BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Uraian Umum Menurut Wikipedia Indonesia, Jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas hambatan) adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan bersumbu lebih dari dua (mobil, bus, truk) dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar sesuai tarif yang berlaku. Penetapan tarif didasarkan pada golongan kendaraan. Bangunan atau fasilitas di mana tol dikumpulkan dapat disebut pintu tol, rumah tol, plaza tol atau di Indonesia lebih dikenal sebagai gerbang tol. Bangunan ini biasanya ditemukan di dekat pintu keluar, di awal atau akhir jembatan (misal: Jembatan Suramadu), dan ketika Anda memasuki suatu jalan layang. Di Indonesia, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas hambatan, meskipun hal ini sebenarnya salah. Di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran. Jalan bebas hambatan seperti ini dinamakan freeway atau expressway (free berarti "gratis", dibedakan dari jalan-jalan bebas hambatan yang memerlukan bayaran yang dinamakan tollway atau tollroad (kata toll berarti "biaya").
Gambar 3.1 Gerbang Jalan Tol
58
59
3.2
Sejarah Jalan Tol
Sejarah tol membentang kembali ke mitologi Yunani di mana para penambang dibebankan Charon tol untuk membawa yang mati di sungai Acheron dan Styx ke Hades. Jika jiwa membayar tol, Charon diangkut ke seberang sungai. Jika tidak, itu mengembara antara kematian dan kehidupan untuk selamanya. Banyak jalan-jalan Eropa modern pada awalnya dibangun sebagai jalan tol untuk menutup biaya konstruksi. Di Inggris abad ke-14, beberapa jalan yang paling banyak digunakan diperbaiki dengan uang dibangkitkan dari tol berdasarkan hibah pavage. Turnpike trust didirikan di Inggris dari 1706 dan seterusnya, dan akhirnya bertanggung jawab atas pemeliharaan dan perbaikan jalan utama yang paling di Inggris dan Wales, sampai mereka
secara
bertahap
dihapuskan
dari
1870-an.
Kebanyakan
mempercayai jalan yang ada ditingkatkan, tetapi beberapa yang baru, biasanya tidak terlalu panjang, juga dibangun. Jalan Thomas Telford Holyhead (sekarang A5 road) sebagai jalan baru sangat panjang, dibangun pada awal abad 19 dengan banyak gerbang tol sepanjang jalam tersebut. Beberapa kota di Kanada memiliki jalan tol pada abad ke-19. Jalan memancar dari Toronto yang dibutuhkan pengguna untuk membayar di gerbang tol di sepanjang jalan (Yonge Street, Bloor Street, Davenport Road, Kingston Road) dan menghilang setelah 1895. Abad ke-19, jalan papan biasanya dioperasikan sebagai jalan tol. Salah satu dari jalan motor pertama AS, Long Island Motor Parkway (yang dibuka pada tanggal 10 Oktober 1908) dibangun oleh William Kissam Vanderbilt II, cucu buyut dari Cornelius Vanderbilt. Jalan itu ditutup pada tahun 1938 ketika diambil alih oleh negara bagian New York sebagai pengganti pajak kembali. Pada abad ke-20, tol jalan telah diperkenalkan di Eropa untuk membiayai pembangunan jaringan jalan tol dan infrastruktur jalan tertentu seperti jembatan dan terowongan. Italia telah menjadi negara Eropa
60
pertama yang menerapkan penggunaan tol jalan bebas hambatan pada bagian jalan raya km 50 dekat Milan pada tahun 1924. Hal ini diikuti oleh Yunani, yang membuat pengguna untuk membayar untuk jaringan jalan raya di sekitar dan antara kota-kotanya pada tahun 1927. Kemudian pada 1950-an dan 1960-an, juga Perancis, Spanyol dan Portugal mulai membangun jalan raya sebagian besar dengan bantuan konsesi, memungkinkan perkembangan pesat infrastruktur ini tanpa utang Negara besar. Sejak itu, jalan tol telah diperkenalkan di kebanyakan negara anggota Uni Eropa. Sejarah jalan tol di Indonesia, sesuai informasi yang dimuat pada situs Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat, dimulai pada tahun 1987 dengan dioperasikannya jalan tol Jagorawi dengan panjang 59 km (termasuk jalan akses), yang menghubungkan Jakarta, Bogor, dan Ciawi. Pembangunan jalan tol yang dimulai tahun 1975 ini, dilakukan oleh pemerintah dengan dana dari anggaran pemerintah dan pinjaman luar negeri yang diserahkan kepada PT. Jasa Marga (persero) Tbk. sebagai penyertaan modal. Selanjutnya PT. Jasa Marga ditugasi oleh pemerintah untuk membangun jalan tol dewngan tanah yang dibiayai oleh pemerintah. Mulai tahun 1987 swasta mulai ikut berpartisipasi dalam investasi jalan tol sebagai operator jalan tol dengan menanda tangani perjanjian kuasa pengusahaan (PKP) dengan PT Jasa Marga. Hingga tahun 1007, 553 km jalan tol telah dibangun dan dioperasikan di Indonesia. Dari total panjang tersebut 418 km jalan tol dioperasikan oleh PT Jasa Marga dan 135 km sisanya dioperasikan oleh swasta lain. Pada periode 1995 hingga 1997 dilakukan upaya percepatan pembangunan jalan tol melalui tender 19 ruas jalan tol sepanjang 762 km. Namun upapa ini terhenti akibat adanya krisis moneter pada Juli 1997 yang mengakibatkan pemerintah harus menunda program pembangunan jalan tol dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 39/1997. Akibat penundaan tersebut pembangunan jalan tol di Indonesia mengalami
61
stagnansi, terbukti dengan hanya terbangunnya 13,30 km jalan tol pada periode 1997-2001. Pada tahun 1998 Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No.7/1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam penyediaan Infrastruktur. Selanjutnya di tahun 2002 Pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 15/2002 tentang penerusan proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah juga melakukan evaluasi dan penerusan terhadap pengusahaan proyel-proyek jalan tol yang tertunda. Mulai dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2004 terbangun 4 ruas jalan dengan panjang total 41,80 km. Pada tahun 2004 diterbitkan Undang-Undang No.38 tahun 2004 tentang Jalan yang mengamanatkan pembentukan BPJT sebagai pengganti peran regulator yang selama ini dipegang oleh PT Jasa Marga. Proses pembangunan jalan tol kembali memasuki fase percepatan mulai tahun 2005. Pada 29 Juni 2005 dibentuk Badan Pengatur Jalan Tol sebagai regulator jalan tol di Indonesia. Penerusan terhadap 19 proyek jalan tol yang pembangunannya ditunda pada tahun 1997 kembali dilakukan. Di masa yang akan datang pemerintah akan mendanai pembangunan jalan tol dengan menggunakan tiga pendekatan yauti pembiayaan penuh oleh swasta, program kerja sama swasta-publik (Public Private Partnership/PPP) serta pembiayaan pembangunan oleh Pemerintah dengan operasi-pemeliharaan oleh swasta. 3.3
Tujuan & Manfaat Adapun tujuan dan manfaat dari Jalan Tol sesuai informasi yang dimuat pada situs Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat adalah : a. Tujuan Penyelenggaraan Jalan Tol 1. Memperlancar lalu lintas di daerah yang telah berkembang. 2. Meningkatkan pelayanan distribusi barang dan jasa guna menunjang pertumbuhan ekonomi.
62
3. Meningkatkan pemerataan hasil pembangunan dan keadilan. 4. Meringankan beban dana Pemerintah melalui partisipasi pengguna jalan.
b. Manfaat Jalan Tol 1. Pembangunan jalan tol akan berpengaruh pada perkembangan wilayah & peningkatan ekonomi. 2. Meningkatkan mobilitas dan aksesibilitas orang dan barang. 3. Pengguna jalan tol akan mendapatkan keuntungan berupa penghematan biaya operasi kendaraan (BOK) dan waktu dibanding apabila melewati jalan non tol. 4. Badan Usaha mendapatkan pengembalian investasi melalui pendapatan tol yang tergantung pada kepastian tarif tol. 3.4
Variasi Jalan Tol Beberapa jalan tol biaya tol hanya dalam satu arah, seperti penyeberangan antara Pennsylvania dan New Jersey dioperasikan oleh Delaware River Port Authority, dan penyeberangan antara New Jersey dan New York dioperasikan oleh Port Authority of New York and New Jersey, menggunakan metode ini (dalam koordinasi dengan E-ZPass transponder sistem elektronik) mengingat jarak antara jembatan di sepanjang sungai, lalu lintas daerah komuter, dan tol serupa di setiap jembatan.. Pembayaran tol dapat dilakukan secara tunai, dengan kartu kredit, dengan kartu pra-bayar, atau oleh sistem pengumpulan tol elektronik. Di beberapa negara Eropa, pembayaran dilakukan dengan menggunakan stiker yang ditempelkan pada kaca depan. Beberapa gerbang tol bersifat otomatis. Tol mungkin bervariasi sesuai dengan jarak yang ditempuh, gedung dan biaya pemeliharaan jalan tol, dan jenis kendaraan. Tiga sistem jalan tol ada: terbuka (dengan plaza tol penghalang arus utama); ditutup (dengan tol masuk/keluar) dan membuka jalan (tidak ada gerbang tol, hanya pengumpulan tol elektronik di pintu masuk dan keluar,
63
atau di lokasi strategis pada garis-utama jalan). Jalan tol modern sering menggunakan kombinasi dari tiga, dengan berbagai tol masuk dan keluar dilengkapi dengan garis-utama sesekali.
3.4.1
Jalan Tol Terbuka Pada sistem tol terbuka, semua kendaraan berhenti di berbagai lokasi di sepanjang jalan raya untuk membayar tol. Meskipun hal ini dapat menghemat uang dari kurangnya kebutuhan untuk membangun gerbang tol di setiap jalan keluar, hal ini dapat menyebabkan kemacetan lalu lintas sementara lalu lintas antrian di plaza tol garis-utama (hambatan tol). Hal ini juga memungkinkan pengendara untuk memasuki 'jalan tol terbuka' setelah gerbang tol dan keluar sebelum gerbang tol yang berikutnya, sehingga pengendara dapat menggunakan jalan tol, walaupun tidak membayar.
Gambar 3.2 Jalan Tol Terbuka
3.4.2
Jalan Tol Tertutup Di sistem tertutup ini, kendaraan mengambil tiket saat akan memasuki jalan tersebut. Saat akan keluar, pengemudi harus membayar jumlah yang tercantum untuk keluar. Jika tiket hilang, pengendara biasanya harus membayar jumlah maksimum yang mungkin untuk perjalanan di jalan raya itu. Jalan tol yang pendek dengan tidak adanya pintu masuk/keluar di tengahnya mungkin hanya memiliki satu plaza tol di
64
satu sisi, dengan pengendara perjalanan di kedua arah membayar biaya rata baik ketika mereka memasuki atau ketika mereka keluar dari jalan tol. Dalam sebuah variasi dari sistem tol tertutup, hambatan arus utama yang hadir pada kedua ujung jalan tol, dan pertukaran masing-masing memiliki jalan tol yang dibayarkan pada saat keluar atau masuk. Selain itu, dengan kebanyakan sistem, pengendara hanya dapat membayar tol dengan uang tunai dan/atau perubahan; debit dan kartu kredit tidak diterima. Namun, beberapa jalan tol mungkin memiliki plaza perjalanan dengan ATM sehingga pengendara dapat menghentikan dan menarik uang tunai untuk tol. Tol dihitung dengan jarak yang ditempuh pada jalan tol. Di Amerika Serikat, misalnya, Kansas Turnpike, Ohio Turnpike, Jalan Tol Indiana, Pennsylvania Turnpike, New Jersey Turnpike, dan bagian dari Massachusetts Turnpike, dan Turnpike Florida saat ini menerapkan sistem tertutup. Di Indonesia, sistem ini merupakan yang paling sering dipergunakan sebagai sistem pembayaran tol.
Gambar 3.3. Jalan Tol Tertutup
3.4.3
Jalan Tol Elektronik Dalam sistem ini, tidak ada pengumpulan uang tunai terjadi, tol biasanya dikumpulkan dengan menggunakan transponder yang dipasang pada kaca depan setiap kendaraan, yang terkait dengan rekening nasabah yang didebit untuk setiap penggunaan jalan tol. Pada beberapa jalan, seperti Jalan Raya 407 dekat Toronto, Ontario, mobil dan truk ringan tanpa transponder diizinkan untuk menggunakan jalan (meskipun truk dengan berat kotor kendaraan lebih dari 5.000 kilogram harus memiliki
65
transponder)[6] - Tagihan untuk tol karena kemudian dikirim ke pemilik terdaftar dari kendaraan melalui surat; Sebaliknya, Fort Bend Westpark Tollway dekat Houston, Texas, mengharuskan semua kendaraan yang akan dilengkapi dengan transponder.
Gambar 3.4 Jalan Tol Elektronik
3.5
Pengelompokan Jalan Pengelompokan jalan atau hierarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan.
3.5.1. Klasifikasi berdasarkan Fungsi Jalan Jalan umum menurut fungsinya di Indonesia dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan. Klasifikasi fungsional seperti ini diangkat dari klasifikasi di Amerika Serikat Canada. Di atas arteri masih ada Freeway dan Highway.
66
3.5.2. Klasifikasi berdasarkan Fungsional Di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku adalah: a.
Jalan arteri, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani [angkutan] utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan ratarata tinggi, dan jumlah jalan masuk (akses) dibatasi secara berdaya guna.
b.
Jalan kolektor, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c.
Jalan lokal, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d.
Jalan lingkungan, merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
3.5.3. Klasifikasi berdasarkan Administrasi Pemerintahan Di Indonesia pengelompokan jalan diatur di UU No. 22 Tahun 2009. Pengelompokan jalan dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum penyelenggaraan jalan sesuai dengan kewenangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. a.
Jalan nasional, merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan strategis nasional, serta jalan tol.
b.
Jalan provinsi, merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota
67
kabupaten/kota, atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. c.
Jalan kabupaten, merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
d.
Jalan kota, adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
e.
Jalan desa, merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
3.5.4. Klasifikasi berdasarkan Beban Muatan Sumbu Distribusi beban muatan sumbu ke badan jalan, untuk keperluan pengaturan penggunaan dan pemenuhan kebutuhan angkutan, jalan dibagi dalam beberapa kelas yang didasarkan pada kebutuhan transportasi, pemilihan moda secara tepat dengan mempertimbangkan keunggulan karakteristik masing-masing moda, perkembangan teknologi kendaraan bermotor, muatan sumbu terberat kendaraan bermotor serta konstruksi jalan. Pengelompokkan jalan menurut muatan sumbu yang disebut juga kelas jalan, terdiri dari: a.
Jalan Kelas I, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar dari 10 ton, yang saat ini masih belum digunakan di Indonesia, namun sudah
68
mulai dikembangkan diberbagai negara maju seperti di Prancis telah mencapai muatan sumbu terberat sebesar 13 ton; b.
Jalan Kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 10 ton, jalan kelas ini merupakan jalan yang sesuai untuk angkutan peti kemas;
c.
Jalan Kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
d.
Jalan Kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton;
e.
Jalan Kelas III C, yaitu jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton.
Gambar 3.5 Distribusi beban muatan sumbu ke badan jalan
69
3.5.5. Dasar tentang Jalan Tol Pada dasarnya para pengguna jalan tol harus memahami dasar-dasar penggunaan jalan tol sebagai berikut: a.
Berbayar
Gambar 3.6 Jalan Tol Berbayar
Jalan Tol di Indonesia semuanya adalah jalan berbayar. Biasanya proses pembayaran dilakukan di pintu masuk atau di pintu keluar tol. Besarannya pun biasanya tergantung dari operator penyedia jasa tol, ada yang menentukannya berdasarkan jarak jalan tol yang anda lewati, ataupun flat, alias bayar dengan jumlah yang sama setiap kali melewatinya. Tapi beberapa tahun terakhir sudah diaplikasikan juga metode pembayaran cashless alias tanpa uang tunai. Dengan uang elektronik berbentuk kartu, pengemudi bisa membayar tanpa perlu mengeluarkan uang konvensional, sehingga proses transaksi bisa lebih cepat karena petugas tol tak perlu memberikan kembalian.
70
Gambar 3.7 Jalan Tol Berbayar Elektronik
Pada uang elektronik, saldo akan langsung dipotong begitu kartu digunakan. Bahkan beberapa waktu belakangan, sudah diperkenalkan juga Gardu Tol Otomatis (GTO), yang tak lagi ditempati oleh petugas. Jadi Anda hanya berhadapan dengan mesin pembaca kartu untuk melakukan transaksi. Di beberapa ruas jalan tol, GTO sudah menggunakan sistem on board scanner, jadi kartu tak perlu ditempelkan ke mesin, pada GTO sudah terdapat kamera yang aktif membaca kartu saat mobil melewatinya. b.
Peraturan Khusus Berbeda dengan jalan raya pada umumnya, jalan tol memang memiliki peraturannya sendiri. Beberapa peraturan umum yang diterapkan adalah jenis kendaraan yang boleh mengakses jalan tol, misalnya saja, motor roda dua kendaraan pribadi, tidak boleh masuk ke jalan tol. Atau kendaraan dengan berat tertentu, juga tak boleh melewati jalan khusus ini. Peraturan lain yang cukup berbeda dengan jalan raya adalah tidak boleh berhenti sembarangan. Bahkan pada hakikatnya, kecuali darurat, Anda tak boleh menghentikan kendaraan di bagian manapun dari jalan tol. Termasuk untuk menaik-turunkan penumpang. Anda hanya bisa melakukannya di tempat perhentian khusus atau keluar terlebih dahulu dari jalan tol.
71
Berbeda dengan jalan raya di mana bahu jalan bisa menjadi tempat Anda berhenti sejenak, bahu jalan tol bisa saja digunakan sebagai jalur khusus mobil derek, mobil polisi, ataupun mobil VIP dengan perlakuan khusus.
Gambar 3.8. Contoh Peraturan Jalan Tol (tidak ada kendaraan roda dua)
c.
Batas Kecepatan Satu lagi peraturan penting yang sangat dijaga di jalan tol adalah normalisasi kecepatan. Pemerintah lewat Peraturan No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol Bab 2 pasal 2 menyebutkan bahwa ada kecepatan minimum yang ditetapkan di jalan tol. Tergantung lokasinya baik itu di jalan tol dalam kota atau luar kota, batas minimum kecepatannya adalah 60 km/jam atau 80 km/jam. Sedangkan batas maksimumnya biasanya ditunjukkan di ramburambu jalan tol, yang bisa berbeda di setiap ruas tol. Pada dasarnya, jalan tol memang merupakan jalan dengan tingkat kecepatan laju yang tinggi. Sehingga pembatasan kendaraan pun didasarkan pada kemampuan kendaraan-kendaraan yang menggunakan jalan tersebut. Karenanya pada jalan tol dengan medan
72
menanjak yang cukup panjang, ada rambu yang mengharuskan kendaraan yang tak mampu mencapai tingkat kecepatan rendah yang ditentukan untuk keluar dari jalan tol.
Gambar 3.9. Contoh Batas Kecepatan
d.
Perangkat Khusus Pemerintah
lewat
Badan
Pengatur
Jalan
Tol
sudah
menetapkan banyak perangkat untuk membuat jalan tol lebih tertib dan mampu mengakomodir mobilitas dengan jarak yang panjang. Misalnya saja rest area, yang ditetapkan wajib keberadaannya minimal di tiap jarak 50 km, adalah salah satu perangkat yang bisa digunakan pengguna untuk beristirahat. Di rest area juga biasanya tersedia Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) bahkan bengkel. Perangkat lain adalah marka jalan. Marka jalan di jalan tol merupakan kombinasi dari marka-marka terbaik yang bisa Anda temui di jalan raya. Misalnya saja rumble strip, perangkat berupa garis tebal yang melintang di badan jalan ini memiliki fungsi khusus yakni meningkatkan kewaspadaan pengemudi. Karenanya jumlah lokasi rumble strip di jalan biasanya tak terlalu banyak. Tujuannya adalah pengemudi kembali ke konsentrasinya baik itu untuk menurunkan kecepatan, atau mengembalikan konsentrasi.
73
Gambar 3.10. Contoh Perangkat Khusus Tol (Marka Jalan)
Jalan tol juga memiliki lajur perhentian darurat. Biasanya lajur seperti ini ada di medan jalan yang memiliki kontur turunan yang sangat panjang seperti di Cipularang arah Jakarta. Jalur ini bisa digunakan jika mobil yang Anda gunakan mengalami rem blong, maka Anda bisa melintaskan mobil Anda ke jalur ini dan berhenti tanpa perlu khawatir mengalami kecelakaan parah akibat menabrak objek berat. e.
Tidak Semua Jalur Bebas digunakan Di jalan raya, saat menggunakan mobil, Anda relatif bebas memilih mau berada di jalur yang mana. Apakah itu di jalur lambat atau jalur cepat. Hal itu tak berlaku demikian di jalan tol. Anda tak bisa semena-mena memilih jalur mana yang akan digunakan. Peraturan Pemerintah No 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol pasal 41 poin A disebutkan bahwa jalur di sebelah kanan hanya boleh dilalui oleh mobil yang lebih cepat dari jalur sebelah kirinya. Artinya, jika Anda merasa ingin bergerak dengan kecepatan minimal, maka gunakanlah jalur paling kiri. Baru ketika ingin
74
menyalip kendaraan di depan Anda, ambil jalur di sebelah kanan. Lain halnya jika Anda ingin melenggangkan kecepatan di batas maksimum jalan tol, maka ambil jalur di paling kanan. Bahkan di beberapa ruas jalan tol, ada ketentuan yang mengharuskan kendaraan dengan kecepatan rendah harus tetap berada di jalur paling kiri. Misalnya saja di Tol Cipularang arah Bandung, pada jalur yang relatif menanjak tersebut, truk dan bus harus berada di jalur paling kiri untuk menghindari efek perlambatan beruntun yang berujung kemacetan.
Gambar 3.11. Contoh Perlambatan Beruntun di Jalan Tol
3.5.6. Fasilitas Tol Fasilitas Tol adalah bangunan yang diperlukan dalam rangka kegiatan pengumpulan tol ataupun bangunan yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan atau aktivitas tol: a.
Kantor Cabang
b.
Kantor Gerbang tol
c.
Pos Tol Untuk bangunan yang termasuk dalam bagian dari kantor di atas
adalah sebagai berikut: a.
Pelataran tol (Toll Plaza)
75
3.6
b.
Gerbang tol (Toll Gate)
c.
Gardu tol (Toll Booth)
d.
Pulau tol (Toll Island)
e.
Lajur tol
f.
Bangunan kantor
g.
Rumah genset
h.
Ground water tank
i.
Utilitas lainnya
Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD dan Vakum Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum terdiri dari pengadaaan material, tenaga kerja, dan peralatan kerja untuk pelaksanaaan pekerjaan penanganan tanah lunak dengan menggunakan PVD dan Vakum. Penyedia Jasa bertanggung jawab terhadap pengadaan bahan material dan alat serta pembuangan bahan material hasil pembersihan dan pemompaan (vakum) dan mengatasi masalah-masalah yang mungkin muncul selama masa pelaksanaan pekerjaan PVD dan vakum. Metode PVD dan vakum dimaksudkan untuk mempercepat penurunan dan meningkatkan daya dukung tanah asli yang lunak dengan melakukan pemompaan vakum pada tanah dengan maksud untuk mengurangi kadar air maupun kadar udara pada butiran tanah sehingga dapat mempercepat penurunan jangka panjang dan perbedaan penurunan (differential settlement). Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum juga dapat dimaksudkan untuk mendistribusi sebagai material timbunan yang harus didatangkan dari luar dengan material setempat (yang ditempatkan didalam system vakum), mengurangi material timbunan yang digunakan untuk pra pembebanan, mengurangi material timbunan untuk counterweight (pemberat), mempercepat waktu
76
konsolidasi dibanding dengan Pra-pembebanan dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dan timbunan tanah, dan menaikan stabilitas timbunan.
3.6.1. Ruang Lingkup Perencanaan Ruang lingkup perencanaan meliputi beberapa tahapan-tahapan antara lain: 1.
Pekerjaan
persiapan
dengan
melakukan
pembersihan
lahan,
kemudian meratakannya. 2.
Memasang
material
yang
diperlukan
sesuai
dengan
yang
disyaratkan, dalam pekerjaan Pra-pembebanan dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum. 3.
Memasang peralatan/instrumentasi lapangan untuk memantau dan menvalidasi kinerja Pekerjaan.
4.
Membuang material hasil pemompaan yang telah ditentukan atau sesuai perintah Konsultan Pengawas.
5.
Meratakan dan memadatkan hasil pekerjaan sesuai dengan garis, kelandaian, dan elevasi penampang melintang yang disyaratkan atau disetujui.
3.6.2. Perencanaan Konstruksi Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum, secara umum dimaksudkan untuk memenuhi kriteria perencanaan yang terdiri dari: 1.
Faktor keamanan stabilitas badan jalan sebagaimana dalam tabel 3.1 (Faktor Keamanan untuk Analisis Stabilitas). Tabel 3.1 Faktor Keamanan untuk Analisis Stabilitas Kelas Jalan
Faktor Keamanan Minimal
I
1,5
II
1,4
III
1,3
77
Perhitungan dilakukan pada kondisi jangka pendek dalam masa pelaksanaan sesuai dengan Panduan Geoteknik 4, Pedoman Kimpraswil No. Pt T-10-2002-B, 2002. Perhitungan dilakukan oleh Penyedia Jasa atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. Perhitungan dilakukan oleh Penyedia Jasa atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. Perhitungan dianjurkan setiap 500 m ruas jalan atau sesuai petunjuk Direksi Pekerjaan. 2.
Batas batas penurunan timbunan (konsolidasi) sebagaimana dalam tabel 2. Tabel 3.2 Batas batas Penurunan Untuk Timbunan pada Umumnya (dari Panduan Gambut Pusat Litbang Prasarana Transportasi). Kecepatan Penurunan Kelas Penurunan yang Disyaratkan Selama Setelah Konsolidasi Jalan Masa Konstruksi S/S total mm/tahun
3.
I
>90%
<20
II
>85%
<25
III
>80%
<30
IV
>75%
<30
Total beban yang diaplikasikan selama improvement ke tanah asli ≥ 1,2 kali beban yang bekerja ke tanah asli pada kondisi layan.
4.
Apabila material pengisi berupa material alam non organik yang dapat berbentuk padat atau larutan maka sebelum lapisan base coarse harus dilapisi lebih dahulu dengan lapisan Urugan selected borrow material atau common borrow material dengan tebal minimum 1,00 (satu) meter sehingga dapat dijamin nilai CBR lapis atas subgrade ≥ 10%.
5.
Apabila material pengisi berupa pasir atau lime stone atau common borrow material sesuai spesifikasi pasal 4.05, maka lapisan dibawah lapisan base coarse harus dilapisi lebih dahulu dengan lapisan Urugan selected borrow material atau common borrow material dengan tebal minimum 30 cm meter sehingga dapat dijamin nilai CBR lapis atas subgrade ≥ 10%.
78
6.
Pada saat urugan mencapai elevasi top subgrade final pada Pra pembebanan Dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dengan Vakum, atau sebelum beban dengan timbunan tanah dikurangi , derajat konsolidasi akibat beban selama masa proses pembebanan (improvement) mencapai minimum 90% dari estimasi total penurunan akibat beban final. Observasi derajat konsolidasi berdasarkan data instrumentasi dan estimasi total penurunan konsolidasi dari data penurunan tanah lapangan diperkirakan dengan menggunakan metode Asaoka atau metode lainnya yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
7.
Daya dukung ijin pada level subgrade minimum 110 kPa dengan factor keamanan 2. Pengujian menggunakan Plate Load Test dengan ukuran pelat 100 x 100 cm atau sesuai dengan standar Bina Marga.
3.6.3. Dasar Perencanaan Dalam menyelesaikan perhitungan vakum dalam perencanaan pengaruh luasan area vacum Ruas Jalan Tol Palembang-Simpang Indralaya kami berpedoman pada peraturan–peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya : Standar Nasional Indonesia (SNI) : SNI 3423:2008 (AASHTO T 88–90) : Cara Uji Analisis Butir Tanah SNI 1967:2008 (AASHTO T 89–90) : Cara Uji Penentuan Batas Cair Tanah SNI 966:2008 (AASHTO T 90-87) : Cara Uji Penentuan Batas plastis dan Indeks Plastisitas Tanah SNI 03-1743:1989 (AASHTO T 180 – 90) : Cara Uji Kepadatan Berat untuk Tanah SNI 03-2828:1992 (AASHTO T 191 – 86) : Metode Pengujian Kepadatan Lapangan Dengan Alat Konus Pasir SNI 03-1744:1989 (AASHTO T 193 – 81) : Metode Pengujian CBR Laboratorium
79
AASHTO : ASTM D4632
: Grab Breaking Load And Elongation Of
Geotextiles ASTM D4491
:
Measuring
The
Water
Permeabillity
:
Measuring
The
Nominal
Of
Geosynthetics ASTM D5199
Thickness
Of
Geosynthetics ASTM D4595
: Tensile Properties Of Geotextiles By The Wide-
Width Strip Method ASTM D4716
: Determining The (In-Plane) Flow Rate Per Unit
Width And Hydraulic Transmissivity Of A Geosynthetic Using A Constant Head ASTM D4751
: Determining Apparent Opening Size Of A
Geotextile ASTM D4533
: Trapezoid Tearing Strength Of Geotextiles
ASTM D4833
:
Index
Puncture
Resistance
Of
Geotextiles,Geomembranes, And Related Products ASTM D792
: Density And Specific Gravity (Relative Density) Of
Plastics By Displacement ASTM D6693 Polyethylene
: Determining Tensile Properties Of Nonreinforced And
Nonreinforced
Flexible
Polypropylene
Geomembranes ASTM D1004
: Tear Resistance (Graves Tear) Of Plastic Film
And Sheeting ASTM D1238
: Melt Flow Rates Of Thermoplastics By Extrusion
Plastometer ASTM D3895
: Oxidative Induction Time Of Polyolefins By
Differential Scanning Calorimetry
80
o ASTM D1204
: Linear Dimensional Changes Of Nonrigid
Thermoplastics Sheeting Or Film At Elevated Temperature o ASTM D5596
: Microscopis Evaluation Of The Dispersion Of
Carbon Black In Polyolefin Geosynthetics o ASTM D5721
: Air-Oven Aging Of Polyolefin Geomembranes
o ASTM D5885
: Oxidative Induction Time Of Polyolefins By High-
Pressure Differential Scanning Calorimetry ISO o ISO 9864
: Test method for the detrmination of mass per unit
area of geotextiles and getektile-related products o ISO 10319
: Wide Width Tensile Test
o ISIO 12236
: Static puncture test (CBR Test)
Standar Departemen Pekerjaan Umum: o Panduan Geoteknik 4, Desain dan Konstruksi Timbunan pada Tanah Lunak. o Pedoman Kimpraswil No: Pt T-10-2002-B, 2002. o Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013. Dirjen Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum.
3.6.4. Dasar Perencanaan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum A. Kesiapan Kerja Untuk setiap pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan vakum harus menyerahkan pengajuan kesiapan sebelum setiap persetujuan pekerjaan disetujui : Gambar detil penampang melintang jalan yang menunjukkan permukaan elevasi pembentuk jalan yang telah dipersiapkan sebelum proses settlement terjadi disertai dengan pola pemasangan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) beserta panjangnya. Hasil pengujian konsolidasi yang membuktikan bahwa konsolidasi pada tanah lunak yang telah disiapkan untuk pekerjaan Perbaikan Tanah Dengan Metode dengan Penyalir
81
Vertikal (PVD) dan vakum harus menyerahkan hal-hal berikut ini paling lambat 14 hari sebelum tanggal yang diusulkan untuk penggunaan pertama kalinya sebagai bahan pekerjaan Percepatan Konsolidasi dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan vakum: Dua contoh secukupnya untuk setiap jenis bahan yang akan digunakan dalam pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) Vakum, satu contoh harus disimpan oleh Direksi Pekerjaan untuk rujukan selama Periode Kontrak. Pernyataan tentang asal dan komposisi setiap bahan yang diusulkan untuk bahan pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) Vakum, bersama-sama dengan hasil pengujian laboratorium yang menunjukkan bahwa sifat-sifat bahan tersebut memenuhi ketentuan yang disyaratkan. Penyedia Jasa harus menyerahkan hal-hal berikut ini dalam bentuk tertulis kepada Direksi Pekerjaan segera setelah selesainya setiap tahapan pekerjaan, dan sebelum mendapat persetujuan dari Direksi Pekerjaan, tidak diperkenankan menghampar bahan lain di atas pekerjaan Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum. Hasil pengujian konsolidasi seperti yang disyaratkan. Hasil pengukuran permukaan dan data survei yang menunjukkan bahwa toleransi permukaan yang disyaratkan dalam Spesifikasi Umum Jalan Tol atau spesifikasi Spesifikasi Umum Bina Marga dipenuhi. Pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum dengan yang dikerjakan disamping jalan yang ada (lama) harus dijamin dari turunnya badan jalan sehingga lalu lintas tetap terbuka. Untuk mencegah gangguan terhadap pelaksanaan abutment, tembok sayap jembatan, dan bangunan struktur lainnya, Penyedia Jasa harus menunda sebagian pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum pada oprit setiap jembatan di
82
lokasi-lokasi yang ditentukan oleh Direksi Pekerjaan, sampai waktu yang cukup untuk mendahulukan pelaksanaan abutment dan tembok sayap, selanjutnya dapat diperkenankan untuk menyelesaikan oprit dengan lancar tanpa adanya resiko gangguan atau kerusakan pada pekerjaan jembatan dan bangunan struktur lainnya. B. Kondisi Tempat Kerja Penyedia Jasa harus menjamin tidak terjadinya intermixing antara tanah lunak dengan pasir sebelum dihampar Drainase pasir horizontal perlu
dipasang
geotextile
nonwoven
yang
berfungsi
sebagai
separator/pemisah, bila diperlukan perkuatan (jika tanah dasar mempunyai CBR<3 %) maka memakai geotextile woven yang berfungsi sebagai landasan alat untuk memasang PVD. Penyedia Jasa harus menjamin tidak terjadinya gangguan keamanan yang dilakukan orang atau hewan yang dapat mengakibatkan bocornya geomembran selama pelaksanaan vakum. Penyedia Jasa harus menjamin bahwa pekerjaan harus dijaga tetap kering segera sebelum dan selama pelaksanaan timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalan, dan timbunan harus memiliki lereng melintang yang cukup untuk membantu drainase badan jalan dari setiap curahan air hujan dan juga harus menjamin bahwa pekerjaan akhir mempunyai drainase yang baik. Bilamana memungkinkan, air yang berasal dari tempat kerja harus dibuang ke dalam sistem drainase permanen. Penyedia Jasa harus selalu meyediakan pasokan air yang cukup untuk pengendalian kadar air timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalan selama operasi penghamparan dan pemadatan timbunan. C. Jadwal Kerja Pekerjaan Percepatan Konsolidasi dengan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan vakum dengan tambahan beban Timbunan Tanah atau penambahan waktu Vakum selama 30 hari kalender. jika sudah dilakukan
83
dengan tambahan beban dana atau dengan penambahan waktu, konsolidasinya tetap tidak memenuhi ketentuan dana atau badan jalannya tidak stabil, maka proses vakum harus diulang dengan menambah jumlah PVD atau menambah beban sebagaimana yang diperlukan dan dilanjutkan proses pembebanan baik dengan menambah beban dengan timbunan tanah dana atau menambah waktu vakum dengan tambahan beban. Timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalan yang terlalu basah untuk pemadatan, seperti dinyatakan dalam batas-batas kadar air yang disyaratkan dalam spesifikasi Umum Bina Marga atau seperti yang diperintahkan Direksi Pekerjaan, harus diperbaiki dengan menggaru bahan tersebut dengan penggunaan motor grader atau alat lainnya secara berulang-ulang dengan selang waktu istirahat selama penanganan, dlaam cuaca cerah. Alternatif lain, bilamana pengeringan yang memadai tidak dapat dicapai dengan menggaru dan membiarkan bahan gembur tersebut, Direksi Pekerjaan dapat memerintahkan agar bahan tersebut dikeluarkan dari pekerjaan dan diganti dengan bahan kering yang memenuhi persyaratan. Timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalan dan telah dipadatkan dan memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam Spesifikasi ini, menjadi jenuh akibat hujan atau banjir atau karena hal lain, biasanya tidak memerlukan pekerjaan perbaikan asalkan sifat-sifat bahan dan kerataan permukaan masih memenuhi ketentuan dalam Spesifikasi ini. Perbaikan timbunan yang akan digunakan senagai badan jalan yang tidak memenuhi kepadatan atau ketentuan sifat-sifat bahan dari Spesifikasi ini haruslah seperti yang diperintahkan oleh Direksi Pekerjaan dan dapat meliputi pemadatan tambahan, penggemburan yang diikuti dengan penyesuaian kadar air dan pemadatan kembali, atau pembuangan dan penggantian bahan. Perbaikan timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalan yang rusak akibat gerusan banjir atau menjadi lembek setelah pekerjaan tersebut
84
selesai dikerjakan dan diterima oleh Direksi Pekerjaan haruslah seperti yang disyaratkan spesifikasi Bina Marga D. Pengembalian bentuk Pekerjaan Setelah Pengujian Semua lubang pada pekerjaan akhir yang timbul akibat pengujian kepadatan, CBR atau lainnya harus secepatnya ditutup kembali oleh Penyedia Jasa dan dipadatkan sampai mencapai kepadatan dan toleransi permukaan yang disyaratkan oleh Spesifikasi ini. E. Cuaca Yang Diijinkan Untuk Bekerja Timbunan yang akan digunakan sebagai badan jalantidak boleh ditempatkan, dihampar atau dipadatkan sewaktu hujan, dan pemadatan tidak boleh dilaksanakan setelah hujan atau bilamana kadar air bahan berada di luar rentang yang disyaratkan dalam spesifikasi umum Bina Marga. Semua permukaan timbunan yang belum terpadatkan harus digaru dan dipadatkan dengan cukup untuk memperkecil penyerapan air atau harus ditutup dengan lembaran plastic pada akhir kerja setiap hari dan juga ketika akan turun hujan lebat. F. Pengendalian Lalu Lintas Pengendalian
Lalu
Lintas
harus
sesuai
dengan
ketentuan
Manajemen dan Keselamatan Lalu Lintas, spesifikasi Umum Bina Marga, atau Spesifikasi umum jalan Tol
G. Persyaratan 1.
Area pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD Vakum harus lebih luas minimum 1 m pada arah panjang dan lebar dibandingkan area konstruksi yang dibutuhkan atau sesuai petunjuk Pemilik Pekerjaan.
2.
Jarak antara batas lahan yang diperbaiki dengan eksisting bangunan sekitar atau pipa bawah tanah harus ditentukan berdasarkan data tanah dengan jarak tidak boleh kurang dari 20 m. Apabila jaraknya
85
relative dekat maka tindakan proteksi/pengamanan terhadap eksiting bangunan dari pengaruh terjadinya konsolidasi area yang dilakukan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD Vakum harus diambil dengan persetujuan Direksi Teknis atau Direksi Pekerjaan. 3.
Untuk mencegah tercampurnya drainase pasir horizontal untuk mengalirkan air dari PVD ke saluran pembuangan dengan tanah asli yang nilai CBR sama atau kurang dari 3% (CBR≤3%) dan kondisi jenuh perlu dipasang geotekstil sebagai lapis separator yang berfungsi untuk mencegah terjadinya pencampuran antara tanah dasar dengan lapisan drainase (intermixing).
4.
Geotekstil stabilitator untuk Lapis Stabilisasi Lereng digunakan untuk menstabilisasi timbunan yang digunakan sebagai tanggul untuk menampung Common Borrow Material di dalamnya.
5.
Dalam hal tinggi timbunan sebagai beban pada sistem Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD Vakum melebihi tinggi kritis, pembebanan harus dilakukan secara bertahap atau dibuat bahu timbunan sebagai pemberat longsoran.
6.
Dalam hal timbunan sebagai Percepatan Konsolidasi Tanah digunakan sebagai badan jalan harus memenuhi persyaratan sebagimana yang diatur dalam Seksi 3.2 spesifikasi umum Bina Marga.
7.
Area yang akan diperbaiki menggunakan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD dan Vakum, harus dibagi dalam beberapa partisi dengan ukuran setiap partisi maksimum 40.000 m2 atau sesuai perencanaan yang telah disetujui Pemilik Pekerjaan.
8.
Partisi yang akan di perbaiki dengan metode PVD dan Vakum dpaat dilakukan secara berurutan antara partisi yang satu dengan berikutnya ataupun tidak berurutan dengan pengaturan yang sudah disetujui oleh Pemilik Pekerjaan.
9.
Pemasangan penyalir vertical (PVD) harus dengan jarak dan pola segi empat atau segiitiga sesuai gambar. Pemotongan ujung penyalir
86
vertical (PVD) harus dilakukan minimum 50 cm diatas elevasi lapis pasir. a.
Penyalir vertikal (PVD) yang digunakan harus menemus lapisan tanah lunak hingga lapisan tanah kompresible dnegan N-SPT maksimum 8 (delapan), tapi tidak menembus lapisan tidak kedap air dibawahnya (apabila ada) dimana lapisan tidak kedap tersebut merupakan lapisan keras.
b.
Dalam Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Metode PVD dan Vakum-bila terdapat lens tanah berupa kandungan lanau, pasir atau material tidak kedap lainnya disekeliling area yang akan diperbaiki, dinding kedap (sealing wall) harus di buat di sekeliling area tersebut untuk menjamin vakum dapat mencpai spesifikasi yang telah ditetapkan.
c.
Apabila kondisi tanah lunak sangat dalam dan control terhadap stailitas lereng lebih diutamakan maka penyalir vertical (PVD) harus mencapai 3 (tiga) meter lebih dalam dibandingkan garis longsor kritis yang ditentukan oleh Konsultan Perencana atau Pemilik Pekerjaan. Untuk pekerjaan yang mengutamakan control terhadap penurunan maka penyalir vertical (PVD) harus ditentukan berdasarkan sisa penurunan pasca konstruksi yang ditentukan.
d.
Untuk
area
konsolidasi
lahan tanah
yang
terdapat
dengan
metode
struktur, PVD
percepatan
dan
Vakum,
penanganannya harus direncanakan scara lebih rinci dan teliti sehingga tidak mengganggu kestabilan bangunan struktur dimaksud. e.
Dalam percepatan konsolidasi tanah dengan metode PVD dan vakum, tanah asli yang akan divakum dapat ditimbun dengan tanah lumpur, tanah lempung lunak, tanah lempung biasa ataupun kondisi tanah yang kompleks yang merupakan tanah asli atau pun tanah urugan yang akan diperbaiki sekaligus
87
bersama dengan tanah asli harus memiliki isolasi yang baik terhadap
udara
dan
air,
serta
tekanan
vakum
yang
direncanakan tidak boleh kurang dari 80 kPa. f.
Dalam percepatan konsolidasi tanah metode PVD dan Vakum diharuskan untuk menggunakan perlengkapan sistem pompa khusus vakum. Ketika asupan udara ditutup, tekanan vakum yang dihasilkan oleh pompa vakum hrus mencapai tidak kurang dari (-) 80 kPa, secara merata.
g.
Dalam percepatan konsolidasi tanah dengan metode PVD dan Vakum, peralatan vakum harus dilengkapi dengan mekanisme katup yang bisa menutup sendiri secara otomatis apabila pompa vakum mati sehingga tidak mengurangi kehilangan tekanan vakum di dalam tanah.
h.
Saat derajat konsolidasi yang diobservasi menggunakan metode Asaoka mencapai 80%, maka 10% dari total pompa vakum dapat di non-aktifkan sepanjang tidak menyebabkan terjadinya penurunan tekanan vakum dengan pengaturan yang disetujui Pemilik Pekerjaan.
i.
Uji pemompaan Vakum dianjurkan selama 10 hari. Apabila ditemukan masalah maka tindakanperbaikan harus segera dilakukan.
j.
Apabila beban dari metode Sistem PVD dan Vakum waktu Konsolidasinya kurang dari yang ditentukan, dianjurkan untuk mengkombinasikan metode prapembebanan dengan vakum tambahan dengan memperhitungkan stabilitas lereng.
k.
Apabila
pra-pembebanan
dengan
tanah
dikombinasikan
dengan pra-pembebanan dengan vakum, ujung bawah dari lereng urugan harus tetap berada di dalam area vakum. l.
Penempatan tambahan pra-pembebanan dengan tanah sistem PVD dan Vakum dapat dilakukan sesudah tekanan vakum
88
mencapai 80 kPa dan tekanan vakum stabil selama 3 hari berturut-turut. Pekerjaan pengurugan di atas geomembran saat proses vakum masih berjalan harus mengikuti ketentuan berikut: 1.
Geotekstil Stabilisator sebagai Lapisan proteksi harus dipasang pada sisi bawah dari geomembrane jika ada pekerjaan penimbunan di atas geomembrane, maka geotekstil stabilisator sebagai lapis proteksi juga harus dipasang di atas geomembran sebelum pekerjaan penimbunan;
2.
Geotekstil Stabilisator sebagai Lapisan proteksi harus dipasang sebelum pekerjaan urugan dimulai;
3.
Periode urugan, ketebalan dan pemadatan harus mengikuti syarat yang telah ditetapkan dalam perencanaan yan telah disetujui oleh Pemilik Pekerjaan. Pada saat mengaplikasikan pra-pembebanan dengan vakum yang
dikombinasikan dengan pra-pembebanan dengan tanah, pekerjaan urugan harus dilakukan secara bertahap dengan kontrol sebagai berikut : 1.
Pergerakan lateral tanah ke arah luar di perbatasan area yang diperbaiki tidak lebih dari 5 mm/hari;
2.
Kecepatan penurunan tanah tidak lebih dari 30 mm/hari;
3.
Penurunan yang terjadi pada pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan PVD dan Vakum, harus mencapai minimum 90% derajat konsolidasi atau yang ditentukan dalam desain atau beban kerja final. Besaran derajat konsolidasi yang terjadi dilapangan dan prediksi total penurunan konsolidasi berdasarkan data penurunan di lapangan yang diobservasi dan dihitung menggunakan antara lain dengan metode Asaoka atau metode lain yang disetujui oleh Pemilik Proyek. Perhitungan prediksi total penurunan konsolidasi harus dilakukan oleh Konsultan dan disetujui oleh Pemilik Proyek.
89
Pada pekerjaan Percepatan Konsolidasi Tanah dengan PVD dan Vakum harus memenuhi kedua kontrol sebagai berikut : 1.
Untuk kontrol terhadap penurunan, penentuan selesainya proses konsolidasi harus didasarkan pada batas penurunan pasca konstruksi yang diijinkan, derajat konsolidasi rata-rata dan kecepatan penurunan. Untuk ini pekerjaan dapat diterima dan dapat dilakukan pembayaran sistem vakum bila sudah memenuhi persyaratan pada ayat 26 pasal ini. Apabila tidak memenuhi persyaratan,
maka
Kontraktor
pelaksana
pekerjaan
wajib
melaksanakan usaha-usaha untuk memenuhi persyaratan. 2.
Untuk kontrol daya dukung tanah atau kontrol terhadap stabilitas lereng penentuan selesainya proses konsolidasi harus didasarkan pada derajat konsolidasi rata-rata, kecepatan penurunan dan perubahan parameter kuat geser tanah. Jadi, Derajat konsolidasi pada tahan konstruksi untuk Percepatan
Konsolidasi Tanah dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum untuk jalan kelas I dan jalan tol harus mencapai minimum 90%, untuk jalan kelas II minimal harus mencapai 85%, untuk jalan kelas III minimal harus mencapai 80%, untuk jalan kelas IV minimal harus mencapai 75%.
H. Bahan Metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum Bahan untuk perbaikan tanah dengan sistem metode Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum harus dipilih dari sumber bahan yang disetujui sesuai dengan “Bahan dan Penyimpanan” dari Spesifikasi ini. 1.
Geotekstil Separator Geotekstil separator sebagai lapis separasi harus dapat berfungsi sebagai pencegah terjadinya pencampuran antara tanah dasar dengan agregat penutupnya (lapis pondasi bawah, lapis pondasi, timbunan pilihan dan sebagainya). Spesifikasi ini juga dapat digunakan untuk kondisi selain di bawah perkerasan jalan dimana
90
diperlukan pemisahan antara dua bahan yang berbeda tetapi dengan ketentuan bahwa penanganan rembesan air (seepage) melalui geotekstil bukan merupakan fungsi yang utama. Fungsi geotekstil separator sebagai lapis pemisah (separator) sesuai untuk struktu perkerasan yang dibangun di atas tanah dengan nilai CBR sama atau kurang dari 3 (CBR ≤ 3) dan dalam kondisi jenuh. Geotekstil separator harus memenuhi salah satu syarat yang tercantum pada table di bawah ini sesuai kondisi yang dibutuhkan. Seluruh nilai pada table tersebut kecuali Ukuran Pori-pori Geotekstil (Apparent Opening Size, AOS ) menunjukkan Nilai Gulungan Ratarata Minimum pada arah utama terlemah. Nilai Ukuran Pori-pori Geotekstil menunjukkan Nilai Gulungan Rata-rata Maksimum. Nilai-nilai dalam tabel 3.3 merupakan nilai-nilai baku (default) yang
memberikan
daya
bertahan
geotekstil
pada
berbagai
kondisi.Geotekstil Separator untuk Lapis separasi harus memenuhi persyaratan.
Tabel 3.3 Nilai-Nilai Baku Geotextile Sifat Metode Uji Satuan Persyaratan Kelas Geotekstil Permivitas SNI 08-6511-2001 Detik-1 0,02(1) (permivity) (ASTM D$$91) Ukuran pori-pori SNI 08-4418-1997 mm 0,60 ( nilai gulungan Geotekstil (Apparent (ASTM D4751) rata-rata maks) Opening Size, AOS) Stabilitas Ultraviolet ASTM D4355 % 50 % setelah (kekuatan sisa) terekpos 500jam Catatan : Nilai baku (default) permivitas geotekstil harus lebih besar dari tanah (Ψg > Ψs).
91
Tabel 3.4 Klasifikasi Geotextile Sifat
Metode Uji
Kuat (Grab Strength)
S4.13(1).4 Kuat sambungan keliman 4 (Sewn Seam Strength) Kuat sobek (Tear Strength)
Kuat Tusuk (Puncture Strength) Pemitivitas (Permittivity)
Ukuran poripori geotekstile (3’) (Apparent opening size,AOS) Stabilitas ultraviolet (kekuatan sisa)
Satu an
Kelas Geotekstil Kelas 2 Elongasi Elongasi <50%3 ≥50%3 1100 700
RSNI-M01-2005 (ASTM D 4632) RSNI-M01-2005 (ASTM D 4632)
N
Kelas 1 Elongasi <50%3 1400
N
1260
810
990
630
720
450
RSNI-M08-46441998 (ASTM D 4533) (ASTM D 6241)
N
500
350
4003
250
300
180
N
1750
1925
2200
1375
1650
990
SNI-M-086511-2011 (ASTM D 4632) SNI-084428-1997 (ASTM D 4751)
Deti k’
ASTM 4355
%
D
Elongasi ≥50%3 900
Kelas 3 Elongasi <50%3 900
Elongasi ≥50%3 500
Nilai sifat minimum untuk Permitivitas, ukuran pori-pori geosin (apparent opening size, AOS) dan stabilitas Ultraviolet ditenti permukaan. Tabel 4.12 (3) dan tabel 4.12 (4) untuk separator, dan tabel 4.12.5 untuk stabilisator
Mm
Catatan : 1. Kelas geotekstil yang dibutuhkan mengacu pada Tabel 3.4 atau Tabel Spesifikasi Umum Jalan Tol spesifikasi ini, sesuai dengan penggunaannya. Kondisi pemasangan umumnya menentukan kelas geotekstil yang dibutuhkan Kelas I dikhususkan untuk kondisi yang parah dimana pol terjadinya kerusakan geotekstil lebih tinggi. Sedangkan Kelas 2 dan Kelas 3 adalah untuk kondisi yang tidak parah. 2. Semua nilai syarat kekuatan menunjukkan Nilai Gulungan Rata-rata minimum dalam arah utama terlemah. 3. Ditentukan berdasarkan ASTM D4632 atau M-01-2005. 4. Nilai Gulungan rata-rata Minimum kuat sobek yang dibutuhkan untuk geotektile filament tunggal terayam (woven monofilament geotextile) adalah 250 N.
2.
Geotekstil Stabilisator untuk Lapis Stabilisasi Lereng Geotekstil stabilisator untuk Lapis Stabilisasi Lereng berupa geotekstil dari jenis yang dianyam (woven) dengan bahan polimer yang telah distabilkan terhadap UV.
92
Geotekstil stabilisator untuk Lapis Stabilisasi Lereng tersebut dipasang untuk setiap beberapa lapisan pemadatan timbunan tanggul tersebut sesuai perencanaan oleh Konsultan Perencana dan disetujui oleh Direksi. Persyaratan minimum yang direkomendasikan mengacu ke spesifikasi geotekstil kelas 3 pada table 2.4.
3.
Geotekstil Separator untuk Lapis Proteksi Geotekstil separator untuk Lapis proteksi berupa geotekstil dari jenis yang tidak dianyam (nonwoven), terdiri dari serabut dengan bahan polimer yang telah distabilkan terhadap UV dan dibuat dengan prose neddle punched. Geotekstil yang terbuat dari material daur ulang tidak bisa diterima. Geotekstil harus memiliki daya tahan terhadap pengaruh kontak langsung dengan zat kimia yang umumnya ada di dalam tanah dan air limbah serta memiliki daya tahan terhadap pengaruh mikro biologis lainnya. Geotekstil harus mempunyai jaringan serabut yang stabil sehingga memiliki ketahanan terhadap kerusakan saat pelaksanaan. Nilai-nilai dipublikasikan dalam lembar data harus berdasarkan pada hasil tes yang dilakukan oleh Laboratorium Pengujian Nasional yang kompeten. Geotekstil
yang
dikirim
ke
lapangan
harus
dengan
pembungkus untuk melindungi material tersebut terutama dari sinar matahari. Penyimpanan dan pemasangan gulungan geotekstil tersebut tidak boleh mengakibatkan kerusakan fisik. Geotekstil dipasang sesuai dengan rekomendasi/petunjuk yang dikeluarkan pabrik, dan harus dipasang pada lokasi seperti yang dicantumkan pada gambar rencana. Penyambungan geotekstil harus dengan cara dijahit menggunakan mesin jahit portable.
93
Persyaratan minimum material geotekstile untuk proteksi geomembrane mengacu pada Tabel Sifat-sifat, Persyaratan dan Metode Pengujian pada tabel 3.5.
Tabel 3.5 Sifat-sifat, Persyaratan dan Metode Pengujian. Sifat Jenis Produk : Non woven needle punched : Gramatur (mass) Ketebalan Ukuran Pori (AOS) Kuat Tarik (tensile strength) Arah panjang Arah melintang Regang Putus (elongation at break) Arah panjang Arah melintang Indeks ketahanan tusuk
4.
Metode Pengujian
Satuan
Persyaratan
ASTM D 5261 ASTM D 5199 ASTM D 4751
gr/M2 Mm µm
≥200 1.60-1.85 125 µm
ASTM D 4595 ASTM D 4595
kN/M kN/M
≥ 7.00 k/N/M ≥ 5.00 k/N/M
ASTM D 4595 ASTM D 4595 ASTM D 4833
% % N
65.0 % 60.0 % ≥171.7 N
Drainase Pasir Horizontal Pemasangan Drainase pasir Horizontal minimum setebal 40 cm dan harus digelar rata. Drainase pasir Horizontal harus bersih dari gumpalan/endapan kotoran, bahan organic, material keras dan tajam atau pun bahan lain yang dapat menggangggu fungsi drainase. Drainase pasir Horizontal tersebut direkomendasikan memiliki kadar halus kurang dari 5% dengan permeabilitas tidak boleh kurang dari 5 x 10-3cm/detik serta berat jenis kering tidak kurang dari 15kN/m3. Sesudah pengujian, penyelidikan dan penyesuaian metode, jenis tanah atau sistem drainase lain dapat digunakan sebagai lapisan drainase horizontal apabila material pasir sulit diperoleh. Metode lain tersebut harus dapat dibuktikan berfungsi sebagai lapisan drainase horizontal secara baik.
94
5.
Drainase vertical prefabrikasi (Prefabricated Vertical Drain, PVD). PVD harus merupakan material komposit yang terintegrasi dengan baik yaitu terdiri dari lapisan inti berbentuk sirip menerus yang dilingkup dengan saringan pembungkus. Lapisan inti harus merupakan bahan polimer. Saringan pembungkus harus dari bahan non-woven. PVD yang terbuat dari potongan-potongan bahan fiber, limbah fiber atau hasil daur ulang tidak dapat diterima. PVD dipasang dengan menggunakan suatu mandrel atau semacam lengan baja yang akan menembus tanah sampai pada kedalaman yang ditentukan. Mandrel ini akan melindungi material agar tidak sobek, terputus, dan rusak selama pemasangan dan kemudian ditarik kembali setelah material terpasang. Mandrel harus dapat dimasukkan tanpa menimbulkan efek getaran dan lainnya yang dapat berdampak pada lingkungan sekitarnya. PVD yang dikirim ke lapangan harus dengan pembungkus untuk melindungi material tersebut terutama dari sinar matahari. Penyimpanan dan pemasangan tidak boleh mengakibatkan kerusakan fisik. PVD dipasang sesuai dengan rekomendasi/ petunjuk yang dikeluarkan pabrik, dan harus dipasang dengan menggunakan peralatan yang sudah disetujui, pada jarak dan kedalaman yang sudah ditentukan dan pada lokasi seperti yang dicantumkan ada gambar rencana. Jarak antar PVD adalah 0.7 m–1.3 m atau sesuai dengan perencanaan yang disetujui oleh Pemilik Pekerjaan. Tanah kohesif dengan sensitivitas yang tinggi harus menggunakan angka terbesar. PVD ini harus mampu menyalurkan tekanan vakum dari drainase horizontal ke seluruh masa tanah lunak. PVD harus juga
95
mampu berfungsi untuk menyalurkan air dan udara yang keluar dari masa tanah lunak ke drainase horizontal.
6.
Pipa drainase horizontal (Perforated Horizontal Drain/PHD) Sistem Pipa Drainase horizontal harus direncanakan dengan jarak dan diametr pipa tertentu sehingga mampu menyebarkan tekanan vakum dari luasan tertentu secara merata sebesar minimum (minus) -80kPa. Sistem ini harus dijamin tidak mengalami kebocoran selama proses vakum.
7.
Geomembran Geomembran sebagai lapis kedap harus terbuat dari bahan polyethylene atau polyvinyl chloride atau bahan lainnya yang menjamin kekedapan lapis tersebut. Sistem Geomembran sebagai lapis kedap yang digunakan harus direncanakan dengan mempertimbangkan resiko kegagalan sistem vakum apabila geomembrane tersebut mengalami kerusakan saat prose vakum. Geomembran yang digunakan harus memiliki daya tahan terhadap pengaruh bahan-bahan kimia dan mikrobiologis lainnya yang ada di lingkungan kerja. Geomembran harus mempunyai kualitas karakteristik dan sifat-sifat kekedapan yang tinggi. Geomembran yang dikirim ke lapangan harus disimpan dan dilindungi dari hal-hal yang dapat merusak lapis kedap dan dari pengaruh sinar matahari langsung (untuk jangka waktu yang lama). Geomembran harus dipasang pada lokasi seperti yang dicantumkan pada gambar rencana. Ukuran panjang atau lebar dari Geomembran sebagai lapis kedap minimal harus 4 m lebih panjang dibandingkan panjang dan lebar dari area yang akan di perbaiki. Apabila kondisi geologi cukup
96
kompleks maka lapis kedap harus lebih panjang dan lebih lebar sehingga dapat diletakkan secara longgar. Permukaan tanah tempat Geomembran akan digelar, harus bersih dari benda-benda pengrusak seperti akar pohon dan lain-lain yang menimbulkan kerusakan pada Geomembran. Tanah di bawah tempat Geomembran akan digelar diusahakan kepadatannya seragam atau atas persetujuan Pengawas Pekerjaan. Penyambungan antar Geomembran dianjurkan untuk dilakukan di
pabrik
guna
mengantisipasi
potensi
kebocoran
akibat
ketidaksempurnaan sambungan bila penyambungan dilakukan di lapangan. Apabila penyambungan dilakukan dilokasi kerja, maka harus dipastikan tidak terjadi kebocoran akibat ketidaksempurnaan sambungan di lapangan.
8.
Material pengisi Untuk elevasi finish grade jauh di atas elevasi tanah existing, maka diperlukan penimbunan tanah pada area yang akan divakum. Peninggian elevasi muka tanah yang akan divakum dapat dilakukan dengan cara penimbunan tanah dengan material pengisi diatas geotekstil separator. Cara penimbunan material pengisi tersebut dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu:
Tanpa Struktur Pengaman
Dengan Struktur Pengaman Struktur pengaman dapat berupa tanggul dari timbunan, sheet pile, atau konstruksi pengaman lainnya.
Material pengisi yang digunakan dapat berupa tanah lumpur, tanah lempung lunak, tanah lempung biasa ataupun kondisi tanah yang kompleks dan memiliki isolasi yang baik terhadap udara dan air.
97
Material pengisi dapat menggunakan dari bahan galian tanah yang tidak boleh mengandung material organik seperti jenis tanah OL,OH dan Pt dalam sistem USCS serta tanah yang mengandung daun-daunan, rumput-rumputa, akar, sampah, buatan (organik dan artificial materials). Untuk Material Pengisi yang dapat digunakan sesuai jenis-jenis pasir dan tanah halus non oganik.
Tabel 3.6 Jenis Material Organik dan buatan Preferred term Fibrous peat Charcoal Wood fragments Roots (greater than 2 mm dia) Root fibers (less than 2 mm dia) Oil, bitumen Domestic refuse Brickbats Concrete Rubble Fibrous Plaster Wood places, shaving, sawdust Iron fillings, drum, steel scrap Bottles, broken glass, leather
Type
Organic matter
Waste / Artificial fill
Tabel 3.7 Jenis-Jenis Pasir (Sand) GRADATION
Good
NATURE OF FINES Wide range in grain size
Poor
Predominantly one size Or range of sizes
Good to fair
“Dirty” Materials (excess Fines)
DRY STRENGTH Clean material ( not enough fines to bind coarse grains)
SYMBOL None
TYPICAL NAME SW
SP
Fines are plastic
non
None med
to
SM
Med high
to
SC
of Fines are plastic
Well graded sands and gravelly sands, little or no fines Poorly graded sands and gravelly sands, little or no fines Silty sand, sand silt, mixtures Clayey sand, sand clay, mixtures
98
Tabel 3.8 Jenis-Jenis tanah (Fine Grained Soils) DILATANCY
DRY STRENGTH
TOUGHNESS
SYMBOL
None to low
Quick to slow
None
ML
Medium to high
None to very slow
Medium
CL
Low to medium
Slow to none
Low medium
High to very high
None
High
to
MH
CH
TYPICAL NAME
Inorganic silt, very fine sands, rock flour, silty or clayey fine sands Inorganic clays of low ie. Medium plasticity, gravelly clays, sandy clays etc Inorganic silts, micaceous or diatomaceous Fine sands or silts, elastic silts Inorganic clays of high plasticity
Material boleh menggunakan tanah berplastisitas tinggi, yang diklasifikasikan
sebagai
A-7-6
menurut
SNI
-03-6797-2002
(AASHTO M145) atau sebagai CH menurut “Unified atau Casagrande Soil Classification System”. Bila pengguanaan tanah yang berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut harus digunakan hanya pada bagian dasar dari timbunan atau pada penimbunan kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau kekuatan geser yang tinggi. Tanah plastis seperti itu sama sekali tidak boleh digunakan pada 30 cm lapisan langsung di bawah bagian dasar perkerasan bahu jalan atau tanah dasar bahu jalan. Sebagai tambahan, material pengisi untuk lapisan ini bila diuji dengan SNI 03-1744-1989, harus memiliki nilai CBR tidak kurang dari karakteristik daya dukung tanah dasar yan diambil untuk rancangan dan ditunjukkan dalam gambar atau tidak kurang dari 6% jika tidak disebutkan lain (CBR setelah peredaman 4 hari bila dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum (MDD) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1742-1989). Material pengisi tidak boleh menggunakan jenis tanah dengan sifat sebagai berikut: a.
Tanah sangat expansive yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25, atau derajat pengembangan yang diklasifikasikan oleh AASHTO T258 sebagai “very high” atau “extra high” tidak boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif
99
adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas / PI – SNI 031966-1989) dan persentase kadar lempung (SNI 03-34221994) b.
Tanah yang mempunyai sifat kembang susut tinggi dan sangat tinggi dalam klasifikasi Van Der Merwe dengan ciri-ciri adanya retak memanjang sejajar tepi perkerasan jalan.
c.
Tanah yang berbutir kasar (Coarse Grained Soils) sesuai tabel skh-1.4.13 (1).3.9.4 karena dikhawatirkan akan merusak geotekstil separator sehingga akan mengganggu proses vakum.
Tabel 3.9 Jenis-Jenis Tanah Berbutir Kasar (Coarse Grained Soils) GRADATION
NATURE OF FINES
DRY STRENGTH
SYMBOL
TYPICAL NAME
Good
Wide range in grain size
None
GW
Poor
Predominant ly one size Or range of sizes “Dirty” Materials (excess of Fines)
Clean material (not enough fines to bind coarse grains)
Fines are non plastic
None med
to
GM
Fines plastic
Med high
to
GC
Good to fair
9.
are
GP
Well graded gravelss and sand gravel mixture little or no fines Poorly graded gravel and gravel sands mixture little or no fines Silty gravels, gravelsand silt, mixtures Clayey gravels, gravel-sand clay, mixtures
Commoon Borrow Material Borrow Material biasa dihampar diatas sistem vakum pada Percepatan Konsolidasi Tanah dengan Sistem Penyalir Vertikal (PVD) dan Vakum. Timbunan Tanah digunakan sebagai bahan badan jalan diatas geomembrane pada Percepatan Konsolidasi Tanah Dengan Sistem Penyalir Vertikal (Prefabricated Vertical Drain) dan Vakum harus terdiri dari bahan galian tanah atau bahan galian batu yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebahai bahan yang memenuhi syarat untuk digunakan dalam pekerjaan permanensepertiyang diuraikan dalam Spesifikasi ini Umum Jalan Tol.
100
Bahan yang dipilih sebaiknya tidak termasuk tanah yang berplastisitas tinggi, yang diklasifikasikan sebagai A-7-6 menurut SNI-03-6797-2002 (AASHTO M145) atau sebagai CH menurut “Unified atau Casagrande Soil Classification System”. Bila penggunaan tanah yang berplastisitas tinggi tidak dapat dihindarkan, bahan tersebut harus digunakan hanya pada bagian dasar dari timbunan atau pada penimbunan kembali yang tidak memerlukan daya dukung atau kekuatan geser yang tinggi. Tanah plasis seperti itu sama sekali tidak boleh digunakan pada 30 cm lapisan langsung di bawah bagian dasar perkerasan atau bahu jalan atau tanah dasar bahu jalan. Sebagai tambahan, timbunan untuk lapisan ini bila diuji dengan SNI 03-1744-1989, harus memiliki nilai CBR tidak kurang dari karakteristik daya dukung tanah dasar yang diambil untuk rancangan dan ditunjukkan dalam gambar atau tidak kurang dari 6% jika tidak disebutkan lain (CBR setelah peredaman 4 hari bila dipadatkan 100% kepadatan kering maksimum (MDD) seperti yang ditentukan oleh SNI 03-1742-1989). Tanah sangat expensive yang memiliki nilai aktif lebih besar dari 1,25, atau derajat pengembangan yang diklasifikasikan oleh AASHTO T258 sebagai “very high” atau “extra high” tidak boleh digunakan sebagai bahan timbunan. Nilai aktif adalah perbandingan antara Indeks Plastisitas/PI–(SNI 03-1966-1989) dan persentase kadar lempung (SNI 03-3422-1944). Bahan untuk Borrow Material biasa tidak boleh dari bahan galian tanah yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: a. Tanah yang mengandungorganik seperti jenis tanah OL, O, dan Pt dalam system USCS serta tanah yang mengandung daundaunan, rumput-rumputan, akar, dan sampah. b. Tanah dengan kadar air alamiah sangat tinggi yang tidak praktis dikeringkan untuk memenuhi toleransi kadar air pada pemadatan (>OMC+1%).
101
c. Tanah yang mempunyai sifat kembang susut tinggi dan sangat tinggi dalam klasifikasi Van Der Merwe dengan ciri-ciri adanya retak memanjang sejajar tepi perkerasan jalan.
10. Selected Borrow Material Borrow Material pilihan setebal minimal 30 cm dipermukaan subgrade hanya boleh diklasifikasikan sebagai Borrow Material Pilihan atau Urugan Berbutir bila digunakan pada lokasi atau untuk maksud dimana bahan-bahan ini telah ditentukan atau disetujui secara tertulis oleh Direksi Pekerjaan. Seluruh timbunan lain yang digunakan harus dipandang sebagai Borrow Material biasa (atau drainase porous bila ditentukan atau disetujui sebagai hal tersebut sesuai dengan Spesifikasi Umum Jalan Tol). Timbunan yang dilasifikasikan sebagai Borrow Material pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi semua ketentua di atas untuk Borrow Material biasa dan sebagai tambahan harus memiliki sifat-sifat tertentu yang tergantung dari maksud penggunaannya, seperti diperitahkan ata disetujui oelh Direksi Pekerjaan. Dalam segala hal, seluruh Borrow Material pilihan harus, bila diuji sesuai dengan SNI 03-1744-1989, memiliki CBR paling sedikit 10.% setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai 100.% kepadatan kering maksimum sesuai dengan SNI 1742:2008. Bahan Borrow Material pilihan yang digunakan pada lereng atau pekerjaan stabilisasi timbunan atau pada situasi lainnya yang memerlukan kuat geser yang cukup, bilamana dilaksanakan dengan pemadatan kering normal, maka Borrow Material pilihan dapat berpa timbunan batu atau kerikil lempungan bergradasi baik atau lempung pasiran atau lempung berplastisitas rendah. Jenis bahan yang dipilih, dan disetujui oleh Direksi Pekerjaan akan tergantung
102
pada kecuraman dari lereng yang akan dibangun atau ditimbun, atau pada tekanan yang akan dipikul.
3.6.5. Material dan Peralatan Instrumen Vakum Adapun material instrumen vakum adalah sebagai berikut: 1.
Geotekstil Woven
Gambar 3.12 Geotekstil Woven
2.
Prefabricated Vertical Drain (PVD)
Gambar 3.13 Detail PVD
Gambar 3.14 Pemasangan PVD
103
3.
Perforated Horizontal Drain (PHD)
Gambar 3.15 Material PHD
4.
Geotekstil Non Woven
Gambar 3.16 Material Non Geotextile
104
5.
Geomembran
Gambar 3.17 Geomembran
Ada beberapa alat instrumen yang digunakan untuk memonitor perlakuan vakum terhadap tanah. Alat-alat instrumen tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Vacuum Gauge Alat ini digunakan untuk mengukur tekanan vakum yang dipasang di pompa dan titik tertentu dalam area vakum untuk mendeteksi kebocoran vakum.
2.
Settlement Plate Untuk mengukur penurunan vertikal yang diukur dari patok Benchmark.
3.
Extensometer Alat ini digunakan untuk mendeteksi tanah longsor. Alat ini dipasang ditengah-tengah galian untuk mengukur besarnya bottom heave didasar galian, ditengah atau mengukur kompresi/tekanan tanah.
4.
Piezometer Alat ini digunakan untuk mengukur tekanan cairan statis di sistem dengan mengukur ketinggian yang kolom cairan naik melawan
105
gravitasi, atau perangkat yang mengukur tekanan (lebih tepatnya, kepala pisometrik) dari tanah pada titik tertentu lebih tepatnya untuk mengukur tegangan air pori ditepi galian akibat tekanan vakum. 5.
Inclinometer Alat ini ditanam pada struktur penahan tanah dengan maksud memonitor pergerakan struktur penahan tanah dari ujung atas sampai ujung bawah/pergerakan tanah lateral.
(a)
(b) Gambar 3.18 Peralatan Instrument Vacum: (a) vacuum gauge (b) Piezometer (c) Extensometer
Gambar 3.19 Settlement Plate
(c)
106
Gambar 3.20 Inclinometer
Ada beberapa alat yang digunakan untuk pemasangan vakum. Alatalat tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Bor Rig PVD Alat ini digunakan untuk membantu memudahkan penentuan titik vakum yang akan dipasang oleh alat bor PVD.
2.
Rig PVD Alat ini digunakan untuk pemasangan vakum.
Gambar 3.21 Bor dan Rig PVD
107
3.
Genset dan Panel Listrik
Gambar 3.22 Genset dan Panel Listrik
4.
Pipa Pompa
Gambar 3.23 Pipa Pompa
5.
Bak Pompa dan Pompa Vakum
Gambar 3.24 Bak Pompa dan Pompa Vakum