggi dengan cara menambah kekakuan lateral, dan perpaduan antara bahan boon dan he sebagai suatu kesatuan stniktur. Selama beberapa tahan stniktur ini diterapkan pada batang-batang struktur individual. Namun saat ini dilakukan pendckatan baru dengan konstruksi komposit pada bangunan.
Bangunan Komposit Tabung Sistem ini dikembangkan oleh SOM (Skidmore, Owings dais Merrill), yaitu rangka baja eksterior diperkaku terhadap defonnasi horizontal/lateral oleh dinding 'Liar dari beton yang pengecorannya di tempat. Sistem ini dengan cara pemasangan yang cepat dengan kekuatan yang cukup tinggi dari konstruksi baja untuk membuat struktur tahan terhadap kebakaran dan moldability dari dinding beton. Bangunan yang menggunakan konstruksi komposit ini adalah: Gateway III, One Shell Square "lower dan CDC Building. Proses pelaksanaan dengan cara bertahap, dimulai dari pendirian rangka baja dengan tinggi antara 8 dan 10 lantai. Kemudian rangka luar diperkaku sementara olch kabel untuk kekakuan lateral. Pada sistem ini dinding/kulit tabung memikul semua gaya horizontal; maka koloin dan balok yang membentuk rangka inti utilitas menjadi lebih ringan karena hanya memikul beban vertikal/ gravitasi.
Plate wall cladding Plate wall cladding merupakan :finding tirai berupa panel, dan diikat pada struktur rangka baja. Panel ini tidak dapat menahan beban dan hanya berfungsi scbagai alat pcngkondisian. Mies Van der Rohe seorang arsitek yang memanfaatkan penggunann cladding baja sebagai suatu perlakuan fasade pada bangunan Apartment Lake Shore Drive.
72
SISTEM GANTUNG (SUSPENDED SYSTEMS) Sistem gantung menggunakan bahan yang sangat efisien, dengan menggunakan penggantung scbagai pengganti kolom yang memikul dan menahan beban lantai. Kekuatan tekan hams dikurangi karena adanya bahaya tekuk, berbeda sekali dengan beban tarik yang dapat digunakan kemampuannya secara maksimal Kabel-kabel tersebut meneruskan beban vertikal/gravitasi ke rangka di bagian atas yang terkantilever pada inti. Menggunakan sistem struktur gantung ini memberikan keleluasaan ruang (space) yang terjadi. Penggunaan bahannya termasuk hemat, karena kapasitas kekuatan batas kabel baja lebih tinggi dibanding dengan kekuatan struktur bahan baja. Karena label tidak kaku terhadap lenturan, maka struktur gantung akan bergerak apabila ada perubahan pembebanan. Bangunan yang menggtmakan sinless struktur gantung banyak memberikan bentuk geometri, tergantung dan metode pemasangan, biaya, waktu dan persyaratan yang diinginkan. Pengelompokannya dibuat berdasarkan perbedaan perilaku strukturnya.
Inti Kaku (Rigid Core) Menggunakan prinsip inti kaku, dengan sebuah atau beberapa inti memikul seluruh beban berat bangunan, menahan lemur akibat angin dan efek kantilever.
Sebuah inti dengan penggantung seperti rangka (frame). trusses,
prestress. Kabel baja dan dapat diletakkan pada bagian atas dan mungkin pada bagian tengah dan bangunan Semua ini tergantung dart tinggi bangunan itu sendiri. Beberapa space
frame
inti dan
kaku lain-lain
yang
berhubungan
dapat
dengan
membentuk
trusses,
struktur
arches,
dengan
tipe
jembatan, megatrantes dan megalrusses dengan beberapa bentuk. Keterbatasan sistcm struktur prinsip inti kaku: seluruh beban lateral ditahan oleh inti gerak relatif penggantung dan inti harus diperhitungkan seluruh fondasi berada pada garis inti yang cukup besar.
73
Gambar 5.36. Prinsip Inti Kaku.
Gambar 5.37. Bangunan Sistem Gantung
74
Tiang Rantai (Cable Support) Karena semua beban horizontal (lateral) dan beban vertikal ditahan oleh sebuah tiang utama, maka dengan minimum penetrasi dapat menyebabkan kecenderungan membengkok pada tiang itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kabel-kabel prategang dan dijangkarkan langsung ke tanah atau didukung oleh sistem struktur lainnya, sehingga efek dari pembengkokan dapat dip,erkecil. Karena tiang utama bereaksi terhadap tarikan dalam keadaan tekan dan menstabilkan ruang, maka seluruh bangunan dibuat pratekan. Karena kabel dibuat prategang, maka kabel akan menyerap beban-beban lateral dan mcnunjang lantailantai yang menggantung sekaligus memperoleh kembali bentuk semula.
Gambar 5.38. Prinsip Tiang Utama.
Tensegrity Struktur tensegrity merupakan sistem tertutup yang terdiri dari unsur tarik yang terus menerus dan batang tekan individual (tidak rnenerus). Pada prinsip tensegrity seluruh sistem hares dibuat pratekan supaya menjamin kestabilannya. Tensegrity menghasilkan pemecahan optimum terhadap berat minimum bahan dan terdiri
atas unsur-unsur yang berulang, konfigurasi ruang yang rumit
memberikan batasan kepada perancang dan pelaksananya.
SISTEM BOKS SWASEMBADA (SELF SUPPORTING BOXES SYSTEMS) Sistem struktur boks hanya terbatas pada bangunan apartemen. Terdiri dari inti-inti yang berisi elevator dan tangga, dengan sintem kantilever, dikaitkan kapsul-kapsul atau unit-unit tempat tinggal, yang tersusun simetris. Dua buah inti beserta kapsul-kapsulnya akan lebih stabil dapat menahan beban vertical maupun
75
horizontal, seoptimal mungkin. Kapsul yang tersiri dari ruang tidur dan toilet disususn berderet ke atas dengan penyusunan yang stabil sesuai dengan letak kaitannya.
Gambar 5.39. Bangunan dan Struktur Sistem Boks.
5.3. RINGKASAN Sistem struktur bangunan bertingkat tinggi adalah : 1.
SISTEM RANGKA (Frame Systems) -
-
-
Rangka Kaku (Rigid Frame) a.
Rangka Melintang Sejajar (Parallel Cross Frame)
b.
Rangka Selubung (Envelope Frame)
c.
Rangka Melintang Dua Arah (Two way Cross Frame)
d.
Rangka dengan Grid Segi Banyak (Frame on polygonal grids)
Balok Dinding (Wall Beam Structure) c.
Batang Interspasial (Interspatial Truss)
d.
Batang Berselang-seling (Staggered Truss)
Pelat Datar (Flat Slab) Pelat Terkantilever (Cantilevered Slab)
76
2.
3.
SISTEM DINDING (Wall Systems) -
Dinding Memikul (Bearing Wall)
-
Dinding Geser (Shear Wall)
SISTEM KOMBINASI RANGKA DINDING GESER (Frame Shear Wall Interaction Systems) -
Rangka Bersendi Dinding Geser (Hinged Frame Shear Wall)
-
Rangka Bersendi Vierendeel dan Dinding Geser (Hinged Frame Nerendeel and Shear Wall)
-
4.
Rangka Kaku dan Dinding Geser (Rigid Prame and Shear Wall)
SISTEM TABLUNG (tabular Systems) -
Tabung Berongga (Hollow Tube) a. Tabung Rangka (Frame Tube) b. Tabung Pengikat (Musses Tube): (i).
Tabung Rangka Kolom Diagonal (Column Diagonal Trussed
Tube); (ii). Tabung Rangka Lattice (Lattice Mussed Tube) c. Tabung Penguat Dalam (Interior Braced lithe): (i). Tabung Dinding Pendukung/Geser Sejajar (tube with Parallel. Shear Wall); (ii) .Tabung Dalam Tabung (Tube in Tube); (iii) .Tabung yang Dimodifikasi (Modified tube): Tabung Rangka dengan Rangka Kaku (Frame tube with Frame); Tabung dalam Semi Taburng. (Tube in Semi Tube) d. Tabung Berkas (Modular Bundled Tube) e. Bangunan Komposit: (i) Bangunan Komposit Tabung; (ii) Plate Wall Cladding.
5.
SISTEM GANTUNG (Suspended Systems) -
Inti Kaku (Rigid Core)
77
6.
-
Tiang Rantai (Cable Support)
-
Tensegrity
SISTEM BOKS SWASEMBADA (Self Supporting Boxes Systems)
5.4. PENUTUP. TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1.
Buatkan desain bangunan dengan menggunakan salah satu system struktur yang sudah dijelaskan pada teori.
78
BAB VI SISTEM UTILITAS BANGUNAN TINGGI
6.1. PENDAHULUAN. Utilitas bangunan adalah kelengkapan bangunan yang digunakan untuk menunjang tercapainya unsur kenyamanan, kesehatan, kesclamatan, kemudahan komunikasi dan mobilisasi dalam bangunan. Sistem utilitas pada suatu bangunan bertingkat pada umumnya berhubungan erat dengan sistem struktur.
Utilitas
tersebut dapat memengaruhi dan juga akan menyesuaikan sistem struktur bangunannya.
6.2. PENYAJIAN. 6.2.1. PLAMBING DAN PEMADAM KEBAKARAN Plambing (sistem penyaluran air) dalam suatu bangunan bertingkat tinggi dibagi dalam beberapa bagian:
air bersih
air kotor/air bekas pakai
air hujan
Air Bersih Kebutuhan air bersih dalam bangunan sebesar jumlah manusia yang tinggal dalam bangunan dikalikan dengan kebutuhan air bersih setiap manusia yang tinggal dalam waktu sehari. Jumlah kebutuhan air ditampung dalam tangki air di bawah (ground reservoir). Dari kebutuhan tersebut dengan sistem sanitasi air bersih diperlukan tangki air di atas (water tank) khusus pada bangunan tinggi sebesar minimal 30% dari jumlah kebutuhan air bersih dalam bangunan. Untuk suatu bangunan bertingkat lebih dari 30 lantai, maka diperlukan adanya daerah (zone) bawah dan daerah (zone) atas. Perletakan tangki-tangki air
79
tersebut di tempat perbatasan zone, di mana pada lantai tersebut dapat digunakan sebagai struktur pengaku untuk menahan beban lateral.
Gambar 6.1. Perletakan Tangki Air Bersih.
Sistem Vertikal Sistem pengaliran/distribusi air bersih dengan sistem vertikal banyak digunakan pada bangunan-bangunan bertingkat tinggi. Cara pendistribusiannya adalah dengan menampung lebih dulu pada tangki air (ground reservoir) yang terbuat dari beton dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan air pada bangunan tersebut. Kemudian air dialirkan dengan menggunakan pompa untuk langsung ke kran yang diperlukan. Sistem ini lebih menguntungkan pda penggunaan pipa, tetapi sering mengalami kesulitan kalau sumber tenaga untuk pompa mengalami pemadaman.
80
Gambar 6.2. Sistem Air Bersih dengan Pompa Langsung (up feed)
Cara lain dengan menggunakan pompa untuk diteruskan pada tangki di atas bangunan. Kemudian dari tangki dialirkan ke tempat-tempat yang memerlukan, dengan menggunakan sistern gravitasi/diturunkan secara langsung. Pada tempat-tempat tertentu yang jaraknya kurang dari 9 m dari tangki digunakan alas tambahan untuk memperkuat pancaran air, rnisalnya menggunakan pompa tekan
81
Gambar 6.3. Sistem Air Bersih dengan Tangki Air di Atas (down feed)
82
Tabel 6.1. Kebutuhan air berdasarkan jenis bangunan.
83
Gambar 6.4. Sanitasi Sistem Air Bersih pada Bangunan Tinggi Air Bekas Pakai dan Air Hujan 84
Air bekas pakai dan air hujan memerlukan tempat penampungan, yang disebut bak resapan air. Kalau air jenuh (tidak mampu lagi diresapkan), barn dibuang ke saluran kota. Pipa-pipa pembuang air bekas dan air hujan memertukan shnii (lantai yang dilubangi), tunas ke bawah sebesar ruang yang dapat menampung pipa-pipa pembuangan air bekas dan air hujan, tennasuk pipa air bersih. Untuk bangunan bentang lobar air hujan merupakan suatu masatah yang memerlukan perhatian karena adanya atap lebar yang menampung air hujan yang harus disalurkan sebaik-baiknya.
Gambar 6.5. Sistem Sanitasi air Kotor pada Bangunan Tinggi
85
Air Limbah Air limbah/air tinja memerlukan tempat bak penampung air limbah yang disebut Septiktank, atau bak pengolah air limbah (Sewage Trecnmeni Plant-STP). Ukuran STP sebesar 10-30 % dari besar bak penampung air bersih. Oleh karena its perlu penempatan bak tersebut di lanai paling bawah (basement) yang berjauhan dengan bak penampung air bersih dan di Isar daerah inti (core). Beban bak STP tidak perlu menambah beban bangunannya.
Gambar 6.6. Cara Meletakan STP dan Bak Air pada Ruang Bawah Tanah (basement) Bangunan Bertingkat
Pemadam Kebakaran. Peralatan pemadam kebakaran dari slat:
pemadam kebakaran pasif hidran dan siamese
pemadam kebakaran aktif: sprinkler
Kedua alat pemadam kebakaran tersebut memerlukan air, khususnya hidran dipasang dengan pipa dalam arah vertikal, sehingga perlu shaft untuk pipa penghubung fire hidran dengan bak air untuk hidran dan sprinkler. Bak air hidran dan air sprinkler menjadi satu dengan bak air bersih.
86
Gambar 6.7. Perletakan hydran dan sprinkler bangunan bertingkat.
6.2.2. PENGUDARAAN BUATAN Sistem pengudaraan buatan pada ruangan menggunakan sistem penghawaan:
terpisah dengan AC split dan AC FCU (fan coil unit).
terpusat dengan ruangan yang besar, dengan luas ruang lebih dari 500m2 menggunakan Air Handling Unit (AHU).
Pengudaraan buatan pada bangunan umum/kantor dengan ruang 500 m2 lebih, akan lebih menguntungkan dengan menggunakan AC sentral, yaitu menggunakan: AHU, Water Cooling dan Chiller.
87
Perletakan AHU, di setiap lantai di dalam inti (core), antara AHU dengan AHU segaris dengan dihubungkan pipa air dingin dan air panas secara vertikal melalui lobang shaft. Menara Pendingan (Cooling Tower) diletakkan di lantai antara dua zone berdekatan dengan bak tangki air bersih dan air hidran, di mana lantai tersebut digunakan sebagai lantai yang dapat memberikan.dukungan terhadap gaya/beban lateral.
Gambar 6.8. Model distribusi pendingin Udara.
88
Gambar 6.9. Letak Pendingin Udara.
Gambar 6.10. Sistem Penghawaan Buatan pada Bangunan Tinggi
89
6.2.3. PENERANGAN, TELEPON, KEAMANAN, PENANGKAL PETIR DAN TATA SUARA Sistem utilitas pada suatu bangunan bertingkat tinggi dan bentang lebar untuk sistem penerangan, telepon, keamanan, penangkal petir, dan rata suara, memerlukan lobang-lobang shaft, sebagai tempat penghubung, selain itu dipersiapkan ruang generator, ruang PLN di daerah basement, dan ruang panel.
Generator Generator adalah suatu alat pembangkit tenaga listrik dalam bangunanbangunan yang besar dan bersifat sebagai pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan minyak diesel dalam skala kecil. Fungsi dari generator ini adalah sebagai pengganti sementara (emergency) untuk mendapatkan tenaga aliran listrik ketika PLN mengalami pemadaman.
Sistem Bekerjanya Generator. Besar kecilnya mesin generator disesuaikan dengan kebutuhan dari pengganti alat penerangan. Mesin generator memerlukan alat pembakar yaitu minyak diesel yang harus dapat disimpan di dalam ruangan generator dan di luar ruang generator. Perputaran rnesin yang dihasilkan daya listrik tidak dapat stabil, karena itu perlu adanya alat pengatur tegangan/ stabilisator. Selain itu, perlu adanya alat tambahan untuk menghidupkan secara otomatis kalau aliran PLN mati .
90
Gambar 6.11. Bentuk Genset.
Cara Menempatkan Generator Mengingat ruangan ini menghasilkan suara gaduh dan asap dari bekas pembakaran minyak diesel maka sebaiknya diletakkan berjauhan dengan ruang kerja. Ruang panel dan ruang stabilisator adalah tempat untuk menyambung kabel-kabel dari generator sebagai daya emergency sehingga ruang generator harus sedekat mungkin dengan ruangan tersebut. Karena memerlukan minyak
91
diesel serta rnenghasilkan asap dan suara, generator hares diletakkan bersebelahan dengan ruang terbuka.
Syarat untuk Membuat Ruang Generator Asap dari ruangan sebaiknya tertutup rapat, paling baik dengan atop beton. Dinding dibuat dari tembok rangkap, dan kalau perlu diberi alat peredam suara, semuanya berfungsi mengurangi suara bising. Pondasi generator dibuat terpisah dengan pondasi bangunan dengan cara diberi lapisan ijuk dan pasir. Mengingat udara di dalam ruang generator akan menjadi panas akibat dari mesin generator maka perlu adanya ventilasi atau diberi bantuan alm exhaust untuk mengalirkan udara ke dalam ruang tersebut.
Gambar 6.12. Ruang Generator
92
Dari sekian persyaratan pembuatan dan pcncmpatan mesin generator tersebut, masih harus diingat persyaratan-persyaratan lain yang mempengaruhi fungsi dan kegunaan generator.
6.2.4.
PENANGKAL PETIR Pengamanan bangunan gedung bcrtingkat dari bahaya sambaran pctir perlu
dilakukan dengan memasang suatu slat penangkal petir pada puncak bangunan tersebut. Penangkal petir ini harus dipasang pada bangunan-bangunan yang tinggi, minimum bangunan 2 lantai (terutarna yang paling tinggi di antara sekitarnya). Berdasarkan hal tersebut berikut ini adalah pembagian sistem instalasi penangkal petir.
Sistem Konvensional/Franklin Batang yang runcing dari bahan copper- spit dipasang paling alas dan dihubungkan dengan batang tembaga mcnuju ke elektroda yang ditanattkan. Batang clektroda pentanahan dibuat bak kontrol untuk mcmudahkan pemeriksaan dan pengetesan. Sistem ini cukup praktis dan biayanya murah, tetapi jangkauannya terbatas.
Sistem Sangkar Faraday Hampir sama dengan sistem Franklin, tetapi dapat dibuat mcmanjang schingga jangkauannya lugs. Biayanya sedikit mahal dan agak mcngganggu keindahan bangunan.
93
Gambar 6.13. Penangkal Petir Sistem Faraday
Sistem Radioaktif stay Semi-Radioaktif/Sistem Thomas Sistem ini baik sekali untuk bangunan tinggi dan bcsar. Pemasangan tidak perlu dibuat tinggi karena sistem payung yang digunakan dapat melindunginya. Bentangan perlindungan cukup besar sehingga dalam satu bangunan cukup menggunakan satu tempat penangkal patir.
Gambar 6.14. Penangkal Petir Sistem Thomas 94
Dari ketiga sistem ini, cara pemasangannya adalah titik puncak/kepala dad alat penangkal petir dihubungkan dengan pipa tembaga menuju ke dasar tempat sebagai pcntanahan yaint pipa tembaga tersebut harus mencapai tanah yang berair. Oleh karena itu, tempat-tempat terscbut harus dibuat sedemikian rupa berfungsi baik terhadap penanggulangan bahaya petir.
6.2.5. TRANSPORTASI DALAM BANGUNAN Transportasi dalam bangunan merupakan syarat utama salah satu utilitas bagi bangunan bertingkat lebih darti lima lantai. Transportasi bangunan dibagi dalam tiga bagian:
arah vertikal : ElevatorILift (pada bangunan bertingkat tinggi)
arah miring : Tangga Berjalan/Moving StainvayslEscalwar
arah datar : Moving Walks and Ramps/Conveyors
Elevator/Lift adalah alat angkut manusia maupun barang pada suatu bangunan bertingkat. Elevator dapat dibagi dalam: Elevator untuk pcnumpang (Passenger Elevator). Elevator untuk barang (Freight Elevators). Elevator untuk makanan atau uang (dumb waiters). Elevator untuk barang atau untuk pemadam kebakaran.
Lift adalah angkutan transportasi vertikal yang digunakan untuk mengangkut orang atau barang. Lift umumnya digunakan di gedung-gedung bertingkat tinggi; biasanya lebih dari tiga atau empat lantai. Gedung-gedung yang lebih rendah biasanya hanya mempunyai tangga atau eskalator. Lift-lift pada zaman modern mempunyai tombol-tombol yang dapat dipilih penumpangnya sesuai lantai tujuan mereka, Terdapat tiga jenis mesin, yaitu Hidraulik, Traxon atau katrol tetap, dan Hoist atau katrol ganda, Jenis hoist dapat dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu hoist dorong dan hoist tarik. Lift ini, sering disebut elevator, yang merupakan alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi. Lift dapat dipasang untuk bangunan yang tingginya lebih dari 4 lantai, karena kemampuan
95
orang untuk naik turun dalam menjalankan tuganya hanya mampu dilakukan sampai 4 lantai. Kereta (Car Elevators) mempunyai ukuran dan besar muatan atat berat muatan juga kecepatan yang dipengaruhi oleh ketinggian bangunan. Kecepatan elevator untuk bangunan tinggi:
Tabel 6..2. Kebutuhan lift
Selain itu juga ada elevator dengan kecepatan tinggi yang dinamakan Express Elevator dcngan kccepatan 400-500 meter per menit, yang melayani dari lantai dasar sampai lantai puncak, tanpa berhenti di lainai-lantai lain. Pembagian daerah (zone) dalam melayani penumpang elevator dibagi dalam. daerah rendah (Low Zone) untuk bangunan dengan ketinggian 10-20 lantai. daerah menengah (Medium Zone) untuk bangunan dengan ketinggian 21-30 lantai daerah atas (High Zone) untuk bangunan dengan ketinggian di atas 30 lantai.
Untuk bangunan beningkat tinggi di atas 40 lantai akan digunakan sistem transportasi (elevator) multi zone dengan dilengkapi skylobby. Di dalam skylobby tcrdapat alat penghubung dari zona ke zona di atasnya dengan menggunakan escalator Di daerah skylobby terdapat semua unsur utilitas seperti: tangki air (water tank), mesin pendingin (cooling tower), dan mesin elevator yang dapat dijadikan tempat penguat struktur sebagai penahan beban horizontal/lateral.
96
Gambar 6.15. Sistem Elevator dalam Bangunan Bertingkat Tinggi.
Gambar 6.16. Sistem Elevator dalam Bangunan Bertingkat Tinggi
97
Gambar 6.17. Bagian-bagian Elevator
Keterangan:
5.CarCall
1.Rangka
6.HallCall
2.Ruangpenumpang(Car-Llift)
7.Pulley
3.BoxController
8.CounterWeight
4.MotorUtama
9. Rail 10. Penggulung Penggulung 11. Gear
98
6.2.6. LANDASAN HELIKOPTER Bangunan bertingkat tinggi lebib dari 20 lantai memerlukan juga landasan helikopter (helipad) dengan ukuran minimal 11,9x11,9 m2 dan dapat menahan beban vertikal 2,284 kg.Landasan helikopter tersebut harus bebas dari fasilitas lain seperti antena dan penangkal petir. Fungsi helikopter di sini untuk membantu evakuasi penghuni bangunan kalau terjadi kebakaran pada bangunan tersebut. Karena beban yang ditimbulkan cukup besar maka perletakannya berada di atas caore (sebagai tumpuan beban bangunan),
Gambar 6.18. Landasan Helikopter dan Struktur
6.2.7. LIMBAH SAMPAH DAN PEMBERSIH LUAR BANGUNAN
Limbah Sampah Pada bangunan bertingkat tinggi, apakah kantor, hotel maupun aparternen harus ada tempat shaft, untuk menyalurkan buangan sampah dari lantai atas sampai lantai paling bawah.
99
Gambar 6.19. Sistem Pembuangan Sampah
Pernbersih Luar Bangunan Kulit luar/dinding luar bangunan bertingkat tinggi harus selalu dibersihkan dari debu maupun kotoran lain yang menempel pada bangunan tersebut. Untuk membersihkannya digunakan alas pembersih (gondola). Peralatan gondola menyesuaikan daripada bentuk bangunannya sehingga dalam menentukan sistem struktur bangunan juga harus dapat menyelesaikan sistem gondolanya. Dari sekian banyak unsur utilitas bangunan yang harus disertakan dalam pembangunan bertingkat tinggi, maka perlu ada status koordinasi penempatan unsur utilitas tersebut pada sistem struktur bangunannya. Inti (core) bangunan merupakan kumpulan dari sekian fasilitas bangunan, data adanya pembagian zone yang juga bermanfaat bagi perkuatan bangunan terhadap beban lateral yang terjadi, juga menjadi tempat berkumpulnya perlengkapan utilitasnya.
100
Keterangan Gambar : 1. Elevator Penumpang.
5. Toilet Pria.
2. Elevator kebakaran/barang.
6. Ruang AC
3. Toilet Wanita.
7. Tangga Kebakaran.
4. Toilet Eksekutif.
8. Pantry.
Gambar 6.20. Hubungan antara Struktur dan Utilitas pada bangunan bertingkat tinggi
6.3.
RINGKASAN. Utilitas Bangunan adalah suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang
digunakanuntuk menunjang tercapainya unsur-unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, kemudian kominikasi dan mobilitas dalam bangunan. Kebutuhan utilitas dapat dibagi menjadi : Plambing dan Pemadam Kebakaran, Pengudaraan Buatan, Penerangan, Telepon, Keamanan, Penangkal petir, dan Tata Suara, Transportasi dalam Bangunan, Limbah Sampah dan Pembersih Luar Bangunan dan Landasan Helikopter.
101
6.4.
PENUTUP.
TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1. Plambing dan Pemadam Kebakaran, 2. Pengudaraan Buatan, 3. Penerangan, Telepon, Keamanan, dan Tata Suara, 4. Penangkal petir, 5. Transportasi dalam Bangunan, 6.
Limbah Sampah dan Pembersih Luar Bangunan dan
7. Landasan Helikopter.
102
BAB VII PERENCANAAN CORE ( INTI BANGUNAN)
7.1. PENDAHULUAN Core atau inti bangunan menurut Schueller (1989) adalah suatu tempat untuk meletakan transportasi vertikal dan distribusi energi ( seperti liftt, tangga, wc dan shaft mekanis ), inti adalah tempat untuk memuat sistem-sistem transportasi mekanis dan vertikal serta menambah kekakuan bangunan. Jadi kesimpulannya bahwa inti bangunan (core) suatu tempat untuk meletakan sistem transportasi vertikal dan mekanis dengan bentuk yang disesuaikan dengan fungsi bangunan serta untuk menambah kekakuan bangunan diperlukan sistem struktur dinding geser sebagai penyalur gaya lateral (seperti tiupan angin atau gempa bumi) pada inti.
7.2. PENYAJIAN. 7.2.1. Bentuk Inti Bangunan Untuk bentuk dan ukuran inti bangunan tidak ada batasannya tetapi inti bangunan mempunyai beberapa ciri khas yaitu : (Schueller ,1989) Bentuk inti :
Inti terbuka (N)
Inti tertutup (B)
Inti tunggal dengan kombinasi inti linear (A)
Jumlah inti :
Inti tunggal
Inti jamak
Letak inti :
Inti di dalam (C)
Inti di sekeliling (J)
Inti di luar (M)
103
Susunan inti :
Inti simetris (F)
Inti asimetris (J)
Geometri bangunan sebagai penentu bentuk bangunan :
aLangsung (K)
Tidak langsung (P)
Gambar 7.1. Sistem Bangunan Inti 104
Menurut Juwana (2005), letak inti bangunan tinggi yang berbentuk menara (tower) berbeda dengan bangunan yang berbentuk memanjang (slab) yaitu :
1.
Inti pada bangunan bentuk bujur sangkar Bentuk bujur sangkar banyak digunakan untuk bangunan perkantoran
dengan koridor mengelilingi inti bangunan. Contoh : Gedung Blok „G‟ DKI, Gedung Indosat, Wisma Bumi Putera di Jakarta dan One Park Plaza di Los Angleles Amerika Serikat.
Gambar 7.2. Inti Core Bujur sangkar.
2. Inti pada bangunan bentuk segitiga. Contoh dari inti bangunan dengan bentuk segitiga adalah Hotel Mandarin di Jakarta, Gedung US Steel di Pittsburg Amerika Serikat, Riverside Development di Brisbane Australia dan Central Plaza di Hongkong.
Gambar 7.3. Inti Core Segitiga. 105
3. Inti pada bangunan bentuk lingkaran. Menara berbentuk lingkaran biasanya digunakan pada fungsi hunian (apartemen dan hotel) dengan koridor berada di sekeliling inti bangunan sebagai akses ke unit-unit hunian. Contoh dari inti bangunan dengan bentuk lingkaran adalah Shin Yokohama Hotel di Jepang, Marina City di Chicago Amerika Serikat dan Gedung Tabung Haji di Kuala Lumpur Malaysia.
Gambar 7.4. Inti Core Lingkaran.
4. Inti pada bangunan dengan bentuk memanjang. Bangunan dengan bentuk memanjang biasanya digunakan untuk fungsi hotel, apartemen atau perkantoran. Seperti Gedung Central plaza di Jakarta, Gedung Inland Steel di Chicago Amerika Serikat merupakan bangunan memanjang dengan inti di luar bangunan.
Gambar 7.5. Inti Core Memanjang a.
106
Adapula inti bangunan yang terletak di sisi bangunan contohnya adalah Hotel Atlet Century, Hotel Horizon dan Wisma Metropolitan di Jakarta. Sedangkan untuk inti yang berada di tengah bangunan biasanya digunakan untuk fungsi perkantoran. Contohnya adalah Wisma Indocement di Jakarta, Connaught Center(Jardine House) di Hongkong, Rockefeller Center dan Chase Manhattan Bank di New York Amerika Serikat.
Gambar 7.6. Inti Core Memanjang b..
Selain itu, inti yang terletak di tengah bangunan memanjang memiliki banyak pola. Contohnya adalah Kantor Depdiknas (Departemen Pendidikan Nasional) di Jakarta dan Gedung Phoenix-Rheinrohr di Dusseldorf Jerman.
Gambar 7.7. Inti Core Memanjang c.
5. Inti pada bangunan dengan bentuk silang. Bangunan dengan bentuk „silang‟ dan „Y‟,‟T‟,‟H‟ atau „V‟, merupakan variasi dari bangunan bentuk memanjang. Bentuk seperti ini dimaksudkan untuk mendapatkan luas lantai tipikal yang cukup luas tetapi bangunan tetap dapat
107
memanfaatkan paencahayaan alamiah. Bangunan dengan bentuk ini banyak digunakan untuk fungsi hotel, apartemen dan perkantoran. Salah satu contohnya adalah Gedung Patra Jasa di Jakarta.
Gambar 7.8. Inti Core Bentuk X.
6. Inti pada bangunan bentuk Y. Contoh dari inti bangunan dengan bentuk Y adalah Gedung Unilever di Hamburg jerman, Gedung Unesco di Paris dan Hotel Duta Merlin di Jakarta.
Gambar 7.9. Inti Core Bentuk Y.
108
7. Inti pada banguanan dengan bentuk acak. Bangunan dengan inti bangunan yang terletak di luar titik berat massa bangunan dan ditempatkan secara acak kurang menguntungkan bagi perencanaan bangunan tahan gempa. Contoh bangunan yang menggunakan bentuk inti tersebut adalah Gedung MBf Tower di Penang Malaysia dan Conrad International Centennial di Singapura.
Gambar 7.10. Inti Core Bentuk Acak.
Perbedaan fungsi bangunan akan mempengaruhi pola letak inti bangunan. Pada bangunan tinggi, luas lantai bersih, sirkulasi dan jaringan utilitas serta pemanfaatan pencahayaan alamiah menjadi pertimbangan untuk menempatkan letak inti. Penempatan letak inti bangunan akan memberikan pengaruh pada bangunan.
Gambar 7.11. Karakteristik Tata Letak Inti Bangunan.
109
Gambar 7.12. Fleksibilitas Tenant
110
7.2.2. Bahan Struktur Inti Bangunan. Inti dari bahan pembuatnya dapat menggunakan baja, beton ataupun gabungan keduanya (beton tulang) yang disebut sebagai inti struktural. Selain itu, inti dari material lain seperti dinding biasa (batu bata,celcon dll) disebut sebagai inti non struktural karena tidak terlalu kuat menahan gaya lateral. Adapun kelebihan dan kekurangan pada penggunaan material sebagai penyusun inti structural menurut Schueller (1989) yaitu : Untuk inti dari rangka baja bisa manggunakan kuda-kuda Vierendeel untuk mencapai kestabilan lateral. Sistem Vierendeel ini cukup fleksibel sehingga hanya digunakan untuk bangunan bertingkat relatif sedikit. Pengakuan diagonal dari rangka Vierendeel digunakan untuk mencapai kekakuan inti yang diperlukan untuk bangunan yang lebih tinggi. Keuntungan inti rangka baja adalah karena relative cepatnya perakitan batang-batang prefab.
Gambar 7.13. Struktur portal dan inti bangunan
111
Tata Letak Inti Bangunan. Sebaliknya, inti dari beton menghasilkan ruang selain juga memikul beban dan pertimbangan khusus terhadap kebakaran tidak diperlukan. Ketiadaan pelenturan pada bahan beton merupakan kelemahannya, terutama terhadap beban gempa. Yang dimaksud dengan Sistem Vierendeel adalah sistem struktur yang tampaknya seperti rangka batang yang batang diagonalnya dihilangkan tetapi ini bukan rangka batang sehingga bentuk titik hubungnya sangat kaku. Sistem ini banyak sekali digunakan pada gedung bertingkat, karena sangat fungsional ( tidak menggunakan elemen diagonal) dan lebih efisien (Schodek,1999).
Gambar 7.14. Struktur Vierendeeljenis rangka khusus.
7.2.3. Sistem Struktur Inti Bangunan. Sistem yang berkerja pada suatu inti bangunan harus dapat menahan gaya lateral yang disebabkan oleh banyak sumber seperti gempa atau beban baik beban bangunan sendiri atau beban dari luar. Untuk itu dibutuhkan sistem struktur yang dapat menahan gaya tersebut yaitu system struktur dinding geser (shear wall). Dinding geser (shear wall) adalah “unsur pengaku vertikal yang dirancang untuk menahan gaya lateral atau gempa yang berkerja pada bangunan” (Schueller,1989).
112
Berdasarkan klasifikasi bentuk dinding geser Schueller (1998), yaitu : Bentuk inti :
Inti terbuka : bentuk X, I dan [
Inti tertutup : bujur sangkar, persegi panjang, bulat dan segitiga
Inti disesuaikan dengan bentuk bangunan (10,15,20)
Jumlah inti :
Inti tunggal (1,2,3,4)
Inti terpisah (8,19,20)
Inti banyak (4,10,12)
Letak inti :
Inti fasade eksterior (9)
Inti interior : inti fasade (10), inti di dalam bangunan (1-3, 6-7)
Inti eksentris (4,9)
Sistem interaksi:
Bersendi : pemberian sendi pada balok rangka untuk memikul beban gravitasi.
Gambar 7.15. Interaksi Bersendi. Sumber : Schueller (1989, hal. 144)
113
Vierendeel : pembagian beban pada inti dan struktur rangka.
Gambar 7.16. Vierendeel. Sumber : Schueller (1989, hal. 139)
114
Gambar 7.17. Sistem Bangunan Inti Rangka Sumber : Schueller (1989, hal. 138)
115
7.2.4. Lubang Utilitas (Shaft) dan Jalur Utilitas. Penempatan inti bangunan akan berdampak kepada kemungkinan penempatan jalur distribusi jaringan utilitas, baik pada arah vertikal yang akan berdampak pada rancangan denah bangunan maupun pada arah horisontal yang berdampak pada potongan bangunan. Selanjutnya, dalam inti bangunan terdapat sejumlah ruangan yang diatur sedemikian rupa sehingga jumlah keseluruhan luas inti bangunan tidak melebihi 20% luas tipikal yang ada. Di samping itu, 80% luas tipikal masih perlu dikurangi dengan jalur sirkulasi horisontal (koridor), sehingga luas efektif bangunan menjadi berkurang. Sekitar 4% dari luas tipikal digunakan untuk lubang utilitas untuk sistem Mekanikal dan Elektrikal, yang umumnya dibagi atas 2 zona distribusi. Pemisahan lubang untuk ventilasi dan penyegaran udara bertujuan agar tidak terjadi konflik atau persilangan antar saluran udara (ducting) yang perbandingan panjang dan lebarnya sekitar 1:2 sampai 1:4 dan bahan pelapisnya dapat menahan api selama 2 jam.
7.2.5. Utilitas di dalam Core Utilitas bangunan adalah suatu kelengkapan fasilitas bangunan yang digunakan untuk menunjang tercapainya unsur kenyamanan, kesehatan, keselamatan, kemudahan komunikasi dan mobilitas dalam bangunan. Perancangan bangunan harus selalu memperhatikan dan menyertakan fasilitas utilitas yang dikoordinasikan denga perancangan yang lain, seperti perancangan arsitektur, struktur, interior dan lainnya. Perancangan utilitas di dalam inti bangunan (core) terdiri dari : 1. Perancangan lift. 2. Perancangan tangga darurat. 3. Perancangan sistem plambing. 4. Perancangan pengolah udara. 5. Perancangan instalasi listrik. 6. Perancangan telepon
116
7. Perancangan CCTV dan sekuriti sistem. 8. Perancangan tata suara. 9. Perancangan pembuangan sampah.
7.3. Perancangan lift. Lift (elevator) adalah kereta alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi atau bertingkat. Dalam persyaratan bangunan yang membutuhkan adanya lift adalah bangunan yang lebih dari 4 lantai karena kemampuan orang untuk naik turun dalam menjalankan tugas atau keperluannya dalam bangunan tersebut hanya mampu dilakukan sampai dengan 4 lantai. Berdasarkan fungsinya lift dibedakan menjadi 4 yaitu : 1. Lift penumpang (passenger elevator) digunakan untuk mengangkut manusia. 2. Lift barang (fright elevator) digunakan untuk mengangkut barang. 3. Lift uang/makanan (dumb waiters) digunakan untuk mengangkut barang yang relative kecil dan ringan seperti uang/makanan. 4. Lift pemadam kebakaran, biasanya berfungsi sebagai liftt barang.
Lift yang dipasang dalam bangunan harus mengacu kepada peraturanperaturan daerah, Dinas Keselamatan Kerja dan Dinas Pemadam Kebakaran. Untuk menentukan kriteria perencangan lift penumpang harus diperhatikan : tipe dan fungsi dari bangunan, banyaknya lantai, luas tiap lantai dan intervalnya. Selain itu perlu dibedakan dari kapasitas (car/kg), jumlah muatan dan kecepatan.
Tabel 7.1. Kapasitas Lift.
117
Makin tinggi bangunannyamakin tinggi kecepatannya. Sedangkan kapasitas, jumlah muatan dan kecepatan untuk masing-masing lift tidak sama tergantung dari pabrik pembuatnya. Sistem penggerak dalam elevator juga dibedakan menjadi 2 macam yaitu : 1. Sistem dengan motor penggerak (tractioan liftt) yaitu mesin dapat berada di atas (penthouse) atau di bawah (basement), biasanya digunakan untuk fungsi bangunan kantor, pertokoan, hotel, apartemen, rumah sakit dan sebagainya. Untuk kecepatannya, motor di atas adalah antara 2,5 sampai 9 meter/detik sedangkan motor di bawah adalah sekitar 1 meter/detik. Dalam penggunaannya lift dengan motor di atas lebih baik daripada di bawah karena pergerakan lift sangat halus, efisien dan hemat energi listrik.
Gambar 7.18. Lift dengan Mesin di Atas.
2. Sistem dengan dongkrak hidrolik (hydraulic) yaitu mesin di bawah, biasanya digunakan untuk bangunan 3 – 4 lantai untuk mengangkut uang/makanan. Untuk kecepatan liftnya antara 0,30 sampai 0,90
118
meter/detik dan kapasitasangkut maksimum 10 ton (dengan tuas tunggal) dan dapat mangangkut sampai dengan 50 ton (dengan tuas ganda).
Lift hidrolik ini mempunyai karakteristik yaitu : a. Tidak mengakibatkan tambahan beban di puncak bangunan. b. Hanya digunakan untuk kecepatan yang relatif rendah. c. Hanya digunakan untuk melayani lantai yang jumlahnya sedikit. d. Ada kemungkinan bau minyak merebak ke dalam kereta lift. e. Sangat baik untuk mengangkut beban berat. f. Alas lantai kereta dapat berada pada level bangunan secara tepat. g. Tidak membutuhkan beban pengimbang (counter weight). h. Menimbulkan suara yang lebih berisik dibandingkan dengan lift yang digerakan oleh motor traksi.
Gambar 7.19. Lift dengan Mesin di Bawah.
119
Berdasakan anatomi lift sendiri dibedakan menjadi 3 bagian : a. Lift pit Tempat pemberhentian akhir yang paling bawah, berupa buffer sangkar dan buffer beban pengimbang. Karena letaknya paling bawah, lift pit harus dibuat dari dinding yang tidak rembes air. Ukuran luas dan kedalaman tergantung dari ukuran kereta dan kedalamannya dipengaruhi oleh kecepatan lift dan tingginya bangunan.
b. Ruang luncur Hoistway Tempat meluncurnya sangkar/kereta lift, tempat pintu-pintu masuk kereta lift, tempat meluncurnya beban pengimbang (counter weight) dan tempat meletakan rel – rel peluncur dari kereta lift dan beban pengimbang. Dari materialnya terbuat dari dinding beton atau batu bata dengan rangka tertentu, kecuali untuk lift pemadam kebakaran. Ukuran ruang luncur tergantung dari ukuran kereta lift dan dapat diberikan bukaan untuk pintu lift. Pintu lift sangat mempengaruhi harga lift walaupun jumlah lift tergantung dari kebutuhan. Setiap pintu lift diberi tombol – tombol untuk tempat pemberhentian kereta lift dan di dalam kereta lift terdapat tombol – tombol yang berhubungan dengan pintu lift keluar. Setiap ruang dalam kereta lift secara standar telah ditentukan macam, bentuk dan warnanya atau pemakai memberikan tambahan dan perubahan yang akan diperhitungkan dalam biaya pembelian kereta lift.
c. Ruang mesin Tempat untuk meletakan mesin/motor traksi lift dan tempat panel kontrol (mengatur jalannya kereta). Ruangan ini dilengkapi dengan pengatur udara yaitu exhauster atau alat pendingin yang berguna menjadikan ruangan tersebut tidak panas sehingga panel mesin tersebut tidak terganggu.
120
Gambar 7.20. Lift .
121
Gambar 7.21. Dimensi Ruang Mesin dan Pit.
122
Letak lift Lift sebagai tempat penghubung antara ruang bawah dan ruang atas merupakan suatu tempat yang harus mudah dicapai dari ruangan disekitarnya. Oleh karena itu, penempatan lift ini harus tepat sehingga dapat melayani raungan di bawah dengan di atasnya, mudah terlihat, mudah dicapai dan tidak mengganggu segi arsitektur. Ada beberapa cara untuk meletakkan beberapa lift dalam satu bangunan. Lift dapat dipasang berdampingan atau berhadapan tetapi kalu dipasang berdampingan lebih dari 3 lift sebaiknya dipasang berhadapan. Kalau dipasang berhadapan akan timbul suatu masalah mengenai jarak antara lift – lift yang berhadapan. Hal ini akan diatur sesuai dengan fungsi dan kegunaan dari bangunan tersebut. Untuk bangunan yang tingginya lebih dari 25 lantai, dianjurkan untuk membagi layanan lift dengan mengelompokkan lantai yang dilayani, konsep zona, dimana tiap zona dilayani oleh sejumlah lift tertentu. Jika pembagian zona ini masih mengakibatkan jumlah lift tetap banyak, dapat digunakan sejumlah lift dengan pintu masuk terpisah dan ditempatkan pada lantai transfer yang disebut skylobby. Sky lobby ini digunakan untuk tempat transfer dari zona yang lebih rendah ke zona di atasnya. Disamping itu, sky lobby ini dapat digunakan untuk menampung sementara pada kondisi darurat (kebakaran) dan kebutuhan aktifitas lainnya, seperti ruang mekanikal elektrikal (mesin pengkondisian udara dan pompa air), bak penampungan air (reservoir), restoran, lobby hotel, ruang pengelola, ruang rapat, kolam renang dan lain – lain. Untuk strukturnya, lanytai sky lobby harus kaku dan kokoh agar dapat mengatasi gaya lateral yang diakibatkan oleh angin atau gempa bumi. Pada bangunan yang tinggi dan luas, jumlah lift yang diperlukan meningkat sebanding dengan jumlah lantai yang dilayani(di atas 20% luas lantai). Jika hal tersebut terjadi pada bangunan tinggi, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan : a. Sejumlah lantai harus dibagi menjadi beberapa zona : zona I melayani sejumlah lantai zona bawah, zona II melayani sejumlah lantai zona tengah dan zona III melayani sejumlah zona atas. Dengan pembagian zona tersebut, beban lift menjadi
123
berkurang. Namun pembagian zona tidak memberikan dampak pengurangan luas inti, sebab ruang mesin lift tetap berada di lantai yang sama, yang letaknya di atas zona III. b. Untuk mengurangi luas inti, khususnya pada lantai bagian atas, gedung dibagi menjadi beberapa lobi yang ditempatkan pada lantai tertentu.
Gambar 7.22. Zona Lift dan Sky Lobby.
124
Selanjutnya, lift dengan kapasitas besar dan kecepatan tinggi melayani penumpang dari lobi utama di lan tai dasar ke sky lobby atau dari sky lobby yang satu ke sky lobby berikutnya. Dari sky lobby orang dapat pindah dengan menggunakan eskalator ke sejumlah lift yang melayani zona di atasnya. Konsep ini memungkinkan dikuranginya ruang yang digunakan untuk lubang lift, sebab alur perjalanan lift tidak perlu setinggi bangunan. Penggunaan sky lobby ini memungkinkan bangunan berfungsi ganda, seperti memuat apartemen/hotel di bagian atas, perkantoran di bagian tengah dan fasilitas perbelanjaan serta parker di bagian tengah. c. Jika penggunaan sky lobby belum juga memenuhi ketentuan luas inti yang disyaratkan, maka dapat digunakan lift double decker.
Gambar 7.23. Lift Double Decker.
125
Pengaturan tata letak lift pada lobi yang terkait dengan pembagian zona layanan lift dapat terlihat pada gambar. Tiap zonal if biasanya melayani 10 – 15 lantai dan 4 zona merupakan batas maksimum. Jika menggunakan zona lift lebih dari 4, maka harus menggunakan sky lobby (minimum 2 lantai) dan di atas sky lobby masih dimungkinkan untuk ditambah 2–3 lantai tambahan untuk ruang mekanik/elektrik.
Gambar 7.24. Lift dengan lobby zona Layanan..
Bentuk dan Macam Lift Bentuk dan macam lift tergantung dari fungsi dan kegunaan gedung. Bermacam-macam lift menurut bentuknya:
126
Gambar 7.24. Susunan Lift .
Gambar 7.25. Lift Pemadan Kebakaran atau Barang.
a. Lift penumpang (tertutup) Suatu lift penumpang dengan ukuran, berat dan kecepatan tertentu sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Ruang dalam lift disesuaikan dengan kebutuhan atau keinginan pemilik bangunan. Kecepatan rendah untuk low zone biasanya melayani bangunan bertingkat tidak lebih dari 10 lantai. Kecepatan sedang atau
127
tinggi untuk high zone biasanya melayani bangunan bertingkat lebih dari 10 lantai. b. Lift penumpang (transparan) Suatu lift penumpang yang ruang dalamnya satu bidang atau lebih berupa kaca tembus supaya dapat menikmati pemandangan luar (panorama). Bentuk lift ini bermacam-macam, ada yang segilima, segi empat, bulat dan sebagainya sesuai dengan perkembangan teknologi dan keindahan. Demikian juga ruang dalamnya dapat diatur atau diubah sesuai dengan keinginan. c. Lift untuk rumah sakit Karena fungsinya mengangkut orang sakit, ukuran lift biasanya memanjang dan pintu dapat dibuat 2 arah atau 2 pintu. Untuk bagian dalam lift dapat disesuaikan dengan fungsinya. d. Lift untuk kebakaran/barang Ruanganya tertutup dan ruang dalamnya sederhana, khusus untuk kebakaran semua peralatan/perlengkapan, rangka dan interiornya harus tahan terhadap kebakaran minimal 2 jam. Bukan hanya rangka dari sangkarnya tetapi dinding-dinding luar yang menutupi lubang lift harus juga terbuat dari dinding yang tahan api. Pintu lift terakhir harus manghadap atau dapat langsung dijangkau dari luar. Kapasitas lift barang berkisar rata-rata 1-5 ton dengan ukuran dalam antara 1,60 x 2,10 m sampai 3,10 x 4,20 m dan kecepatan lift sekitar 1,5-2 m/detik maximum atau rata-rata 0,25-1 m/detik.
Gambar 7.26. Beberapa Tipe ruang Luncur dengan Keretanya
128
Kecepatan dan Berat Lift Dalam peraturan bangunan khususnya untuk lift, ketepatan berangkat dan berhentinya lift harus tanpa sentakan yang menggangu penumpang sehingga kecepatan dan berat akan menentukan kenyamanan dalam menggunakan lift. a. Untuk 4 s.d. 10 lantai, kecepatan 60-150 m/menit. b. Untuk 10 s.d. 15 lantai, kecepatan 180-210 m/menit. c. Untuk 15 s.d. 20 lantai, kecepatan 210-240 m/menit. d. Untuk 20 s.d. 50 lantai, kecepatan 270-360 m/menit. e. Untuk rumah sakit, kecepatan 150-210 m/menit. Ukuran berat tergantung dari besar dan jumlah penumpang yang dapat ditampung: - 4 orang berat 320 kg. - 8 orang berat 630 kg. - 13 orang berat 1000 kg dst.
Pemilihan kapasitas lift akan menentukan jumlah lift yang mempengaruhi kualitas pelayanan gedung terutama proyek komersil. Instalasi lift yang ideal adalah yang menghasilkan waktu tunggu di setiap lantai yang minimal, percepatan yang nyaman, angkutan vertikal yang cepat, pemuatan dan penurunan yang cepat di setiap lantai. Kriteria kualitas pelayanan lift adalah : 1. Waktu menunggu (interval, waiting time). 2. Daya angkut (handling capacity). 3. Waktu perjalanan bolak balik lift (round trip time).
129
Tabel 7.2. Kecepatan Lift yang direkomendasikan
130
Waktu menunggu (interval, waiting time) Kesabaran orang untuk menunggu lift tergantung kepada kota/Negara di mana orang itu berada. Orang yang tinggal di kota besar biasanya kurang sabar daripada oang yang tinggal di kota kecil. Untuk proyek komersil misalnya perkantoran diperhitungkan waktu menunggu sekitar 30 detik.
7.4. RINGKASAN. Inti bangunan (core) adalah suatu tempat untuk meletakan sistem transportasi vertikal dan mekanis dengan bentuk yang disesuaikan dengan fungsi bangunan serta untuk menambah kekakuan bangunan. Sedangkan lift merupakan bagian yang berada di dalam inti bangunan (core). Lift (elevator) adalah kereta alat angkut untuk mengangkut orang atau barang dalam suatu bangunan yang tinggi atau bertingkat.
7.5.
PENUTUP.
TEST FORMATIF PETUNJUK : Jawablah pertanyaan berikut dengan singkat dan jelas! 1.
Sebutkan dan jelaskan pengertian dari core.
2. Ruang apa saja yang terdapat dalam inti bangunan (core) ini, 3. Sebutkan bentuk jenis-jenis inti bangunan (core) 4. Sebutkan macam-macam fungsi lift dan kegunaannya.
131