Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN PEKERJAAN 3.1
UMUM Pengelolaan SDA yang mencakup aspek konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air bertujuan mewujudkan kemanfaatan SDA yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Sebagai bagian dari pendayagunaan SDA, untuk meningkatkan kemanfaatan SDA di setiap WS/DAS disusun rencana penyediaan SDA atau Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT), dahulu disebut RAAG. Rencana penyediaan SDA harus memperhatikan ketersediaan air pada musim hujan dan musim kemarau. Penyediaan SDA adalah upaya mewujudkan kebutuhan pokok air sehari-hari sebagai prioritas utama dan kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang ada. Penyediaan air dimaksud berupa penjatahan optimal dari waktu ke waktu dari Bangunan Utama (BU) yang terhubung secara hidrolis di jaringan sumber air untuk para pengguna air sesuai prioritas secara adil dan efisien. Peran BWS NT II dalam melaksanakan sebagian tugas wajib balai berupa penyelenggaraan penyelenggaraan alokasi air di WS Noelmina diawali dari penyiapan RAAT. Naskah ini dibahas rinci dan disepakati oleh Tim Teknis dari rumpun PU-SDA se Pulau Lombok dan Integrated Water Alocation Forum (IWAF). Forum berkala IWAF merupakan wadah jejaring (networking) dari unsur BWS NT I (selaku Ketua), Dinas PU-SDA Prov NTB, BPSDA, BISDA , Dinas PU Kab/Kota se P Lombok, DPTPH, DKP, BLHP, Korem 162 Wirabhakti, PERPAMSI, serta BMKG. Setelah mendapat rekomendasi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA) WS Lombok, dokumen ini diajukan kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, dalam hal ini Dirjen SDA, untuk mendapat penetapan. Setelah penetapan RAAT, masing-masing unsur instansi pengelola dan wadah koordinasi pengguna air perlu menyiapkan dokumen operasional/rencana teknis kegiatan tindak lanjut. Pada sektor irigasi perlu segera menyiapkan Keputusan/Peraturan
Gubernur/Bupati/Walikota
tentang
Rencana
Pola
III-1
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tanam (RPT) sebagai acuan operasional di DI sesuai kewenangan, demikian pula dengan unsur pengguna air pada sektor lainnya. Untuk melaksanakan pengendalian lapangan melalui mekanisme Direct Instruction Real-Time Operation (DIRTO), maka BWS NT II akan menyiapkan/menetapkan Rencana Alokasi Air Rinci (RAAR).
3.1.1
Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Alokasi 1. Alokasi air adalah adalah penjatahan air permukaan untuk berbagai keper luan pada suatu Wilayah Sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para pengguna air dari waktu kewaktu dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas air, berdasarkan asas pemanfaatanumum dan pelestarian sumber air. 2. Daerah Layanan Layanan (service area) adalah daerah atau objek yang mendapat pelayanan air dari Institusi pengelola wilayah sungai. 3. Pengelola wilayah sungai sungai adalah Institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakanpengelolaan sumberdaya air di tingkat wilayah sungai yang meliputi Dinas, Balai, Badan Usaha Pengelola Sumberdaya Sumberdaya Air 4. Data Masukan (Input Data ) adalah data yang diperlukan untuk mendukung perhitungan alokasi air pada periode interval waktu tertentu. 5. Data Keluaran (Output Data) adalah data hasil proses perhitungan alokasi air yang menyebutkan tempat, waktu, jumlah air untuk masingmasing pengguna sesuai prioritasserta prioritasserta ketersediaan air. 6. Geographical Information System (GIS)
adalah
sistem
penyajian
informasi yang dikaitkan dengan sistim koordinat bumi yaitu Lintang dan Bujur. 7. Model Alokasi Air adalah perangkat lunak yang dipergunakan untuk menghitungpengalokasian menghitungpengalokasian air. 8. Prioritas Penggunaan Air adalah kebijakan yang mengatur urutan alokasi air berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
III-2
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tanam (RPT) sebagai acuan operasional di DI sesuai kewenangan, demikian pula dengan unsur pengguna air pada sektor lainnya. Untuk melaksanakan pengendalian lapangan melalui mekanisme Direct Instruction Real-Time Operation (DIRTO), maka BWS NT II akan menyiapkan/menetapkan Rencana Alokasi Air Rinci (RAAR).
3.1.1
Pengertian Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1. Alokasi 1. Alokasi air adalah adalah penjatahan air permukaan untuk berbagai keper luan pada suatu Wilayah Sungai dalam memenuhi kebutuhan air bagi para pengguna air dari waktu kewaktu dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas air, berdasarkan asas pemanfaatanumum dan pelestarian sumber air. 2. Daerah Layanan Layanan (service area) adalah daerah atau objek yang mendapat pelayanan air dari Institusi pengelola wilayah sungai. 3. Pengelola wilayah sungai sungai adalah Institusi yang diberi wewenang untuk melaksanakanpengelolaan sumberdaya air di tingkat wilayah sungai yang meliputi Dinas, Balai, Badan Usaha Pengelola Sumberdaya Sumberdaya Air 4. Data Masukan (Input Data ) adalah data yang diperlukan untuk mendukung perhitungan alokasi air pada periode interval waktu tertentu. 5. Data Keluaran (Output Data) adalah data hasil proses perhitungan alokasi air yang menyebutkan tempat, waktu, jumlah air untuk masingmasing pengguna sesuai prioritasserta prioritasserta ketersediaan air. 6. Geographical Information System (GIS)
adalah
sistem
penyajian
informasi yang dikaitkan dengan sistim koordinat bumi yaitu Lintang dan Bujur. 7. Model Alokasi Air adalah perangkat lunak yang dipergunakan untuk menghitungpengalokasian menghitungpengalokasian air. 8. Prioritas Penggunaan Air adalah kebijakan yang mengatur urutan alokasi air berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
III-2
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
9. Tata Guna Lahan Suatu Wilayah Sungai adalah identifikasi peruntukan lahan dan pengaturan pemanfaatan lahan yang digunakan untuk berbagai peruntukan berdasarkan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). 10. Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan air permukaan dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2000 km2 (RUU SDA versi 24 September 2002) 11. Wadah koordinasi adalah wadah koordinasi sebagaimana ditetapkan dalam Undang Undang Sumberdaya A ir
3.1.2
Daftar Inisial / Singkatan dan Notasi Beberapa inisial / singkatan dan notasi notasi yang umum
digunakan dalam
penyiapan alokasi air antara lain : NO
SINGKATAN
KETERANGAN
1
AI
Areal Irigasi
2
AI DES
Areal Irigasi Desa
3
AI PEM
Areal Irigasi Kewenangan Pemerintah
4
AMH
Awal Musim Hujan
5
AN
Atas Normal
6
ARR
7
B
Bendung
8
B/S
Bendung Irigasi Suplesi
9
BD
Bendungan
10
BE
Bendung Elektrik/PLTA/PLTMH
11
BISDA
Balai Informasi Sumber Daya Air
12
BKO
Bawah Kendali Operasi
13
BLHP
Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian
14
BMKG
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
15
BN
Bawah Normal
16
BPA
Bangunan Pengambil Air
17
BPS
Badan Pusat Statistik
18
BPSDA
Balai Pengelolaan Sumber Daya Air
19
BS
Bendung Suplesi
20
BU
21
BU/BPA/HW
Bangunan Utama Bangunan Utama/Bangunan Pengambilan Air/Headwork
22
BWS NT
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara
23
KELAS
Klasifikasi Distribusi Air Dalam Jaringan Irigasi
24
CA
Catchment Area
Automatic Rainfall Recorder
III-3
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
NO
SINGKATAN
KETERANGAN
25
CI
Intensitas Tanaman (Crop Intensity)
26
DAR
Demand avalaible Ratio
27
DAS
Daerah Aliran Sungai
28
FAKTOR K
Indeks Kecukupan Air
29
DI
Daerah Irigasi
30
DIRJEN
Direktur Jenderal
31
DIRTO
Direct Instruction Real Time Operation
32
DKP
Dinas Kelautan dan Perikanan
33
DPTPH
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
34
DPU
Dinas Pekerjaan Umum
35
E (BANGUNAN UTAMA)
Embung
36
E (INDEX DEFISIT AIR)
Intermiten antar BU/ Emergency intermiten
37
EI
Efisiensi Irigasi
38
GOL
Jumlah golongan dalam Daerah Irigasi
40
INTAKE
Pintu pengambilan di Bangunan Utama
41
IR
Irigasi Desa
42
IWAF
Integrated Water Allocation Forum
43
K1*
Terus menerus
44
K1
Terus menerus (terbatas)
45
K2
Rotasi Ringan
46
K3
Rotasi Sedang
47
K4
Rotasi Berat
48
KOMIR
Komisi irigasi
49
KOREM
Komando Resort Militer
50
KP
Kriteria Perencanaan
51
MKG
Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
52
MONEV
Monitoring Evaluasi
53
MPR
Management Performance Ratio
54
MT
Musim Tanam
59
MT 1
Musim Tanam ke - 1 (Padi)
60
MT 2A
Musim Tanam ke - 2a (Padi)
61
MT 2B
Musim Tanam ke - 2b (Palawija)
62
MT 3
Musim Tanam ke - 3 (Palawija)
63
N
Normal
64
N BU
Jumlah Bangunan Utama
65
N BU IR
Jumlah Bangunan Utama Irigasi Desa
66
NFR
Net Fiel Requirement
67
NTT
Nusa Tenggara Timur
68
PDAM
Perusahaan Daerah Air Minum
69
PDF
Probability Distribution Function
70
PERPAMSI
Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia
III-4
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
NO
SINGKATAN
KETERANGAN
71
PKS
Perjanjian Kerjasama
72
PLTA/PLTMH
Pembangkit Listrik Tenaga Air/Mikro/Mini Hidro
73
PNS
Pebgawai Negeri Sipil
74
PS
Pengamat Sungai
75
PSDA
Pengelolaan Sumber daya Air
76
PUPR
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
77
PU SDA
Pekerjaan Umum - Sumer Daya Air
78
Q IN
Debit masuk dari DAS pemberi
79
Q OUT
Debit keluar untuk DAS penerima
80
QA
Debit Ketersediaan Air (Avalaible)
81
QC
Kapasitas Saluran (Capacity)
82
QD
Debit Kebutuhan Air (Demand)
83
QM
Debit Pemeliharaan Sungai (River maintance)
84
QR
Debit pemberian Air (Release)
85
QR SUP
Debit Suplesi
86
QS
Debit melimpah (Spill)
87
QS*
Debit Outlet PLTMH + Debit melimpah (QS)
88
RAAG
Rencana AlokasiAir Global
89
RAAR
Rencana Alokasi Air Rinci
90
RAAT
Rencana Alokasi Air Tahunan
91
RAR
Release Available Ratio
92
RBI
Rupa Bumi Indonesia
93
RDR
Release Demand Ratio
94
RTT
Rencana Tata Tanam
95
RTTG
Rencana Tata Tanam Global
96
RUMKOT
Rumah Tangga dan Perkotaan
97
SAT
Satuan
98
SDA
Sumber Daya Air
99
SH
Sifat Hujan
100
SINIK
Sosial, Instansi, Niaga, Industri dan Khusus
101
SIPA
Surat Ijin Pengguna Air
102
SOP
Standar Operasional Prosedur
103
SPAM
Sistem Penyedia Air Minum
104
START
Mulai Awal Tanam
105
TKPSDA
Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air
106
TOT CI
Total Intensitas Tanam
107
TOT QA
Tota
108
UT
l Ketersediaan Air di DAS
109
UTEF
Utilitas
110
UU
Utilitas Efektif
111
WS
Wilayah Sungai
III-5
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
NO 112
3.1.3
SINGKATAN
KETERANGAN
ZOM
Zona Musim
Prinsip Dasar Secara umum prinsip yang digunakan untuk tercapainya fungsi tujuan ( goal objective function) pemanfaatan air sesuai prioritas secara adil dan efisien di setiap BU dalam DAS dan antar DAS, yaitu meminimumkan dan menyetarakan defisit air (kekurangan penyediaan air terhadap kebutuhan air) atas air yang diberikan di setiap intake BU berdasarkan penggunaan air sejenis. Mengingat dalam sistim sungai didominasi kebutuhan air irigasi, maka sebagai basis optimasi menggunakan pendekatan irigasi dengan tetap mengutamakan penyediaan air RUMKOT dan pemeliharaan sungai terlebih dahulu. Perhitungan optimasi alokasi air menggunakan pendekatan/ asumsi/ estimasi/ ketentuan/ lingkup sebagai berikut : 1.
Analisis
berbasis
waktu
sepuluh
harian
atau
selanjutnya
disebut
“dasarian” (tanggal 1 – 10, 11 – 20 dan 21 – akhir bulan), sehingga setiap tahun terdapat 36 dasarian. 2.
Analisis berbasis BU in-stream yang terhubung secara hidraulik di sungai, berupa bendung, embung dan bendungan dengan luas CA lokal antar BU 0,04 – 176,37 km2. Adapun penggunaan air irigasi dari embung lapangan yang tersebar di CA (off-stream) tidak termasuk dalam proses optimasi, sehingga dilakukan pendekatan awal musim tanam mengikuti kalender tanam terpadu (KATAM) atau DI sekitarnya oleh petani setempat.
3.
DAS utilitas dikelompokkan menjadi DAS saling ketergantungan atau dependent, yaitu DAS yang terinterkoneksi lintas DAS basah-kering dan DAS tunggal atau independent.
4.
Perhitungan hujan probabilitas tertentu menggunakan metode ranking Weibull dengan pendekatan basic month.
5.
Perhitungan hujan forecast menggunakan metode Thomas-Fierring sesuai prakiraan ZOM BMKG terkini. Analisis hidrologi dalam RAAT ini tidak menggunakan pendekatan probabilitas sebagaimana lazimnya di lingkup SDA, karena mengingat UU RI 31 tahun 2009 tentang Meteorologi,
III-6
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Klimatologi dan Geofisika, dan ketersediaan data serta perangkat komputasi. Namun sebelum analisis, terlebih dahulu dilakukan evaluasi atas seri data prakiraan BMKG, guna mengetahui tingkat akurasi prakiraan terhadap realisasi. 6.
Ketersediaan air merupakan ketersediaan air permukaan yang berasal dari hujan, base flow (aliran dasar) dan mata air yang mengalir di sepanjang sungai. Ketersediaan air efektif DAS ditinjau sampai lokasi BU terhilir dalam DAS utilitas.
7.
Perhitungan ketersediaan air lokal antar BU (local inflow) berdasarkan analisis transformasi hujan (rain-run) dengan metode FJ. Mock yang terkalibrasi dengan pengukuran debit pos AWLR dan BU terkait, di samping mempertimbangkan debit mata air (sesuai observasi dan dianggap konstan).
8.
Kebutuhan air RUMKOT dan SINIK mengacu pada pedoman dan standar yang berlaku, data PDAM dan data penyediaan air sebagaimana diterbitkan BPS.
9.
Alokasi air sebagian penduduk lokal sesuai zona permukiman desa, langsung dari sumber mata air/sumber air terdekat termasuk dalam hal ini untuk memenuhi kebutuhan air ternak besar (karena tidak ada data)
10. Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai ditentukan sejumlah 5% dari ketersediaan air. 11. Parameter yang digunakan dalam perhitungan kebutuhan air di sawah NFR (Net Field Requirement) mencakup neraca air atas hujan, 12. evapotranspirasi aktual atas hasil observasi panci evaporasi, koefisien tanaman dan perkolasi yang bervariasi antar waktu. 13. Kebutuhan air perikanan (kolam ikan dan keramba) tidak dihitung secara khusus karena data tidak tersedia, sehingga dianggap mengikuti pola 14. distribusi air irigasi dengan meminjam air (non konsumtif). Letak budi daya perikanan berada di sebagian kecil jaringan irigasi di DAS basah.
III-7
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
15. m. Karena kelengkapan data dimensi konstruksi BU yang masih kurang, maka dianggap kapasitas intake BU dan saluran induk sedemikian rupa sehingga mampu dilalui debit pemberian air (release). 16. DI yang ditinjau mencakup seluruh DI pemerintah dan pemda dan sebagian DI desa, yaitu memiliki nama, koordinat dan luas sawah. 17. Memperhitungkan suplesi (water transfer ) yang dikondisikan dari DAS basah ke DAS kering (dependent), dengan tetap mengutamakan indeks neraca air di DAS basah. 18. Walaupun belum ada data/penelitian valid, pada beberapa zona “DI dalam DI”, interkoneksi anak sungai/sungai dalam DAS, interkoneksi antar jaringan irigasi dalam DAS dan sebaran embung rakyat/sumur dangkal, bahwa
kearifan
lokal
sangat
menentukan.
Dalam
kondisi
ini
memperhatikan adanya return flow dan pemanfaatan air yang dilakukan secara berulang atau re-use, re-cycle, re-duce (3R), sehingga diberikan koefisien peningkatan pemanfaatan air melalui efisiensi irigasi sebesar 5 – 15%. 19. Pada umumnya kualitas air di sungai utilitas lintas kota masih sesuai baku mutu air nasional (kecuali di beberapa sungai tercemar limbah rumah tangga/coly), sehingga relatif dapat dipenuhi oleh debit pemeliharaan sungai. 20. Di setiap proses optimasi, akan ditentukan nilai indeks keandalan volume di setiap BU, selanjutnya disebut faktor K (release demand ratio/RDR). Nilai ini mengindikasikan klasifikasi distribusi air dalam jaringan irigasi sebagai berikut : Faktor-K (%) Tingkat Kekurangn Air Distribusi Air Dalam Daerah Irigasi K1* 100 - Terus – menerus K1 80 – 99 Sangat sedikit Terus – menerus (terbatas) K2 60 – 79 Sedikit Rotasi ringan K3 40 – 59 Sedang Rotasi sedang K4 20 - 39 Banyak Rotasi berat - < 20 Emergency
III-8
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Jika nilai Faktor K kurang dari 20%, disebut dengan emergency , maka diperlukan operasional giliran sangat ketat antar BU/blok primer. Jenis dan sumber data yang digunakan sebagai berikut : a. Peta dan luas DAS dan WS. b. Peta administrasi, berdasarkan peta rupa bumi (RBI) skala 1 : 25.000 (Bakosurtanal). c. DI berbasis DAS dan DI berbasis sumber air (nama DI, luas sawah irigasi, lokasi, koordinat dan lintas kab/kota), termasuk estimasi efisiensi irigasi dari instansi PU-SDA sesuai kewenangan, tahun 2016-2017 yang disepakati Pengamat Pengairan / Dinas PU dan IWAF. d. Data hujan dengan pencatatan 15 - 20 tahun dari pos ARR dan CR, sumber dari BWS NT II dan BISDA, Dinas PU Propinsi dan Kabupaten e. Data klimatologi berupa evaporasi panci dari BWS NT II, BISDA dan BMKG. f. Data lokasi dan mata air dari BISDA, BLHP, PDAM dan BWS NT II. g. Data debit dari pos AWLR pencatatan BISDA dan BWS NT II. h. Data debit BU pencatatan BWS NT I dan Dinas PU. i. Data prakiraan musim hujan, berupa sifat hujan dan awal musim hujan dari BMKG. j. Data kebutuhan air untuk berbagai penggunaan (irigasi dan sektor lainnya), sumber dari Dinas PU dan PDAM. k. Data target luas tanam DPTPH. l. Data luas panen, luas sawah, penyediaan air PDAM dan data lain terkait SDA didapat dari BPS. Data di atas mencakup data primer dan sebagaian besar sekunder, kemudian dipilah dan diolah menjadi lebih dari 500.000 untaian data selama 36 dasarian sebagai input proses “mesin equalisasi alokasi air”. Berikut bagan alur analisis RPT dalam RAAT :
III-9
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
WILAYAH SUNGAI
DI :AI, P,EI, GOL, EXT PTT
DAS UTI,CA BU, SKEMA SUNGAI
FORECAST ZOM BMKG
ALTERNATIF PTT
ISOHYET WS
HUJANFORECAS
IKLIM POS HUJAN POS
PROB20%, 80%,95% dan AVG
KEBUTUHAN AIR IRIGASI
HUJAN ZONA BU
HUJANPROB.
KALIBRASIKOEFISIEN
DEBITAWLR
KAPASITAS INTAKE DEBIT TERSEDIA LOKAL, BU
DEBIT MATA AIR
SIMULASI I ANTAR BU
KEBUTUHAN PEMELIHARAAN SUNGAI
K
YA TDK ADIL?
CUKUP?
DEFISIT AMBANG
YA
RTT TERBAIK, AC, JENIS,CI,AWT,DEMAND,DEFISIT
DEBIT PENYEDIAAN AIR
DEBIT MENERUS/MELIMPAH
Gambar-3.1 bagan alur analisis RPT dalam RAAT
KEBUTUHAN AIR
KETERSEDIAAN A IR Hujan (H)
Hujan Kawasan
Debit Sungai
Data tahun yang sama
Sensus 2000,2010
Domestik& Non Domestik
Penduduk
Industri
Karyawan Industri
2017, 2037 BPS, 2017 Kry.2017/Pend.2017 Kry 2017,2037
Q = f (H)
Pemeliharaan Sungai
Penduduk
Peternakan
Ternak
Perikanan
Kolam (tambak)
Irigasi
Luas Sawah
2017,2037
DAS
BPS 2017
Perkiraan Debit DAS
2017, 2037 2017 BPS, 2017 2017,2037 Pengurangan Lu as Existing : IE = 0.5 RF = 0 Prediksi : IE = 0.65 RF = 0,05
Debit Sungai untuk Lingkungan, Navigasi
Potensi Air
Defisit Surplus
Kondisi DAS - Sangat Berkembang - Berkembang - Sedang Berkembang - Kurang Berkembang - Belum Berkembang
-
Tegalan + Tanah Kering Hujan Sawah Populasi
Rencana Pengembangan
III-10
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Gambar-3.2 Bagan Alir Proses Penyusunan Alokasi Air
3.2
TEKNIK PENYUSUNAN RENCANA ALOKASI AIR
3.2.1
Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) pada dasarnya adalah rancangan alokasi air tahunan berdasarkan neraca air yang seimbang antara ramalan kern ungkinan (probabilitas) ketersediaan air dengan rencana penggunaan air untuk periode satu tahun kedepan. Penyelenggaran alokasi air merupakan suatu lingkaran kegiatan yang sating terkait seperti terlihat pada gambar
berikut .
Gambar-3.3 Urutan Kegiatan Penyelenggaraan Alokasi Air Kegiatan Perencanaan pada , diatas merupakan kegiatan Penyusunan Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) dan terdiri atas kegiatan:
3.2.2
-
Penyusunan skenario alokasi air tahunan
-
Penetapan rencana alokasi air tahunan
Penyusunan skenario alokasi air tahunan Agar rencana alokasi air tahunan tidak terlalu besar penyimpangannya dengan realitas ketersediaan air maka rencana alokasi air perlu dibuat berdasarkan atas 3 skenario yaitu: -
Tahun Basah (kondisi curah hujan diatas kondisi normal/rata-rata historis curah hujan tahunan)
III-11
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
-
Tahun Normal
-
Tahun kering (kondisi curah hujan lebih kecil dari kondisi normal)
Berdasarkan ketiga skenario tersebut dan dengan memperhatikan asas kelestarian lingkungan SDA, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, urutan prioritas penyediaan air yang telah ditetapkan, dapat dirancang beberapa alternatif dengan melakukan perhitungan simulasi neraca air dapat ditetapkan skenario yang paling optimum.Urutan kegiatan pelaksanaan penyusunan RAAT dapat dirinci sebagai berikut:
1. Penetapan batas waktu penyusunan RAAT Batas waktu penetapan RAAT minimal 2 bulan sebelum dimulai periode dimulainya RAAR. Oleh karena penggunaan air yang paling dominan adalah kebutuhan Irigasi, maka awal pelaksanaan alokasi air (RAAR) dimulai pada saat Musim Tanam I. 2. Pengumpulan data lapangan Data yang perlu dikumpulkan untuk menyusun RAAT adalah sebagai berikut: a) Data debit sungai dengan periode pengamatan panjang (>10 thn) pada bangunan ukur maupun bangunan duga air. b) Data hujan periode pengamatan panjang (>10 thn) c) Pola operasi waduk (bila terdapat waduk). d) Ketersediaan air di waduk pada tahun ini dan prakiraan pada tahun berikutnya. e) informasi mengenai rencana tanam yang ditetapkan (RTTG). f) Daftar penggunaan SDA yang ada, serta data permintaan alokasi air yang sedang diajukan oleh pemohon izin. g) Daftar Pemegang izin yang belum menggunakan air sesuai dengan jatah yang tercantum dalam surat izin (kapasitas terpasang). h) Daftar permohonan izin yang belum direspon.
III-12
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
i) Daftar pengambilan air illegal dan estimasi besarnya kapasitas terpasang. j) Informasi penggunaan air nonkonsumtif (misalnya PLTA dan pelayaran di sungai). k) Pola penggunaan air pada berbagai jenis penggunaan air yang tidak konstan (irigasi, perkebunan, perindustrian). l) Peta topografi DAS dan Wilayah Sungai. m)Peta WS dan luas catchment area dari masing-masing DAS pada titik-titik pos duga air maupun bangunan pengambilan. n) Peta sungai dalam DAS dengan plottinglokasi keberadaan titik atau bangunan pengambilan legal maupun ilegal dan lokasi pos duga air. o) Kapasitas pengaliran bangunan ukur. p) Ketetapan
pemerintah
daerah
atau
konsensus
tentang
prioritas
penggunaan air saat kekurangan air. 3. Analisa data Analisis data untuk penyusunan RAAT meliputi: a) Validasi data hujan dan debit. b) Peramalan ketersediaan air tahunan per periode tengah bulanan/dasarian pada setiap titik yang ditetapkan sebagai titik "Inflow" dalam model. c) Menghitung rencana kebutuhan air irigasi dan non irigasi per periode setengah bulanan/dasarian sepanjang tahun pada setiap titik simpul/node di model alokasi air. d) Verifikasi data kebutuhan air irigasi dan non irigasi (baik yang punya ijin maupun tidak mempunyai ijin) yang berada dalam sistem tata air tersebut. 4. Penetapan Prioritas penggunaan air Bilamana terjadi neraca air (keseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air) deficit (kebutuhan lebih besar dari ketersediaan) maka diperlukan penetapan prioritas penggunaan air. a) Prioritas utama:
III-13
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
-
Penyediaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
-
Irigasi bagi pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang sudah ada.
b) Untuk
menunjang
kepentingan
kelestarian
ekosistem
sungai
harus
diberikan aliran pemeliharaan sungai dengan mengendalikan ketersediaan debit andalan 95%. 5. Penyusunan model Tujuan penyusuan model adalah agar dapat melakukan simulasi neraca air. 6. Simulasi Neraca Air dengan model Simulasi neraca air dilakukan dengan menggunakan model alokasi air yang disiapkan dengan 3 skenario yaitu pola tahun basah, pola tahun normal, dan pola tahun kering.Apabila dalam sistem tata air terdapat waduk maka perhitungan debit andalan Q 8o untuk segmen dihilir waduk, adalah debit andalan dari sungai (Q 80) ditambah dengan Qinlow waduk.Perhitungan kebutuhan
air
selain
kebutuhan
air
dan
para
pengguna,
hams
memperhatikan Qaliran minimum untuk kelestarian lingkungan yaitu sebesar Q 95. 7. Uji coba model Perlu dilakukan uji coba model untuk mengetahui apakah output dari model telah sesuai dengan kondisi lapangan dan debit yang didistribusikan ke masing-masing pengguna dapat diterima dengan baik/tidak ada komplain dari seluruh pemanfaat air dan besarnya debit yang diberikan sesuai dengan rencana. 8. Penyusunan dokumen RAAT untuk pembahasan di TKPSDA Wilayah Sungai Dengan melalcukan sosialisasi kepada seluruh pengguna air, maka dapat disusun dokumen RAAT sebagai hasil kajian dari model alokasi air dan dengan batasan "Rule prioritas" bila terjadi neraca air defisit. 9. Penyiapan dokumen untuk penetapan RAAT Dokumen RAAT berisi uraian/informasi tentang: a) Metodologi antara lain berisi rule prioritas alokasi air yang digunakan. b) Skema tata air.
III-14
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
c) Daftar pengguna air yang menerima rencana alokasi air, contoh dapat dilihat pada Lampiran 3 (Form A-01). d) Rencana Neraca Air untuk masing-masing pengguna air. e) Uraian untuk masing-masing skenario.
3.2.3
Penetapan Rencana Alokasi Air Tahunan Pejabat yang menetapkan Rencana Alokasi air tergantung dari yang berwenang dan bertangungjawab atas pengelolaan wilayah sungai nya dapat dilihat pada Tabel-3.1 Tabel-3.1 Penetapan Alokasi Air Berdasarkan Wilayah Sungai Yang Menjadi Kewenangannya
3.3
No
Tipe WS
Penyusun RAAT
Penetapan RAAT oleh
1
WS Lintas Negara WS Lintas Provinsi WS Strategi Nasional
BBWS/BWS
Menteri PU
2
WS Lintas Kabupaten dalam satu provinsi
BPSDA
Gubemur
3
WS satu kabupaten/kota
SKPD
Bupati/Walikota
ANALISIS KETERSEDIAAN AIR Salah satu aspek yang harus diketahui sebelum mengadakan analisis neraca air untuk suatu daerah tertentu adalah jumlah ketersediaan air. Ketersediaan air dalam pengertian sumberdaya air pada dasarnya berasal dari air hujan (atmosferik), air permukaan dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) sebagian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah yang ada. Ketersediaan air yang merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air
III-15
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability ) dan variabilitas waktu (temporal variability ) yang sangat tinggi. Oleh karena itu, analisis kuantitatif dan kualitatif harus dilakukan secermat mungkin agar dapat dihasilkan informasi yang akurat untuk perencanaan dan pengelolaan sumberdaya air. Air permukaan adalah air yang mengalir secara berkesinambungan atau dengan terputus-putus dalam alur sungai atau saluran dari sumbernya yang tertentu, dimana semua ini merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh. Ilustrasi dari proses terbentuknya aliran permukaan disajikan pada Gambar-3.4. Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah, kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan potensi debit air tanah. Dari ketiga sumber air tersebut
di
atas,
yang
mempunyai
potensi
paling
besar
untuk
dimanfaatkan adalah sumber air permukaan dalam bentuk air di sungai, saluran,
danau/waduk
dan
lainnya.
Penggunaan
air
tanah
sangat
membantu pemenuhan kebutuhan air baku maupun air irigasi pada daerah yang sulit mendapatkan air permukaan, namun pemanfaatan air tanah membutuhkan biaya operasional pompa yang sangat mahal.
III-16
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Gambar-3.4 Ilustrasi proses terbentuknya aliran permukaan Untuk analisis ketersediaan air permukaan, yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit andalan (dependable flow ). Yang paling berperan dalam studi ketersediaan air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek penyediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kristis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui. Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%, sedangkan keandalan yang dipakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%. Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka data aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll) karena metoda ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.
3.3.1
Debit Andalan Untuk menentukan besarnya debit andalan dibutuhkan seri data debit yang panjang yang dimiliki oleh setiap statiun pengamatan debit sungai. Metoda yang sering dipakai untuk analisis debit andalan adalah metoda statistik (rangking). Menurut Soemarto (1987), pengamatan besarnya keandalan yang diambil untuk penyelesaian optimum penggunaan air di beberapa macam kegiatan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
III-17
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel-3.2 Nilai Debit Andalan untuk Berbagai Macam Kegiatan Kegiatan
Keandalan
Penyediaan air minum
90%
Penyediaan air industri
95 – 98%
Penyediaan air irigasi Daerah beriklim setengah lembab
70 – 85%
Daerah beriklim kering
80 – 95%
Pembangkit listrik tenaga air
85 – 90%
Prosedur analisis dimulai dengan mengurutkan seri data dari urutan terbesar sampai ke yang terkecil. Selanjutnya dirangking dimulai dengan rangking pertama (m=1) untuk data yang paling besar dan seterusnya. Langkah ketiga dibuatkan kolom plotting dengan rumus Weibul. Adapun Rumus Weibul adalah sebagai berikut : P = [m/(n+1)] x 100 % Dimana : P = probabilitas (%) m = nomor urut data (rangking) n = jumlah data Metoda Mock Hasil penaksiran atau perkiraan debit limpasan (run off ) tidak bisa menggantikan dokumentasi data aliran sungai. Namun dalam hal dimana sangat dibutuhkan tersedianya data tersebut, maka diperlukan adanya penaksiran atau perkiraan. Ada banyak metoda untuk menaksir debit limpasan. Akurasi dari masing-masing metoda tersebut bergantung pada keseragaman dan keandalan data yang tersedia. Salah satu metoda tersebut adalah Metoda Mock. Metoda Mock adalah suatu metoda untuk memperkirakan keberadaan air berdasarkan konsep water balance. Keberadaan air yang dimaksud di sini adalah besarnya debit suatu daerah aliran sungai. Data yang digunakan untuk memperkirakan debit ini berupa data klimatologi dan karakteristik daerah aliran sungai.
III-18
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Metoda Mock dikembangkan oleh Dr. F. J. Mock berdasarkan atas daur hidrologi. Metoda Mock merupakan salah satu dari sekian banyak metoda yang menjelaskan hubungan rainfall-runoff . Secara garis besar model rainfall-runoff bisa dilihat pada Gambar 3.5 Metoda Mock dikembangkan untuk menghitung debit bulanan rata-rata. Data-data yang dibutuhkan dalam perhitungan debit dengan Metoda Mock ini adalah data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area. Evapotranspirasi
Rainfall
Surface Run Off Surface
Ifiltrasi
Total Run Off
Groundwater Groundwater Run Off
Gambar-3.5 Bagan alir model rainfall-runoff Pada prinsipnya, Metoda Mock memperhitungkan volume air yang masuk, keluar dan yang disimpan dalam tanah (soil storage). Volume air yang masuk adalah hujan. Air yang keluar adalah infiltrasi, perkolasi dan yang dominan adalah akibat evapotranspirasi. Perhitungan evapotranspirasi menggunakan Metoda Penmann. Sementara soil storage adalah volume air yang disimpan dalam pori-pori tanah,
hingga
kondisi
tanah
menjadi
jenuh.
Secara
keseluruhan
perhitungan debit dengan Metoda Mock ini mengacu pada water balance, dimana volume air total yang ada di bumi adalah tetap, hanya sirkulasi dan distribusinya yang bervariasi. Proses perhitungan yang dilakukan dalam Metoda Mock dijelaskan secara umum dalam Gambar 3.4 berikut ini.
III-19
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Perhitungan Evapotranspirasi Potensial (Metoda Penman)
Perhitungan Evapotranspirasi Aktual
Perhitungan Water Surplus
Perhitungan Base Flow, Direct Run Off dan Storm Run Off
Gambar-3.6 Bagan alir perhitungan debit dengan Metoda Mock
a. Kesetimbangan Air (Water Balance) Dalam siklus hidrologi, penjelasan mengenai hubungan antara aliran ke dalam (inflow ) dan aliran keluar (outflow ) di suatu daerah untuk suatu perioda tertentu disebut neraca air atau
keseimbangan air (water
balance). Hubungan-hubungan ini lebih jelas ditunjukkan oleh Gambar
3.5 Bentuk umum persamaan water balance adalah : P
= Ea + ΔGS + TRO
Dimana : P
= Presipitasi
III-20
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Ea
= Evapotranspirasi
ΔGS = Perubahan groundwater storage, dan TRO = total run off Water balancemerupakan siklus tertutup yang terjadi untuk suatu kurun waktu pengamatan tahunan tertentu, dimana tidak terjadi perubahan groundwater storage atau ΔGS= 0. Artinya awal penentuan groundwater storage adalah berdasarkan bulan terakhir dalam tinjauan kurun waktu tahunan tersebut. Sehingga persamaan water balance menjadi : P
= Ea + TRO
Beberapa hal yang dijadikan acuan dalam prediksi debit dengan metoda Mock sehubungan dengan water balance untuk kurun waktu (misalnya 1 tahun) adalah sebagai berikut.
−
Dalam satu tahun, perubahan groundwater storage (ΔGS) harus sama dengan nol.
−
Jumlah total evapotranspirasi dan total run off selama satu tahun harus sama dengan total prespitasi yang terjadi dalam tahun itu.
Dengan tetap memperhatikan kondisi-kondisi batas water balance di atas, maka pridiksi debit dengan metoda Mock akan akurat.
Presipitasi Evaporasi Air Permukaan
Limpasan Uap Air
Curah Hujan Perkolasi
Perkolasi
Air Keluar
Kelembaban Tanah dan Air Tanah
Evaporasi Presipitasi
III-21
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Gambar-3.7 Siklus air
b. Data Iklim Data iklim yang digunakan dalam metoda Mock adalah presipitasi, temperature,
penyinaran
matahari,
kelembaban
relatif
dan
data
kecepatan angin. Secara umum data-data ini digunakan untuk menghitung evapotranspirasi.Dalam metoda Mock, data-data meteorologi yang dipakai adalah data bulanan rata-rata, kecuali untuk presipitasi yang digunakan adalah jumlah data dalam satu bulan. Notasi dan satuan yang dipakai untuk data meteorologi ditabelkan sebagai berikut : Tabel-3.2 Notasi dan satuan parameter meteorologi
Data Meteorologi
Notasi
Satuan
Presipitasi Temperatur Penyinaran Matahari Kelembaban Relatif Kecepatan Angin
P T S H w
Milimeter (mm) Derajat Celcius (C°) Persen (%) Persen (%) Mile per hari (mile/hr)
Sumber: Sudirman (2002)
c. Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan faktor penting dalam memprediksi debit dengan metoda Mock. Alasannya adalah karena evapotranspirasi ini memberikan nilai yang besar untuk terjadinya debit dari suatu daerah pengaliran sungai. Evapotranspirasi diartikan sebagai kehilangan air dari lahan dan permukaan air dari suatu daerah pengaliran sungai akibat kombinasi
proses
evaporasi
dan
transpirasi.
Lebih
rinci
tentang
evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual diuraikan dibawah ini.
1) Evapotranspirasi Potensial Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada kondisi air yang tersedia berlebihan. Faktor penting yang mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang
III-22
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan akan relatif lebih besar di bandingkan apabila tersedianya air dibawah keperluan. Beberapa rumus empiris untuk menghitung evapotranspirasi potensial diantaranya dari Thornthwaite, Blaney-Criddle, Penman dan TurcLangbein-Wundt. Metoda Mock menggunakan rumus empiris dari Penman. Rumus empiris Penman memperhitungkan banyak data klimatologi yaitu temperatur, radiasi matahari, kelembaban, dan kecepatan angin sehingga hasilnya relatif lebih akurat. Perhitungan evaporasi potensial Penman didasarkan pada keadaan bahwa agar terjadi evaporasi diperlukan panas. Menurut Penman besarnya evapotranspirasi potensial diformulasikan sebagai berikut : E
=
AH
0,27D
A
0,27
Dengan : H
= energy budget,
H
= R (1 r) (0,18 0,55S)
D
= panas yang diperlukan untuk evapotranspirasi, dan
D
= 0,35 (ea
B (0,56 0,092 ed ) (0,10 0,9S) ,
e ) (k 0,01w) d
Dimana : A
= slope vapour pressure curve pada temperatur rata-rata, dalam mmHg/°F.
B
= radiasi benda hitam pada temperature rata-rata, dalam mmH2O/hari.
ea
= tekanan uap air jenuh (saturated vapour pressure) pada temperatur rata-rata.
III-23
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Besarnya A, B dan
e
a
tergantung pada temperature rata-rata.
Hubungan temperature rata-rata dengan parameter evapotranspirasi ini ditabelkan sebagai berikut. R
= radiasi matahari, dalam mm/hari. Besarnya tergantung letak lintang. Besarnya radiasi matahari ini berubah-ubah menurut bulan, seperti ditabelkan berikut ini.
r
= koefisien refleksi, yaitu perbandingan antara radiasi elektronik (dalam sembarang rentang nilai panjang gelombang yang ditentukan) yang dipantulkan oleh suatu benda dengan jumlah radiasi yang terjadi, dan dinyatakan dalam presentasi.
r
radiasi elektromag netik yang dipantulka n
=
jumlah radiasi yang terjadi
x100%
Koefisien Refleksi sangat berpengaruh pada evapotranspirasi. Berikut adalah nilai koefisien refleksi yang digunakan dalam metoda Mock. Tabel-3.4 Hubungan temperatur rata-rata dengan parameter evapotranspirasi A, B, Temperatur (°C) A (mmhg/°F) B (mmH2O/hari) ea
e
a
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
0.304
0.342
0.385
0.432
0.484
0.541
0.603
0.671
0.746
0.828
0.917
1.013
12.60
12.90
13.30
13.70
14.80
14.50
14.90
15.40
15.80
16.20
16.70
17.10
8.05
9.21
10.50
12.00
13.60
15.50
17.50
19.80
22.40
25.20
28.30
31.80
(mmHg)
Sumber : Mock, 1973
Tabel-3.5 Nilai radiasi matahari pada permukaan horizontal di luar atmosfer (mm/hr) Bulan
Jan
Peb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agu
Sep
Okt
Nop
Des
Thn
5° LU
13.7
14.5
15.0
15.0
14.5
14.1
14.2
14.6
14.9
14.6
13.9
13.4
14.39
0°
14.5
15.0
15.2
14.7
13.9
13.4
13.5
14.2
14.9
15.0
14.6
14.3
14.45
5° LS
15.2
15.4
15.2
14.3
13.2
12.5
12.7
13.6
14.7
15.2
15.2
15.1
14.33
10° LS
15.8
15.7
15.1
13.9
12.4
11.6
11.9
13.0
14.4
15.3
15.7
15.8
14.21
Sumber : Mock, 1973
III-24
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel 3.6 Koefisien refleksi (r)
No.
Permukaan
Koefisien Refleksi [r]
1.
Rata-rata permukaan bmi
40 %
2.
Cairan salju yang jatuh di akhir musim – masih
40-85 %
3.
segar
30-40 %
4.
Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun
31-33 %
5.
berbulu
24-28 %
6.
Rumput tinggi dan kering
24-27 %
7.
Permukaan padang pasir
15-24 %
8.
Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh
15-20 %
9.
tanah
10-15 %
10.
Tumbuhan muda yang membayangi sebagian
12-16 %
11.
tanah
10-12 %
12.
Hutan musiman
8-10 %
13.
Hutan yang menghasilkan buah
9-18 %
14.
Tanah gundul kering
5%
15.
Tanah gundul lembab
14 %
Tanah gundul basah Pasir, basah-kering Air bersih, elevasi matahari 45° Air Bersih, elevasi matahari 20° Sumber : Mock 1973
S
= rata-rata persentasi penyinaran matahari bulanan, dalam persen (%).
ed
= tekanan uap air sebenarnya (actual vapour pressure), dalam mmHg. =
e
a
x h.
h
= koefisien kekasaran permukaan evaporasi (evaporating surface). Untuk permukaan air nilai k = 0,50 dan untuk permukaan vegetasi nilai k = 1,0.
w
= kecepatan angin rata-rata bulanan, dalam mile/ hari.
Subtitusi persamaan-persamaan diatas menghasilkan :
III-25
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
E
= A {R1 r) (0,18 0,55S) B (0,5 0,092 e d ) (0,1 0,9S)} 0,27 {0,35 (e a
e d ) (k 0,01w)}
A 0,27
Dalam bentuk lain :
E
A(0,18 0,55S)
=
R(1 r)
AB(0,56 0,092 e d )
A 0,27
(0,1 0,9S)
A 0,27
0,27x0,35( e a
ed )
(k 0,01w)
A 0,27
Jika : F1 = f(T, S)
F2 = f(T, H)
F3 = f(T, h)
A(0,18
0,55S)
A 0,27
AB(0,56
0,092 e ) d
A 0,27 0,27x0,35( ea
A 0,27
e ) d
, dan
Maka : E
= F1 x R(1 r) F2 x (0,1 0,9S) F3 x (k 0,01w)
dan jika : E1
= F1 . R(1 – r)
E2
= F2 . (0,1 + 0,9 S)
E3
= F3 . (k + 0,01w)
Maka bentuk yang sederhana dari persamaan evapotranspirasi potensial menurut Penman adalah : E = E1 – E2 + E3 Formulasi inilah yang dipakai dalam metoda Mock untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dari data-data klimatologi yang lengkap (temperatur, lama penyinaran matahari, kelembaban relatif, dan kecepatan angin). Besarnya evapotranspirasi potensial ini dinyatakan dalam mm/ hari. Untuk menghitung besarnya evapotranspirasi potensial dalam 1 bulan maka kalikan dengan jumlah hari dalam bulan itu.
2) Evapotranspirasi Evapotranspirasi Aktual
III-26
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Evapotranspirasi potensial adalah evapotranspirasi yang mungkin terjadi pada
kondisi
air
yang
tersedia
berlebihan.
Faktor
penting
yang
mempengaruhi evapotranspirasi potensial adalah tersedianya air yang cukup banyak. Jika jumlah air selalu tersedia secara berlebihan dari yang diperlukan oleh tanaman selama proses transpirasi, maka jumlah air yang ditranspirasikan ditranspirasikan akan relatif lebih besar di bandingkan apabila tersedianya air dibawah keperluan. Jika dalam evapotranspirasi potensial air yang tersedia dari yang diperlukan tanaman selama proses transpirasi berlebihan, maka dalam evapotranspirasi aktual ini jumlah air tidak berlebihan atau terbatas. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang terjadi ada kondisi air yang tersedia terbatas. Evapotranspirasi aktual dipengaruhi oleh proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau (exposed ( exposed surface) surface) pada musim kemarau. Besarnya exposed surface surface (m) untuk tiap daerah berbeda-beda. F.J. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga daerah dengan masing-masing nilai exposed surface sebagai surface sebagai berikut. Tabel 3.7 Exposed surface (m)
No
m
Daerah
1
0%
Hutan pimer, sekunder
2
10-40 %
Daerah tererosi
3
30-50 %
Daerah ladang pertanian
Sumber : Mock, 1973 Selain exposed surface surface evapotranspirasi aktual juga dipengaruhi oleh jumlah hari hujan (n) dalam bulan yang bersangkutan. Menurut Mock rasio antara selisih evapotranspirasi potensial dan evapotranspirasi aktual dengan evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh exposed surface surface (m) dan jumlah hari hujan (n), seperti ditunjukkan dalam formulasi sebagai berikut. ΔE
Ep
m (18 n) 20
=
Sehingga :
III-27
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
ΔE
m (18 n) 20
= Ep
Dari formulasi di atas dapat dianalisis bahwa evapotranspirasi potensial akan sama dengan evapotranspirasi actual (atau
E 0 )
jika :
a. Evapotranspirasi terjadi pada hutan primer atau hutan sekunder. Dimana daerah ini memiliki harga exposed surface (m) sama dengan nol. b. Banyaknya hari hujan dalam bulan yang diamati pada daerah itu sama dengan 18 hari. Jadi evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi potensial yang memperhitungkan faktor exposed surface surface dan jumlah hari hujan dalam bulan yang bersangkutan. Sehingga evapotranspirasi aktual adalah evapotranspirasi yang sebenarnya terjadi atau actual evapotranspirasi, dihitung sebagai berikut: Eactual =
Ep – ΔE
3) Water Surplus Water Surplus didefinisikan sebagai air hujan (presipitasi) yang telah mengalami evapotranspirasi dan mengisi tampungan tanah (soil (soil storage, storage, disingkat SS). Water Surplus ini berpengaruh langsung pada infiltrasi atau perkolasi dan total run off yang merupakan komponen debit. Water surplus
merupakan air limpasan permukaan ditambah dengan air yang
mengalami infiltrasi. Persamaan water surplus surplus (disingkat WS) adalah sebagai berikut : WS = (P-Ea) + SS Tampungan kelembaban tanah (Soil (Soil moisture storage, storage, disingkat SMS) terdiri dari kapasitas kelembaban tanah (Soil (Soil moisture capacity , disingkat SMC), zona infiltrasi, limpasan permukaan tanah dan tampungan tanah (soil storage, storage, disingkat SS).
III-28
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Gambar-3.8 Water surplus. Water
surplus
merupakan
presipitasi
yang
telah
mengalami
evapotranspirasi, atau limpasan permukaan ditambah infiltrasi. Besarnya soil moisture capacity (SMC) tiap daerah tergantung dari tipe tanaman penutup lahan (land recovery ) dan tipe tanahnya (lihat Tabel 7– 10), seperti ditunjukkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.8 Nilai soil moisture capacity untuk berbagai tipe tanaman dan tipe tanah Tipe Tanaman
Tipe Tanah
Pasir Halus Pasir Halus dan Loam Tanaman Lanau dan Loam Berakar Pendek Lempung dan Loam Lempung Pasir Halus Pasir Halus dan Loam Tanaman Lanau dan Loam Berakar Sedang Lempung dan Loam Lempung Pasir Halus Pasir Halus dan Loam Tanaman Lanau dan Loam Berakar Dalam Lempung dan Loam Lempung Pasir Halus Pasir Halus dan Loam Tanaman Lanau dan Loam Palm Lempung dan Loam Lempung Pasir Halus Pasir Halus dan Loam Mendekati Lanau dan Loam Hutan Alam Lempung dan Loam Lempung Sumber : Tjahjadi, 1999
Zone Akar (dalam m) 0.50 0.50 0.62 0.40 0.25 0.75 1.00 1.00 0.80 0.50 1.00 1.00 1.25 1.00 0.67 1.50 1.67 1.50 1.00 0.67 2.50 2.00 2.00 1.60 1.17
Soil Moisture Capacity (dalam mm) 50 75 125 100 75 75 150 200 200 150 100 150 250 250 200 150 250 300 250 200 250 300 400 400 350
III-29
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Dalam studi yang dilakukan Mock di daerah aliran sungai di Bogor, ditetapkan besarnya kapasitas kelembaban tanah maksimum adalah 200 mm/bulan. Dalam metoda Mock, tampungan kelembaban tanah dihitung sebagai berikut : SMS = ISMS + (P- Ea) Dimana : ISMS
=
Initial soil moisture storage (tampungan kelembaban tanah awal), merupakan soil moisture capacity (SMC) bulan sebelumnya.
P-Ea
=
Presipitasi yang telah mengalami evapotranspirasi.
Asumsi yang dipakai oleh F.J. Mock adalah air akan memenuhi SMC terlebih dahulu sebelum water surplus tersedia untuk infiltrasi dan perkolasi yang lebih dalam atau melimpas langsung (direct run off ). Ada dua keadaan untuk menentukan SMC, yaitu : 1. SMC = 200 mm/bulan, jika P-Ea ≥ 0. Artinya soil moisture storage (tampungan tanah lembab) sudah mencapai kapasitas maksimumnya atau terlampaui sehingga air tidak disimpan dalam tanah lembab. Ini berarti soil storage (SS) sama dengan nol dan besarnya water surplus sama dengan
P-Ea.
2. SMC = SMC bulan sebelumnya + (P-Ea), jika P-Ea < 0. Untuk keadaan ini, tampungan tanah lembab (soil moisture storage) belum mencapai kapasitas maksimum, sehingga ada air yang disimpan dalam tanah lembab. Besarnya air yang disimpan ini adalah P-Ea. Karena air berusaha untuk mengisi kapasitas maksimumnya, maka untuk keadaan ini tidak ada water surplus (WS = 0).
4) Limpasan Total Air hujan yang telah mengalami evapotranspirasi dan disimpan dalam tanah lembab selanjutnya melimpas di permukaan (surface run off ) dan mengalami perkolasi. Berikutnya, menurut Mock besarnya infiltrasi adalah water surplus (WS) dikalikan dengan koefisien Infiltrasi (if), atau:
5) Infiltrasi (i) = Ws x if
III-30
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Koefisien infiltrasi ditentukan oleh kondisi porositas dan kemiringan daerah pengaliran lahan yang bersifat poros umumnya memiliki koefisien yang cenderung besar. Namun jika kemiringan tanahnya terjal dimana air tidak sempat mengalami infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah, maka koefisien Infiltrasinya bernilai kecil. Infiltrasi terus terjadi sampai mencapai zona tampungan air tanah ( groundwater
storage,
disingkat
GS).
Keadaan
perjalanan
air
di
permukaan tanah dan di dalam tanah sebagaimana berikut ini.
Gambar-3.9 Perjalanan air hujan sampai terbentuk debit Dalam metoda ini, besarnya groundwater storage (GS) dipengaruhi oleh : a.
Infiltrasi (i), makin besar Infiltrasi maka groundwater storage makin besar pula.Begitu pula sebaliknya.
b.
Konstanta resesi aliran bulanan Konstanta resesi aliran bulanan (monthly flow recession constant) disimbolkan dengan K adalah proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Nilai K ini cenderung lebih besar pada bulan basah.
c.
Groundwater storage bulan sebelumnya (GSom).
III-31
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Nilai ini diasumsikan sebagai konstanta awal, dengan anggapan bahwa water balance merupakan siklus tertutup yang ditinjau selama rentang waktu menerus tahunan tertentu. Dengan demikian maka nilai asumsi awal bulan pertama tahun pertama harus dibuat sama dengan nilai bulan terakhir tahun terakhir. Dari ketiga faktor diatas, Mock merumuskan sebagai berikut :
GS = { 0,5 x (1+K) x i } + { K x GSom } Seperti telah dijelaskan, metoda Mock adalah metoda untuk memprediksi debit yang didasarkan pada water balance. Oleh sebab itu, batasanbatasan water balance ini harus dipenuhi. Salah satunya adalah bahwa perubahan groundwater storage ( GS ) selama rentang waktu tahunan tertentu adalah nol, atau (misalnya untuk 1 tahun) : bulan ke12
ΔGS
i bulan ke1
Perubahan
= 0
groundwater
storage
( GS )
adalah
selisih
antara
groundwater storage bulan yang ditinjau dengan groundwater storage bulan sebelumnya. Perubahan groundwater storage ini penting bagi terbentuknya aliran dasar sungai (base flow , disingkat BF). Dalam hal ini base flow merupakan selisih antara Infiltrasi dengan perubahan groundwater storage, dalam bentuk persamaan : BF
=
I – ΔGS
Jika pada suatu bulan ΔGS bernilai negative (terjadi karena GS bulan yang ditinjau lebih kecil dari bulan sebelumnya), maka base flow akan lebih besar dari nilai Infiltrasinya. Karena water balance merupakan siklus tertutup dengan perioda tahunan tertentu (misalnya 1 tahun) maka perubahan groundwater storage (ΔGS) selama 1 tahun adalah nol. Dari persamaan di atas maka dalam 1 tahun jumlah base flow akan sama dengan jumlah Infiltrasi. Selain Base flow , komponen debit yang lain adalah direct run off (limpasan langsung) atau surface run off (limpasan permukaan). Limpasan
III-32
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
permukaan bersala dari water surplus yang telah mengalami Infiltrasi. Jadi direct run off dihitung dengan persamaan : DRO = WS – i Setelah base flow dan direct run off komponen pembentuk debit yang lain adalah storm run off , yaitu limpasan langsung ke sungai yang terjadi selama hujan deras. Storm run off ini hanya beberapa persen saja dari hujan. Storm run off hanya dimasukkan ke dalam total run off , bila presipitasi kurang dari nilai maksimum soil moisture capacity . Menurut Mock Storm run off dipengaruhi oleh percentage factor , disimbolkan dengan PF. Percentage Factor adalah persen hujan yang menjadi limpasan. Besarnya PF oleh Mock disarankan 5 % - 10 %, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan hingga mencapai 37,3 %. Dalam perhitungan debit ini, Mock menetapkan bahwa : a.
Jika presipitasi (P) > maksimum soil moisture capacity maka nilai storm run off = 0.
b.
Jika P < maksimum soil moisture capacity maka storm run off adalah jumlah curah hujan dalam satu bulan yang bersangkutan dikali percentage factor , atau :
SRO = P x PF Dengan demikian maka total run off (TRO) yang merupakan komponenkomponen pembentuk debit sungai (stream flow ) adalah jumlah antara base flow , direct run off dan storm run off , atau :
TRO = BF + DRO + SRO Total
run off
ini dinyatakan dalam mm/bulan. Maka jika TRO ini
dikalikan dengan catchment area (luas daerah tangkapan air) dalam km2 dengan suatu angka konversi tertentu akan didapatkan besaran debit dalam m3/det.
6) Parameter Mock
III-33
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Secara
umum,
parameter-parameter
yang
akan
dijelaskan
ini
mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, Infiltrasi, groundwater storage dan storm run off .
1. Koefisien refleksi (r), yaitu perbandingan antara jumlah radiasi matahari yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan jumlah radiasi yang terjadi, yang dinyatakan dalam persen. Koefisien refleksi ini berbeda-beda untuk tiap permukaan bumi. Menurut Mock, rata-rata permukaan bumi mempunyai
harga
koefisien
refleksi
sebesar
40%.
Mock
telah
mengklasifikasikan tiap permukaan bumi dengan nilai koefisien refleksinya masing-masing .
Tabel 3.9 Koefisien refleksi (Nilai Albedo) No.
Permukaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Rata-rata permukaan bmi Cairan salju yang jatuh di akhir musim – masih segar Spesies tumbuhan padang pasir dengan daun berbulu Rumput tinggi dan kering Permukaan padang pasir Tumbuhan hijau yang membayangi seluruh tanah Tumbuhan muda yang membayangi sebagian tanah Hutan musiman Hutan yang menghasilkan buah Tanah gundul kering Tanah gundul lembab Tanah gundul basah Pasir, basah-kering Air bersih, elevasi matahari 45° Air Bersih, elevasi matahari 20°
Koefisien Refleksi [r] 40 % 40-85 % 30-40 % 31-33 % 24-28 % 24-27 % 15-24 % 15-20 % 10-15 % 12-16 % 10-12 % 8-10 % 9-18 % 5% 14 %
Sumber : Mock, 1973
2. Exposed surface (m) yaitu asumsi proporsi permukaan luar yang tidak tertutupi tumbuhan hijau pada musim kering dan dinyatakan dalam persen. Besarnya harga m ini, tergantung daerah yang diamati. Mock mengklasifikasikan menjadi tiga bagian atau sekunder daerah tererosi dan daerah lading
III-34
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
pertanian. Besarnya harga Exposed surface
ini berkisar antara 0 %
sampai dengan 50 % dan sama untuk tiap bulan.
3. Koefisien Infiltrasi (if) Adalah koefisien yang didasarkan pada kondisi porositas tanah dan kemiringan daerah pengaliran. Koefisien Infiltrasi mempunyai nilai yang besar jika tanah bersifat porous, sifat bulan kering dan kemiringan lahannya tidak terjal. Karena dipengaruhi sifat bulan maka if ini bias berbeda-beda untuk tiap bulan. Harga minimum koefisien infiltrasi bias dicapai karena kondisi lahan yang terjal dan air tidak sempat mengalami infiltrasi.
4. Konstanta resesi aliran (K) yaitu proporsi dari air tanah bulan lalu yang masih ada bulan sekarang. Pada bulan hujan Nilai K cenderung lebih besar, ini berarti tiap bulan nilai K ini berbeda-beda. Harga K suatu bulan relative lebih besar jika bulan sebelumnya merupakan bulan basah.
5. Percentage factor (PF) merupakan persentasi hujan yang menjadi limpasan. Digunakan dalam perhitungan storm run off . Storm run off hanya dimasukkan kedalam total run off , bila P lebih kecil dari nilai maksimum soil moisture capacity . Besarnya PF oleh Mock disarankan berkisar 5%-10%, namun tidak menutup kemungkinan untuk meningkat secara tidak beraturan sampai harga 37,3 %.
6. Kalibrasi Kalibrasi adalah upaya yang dilakukan untuk menyesuaikan keluaran model dengan data yang didapat dari lapangan. Kalibrasi bertujuan untuk “mengatur” kombinasi parameter-parameter dalam pemodelan sehingga hasil pemodelan dapat menyerupai keadaan sebenarnya. Yang dimaksud “mengatur” adalah mengubah parameter-parameter tersebut dalam rentang yang sesuai dengan keadaan di lapangan. Hal ini bisa dilakukan karena kebanyakan parameter dilapangan tidak dapat diukur secara pasti.
III-35
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Kalibrasi yang dilakukan dalam metoda Mock adalah menyesuaikan debit hasil perhitungan dengan debit hasil pengukuran dilapangan dengan
mengubah-ubah
kombinasi
parameter
sedemikian
rupa
sehingga debit hasil perhitungan sesuai dengan debit hasil pengukuran. Dari 5 parameter Mock diatas, ada 3 parameter yang dikalibrasi yaitu koefisien infiltrasi (if), konstanta resesi aliran (K) dan percentage factor (PF). Dalam proses kalibrasi, beberapa parameter Mock harus disesuaikan dengan kondisi musim, yaitu musim basah dan musim kering. Kecenderungan nilai parameter-parameter Mock ini dibuat sama dengan perubahan musim yang terjadi. Untuk kondisi tanah yang sama, parameter if atau koefisien infilrasi mempunyai nilai yang besar pada musim kering dan kecil pada musim basah.
Dengan
demikian
kecenderungan
naik
turunnya
(trend )
parameter if ini berbanding terbalik dengan curah hujan. Sementara itu Parameter K mempunyai trend yang sama dengan curah hujan pada bulan sebelumnya. Nilai K cenderung lebih besar pada bulan dimana bulan sebelumnya merupakan bulan basah, dan sebaliknya. Begitupun Parameter PF yang merupakan persentase hujan yang menjadi limpasan mempunyai trend yang sama dengan curah hujan pada bulan yang sama. Ketiga parameter tersebut dikalibrasi tiap bulan perhitungan sesuai dengan perhitungan debit bulanan dengan metoda Mock. Karena dipengaruhi oleh musim, maka tiap bulan ketiga parameter tersebut berbeda-beda.
3.4
METODOLOGI KEBUTUHAN AIR Kebutuhan air secara umum dapat dibagi dalam dua kategori yaitu kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan irigasi dan kebutuhan air yang digunakan untuk keperluan non irigasi. Untuk kebutuhan air non irigasi sendiri masih dibagi menjadi kebutuhan air untuk keperluan domestik, non domestik, industri, peternakan perikanan dan penggelontoran/perawatan
III-36
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
sungai. Untuk memperkirakan kebutuhan air untuk keperluan-keperluan tersebut, digunakan pendekatan berdasarkan batas administrasi.
3.4.1 Proyeksi Kebutuhan Analisis kebutuhan air yang meliputi kebutuhan air untuk irigasi, domestik, non domestik, industri, peternakan, dan perikanan selain dilakukan untuk kebutuhan air saat ini juga dilakukan untuk kebutuhan air di masa akan datang dimana faktor-faktor utama yang mempengaruhi kebutuhan tersebut akan mengalami perubahan. Jumlah dan penyebaran penduduk menentukan kuantitas kebutuhan air sedangkan laju perubahan penggunaan lahan juga sangat menentukan kuantitas kebutuhan air untuk irigasi dan perikanan. Untuk memproyeksikan jumlah penduduk dan perubahan penggunaan lahan secara tepat adalah sangat sulit. Banyak pendekatan yang dapat dilakukan, salah satunya adalah dengan menggunakan metode pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku Pedoman Perencanaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai yang telah diterbitkan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air tahun 2001. Metode ini memakai anggapan persentase pertumbuhan penduduk dan perubahan lahan tiap-tiap tahun adalah konstan. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : Pt = P(1 + r)t dimana: Pt = populasi atau luas lahan t tahun yang akan datang (orang atau ha), P = populasi atau luas lahan waktu dasar yang ditinjau (orang atau ha), r = perkembangan penduduk atau perubahan luas lahan tiap tahun (%), t = banyaknya tahun yang diproyeksikan. Dalam melakukan analisis penentuan jumlah penduduk dan luas lahan suatu kabupaten dihitung berdasarkan data yang diperoleh dari buku Propinsi dalam Angka dan Potensi Desa yang diperoleh dari BPS. Proyeksi yang dilakukan adalah berdasarkan data tahun 2010, 2014, 2015 dan 2016. Dari keempat data tersebut dilakukan perhitungan untuk memperoleh perkembangan penduduk dan perubahan luas lahan tiap tahunnya. Dengan demikian untuk menghitung proyeksi data jumlah penduduk dan luas lahan tahun-tahun mendatang
III-37
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
digunakan nilai perkembangan penduduk dan perubahan luas lahan rata-rata dari tahun 2010 sampai 2017.
3.4.2 Kebutuhan Air Rumah Tangga Kebutuhan air rumah tangga atau domestik adalah kebutuhan air untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia sehari-hari. Kebutuhan air rumah tangga tersebut antara lain:
− Minum. − Memasak − Mandi, cuci, kakus (MCK). − Lain-lain seperti cuci mobil, menyiram tanaman dan sebagainya. Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan air domestik saat ini dan di masa yang
akan
datang
dihitung
berdasarkan
jumlah
penduduk,
tingkat
pertumbuhan penduduk dan kebutuhan air perkapita. Kebutuhan air perkapita dipengaruhi oleh aktivitas fisik dan kebiasaan atau tingkat kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam memperkirakan besarnya kebutuhan air domestik perlu dibedakan antara kebutuhan air untuk penduduk daerah urban (perkotaan) dan daerah rural (perdesaan). Adanya pembedaan kebutuhan air dilakukan dengan pertimbangan bahwa penduduk di daerah urban cenderung memanfaatkan air secara berlebih dibandingkan penduduk di daerah rural. Besarnya konsumsi air dapat mengacu pada berbagai macam standar yang telah dipublikasikan. Tabel 3.10 menampilkan angka-angka dari pengalaman pemakaian air di di beberapa bagian dunia. Standar kebutuhan air domestik berdasarkan kriteria jumlah penduduk dan jenis kota seperti disajikan pada Tabel 3.11. Jumlah penduduk yang digunakan dalam standar ini adalah jumlah penduduk yang menetap pada satu wilayah. Tabel 3.10 Gambaran Pemakaian Air Rumah Tangga di Beberapa Negara
Negara
Pemakaian
Amerika Serikat
150 – 160
Asutralia
180 – 290
III-38
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Eropa
50 – 320
Tropis
80 – 185
Sumber: Chatib dkk, hal 16.
Tabel 3.11 Standar Kebutuhan Air Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Kota dan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk
Jenis Kota
> 2.000.000
Metropolitan
1.000.000 – 2.000.000
Metropolitan
500.000 – 1.000.000
Besar
100.000 – 500.000
Besar
20.000 – 100.000
Sedang
3.000 – 20.000
Sedang
Jumlah Kebutuhan Air (ltr/org/hari) > 210 150 – 120 120 – 150 100 – 150 90 – 100 60 - 100
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.
Sedangkan besarnya kebutuhan air untuk tiap orang per hari berdasarkan standar dari Direktorat Jenderal Cipta Karya adalah sebagai berikut:
− Kebutuhan untuk penduduk kota besar sebesar 120 liter/kapita/hari. − Kebutuhan untuk penduduk kota kecil sebesar 80 liter/kapita/hari. − Kebutuhan untuk penduduk pedesaan sebesar 60 liter/kapita/hari. 3.4.3 Kebutuhan Air Perkotaan Kebutuhan air non domestik atau sering juga disebut kebutuhan air perkotaan (municipal) adalah kebutuhan air untuk fasilitas kota, seperti fasilitas komersial, fasilitas pariwisata, fasilitas ibadah, fasilitas kesehatan dan fasilitas pendukung kota lainnya misalnya pembersihan jalan, pemadam kebakaran, sanitasi dan penyiraman tanaman perkotaan. Besarnya kebutuhan air perkotaan dapat ditentukan oleh banyaknya fasilitas perkotaan. Kebutuhan ini sangat dipengaruhi oleh tingkat dinamika kota dan jenjang suatu kota. Untuk memperkirakan kebutuhan air perkotaan suatu kota maka diperlukan data-data lengkap tentang fasilitas pendukung kota tersebut. Cara lain untuk menghitung besarnya kebutuhan perkotaan adalah dengan menggunakan standar kebutuhan air perkotaan yang didasarkan pada kebutuhan air rumah tangga. Besarnya kebutuhan air perkotaan dapat diperoleh dengan prosentase dari jumlah kebutuhan rumah tangga, berkisar antara 25 - 40% dari kebutuhan air
III-39
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
rumah tangga. Angka 40% berlaku khusus untuk kota metropolitan yang memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi seperti Jakarta. Tabel 3.12 menampilkan standar yang dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan air perkotaan apabila data rinci mengenai fasilitas kota dapat diperoleh. Untuk lebih jelasnya, kebutuhan air perkotaan dapat dilihat pada Tabel 3.12 dan
Tabel 3.13
Kedua tabel ini digunakan bila tidak ada data rinci mengenai
fasilitas kota. Tabel 3.12 Besar Kebutuhan Air Perkotaan Berdasarkan Fasilitas Perkotaan
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.
Tabel 3.13 Besarnya Kebutuhan Air Non Domestik Menurut Jumlah Penduduk
Kriteria (Jumlah Penduduk) > 500.000 100.000 – 500.000 < 100.000
Jumlah kebutuhan Air Non Domestik (% Kebutuhan Rumah Tangga) 40 35 25
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.
III-40
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel 3.14 Besar Kebutuhan Air Perkotaan Menurut Kepadatan Penduduk
Kriteria Kepadatan (Jiwa/Ha) > 100 50 – 100 < 50
Jumlah kebutuhan Air Non Domestik (% Kebutuhan Rumah Tangga) 25 – 35 20 – 30 15 – 30
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU.
1)
Kebutuhan Air Industri Kebutuhan air industri adalah kebutuhan air untuk proses industri, termasuk bahan baku, kebutuhan air pekerja industri dan pendukung kegiatan industri. Namun besar kebutuhan air industri ditentukan oleh kebutuhan air untuk diproses, bahan baku industri dan kebutuhan air untuk produktifitas industri. Sedangkan kebutuhan air untuk pendukung kegiatan industri seperti hidran dapat disesuaikan untuk jenis industrinya. Industri
perlu
diklasifikasikan
untuk
menentukan
jumlah
air
yang
dibutuhkan seperti disajikan pada Tabel berikut ini. Tabel 3.15 Klasifikasi Industri
Jumlah Tenaga Kerja
Klasifikasi Industri
1 – 4 orang
Rumah Tangga
5 – 19 orang
Kecil
20 – 99 orang
Sedang
> 100 orang
Besar
Besarnya kebutuhan air industri dapat diperkirakan dengan menggunakan standar kebutuhan air industri. Kebutuhan air industri ini berdasarkan pada proses atau jenis industri yang ada pada wilayah kawasan industri yang ada dan jumlah pekerja yang bekerja pada industri tersebut. Besarnya standar kebutuhan industri adalah sebagai berikut:
−
Untuk pekerja industri, kebutuhan air merupakan kebutuhan air domestic yang telah disesuaikan dengan kebutuhan pekerja pabrik. Adapun kebutuhan air tersebut adalah 60 liter/pekerja/hari.
−
Untuk proses industri, kebutuhan air diklasifikasi sesuai dengan Tabel
E.17 berikut ini.
III-41
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel 3.16 Kebutuhan Air Industri Berdasarkan Beberapa Proses Industri
Sumber: Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU. Apabila data industri yang diperoleh adalah data luas lahan areal industri maka kita dapat menggunakan Kriteria Perencanaan Air Baku yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya (1994) sebagai berikut:
− Industri berat membutuhkan air sebesar 0,50-1,00 liter/detik/ha. − Industri sedang membutuhkan air sebesar 0,25-0,50 liter/detik/ha. − Industri kecil membutuhkan air sebesar 0,15-0,25 liter/detik/ha. Banyak cara untuk memprediksikan kebutuhan air industri tergantung pada ketersediaan data yang ada. Jabotabek Water Resources Management Study -JWRMS (1994) telah melakukan studi terhadap lebih dari 6.000 industri dari skala kecil sampai besar untuk mendapatkan korelasi antara jumlah karyawan dengan kebutuhan air untuk industri. Meskipun demikian ditemukan bahwa keanekaragaman parameter produksi sangat besar sehingga hubungan tersebut tidak dapat ditemukan. Akhirnya dipakai angka kebutuhan
sebesar
500
liter/karyawan/hari
untuk
memperhitungkan
kebutuhan air untuk sektor industri.
2)
Kebutuhan Air Peternakan Kebutuhan air rata-rata untuk ternak ditentukan dengan mengacu pada hasil penelitian dari FIDP yang dimuat dalam Technical Report National Water Resources Policy tahun 1992. Rinciannya dapat dilihat pada Tabel
E.18. Secara umum kebutuhan air untuk ternak dapat diestimasikan dengan cara mengkalikan jumlah ternak dengan tingkat kebutuhan air.
III-42
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel 3.17 Kebutuhan Air untuk Ternak
Jumlah Tenaga Kerja
Klasifikasi Industri
Sapi/kerbau/kuda
40
Kambing/domba
5.0
Babi
6.0
Unggas
0.6
Sumber: Technical Report National Water Policy , 1992.
3)
Kebutuhan Air Perikanan Banyak metoda yang dapat dipakai untuk memperkirakan kebutuhan air perikanan. Kebutuhan ini meliputi untuk mengisi kolam pada saat awal tanam dan untuk penggantian air. Penggantian air bertujuan untuk memperbaiki kondisi kualitas air dalam kolam. Intensitas penggantiannya tergantung
pada
jenis
ikan
yang
dipelihara.
Jenis
ikan
gurami
(Osphronemus gouramy ) dan karper (Cyprinus) membutuhkan penggantian air minimal ± 1 kali dalam seminggu, sedangkan ikan lele dumbo (Clarias glariepinus) hanya membutuhkan minimal ± 1 bulan sekali. Estimasi besarnya kebutuhan air untuk perikanan ditentukan sesuai dengan studi yang dilakukan oleh FIDP. Ditetapkan bahwa untuk kedalaman kolam ikan kurang lebih 70 cm, banyaknya air yang diperlukan per hektar adalah 35-40
mm/hari,
air
tersebut
nantinya
akan
dimanfaatkan
untuk
pengaliran/pembilasan. Namun karena air tersebut tidak langsung dibuang, tetapi kembali lagi, maka besar kebutuhan air untuk perikanan yang diperlukan hanya sekitar 1/5 hingga 1/6 dari kebutuhan yang seharusnya, dan ditetapkan angka sebesar 7 mm/hari/ha sebagai kebutuhan air untuk perikanan.
4)
Kebutuhan Air Penggelontoran/Pemeliharaan Sungai Kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai bisa diestimasi berdasarkan studi yang dilakukan oleh IWRD (The Study for Formulation of Irrigation Development Program in The Republic of Indonesia (FIDP), Nippon Koei Co., Ltd., 1993), yaitu perkalian antara jumlah penduduk perkotaan dengan kebutuhan air untuk pemeliharaan per kapita. Menurut IWRD, kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai untuk saat ini adalah sebesar 360 liter/kapita/hari,
sedangkan
untuk
tahun
2015–2020
diperkirakan
III-43
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
kebutuhan air untuk pemeliharaan sungai akan berkurang menjadi 300 liter/kapita/hari dengan pertimbangan bahwa pada tahun 2015 akan semakin
banyak
penduduk
yang
mempunyai/memanfaatkan
system
pengolahan limbah. Mengingat bahwa dibutuhkan s truktur penampungan air khusus yang dapat mengeluarkan debit air dalam jumlah besar seperti waduk dan reservoir serta nilai ekonomis air yang diperlukan untuk melakukan penggelontoran apabila dibandingkan dengan jika air waduk dipakai sebagai air baku untuk bahan air minum maka pada Studi Prakarsa Strategis Sumber daya air untuk Mengatasi Banjir dan Kekeringan ini kebutuhan air untuk penggelontoran atau pemeliharaan sungai tidak diperhitungkan.
5)
Kebutuhan Air Irigasi Kebutuhan air irigasi ini meliputi pemenuhan kebutuhan air keperluan untuk lahan pertanian yang dilayani oleh suatu sistem irigasi teknis, setengah
teknis
maupun
sederhana.
Kebutuhan
air
untuk
irigasi
diperkirakan dari perkalian antara luas lahan yang diairi dengan kebutuhan airnya per satuan luas.Kebutuhan air irigasi dapat dihitung dari pola tata tanam rencana, kebutuhan air tanaman, dan luas areal layanan. Kebutuhan air dihitung berdasarkan neraca air/water balance dengan parameter antara lain sebagai berikut :
− Kebutuhan air untuk pengolahan tanah − Kebutuhan air untuk tanaman − Kebutuhan air akibat kehilangan air dan distribusi air bawah tanah (perkolasi)
− Kebutuhan air untuk penggantian genangan − Curah hujan efektif Dalam
perhitungan
kebutuhan
air
irigasi,
ada
beberapa
faktor
ini
menentukan
yang
berpengaruh, yaitu : a)
Kebutuhan bersih air untuk penyiapan lahan Kebutuhan
air
untuk
penyiapan
lahan
kebutuhan
maksimum air irigasi. Faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan
III-44
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
air untuk penyiapan lahan tergantung dari besarnya penjenuhan tanah, lama pengolahan tanah dan besarnya evaporasi serta perkolasi. Diambil harga-harga seperti tersebut dalam KP-01 sebagai berikut :
Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiapan lahan
Diperkirakan jangka waktu penyiapan lahan ini selama satu bulan (30 hari)
Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan
Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan ini dapat ditentukan berdasarkan kedalaman serta porositas tanah di sawah. Diambil kebutuhan air untuk penjenuhan dan pengolahan lahan sebesar 200 mm
Pada permulaan tanam tidak ada lapisan air yang tersisa di sawah
Setelah tanam selesai, lapisan air di sawah ditambah 50 mm. Jadi jumlah lapisan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah tanam selesai seluruhnya menjadi 250 mm. Apabila sawah telah dibiarkan bero untuk jangka waktu yang lama (2,5 bulan atau lebih) maka diperlukan lapisan air 300 mm. Kebutuhan air tersebut di atas sudah termasuk kebutuhan air untuk persemaian (pembibitan). Untuk memudahkan perhitungan besarnya angka pengolahan tanah digunakan tabel yang dibuat oleh Van de Goor dan Zylstra (1968), (KPPenunjang, 1986, Standar Perencanaan Irigasi, hal. 5).
IR
=
k Me k e 1
dengan : IR
: kebutuhan air di sawah (mm/hari)
M
: 1.1ETo + P (mm/hari), merupakan kebutuhan air
puncak
III-45
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
ETo
: evapotranspirasi potensial (mm/hari)
P
: perkolasi (mm/hari)
k
: M.T/S
T
: jangka waktu penyiapan lahan (hari)
S
: kebutuhan air untuk penjenuhan
Tabel 3.18 Kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des
Eo (1.1*ET 0 )
P
M (E 0 + P)
(mm.hari -1 )
(mm.hari -1 )
(mm.hari -1 )
4.28 4.25 4.53 4.74 5.04 4.88 4.92 5.08 5.25 5.05 4.75 4.45
2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00 2.00
6.28 6.25 6.53 6.74 7.04 6.88 6.92 7.08 7.25 7.05 6.75 6.45
K = M.(T/S) T = 30 hari S = 250 mm 0.75 0.75 0.78 0.81 0.84 0.83 0.83 0.85 0.87 0.85 0.81 0.77
QR (mm.hari -1 ) 11.86 11.84 12.02 12.15 12.34 12.24 12.26 12.37 12.48 12.35 12.16 11.97
Sumber : Kriteria Perencanaan (Bagian Penunjang) Hal. 8
b)
Kebutuhan Air untuk Tanaman
Koefisien Tanaman (Kc) Koefisien tanaman besarnya tergantung pada jenis tanaman dan phase pertumbuhan. Pada hitungan digunakan koefisien tanaman untuk padi dengan varietas unggul mengikuti ketentuan NEDECO/PROSIDA. Besarnya koefisien tanaman untuk padi dan koefisien tanaman untuk palawija dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.19 Nilai koefisien tanaman padi
Bulan 0.50 1.00 1.50
Nadeco/ Prosida Varietas Varietas Biasa unggul 1.20 1.20 1.32
1.20 1.27 1.33
FAO Varietas Biasa
Varietas Unggul
1.10 1.10 1.10
1.10 1.10 1.05
III-46
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
2.00 2.50 3.00 3.50
1.40 1.35 1.24 1.12
4.00
0.00
1.30 1.30 0.00
1.10 1.10 1.05 0.95
1.05 0.95 0.00
0.00
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-01) halaman 164
Tabel 3.19 Nilai koefisien tanaman palawija Hari
Kedelai
Jagung
Kacang Tanah
0 15 30 45 60 75 90 105
0.00 0.50 0.75 1.00 1.00 0.82 0.45
0.00 0.50 0.59 0.96 1.05 1.02 0.95
0.00 0.50 0.51 0.66 0.85 0.95 0.95 0.95
120
0.55
135
0.55
Sumber : Kriteria Perencanaan (KP-01) halaman 172
Evapotranspirasi Potensial (Eto) Evapotranspirasi tanaman yang dijadikan acuan adalah rerumputan pendek (albedo = 0,25). Eto adalah kondisi evaporasi berdasarkan keadaan meteorologi berikut :
Temperatur
Lama Penyinaran Matahari (atau radiasi)
Kelembaban
Angin
Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dan memperhatikan faktor-faktor meteorologi tersebut diatas. Hitungan (Eto) dibuat secara bulanan dengan menggunakan metode
PENMAN MODIFIKASI, mengikuti metode yang direkomendasikan oleh
III-47
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
NEDECO/PROSIDA seperti diuraikan di dalam PSA-010 : Crop Water Requirement, Bina Program, Dirjen Pengairan, 1985. Rumus Evapotranspirasi PENMAN MODIFIKASI :
Eto
=
-1
L
1
Hshne - H10ne
“radiation term”
Eq
“aerodynamic term”
dengan : Eto
= Index evaporasi yang besarnya sama dengan evapotranspirasi potensial dari rumput yang dipotong pendek (mm/hari)
Hshne
= Jaringan radiasi gelombang pendek (longleys/day)
H1one
= Jaringan radiasi gelombang panjang (longleys/day)
Eq
= Evaporasi yang dihitung dari persamaan aerodynamic dimana temperatur
permukaan
sama
dengan
temperatur
udara
(mm/hari) L
= Panas latent dari penguapan (longleys/minute)
= Kemiringan tekanan uap air jenuh yang berlawanan dengan curve temperatur pada temperatur udara (mm Hg / C)
= Konstanta
pskyrometris
(faktor
tak
berdimensi)
yang
didefinisikan oleh Bowen (0,49 mmHg / C)
Catatan : 1 longleys/day = 1 Cal/cm2.Hari Harga-harga ( L-1) dan ( + ) dapat dicari dengan Tabel 5–5 Bila data radiasi tidak tersedia, maka jaringan radiasi gelombang panjang dihitung dengan persamaan : H10ne
= 0,97σ Tai
4
0,47
_
0,77 ed 1
_
8 10
1_r
= r Tai f Tdp f m
III-48
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
dengan : H1one
= 0,97 Tai4 = Efek dari temperatur radiasi gelombang panjang
(nilai lihat pada Tabel 3.6)
0,47 _ 0,77
ed
= f (Tdp) = Efek dari tekanan uap pada radiasi gelombang panjang (nilai seperti ditunjukkan dalam Tabel 3.7)
m
= 8 (1 – r)
jadi :
1
_
8 10
1 _ r = =
1 – m/10 = f (m) Efek dari angka nyata dan jam penyinaran matahari
terang
maksimum
pada
radiasi
gelombang panjang r
=
Lama penyinaran sinar matahari relatif
Sedangkan jaringan irigasi gelombang pendek dihitung dengan persamaan: Hshne
=
1 _ α 0,29 cosΩ
=
0,75 0,29 cos
=
ash f r
Ω
Ra _2 0,52r.10 Hsh
0,52r.10
_2
αa
10
_2
_2 H sh 10
αa
dengan :
= albedo/koefisien refleksi, tergantung pada lapisan permukaan yang ada, untuk rumput = 0,25
= derajad lintang (Utara dan Selatan)
r
= lama penyinaran sinar matahari relatif
Ra
= aHsh x 10-2 = radiasi
gelombang
pendek
maksimum
secara
teori
(longleys/day) lihat Tabel 3.9 ash x f(r) =
lihat Tabel 3.10
III-49
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Besarnya Eq (evaporasi) dihitung dengan rumus berikut : Eq
= 0,35
0,50
= f μ2 Pz
0,54
wa
2
sa
ea _ ed
_
Pz
wa
dengan : 2
= Kecepatan angin pada ketinggian 0,50 m diatas tanah (m/det) Harga x f(2) dapat diperiksa pada Tabel 3.8
ea
= Tekanan uap jenuh = Pzwa ] sa (mmHg), lihat Tabel 3.6
ed
= Tekanan uap yang terjadi = Pzwa (mmHg), lihat Tabel 3.7
Jadi dari data kecepatan angin pada ketinggian 0,50 m tersebut diperoleh harga c)
x Eq.
Kebutuhan Air untuk Tanaman/Penggunaan Air Konsumtif (Etc) Penggunaan konsumtif air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metoda prakira empiris dengan menggunakan data iklim dan koefisien tanaman pada tahap pertumbuhan. Penggunaan konsumtif dihitung secara setengah bulanan dengan rumus sebagai berikut : Etc
= Kc x Eto
dengan :
d)
Etc =
evapotranspirasi tanaman (mm/hari)
Eto =
evapotranspirasi tanaman acuan (mm/hari)
Kc
koefisien tanaman
=
Perkolasi dan Rembesan Perkolasi adalah kehilangan air di petak sawah karena meresap ke bawah atau meresap ke samping. Besar perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah terutama sifat fisik tanah, yaitu tekstur tanah dan struktur tanah, juga dipengaruhi oleh kedalaman air tanah.
III-50
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Laju perkolasi tergantung dari sifat-sifat tanah, yaitu jenis tanah dan karakteristik pengolahannya. Air perkolasi diberikan selama masa pertumbuhan tanaman yang bertujuan untuk menjernihkan lapisan tanah subsurface. Besarnya air perkolasi berkisar antara 1 s/d 3 mm/hari. Besarnya perkolasi diambil berdasarkan pedoman dari PSA-10 sebagai berikut :
Untuk lahan yang datar (dataran rendah) dapat digunakan 1 mm per hari
Untuk lahan yang miring dengan kemiringan lebih besar 5 % perkolasi berkisar 2 – 5 mm per hari.
Atau didasarkan pada tekstur tanah hasil pengamatan di lapangan, yaitu: Tanah bertekstur berat (lempungan)
= nilai
1
–
2
Tanah bertekstur sedang (lempung pasiran) = nilai
2
–
3
= nilai
3
–
6
hujan
yang
mm/hari
mm/hari Tanah bertekstur ringan (pasiran) mm/hari e)
Curah Hujan Efektif Curah
hujan
efektif
dimanfaatkan
oleh
adalah
besarnya
tanaman
curah
untuk
memenuhi
dapat
kebutuhan
(evapotranspirasi). Besar curah hujan efektif tergantung pada:
Cara pemberian air (rotasi, menerus/penggenangan atau berselang/ intermittent)
Laju pengurangan air genangan di sawah yang harus ditanggulangi
Sifat hujan
Kedalaman lapis air (water layer ) yang harus dipertahankan di sawah
Cara pemberian air ke petak, langsung dari sadap atau dari petak di atasnya (pada sawah bertingkat)
Jenis tanaman dan tingkat ketahanan tanaman terhadap kekurangan air
III-51
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Curah hujan efektif diperhitungkan sebesar 70% dari curah hujan andalan R80 dan R50 tengah bulanan yang terlampaui. Untuk padi
: 70% . R80
Untuk palawija
: 70% . R50
Curah hujan efektif untuk palawija ditentukan dengan periode bulanan dan dihubungkan denagn curah hujan rata-rata bulanan (terpenuhi 50%) serta rata-rata bulanan evapotranspirasi tanaman (KP-Penunjang, 1986, Standar Perencanaan Irigasi, hal. 10).
6)
Aplikasi Analisis Neraca Air Analisis neraca air sangat terkait dengan sifat dari sumber daya air yang selalu berubah-ubah menurut waktu, ruang, jumlah dan mutu. Oleh karena itu, pada setiap daerah akan memiliki karakteristik yang khas. Perhitungan neraca air dilakukan dengan didasarkan pada perbandingan antara ketersediaan air permukaan dengan memperhatikan adanya titik-titik pengambilan (misalnya: bendung atau waduk) dengan total kebutuhan air di wilayah yang dilayaninya, dengan belum memperhitungkan adanya optimasi pemanfaatan jika terjadi defisit air. Langkah-langkah analisis keseimbangan air dapat dijelaskan sebagai berikut:
−
Menghitung ketersediaan air pada masing-masing DAS yang akan melayani wilayah administrasi tertentu sebagai titik-titik pusat kebutuhan yang juga dihitung kebutuhan airnya.
−
Menghitung keseimbangan air antara titik-titik kebutuhan dengan wilayahwilayah DAS yang melayaninya.
−
Melakukan proyeksi terhadap kebutuhan sehingga dapat diperkirakan kebutuhan air di masa yang akan datang.
Ilustrasi dari analisis neraca air dapat dilihat pada Gambar E.10. Skematisasi wilayah sungai hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga ketersediaan air pada setiap bangunan kontrol dan bangunan pengambilan utama telah terwakili. Biasanya sub wilayah sungai hulu digabungkan di titik tersebut. Untuk skematisasi tersebut perlu dibedakan sistem sumberdaya air yang mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
wilayah
tersebut
dan
titik-titik
pengambilan yang banyak dan kecil-kecil. Wilayah sungai yang besar
III-52
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
diperlukan pengelompokan setiap titik yang kecil-kecil, dengan tujuan penyederhanaan permasalahan.
Gambar-3.10 Analisis Neraca Air Neraca Air menyajikan kondisi ketersediaan air dan kebutuhan air pada suatu lokasi atau kawasan dan mengenai mengalokasikan air, mensimulasikan
III-53
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
kebijakan alokasi air dan mengoptimalkan alokasi air agar didapat manfaat yang maksimal dengan tetap melestarikan lingkungan. Neraca air adalah tabel atau gambar yang menyatakan informasi mengenai ketersediaan air dan kebutuhan air. Neraca air ini dikaji pada suatu kawasan tertentu misalnya pada daerah pengaliran sungai, wilayah sungai, atau Kabupaten; atau juga pada suatu lokasi tertentu misalnya waduk atau bendung pengambilan air. Sehingga suatu neraca air selalu dijelaskan kondisi tahun neraca air tersebut dibuat atas : Kondisi kasus dasar, yaitu kondisi ketersediaan air dan kebutuhan air pada
masa kini Kondisi masa mendatang tanpa upaya pengembangan yaitu dengan kondisi
ketersediaan air yang sama dengan kondisi masa kini, akan tetapi kebutuhan air telah meningkat. Kondisi masa mendatang dengan berbagai alternatif upaya pengembangan,
yaitu untuk mengkaji dampak dari upaya-upaya pengembangan sumberdaya air dalam memenuhi kebutuhan air di masa mendatang. Bagan alir penyusunan neraca air seperti pada gambar berikut
Data hujan
Data debit
Data iklim
Model Hu an-aliran
Data irigasi
Data penduduk
Data industri, tambak, d.l.l
Data hujan
Data hujan
Data hujan
Kebutuhan Air irigasi
Ketersediaan air
Sistem Informasi Geografis (GIS) MAPINFO
Peta Tematik Neraca Air
Kebutuhan Air minum
Model Distribusi Alokasi Air
Kebutuhan Air lainnya
Jar. Tata air + Pola Operasi
Peta Skematisasi Ketersediaan air
III-54
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Gambar-3.11 Bagan Alir Penyusunan Neraca Air
3.5
RENCANA ALOKASI AIR RINCI (RAAR) Berdasarkan RAAT yang telah ditetapkan, disusun Rencana Alokasi Air Rinci
(RAAR) yaitu rancangan pelaksanaan penyediaan air di lapangan yang berbasis waktu lebih pendek (setengah bulanan/dasarian) agar bilamana terdeteksi akan terjadi neraca yang defisit maka segera dapat dilakukan penyesuaian atas ketersediaan airsehingga air dapat didistribusikan dan dimanfaatkan dengan optimal RAAR memuat informasi
mengenai
tentang
jadwal
dan
besarnya
volume
air
yang
harus
tersediavolume air yang dapat diambil oleh masng-masing pemanfaat SDA di setiap titik simpul/node yang berada dalam sistem tata air/disepanjang sungai atau dalam satu DAS/WS. Pedoman yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan RAAR adalah sebagai berikut: a)
Memantau ketersediaan air yang menyeluruh di sepanjang sungai, yaitu data aliran harian di beberapa titik kontrol; apabila ada titik kontrol baru sebagai akibat dari pemberian ijin baru maka ketersediaan dan alokasi air dari titik kontrol ke arah hulu DAS tidak perlu dihitung kembali sepanjang tidak merubah quota pengalokasian air kepada para pengguna dan pemeliharaan aliran sungai yang telah ditetapkan namun pada penyusunan RAAT yang akan datang perlu dievaluasi kembali secara menyeluruh. Sebaliknya, apabila mempengaruhi keseimbangan neraca air yang ada maka perlu dihitung kembali dengan memperhatikan karakter pengguna baru (konsumtif atau non konsumtif), ketersediaan air pada musim kemarau, ecosystem sungai, SOP pelaksanaan alokasi air rinci dan prioritas penggunaan air sesuai dengan prinsip dasar perencanaan pengalokasian air dan hasilnya untuk bahan evaluasi penyusunan RAAT yang akan datang. Pengelola sungai perlu mempertimbangkan penundaan penambahan titik kontrol baru apabila menimbulkan deficit atau dibicarakan dengan para pengguna sejauh tidak merubah secara signifikan penggalokasian yang telah ditetapkan
b)
Mengefektifkan pemantauan dan pengawasan terhadap penggunaan air konsumtif dan non-konsumtif, untuk mengurangi jumlah pengambilan air ilegal;
III-55
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
c)
Mengembangkan sistem komunikasi dengan para penggunaan air yang legal. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kelancaran penyampaian informasi mengenai kondisi aktual air yang tersedia dan volume penggunaan air disepanjang jaringan sumber air termasuk implikasi yang diperkirakan timbul pada saat terjadinya krisis air; Tahapan pelaksanaan penyusunan RAAR adalah sebagai berikut : 1) Persiapan pelaksanaan 2) Penyusunan SOP 3) Proses Simulasi dan pelaksanaan RAAR 4) Koordinasi dalam penyediaan air 5) Pemantauan dan evaluasi
3.6
PERSIAPAN PELAKSANAAN Langkah kegiatan sebelum melaksanakan alokasi air rinci perlu dilakukan
kegiatan persiapan yaitu meliputi: 1.
Pemeriksaan kesiapan sarana dan prasarana pemanfaat SDA yaitu meliputi kondisi dari masing-masing bangunan intake. Beberapa bangunan ukur yang sering dijumpai dalam sistem jaringan irigasi ataupun intake air minum adalah sebagai berikut:
Alat ukur Thomson
Alat ukur Cipoletti
Alat ukur Ambang lebar
Alat ukur Pintu Romyn
Alat ukur Crump weir
Alat ukur Parshall Flume
Alat ukur Crump De Gruyter
Mercu bendung.
Alat ukur tersebut mempunyai spesifikasi teknis tertentu dalam penggunaan maupun dalam pemasangannya 2.
Kesiapan SOP Standar operasional prosedur merupakan dokumen yang wajib disusun dalam melaksanakan alokasi air. Penyusunanya dilakukan oleh pengelola sungai sebagai penanggung jawab kegiatan dan dapat melibatkan para pengguna air untuk mendapatkan masukkannya
III-56
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
3.
Penyiapan SDM, yang terkait dalam penyelenggaraan alokasi air perlu ditingkatkan kesiapannya melalui pelatihan/sosialisasi dan diskusi tentang pemahaman rencana alokasi air serta SOP
4.
Pemeriksaan
kesiapan
peralatan
pengukuran/pemantauan
termasuk
melakukan kegiatan kalibrasi peralatan. Khusus untuk bangunan ukur perlu didahului dengan kegiatan inventarisasi keberadaan, kondisi fisik, dan akurasi (apakah bangunan ukur telah terkalibrasi) dari masing masing bangunan ukur. 5.
Pemeriksaan kesiapan peralatan pendukung termasuk sarana komunikasi, software dan hardware untuk pelaksanaan kegiatan alokasi air dan real time monitoring system.
6.
Ketersediaan dana untuk pembiayaan kegiatan alokasi air.
3.7
PENYUSUNAN SOP Sebelum dimulai pelaksanaan penyediaan air, Pengelola SDA wajib menyusun
dan menetapkan dan mensosialisaskan SOP (Standard Operation Procedure) alokasi air.
Dokumen
yang
berisikan
tatacara
rinci
bagi
pengelola
SDA
untuk
menyelenggarakan alokasi air termasuk pemberitahuan bilamana terjadi atau diperkirakan akan terjadi penyimpangan dalam penyelenggaraan alokasi air. SOP disusun dan berisikan hal-hal sebagai berikut: 1.
Batas akseptabilitas pelayanan air
2.
Batas akseptabilitas operasional prasarana pengairan
3.
Kewenangan pengambil keputusan pada berbagai kondisi yang tidak normal
Dalam menyusun SOP minimal memuat:
Tata Cara pelaksanaan alokasi air
Tata Cara pengendalian alokasi air
Tata cara pemantauan dan evaluasi
Peta dan data kondisi prasarana sumber daya air
Struktur kelembagaan : Daftar nama petugas Nomor telepon yang bisa dihubungi Frekwensi radio komunikasi Tanggung jawab masing-masing petugas Ketersediaan Prasarana
III-57
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Struktur
organisasi
pelaksana,
daftar
nama
petugas
dan
alat
komunikasi.
3.8
PELAKSANAAN RENCANA ALOKASI AIR RINCI RAAR
Pedoman dalam pelaksanaan RAAR digambarkan pada gambar dibawah ini.
Gambar-3.12 Proses pelaksanaan RAAR Sumber: Modul Water Allocation, PT Virama Karya, 2014
1.
Running Model Penyusunan model sama dengan saat penyusunan model.
2.
Input data adalah data ketersediaan dan kebutuhan air yang real time/ tepat waktu, dengan basis waktu sesuai dengan interval waktu pengaturan pintu yang ditetapkan (dasarian atau setengah bulanan).
3.
Verifikasi data dan Koreksi Perhitungan data ketersediaan air berbasis pada estimasi bahwa: o
Data dasarian atau setengah bulanan yang akan datang adalah sama dengan data dasarian atau setengah bulanan yang lalu.
o
Data dasarian dan setengah bulanan dikoreksi dengan koef regresi dengan data pengamatan dasarian atau setengah bulanan yang lalu.
III-58
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Bilamana tidak tersedia data tersebut di atas maka terlebih dahulu harus membangkitkan data ketersediaan air Perhitungan ketersediaan air ini perlu untuk mempertimbangkan hasil prediksi musim yang akan datang dari BMKG. Ketentuan-ketentuan yang perlu diperhatikan adalah : 1. Bila didalam sistem tata air terdapat waduk, maka ketersediaan air pada segmen dihilir waduk tergantung pada pola operasi waduk 2. Perhitungan kebutuhan air irigasi disesuaikan dengan kondisi tata tanam di lapangan, sedangkan kebutuhan air non irigasi sesuai dengan jadwal dan volume air yang direncanakan untuk dasarian atau setengah bulanan yang akan datang. 3. Agar debit dapat terdistribusi ke masing-masing titik pemanfaat air/titik simpul sesuai dengan hasil perhitungan alokasi air maka pada setiap titik simpul perlu dilengkapi dengan bangunan ukur yang berfungsi degan baik dan terkalibrasi. 4. Agar hasil proses dari RAAR dapat dikirimkan ke masing-masing operator tepat waktu maka perlu untuk dibuat jadwal waktu pengambilan/pengiriman data lapangan tersebut dan dapat ditaati oleh seluruh petugas terkait. 5. Bilamana terjadi neraca air defisit (Kebutuhan > Ketersediaan air) maka: o
Perhitungan penyediaan air harus mengikuti “rule” prioritas yang telah disepakati
o
Mengusulkan “rule prioritas yang baru” agar pembagian air untuk periode yang akan datang dapat optimal.
6. Perubahan “rule prioritas yang baru” perlu dibahas dan disepakati/dikoordinasikan dengan seluruh pengguna air dan hal ini perlu dikoordiner oleh pengelola sungai. 4.
Ketentuan yang wahib diketahui operator atau petugas pintu air. a.
Data hasil perhitungan alokasi air yang telah disepakati oleh seluruh pengguna air harus sampai ke operator tepat waktu, agar operator dapat mengatur bukaan pintu/intake sesuai yang disarankan/hasil perhitungan alokasi air.
III-59
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
b. Teknis
pengumpulan
data
dapat
dilakukan
dengan
cara
diambil/diantar oleh petugas lapangan atau dikirimkan datanya lewat radio komunikasi atau handphone.
3.9
PEMBERITAHUAN PENYEDIAAN AIR a.
Hasil perhitungan simulasi alokasi air yang sudah disepakati perlu disampaikan oleh pengelola alokasi air (B/BWS atau BPSDA) kepada seluruh pengguna air (khususnya untuk pengguna non irigasi yang mempunyai ijin) dan kantor UPT Dinas Provinsi/Kabupaten yang telah siap dengan para petugas/operator pintu intake irigasi (Juru bendung)
b. Pemberitahuan/penyerahan data debit (besarnya debit yang di ijin kan dan
jadwalnya)
di
masing-masing
titik
simpul/node
ke
kantor
UPT
Dinas
Provinsi/Kabupaten dan pemanfaat Air yang memiliki SIPPA dengan cara: -
Pengiriman surat pemberitahuan secara resmi.
-
Melalui
alat
komunikasi
(radio
komunikasi/telpon/HP
atau
media
electronik lainnya)
3.10
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN Pengawasan dan pengendalian pelaksanaan alokasi air di lapangan serta
penertiban terhadap pelanggaran penggunaan air, dilakukan oleh pengelola sumber daya air (B/BWS atau BPSDA) dengan tujuan agar pelaksanaannya sesuai dengan persyaratan teknis yang telah ditetapkan dan dapat mengurangi terjadinya penyimpangan pelaksanaan alokasi air bagi seluruh pemanfaat air (baik yang ilegal/mempunyai ijin maupun yang tidak mempunyai ijin) Periode pengawasan dilakukan minimal dua kali dalam satu tahun yaitu pada awal musim hujan dan awal musim kemarau. Pedoman dalam pengawasan dilakukan antaralain dengan cara sebagai berikut a)
Mengontrol/inspeksi pelaksanaan alokasi air dan melakukan pengecekan kesesuaian antara operasionil dengan rencana alokasi air
b)
Inspeksi dan Evaluasi kinerja sarana dan prasarana sumber daya air.
c)
Inspeksi dan penertiban penggunaan air yang illegal.
d)
Inventarisasi pengguna air baru yang mengajukan ijin pengambilan air permukaan (sungai).
III-60
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Upaya
pengendalian
dilakukan
sebagai
upaya
untuk
mengurangi
penyimpangandapat dilakukan dengan melaksanakan: a)
Koreksi terhadap pelaksanaan alokasi airdilakukan apabila penyimpangannya masih dalam batas toleransi yang telah disepakati, dengan melakukan upaya pencegahan. Batas toleransi yang dimaksud disesuaikan dengan kondisi lapangan dan kriteria pemberian air dari masing masing pengguna air.
b)
Koreksi terhadap rencana alokasi air rinci, dilakukan apabila terjadi penyimpangan yang melebihi batas toleransi yang telah disepakati, antara lain disebabkan oleh adanya perubahan cuaca, bencana alam, perubahan kebijakan. Koreksi dimaksudkan untuk menghitung kembali pola alokasi air tahun
berkutnya dengan memasukkan asumsi dan kebijakan baru yang disusun melalui mekanisme perencanaan alokasi air.
3.11
FORMULIR YANG DIGUNAKAN
Tabel-3.1 Formulir-Formulir dalam Penyelenggaraan Alokasi Air No.
NAMA FORMULIR
JUDUL FORMULIR
1.
Formulir 1
Rincian Penggunaan Air
2.
Formulir 2
Rincian Neraca Air
KETERANGAN
Realisasi Alokasi Air Pada 3.
Formulir 3
Lokasi Pengambilan (Pelaksanaan)
4.
Formulir 4
KetersediaanAir Waduk/Embung (Pelaksanaan) Realisasi Perkembangan
5.
Formulir 5
Tanam dan Panen Padi Rendeng (Pelaksanaan) Realisasi Alokasi Air Pada
6.
Formulir 6
Lokasi Pengambilan (Pemantauan) Ketersediaan Air
7.
Formulir 7
8.
Formulir 8
Pola Operasi Waduk
9.
Formulir 9
Realisasi Perkembangan
Waduk/Embung (Pemantauan)
III-61
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tanam dan Panen Padi Rendeng (Pemantauan) Sumber: Surat Edaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Nomor : 04/SE/D/ 2012
tentang
Petunjuk
Teknis
Penyusunan
Neraca
Air
dan
Penyelenggaraan Alokasi Air Penjelasan masing masing formulir adalah sebagai berikut : 1. Formulir 1
tentang Rincian Penggunaan Air
menjelaskan tentang rincian
penggunaan air pada suatu Wilayah Sungai atau Daerah Aliran Sungai yang telah dimanfaatkan airnya. Diuraikan rinci sesuai dengan kolom yang tersedia baik untuk
pengguna air yang
mempunyai
ijin maupun tidak . Hal ini berguna
untuk mengetahui status dan jumlah pengguna air setiap tahun dan berguna untuk penyusunan skema system tata air 2. Formulir 2 tentang
Rencana Neraca Air yang meliputi hasil perhitungan
ketersediaan air dan kebutuhan air yang dirinci setiap bulan sehingga terlihat status neraca air pada suatu DAS yang ditinjau Surplus (S) atau D (deficit) 3. Formulir 3 tentang Realisasi Alokasi Air pada Lokasi Pengambilan. Formulir ini untuk monitoring dan evaluasi per dekade di setiap bangunan pengambilan air pada saat pelaksanaan. Tindakanyang dilakukan bila terdapat deviasi terhadap rencana terutama apabila diluar batas toleransi yang telah disepakati maka mengacu pada hasil koordinasi dalam TKPSDA dan bila perlu dimasukkan SOP pelaksanaan. 4. Formulir 4 tentang Data ketersediaan air pada Waduk/Embung pada saat
pelaksanaan. Debit rencana dan evaluasi muka air waduk diperoleh dari pola operasi waduk yang akan dioperasikan dan disusun pada saat detail design 5. Formulir 5 tentang Realisasi perkembangan tanam dan panen padi rendeng per
dekade per wilayah administrasi dalam suatu Wliayah Sungai atau Daerah Aliran Sungai selama pelaksanaan alokasi air rinci 6. Formulir 6 tentang Realisasi Alokasi Air pada Lokasi Pengambilan. Formulir ini untuk monitoring dan evaluasi per dekade di setiap bangunan pengambilan air pada saat pemantauan. Tindakanyang dilakukan bila terdapat deviasi terhadap rencana yang telah disepakati maka mengacu pada hasil koordinasi dalam TKPSDA dan SOP pelaksanaan. 7.
Formulir 7 tentang ketersediaan air pada Waduk/Embung pada saat
pemantauan . Tindakanyang dilakukan oleh pengelolala sungai bila terdapat
III-62
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
deviasi terhadap rencana maka kembali pada manual pola operasi waduk yang telah ditetapkan 8. Formulir 8 tentang Pola Operasi Waduk Aktual (POWA) diperuntukkan bagi pelaksanaan penyediaan dan alokasi air dalam suatu DAS yang mempunyai prasana Bendungan. Dari POWA akan terlihat rencana dan realisasi pengeluaran debit dan volume air waduk berdasarkan elevasi muka air yang direncanakan maupun realisasinya. 9. Formulir 9 tentang Realisasi perkembangan tanam dan panen padi rending per
Musim Tanam
dalam wilayah administrasi pada suatu Wliayah Sungai atau
Daerah Aliran Sungai selama pelaksanaan alokasi air rinci
III-63
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel-3.13 Formulir 1 Tentang Rincian Penggunaan Air FORMULIR A-01 RINCIAN PENGGUNAAN AIR Nama Pengelola SDA Wilayah Sungai : ……………………………….
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : …………………………………………..
No.
Kate gori / Nama Pe ngguna
SIPA
Penggunaan Air Aktual
(L/dt)
(L/dt)
m /th
Sungai
Koordi nat
3
4
5
6
7
8
Cisadane
7 34' 55"
Banten
-
-
21290
1. PT. CIPUTRA DEVELOPMENT II
Cisadane
7 31' 05"
2. PT. TAMARA GREEN GARDEN
Cisadane
7 29' 15"
Cisadane
7 12' 25"
1
I.
Kec. / Desa
Prop. / Kab.
2
SIPA No. Ijin
Tahun
Dikeluarkan Oleh
KET.
9
10
11
12
13
-
-
-
-
-
3
IRIG ASI a.
DI. CISADANE
o
II. NON IRIGASI a. Domestik/Municipal
b.
o
Banten
-
20
20
622,08 693.7/033/PU-Kadis
2004
PU-Kadis
-
o
Banten
-
20
10
311,04 693.7/SK.19.1/DPU
2007
DPU
-
o
Banten
-
30
25
777,6
693.7/SK.35.1.2/DP
2007
DPU
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Banten
-
-
1500
-
-
-
-
-
Industri 1. PT. UNIPA DAYA
c.
Perikanan
d.
P LT Mi kro Hi dro
e.
Pemeliharaan sungai
-
Cisadane
-
Keterangan : Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
III-64
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel-3.14 Formulir 2 Tentang Rencana Neraca Air FORMULIR A-02
RENCANA NERACA AIR
CONTOH
Nama Pengelola SDA wilayah Sungai ………………
Periode : 2010
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ……………………………………………………… 3
Nama No.
1
Bulan (m /dt) Kondisi
DAS / DP
Citaruma.
b.
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
369,1
390,1
287,4
169,8
118,9
69,59
62,57
142,5
267,1
294,1
Rata-rata Tahunan
Keterangan
Ketersediaan Air Prakiraan (Q andalan)
: 371,97 349,4
Kebutuhan Air Rencana kebutuhan air
: 2 18 ,0 0 2 03 ,0 6 2 00 ,9 4 2 13 ,0 8 2 46 ,7 5 2 59 ,7 9 2 43 ,0 1 2 01 ,9 2 1 93 ,4 7 2 29 ,6 1 2 53 ,3 7 2 77 ,8 5
2 28 ,4 0
1 RKI (Rumah tangga, kota dan industri) Rencana keb. air DMI
:
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
2 Irigasi Keb. Air Tanaman (m3/dt)
:
149,5
134,6
132,5
144,6
178,3
191,3
174,5
133,4
125
161,1
184,9
209,4
159,92
:
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
:
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
: 1 53 ,9 7 1 46 ,3 6 1 68 ,1 5 1 76 ,9 7 4 0,6 8 - 90 ,0 3 ###### ###### ###### - 87 ,1 2 1 3,7 5 S S S S S D D D D D S
1 6,2 9 S
1 2, 65 S
241,05
Rincian Keb. Air
Jadual Awal Tanam :
3 Perikanan (Luas ….Ha)
Rencana keb. air perikanan 4 PLT Mikro Hidro 5 Pemeliharaan sungai Rencana keb. air pem. Sungai
Neraca Air ( NA ) Status ( NA ) Keterangan : Status ( NA )
: 1 : D --> DEFISIT
Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
2 : S --> SURPLUS 3 Ketersediaan a ir menggunakan Debit andalan 80% 4 Rencana Kebutuhan air untuk pemeliharaa n sungai menggunakan debit andal an 95%
Tabel-3.15 Formulir 3 Realisasi Alokasi Air Pada Lokasi Pengambilan
III-65
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Tabel-3.14 Formulir 2 Tentang Rencana Neraca Air FORMULIR A-02
RENCANA NERACA AIR
CONTOH
Nama Pengelola SDA wilayah Sungai ………………
Periode : 2010
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ……………………………………………………… 3
Nama No.
1
Bulan (m /dt) Kondisi
DAS / DP
Citaruma.
b.
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
369,1
390,1
287,4
169,8
118,9
69,59
62,57
142,5
267,1
294,1
Rata-rata Tahunan
Keterangan
Ketersediaan Air Prakiraan (Q andalan)
: 371,97 349,4
Kebutuhan Air Rencana kebutuhan air
: 2 18 ,0 0 2 03 ,0 6 2 00 ,9 4 2 13 ,0 8 2 46 ,7 5 2 59 ,7 9 2 43 ,0 1 2 01 ,9 2 1 93 ,4 7 2 29 ,6 1 2 53 ,3 7 2 77 ,8 5
2 28 ,4 0
1 RKI (Rumah tangga, kota dan industri) Rencana keb. air DMI
:
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
44,73
2 Irigasi Keb. Air Tanaman (m3/dt)
:
149,5
134,6
132,5
144,6
178,3
191,3
174,5
133,4
125
161,1
184,9
209,4
159,92
:
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
12,50
:
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
: 1 53 ,9 7 1 46 ,3 6 1 68 ,1 5 1 76 ,9 7 4 0,6 8 - 90 ,0 3 ###### ###### ###### - 87 ,1 2 1 3,7 5 S S S S S D D D D D S
1 6,2 9 S
1 2, 65 S
241,05
Rincian Keb. Air
Jadual Awal Tanam :
3 Perikanan (Luas ….Ha)
Rencana keb. air perikanan 4 PLT Mikro Hidro 5 Pemeliharaan sungai Rencana keb. air pem. Sungai
Neraca Air ( NA ) Status ( NA ) Keterangan : Status ( NA )
:
Kode WS
1 : D --> DEFISIT
: Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
2 : S --> SURPLUS 3 Ketersediaan a ir menggunakan Debit andalan 80% 4 Rencana Kebutuhan air untuk pemeliharaa n sungai menggunakan debit andal an 95%
Tabel-3.15 Formulir 3 Realisasi Alokasi Air Pada Lokasi Pengambilan
III-65
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
FORMULIR A-03
REALISASI ALOKASI AIR PADA LOKASI PENGAMBILAN Periode : Bulan Mei (Pelaksanaan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
No
Dekade 1/2/3
Nama Intake
Debit
Deviasi thd
3
(m /det) Rencana
KETERANGAN
Rencana*)
Aktual
3
(m /det)
(%)
1
Lodoyo-Tulungagung (Lodagung)
2
13,00
13,00
0,00
0,00
2
Mrican Kiri
2
13,84
13,95
0,08
0,57
3
Mrican Kanan
2
16,50
16,58
0,08
0,48
4 Menturus
2
3,21
3,63
0,42
13,15
5 Jatikulon
2
0,38
0,40
0,02
6,46
Ket : *) Deviasi dari pola yang telah disepakati dalam rapat koordinasi dalam wadah koordinasi SDA Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.16 Formulir 4 Ketersediaan Air Waduk/Embung
III-66
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
FORMULIR A-03
REALISASI ALOKASI AIR PADA LOKASI PENGAMBILAN Periode : Bulan Mei (Pelaksanaan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
No
Dekade 1/2/3
Nama Intake
Debit
Deviasi thd
3
(m /det) Rencana
KETERANGAN
Rencana*)
Aktual
3
(m /det)
(%)
1
Lodoyo-Tulungagung (Lodagung)
2
13,00
13,00
0,00
0,00
2
Mrican Kiri
2
13,84
13,95
0,08
0,57
3
Mrican Kanan
2
16,50
16,58
0,08
0,48
4 Menturus
2
3,21
3,63
0,42
13,15
5 Jatikulon
2
0,38
0,40
0,02
6,46
Ket : *) Deviasi dari pola yang telah disepakati dalam rapat koordinasi dalam wadah koordinasi SDA Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.16 Formulir 4 Ketersediaan Air Waduk/Embung
III-66
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
FORMULIR A-04
KETERSEDIAAN AIR WADUK / EMBUNG Periode : Bulan Maret (s.d. tgl. 15 Maret 2008 ) (Pelaksanaan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
Elevasi Dkd 1/2/3
Pola Normal
Aktual
(m)
(m)
1
2
3
1
136,00
135,84
Volume Deviasi (%)
Pola Normal
Aktual
6
(10 m )
3
(10 m )
0,999
466,00
6
3
494,00
Nama Waduk Wonogiri Deviasi (%)
1,06
3
Pola Kering
Inflow
(m)
(m /det)
(m /det)
4
5
6
136,00
3
Q Outflow (m /dt) Pola Aktual 3
30,00
Irigasi
Layanan *) Air Baku
(m /det)
(Ha)
(10 m )
(MWh)
7
8
9
10
3
45,00
24,000
6
2,00
3
Listrik
2,50
Ket : *) Layanan berdasarkan pola operasi normal Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.17 Formulir 5 Realisasi Perkembangan Tanam dan Panen Padi Rendeng
III-67
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
FORMULIR A-04
KETERSEDIAAN AIR WADUK / EMBUNG Periode : Bulan Maret (s.d. tgl. 15 Maret 2008 ) (Pelaksanaan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
Elevasi Dkd 1/2/3
Pola Normal
Aktual
(m)
(m)
1
2
3
1
136,00
135,84
Volume Deviasi (%)
Aktual
6
(10 m )
3
(10 m )
0,999
Nama Waduk Wonogiri
Pola Normal
466,00
6
3
494,00
Deviasi (%)
1,06
3
Pola Kering
Inflow
(m)
(m /det)
(m /det)
4
5
6
3
Q Outflow (m /dt) Pola Aktual 3
136,00
30,00
Irigasi
Layanan *) Air Baku
(m /det)
(Ha)
(10 m )
(MWh)
7
8
9
10
3
45,00
6
24,000
3
2,00
Listrik
2,50
Ket : *) Layanan berdasarkan pola operasi normal Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.17 Formulir 5 Realisasi Perkembangan Tanam dan Panen Padi Rendeng
III-67
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-05
REALISASI PERKEMBANGAN TANAM DAN PANEN PADI RENDENG MT 2007/2008 BULAN APRIL DEKADE 1 DAERAH IRIGASI JATILUHUR (Pelaksanaan)
CONTOH Tahun 200 8
Daerah Irigasi / Wilayah Adm
Target (Ha)
Bibit
Garap
933 24.388
0 0
0 0
231.303
0
DKI Jaya
0
Bekasi
Aktivitas (Ha) Tanam
Panen
Jumlah
0 6.878
847 17.510
847 24.388
0
78.538
152.171
230.709
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.273
3.641
5.914
Keterangan
Target DKI Jaya Indramayu Jumlah
Palawija 121 ha *) 100 ha puso
Luar Target
Jumlah
Tabel-3.18 Formulir 6 Realisasi Alokasi Air Pada Lokasi Pengambilan
III-68
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-05
REALISASI PERKEMBANGAN TANAM DAN PANEN PADI RENDENG MT 2007/2008 BULAN APRIL DEKADE 1 DAERAH IRIGASI JATILUHUR (Pelaksanaan)
CONTOH Tahun 200 8
Daerah Irigasi / Wilayah Adm
Target (Ha)
Bibit
Garap
933 24.388
0 0
0 0
231.303
0
DKI Jaya
0
Bekasi
Aktivitas (Ha) Tanam
Panen
Jumlah
0 6.878
847 17.510
847 24.388
0
78.538
152.171
230.709
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
2.273
3.641
5.914
Keterangan
Target DKI Jaya Indramayu Jumlah
Palawija 121 ha *) 100 ha puso
Luar Target
Jumlah
Tabel-3.18 Formulir 6 Realisasi Alokasi Air Pada Lokasi Pengambilan
III-68
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-06 REALISASI ALOKASI AIR PADA LOKASI PENGAMBILAN Periode : Bulan Mei 2008 (Pemantauan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
No
Dekade 1/2/3
Nama Intake
Debit
Deviasi thd
3
(m /det) Rencana
KETERANGAN
Rencana*)
Aktual
3
(m /det)
(%)
1
Lodoyo-Tulungagung (Lodagung)
1
12,50
11,15
6
Pintu Air Mlirip
1
20,00
20,00
0,00
0,00
3
32,50
27,62
(4,88)
(15,02)
1
10,54
16,41
5,87
55,69
2
10,41
14,45
4,04
38,81
3
9,29
13,69
4,40
47,36
1
2,00
2,01
0,01
0,50
2
2,00
0,16
(1,84)
(92,00)
3
2,00
1,91
(0,09)
(4,50)
1
1,82
1,82
0,00
0,00
2
1,90
1,90
0,00
0,00
3
1,77
1,77
0,00
0,00
8
9
10
Kali Konto
Kali Widas
Tiudan
(1,35)
(10,80)
Ket : *) Deviasi dari pola yang telah disepakati dalam rapat koordinasi dalam wadah koordinasi SDA Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.19 Formulir 7 Ketersediaan Air Waduk/ Embung
III-69
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-06 REALISASI ALOKASI AIR PADA LOKASI PENGAMBILAN Periode : Bulan Mei 2008 (Pemantauan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
No
Dekade 1/2/3
Nama Intake
Debit
Deviasi thd
3
(m /det) Rencana
KETERANGAN
Rencana*)
Aktual
3
(m /det)
(%)
1
Lodoyo-Tulungagung (Lodagung)
1
12,50
11,15
6
Pintu Air Mlirip
1
20,00
20,00
0,00
0,00
3
32,50
27,62
(4,88)
(15,02)
1
10,54
16,41
5,87
55,69
2
10,41
14,45
4,04
38,81
3
9,29
13,69
4,40
47,36
1
2,00
2,01
0,01
0,50
2
2,00
0,16
(1,84)
(92,00)
3
2,00
1,91
(0,09)
(4,50)
1
1,82
1,82
0,00
0,00
2
1,90
1,90
0,00
0,00
3
1,77
1,77
0,00
0,00
8
9
10
Kali Konto
Kali Widas
Tiudan
(1,35)
(10,80)
Ket : *) Deviasi dari pola yang telah disepakati dalam rapat koordinasi dalam wadah koordinasi SDA Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.19 Formulir 7 Ketersediaan Air Waduk/ Embung
III-69
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-07
KETERSEDIAAN AIR WADUK / EMBUNG Periode : Bulan Maret (s.d. tgl. 31 Maret 2008 ) (Pemantauan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
Elevasi Dkd 1/2/3
Pola Normal
Aktual
Volume Deviasi (%)
Pola Normal
Aktual
6
6
3
(10 m )
3
(10 m )
Nama Waduk Wonogiri Deviasi (%)
Pola Kering
Inflow 3
3
Q Outflow (m /dt) Pola Aktual 3
3
(m)
(m)
1
2
3
1
136,00
135,84
0,999
466,00
494,00
1,06
136,00
30,00
45,00
2
136,50
135,91
0,996
508,00
501,00
0,986
136,00
30,00
28,50
Irigasi
Layanan *) Air Baku 6
3
Listrik
(m)
(m /det)
(m /det)
(m /det)
(Ha)
(10 m )
(MWh)
4
5
6
7
8
9
10
24,000
2,00
2,50
24,000
1,50
2,50
Ket : *) Layanan berdasarkan pola operasi normal Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.20 Formuli 8 Pola Operasi Waduk Aktual
III-70
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-07
KETERSEDIAAN AIR WADUK / EMBUNG Periode : Bulan Maret (s.d. tgl. 31 Maret 2008 ) (Pemantauan)
CONTOH
Wilayah Sungai, Kode Wil. Sungai : ………………………………………………………
Elevasi Dkd 1/2/3
Pola Normal
Volume
Aktual
Deviasi (%)
Nama Waduk Wonogiri
Pola Normal
Aktual
6
6
3
(10 m )
Deviasi
3
(10 m )
Pola Kering
(%)
3
Inflow
Q Outflow (m /dt) Pola Aktual
3
3
3
(m)
(m)
1
2
3
1
136,00
135,84
0,999
466,00
494,00
1,06
136,00
30,00
45,00
2
136,50
135,91
0,996
508,00
501,00
0,986
136,00
30,00
28,50
Layanan *) Air Baku
Irigasi
6
Listrik
3
(m)
(m /det)
(m /det)
(m /det)
(Ha)
(10 m )
(MWh)
4
5
6
7
8
9
10
24,000
2,00
2,50
24,000
1,50
2,50
Ket : *) Layanan berdasarkan pola operasi normal Kode WS : Menurut Permen PU No. 11 A/PRT/M/2006
Tabel-3.20 Formuli 8 Pola Operasi Waduk Aktual
III-70
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-08 POLA VS AKTUAL
CONTOH
OPERASI WADUK DJUANDA TAHUN 2005 - 2006
130,00
300,00
120,00
280,00
) 110,00 m ( k 100,00 u d 90,00 a W r 80,00 i A a k 70,00 u M 60,00 . l E 50,00
260,00
40,00
120,00
240,00
) t d 220,00 / 3 m 200,00 ( t i b 180,00 e D 160,00 140,00
30,00
100,00 1
2
3
4
Desember
5
6
7
8
Januari
9
10
11
12
13
14
Maret
Februari
Elev. MA Pola (m)
15
16
April
17
18
19
20
Mei
21
22
23
Juni
Elev. MA Aktual (m)
24 Juli
25
26
27
28
29
30
31
32
September
Agustus
Debit Inflow Pola Aktual (m3/dt)
33
34
35
36
Nopember
Oktober
Debit Outflow Aktual (m3/dt)
Musim Penghujan 2005 / 2006 Tahun / Bulan/ Dekade
Oktober 1
Elevasi Muka Air (m) Rencana
2
Nov ember 3
1
2
Desember 3
1
2
Januari 3
1
2
Februari 3
1
2
Maret 3
1
2
3
Pola Aktual Vol (Juta m3) Debit (m3/dt)
Realisasi
Vol (Juta m3) Debit (m3/dt) Musim Penghujan 2005 / 2006
Tahun / Bulan/ Dekade Elevasi Muka Air (m) Rencana
Realisasi
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Pola
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Aktual
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Vol (Juta m3)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Debit (m3/dt)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Vol (Juta m3)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Debit (m3/dt)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Tabel-3.212 Formulir 9 Realisai Perkembangan Tanam dan Padi Rendeng
III-71
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-08 POLA VS AKTUAL
CONTOH
OPERASI WADUK DJUANDA TAHUN 2005 - 2006
130,00
300,00
120,00
280,00
) 110,00 m ( k 100,00 u d 90,00 a W r 80,00 i A a k 70,00 u M 60,00 . l E 50,00
260,00
40,00
120,00
240,00
) t d 220,00 / 3 m 200,00 ( t i b 180,00 e D 160,00 140,00
30,00
100,00 1
2
3
4
Desember
5
6
7
8
Januari
9
10
11
12
13
14
Maret
Februari
Elev. MA Pola (m)
15
16
17
April
18
19
20
Mei
21
22
23
Juni
Elev. MA Aktual (m)
24
25
26
Juli
27
28
29
30
31
32
September
Agustus
Debit Inflow Pola Aktual (m3/dt)
33
34
35
36
Nopember
Oktober
Debit Outflow Aktual (m3/dt)
Musim Penghujan 2005 / 2006 Tahun / Bulan/ Dekade
Oktober 1
Elevasi Muka Air (m) Rencana
2
Nov ember 3
1
Desember
2
3
1
2
Januari 3
1
Februari
2
3
1
2
Maret 3
1
2
3
Pola Aktual Vol (Juta m3) Debit (m3/dt)
Realisasi
Vol (Juta m3) Debit (m3/dt) Musim Penghujan 2005 / 2006
Tahun / Bulan/ Dekade Elevasi Muka Air (m) Rencana
Realisasi
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
Pola
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Aktual
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Vol (Juta m3)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Debit (m3/dt)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Vol (Juta m3)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Debit (m3/dt)
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Tabel-3.212 Formulir 9 Realisai Perkembangan Tanam dan Padi Rendeng
III-71
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-09
REALISASI PERKEMBANGAN TANAM DAN PANEN PADI RENDENG MT 2007/2008 SAMPAI DENGAN 30/05/08 DAERAH IRIGASI JATILUHUR (Pemantauan)
CONTOH Tahun 2008
Daerah Irigasi / Wilayah Adm
Target (Ha)
Bibit
Garap
933
0
0
Bekasi
47.007
0
Karawang
101.828
Aktivitas (Ha) Tanam
Panen
Jumlah
0
847
847
0
8.689
38.153
46.842
0
0
31.067
70.761
101.828
231.303
0
0
48.679
182.030
230.709
DKI Jaya
0
0
0
0
0
0
Bekasi
0
0
0
0
0
0
Karawang
0
0
0
2.273
166
2.439
0
0
0
2.273
3.641
5.914
Keterangan
Target DKI Jaya
*) 100 ha mati Jumlah Luar Target
Jumlah
III-72
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
Formulir A-09
REALISASI PERKEMBANGAN TANAM DAN PANEN PADI RENDENG MT 2007/2008 SAMPAI DENGAN 30/05/08 DAERAH IRIGASI JATILUHUR (Pemantauan)
CONTOH Tahun 2008
Daerah Irigasi / Wilayah Adm
Target (Ha)
Bibit
Garap
933
0
0
Bekasi
47.007
0
Karawang
101.828
Aktivitas (Ha) Tanam
Panen
Jumlah
0
847
847
0
8.689
38.153
46.842
0
0
31.067
70.761
101.828
231.303
0
0
48.679
182.030
230.709
DKI Jaya
0
0
0
0
0
0
Bekasi
0
0
0
0
0
0
Karawang
0
0
0
2.273
166
2.439
0
0
0
2.273
3.641
5.914
Keterangan
Target DKI Jaya
*) 100 ha mati Jumlah Luar Target
Jumlah
III-72
Laporan Pendahuluan Penyusunan Alokasi Air WS Noelmina
3.12
KONSEP NASKAH PENYUSUNAN RENCANA ALOKASI AIR Format Naskah Penyusuna Rencana Alokasi Air , disesuaikan dengan Pedoman Rencana Penyediaan Air Tahunan tahun 2015, yang berisi :
Bab I Pendahuluan
1.1. Dasar Hukum 1.2. Maksud dan Tujuan 1.3. Ruang Lingkup Wilayah 1.4 Ruang Lingkup Kegiatan 1.5. Metodologi 1.6 Jangka Waktu Perencanaan Bab II Gambaran Umum Wilayah Studi
2.1 Wilayah Sungai 2.2 DAS 2.3 Bangunan Pengambilan 2.4 Isu Utama Bab III Penggunaan Air di Wilayah Sungai