BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
SOL ( Space Occupying Lession ) adalah sebuah lesi yang berasal dari sel-sel otak atau struktur disekelilingnya Penderita Space Occupying Lession diseluruh dunia mencapai 400000± orang selama tahun 2005. Di Indonesia sudah banyak menderita penyakit tumor otak sekitar 28 % penduduk penduduk Indonesia 1 Sementara itu Rumah Sakit Kariadi Semarang sudah menerima penderita Space Occupying Lession sebanyak 34 orang selama tahun 2010, meningkat meningkat 10 % dari tahun 2009 2 Berdasarkan Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi mempengaruhi rongga intrakranial i ntrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari lumbal spinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis3
Sekitar 10% dari semua proses neoplasma di seluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya, 8% berlokasi di ruang intrakranial dan 2% di ruang kanalis spinalis. Proses neoplasma di susunan saraf mencakup dua tipe, yaituprimer dan sekunder 3 Pentingnya
perawatan
Space
Occupying
Lession
ini
adalah
dengan
memberikan penyuluhan, pengawasan, perlindungan dan pasien dengan Space Occupying Lession itu dapat ditangani dengan baik. Maka dari itu pasien Space Occupying Lession ini memerlukan perawatan yang khusus untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut 3
1
BAB II
2.1 Anatomi otak dan LCS
Gambar 1.1 anatomi otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum(otak besar), serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon
4
Serebri mempunyai dua hemisfer, korpus kolosum dan korteks serebri, Masingmasing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobus parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna. Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum . Fungsi utamanya utaman ya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh 4 Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek 2
dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan. Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
4
LCS ( LIQUOR CEREBROSPINALIS)
LCS memberikan dukungan mekanik pada otak dan bekerja seperti jaket pelindung dari air. Cairan ini mengontrol ekstabilitas otak dengan mengatur komposisi ion, membawa keluar metabolit-metabolit dan memberikan beberapa perlindungan terhadap perubahan tekanan. Tekanan rata-rata cairan cerebrospinal yang normal adalah 70 – 80 mm air raksa. Perubahan yang berkala terjadi menyertai denyut jantung dan pernapasan. Tekanan meningkat bila terdapat peningkatan pada volume intracranial ( misalnya pada tumor), volume darah (pada perdarahan) atau volume cairan cerebrispinal ( pada hydrochepalus). 5 LCS dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aqua ductus sylvii masuk ke ventrikulus quartus. Disana cairan ini memasuki spatium liquor cerebrospinalis ekternum melalui foramen lateralis dan medialis dari ventrikulus quartus. Cairan ini meninggalkan sistem ventrikular melalui apertura garis tengah dan lateral dari rongga ventrikel ke empat dan memasuki rongga subrachnoid . dari sini mungkin cairan mengalir ke atas konveksitas otak 3
kedalam rongga arachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorbsi melalui difusi kedalam pembuluh-pembuluh darah kevil piameter atau dinding ventricular dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalama vena dari sinus atau vena-vena di berbagai daerah. Kebanyakan di atas konveksitas superior. 5 2.2 Definisi Space Occupying Lession
SOL ( Space Occupying Lesion ) merupakan generalisasi masalah tentang adanya lesi pada ruang intracranial khususnya yang mengenai otak. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan lesi pada otak seperti kontusio serebri, hematoma, infark, abses otak dan tumor intracranial. Karena cranium merupakan tempat yang kaku dengan volume yang terfiksasi maka lesi-lesi ini akan meningkatkan tekanan intracranial6. 2.3 Epidemiologi Berdasarkan penelitian terdapat 42 kasus SOL mempengaruhi rongga intrakranial dan tulang belakang. 39 kasus berasal dari otak dan selaput-selaput otak dan 3 berasal dari lumbar pinalis. Dari 39 kasus, 26 (67%) adalah akibat tumor dan 13(33%) adalah akibat infeksi, terutama tuberculosis. Dari data tersebut terdapat 6 kasus astrocytoma dan 3 kasus meningioma. Dalam kasus tersebut masing-masing terdapat 2 kasus lagi yakni, pilocytic astrocytoma and medulloblastoma. Selain itu juga terdapat kasus pineal tumour , craniopharyngioma, pituitary adenoma, vestibular schwannoma dan oligodendroglioma dan 6 kasus indeterminate . ada 3 kasus SOL yang mengenai spinal yakni arachnoiditis, subdural abscess dan tuberculoma.7 2.4 Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor risiko yang perlu ditinjau, yaitu 8 :
2.4.1
Genetik dan Familial
Predisposisi genetik pada tumor SSP muncul relatif jarang, walaupun glioma dapat diturukan sebagai bagian dari penyakit keluarga. Secara khusus, mutasi dari germline yang disebut gen tumor supresor menggambarkan beberapa sindrom genetik yang menyebabkan peningkatan insiden dari perkembangan tumor otak : type 1
neurofibromatosis
(mutasi dari NF1),
Turcot syndrome (mutasi dari APC), basal cell nevus syndrome (mutasi dari PTCH), dan Li-
4
Fraumeni syndrome (mutasi dari TP53 atau CKEK2) berhubungan dengan peningkatan resiko tumor otak. Beberapa laporan kasus telah menghubungkan antara tumor SSP dengan malformasi, termasuk meduloblastoma dengan abnormalitas sistem gastrointestinal dan genitourinaria, ependymoma dengan malformasi arteriovenus dari meningen, dan glioblastoma multiforme dengan malformasi arteriovenus angiomatus yang berdekatand an fistula arterivenus pulomonal. Tumor SSP dapat berhubungan dengan sindrom Dwon, kelainan yang melibatkan kromosom 21. Studi epidemiologi menemukan bahwa kasus tumor otak bisa 2-3 kali mempunyai hubungan dengan retardasi mental, walaupun hasilnya hanya signifikan pada satu studi. Karena hanya sedikit dari proporsi tumor otak yang murni diturunkan, hal ini lebih berhubungan dengan interaksi gen dengan lingkungan. Bukti tmbahan etiologi familial berasal dari studi epidemiologi yang membandingkan keluarga dengan riwayat tumor otak dan dengan kontrol. Secara signifikan adanya riwayat keluarga meningkatkan kejadian tumor dan kanker jenis lainnya.
2.4.2
Riwayat Penyakit Individu
2.4.2.1 Infeksi
Beberapa tipe virus (termasuk retrovirus, papovirus, dan adenovirus) telah menunjukkan sebagai penyebab tumor otak secara eksperimental pada studi pada hewan. Agen infeksius lainnya yang sudah diteliti berhubungan dengan tumor adalah Toxoplasma gondii, yang telah dilaporkan dapat menyebabkan glioma pada hewan percobaan.
2.4.2.2 Trauma
Enam dari tujuh penelitian tentang meningioma dan trauma kepala dijelaskan oleh Preston_martin dan Mack yang melaporkan adanya hubungan resiko positif, dan rata-rata dari 7 penelitian 90% meningkatkan terjadinya meningioma pada orang dengan trauma kepala.
2.4.2.3 Kejang
Riwayat kejang telah dihubungkan secara konsisten terhadap tumor otak pada beberapa penelitian kohort dari epilepsi dan dalam 2 penelitian kasus-kontrol pada glioma dewasa. Untuk meningioma, satu penelitian menemukan kasus menjadi 5 kali pada orang yang pernah kejang dan hingga 10 tahun atau lebih sebelum diagnosis.
5
2.4.2.4 Diet, Vitamin, Alkohol, Rokok, dan Zat Kimia
Senyawa N-nitroso telah diidentifikasi sebagai neurokarsinogen pada penelitian eksperimental hewan. Senyawa ini dapat menginisiasi neurokarsinogenesis baik paparan prenatal maupun postnatal. Sekitar setengah dari paparan senyawa ini pada manusia berasal dari sumber endogen, yang muncul dari sistem pencernaan ketika senyawa amino (seperti dari ikan, makanan lain, obat, dll) bertemu dengan agen nitrostating (seperti nitrit dari daging yang diawetkan). Setengah lainnya berasal dari sumber eksogen, terutama asap rokok, kosmetik, interior mobil, dan daging yang diawetkan. Kompleksitas lainnya dalam menentukan sumber endogen adalah beberaoa sumber, seperti sayuran, yang mungkin mengandung nitrat, juga tinggi vitamin yang dapat memblok pembentukan senyawa Nnitroso.
2.4.3
Industri dan Pekerjaan
Banyak penelitian industri dan pekerjaan tentang tumor otak disebabkan karena pengetahuan bahwa beberapa pekerja terpapar karsinogenik atau substansi neurotoksik atau keduanya, seperti pelarut organik, hidrokarbon polisiklik aromatik, formaldehid, minyak pelumas, akrilonitril, dan senyawa phenol dan phenolic. Beberapa bahan kimia yang menginduksi tumor otak pada percobaan hewan adalah bagian dari paparan tempat kerja. Beberapa senyawa seperti hidrokarbon polisiklik aromatik secara umum menginduksi tumor otak melalui implantasi langsung atau secara transplasental tapi tidak melalui inhalasi atau paparan pada kulit yang merupakan hal paling berhubungan dengan populasi pekerja. Telah ada beberapa penelitian dari pekerja produksi dan proses karet sintetik, secara kolektif, penelitian ini menunjukkan peningkatan resiko kejadian tumor otak sekitar 90%. Vinyl cloride menginduksi tumor otak pada tikus, dan 9 dari 11 penelitian dari pekerja produksi polivinyl cloride menunjukkan peningkatan resiko meninggal karena tumor otak sebanyak dua kali. Paparan oleh viny cloride telah dihubungkan dengan peningkatan insiden glioma stadium tinggi.
2.4.4
Radiasi Ionik
Radiasi ionik adalah faktor resiko paling tegas yang telah ditemukan pada neoplasma glial dan meningeal. Iradiasi pada kranium, bahkan pada dosis rendah, dapat meningkatkan insiden meningioma oleh satu faktor dari sepuluh dan insiden tumor glial oleh satu faktor dari 3 sampai 7, dengan masa laten 10 tahun atau lebih dari 20 tahun setelah paparan.
6
Terdapat kesepakatan yang wajar dari resiko kuat peningkatan tumor intrakranial yang terjadi setelah terapi radiasi ionik. Bahkan dengan dosis yang realtif rendah yang digunakan untuk terapi ringworm pada scalp (tinea kapitis) yang rata-rata 1,5 Gy, relatif beresiko 18, 10,dan 3 telah diobservasi untuk tumor selubung saraf, meningioma, dan glioma.
2.5 Klasifikasi
Klasifikasi tumor saraf pusat oleh World Health Organization (WHO), yaitu9 : 1. Tumor neuroepitelial 1) Tumor glial a. Astrositoma -
Astrositoma pilositik
-
Astrositoma difus
-
Astrositoma anaplastik
-
Glioblastoma
-
Xantoastrositoma pleomorfik
-
Astrositoma subependimal sel raksasa
b. Tumor oligodendroglial -
Oligodendroglioma
-
Oligodendroglioma anaplastik
c. Glioma campuran (mixed glioma) -
Oligoastrositoma
-
Oligoastrositoma anaplastik
d. Tumor ependimal -
Ependimoma myxopapilari
-
Subependimoma
-
Ependimoma
-
Ependimoma anaplastik
e. Tumor neuroepitelial lainnya -
Astroblastoma
-
Glioma koroid dari ventrikel III
-
Gliomatosis serebri
2) Tumor neuronal dan campuran neuronal-glial a. Gangliositoma 7
b. Ganglioglioma c. Astrositoma desmoplastik infantil d. Tumor disembrioplastik neuroepitelial e. Neurositoma sentral f. Liponeurositoma serebelar a. Paraganglioma 3) Tumor non-glial a. Tumor embrional -
Ependimoblastoma
-
Meduloblastoma
-
Tumor primitif neuroektodermal supratentorial
b. Tumor pleksus khoroideus -
Papiloma pleksus khoroideus
-
Karsinoma pleksus khoroideus
c. Tumor parenkim pineal -
Pineoblastoma
-
Pineositoma
-
Tumor parenkim pineal dengan diferensiasi intermediet
2. Tumor meningeal 1) Meningioma 2) Hemangoperisitoma 3) Lesi melanositik 3. Tumor germ cell 1) Germinoma 2) Karsinoma embrional 3) Tumor sinus endodermal (yolk sac) 4) Khoriokarsinoma 5) Teratoma 6) Tumor germ cell campuran 4. Tumor sella 1) Adenoma hipofisis 2) Karsinoma hipofisis 3) Kraniofaringioma 5. Tumor dengan histogenesis yang tidak jelas 8
1) Hemangioblastoma kapiler 6. Limfoma system saraf pusat primer 7. Tumor nervus perifer yang mempengaruhi SSP Tumor metastasis
2.6 Patofisiologi Peningkatan tekanan intracranial adalah suatu mekanisme yang diakibatkan oleh beberapa kondisi neurologi. Isi dari cranial adalah jaringan otak, pembuluh darah dan cairan serebrospinal. Bila terjadi peningkatan satu dari isi cranial mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, sebab ruang cranial keras, tertutup tidak bisa berkembang10. Peningkatan satu dari beberapa isi cranial biasanya disertai dengan pertukaran timbal balik dalam satu volume yang satu dengan yang lain. Jaringan otak tidak dapat berkembang, tanpa berpengaruh serius pada aliran dan jumlah cairan serebrospinal dan sirkulasi serebral. Space Occupaying Lesion (SOL) menggantikan dan merubah jaringan otak sebagai suatu peningkatan tekanan. Peningkatan tekanan dapat secara lambat (sehari/seminggu) atau secara cepat, hal ini tergantung pada penyebabnya. Pada pertama kali satu hemisphere akan dipengaruhi 10. Peningkatan tekanan intracranial dalam ruang kranial pada pertama kali dapat dikompensasi dengan menekan vena dan pemindahan cairan serebrospinal. Bila tekanan makin lama makin meningkat, aliran darah ke serebral akan menurun dan perfusi menjadi tidak adekuat, maka akan meningkatkan PCO2 dan menurunkan PO2 dan PH. Hal ini akan mnyebabkan vasodilatasi dan edema serebri. Edema lebih lanjut akan meningkatkan tekanan intracranial yang lebih berat dan akan meyebabkan kompresi jaringan saraf 10. Pada saat tekanan melampaui kemampuan otak untuk berkompensasi, maka untuk meringankan tekanan, otak memindahkan ke bagian kaudal atau herniasi kebawah. Sebagian akibat dari herniasi, batang otak akan terkena pada berbagai tingkat, yang mana penekanannya bisa mengenai pusat vasomotor, arteri serebral posterior, saraf okulomotorik, traktus kortikospinal, dan serabut-serabut saraf ascending reticular activating system. Akibatnya akan mengganggu mekanisme kesadaran, pengaturan tekanan darah, denyut nadi pernafasan dan temperature 10.
2.7 Manifestasi Klinis
Nyeri kepala, edema papil dan muntah secara umum dianggap sebagai karakteristik peninggian TIK. Demikian juga , dua pertiga pasien SOL memiliki semua gambaran tersebut. Walau demikian, tidak satupun dari ketiganya khas untuk peninggian tekanan, kecuali edema papil, banyak 9
penyebab lain yang menyebabkan masing-masing berdiri sendiri dan bila mereka timbul bersama akan memperkuat dugaan adanya peninggian TIK 11. 1. Gejala klinik umum timbul karena peningkatan tekanan intracranial, meliputi11 : a. Nyeri kepala Nyeri bersifat dalam, terus menerus, tumpul dan kadang-kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkung, dan mengejan. b. Nausea atau muntah muntah yang memancar (projectile voiting) biasanya menyertai peningkatan tekanan intracranial. c. Papil edema Titik buta dari retina merupakan ukuran dan bentuk dari papilla optic atau discus optic. Karena tekanan intracranial meningkat, tekanan ditransmisi ke mata melalui cairan cerebrospinal sampai ke discus optic.Karena meningens memberi reflex kepada seputar bola
mata, memungkinkan
transmisi tekanan melalui ruang-ruang oleh
cairan
cerebrospinal.Karena discus mata membengkak retina menjadi tertekan juga. Retina yang rusak tidak dapat mendeteksi sinar. 2. False localizing signs dan tanda lateralisasi False localizing signs ini melibatkan neuroaksis kecil dari lokasi tumor yang sebenarnya. Sering disebabkan karena peningkatan
tekanan
intrakaranial, peregeseran dari struktur-struktur
intracranial atau iskemi. Lesi pada salah satu kompartemen otak dapat menginduksi pergeseran dan kompresi dibagian otak yang jauh dari lesi primer. Suatu tumor intra cranial dpat menimbulkan manifestasi yang tidak sesuai dengan fungsi area yang ditempatinya. Tanda tersebut adalah: a. Kelumpuhan saraf otak. Karena desakan tumor, saraf dapat tertarik atau tertekan. Desakan itu tidak harus langsung terhadap saraf otak. Saraf yang sering terkena tidak langsung adalah saraf III dan IV b. Refleks patologis yang positif pada kedua sisi, dapat ditemukan pada tumor yang terdapat di dalam salah satu hemisferium saja. c. Gangguan mental d. Gangguan endokrin dapat juga timbul SOL di daerah hipofise. 10
3. Gejala klinik local Manifestasi local terjadi pada tumor yang meneyebabkan destruksi parenkim, infark atau edema. Juga akibat pelepasan faktor-faktor kedaerah sekitar tumor (contohnya: peroksidase, ion hydrogen, enzim proteolitik dan sitokin), semuanya dapat meyebabkan disfungsi fokal yang reversibel. a. Tumor Lobus Frontal Tumor lobus frontal menyebabkan terjadinya kejang umum yang diikuti paralisis posiktal. b. Tumor Lobus Temporalis Gejala tumor lobus temporalis antara lain disfungsi traktus kortikospinal kontralateral, deficit lapangan pandang homonim perubahan kepribadian, disfungsi memori dan kejang parsial kompleks c. Lobus Parietal dapat menimbulkan gejala modalitas sensori, kortikal hemianoksi homonym d. Tumor Lobus Oksipital Tumor lobus oksipital sering menyebabkan hemianopsia homonym yang kongruen. e. Tumor pada Ventrikel Tiga Tumor didalam atau yang dekat dengan ventrikel tiga menghambat ventrikel atau aquaduktus dan menyebabkan hidrosepalus. f. Tumor Batang Otak terutama ditandai oleh disfungsi saraf kranialis, defek lapangan pandang, nistagmus, ataksia dan kelemahan ekstremitas g. Tumor Serebellar Muntah Berulang dan sakit kepala dibagian oksiput merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor serebellar. h. Tumor Hipotalamus Gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, gangguan cairan cerebrospinal.
11
i. Tumor Fosa Posterior Gangguan berjalan nyeri kepala dan muntah disertai dengan nistagmus.
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pada penderita yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisik neurologik yang teliti serta pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis kita dapat mengetahui gejalagejala yang dirasakan seperti ada tidaknya nyeri kepala, muntah dan kejang. Sedangkan melalui pemeriksaan fisik neurologik ditemukana adanya gejala seperti edema papil dan defisit lapangan pandang12. Perubahan tanda vital pada kasus SOL intrakranial meliputi:
1. Denyut nadi Denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan TIK, terutama pada anak-anak. Bradikardi merupakan mekanisme yang mungkin terjadi untuk mensuplai darah ke otak dan mekanisme ini dikontrol oleh tekanan pada mekanisme refleks vagal yang terdapat dimedulla. 2. Pernapasan Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan daripada batang otak pada pasien dewasa, perubahan pernapasan ini normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran. Perubahan pola pernapasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak. 3. Tekanan darah Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari peningkatan tekanan intrakranial, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi, sehingga terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pola pernapasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan darah akan mulai turun. 4. Suhu tubuh Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan TIK, suhu tubuh akaN tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah, peningkatan suhu tubuh akan muncul akibat dari disfungsi dari hipotalamus atau edema pada traktus yang menghubungkannya. 5. Reaksi pupil
12
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema otak atau lesi pada otak 12. 2.9 Pemeriksaan Penunjang
12,13
1. Head CT-Scan CT-Scan merupakan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasien yang diduga menderita tumor otak. CT-Scan merupakan pemeriksaan yang mudah, sederhana, non invasif, tidak berbahaya, dan waktu pemeriksaan lebih singkat. Ketika kita menggunakan CT-Scan dengan kontras, kita dapat mendeteksi tumor yang ada. CT-Scan tidak hanya dapat mendeteksi tumor, tetapi dapat menunjukkkan jenis tumor apa, karena setiap tumor intrakranial menunjukkan gambar yang berbeda pad CT-Scan. Gambaran CT-Scan pada tumor otak, umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong struktur otak disekitarnya. Biasanya tumor otak dikelilingi jaringan oedem yang terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi, perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena sifatnya hiperdens. Beberapa jenis tumor akan terlihat lebih nyata bila pada waktu pemeriksaan CT-Scan disertai dengan pemberian zat kontras. Kekurangan CT-Scan adalah kurang peka dalam mendeteksi massa tumor yang kecil, massa yang berdekatan dengan struktur tulang kranium, maupun massa di batang otak. Pada subdural akut CT-Scan kepala (non kontras) tampak sebagai suatu massa hiperdens (putih) ekstra-aksial berbentuk bulan sabit sepanjang bagian dalam (inner table) tengkorak dan paling banyak terdapat pada konveksitas otak didaerah parietal. Terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit didaerah bagian atas tentorium serebeli. Perdarahan subdural yang sedikit ( small SDH ) dapat berbaur dengan gambaran tulang tengkorak dan hanya akan tampak dengan menyesuaikan CT window width. Pegeseran garis tengah (middle shift ) akan tampak pada perdarahan subdural yang sedang atau besar volumenya. Bila tidak ada middle shift harus dicurigai adanya massa kontralateral dan bila middle shift hebat harus dicurigai adanya edema serebral yang mendasarinya. Pada fase akut subdural menjadi isodens terhadap jaringan otak sehingga lebih sulit dinilai pada gambaran CT-Scan, oleh karena itu pemeriksaan CT-Scan dengan kontras atau MRI sering dipergunakan pada kasus perdarahan subdural dalam waktu 48-72 jam setelah trauma. Pada pemeriksaan CT dengan kontras, vena-vena kortikal akan tampak jelas dipermukaan otak dan membatasi subdural hematoma dan jaringan otak. Perdarahan 13
subdural akut sering juga berbentuk lensa (bikonveks) sehingga membingungkan dalam membedakannya dengan epidural hematoma . Pada fase kronik lesi subdural pada gambaran CT-Scan tanpa kontras menjadi hipodens dan sangat mudal dilihat. Bila pada CT-Scan kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan seperti fraktur tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid. Pada abses, CT-Scan dapat digunakan sebagai pemandu untuk dilakukannya biopsi. Biopsi aspirasi abses ini dilakukan untuk keperluan diagnostik maupun terapi.
2. MRI MRI merupakan pemeriksaan yang paling baik terutama untuk mendeteksi tumor yang berukuran kecil ataupun tumor yang berada dibasis kranium, batang otak dan di fossa posterior. MRI juga lebih baik dalam memberikan gambaran lesi perdarahan, kistik, atau, massa padat tumor intrakranial.
3. Darah Lengkap Pemeriksaan darah lengkap dapat dijadikan salah satu kunci untuk menemukan kelainan dalam tubuh. kelainan sitemik biasanya jarang terjadi, walaupun terkadang pada abses otak sedikit peningkatan leukosit
4. Foto Thoraks Dilakukan untuk mengetahui apakah ada tumor dibagian tubuh lain, terutama paru yang merupakan tempat tersering untuk terjadinya metastasis primer paru. Pada hematoma, mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan /edema), dan fragmen tulang.
5. USG Abdomen Dilakukan untuk mengetahui aakah ada tumor dibagian tubuh lain. Pada orang dewasa. Tumor otak yang merupakan metastase dari tumor lain lebih sering daripada tumor primer otak.
14
6. Biopsi Untuk tumor otak, biopsi dilakukan untuk mengetahui jenis sel tumor tersebut, sehingga dapat membantu dokter untuk mengidentifikasi tipe dan stadium tumor dan menentukan pengobatan yang tepat seperti apakah akan dilakukan pengangkatan seluruh tumor ataupun dilakukan radioterapi.
7. Lumbal Pungsi Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk beberpa jenis tumor otak tertentu. Dengan mengambil cairan serebro spinal, diharapkan dapat diketahui jenis sel dari tumor otak tersebut. Jika tekanan intrakranial terlalu tinggi, pemeriksaan ini kontraindikasi untuk dilakukan
8. Analisa Gas Darah Untuk mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.
9. Angiography Angiography tidak sealu dilakukan, tetapi pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk beberapa jenis tumor. pemeriksaan ini membantu ahli bedah untuk mengetahui pembuluh darah mana saja yang mensuplai area tumor, terutama apabila terlibat pembuluh darah besar. Pemeriksaan ini penting dilakukan terutama untuk tumor yang tumbuh ke bagian sangat dalam dari otak. 2.10 Penatalaksanaan
14,15
1. Pembedahan Jika hasil CT-Scan didapati adanya tumor, dapat dilakukan pembedahan. Ada pembedahan total dan parsial, hal ini tergantung jenis tumornya. Pada kasus abses seperti loculated abscess, pembesran abses walaupun sudah diberi antibiotik yang sesuai, ataupun terjadi impending herniation. Sedangkan pada subdural hematoma, operasi dekompresi harus segera dilakukan jika terdapat subdural hematoma akut dengan middle shift > 5 mm. Operasi juga direkomendasikan pada subdural hematoma akut dengan ketebalan lebih dari 1 cm.
15
2. Radioterapi Ada beberapa jenis tumor yang sensitif terhadap radioterapi, seperti low grade glioma. Selain itu radioterapi juga digunakan sebagai lanjutan terapi dari pembedahan parsial.
3. Kemoterapi Terapi utama jenis limpoma adalah kemoterapi. Tetapi untuk oligodendroglioma dan beberapa astrocytoma yang berat, kemoterapi hanya digunakan sebagai terapi tambahan.
4. Antikolvusan Mengontrol kejang merupakan bagian terapi yang penting pada pasien dengan gejala klinis kejang. Pasien SOL sering mengalami peningkatan tekanan intrakranial, yang salah satu gejala klinis yang sering terjadi adalah kejang. Phenytoin adalah yang paling umum digunakan. Selain itu dapat juga digunakan carbamazepine, phenobarbital dan asam valproat.
5. Antibiotik Jika dari hasil pemeriksaan diketahui adanya abses, maka antibiotik merupakan salah satu terapi yang harus diberikan. Berikan antibiotik intravena, sesuai kultur ataupun sesuai data empiris yang ada. Antibiotik diberikan 4-6 minggu atau lebih, hal ini disesuaikan dengan hasil pencitraan, apakah ukuran abses sudah berkurang atau belum. Carbapenem, fluorokuinolon, aztreonam memiliki penetrasi yang bagus ke sistem saraf pusat, tetapi harus memperhatikan dosis yang diberikan (tergantung berat badan dan fungsi ginjal) untuk mencegah toksisitas.
6. Kortikosteroid Kortikosteroid mengurangi edema peritumoral dan mengurangu tekana intrakranial. Efeknya mengurangi sakit kepala dengan cepat. Dexamethasone adalah kortikosteroid yang dipilh karena aktivitas mineralkortikoid yang minimal. Dosisnya dapat diberikan mulai dari dosis minimal, tetapi dosisnya dapat ditambahkan maupun dikurangi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol gejala neurologik.
16
7. Head up 30-45˚ Berfungsi untuk mengoptimalkan venous return dari kepala, sehingga akan membantu mengurangi TIK.
8. Menghindari Terjadinya Hiperkapnia PaCO2 harus dipertahankan dibawah 40 mmHg, karena hiperkapnia dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak sehingga terjadi peningkatan TIK, dengan cara hiperventilasi ringan disertai dengan analisa gas darah untuk menghindari global iskemia pada otak.
9. Diuretika Osmosis Manitol 20% diberikan cepat dalam 30-60 menit untuk membantu mengurangi peningakatan TIK dan dapat mencegah edema serebri.
2.11 Prognosis
SOL intrakranial tergantung pada penyebabnya. Berdasarkan data di negara-negara maju, dengan diagnosis dini dan juga penanganan yang tepat melalui pembedahan dilanjutkan dengan radioterapi, angka ketahanan hidup 5 tahun berkisar 50-60 % dan angka ketahanan hidup 10 tahun berkisar 30-40 %.
17
BAB III IDENTITAS PASIEN
Nama
: LS
Jenis Kelamin : Perempuan Umur
: 18 tahun
Alamat
: Pante Cermin Jaya
Tgl Masuk
: 28 agustus 2014
MR
: 1-01-62-28
Keluhan Utama
Kelemahan tangan dan kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Kelemahan anggota gerak, tangan dan kaki kanan sejak 1 minggu yang lalu, yang terjadi berangsur-angsur yang sebelumnya os bisa menyeret tungkai kaki kanan, namun sejak 4 hari ini os harus dipapah saat berjalan.
Nyeri kepala dirasakan sejak 1 tahun yang lalu os sering minum obat anti nyeri yang diberikan puskesmas namun os lupa nama obatnya, nyeri semakin memberat sejak sebulan terakhir, nyeri dirasakan di bagian seluruh kepala
Mual muntah ada sejak 1 minggu yang lalu, frekwensi muntah 1 kali sehari, menyemprot dari mulut dan hidung, jumlah ½ gelas berisi apa yang dimakan.
Mata kiri tidak dapat melihat sejak 10 hari yang lalu
Os sulit berbicara lancar sejak 4 hari terakhir
Demam tidak ada
Batuk pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Nafsu makan berkurang selama sakit 18
Riwayat kejang tidak ada
Riwayat tersedak disangkal
Riwayat kontak dengan penderita batuk lama disangkal
Riwayat keluar air dari telinga tidak ada
Buang air kecil jumlah dan warna biasa
Buang air besar warna dan konsistensi biasa
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat trauma pada kepala ada, 1 tahun yang lalu (kecelakaan sepeda motor)
Tidak ada menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
Tidak ada anggota keluarga yang menderita keganasan
Riwayat premorbid
Pasien adalah anak 1 dari 3 bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan , BBL 2500 gr.
Riwayat imunisasi
Riwayat Imunisasi dasar lengkap
Riwayat tumbuh kembang
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan dalam batas normal
Pemeriksaan Fisik (22/04/2014):
Keadaan umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Sadar 19
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Frekuensi jantung
: 80 x /menit
Frekuensi nafas
: 21 x/ menit
Suhu
: 36,6 oC
Panjang badan
: 140 cm
Berat badan
: 35 Kg
Status gizi
: 17.8 (normoweight)
Sianosis
: tidak ada
Ikterik
: Tidak ada
Edema
: Tidak ada
Kulit
: Teraba hangat, turgor baik
Kepala
: normochepal
Rambut :
: Hitam, Tidak mudah dicabut.
Mata
: Edema palpebra (-/-), konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya (+/+) normal
Telinga
: Tidak ditemukan kelainan
Hidung
: Tidak ditemukan kelainan
Mulut
: Mukosa bibir dan mulut basah, tonsil T1-T1, Faring tidak hiperemis.
KGB
: Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening.
Leher
: JPV 5-2 cmH2O
Dada
Paru -
inspeksi
: normochest, simetris kiri dan kanan,
-
palpasi
: fremitus kiri = kanan
-
perkusi
: sonor 20
-
auskultasi
: Vesikuler, Rhonki tidak ada, Wheezing tidak ada.
Jantung
-
inspeksi
: iktus kordis tidak terlihat
-
palpasi
: iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid klavikula sinistra RIC V, kuat angkat, luas 1 jari.
-
perkusi
: batas Jantung atas : RIC II parasternalis kiri Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra Kiri : 1 jari medial linea mid klavikula sinistra RIC V
-
auskultasi
: irama teratur, Bising tidak ada
Abdomen
-
inspeksi
: tidak tampak membuncit, pelebaran vena tidak ada.
-
palpasi
: supel, hepar dan lien tidak teraba
-
perkusi
: Timpani
-
auskultasi
: bising usus (+) normal
Punggung
: Nyeri ketok tidak ada Deformitas tidak ada
Alat kelamin
: Tidak ada kelainan
Anus
: colok dubur tidak dilakukan
Ekstremitas
:
-
akral hangat, refilling kapiler baik, deformitas tidak ada.
-
reflek fisiologis (bisep, trisep, patella) +/+ normal
-
reflek patologis babinski -/+
-
reflek babinski grup -/-
-
motorik
1111 5555 1111 5555
Status Neurologis :
GCS 14 : E4 M6 V4
Saraf cranial
: 21
1. N.II (Opticus) Daya penglihatan Lapang pandang Pengenalan warna
Kanan Visus 1/60 SDN
Kiri Visus 1/60 SDN
Keterangan Lesi N II
2. N. VI (Abduscens) Gerak bola mata Strabismus Deviasi
Kanan N (+) (-)
Kiri N (+) (-)
Kanan sdn N (-) (+)
Kiri
Keterangan DBN
3. N. XII (Hipoglossus) Motorik Trofi Tremor Disartri
sdn N (-) (+)
Tanda rangsangan meningeal : - Kaku kuduk (-) - Brudzinsky I (-) - Brudzinsky II (-) - Kernig (-)
Tanda peningkatan tekanan intrakranial : - muntah proyektil (+) ada, tidak terhitung - sakit kepala progresif (+) - funduskopi : belum dilakukan
22
Keterangan Sulit berbicara
Pemeriksaan penunjang MRI
Intepretasi : - tampak masa isointens sampai hypointens pada daerah batang otak,pons
- ventrikel lateralis kiri dan kanan melebar, ventrikel 3 dan 4 terdesak - sulci dan gyri merapat
Kesimpulan :susp massa di pons yang menyebabkan hydrochepalus dan edema cerebri.
23
Pemeriksaan darah (21/04/2014)
-
Hb
: 13.2 mg/dl
-
Leukosit
: 7000 /mm 3
-
HT
: 38 %
-
Trombosit
: 234000 /mm 3
-
Hitung Jenis
: E/B/NS/L/M 3/0/44/45/8
-
Ct/Bt
: 2/7
-
Na/K/Cl
: 141/4.6/104
-
Gds
: 92
-
Ur/Cr
: 20/0.61
Diagnosis kerja
DIAGNOSIS KLINIS
: Hemiparese Dextra + Parese N II + NIV +
Cephalgia DIAGNOSIS TOPIK
: Masa Intrakranial pada daerah pons
DIAGNOSIS ETIOLOGIK
: Space occupying lesion (SOL) ec masa intrakranial
Penatalaksanaan
Umum
: Elevasi kepala 30 0 NGT, diet ML TKTP/ hari
Khusus :
IUFD Nacl 0.9% 15 gtt/i
Inj Dexametason 1 amp IV / 8 jam
Inj Ranitidin 1 amp IV / 8 jam
Inj Alinamin F 1 amp IV / 12 jam
24
NXII +
Drip Novalgin dalam Nacl 0.9%(KP)
PCT 500mg drip / 12 jam
Inj Ondansetron (kp)
Rencana:
-
Funduskopi
-
Fisioterapi
-
Rawat bersama bedah saraf
25
BAB IV
ANALISA KASUS a. Anamnesis Pasien datang ke Rumah Sakit Dokter Zainoel Abidin dengan keluhan anggota gerak sebelah kanan terasa lemas sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengeluh sulit menggerakkan tangan dan kaki kanan yang terjadi perlahan lahan. Pasien mengeluh nyeri kepala berdenyut yang hilang timbul, pandangan mata kabur. Pasien mengeluh sulit berbicara, sulit tidur dan gelisah. Mual (+) dan muntah berisi makanan yang dimakan, Hal ini sesuai dengan anamnesis SOL dimana terjadi peningkatan tekanan intracranial yang menyebabkan nyeri kepala. Pada SOL nyeri kepala bersifat dalam, terus-menerus, tumpul dan kadang- kadang bersifat hebat sekali, biasanya paling hebat pada pagi hari dan diperberat saat beraktivitas yang menyebabkan peningkatan TIK, yaitu batuk, membungkuk dan mengejan. Nausea dan muntah akibat rangsangan pada medual oblongata. Gangguan penglihatan kemungkinan akibat statis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf optikus. Pasien juga mengatakan pernah ada riwayat kecelakaan motor yang dialami pasien satu tahun yang lalu,
b. Pemeriksaan Fisik Status neurologis : Saraf cranial
:
4. N.II (Opticus) Daya penglihatan Lapang pandang Pengenalan warna
Kanan Visus 1/60 SDN
Kiri Visus 1/60 SDN
26
Keterangan Lesi N II
5. N. VI (Abduscens) Gerak bola mata Strabismus Deviasi
Kanan N (+) (-)
Kiri N (+) (-)
Kanan Sdn N (-) (+)
Kiri
Keterangan DBN
6. N. XII (Hipoglossus) Motorik Trofi Tremor Disartri
sdn N (-) (+)
Keterangan Sulit berbicara
Motorik Kekuatan otot
:
1 5 1 5
Sensorik Rangsang raba
: baik /baik
Rangsang nyeri
: baik/ baik
Berdasarkan pemeriksaan fisik, tampak adanya gangguan fungsi pada saraf kranial yang merupakan masalah yang sering ditemukan pada penderita SOL pada umumnya yakni gangguan penglihatan, kesulitan dalam berbicara dan serta adanya hemiparese pada ekstremitas superior sebelah kanan.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Herainy, H. (2008). Tumor otak. Diperoleh pada tanggal 12 April 2012 dari http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_TumorOtakTinjauanKepustakaan.pdf/11_Tu morOtakTinjauanKepustakaan.html 2. Carpenito, L. J. Diagnosa keperawatan. 1997. Ed. 6. Jakarta: EGC 3. Ropper AH, Brown RH. Intracranial Neoplasms and Paraneoplastic Disorders in Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th edition. USA: Mc Graw Hill, 2005. 546-91.
4. Sitorus, M.S . Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. 2004.Bagian anatomi Fakultas USU. 5. Ejaz M, Saeed A, Naseer A, Chaudrhy, Occupying
Lesions
A
Morphological
Qureshi G.R, 2005. Intra-cranial Space Analysis.
Department
of
Pathology,
Postgraduate Medical Institute, Lahore – Pakistan. Biomedica Vol. 21 6. Kaptigau, W. Matui ,Ke Liu. Space-occupying lesions in Papua New Guinea – the CT era. Port Moresby General Hospital, Papua New Guinea and Chongqing Emergency Medical Centre, Chongqing City, China. PNG Me d J 2007 Mar-Jun;50(1-2):33-43 7. Wulandari,
A.,
2012.
Space
Occupaying
Lesion
(SOL).
Available
from:
http://www.scribd.com/doc/181664046/Sol [Last accessed 22th April 2014]
8. Kleihus P. Burger PC, Scheithauer. Histological typing of tumours of the Central nerbus system. WHO Histological clasification of tumour. Second edition. SpringerVerlag, Berlin Heidelber.1993. Hal 1-20. 9. Ningrum, F.Y., 2013.
Space Occupaying Lesion ( SOL). Available from:
http://www.scribd.com/doc/123949291/referat-SOL [Last accessed 22th April 2014]
10. Widyalaksono, A.,
2012. SOL Space Occupayimg Lesion. Available from:
http://www.scribd.com/doc/129372631/CR-SOL [Last accessed 22th April 2014]
11. Meagher, R.J., & Lutsep, H.L. 2013. Subdural Hematoma. Dipetik Desember 10, 2013, dari http://emedicine.medscape.com/article/113720. [Last accessed 22th April 2014] 12. Japardi, I. 2004 Cedera Kepala: Memahami Aspek-Aspek Penting dalam Pengelolaan Penderita Cedera Kepala. Jakarta Barat: Bhuana Ilmu Populer.
28
13. Lombardo MC. 2006. Cedera Sistem Saraf Pusat . Dalam: Price SA, Wilson LM, eds. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi 6. Volume 2. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 14. Wilkinson, Iain. 2005. Brain Tumour . Essential Neurology, 4th Edition. Page 50-52.
29